Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
2020, Review Jurnal Ekosistem
https://doi.org/10.14710/jkt.v23i1.3384…
21 pages
1 file
Review jurnal ini membahas tentang ekosistem
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sumber Jaya, Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu, yang bertujuan untuk mengetahui kelimpahan kepiting bakau, menganalisis hubungan asosiasi kelimpahan kepiting bakau dengan jenis vegetasi mangrove tingkat pohon, menghitung dan menganalisis indeks keanekaragaman, keseragaman, dominasi kepiting bakau, dan parameter fisika kimia perairan. Metode yang digunakan adalah metode survei. Pengambilan sampel dan pengukuran fisika kimia perairan dilakukan secara in-situ di ekosistem hutan mangrove Kelurahan Sumber Jaya. Hasil pengamatan ditemukan 2 spesies kepiting bakau dengan kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 1 (satu) sebanyak 157 ind/ha diikuti stasiun 3 (tiga) sebanyak 100 ind/ha dan stasiun 2 (dua) sebanyak 61,67 ind/ha. Kelimpahan tertinggi pada stasiun 1 (satu) dan 3 (tiga) yaitu jenis Scylla paramamosain, sedangkan pada stasiun 2 (dua) adalah jenis Scylla olivacea. Indeks keanekaragaman berkisar antara 0,562-0,976, indeks keseragaman berkisar antara 0,562-0,976, dan indeks dominasi berkisar antara 0,516-0,771, secara keseluruhan dalam keadaan tidak stabil, jumlah spesies tidak merata dan terdapat kecenderungan spesies. Kepiting bakau jenis Scylla paramamosain berasosiasi dengan vegetasi mangrove jenis Sonneratia alba dengan nilai korelasi 0,52, sedangkan jenis Scylla olivacea berasosiasi dengan vegetasi mangrove jenis Rhizophora apiculata dengan nilai korelasi 0,23. Hasil pengukuran Parameter fisika kimia perairan didapatkan suhu rata-rata 27,35 ºC, salinitas rata-rata 25,29 ‰, derajat keasaman (pH) rata-rata 7,26 ‰. Kondisi ini menujukan bahwa perairan hutan mangrove tersebut masih mendukung kepiting bakau dan hutan mangrove itu sendiri. Kata kunci : kepiting bakau, mangrove, kelimpahan, sumber jaya. ABSTRACT The research was conducted in Kelurahan Sumber Jaya, Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu. It aims to know the abundance of mangrove crab, to analyzes the relationship between mangrove crab and the kinds of mangrove vegetation tree level, to calculates and to analyzes the diversity index, uniformity, dominance of mangrove crabs and physics chemistry water parameters. The method used was survey method. The sampling and measurement of physics chemistry water were conducted by in-situ in the mangrove forest ecosystem of Kelurahan Sumber Jaya. Based on the observation, it was found that there are two species of mangrove crab with the highest abundance at the station 1 (one) as many as 157 ind/ha, the next is station 3 (three) as many as 100 ind/ha and then station 2 (two) as many as 61,67 ind/ha. The highest abundance in the station 1 and station 3 are types of Scylla paramamosain, while in the station 2 is types of Scylla olivacea. Diversity index ranged between 0562 to 0976 and dominance index ranged from 0.516 to 0771, the overall status is an unstable, the number of species is uneven and there is a tendency of species. Mangrove crab, type of Scylla paramamosain associated with mangrove vegetations, Sonneratia alba with the correlation value is 0.52, while the type of Scylla olivacea associated with mangrove vegetation types, Rhizophora apiculata
Hubungan masyarakat dengan alam sekitarnya atau dengan hewan sekitarnya tidak dapat di pisahkan dalam kehidupan sehari-hari, masalahnya manusia selalu hidup berdampingan dengan alam maupun hewan di sekitarnya bisa juga di katakana makhluk hidup disekitarnya. Tujuan di buatnya jurnal ini adalah agar memberikan sedikit pengetahuan kepada para pembacanya tentang konsep ekologi manusia pada lingkungan lahan basah di Kabupaten Barito Kuala. Metode penelitian yang saya gunakan ini adalah pengembangan dari jurnal sebelumnya dan saya kembangkan dengan sedikit informasi dari saya. Hasil yang di harapkan adalah kita lebih mengetahui tentang Ekologi yang ada di Kabupaten Barito Kuala dan juga kita mendapat wawasan yang lebih terhadap konsep Ekologi manusia pada lingkungan lahan basah.
Dengan adanya program Pemerintah yang di canangkan oleh Presiden Ke 7 Republik Indonesia yaitu Bapak Ir. joko Widodo yaitu membangun 1 juta unit rumah tinggal tanpa disadari akan menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar. Pembangunan tersebut akan menjadi sumber terhadap kerusakan lingkungan yang bersifat jangka panang dan akan sulit ditangani.
Ekologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hubungan makluk hidup dan lingkungannya. Bumi memiliki banyak sekali jenis-jenis mahkluk hidup, mulai dari tumbuhan dan binatang yang sangat kompleks hingga organisme yang sederhana seperti jamur, amuba dan bakteri. Meskipun demikian semua mahkluk hidup tanpa kecuali, tidak bisa hidup sendirian. Masing-masing tergantung pada mahkluk hidup yang lain ataupun benda mati di sekelilinganya. Ruang Lingkup Kajian Ekologi adalah untuk memahami batas-batas ruang lingkup kajian ekologi terlebih dahulu perlu dipahami bagaimana sistem kehidupan di muka ini tersusun dari sistem kehidupan terbesar (biosfer) sampai ke dalam sistem kehidupan terkecil. Antara makhluk hidup satu dengan yang lain akan selalu terjadi interaksi Ekosistem tersusun atas komponen-komponen yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Komponen itu membentuk satuan-satuan organism kehidupan. Antara individu yang satu dengan lainnya dalam satu daerah akan membentuk populasi. Selanjutnya, antara populasi yang satu dengan yang lainnya dalam satu daerah akan terjadi interaksi membentuk komunitas. Semua makhluk hidup yang ada di bumi ini pasti membutuhkan lingkungan hidup yang baik dan sesuai dengan yang diinginkannya. Sedangkan di permukaan bumi ini tersebar berbagai macam ekosistem dan bermacam-macam lingkungan. Pola kehidupan adalah kebiasaan dalam suatu kehidupan. Seperti contoh pola kehidupannya dapat dinilai dari cara manusia mencari kebutuhan. Makhluk hidup dengan lingkungan tertentu dapat membentuk pola kehidupan yang khas, sehingga ditemukan berbagai pola kehidupan dengan kekhasannya masing-masing. Adapun pola kehidupan dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu: pola kehidupan di darat, pola kehidupan di air, dan pola kehidupan yang khas.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui (1) implementasi sistem pengawasan dan pengendalian mutu produk pada PT. Bogatama Marinusa, (2) Penerapan standar mutu terhadap implementasi pengawasan dan pengendalian mutu produk pada PT. Bogatama Marinusa, (3) mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya produk cacat pada PT. Bogatama Marinusa, (4) merumuskan startegi yang diperlukan untuk melakukan koreksi terhadap pengawasan dan pengendalian mutu produk PT. Bogatama Marinusa. Penelitian ini dilakukan di PT. Bogatama Marinusa. Metode penelitian dan analisis data dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu : (1) Pengamatan ditempat kerja dan melakukan wawancara mendalam dan pemberian kuisioner kepada para responden pakar yang memiliki pengetahuan tentang pengawasan dan pengendalian mutu produk, (2) penilaian penerapan HACCP dengan metode Self Assessment, (3) perumusan strategi dalam peningkatan sistem pengawasan dan pengendalian mutu melalui pendekatan Analitical Hierarchy Process (AHP). Hasil penelitian diperoleh lima prioritas strategi pengawasan dan pengendalian mutu yaitu (1) penerapan aplikasi HACCP (GMP dan SSOP), (2) meningkatkan pengawasan mutu bahan baku, (3) meningkatkan pengetahuan dan keterampilan karyawan, (4) pengujian dan pemeliharaan mesin dan peralatan produksi, dan (5) meningkatkan pengawasan dan pengendalian mutu kinerja produksi. Dari hasil kajian srategi disimpulkan PT. Bogatma Marinusa memiliki peluang untuk berkembang di tengah persaingan.
Polyhedron, 2013
Novel NCN-pincer carbene complexes of Ru(II), 1,3-bis(2-pyridylmethyl)benzimidazolineruthenium(II) bishexafluorophosphate (2), and Pt(II), 1,3-bis(2-pyridylmethyl)benzimidazolinechloroplatinum(II) hexafluorophosphate , complexes based on 1,3-bis(2-pyridylmethyl)-1H-benzimidazolium chloride (1) were synthesized and characterized by different spectroscopic methods. Complex 2 shows an absorption maximum at 386 nm, blue-shifted in comparison to Ru(bpy) 3 2+ and Ru(tpy) 2 2+ , probably due to the strong s-donor and weak p-acceptor properties of the electron-rich NHC ligand. Electrochemical studies show Ru(II)/Ru(III) and Pt(II)/Pt(IV) reversible couples at 0.67 and 0.58 eV, respectively, lower than those for the analogous complexes of ligands like bipyridine (bpy), terpyridine (tpy) and phenylbipyridine (pbpy). The solid state structure of 2 was solved by X-ray diffraction. Theoretical studies (B3LYP/LANL2DZ) of the complex show a HOMO (À0.38594 au) mainly centered on the ruthenium and benzimidazole, whereas the LUMO (À0.25130 au) is populated by pyridines. Therefore, it is assumed that the charge transfer from HOMO -LUMO is mixed ILCT (interligand charge transfer)/MLCT (metal to ligand charge transfer). The observed lower redox potentials of the Pt(II) complex compared to the Ru(II) complex is supported by theoretically calculated ionisation potentials and also electron affinity values. To the best of our knowledge, 2 is the first example of a six-membered metallacycle homoleptic chelate pincer NCN-Ru(II) N-heterocyclic carbene complex.
G3: Genes|Genomes|Genetics, 2015
The date palm (Phoenix dactylifera L.) is one of the oldest cultivated trees and is intimately tied to the history of human civilization. There are hundreds of commercial cultivars with distinct fruit shapes, colors and sizes growing mainly in arid lands from the west of North Africa to India. The origin of date palm domestication is still uncertain and few studies have attempted to document genetic diversity across multiple regions. We conducted genotyping-by-sequencing on 70 female cultivar samples from across the date palm-growing regions, including four Phoenix species as outgroup. Here, for the first time we generate genome-wide genotyping data for 13,000 -65,000 SNPs in a diverse set of date palm fruit and leaf samples. Our analysis provides the first genome-wide evidence confirming recent findings that the date palm cultivars segregate into two main regions of shared genetic background from North Africa and the Arabian Gulf. We identify genomic regions with high densities of geographically segregating SNPs and also observe higher levels of allele fixation on the recently described X-chromosome than on the autosomes. Our results fit a model with two centers of earliest cultivation including date palms autochthonous to North Africa. These results adjust our understanding of human agriculture history and will provide the foundation for more directed functional studies and a better understanding of genetic diversity in date palm.
Omni Numismatique, 2019
The article presents a rare coin discovered around the Bârlad town. The coin has the obverse like Prussian coins of Frederic the Great and the reverse like Polish coins of Stanislas Poniatowski. It seems to be a hybrid coin, Zwittermünzen, and the cause of issuing it could be an economic war of Prussia against Poland. The coin had arrived through the Austrian and Russian soldiers who fought in Ottoman-Russian War of 1786-1792.
D. Ulasan Artikel Jurnal
• Abstrak Penulisan pada bagian abstrak belum sesuai dengan kaidah karena pada bagian masalah dalam penelitian dan metode penelitian tidak dituliskan secara tersurat sehinga belum jelas. Tetapi pada bagian tujuan sudah dituliskan secara jelas. Pada bagian abstrak membahas tentang tujuan dari penelitian dan hasil dari pengamatan.
• Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan yaitu dengan menggunakan metode penelitian eksperimen dilaboratorium dengan prosedur penelitian yang dilakukan dalam 4 tahap yaitu tahap pendahuluan (mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian), tahap ekstraksi bunga telang/pembuatan filtrat bunga telang (untuk membuat ekstraksi bunga telang dengan melarutkan asam sitrat dengan konsentrasi pekat yaitu perbandingan asam sitrat dengan aqades 1:1 atau 10 gram asam sitrat dengan 10 gram aquades),kemudian timbang 2 gram, 4 gram, 6 gram,8 gram dan 10 gam bunga telang untuk mendapatkan konsentrasi yang berbeda-beda) kemudian tumbuk bunga telang dan larutkan dengan asam sitrat dengan maserasi waktunya yang berbeda-beda yaitu 12 jam, 24 jam dan 48 jam), selanjutnya saring dengan kertas saring dan ukur pH masing-masing perlakukan dengan pH indikator. Tahap pembuatan preparat (Penggunaan jaringan dari umbi bawang merah ini lebih mudah dalam penyayatan maupun pengamatan dan seringnya digunakan dalam pembelajaran praktikum pengamatan dengan menggunakan mikroskop. Sayatan lapisan umbi bawang merah yang dibuat ditempatkan pada kaca preparat tutup dengan kaca penutup dan diberikan perlakuan, baik pewarnaan dengan pelarut yang berbeda-beda, waktu masterasi yang berbeda-beda maupun tanpa pewarna. Sebagai pembanding digunakan pewarna sintetik yaitu safranin). Tahap Pengamatan dengan mikroskop (menyiapkan mikroskop binokuler elektrik dengan kamera digital yang terhubung dengan PC untuk proses mengamati preparat yang dibuat dengan perbesaran 100x dan 400x. Pengamatan sayatan dari lapisan umbi bawang merah didokumentasikan perlakuan diulang 3x).
Metode penelitian yang dilakukan yaitu dengan menggunakan pengumpulan dan pengamatan data. Metode pengumpulan dengan menggunkan metode purposive sampling, sedangkan metode pengamatan menggunakan metode link transek sepangjang 50 meter.
• Hasil dan Pembahasan
Proses pembuatan ekstrak bunga telang tak melewati tahapan pengeringan pada atmosfer terbuka sehingga tidak banyak material yang akan teruapkan. Ekstrak bunga telang basah memiliki afinitas yang tinggi pada pewarnaan preparat jaringan tumbuhan setelah ekstrak dipreparasi, namun warna ekstrak tidak akan mengalami perubahan warna akibat teroksidasi setelah beberapa jam pembuatan. Dengan demikian dari penelitian ini dianjurkan setelah pembuatan ekstrak bunga telang untuk menyimpan di lemari pemdingin, walaupun asam sitrat sudah bisa sebagai pengawet. Lebih baik juga simpan dalam botol yang gelap supaya tidak ada kontak langsung dengan cahaya matahari.
Prinsip pewarnaan pada pengamatan sayatan jaringan tumbuhan pada kaca preparat dengan menggunakan mikroskop adalah agar dapat membedakan dengan jelas bagian-bagian dari jaringan tumbuhan. Oleh karenanya, dalam penelitian ini diamati bagian-bagian sayatan jaringan tanaman yang belum melalui tahapan pewarnaan, ketika sayatan jaringan tanaman tersebut diberi pewarnaan dan diberi pewarnaan sintetis.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perbedaan kondisi perairan di kedua lokasi tersebut juga berpengaruh terhadap lamun yang tumbuh. Pada stasiun A jenis lamun yang ditemukan terdapat 4 jenis meliputi Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Enhalus acoroides dan Syringodium isoetifolium sedangkan pada stasiun B ditemukan 7 jenis lamun yaitu Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Syringodium isoetifolium, Halophila minor, Halophila ovalis dan Halodule uninervis.
Perbedaan jenis lamun yang ditemukan pada kedua stasiun dan perbedaan kerapatan disebabkan karena karakteristik dari masing-masing stasiun. Stasiun A merupakan daerah dekat dermaga dimana dekat dengan aktivitas manusia dan aktivitas pelayaran, sehingga jenis lamun yang ditemukan lebih sedikit dengan kerapatan yang rendah. Hal tersebut didukung dari hasil penelitian Feryatun et al.,(2014) menyatakan bahwa daerah yang terganggu aktivitas manusia memiliki penutupan lamun yang rendah dan akan semakin tinggi pada daerah yang alami. Hal ini dikarenakan gangguan ekosistem yang diterima lamun akibat pembuangan limbah rumah tangga.
• Kesimpulan
Penulisan pada bagian kesimpulan sudah baik karena singkat dan tidak berteletele, namun pada bagian kesimpulan hanya membahas tujuan dari penelitian dan tidak menuliskan kesimpulan pada bagian hasil dan pembahasan. Jadi kesimpulan dari jurnal tersebut yaitu ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea,L) dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alternatif dari bahan alam untuk pewarnaan pada pengamatan preparat jaringan tumbuhan. Pewarna alami dari ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea,L) ini memiliki daya ikat yang baik, warna yang cerah, murah, mudah dalam preparasi dan ramah lingkungan. Menunjukkan kemiripan hasil pewarnaan pada jaringan tumbuhan menggunakan pewarna sintetik safranin. Pewarna alami dari ekstrak bunga telang dapat sebagai pewarna alternatif untuk menggantikan pewarna sintetik safranin, yang mahal, karsinogen dan berbahaya bagi lingkungan.
Penulisan pada bagian kesimpulan sudah baik karena pembahasannya tidak berteletele dan sesuai dengan tujuan dan hasil dari pengamatan jurnal tersebut. Berdasarkan hasil dari pengamatan dapat disimpulkan bahwa terdapat 8 jenis lamun yang di dominasi oleh Thalassia hemprichi dan Cymodocea rotundata. Echinodermata yang ditemukan terdiri dari 5 jenis yaitu Archaster typicus, Diadema setosum, Laganum central, Laganum depressum dan Holothuria atra. Hubungan antara kelimpahan Echinodermata dan kerapatan lamun cukup erat dan arah hubungannya berlawanan yaitu semakin rapat lamun maka Echinodermata yang ditemukan semakin sedikit. Kerapatan lamun hanya berpengaruh sebesar 20,90 % terhadap kelimpahan Echinodermata.
E. Fakta-Fakta Unik dan Konsep Penting yang Ditemukan
1. Ekstrak bunga telang (Clitaria ternatea. L) dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alternatif untuk pengamatan preparat jaringan tumbuhan. 2. Perbedaan waktu maserasi pada proses ekstrasi bunga telang (Clitaria ternatea. L) tidak berpengaruh terhadap warna maupun pH yang dihasilkan.
1. Hubungan antara kelimpahan Echinodermata dan kerapatan lamun cukup erat dan arah hubungannya berlawanan yaitu semakin rapat lamun maka Echinodermata yang ditemukan semakin sedikit. 2. Perbedaan kondisi dari kedua lokasi pengamatan berpengaruh terhadap lamun yang tumbuh.
F. Pertanyaan yang muncul Setelah Mereview Artikel
1. Apa manfaat dari bunga telang (Clitaria ternatea. L) ?
Solusi Penyelesaian Masalah:
Manfaat dari bunga telang (Clitaria ternatea. L) yaitu digunakan sebagai pewarna alternatif untuk pengamatan preparat jaringan tumbuhan.
Karena semakin rapat lamun maka Echinodermata yang ditemukan semakin sedikit sehingga kerapatan lamun cukup erat dan arah hubungannya berlawanan.
Bagaimana proses pembuatan ekstrasi bunga telang (Clitaria ternatea. L) ?
Solusi Penyelesaian Masalah: Proses pembuatan ekstrasi bunga telang (Clitaria ternatea. L) dilakukan dengan dilakukan dalam 4 tahap yaitu tahap pendahuluan (mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian), tahap ekstraksi bunga telang/pembuatan filtrat bunga telang (untuk membuat ekstraksi bunga telang dengan melarutkan asam sitrat dengan konsentrasi pekat yaitu perbandingan asam sitrat dengan aqades 1:1 atau 10 gram asam sitrat dengan 10 gram aquades),kemudian timbang 2 gram, 4 gram, 6 gram,8 gram dan 10 gam bunga telang untuk mendapatkan konsentrasi yang berbeda-beda) kemudian tumbuk bunga telang dan larutkan dengan asam sitrat dengan maserasi waktunya yang berbedabeda yaitu 12 jam, 24 jam dan 48 jam), selanjutnya saring dengan kertas saring dan ukur pH masing-masing perlakukan dengan pH indikator. Tahap pembuatan preparat (Penggunaan jaringan dari umbi bawang merah ini lebih mudah dalam penyayatan maupun pengamatan dan seringnya digunakan dalam pembelajaran praktikum pengamatan dengan menggunakan mikroskop. Sayatan lapisan umbi bawang merah yang dibuat ditempatkan pada kaca preparat tutup dengan kaca penutup dan diberikan perlakuan, baik pewarnaan dengan pelarut yang berbeda-beda, waktu masterasi yang berbeda-beda maupun tanpa pewarna. Sebagai pembanding digunakan pewarna sintetik yaitu safranin). Tahap Pengamatan dengan mikroskop (menyiapkan mikroskop binokuler elektrik dengan kamera digital yang terhubung dengan PC untuk proses mengamati preparat yang dibuat dengan perbesaran 100x dan 400x. Pengamatan sayatan dari lapisan umbi bawang merah didokumentasikan perlakuan diulang 3x).
G. Refleksi Diri
Setelah saya membaca artikel jurnal ini saya mendapatkan banyak pengetahuan dan wawasan tentang pembuatan pewarna alternatif bunga telang sebagai pewarna alami jaringan tumbuhan dengan memanfaatkan bunga telang sebagai pewarna alternatif membantu dalam mengurangi pencemaran lingkungan dan sifat karsinogenik di dalam pewarna sintetik yang dapat membahayakan manusia dan lingkungan. Selain itu saya juga dapat memahami bagaimana proses pembuatan ekstrasi dari bunga telang.
Setelah saya membaca artikel jurnal ini saya mendapatkan pengetahuan dan wawasan tentang kerapatan lamun biodiversitas Echinodermata serta hubungan antara kerapatan lamun dengan kelimpahan Echinodermata di perairan pulau Karimunjawa. Dari artiker jurnal ini dapat disimpulkan bahwa Hubungan antara kelimpahan Echinodermata dan kerapatan lamun cukup erat dan arah hubungannya berlawanan yaitu semakin rapat lamun maka Echinodermata yang ditemukan semakin sedikit.
Kegiatan praktikum pada mata kuliah Biologi di jurusan IPA Terpadu tidak akan lepas dari pengamatan mikroskop baik itu pengamatan sel dan jaringan tumbuhan serta hewan yang tembus cahaya. Dalam pengamatan sel dan jaringan tumbuhan diperlukan proses pewarnaan untuk mempermudah saat pengamatan. Pewarnaan yang biasanya digunakan adalah pewarnaan sintetik yang bersifat karsinogenik serta limbah yang dihasilkan dapat mencemari lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat pigmen antosianin dari bunga telang (Clitoria ternatea.L) sebagai pewarna alternatif untuk pewarna alami jaringan tumbuhan. Ekstrak bunga telang ini diperoleh dari proses ektraksi bunga telang dengan pelarut asam sitrat dengan variasi konsentrasi. Perbandingan asam sitrat dan aquades dalam pembuatan larutan asam sitrat adalah 1:1 dan bunga telang yang diekstrak bervariasi dari 2, 4, 6, 8, dan 10 gram. Larutan ektrak selanjutnya dimaserasi dengan variasi waktu 12, 24, dan 48 jam menghasilkan warna merah anggur. Hasil pengamatan dari jaringan tumbuhan yang diberi pewarnaan ekstrak bunga telang mulai kelihatan lebih jelas dengan pewarnaan ekstrak bunga telang mulai pada variasi 4 gram dan waktu maserasi tidak mempengaruhi hasil warna dari ekstrak bunga telang. Pewarnaan jaringan tumbuhan dengan ekstrak bunga telang hampir sama penampakannya dengan pewarnaan sintetik yaitu safranin.
REVIEW JURNAL KE DUA
C. Masalah dan Tujuan Penelitian
Pada bagian masalah penelitian tidak dituliskan secara jelas, tetapi dapat diketahui dari bagian metode penelitian bahwa masalah dari penelitian tersebut yaitu akses untuk menuju lokasi B untuk pengambilan sampling sulit dan terjal. Tujuan penelitian yaitu mengetahui kerapatan lamun biodiversitas Echinodermata serta hubungan antara kerapatan lamun dengan kelimpahan Echinodermata di perairan pulau Karimunjawa.
• Abstrak
Penulisan pada bagian abstrak tidak sesuai dengan kaidah karena pada masalah penelitian tidak dituliskan secara tersurat sehingga belum jelas.
F. Pertanyaan yang muncul Setelah Mereview Artikel Jurnal
1. Apakah perbedaan kondisi lokasi pada pengamatan tersebut akan mempengaruhi terhadap lamun yang tumbuh ? Solusi Penyelesaian Masalah : Perbedaan lokasi lokasi pada pengamatan akan mempengaruhi terhadap lamun yang tumbuh karena pada lokasi pertama terletak di dekat dermaga penyebrangan dengan substrat dasar berpasir dan pecahan karang sedangkan pada lokasi kedua substrat dasarnya tersusun oleh pasir kasar, pasir halus, pasir berlumpur dan pecahan karang yang terletak di daerah pantai pancuran. Meskipun memiliki kondisi substrat yang berbeda, namun kedua lokasi penelitian memiliki tingkat kecerahan yang sama dan hal itu sangat penting bagi lamun untuk melakukan proses fotosintetis. 2. Kenapa hubungan antara kelimpahan Echinodermata dan kerapatan lamun cukup erat dan arah hubungannya berlawanan ?
Keywords: pewarna alternatif bunga telang Clitoria ternatea.L antosianin
Abstract
Practical activities in the Biology subject majoring in Integrated Science will not be separated from microscopic observations, be it observations of translucent cells and tissues of plants and animals. In observing plant cells and tissues, a coloring process is needed to make it easier to observe. The coloring that is usually used is synthetic coloring which is carcinogenic and the resulting waste can pollute the environment. This study aims to determine the benefits of anthocyanin pigments from Telang flowers (Clitoria ternatea.L) as an alternative dye for natural plant tissue dyes. This Telang flower extract was obtained from the extraction process of the Telang flower with a citric acid solvent with various concentrations. The ratio of citric acid and distilled water in the manufacture of the citric acid solution was 1: 1 and the extracted Telang flowers varied from 2, 4, 6, 8, and 10 grams. The extract solution was then macerated with time variations of 12, 24, and 48 hours to produce a burgundy color. The observation results from the plant tissue that was stained with the Telang flower extract began to appear more clearly with the staining of the Telang flower extract starting at a variation of 4 grams and the maceration time did not affect the color results of the Telang flower extract. The staining of plant tissue with the Telang flower extract was almost the same in appearance as the synthetic coloring, namely safranin.
Pendahuluan
Kegiatan praktikum pada mata kuliah Biologi di jurusan IPA Terpadu tidak akan lepas dari pengamatan mikroskop baik itu pengamatan sel tumbuhan dan hewan maupun jaringan tumbuhan dan hewan yang tembus cahaya. Dari pengamatan sel dan jaringan tersebut ada beberapa sel atau jaringan yang diamati tidak ada atau sedikit yang memiliki pigmen warna dalam selnya, hal ini akan mempersulit pada saat pengamatan dan analisis sel tersebut karena tidak mampu mengabsopsi atau membiaskan cahaya walaupun dilakukan di bawah mikroskop. Oleh sebab itu, dalam pengamatan bagian-bagian sel/jaringan diperlukan proses pewarnaan (Waluyo, 2010).
Salah satu bahan yang diperlukan pada saat praktikum pembuatan media dan pengamatan sel dan jaringan tumbuhan adalah zat warna. Sehingga dengan adanya zat warna, organel sel atau jaringan sel pada tumbuhan dapat dengan mudah dibedakan.Tujuan dari pewarnaan sel maupun jaringan tumbuhan adalah untuk dapat membedakan bagian dari setiap sel maupun jaringan dan memudahkan utuk diamati dibawah mikroskop.
Bahan pewarna dapat digolongkan ke dalam empat golongan yaitu bahan pewarna sintesis, bahan pewarna yang dibuat mirip dengan bahan pewarna alami, bahan pewarna anorganik dan bahan pewarna alami. (Hayati, 2012). Pewarnaan yang biasa digunakan untuk praktikum biasanya bersifat terbatas, sulit didapat, bersifat karsinogenik dan harganya mahal. Zat karsinogenik yang terdapat dalam pewarnaan sintetis dapat menimbulkan masalah bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Oleh karena itu zat pewarna sintetis ini perlu diganti menggunakan zat pewarna alami untuk mengurangi masalah yang ditimbulkan (Paryanto, 2015). Sangat diperlukan pewarna alternatif sebagai pengganti pewarnaan sintetik yang biasa digunakan dalam praktikum. Alternatif zat pewarna pengganti haruslah memiliki sifat antara lain ramah lingkungan (tidak karsinogenik), tersedia melimpah, murah, serta mudah dalam pembuatannya.
Bahan pewarna alami dapat berasal dari jaringan hewan maupun tumbuhan. Pewarna alami adalah zat warna yang diperoleh dari bagian-bagian tumbuhan atau hewan, misalnya hematoksilin diperoleh dari tumbuhan Haematoxyli camphecianum, carmin berasal dari insekta Coccus cacti (hanya yang betina) yang hidup pada tanaman Oputia coccinellifera (Handari, 1983;Robets, 2014). Banyak tanaman ataupun tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami. Sebagian besar warna dapat diperoleh dari produk tumbuhan, di dalam tumbuhan terdapat pigmen tumbuhan penimbul warna yang berbeda tergantung menurut struktur kimianya.Pewarna alami yang ada, memiliki beberapa pigmen warna misalnya klorofil, karotenoid, tanin, dan antosianin. Pigmen pewarna alami lebih aman digunakan meskipun tingkat kestabilan terhadap panas, cahaya dan tingkat keasaman tidak menentu (Kwartiningsih, 2009). Salah satu pewarna alami yang tersedia melimpah adalah bunga telang (Clitoria ternatea. L) yang memiliki warna biru.
Metode
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian eksperimen di laboratorium dengan prosedur penelitian yang dilakukan dalam 4 tahap. a. Tahap Pendahuluan Mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. Terutama dipersiapkan bunga telang (Clitoria ternatea. L) yang akan diektrasi dengan larutan asam sitrat . b. Tahap Ektraksi Bunga Telang (Clitoria ternatea,L)/ Pembuatan Filtrat Bunga Telang Untuk pembuatan ektraksi dengan pelarut asam sitrat harus dibuat terlebih dahulu larutan asam sitrat dengan konsentrasi pekat yaitu perbandingan asam sitrat dan aquades adalah 1:1 atau 10 gram asam sitrat Kristal dilarutkan dengan 10 ml aquades. Timbang 2 gram, 4 gram, 6 gram 8 gram dan 10 gram bunga telang untuk mendapatkan konsentrasi ekstrasi yang berbeda-beda. Lakukan pembuatan ekstrasi dengan menumbuk bunga telang dan larutkan dengan larutan asam sitrat dan maserasi pada waktu yang berbedabeda yaitu 12 jam, 24 jam dan 48 jam.Selanjutnya saring dengan kertas saring dan ukur pH masing-masing perlakuan dengan pH indicator c. Tahap Pembuatan preparat Sayatan jaringan tumbuhan yang digunakan adalah lapisan dari umbi bawang merah (Allium cepa. L). Penggunaan jaringan dari umbi bawang merah ini lebih mudah dalam penyayatan maupun pengamatan dan seringnya digunakan dalam pembelajaran praktikum pengamatan dengan menggunakan mikroskop. Sayatan lapisan umbi bawang merah yang dibuat ditempatkan pada kaca preparat tutup dengan kaca penutup dan diberikan perlakuan, baik pewarnaan dengan pelarut yang berbeda-beda, waktu masterasi yang berbeda-beda maupun tanpa pewarna. Sebagai pembanding digunakan pewarna sintetik yaitu safranin d. Tahap Pengamatan dengan mikroskop.
Menyiapkan mikroskop binokuler elektrik dengan kamera digital yang terhubung dengan PC untuk proses mengamati preparat yang dibuat dengan perbesaran 100x dan 400x. Pengamatan sayatan dari lapisan umbi bawang merah didokumentasikan perlakuan diulang 3x.
Hasil dan Pembahasan
Proses ekstrasi bunga telang dilakukan denga konsentrasi dan waktu yang berbeda-beda menghasilkan warna dan pH yang tetap sama yaitu merah anggur dengan pH yang tetap 2. Hai ini dapat dilihat pada Tabel 1. Sehingga dengan waktu masterasi yang berbeda tidak berpengaruh terhadap warna yang dihasilkan maupun pHnya.
Tabel 1. Waktu maserasi yang berbeda-beda Waktu maserasi (jam) Warna pH 0 Merah anggur 2 12
Merah anggur 2 24
Merah anggur 2 48
Merah anggur 2
Proses pembuatan ekstrak bunga telang tak melewati tahapan pengeringan pada atmosfer terbuka sehingga tidak banyak material yang akan teruapkan. Ekstrak bunga telang basah memiliki afinitas yang tinggi pada pewarnaan preparat jaringan tumbuhan setelah ekstrak dipreparasi, namun warna ekstrak tidak akan mengalami perubahan warna akibat teroksidasi setelah beberapa jam pembuatan. Dengan demikian dari penelitian ini dianjurkan setelah pembuatan ekstrak bunga telang untuk menyimpan di lemari pemdingin, walaupun asam sitrat sudah bisa sebagai pengawet. Lebih baik juga simpan dalam botol yang gelap supaya tidak ada kontak langsung dengan cahaya matahari.
Prinsip pewarnaan pada pengamatan sayatan jaringan tumbuhan pada kaca preparat dengan menggunakan mikroskop adalah agar dapat membedakan dengan jelas bagian-bagian dari jaringan tumbuhan. Oleh karenanya, dalam penelitian ini diamati bagian-bagian sayatan jaringan tanaman yang belum melalui tahapan pewarnaan, ketika sayatan jaringan tanaman tersebut diberi pewarnaan dan diberi pewarnaan sintetis.Bagian-bagian sayatan jaringan tanaman yang teramati di bawah mikroskop disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Dari gambar di atas diketahui bahwa pada sayatan umbi bawang merah dengan penambahan ekstrak bunga telang 2 gram sudah cukup terlihat tapi belum begitu jelas dibandingkan dengan sayatan umbi bawang merah yang tanpa diberi pewarna/ditetesi aquades. Bagian-bagian yang teramati dinding sel, sitoplasma dan inti sel.Pewarnaan mulai baik terlihat pada pewarnaan dengan larutan asam sitrat 1:1 dan penambahan bunga telang mulai 4 gram, 6 gram, 8 gram dan 10 gram.
Penampakan warna yang dihasilkan pada ekstrak bunga telang memberikan warna yang hampir sama dengan pewarnaan safranin/pewarnaan sintetis setelah diteteskan pada preparat, yaitu merah keunguan.
Simpulan
Ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea,L) dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alternatif dari bahan alam untuk pewarnaan pada pengamatan preparat jaringan tumbuhan. Pewarna alami dari ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea,L) ini memiliki daya ikat yang baik, warna yang cerah, murah, mudah dalam preparasi dan ramah lingkungan. Menunjukkan kemiripan hasil pewarnaan pada jaringan tumbuhan menggunakan pewarna sintetik safranin. Pewarna alami dari ekstrak bunga telang dapat sebagai pewarna alternatif untuk menggantikan pewarna sintetik safranin, yang mahal, karsinogen dan berbahaya bagi lingkungan.
Daftar Pustaka
PENDAHULUAN
Ekosistem padang lamun merupakan hamparan lamun yang terletak diantara ekosistem mangrove dan terumbu karang. Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang mampu hidup pada salinitas tinggi dan terendam air (Azkab, 2006). Biota yang berasosiasi dengan ekosistem lamun beragam, mulai dari ikan, Mollusca, Arthropoda, Penyu, Dugong dan Echinodermata. Echinodermata merupakan biota asosiasi yang mempunyai peranan penting dalam ekosistem padang lamun. Ekosistem padang lamun dan Echinodermata memiliki hubungan timbal balik yang saling menguntungkan.
Keuntungan tersebut adalah padang lamun merupakan tempat tinggal dan mencari makan bagi Echinodermata dan sebaliknya Echinodermata sebagai pendaur ulang nutrient yaitu dengan memakan detritus yang pada akhirnya akan bermanfaat bagi ekosistem padang lamun (Hadi, 2011) dan sebagai pembersih lingkungan. Oleh karena itu kelangsungan ekosistem padang lamun akan berpengaruh terhadap biota yang bergantung hidup di dalamnya.
Echinodermata adalah bagian dari biodiersitas kelautan, (Supono et al., 2014). Biodiversitas Echinodermata pada ekosistem padang lamun perlu diketahui untuk pengelolaan ekosistem lamun, mengingat telah terjadi kerusakan ekosistem lamun. Menurut Kawaroe et al., (2016) (Yusron, 2010;Yusron, 2013;Yusron, 2016) (Ali et al., 2016). Selain data lamun dan Echinodermata juga dilakukan pengambilan data parameter fisika kimia perairan, antara lain, suhu, salinitas, pH,, kecerahan, substrat, dan total bahan organik sedimen.
Figure 2016
Data lapangan kemudian diolah untuk mendapatkan data kerapatan lamun, kelimpahan Echinodermata dan stuktur komunitas Echinodermata yang meliputi indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominasi serta mengetahui pola sebaran (Ali et al., 2016) Gambar 1. Lokasi penentuan titik samplig Sampling dilakukan di dua stasiun berdasarkan tingkat aktivitas manusia, stasiun A merupakan lokasi dengan aktivitas manusia yang tinggi, dekat dengan pemukiman penduduk dan alur pelayaran yaitu di sekitar dermaga, sedangkan stasiun B merupakan lokasi dengan aktivitas manusia yang rendah yaitu di pantai Pancuran dimana lokasi ini digunakan untuk pariwisata namun tidak banyak wisatawan yang datang, karena akses menuju lokasi yang sulit dan terjal. Pemilihan 2 stasiun ini adalah untuk mengetahui perbedaan kerapatan lamun dan kelimpahan Echinodermata pada lokasi dengan tingkat aktivitas manusia yang berbeda. Penentuan sampling dilakukan pada saat pagi hari, dikarenakan Echinodermata bersifat nocturnal (aktif pada malam hari), selain itu sampling dilakukan pada saat keadaan surut dengan tujuan untuk memudahkan pengamatan. Holothuria atra dapat dijumpai pada berbagai habitat mulai dari lamun, pasir, alga maupun substrat yang keras seperti karang dan batu. Hal tersebut yang menyebabkan Holothuria atra memiliki kelimpahan tertinggi. Holothuria atra merupakan jenis dengan jumlah individu tertinggi yang ditemukan di semua habitat, antara lain, lamun, makroalga, terumbu karang, karang mati, pasir serta bawah batu dan pada kondisi surut Holothuria atra ditemukan dalam keadaan membenamkan diri di pasir dan juga beberapa individu ditemukan dengan butiran pasir halus yang menempel di pada tubuhnya (Budiman et al., 2014). Lambert (2010)
HASIL DAN PEMBAHASAN
menyatakan bahwa
Holothuria atra mempunyai mekanisme pertahanan diri yang tinggi, dimana Holothuria atra menempeli tubuhnya dengan butiran-butiran pasir. Pasir yang menempel pada tubuh Holothuria atra memantulkan cahaya dan memnuat suhu tubuhnya lebih rendah (Angreni et al., 2017). Holothuria atra merupakan jenis yang paling banyak ditemukan dibandingkan dengan jenis lain dikarenakan nilai ekonomisnya yang rendah dibanding dengan jenis lain, sehingga di alam masih banyak dijumpai. Hal ini sesuai dengan penilitian Yusron (2009) bahwa Holothuria atra adalah spesies yamg umum ditemukan di perairan Indonesia.
Archaster typicus adalah satu-satunya jenis dari kelas Asteroidea yang ditemukan pada stasiun A yang di dominasi oleh lamun jenis Thalassia hemprichii dengan kerapatan yang rendah dan substrat dominasi pasir. Menurut Clark and Rowe (1971) populasi Archaster typicus ditemukan di daerah pasang surut (intertidal) dengan substrat pasir, karang, tersebar di wilayah indo-pasifik barat. Jenis bintang laut Archaster typicus memiliki sifat berpasangan antara jantan dan betina saat musim pemijahan.
Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology E-Book (Guyton Physiology) by John E. Hall
Journal of Micromechanics and Microengineering, 2003
Review EBook Great Expectations (Free) , 2019
Formal Methods in Systems Biology, 2008
Living With Art, 10th Edition by Mark Getlein
European Journal …, 2007
Journal of …, 2007
Theoretical Chemistry Accounts, 1980
Erlangen Earth Conference Series, 2005
Explanations, necessity, and policy …, 2008
International Journal of Environment, Agriculture and Biotechnology
TELKOMNIKA (Telecommunication Computing Electronics and Control), 2012
2016
Media Informatika, 2004
Evolving Systems, 2023
Modern Diplomacy, 2025