Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

JURNAL KELOMPOK IKGA

Penatalaksanaan Dental Emergency pada Gigi Avulsi Anggit Purwati1, Destya Sandra Dewi1, Dwi Sartika1, Vetria Merdiyana1, Nur Khamilatusy Solekhah2 1Mahasiswa Co-Ass Kedokteran Gigi, Jurusan Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran, Universitas Jenderal Soedirman 2Bagian Kedokteran Gigi Anak, Jurusan Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran, Universitas Jenderal Soedirman Email: dwisartika07@gmail.com Abstrak Pendahuluan: Avulsi merupakan dental emergency yang sering terjadi. Insidensi avulsi gigi sebanyak 0,5-6,2% dan sering terjadi pada umur 7-10 tahun. Avulsi pada gigi desidui tidak perlu di replantasi, namun pada gigi permanen maupun permanen muda gigi yang avulsi segera di replantasi. Gigi avulsi sebaiknya diletakkan pada media penyimpanan sebelum dilakukan replantasi. Manajemen anak yang baik perlu dimiliki seorang dokter gigi dalam menangani kasus ini. Jurnal ini bertujuan untuk menambah wawasan mengenai penatalaksanaan dental emergency pada gigi avulsi. Laporan kasus: Seorang anak laki-laki 9 tahun mengalami kecelakaan 24 jam yang lalu sehingga gigi 11 avulsi. Gigi tersebut direndam dalam media susu. Perawatan endodontik ekstraoral dilakukan sebelum replantasi kemudian gigi displinting. Pasien diberi obat dan dilakukan edukasi. Kontrol dilakukan untuk pelepasan splinting. Satu tahun kemudian terdapat keluhan gigi 11 infraklusi dan resorbsi akar. Dokter gigi melakukan ekstraksi lalu membuatkan gigi tiruan. Pembahasan: Gigi avulsi sebaiknya diletakkan pada media penyimpanan seperti saliva, HBSS, susu dan salin. Golden periode gigi avulsi yaitu 2 jam dari gigi tersebut lepas. Golden periode menentukan keberhasilan replantasi. Keberhasilan juga ditentukan dari kooperatifnya seorang pasien dengan manajemen anak yang baik. Kesimpulan: Keberhasilan penatalaksanaan gigi avulsi di pengaruhi oleh golden periode, media penyimpanan, kooperatif pasien dan kontrol. Kata Kunci: dental emergency, gigi avulsi, manajemen, luka trauma, replantasi Pendahuluan Dental emergency yang terjadi pada keadaan sehari-hari banyak macamnya. Salah satunya yaitu mengalami trauma akibat jatuh. Trauma akibat jatuh sering menyebabkan gigi avulsi. Avulsi gigi adalah salah satu contoh dental emergency yang sering terjadi pada anak berumur 7-10 tahun. Avulsi gigi yaitu suatu kondisi gigi yang lepas dari soketnya, untuk mengembalikan gigi ke dalam soket dibutuhkan bantuan dokter gigi untuk melakukan perawatan replantasi. Prevalensi terjadinya avulsi gigi sebanyak 0,5-6,2 % terhadap dental traumatic injury.1 Gigi yang sering mengalami avulsi adalah gigi insisiv sentral maksila.2 Insidensi terjadinya gigi avulsi pada gigi permanen muda 1-16 % sedangkan gigi avulsi pada gigi desidui terjadi 7-13 % di usia sekolah.3 Prevalensi menurut jenis kelamin, avulsi gigi pada laki-laki lebih sering terjadi dibanding perempuan dengan rasio 3:1.4 Pada usia 7-10 tahun merupakan rentan usia yang sering terjadinya avulsi. Gigi pada usia tersebut kondisi akar pada gigi permanen belum sepenuhnya matur, struktur jaringan periodontal masih longgar dan hubungan akar dengan tulang alveolar masih lemah, serta tulang alveolar relatif lunak. Saat terjadi avulsi pada gigi desidui tidak perlu direplantasi, tapi gigi permanen muda pada anak-anak dapat direplantasi dengan tingkat keberhasilan yang baik, gigi harus dalam keadaan bersih dan moist serta di rendam pada media salin atau susu. Replantasi harus dilakukan sesegera mungkin dan displinting.5 Saat dilakukan replantasi, gigi yang avulsi seharusnya diletakkan dalam media yang seharusnya. Media-media yang disarankan agar gigi avulsi tetap dalam keadaan baik yaitu saliva6, Hank’s Balanced Salt Solution (HBSS)7, susu8 dan salin isotonik9. Media-media tersebut sangat membantu gigi avulsi untuk tidak rusak. Replantasi yang dilakukan akan sangat sulit bila pasien tidak kooperatif. Anak yang mengalami trauma akan sulit untuk duduk diam ataupun akan sering menangis, sehingga diperlukan manajemen anak yang baik.10 Sebagai dokter gigi hendaknya memiliki cara komunikasi yang baik terhadap anak. Agar dalam perawatan nantinya anak dapat diajak kerjasama yang baik. Pada perawatan gigi avulsi dengan replantasi juga memerlukan waktu yang sedikit. Saat gigi avulsi terdapat golden periode. Golden periode replantasi gigi adalah 2 jam dari gigi tersebut terlepas. Prosedur replantasi yang dilakukan nantinya akan difollow up. Kontrol dilakukan pada 2 minggu, 4 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan 1 tahun serta tidak lupa untuk mengedukasikan pasien.11 Tujuan dari penulisan jurnal ini untuk menambah wawasan mengenai penatalaksanaan dental emergency pada gigi avulsi. Laporan Kasus Seorang anak laki-laki usia 9 tahun dirujuk ke bagian kedokteran gigi untuk perawatan darurat pada gigi traumatik insisiv tengah atas kanan yang avulsi setelah kecelakaan mobil yang terjadi 24 jam yang lalu. Riwayat kesehatannya tidak ada kelainan, anak laki-laki tersebut tidak sedang dalam pengobatan dan tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan atau penyakit sistemik. Pemeriksaan ekstra oral menunjukkan adanya abrasi pada bagian dagu, serta pembengkakan pada bibir bagian atas dan bawah (Gambar 1). Pemeriksaan intra oral memperlihatkan avulsi pada gigi insisiv tengah permanen atas kanan. Gigi tersebut memiliki ujung akar yang imatur dan telah direndam menggunakan susu setelah luka terjadi (Gambar 2).12 Pasien tersebut berada dalam masa gigi bercampur dengan kelas I skeletal. Radiografi pada area tersebut menunjukkan tidak adanya sisa partikel gigi pada soket gigi yang avulsi. Walaupun demikian, fraktur alveolar dicurigai terjadi pada soket gigi insisiv tengah kanan (Gambar 3). Keputusan untuk mereplantasi dilaksanakan menggunakan anestesi lokal, koagulum yang terkontaminasi dikuretase secara lembut dan dicuci dari soket menggunakan larutan salin isotonik steril (Gambar 4).12 Gambar 1. Pemeriksaan ekstra oral Gambar 2. Gigi avulsi telah direndam dalam susu setelah luka terjadi selama 24 jam Gambar 3. Radiografi panoramik. Soket gigi yang avulsi kosong Gambar 4. Koagulum dikuretase secara lembut dan dicuci dari soket menggunakan larutan salin isotonik steril Perawatan endodontik ekstra oral dilakukan pada gigi tersebut; periodontal ligament (PDL) yang nekrosis dihilangkan menggunakan kasa yang dibasahi oleh larutan salin steril (Gambar 4) kemudian gigi di rendam dalam larutan klorheksidin 0,12% selama 20 menit (Gambar 5). Ekstirpasi menyeluruh dilakukan pada pulpa (Gambar 6). Gigi tersebut dilakukan perawatan secara endodontik, dibersihkan, dan dibentuk (Gambar 7) kemudian dilanjutkan dengan pengisian saluran akar menggunakan gutta perca dengan teknik thermocompactage (Gambar 8). Gigi tersebut akhirnya direplantasi perlahan dengan tekanan digital; dilakukan rigid splint menggunakan kawat ortodontik selama 4 minggu dan dilakukan dari gigi molar pertama kanan atas sampai gigi molar pertama kiri atas (Gambar 9).12 Gambar 5. Gigi direndam dalam larutan klorheksidin 0.12% selama 20 menit Gambar 6. Ekstirpasi pulpa secara menyeluruh Gambar 7. Pembersihan dan pembentukan saluran akar Gambar 8. Pengisian saluran akar menggunakan gutta perca dengan teknik thermocompactage Gambar 9. Reimplantasi digital dengan tekanan perlahan dan rigid splint selama 4 minggu Pasien diberikan antibiotik sistemik (amoksilin 2 g/hari untuk 7 hari) dan obat analgesik sesuai kebutuhan. Pasien mendapatkan instruksi mengenai diet lunak dan kebersihan rongga mulut (berkumur menggunakan klorheksidin 0,12 % dilakukan 2 kali sehari selama 1 minggu dan menggosok gigi menggunakan sikat gigi yang lembut setelah makan). Kemudian anak tersebut diberikan diet lunak dan diberitahu untuk menghindari menggigit secara langsung menggunakan gigi depannya. Instruksi kebersihan rongga mulut diberikan dan pasien diberitahu agar datang kembali untuk melakukan kontrol. 12 Pasien datang 14 hari berikutnya: Pada area trauma sedikit lunak, dimana kebersihan rongga mulutnya buruk. Radiografi pada retro-alveolar menunjukkan tidak adanya tanda patologis (Gambar 10), sehingga pasien diinstruksikan untuk membersihkan lebih seksama pada area tersebut dan diberitahu agar datang kembali untuk kontrol lanjutan dan pelepasan splint setelah 2 minggu. Dua minggu berikutnya, pasien datang kembali ke klinik kami, splint dilepas, dan gingiva pada area gigi insisiv yang avulsi terlihat adanya inflamasi namun lebih baik dibanding kunjungan sebelumnya. Pasien diinstruksikan untuk membersihkan lebih seksama dan diberitahu agar datang kembali 1 bulan berikutnya untuk kontrol lanjutan. 12 Gambar 10. Radiografi retro-alveolar 14 hari setelah trauma tidak menunjukkan adanya tanda patologis Pasien datang 1 tahun berikutnya dengan keluhan, penampilan yang tidak estetik pada gigi insisiv tengah permanen kanannya terlihat lebih pendek dari gigi tetangganya (Gambar 11) dicurigai ankilosis dengan infraklusi pada gigi ini. Pemeriksaan secara intra oral menunjukkan infraklusi pada gigi dimana sakit ketika diperkusi dengan suara metal dan goyang. Radiografi retro-alveolar menunjukkan adanya penyatuan antara tulang aveolar dengan permukaan akar gigi insisiv permanen kanan atas tanpa adanya pemisah perlekatan apparatus (ankilosis dentoalveolar) yang berhubungan dengan penggantian tulang (Gambar 12). Ekstraksi gigi dilakukan karena adanya resorpsi total pada akar (Gambar 13). Gigi tiruan sebagian dibuat dengan menggunakan gigi tersebut untuk mempertahankan ruang (Gambar 14).12 Gambar 11. Pemeriksaan intraoral setelah 1 tahun: Infraklusi pada gigi insisiv tengah permanen kanan Gambar 12. Radiografi retro-alveolar kontrol setelah 1 tahun: Ankilosis dentoalveolar dengan penggantian tulang Gambar 13. Resorpsi total pada akar gigi Gambar 14. Gigi tiruan sebagian dibuat dari gigi asli untuk mempertahankan ruang Pembahasan Dental emergency Kebanyakan emergensi oral berhubungan dengan rasa sakit, pendarahan, atau trauma orofasial dan sebaiknya ditangani oleh dokter gigi. Contoh dari trauma orofasial adalah gigi avulsi. Gigi avulsi yang terjadi pada gigi desidui tidak perlu direplantasi, tapi gigi permanen pada anak-anak dapat direplantasi dengan sukses. Gigi harus dalam keadaan bersih dan moist dan direndam di media salin atau susu. Replantasi harus dilakukan sesegera mungkin dan displinting.5 Avulsi Etiologi Avulsi gigi merupakan tercabutnya gigi dari soketnya akibat trauma yang menyebabkan terputusnya ligamen-ligamen periodontal dan suplai darah ke jaringan pulpa. Selain mengalami gangguan fungsi dan estetis, psikologis juga dapat terganggu karena akan merasa tidak percaya diri akibat hilangnya gigi. Avulsi pada gigi permanen biasanya terjadi pada anak lelaki usia 7-10 tahun. Penyebab yang khas biasanya karena kecelakaan bersepeda, bermain skateboard dan olahraga-olahraga lain. Pada usia 7-10 tahun, akar pada gigi permanen belum sepenuhnya matur, struktur jaringan periodontal masih longgar dan hubungan akar dengan tulang alveolar masih lemah, serta tulang alveolar relatif lunak. Berbeda dengan orang dewasa yang memiliki akar yang sudah matur, jaringan periodontal yang kuat, serta tulang alveolar yang kuat sehingga lebih cenderung mengalami fraktur gigi daripada avulsi.13 Penyebab gigi avulsi yaitu kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, kecelakaan olahraga, kerusakan jaringan periodontal dan penyakit sistemik seperti diabetes mellitus.14 Media penyimpanan gigi avulsi Saliva Penyimpanan gigi dalam keadaan kering akan menyebabkan cedera permanen pada membran periodontal, mengakibatkan hilangnya ditanam kembali gigi dari waktu ke waktu. Namun, menyimpan gigi dalam air tidak dianjurkan karena osmolalitas air terlalu rendah. Membungkus gigi dalam plastik bisa mencegah penguapan selama setidaknya 1 jam. Selain itu gigi juga dapat disimpan dalam larutan garam seimbang. Menyimpan gigi dalam air liur pasien lain alternatif lain namun periode penyimpanannya lebih pendek.15 Saliva dapat digunakan sebagai media penyimpanan karena mempunyai suhu yang sama dengan suhu kamar. Beberapa penelitian mendukung bahwa penyimpanan yang masih dapat diterima di dalam saliva adalah sampai 30 menit. Lewat waktu tersebut, menurut Paul Krasner, saliva sebagai media penyimpanan dapat menimbulkan masalah karena secara alamiah mengandung mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi berat pada akar gigi. Akibat infeksi tersebut, sel-sel ligamen periodontal dapat menjadi nekrosis.6 Sel-sel ligamen periodontal mempunyai kemampuan untuk berikatan, mengadakan proliferasi, dan kolonisasi kembali dengan permukaan akar (kapasitas klonogenik 7,6 %) selama 30 menit berada di dalam saliva. Setelah 30 menit kapasitas fungsional ligamen periodontal akan menurun dengan cepat.16 Beberapa penelitian telah menganjurkan bahwa menyimpan gigi dalam mulut pasien (saliva) adalah baik bagi kelangsungan hidup ligamen periodontal.9 Gigi dapat disimpan pada vestibulum bukal atau di bawah lidah.17 Tetapi penyimpanan gigi dalam mulut dapat menimbulkan masalah bagi anak, seperti tertelannya gigi, terhirup atau kemungkinan anak mengunyah giginya.7 HBSS Hank’s Balanced Salt Solution merupakan larutan salin standar yang biasanya digunakan dalam penelitian biomedis untuk mendukung pertumbuhan berbagai jenis sel.18 HBSS bersifat biokompatibel dengan sel-sel ligamen periodontal karena mempunyai osmolalitas yang ideal yaitu 270-320 mOsm, pH yang seimbang, non-toksik, dan mengandung berbagai nutrien yang penting, seperti kalsium, fosfat, kalium, dan glukosa yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme sel yang normal untuk waktu yang lama.19 Penelitian telah membuktikan bahwa media penyimpanan yang terbaik untuk gigi avulsi adalah media kultur seperti HBSS karena dapat menjaga sel-sel ligamen periodontal tetap hidup selama 24 jam dibandingkan dengan saliva dan susu. Penggunaan HBSS dapat meningkatkan kemampuan sel ligamen periodontal bertahan hidup, bahkan untuk waktu ekstraoral yang lama misalnya untuk beberapa jam.7 HBSS dapat diperoleh di apotik, toko-toko obat, atau farmasi, biasanya tersedia dengan nama dagang yang disebut “save-a-tooth”. Larutan ini tidak membutuhkan pendinginan dan tersedia dalam sebuah wadah yang steril.9 Susu Menurut The American Asociation of Endodontic susu merupakan salah satu solusi untuk media penyimpanan gigi avulsi. Susu dapat menjaga kelangsungan hidup sel-sel ligamen periodontal. Proses pasteurisasi pada susu akan bertanggungjawab terhadap pengurangan jumlah bakteri dan zat bakteriostatik, dan juga untuk menonaktifkan enzim yang dapat berbahaya bagi fibroblas dan ligamen periodontal. Susu direkomendasikan menjadi penyimpanan yang baik selama 6 jam. Kelebihan lainnya yaitu susu kemasan dapat dijumpai dan mudah didapatkan. Namun, perlu diperhatikan bahwa susu yang belum terpasteurisasi tidak baik sebagai media penyimpanan gigi avulsi seperti susu segar karena masih mengandung organisme merugikan (bakteri, virus, protozoa).8 Salin Isotonik Salin Isotonik merupakan larutan lain yang juga baik digunakan sebagai media penyimpanan. Salin lebih baik digunakan sebagai media penyimpanan daripada air, atau saliva, apabila gigi harus disimpan untuk waktu yang lama (lebih dari 30 menit sebelum replantasi) dan dapat digunakan sebagai pengganti HBSS.9 Salin isotonik mempunyai konsentrasi yang sama dengan sel-sel akar gigi sehingga tidak akan menyebabkan pembengkakan struktur sel. Gigi yang telah terlepas dan kering selama 15 menit sebaiknya dimasukkan ke dalam salin fisiologis selama kira-kira 30 menit sebelum replantasi, untuk menyegarkan kembali sel-sel tersebut.20 Manajemen anak Anak yang habis melakukan trauma benturan sering kali akan berperilaku menolak dan menangis sehingga akan mengganggu jalannya perawatan. Penanganan rasa takut pada anak menjadikan pasien kategori tidak kooperatif. Oleh karena itu perlu tindakan pendekatan pengelolaan tingkah laku anak non farmakologis. Komunikasi Komunikasi yang baik pada anak akan memperoleh rasa kepercayaan dari si anak sehingga anak dapat kooperatif. Komunikasi terhadap anak adalah dengan berbahasa lisan dan berbicara sesuai dengan tingkat pemahaman anak tersebut. Lalu terkadang perlu second language untuk anak kecil dengan bahasa-bahasa yang mudah dipahami anak-anak. Komunikasi non verbal juga diperlukan seperti kontak mata dengan anak tersebut, menjabat tangan anak, berpegangan tangan anak, atau mungkin melakukan pendekatan seperti mengajak bermain di kursi perawatan gigi.10 Modelling Modelling merupakan belajar dengan pengamatan model. Anak diajak mengamati anak lain yang sebaya yang dirawat giginya atau menggunakan film/video sebagai demonstrasi. Anak berumur 3-5 tahun sangat baik menggunakan metode ini.10 Tell Show Do Dilakukan dengan 3 tahapan yaitu tell, show, dan do. Tell yaitu anak diberitahu dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang apa yang akan dilakukan. Selain itu jelaskan alat-alat yang akan digunakan. Show yaitu menunjukkan objek sesuai dengan yang diterangkan dan dijelaskan sebelumnya dan dalam hal ini anak disuruh merasakan seperti misalnya bur dipegang pasien atau disemprot air atau angin. Do yaitu tahap akhir dimana apabila anak dapat menerima ditahap show, maka anak di tahap do diberikan perlakuan sesuai dengan apa yang telah diberitahukan dan diceritakan, jadi jangan sampai anak merasa dibohongi. Setelah anak bertindak kooperatif berikan hadiah sebagai apresiasi dari keberanian anak.10 Hand Over Mouth Exercise (HOME) Teknik HOME dilakukan pada anak yang agresif dan histeris yang tidak dapat ditangani langsung. Biasanya teknik ini diikuti dengan teknik sedasi inhalasi. Tujuan dari teknik ini adalah agar dapat perhatian anak sehingga dapat berkomunikasi dengan baik dan menjalin kerjasama. Teknik ini dilakukan sebagai upaya terakhir.21 Pengaturan suara Pengaturan suara dapat mencuri perhatian anak, berikan suara-suara yang lembut untuk menenangkan anak atau berikan intonasi yang tegas dan tiba-tiba untuk memberikan perhatian pada anak. Tujuannya untuk mengontrol anak pada sifat-sifat yang mengganggu pekerjaan atau mendapatkan perhatian anak.22 Distraksi Merupakan teknik dengan cara pengalihan fokus dan perhatian pada nyeri ke stimulus lain. Sehingga anak memusatkan perhatian anak ke tempat lain sehingga menghiraukan rasa nyeri yang lain, biasanya saat dokter ingin memberikan anestesi lokal.10 Desensitasi Teknik ini untuk anak yang gelisah, takut pada perawatan gigi. Kecemasan anak ditangani dengan memberikan serangkaian pengalaman perawatan anak.10 Reinforcement Metode ini yaitu menghargai prestasi yang telah dicapai, agar prestasi tersebut dapat diulang kembali. Anak akan senang jika prestasinya ditunjukkan dan dihargai sehingga keberanian anak akan dipertahankan di perawatan kemudian hari.10 Pemeriksaan penunjang Diagnosis pada kasus trauma hanya diperlukan radiografi periapikal dan oklusal. Detail dari cedera gigi dan sebagian besar fraktur prosesus alveolaris paling baik di rontgen dengan dua jenis rontgen diatas. Pemeriksaan radiografi panoramik dapat dilakukan pada kasus fraktur maksila atau mandibula. Pemeriksaan penunjang harus memperhatikan bukti klinis. Jika berdasarkan pemeriksaan klinis tidak dicurigai mengalami fraktur maka pemeriksaan radiografis tidak perlu dilakukan.23 Penatalaksanaan Avulsi Penatalaksanaan avulsi di tempat kejadian Apabila gigi avulsi, maka temukan dan ambil gigi dengan memegangnya pada bagian mahkota. Usahakan tidak memegang bagian akar gigi. Jika gigi kotor, bersihkan secara cepat (10 detik) dengan air mengalir yang dingin dan masukkan kembali ke dalam soket gigi dengan tekanan ringan oleh jari. Apabila tidak memungkinkan, tempatkan gigi pada medium penyimpanan yang sesuai, contohnya dalam susu atau media khusus yang sesuai untuk menyimpan gigi yang avulsi (medium penyimpanan HBSS atau larutan salin). Gigi dapat pula disimpan dalam mulut yaitu di antara pipi bagian dalam, namun jika pasien terlalu muda, dapat dilakukan oleh orang tuanya. Hindari perendaman gigi dengan air, kemudian segera ke dokter gigi untuk mendapatkan perawatan kedaruratan pada gigi yaitu replantasi.11 Perawatan di dokter gigi Pada gigi yang apeksnya tertutup sempurna, dimana gigi sudah direplantasi oleh pasien ketika datang ke klinik gigi. Hal yang dilakukan oleh dokter gigi yaitu mengambil kembali gigi dari soketnya, lalu membersihkan daerah soket dengan water spray salin atau klorheksidin. Penjahitan dilakukan apabila terjadi laserasi pada gingiva. Replantasi gigi ke soketnya dilakukan dan disesuaikan dengan posisi normal gigi secara klinis dan radiografi. Stabilisasi gigi menggunakan flexible splint selama dua minggu, kemudian diberikan obat antibiotik sistemik yaitu tetrasiklin sebagai pilihan pertama (Doxyxycline 2x sehari selama 7 hari dengan dosis sesuai umur dan berat badan pasien). Resiko dari diskolorasi gigi permanen harus dipertimbangkan karena penggunaan tetrasiklin pada pasien anak, sehingga dapat digunakan phenoxymethyl  penicillin (Pen V) atau amoxycillin dengan dosis sesuai umur dan berat badan. Jika gigi yang mengalami avulsi telah terkena tanah dan dikhawatirkan terjadi tetanus, dapat diberikan vaksinasi tetanus. Perawatan saluran akar dilakukan 7-10 hari setelah replantasi dan sebelum pelepasan dari splint.11 Apeks gigi tertutup sempurna. Gigi berada di luar mulut < 60 menit. Gigi sudah disimpan dalam media yang sesuai seperti susu, saliva, atau HBSS. Hal yang dilakukan oleh dokter gigi yaitu membersihkan akar dan foramen apikal dengan larutan salin serta merendam gigi dalam larutan salin sehingga kontaminasi dan sel-sel mati dipermukaan akar hilang. Melakukan anastesi lokal dan irigasi soket dengan larutan salin. Soket alveolar diperiksa, jika terdapat fraktur pada dinding soket, reposisi dengan instrumen yang sesuai. Replantasi gigi dilakukan dengan perlahan dan tekanan ringan. Penjahitan dilakukan apabila terjadi laserasi gingiva. Posisi normal gigi yang direplantasi dicek secara klinis dan radiografi. Stabilisasi gigi menggunakan flexible splint dilakukan selama 2 minggu dan jauhkan dari gingiva, kemudian memberikan antibiotik sistemik yaitu tetrasiklin 2x sehari selama 1 minggu untuk orang dewasa dan phenoxymethyl penicillin atau amoxycillin untuk anak-anak < 12 tahun dengan dosis sesuai umur dan berat badan. Jika gigi yang mengalami avulsi telah terkena tanah dan dikhawatirkan terjadi tetanus, dapat diberikan vaksinasi tetanus. Perawatan saluran akar dilakukan 7-10 hari setelah replantasi dan sebelum pelepasan dari splint.11 Apeks gigi tertutup sempurna. Gigi berada di luar mulut > 60 menit. Ligamen periodontal mungkin telah nekrosis dan tidak dapat pulih. Gigi dapat direstorasi untuk kepentingan estetis, pemulihan fungsi dan psikologikal serta memelihara bentuk tulang alveolar, namun resikonya dapat terjadi ankilosis, resorpsi akar dan gigi dapat tanggal pada akhirnya. Hal yang dilakukan oleh dokter gigi yaitu area yang mengalami avulsi gigi diperiksa dengan radiografi untuk mengetahui ada fraktur alveolar atau tidak. Debris dan sisa jaringan lunak dibersihkan dari gigi kemudian perawatan saluran akar dapat dilakukan sebelum replantasi atau 7-10 hari setelahnya. Aplikasi anastesi lokal dan irigasi soket dengan larutan salin. Replantasi gigi dilakukan dengan perlahan dan tepat, lalu melakukan penjahitan bila terjadi laserasi gingiva. Posisi normal gigi yang telah direplantasi diperiksa secara klinis dan radiografi. Stabilisasi gigi menggunakan flexible splint selama 4 minggu, kemudian diberi antibiotik sistemik yaitu tetrasiklin 2x sehari selama 1 minggu untuk orang dewasa dan phenoxymethyl penicillin atau amoxycillin untuk anak-anak < 12 tahun dengan dosis sesuai umur dan berat badan.11 Apeks gigi terbuka. Gigi sudah direplantasi saat pasien datang ke klinik gigi. Hal yang dilakukan oleh dokter gigi yaitu mengambil kembali gigi dari soketnya, membersihkan daerah soket dengan water spray salin atau klorheksidin, melakukan penjahitan apabila terjadi laserasi pada gingiva, melakukan replantasi gigi ke soketnya dan disesuaikan dengan posisi normal gigi secara klinis dan radiografi. Flexible splint digunakan selama dua minggu dan memberikan obat antibiotik sistemik yaitu tetrasiklin sebagai pilihan pertama (Doxyxycline 2x sehari selama 7 hari dengan dosis sesuai umur dan berat badan pasien). Resiko dari diskolorasi gigi permanen harus dipertimbangkan karena penggunaan tetrasiklin pada pasien anak, sehingga dapat digunakan phenoxymethyl penicillin (Pen V) atau amoxycillin dengan dosis sesuai umur dan berat badan. Jika gigi yang mengalami avulsi telah terkena tanah dan dikhawatirkan terjadi tetanus, dapat diberikan vaksinasi tetanus. Replantasi pada gigi yang masih berkembang (imatur) pada anak-anak adalah untuk membiarkan terjadinya revaskularisasi pada pulpa gigi. Jika hal itu tidak terjadi, dapat dilakukan perawatan saluran akar. Aplikasi fluoride 2% pada permukaan akar sebelum direplantasi selama 20 menit dapat merangsang penutupan apeks.11 Apeks gigi terbuka. Gigi berada di luar mulut < 60 menit. Gigi disimpan dalam penyimpanan yang sesuai seperti susu, saliva, atau HBSS. Hal yang dilakukan oleh dokter gigi yaitu membersihkan akar dan foramen apikal dengan larutan salin serta merendam gigi dalam larutan salin sehingga kontaminasi dan sel-sel mati dipermukaan akar hilang. Melakukan anastesi lokal dan irigasi soket dengan larutan salin. Soket alveolar diperiksa dan jika terdapat fraktur pada dinding soket, reposisi dengan instrumen yang sesuai. Replantasi gigi dilakukan dengan perlahan dan tekanan ringan. Penjahitan dilakukan apabila terjadi laserasi gingiva. Posisi normal gigi yang direplantasi dicek secara klinis dan radiografi. Flexible splint digunakan selama 2 minggu dan jauhkan dari gingiva. Antibiotik sistemik diberikan, yaitu tetrasiklin 2x sehari selama 1 minggu untuk orang dewasa dan phenoxymethyl penicillin atau amoxycillin untuk anak-anak < 12 tahun dengan dosis sesuai umur.11 Apeks gigi terbuka. Gigi berada di luar mulut > 60 menit. Hal yang dilakukan oleh dokter gigi yaitu area yang mengalami avulsi gigi diperiksa dengan radiografi untuk mengetahui ada fraktur alveolar atau tidak, kemudian debris dan sisa jaringan lunak dibersihkan dari gigi. Perawatan saluran akar dapat dilakukan sebelum replantasi atau 7-10 hari setelahnya. Melakukan aplikasi anastesi lokal dan irigasi soket dengan larutan salin. Replantasi gigi dilakukan dengan perlahan dan tepat. Penjahitan dilakukan apabila terjadi laserasi gingiva. Posisi normal gigi yang telah direplantasi diperiksa secara klinis dan radiografi. Stabilisasi gigi menggunakan flexible splint selama 4 minggu dan diberikan antibiotik sistemik yaitu tetrasiklin 2x sehari selama 1 minggu untuk orang dewasa dan phenoxymethyl penicillin atau amoxycillin untuk anak-anak < 12 tahun dengan dosis sesuai umur dan berat badan. Replantasi pada gigi yang masih berkembang (imatur) pada anak-anak adalah untuk membiarkan terjadinya revaskularisasi pada pulpa gigi. Jika hal itu tidak terjadi, dapat dilakukan perawatan saluran akar. Aplikasi fluoride 2% pada permukaan akar sebelum direplantasi selama 20 menit dapat merangsang penutupan apeks.11 Penatalaksanaan saat di dokter gigi setelah dilakukan perawatan yaitu pasien diberikan edukasi untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang beresiko, diet makanan lunak selama 2 minggu, membersihkan gigi menggunakan sikat yang lembut setiap selesai makan, dan gunakan klorheksidin 0,1% sebagai pencuci mulut 2x sehari selama 1 minggu. Follow up dilakukan setelah perawatan replantasi. Perawatan saluran akar sebaiknya dilakukan 7-10 hari setelah replantasi. Aplikasi kalsium hidroksida digunakan sebagai medikamen intrakanal selama 1 bulan kemudian diikuti dengan pengisian saluran akar yang bahannya disesuaikan. Alternatifnya bisa diberikan pasta antibiotik kortikosteroid selama replantasi 2 minggu, selanjutnya splint dapat dilepas dan dilakukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan radiografi. Kontrol dilakukan secara berjangka yaitu 4 minggu, 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun dan beberapa tahun bila diperlukan. Gigi imatur tidak disarankan untuk dilakukan perawatan saluran akar. Gigi sebaiknya diperiksa secara klinis dan secara radiografi untuk memastikan gigi telah mengalami nekrosis.11 Kesalahan penatalaksanaan Avulsi gigi yaitu suatu kondisi gigi yang lepas dari soketnya, untuk mengembalikan gigi ke dalam soket dibutuhkan bantuan dokter gigi untuk melakukan perawatan replantasi. Golden periode replantasi gigi adalah 2 jam dari gigi tersebut terlepas. Apabila gigi direplantasi lebih dari 2 jam, kemungkinan gigi akan menjadi non vital, sehingga gigi yang avulsi dapat dirawat endodontik sebelum atau setelah displinting. Penelitian Diana dan Nestor, menjelaskan waktu keberadaan gigi diluar alveolar berhubungan dengan prediksi prognosis gigi. Durasi ekstra alveolar yang melebihi 5 menit dapat menurunkan kemungkinan regenerasi ligamen periodontal.24 Resorbsi akar tidak akan terjadi apabila replantasi dilakukan dalam waktu kurang dari 10 menit ketika gigi avulsi, tapi resorbsi akar kemungkinan terjadi apabila replantasi gigi dilakukan 10-15 menit pasca avulsi. Semakin cepat dilakukan replantasi akan mempengaruhi prognosis hasil perawatan. Gigi yang avulsi harus dalam keadaan bersih, apabila kotor akan mengakibatkan infeksi kuman. Membersihkan gigi tidak boleh dikerok atau digosok cukup meletakkan gigi di bawah air mengalir atau mencelupkan direndaman salin. Gigi juga harus dipegang bagian mahkota dengan kain kasa basah, hindari memegang gigi bagian akarnya. Gigi avulsi sebaiknya tidak boleh disimpan di media penyimpanan melebihi waktu yang telah ditentukan dari tiap media penyimpanan. 24 Kesimpulan Gigi avulsi merupakan salah satu dari dental emergency yang memerlukan perawatan segera dari dokter gigi. Gigi avulsi yang terjadi pada gigi desidui tidak perlu direplantasi, tapi gigi permanen pada anak-anak dapat direplantasi dengan sukses. Gigi harus dalam keadaan bersih dan moist dan direndam dimedia yang disarankan agar gigi avulsi tetap dalam keadaan baik yaitu saliva6, Hank’s Balanced Salt Solution (HBSS)7, susu8 dan salin isotonik9. Replantasi harus dilakukan sesegera mungkin dan displinting.5 Golden periode replantasi gigi adalah 2 jam dari gigi tersebut terlepas. Manajemen anak pada pasien avulsi sangat penting agar anak dapat kooperatif selama perawatan. Pasien di follow up setelah dilakukan prosedur replantasi untuk melakukan kontrol 2 minggu, 4 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan 1 tahun, serta tidak lupa untuk mengedukasikan pasien.11 Daftar Pustaka Karayilmaz, H., Kirzioglu, Z., Erken, G. O., 2013, Aetiology, Treatment Patterns and Long-Term Outcomes of Tooth Avulsion in Children and Adolescents, Pak J Med Sci., 29: 464-8. Brüllmann, D., Schulze, R. K., d’Hoedt, B., 2010, The Treatment of Anterior Dental Trauma, Dtsch Arztebl Int., 108: 565-570. Muhamad, A. H., Nezar, W., Azzaldeen, A., 2014, Replantation of Avulsed Permanent Anterior Teeth: A Case Report, Research and Reviews: Journal of Dental Sciences, 2(4): 43-52. Setty, J. V., 2009, Knocked-out Tooth: Knowledge and Attitudes of, J Den Res., 3(3): 9-16. Roberts, G., Scully, C., Shotts, R., 2000, Dental Emergencies, BMJ, 321: 559-562. Ingle, J. I., Bakland, L. K., 2008, Endodontics, Vol. 6, BC Decker Inc., London. Pinkham, J. R., Casamassimo, P. S., McTigue, D. J., Fields, H. W., Nowak, A. J., 2005, Pediatric Dentistry Infancy Through Adolescent, edisi 4, Elsevier Saunder, St. Louis, Missouri. Gomez, 2009, Terdapat dalam Annisaa, A., 2015, Perbandingan Sitotoksisitas Media Penyimpanan Gigi Avulsi Larutan HBSS dan Susu UHT Melalui Uji MMT, Skripsi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Grosfeld, J. L., 2010, Pediatric Surgery, edisi 14, Elsevier Saunders, Philadelphia. Chadwik, B. L., Hosey, M. P. T., 2003, Child Taming: How to Manage Child in Dental Practice, Quintessence publishing, London. Rigshospitalet, 2010, Dental Trauma Guidea, University Hospital of Copenhagen, International Association of Dental Traumatology. Ines, K., Nabiha, D., 2016, Delayed Tooth Replantation After Traumatic Avulsion Resulting in Complete Root Resorption, Journal of Pediatric Dentistry, 4: 18-23. King, C., Henretig, F. M., King, B. R., Loiselle, J. M., Ruddy, R. M., Wiley, J. F., 2008, Textbook of Pediatric Emergency Procedures, Lippincott Williams, Philadelpia. Gutmann, J. L., Dumsha, T. P., Lovdahl, P. E., 2006, Problem Solving in Endodontics, Mosby, St. Louis. Pudjiadi, A. H., Latief, A., Budiwardhana, N., 2011, Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat, Dokter Anak Indonesia, Jakarta. Kenny, D. J., Barret, E. J., Johnston, D. H., 2001, Clinical Management of Avulsed Permanen Insicor Using Emdogain, Elsevier, Philadelphia. Levin, L., Zadik, Y., 2012, Education On And Prevention of Dental Trauma, International Association of Dental Traumatology, Copenhagen. Sigalas, E., Regan, J. D., Kramer, P. R., 2004, Survival of Human Periodontal Ligamen Cells in Media Proposed For Transport of Avulsed Teeth, Association of Dental Traumatology, Copenhagen. Langer, J. C., 2005, Hirschprung’s Disease in Principles and Practice of Pediatric Surgery, Lippincott William & Wilkin, Philadelphia. Grossman, L. I., 2010, Grossman's Endodontic Practice, edisi 12, Wolters Kluwer Health, New Delhi. Welbury, R. R., Duggal, M. S., Hosey, M. T., 2005, Paediatric Dentistry, edisi 3, Oxford University Press, New York. American Academic of Pediatric Dentistry, 2011, Guideline on Behavior Guidance for The Pediatric Dental Patient, Pediatric Dental, 35(6): 187-275. Pedersen, G. W., 1998, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, EGC, Jakarta. Ram, D., Cohenca, N., 2004, Theraupetic Protocols for Avulsed Permanent Teeth: Review and Clinical Update, Pediatric Dentistry, 26(3): 251-255. PAGE \* MERGEFORMAT 1