BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peternakan babi di daerah Bali memegang peranan yang sangat penting dalam menyediakan bahan pangan asal hewan, disamping juga memberikan tambahan penghasilan bagi peternak. Hal ini didukung oleh kemampuan ternak babi yang lebih efisien dalam mengubah bahan makanan menjadi daging dibandingkan ternak nonruminansia. Beternak babi memerlukan modal yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan ternak potong besar lainnya, sehingga dapat diusahakan secara luas oleh petani perternak. Sifat babi yang prolifik (beranak banyak) sangat menarik untuk diusahakan baik secara sambilan maupun komersial (Parakkasi, 1983).
Salah satu usaha untuk mencapai tujuan peningkatan genetik dan populasi ternak babi tersebut adalah dengan pemanfaatan teknologi inseminasi buatan (IB) atau kawin suntik melalui penyediaan sumber spermatozoa yang berasal dari pejantan berkualitas unggul. Dengan teknik IB diharapkan pengawinan yang dilakukan akan lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan pengawinan secara alami. Disamping itu pula diharapkan dengan teknik IB dapat meningkatkan nilai mutu dari ternak tersebut baik dalam hal peningkatan bobot badan, produksi daging maupun jumlah anak yang dilahirkan. Teknik IB sudah melibatkan pemeliharaan babi jenis unggul, seperti Yorkshire, Landrace dan Duroc (Anderson 2000; Johnson 2000, Ax et al. 2000) dan tingkat keberhasilannya mencapai 80% (Ax et al. 2000; Sumardani 2009). Hanya saja penerapan teknologi IB di peternak belum terlaksana secara optimal, karena masih ada beberapa peternak yang melakukan pengawinan secara alami. Permasalahan adalah penerapan teknologi IB pada ternak babi belum dilaksanakan secara optimal, serta minimnya pengetahuan peternak dalam beternak babi yang berorientasi pada kebutuhan pasar.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang didapat adalah sebagai berikut.
Bagaimana sejarah inseminasi buatan?
Bagaimana menseleksi pejantan ?
Bagaimana cara menampung semen babi?
Bagaiman cara penilaiian semen?
Bagaimana cara pengenceran semen?
Bagaimana melakukan penyimpanan semen?
Bagaimana teknik inseminasi pada babi?
Bagaimana cara melakukan evaluasi inseminasi buatan pada babi?
Tujuan
Adapun tujuan dalam penyusunan paper ini adalah sebagai berikut.
Untuk mengetahui sejarah inseminasi buatan pada babi
Untuk mengetahui pejantan yang baik untuk inseminasi buatan
Untuk mengetahui menampung semen babi
Untuk mengetahui bagaimana cara penilaian semen babi untuk layak digunakan
Untuk mengetahui cara mengencerkan semen
Untuk mengetahui menyimpan semen
Untuk mengetahui cara inseminasi pada babi
Untuk mengetahui cara mengevaluasi inseminasi buatan pada babi
Manfaat
Manfaat yang hendak di peroleh dalam penyusunan paper ini adalah sebagai berikut.
Dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai inseminasi buatan pada babi khususnya untuk bidang kedokteran hewan.
Dapat dijadikan refrensi dalam mengerjakan tugas mengenai inseminasi buatan.
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Inseminasi Buatan
INSEMINASI BUATAN (IB)/artificial insemination (AI) pada hewan peliharaan sudah lama sekali dilakukan sejak berabad-abad yang lalu. Dan perkembangan IB sekarang ini sudah semakin pesat dengan aplikasinya yang telah merambah kehampir semua jenisternak di dunia, seperti ternak ruminansia (sapi, kambing, domba, kerbau), pseudoruminansia (kuda), nonruminansia (babi, kelinci), maupun unggas. Artikel tentang Teknologi IB pada ternak unggas “Pelestarian Plasma Nutfah” dan “IB pada Kambing dan Domba” sudah dijelaskan dalam artikel rubrik Teknologi SM edisi (22/12) tahun lalu dan rubrik Ragam (20/2). Meskipun IB pada unggas dan kelinci belum sepopuler pada ternak ruminansia, namun berdasarkan beberapa penelitian di dalam dan diluar negeri sudah bisa diaplikasikan. Lantas, bagaimana dan kapan sih awal mula teknik Inseminasi Buatan (IB) dimulai hingga sampai ke Indonesia?
IB di Indonesia pertama kali diperkenalkan oleh Prof B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Kemudian, dalam program Rangka Kesejahteraan Istimewa (RKI) waktu itu, didirikanlah beberapa stasiun IB di beberapa daerah seperti Jawa Tengah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa Timur (Pakong dan Grati), Jawa Barat (Cikole/Sukabumi), dan Bali (Baturati). Aktivitas IB pada saat itu bersifat timbul-tenggelam yang berdampak pada kurangnya kepercayaan masyarakat akan IB. Tahun 1959, perkembangan dan aplikasi IB di daerah Bogor dan sekitarnya dilakukan oleh FKH IPB dengan menggunakan semen cair untuk memperbaiki mutu genetik sapi perah dan belum terpikirkan IB pada sapi potong seperti sekarang ini. Tahun 1965, kondisi keuangan negara, ekonomi, politik dan keamanan dalam negeri saat itu sangat memburuk dan berdampak juga pada berhentinya aktivitas IB.. Stasiun-stasiun IB yang telah didirikan sebelumnya hanya tinggal Ungaran yang bertahan.
Seleksi Pejantan
Babi jantan yang akan dijadikan pejantan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Umur
Umur babi yang akan dijadikan sumber semen harus berumur rata-rata 10 - 12 bulan, karena pada umumnya babi jantan pada tingkat umur tersebut sudah melewati masa dewasa kelamin (pubertas) dan secara seksual mereka sudah mampu menhasilkan sperma yang mampu membuahi sel telur. Umur babi jantan tersebut dapat diketahui berdasarkan catatan kelahirannya. Apabila tidak ada catatan kelahiran dapat diduga berdasarkan penampilan geligi-nya. Cara penentuan umur berdasarkan penampilan geligi dapat dipelajari pada bidang ilmu tilik ternak.
b. Silsilah Keturunan
Silsilah keluarga atau silsilah keturunan babi jantan yang akan dijadikan sumber semen diusahakan dapat ditelusuri. Ternak tersebut akan lebih baik kalau merupakan keturunan dari induk dan jantan yang unggul sehingga memiliki potensi genetik yang unggul pula.
c. Kondisi Badan
Babi jantan yang akan dijadikan bibit harus memiliki kondisi badan normal, tidak memiliki cacat tubuh (terutama bagian kaki) - baik cacat bawaan atau cacat setelah lahir. Ukuran-ukuran tubuhnya (bobot badan, tinggi badan, panjang badan) harus di atas rata-rata babi jantan yang lain dan proporsional dalam arti hubungan antara tinggi dan bobot badan harus seimbang. babi tersebut tidak boleh mengidap penyakit, terutama penyakit reproduksi menular. Babi yang sehat ditunjukkan oleh sorot mata yang jernih, posisi daun telinga normal, gerak-geriknya lincah tetapi bersahabat dan memiliki respon/ refleks yang baik ketika disentuh, bulu-bulunya tersusun rapi dan terlihat mengkilap.
d. Libido
Nafsu seksual atau libido merupakan parameter penting dalam pemilihan calon pejantan dan libido tersebut memiliki kaitan yang erat dengan produksi semen dan kesuburan. Selain itu, nafsu seksual akan berpengaruh terhadap kemudahan kerja pada saat dilakukan penampungan semen. Waktu yang diperlukan untuk penampungan semen juga dapat dipersingkat. Babi jantan harus memiliki nafsu seksual yang bagus, dalam arti ketika berhadapan dengan ternak betina harus menunjukan nafsu yang menggebu. Nafsu seksual juga ditunjukkan oleh kemampuan pejantan untuk melakukan perkawinan berulang-ulang dalam kurun waktu tertentu. Cara paling mudah untuk menguji nafsu seksual adalah mengukur waktu reaksinya dengan jalan membiar-kan ternak tersebut mengawini ternak betina lain setelah dikawinkan. Semakin pendek waktu antara dua perkawinan yang berturut-turut, semakin baik nafsu seksual si jantan.
Penampungan Semen
Prosedur Penampungan Semen
Kandang Penampungan Semen
Aspek penting dari kandang penampungan semen yaitu: ruangan yang cukup terang, terdapat adanya kemungkinan bagi peternak untuk menghindar dari serangan pejantan, lantai kandang tidak licin dan mudah dibersihkan, tersedianya betina tiruan yang tingginya dapat diatur.
Persiapan pejantan
Tahapan ini dimulai dengan mencatat nama pejantan yang akan ditampung semennya dalam buku catatan harian. Selanjutnya pejantan tersebut dimandikan sampai bersih kemudian bulu didaerah prepotium dipotong agar tidak tertarik bersamaan saat melakukan rangsangan karena dapat menimbulkan rasa sakit pada penis pejantan saat penampungan.
Persiapan alat tampung
Beberapa peralatan yang disiapkan untuk proses penampungan adalah kain kasa, corong karet, gelas erlenmeyer 100 ml, gelas tampung yang terbuat dari pipa, gunting, dan karet. Langkah kerja dari persiapan/pemasangan alat tampung ini yaitu:
Siapkan alat dan bahan penampungan semen babi
Tabung erlenmeyer di masukkan ke dalam gelas tampung kemudian ditutup dengan penutup gelas tampung dan dilanjutkan dengan memasukkan corong karet di atas gelas tampung
Di atas corong karet dilapisi/ditempati dengan kain kasa yang berukuran ± 7 cm sebanyak 2 lembar yang berfungsi untuk menyaring sperma.
Apabiala kain kasa sudah terpasang maka kain tersebut diikat dengan karet yang sudah disiapkan agar tidak terlepas dari ikatan gelas tampung dan selanjutnya di masukkan ke dalam ruangan tampung lewat pintu khusus.
Pelaksanaan penampungan semen
Untuk mempermudah proses penampungan semen pada ternak babi maka harus menggunakan Dummy (Patung/boneka). Dalam proses penampungan, pejantan yang masih dalam proses pelatihan akan menggunakan dummy yang bisa dipindah-pindah sesuai kemauan pejantan,sedangkan pejantan yang sudah terlatih menggunakan Dummy yang otomatis (tidak bisa dipindah-pindah). Hal penting yang perlu diperhatikan dalam proses penampungan semen adalah tidak boleh memakai cicin atau memiliki kuku yang panjang karena dapat mengakibatkan rasa sakit pada alat kelamin pejantan baik yang sudah terlatih maupun masih dalam proses dilatih. Hal penting lain dalam penampungan semen adalah memegang penis dengan kuat menggunakan 3 jari tangan agar tidak terlepas. Langkah kerja untuk penampungan semen babi adalah sebagai berikut:
Ternak jantan digiring dari kandangnya ke ruangan penampungan semen
Setelah ternak jantan dalam ruangan penampungan semen diarahkan atau dengan sendirinya menaiki Dummy
Apabila pejantan lama menaiki Dummy, maka dilakukan rangsangan tubuh terutama pada daerah scrotum dan penisnya dengan cara massage sampai penisnya keluar.
Penis yang keluar tersebut ditangkap dan ditarik secara perlahan-lahan
Penis dipegang dengan kuat sehingga tidak terlepas dan pada waktu bersamaan dilakukanrangsangan pada ujung penis dengan menggunakan jari kelingking.
Gelas tampung didekatkan pada ujung penis pada saat terjadi ereksi karena pada saat itu ternak akan tenang dan mengeluarkan semen.
Selama proses penampungan cairan bening pertama yang keluar langsung dibuang karena tidak mengandung sperma dan apabila cairan sudah berwarna putih maka baru ditampung dalam gelas tampung
Penampungan semen bisa berlangsung 7-10 menit dengan volume sperma yang dihasilkan 200-300 cc sekali ejakulasi.
Semen yang telah ditampung dimasukkan ke dalam laboratorium melalui pintu khusus untuk dievaluasi dan diproses lebih lanjut
Penilaian Semen
Setelah semen ditampung secepatnya di masukkan ke dalam laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan, baik secara makroskopis maupun mikroskopis untuk selanjutnya dicatat dalam buku catatan harian.
Evaluasi semen secara makroskopis
Semen yang datang dari ruang tampung dilihat warna, bau semen, volume setelah itu dimasukkan ke dalam gelas ukur untuk mengukur semen murni yang didapatkan kemudian dicatat dalam buku catatan harian untuk dievaluasi.
Evaluasi semen secara mikroskopis
Pemeriksaan semen ternak babi secara mikroskopis yang dilakukan sama halnya dengan pemeriksaan semen beku sapi Bali yaitu dengan melihat gerakan massa dan motilitas/gerakan individu semen segar. Standar gerakan massa yang dapat diproses lebih lanjut adalah 2+ dan 3+ sedangkan penilaian motilitas serta konsentrasi semen untuk mengetahui berapa persen spermatozoa yang hidup dalam satu ml semen. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyuningsih (2013) bahwa penilaian kosentrasi sangat penting untuk menentukan jumlah pengenceran semen dan penilaiian motilitas yang merupakan daya gerak individu sperma digunakan sebagai ukuran kesanggupan sperma untuk membuahi sel telur.
Cara menilai motilitas semen yang dilakukan adalah dengan mengambil satu tetes semen menggunakan pipet tetes kemudian ditempatkan diatas objek glass dan ditutup dengan cover glass lalu diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 40x. Semen yang dapat diproses lebih lanjutadalah yang memiliki persentase motilitas minimal 60%. Jika kurang dari 60% maka semen tersebut dibuang.
Semen segar yang dihasilkan dari penampungan dievaluasi terlebih dahulu pada laboratorium secara makroskopis (warna, bau, dan volume) dan mikroskopis (gerakan massa, dan motilitas serta konsentrasi). Menghitung konsentrasi semen segar menggunakan alat otomatis (Sperma Cue) dengan cara semen diambil dari dalam gelas ukur menggunaka spoid 3 ml lalu diteteskan kedalamcontrol cuvette.
Pengenceran Semen
Anggorodi (1979) menyatakan bahwa, pengenceran dan penyimpanan bertujuan untuk memperbesar volume, melindungi spermatozoa selama proses pendinginan dan memperpanjang masa hidup tanpa menghilangkan kesuburannya.
Menurut Toelihere (1993), unsur yang ditambahkan tersebut haruslah mempunyai fungsi yang baik sebagai berikut : (1) menyediakan zat makanan sebagai sumber energy bagi spermatozoa, (2) melindungi spermatozoa terhadap cold shock, (3) menyediakan suatu penyangga untuk mencegah perubahan pH akibat paembentukan asam laktat dari hasil metabolisme spermatozoa, (4) mempertahankan tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit yang sesuai, (5) memperbanyak volume sehingga banyak hewan betina yang dapat di inseminasi dalam satu ejakulasi.
Sebelum melakukan pengenceran semen terlebih dahulu disiapkan bahan pengencer. Bahan pengencer yang dipakai biasanya adalah bahan pengencer instan yaitu Bestvile Thawing Solution (BTS) yang ditambahkan dengan aquabides dengan perbandingan 1000 ml aquabidesberbanding 50 gram BTS.
Kandungan yang ada dalam BTS adalah sebagai beriukut: Glucosa 37,15 gram, Tri Sodium Citrate 1,25 gram, Edta Disodium Salt 1,25 gram, Sodium Hidrogencarbonate 1,25 gram, Potassium Chloride 0,75 gram, Sodium Penicillin 0,60 gram, dan streptomycin sulphate 1 gram. Langkah-langkah pembuatan pengecer antara lain
Air yang sudah disuling (aquabides) di masukkan ke dalam gelas erlenmeyer sebanyak 1000 mldan BTS ditimbang menggunakan alat timbang sebanyak 50 gram.
BTS bersama air di masukkan ke dalam gelas erlenmeyer yang sudah disiapkan secara belahan-lahan kemudian ditutupi dengan aluminium foil
Gelas elenmeyer yang sudah diisi dengan BTS dan aquabides digoyang-goyang secara berlahan hingga campuran tersebut secara merata.
Setelah homogen, cairan tersebut dimasukkan ke dalam waterbath
Thermometer dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer yang berisi larutan BTS selama 10-15 menit hungga mencapai suhu 37oC
Pengenceran semen dapat dilakukan apabila semen telah melewati pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis dan memenuhui syarat yang sudah ditentukan.
Standar perbandingan motilitas, volume tampung dan pengencer semen ternak babi yang dipakai adalah:
Motilitas 60% = 1:1
Motilitas 65% = 1:2
Motilitas 70% = 1:3-1:4
Contoh:
Volume tampung = 250 cc
Motilitas = 65%
Penyimpanan Semen
Semen yang belum dimanfaatkan pada hari prosesing harus disimpan pada ruangan yang bersuhu 10-20oC (dalam kulkas pada rak pintu bagian bawah pada posisi 0-1). Semen yang disimpan harus digoyangkan berlahan-lahan dua kali setiap hari (pagi dan sore hari) agar kualitasnya tidak menurun. Semen cair dengan bahan pengencer betsvile thawing solution (BTS) dapat disimpan selama 3 hari tanpa terjadi penurunan kualitas semen yang berarti. Jika dalam waktu 3 hari semen tersebut masih belum dipakai maka semen tersebut tidak dapat digunakan lagi. Semen tidak boleh terpapar oleh cahaya karena sinar ultraviolet dapat merusak sel sperma. Botol penampungan semen harus tertutup rapat dan disimpan dalam kontainer dengan suhu 15 - 20°C dan dikontrol dengan termostat. Penyimpanan semen dilakukan dalam posisi horizontal dengan pertimbangan agar sperma tetap tercampur dengan pengencer.
Teknik Inseminasi pada Babi
Ha-hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan agar pemasukan semen kedalam saluran reproduksi betina dapat berlangsung dengan baik yaitu
Pastikan betina yang akan di inseminasi benar-benar dalam keadaan birahi.
Beri kesempatan betina untuk kontak kepala dengan kepala pejantan dewasa, sebelum dan selama inseminasi.
Bersihkan vulva dengan air atau kertas pembersih.
Vulva dibersihkan dengan alkohol konsentrasi rendah, dilanjutkan dengan mencuci vulva dengan sodium kloridi 0,9%.
Beri pelicin pada ujung kateter inseminasi (biasanya melrose cateter) dengan mengoleskan pelicin nonspermisidal (misalnya vaselin).
Masukan kateter kedalam vagina dengan arah sedikit miring ke atas untuk mencegah kateter masuk kedalam uretra.
Bila kateter yang dipakai ujungnya spiral, masukan dengan memutarnya berlawanan dengan arah jarum jam.
Setelah ujung kateter terjepit dalam leher uterus (cervix), tempelkan botol semen pada kateter dan angkat sampai berada sedikit lebih tinggi dari betinanya.
Biarkan semen mengalir keluar botol semen dan masuk ke dalam saluran reproduksi betina.
Biarkan semen mengalir dengan sendirinya sampai botol semen menjadi kosong.
Selama inseminasi berlangsung betina tersebut terus dirangsang dengan meraba-raba bagian samping dan daerah putingnya.
Setelah botol semen kosong, biarkan kateter berada dalam saluran reproduksi betina tersebut selama2-5 menit hingga semen dalam kateter semuanya tumpah,perangsangan tetap dilakukan.
Setelah kateter dikeluarkan biarkan betina tersebut tetap berada di dalam kandang inseminasi, yang bertujuan agar spermatozoa mampu bergerak ke tempat berlangsungnnya fertilisasi.
Gambar 1. Alat untuk IB
Gambar 2, 3, 4, 5, 6. Teknik melakukan IB pada Babi
Evaluasi Keberhasilan IB pada babi
Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan IB, antara lain :
Peternak (deteksi birahi)
Inseminator
Ternak betina
Kualitas semen
Lingkungan
Evaluasi keberhasilan IB antara lain
NRR (Non Return rate) : Jumlah betina yang menunjukkan birahi pada 21, 42, atau 63 hari pasca IB
Service per Conception (S/C) : jumlah perkawinan yang di butuhkan untuk menghasilkan kebuntingan
Conception rate : Jumlah babi bunting hasil IB ke-1
Calving rate : jumlah anak babi yang dilahirkan dari hasil IB ke-1
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Salah satu usaha untuk mencapai tujuan peningkatan genetik dan populasi ternak babi tersebut adalah dengan pemanfaatan teknologi inseminasi buatan (IB) atau kawin suntik melalui penyediaan sumber spermatozoa yang berasal dari pejantan berkualitas unggul. IB di Indonesia pertama kali diperkenalkan oleh Prof B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Hal yang perlu dilakukan dalam pelasanaan IB adalah pejantan yang baik untuk inseminasi buatan, prosedur menampung semen babi, cara penampungan semen, cara mengencerkan semen, cara menyimpan semen yang baik, melakukan teknik inseminasi yang baik pada babi dan monitoring hasil inseminasi buatan pada babi.
DAFTAR PUSTAKA
Afiati, E. K. (2004). Perbaikan Teknik Pembekuan Sperma Pengaruh Suhu Gliserolisasi dan Penggunaan Kaset Straw. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Afiati, F. (2013). Pembibitan Ternak dengan Inseminasi Buatan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Feradis. (2010). Bioteknologi Reproduksi pada Ternak. Alfabeta. Bandung
Luthan, F. (2012). Pedoman Penataan Budidaya Ternak Babi Ramah Lingkungan.http//www.isage.org. (27 April 2015).
Partodihardjo, S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta
Smithcors, J. F. dan E. J. Catott. 1966. Progress in swine practice. American Veterinary Publication Inc, California.
Siagian, P. H. 1999. Manajemen Ternak Babi. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Institut Pertanian Bogor.
Sihombing, D.T.H. 1997. Ilmu Ternak Babi. Gajah Mada University Press. Yogjakarta.
Toelihere, M. R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung
PAGE \* MERGEFORMAT 13