Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

RESUME Al Gazali

Dengan mengucapkan Alhamdulillahirabbil aalamin tugas ke 4 resume Al-Ghazali telah selesai tanggal 10-01-2021

MATA KULIAH FILSAFAT ISLAM RESUME AL_GAZALI DOSEN PEMBIMBING : IBNU HAJAR S.SOS M.SOS Disusun oleh WAHYUNI RAMADANI NIM : 18210009 PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUD DA’WAH WAL-IRSYAD 2021/2022 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pandangan tradisional, kurikulum adalah “a recourse of subject matters to be mastered” 1 atau merupakan sejumlah mata pelajaran yang harus disampaikan oleh guru atau diterima oleh murid. Berdasarkan definisi ini, dapat dinayatakan bahwa kurikulum pendidikan Islam sebenarnya sudah ada sejak masa awal pendidikan Islam. Bentuk mata pelajaran yang menjadi bagian penting dari kurikulum pada awal pendidikan di kalangan Muslim adalah berupa Al-Quran, Hadis ilmu bahasa dan prinsip-prinsip hukum. Nabi mulai mengajarkan AlQuran dan menganjurkan mempelajarinya serta menganjurkan kepada pengikut beliau untuk menyebarkan pesan yang terkandung dalam ucapan dan perbuatan beliau. Selanjutnya, sejalan dengan perjalanan waktu, mata pelajaran tambahan selain al-Qur`an dan Hadis, dipelajari pula tata bahasa, etimologi, retorika dan prinsip-prinsip hukum membaca dan menulis termasuk sya`ir Arab. 1 Pada peristiwa perang Badr (tahun 2 H.) Rasulullah dapat menawan beberapa orang musuh dan kemudian membebaskannya setelah mereka mengajarkan membaca dan menulis bagi kaum muslimin.2 Kurikulum pendidikan Islam yang ada pada masa awal pendidikan Islam seperti tergambar di atas, berkembang sejalan dengan kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan Islam. Perkembangan ilmu pengetahuan Islam tersebut berkembang pesatsetelah adanya kontak yang intensif dengan pemikiran filsafat Yunani yang dilakukan oleh sejumlah ilmuan dan filosof Muslim pada masa pemerintahan Khalifah Abbasyiyah. Pengkajian filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani secara besarbesaran terjadi pada masa pemerintahan Abasyiyah (750-1250 M). Pada masa ini lahir sejumlah filosof, seperti al-Kindi (801-873 M), al-Razi (865-925 M), al-Farabi (870-950 M), Ibn Miskawaih (923-1030 M), Ibn Sina (980-1037 M), Ibn Bajah (w.1138 M), Ibn Tufail (1101-1185 M), Ibn Rusyd (1126-1198 M), alTusi (12011258 M), kelompok Ikhwa-an al-Safa dan al-Ghazali (1058-1111 M).3 Pada masa ini berkembang sejumlah cabang ilmu pengetahuan baru yang sebelumnya belum dikenal oleh masyarakat Muslim. Jenis ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat itu bukan saja terbatas pada ilmu pengetahuan keagamaan dan ilmu alat saja, tetapi telah berkembang pula sejumlah ilmu pengetahuan umum, baik ilmu pengetahuan sosial maupun fisika serta metafisika. Filosof Muslim pertama yang mengemukakan bentuk-bentuk dan klasifikasi ilmu pengetahuan Islam ialah al-Farabi, dalam bukunya Enumeration of the Sciences (Ihs al„Ulum) yang di Barat dikenal dengan judul De Scientiis. 4฀ Al-Farabi mengklasifikasikan ilmu pengetahuan Islam sebagai berikut; 1.Ilmu bahasa dan cabang-cabangnya, seperti: Tata Bahasa, Pengucapan, Cara Berbicara, Ilmu Persajakan; 2. Logika, yang meliputi: Pembagian, Definisi, Retorika, Topik, Analisa KomposisiPikiran Secara Sederhana dan Tinggi; 3. Ilmu propaedeutic: Ilmu Hitung, Ilmu Ukur, Optik, Astronomi, Musik, Ilmu Gaya Berat, Mekanika; 4. Fisika (ilmu alam) dan Metafisika (ilmu tentang Tuhan dan prinsip-prinsip benda); dan 5. Ilmu kemasyarakatan: Yurisprudensi dan Ilmu Kalam.5 Al-Farabi tidak memasukkan ilmu-ilmu keagamaan secara eksplisit, tetapi ia mencoba mengintegrasikannya dengan pengetahuan non keagamaan. 6 Secara khusus dimasukkan dalam cabang ilmu Metafisika dan Ilmu Kemasyarakatan. Klasifikasi semacam itu dilatarbelakangi oleh dasar pemikiran filsafat yang ia kembangkan, yaitu pemikiran filsafat yang diintrudosir dari pemikiranpemikiran Yunani yang lebih menekankan supremasi rasio dibandingkan dengan wahyu. Secara terbuka al-Farabi menekankan, bahwa filsafat lebih dahulu dari agama dalam hal waktu, dan agama adalah imitasi filsafat. Filosof sempurna adalah penguasa tertinggi yang salah satu tugasnya adalah menanamkan agama.7 Filosof lain yang juga berbicara tentang bentuk dan klasifikasi ilmu pengetahuan ialah para filosof yang tergabung dalam Ikhwan al-Safa. Sebagai kelompok filosof yang mencoba menggunakan pemikiran filasafat untuk membersihkan agama dari kebekuan, fanatisme dan kejumudan. Ikhwan al-Safa adalah kelompok filosof yang juga terlibat dalam kegiatan politik "bawah tanah". Mereka bergerak dalam bidang pemikiran dan ilmu berbagai disiplin, 8 merumuskan klasifikasi ilmu pengetahuan yang juga banyak dilatarbelakangi oleh filsafat Yunani, tetapi memberikan porsi secara eksplisit terhadap ilmu pengetahuan keagamaan. Klasifikasi ilmu pengetahuan Islam mereka bagi atas tiga tingkatan, yaitu: 1. Pendahuluan: Menulis, Membaca, Bahasa, Ilmu Hitung, Puisi dan Ilmu Persajakan, Pengetahuan tentang Pertanda dan yang Gaib, Keahlian dan Profesi; 2. Religius atau Positif: Al-Quran, Penafsiran Alegoris, Hadis, Sejarah, Hukum, Tasawuf dan Penafsiran Mimpi; 3. Filosofis atau Faktual (Haqiqiy): Metafisika - Teori Angka, Ilmu Ukur, Astronumi, Musik, Logika dengan Retorika dan Sofistikasi, Fisika - Prinsip (zat dan bentuk), Cakrawala, Elemen-elemen, Meteorologi, Geologi, Botani, Zoologi, Metafisika (Teologi) - Tuhan, Kecerdasan, Jiwa (dari lingkungan ke bawah) pemerintah - Nabinabi - Raja-raja, Jenderal, Khusus, Individual, dan Alam Baka.9 Meskipun Ikhwan al-Safa telah mencoba mewujudkan ilmu pengetahuan keagamaan secara eksplisit, namun dominasi filsafat masih jauh lebih besar dibandingkan pengetahuan keagamaan. Bahkan, ilmu pengetahuan keagamaan juga didekati dan dilihat secara filosofis. Klasifikasi ilmu pengetahuan yang dikemukakan oleh para filosof di atas umumnya pemikiran yang berpijak pada pemikiran rasionalistik yang lebih mengutamakan ilmu pengetahuan rasional dan cenderung melemahkan ilmu pengetahuan yang bersumber dari wahyu. Hal semacam ini menurut al-Ghazali sangat berbahaya bagi keselamatan agama masyarakat Islam. 10 Dalam rangka upaya mengkonter pemikiran seperti itulah, al-Ghazali merumuskan klasifikasi ilmu pengetahuan yang diintrodusir dari wahyu (alqur`an dan hadis) dan spirit sebagai landasan pokok. Al-Ghazali, merumuskan klasifikasi ilmu pengetahuannya dengan berdasarkan pada upaya mengembalikan dominasi spirit dan memberi status dan keunggulan wahyu sebagai sumber pengetahuan. Ia mencoba membuktikan bahwa rasa, nalar dan intelek manusia tanpa bantuan pengetahuan yang diwahyukan dan spirit tidak akan mencapai kepastian. Sumber pengetahuan tersebut disebutnya dengan al-nubuwwah, yang pada nabi-nabi berbentuk wahyu dan pada manusia biasa berbentuk ilham.11 Berdasarkan landasan berpikir inilah, al-Ghazali merumuskan klasifikasi ilmu pengetahuannya, sebagaimana dikemukakannya dalam Ihya' „Ulum alDin sebagai berikut12: 1. Ilmu Syar'iyyah fard `ain. Ilmu ini adalah yang berhubungan denngan kewajiban pribadi yang berkaitan dengan i`tiqad (kepercayaan), melakukan dan meninggalkan, yaitu tentang teori dan cara pengamalan rukun Islam (Syahadat, salat, puasa, zakat dan haji), hal-hal yang diwajibkan dan diharamkan dalam waktu dekat, hal-hal yang menyangkut dengan amaliah terpuji dan tercela dan tentang iman kepada hari akhir. 2. Ilmu syar`iyyah fard kifayah a. „Ilmu al-Usul terdiri dari: Kitab Allah (Alquran), Sunnah Rasul saw., Ijma`al Umah (pendapat kolektif), dan Ijma` al-Sahabah (Pendapat para sahabat). b. „Ilm al-Furu` terdiri dari: Ilmu fiqih (ilmu yang berhubungan dengan kepentingan dunia) dan Akhlaq (ilmu yang berhubungan dengan kepentingan akhirat). c. „Ilm al-Muqaddimah (sebagai alat dasar yang tak dapat ditinggalkan dalam mengejar ilmu usul), terdiri dari: Ilmu Bahasa dan Ilmu Nahwu. d. „Ilm al-Mutammimah (ilmu pelengkap), teridiri dari: 1) `Ulum al-Qur`an, `Ulum alHadis, 2) `Ulum al-Fiqh dan 3) „Usul Fiqh dan Tarikh (Sejarah). 3. Ilmu gair syar`iyyah (`aqliyyah). a. Ilmu fard kifayah yang terpuji. Ilmu ini terdiri dari: 1) Ilmu yang merupakan soko guru kehidupan dunia, yaitu Pangan, Sandang, Papan, dan Politik; 2) Ilmu penunjang soko guru kehidupan Dunia, yaitu Pandai Besi (ilmu teknik), Teknik Pemintalan Kapas dan Pemintalan benang; 3) Ilmu pelengkap bagi keahlian pokok, yaitu Penggilingan dan Pabrik Roti (makanan pokok), teknik kompeksi dan pertenunan. b. Ilmu terpuji tetapi tidak termasuk fard kifayah, yaitu pendalaman dan pengembangan dari semua ilmu fardu kipayah tersebut dalam bentuk spesialisasi, kedokteran, matematika, teknik, astronomi dan perindustrian. c. Ilmu yang dibolehkan, seperti ilmu budaya, sastra dan syair yang bertujuan meningkatkan sifat keutamaan dan akhlak yang mulia. 6 d. Ilmu-ilmu yang tercela, seperti: ilmu sihir dan ilmu gunaguna.13 Tercelanya ilmu dikarenakan mendatangkan kemudharatan bagi pemiliknya maupun untuk orang lain. e. Ilmu yang dapat menjadi ilmu terpuji dan dapat pula menjadi ilmu yang tercela, yaitu ilmu kalam. 14 Kedua ilmu ini terpuji apabila berdasar alQuran dan al-hadist. Keduanya menjadi tercela bila keluar dari kedua dasar itu. 4. filsafat.15Al-Ghazali membagi filsafat kepada empat bagian, yaitu ilmu ukur dan hitung (matematika), ilmu mantiq, ilmu ketuhanan (ilahiyyah) dan ilmu alam. Menurutnya semua ilmu itu bisa menjadi terpuji selama berdasar Alquran dan hadis dan dipelajari oleh yang telah memiliki kemampuan, tercela sebaliknya. Khusus ilmu ketuhanan sebagian ada yang kufur dan sebagian bid`ah. Inilah yang tercela. B. Fokus Pembahasan Untuk memahami apa yang menjadi pembahasan dalam penulisan ini, perlu diperjelas lebih dahulu apa yang dimaksud dengan "konsep kurikulum". Istilah "konsep" mengandung banyak pengertian, di antaranya: George A Theodorson dan Achilles G. Theodorson, dalam Modern Dictionary of Sosiology, mengartikan "konsep (Concept)" sebagai berikut: “A word or a set of words that expresses a general idea concerning the nature of something or the relations between things..., (and) mental constructs reflecting a certain point of view and focusing upon certain asfects of phenomena while ignoreing others.” 18 Dalam Oxford Advanced Learner's Dictionary of Current English, konsep (concept) diartikan sebagai “idea underlying a class of things; general nation” 19 Beranjak dari definisi di atas, maka dalam penulisan ini, konsep diartikan sebagai "ide pokok yang mendasari suatu gagasan" dan "gagasan atau ide umum". Berdasarkan pengertian inilah, maka yang dimaksud dengan konsep dalam penulisan ini ialah pemikiran yang terwujud dalam bentuk gagasan dan segala yang mendasari lahirnya gagasan kurikulum. Kurikulum dalam pengertian yang sempit, diartikan sebagai "sejumlah bahan pelajaran" (a course of study) atau sejumlah mata pelajaran yang harus diberikan oleh guru untuk menuju tujuan pendidikan.20pemikiran kurikulum pendidikan Islam beliau yang tersebar dalam beberapa buku-buku beliau. Dalam kaitan ini, yang sangat diperlukan adalah pengkajian terhadap gagasan dan B. Tinjauan Pustaka Pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan telah banyak dikemukakan, misalnya: Fatiyah Hasan Sulaiman dalam bukunya Mazahib fiy al-tarbiyyah, bahs fiy al-Mazhab al Tarbawiy `ind al-Gazaliy; `Abd al-Amir Syams al-Din dalam bukunya Al-Fikr al-Tarbawiy `ind alImam al-Gazaliy; Hasan Asari dalam bukunya The Educational Thought of Al-Ghazali: Theory and Practice. Disamping itu, juga ditemukan buku-buku yang berbahasa Indonesia yang membahas tentang pandangan pendidikan al-Ghazali, yaitu Zainuddin, dkk. dalam judul Seluk-beluk Pendidikan Al-Ghazali. Selain itu, masih terdapat sejumlah buku yang memasukkan dalam bagian bahaan bukunya tentang pandangan pendidikan al-Ghazali, misalnya Khairuddin dalam tesisnya yang berjudul Studi Analisis Tentang Pemikiran Pendidikan Ibn Khaldun. Sebenarnya cukup banyak buku-buku yang membicarakan tentang pemikiran pendidikan al-Ghazali. Akan tetapi, buku yang membahas secara khusus tentang konsep kurikulum pendidikan Islam menurut al-Ghazali belum ditemukan. Buku yang membahas tentang kurikulum pelajaran menurut al-Ghazali yang dinilai cukup mendekati dengan penulisan ini, ialah buku Fatiyah Hasan Sulaiman yang berjudul Mazahib fiy altarbiyyah, bahs fiy al-Mazhab al Tarbawiy `ind al-Gazaliy. Buku ini membahas mengenai pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan Islam dengan pokok-pokok bahasan tentang sasaran pendidikan, kurikulum pelajaran dan metode pengajaran menurut al-Ghazali. Dalam sub pokok bahasan yang berjudul dalam salah satu sub pembahasannya yang berjudul kurikulum pelajaran menurut al-Ghazali, pengarangnya membahas tentang pandangan ilmu pengetahuan al-Ghazali. Pandangan al-Ghazali tentang ilmu pengetahuan itulah yang dipandang sebagai materi kurikulum menurut al-Ghazali. Meskipun dalam buku tersebut membicarakan kurikulum pelajaran menurut al-Ghazali, namun dalam buku kecil tersebut kurikulum hanya dipandang sebagai isi pendidikan dan dibahas secara singkat. Tidak terdapat penegasan dan penjelasan, ilmu pengetahuan apa saja yang merupakan materi kurikulum dari klasifikasi dan penilaian al-Ghazali terahadap ilmu pengetahuan tersebut. Selain itu, sub pokok bahasan tersebut 12 tidak membicarakan kurikulum sebagai suatu konsep kurikulum yang utuh. Jelasnya, sub judul dari buku tersebut lebih banyak melihat kurikulum alGhazali sebagai pandangan ilmu pengetahuan al-Ghazali yang belum dirumuskan sebagai sebuah bentuk kurikulum yang utuh sebagai sebuah konsep kurikulum. Berbeda dengan pembahasan dalam buku ini, pembahasannya lebih menekankan kepada upaya melihat pemikiran al-Ghazali sebagai sebuah konsep kurikulum yang utuh, yang membicarakan dasar pemikiran dan gagasan kurikulum dalam suatu krangka sebuah konsep kurikulum modern. Berdasarkan gambaran di atas, dapat dikatakan bahwa dari semua buku yang membahas pemikiran pendidikan al-Ghazali, khususnya buku-buku yang disebutkan di atas, belum ditemukan buku yang khusus membahas tentang konsep kurikulum al-Ghazali, kecuali pembahasan dalam bentuk sub bagian dari pandangan al-Ghazali tentang pendidikan Islam.