Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
Kitab Jīl al-Naṣr al-Mansyūd merupakan salah satu karya dari tokoh cendekiawan muslim terkenal, Dr. Yusuf al-Qardhawi. Kitab tersebut mengemukakan tentang karakteristik serta spesifikasi terkait generasi yang sejalan dengan Alquran dan Hadis, tentunya tanpa mengesampingkan ilmu pengetahuan. Melainkan mengajak para generasi, khususnya di jaman modern seperti sekarang agar mereka mampu menghargai setiap bentuk intelektual. Dua puluh dua tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1995 kitab ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh H. Salim Basyarahil. Akan tetapi rentang waktu yang cukup lama, akhirnya mengakibatkan terjemahan pertama ini mengalami penuaan. Tidak hanya itu, peneliti juga menganggap bahwa terjemahan pertama terlalu terpaku pada kaidah-kaidah bahasa sumber (Bsu), yang akhirnya berdampak pada padanan bahasa yang bersifat kaku. Sehingga gagasan yang ingin disampaikan oleh penulis pun tidak mampu tersampaikan dengan baik. Proses penuaan pada terjemahan pertama serta padanan bahasa yang kaku (ageing of the first translation and tension), merupakan alasan kenapa kegiatan reproduksi terjemahan (retranslation) ini dianggap penting untuk dilakukan. Selain itu kegiatan retranslation juga dianggap sebagai kegiatan yang positif, yang mampu melahirkan perbedaan serta perluasan interpretasi terkait teks sumber yang ada. Dengan demikian, karena memungkinkan adanya perbandingan dan perbedaan yang jelas, maka kegiatan reproduksi terjemahan menjadi topik yang menarik untuk diteliti. Bahkan seiring berkembangnya bahasa, terjemahan menjadi bertanggal (tidak berlaku), itulah mengapa sebuah terjemahan harus diterjemahkan kembali, yakni untuk diperbarui dan diperkaya secara bahasa. Mereproduksi terjemahan (retranslation) merupakan aktivitas yang masih jarang dilakukan, bahkan secara teori pun kajian retranslation ini masih jarang ditemukan dalam studi penerjemahan. Namun, bukan berarti bahwa kegiatan reproduksi terjemahan ini bisa dianggap sebagai kegiatan yang sederhana dan mudah, justru sebaliknya menurut Yanjie Li dalam tulisannya A General Review of Existing Retranslation Study, mengatakan bahwa “retranslating activities is not as simple as it appears to be” yang berarti kegiatan penerjemahan ulang tidak sesederhana kelihatannya. Melainkan ada kesulitan tersendiri dalam memberikan inovasi, yang tentunya harus berbeda dari terjemahan sebelumnya. Tidak hanya itu, kegiatan reproduksi terjemahan juga menjadi cara untuk menunjukkan bagaimana terjemahan bisa berubah secara cerdas, tidak sama dengan terjemahan sebelumnya, dan mampu bekerja dengan sangat baik. Dengan demikian, setelah melakukan berbagai pengamatan yang mendalam, akhirnya peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait reproduksi terjemahan dengan judul “Reproduksi Terjemahan H. Salim Basyarahil Dalam Kitab Jīl al-Naṣr al-Mansyūd Karya Dr. Yusuf al-Qardhawi”. Adapun dalam penelitian ini, peneliti akan mengkaji mengenai penerapan metode bebas (tafsīriyyah) yang digunakan dalam penerjemahannya.
Tarjamah buku nahwa tafiili maqashidis syariah
Kitab balaghah membahas tentang apa? Ilmu Balaghah adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana mengolah kata atau susunan kalimat bahasa arab yang indah namun memiliki arti yang jelas, selain itu gaya bahasa yang harus digunakan juga harus sesuai dengan situasi dan kondisi. Apa tujuan mempelajari ilmu balaghah? Ilmu Balaghah mengkaji makna-makna yang terkandung dalam Bahasa Arab tidak saja makna yang tersurat namun ada makna yang tersirat dalam bahasa tersebut. Kajian Balagah secara garis besar terbagi pada tiga bagian, yaitu Bayan, Ma'ani dan Badi, (Ali Jarim dan Musthafa:1998). Masing- masing dari ketiga cabang ilmu tersebut memilki kekhususan gaya bahasa.
agung agar melindungimu di dunia dan akhirat, menjadikanmu diberkahi dimana pun kamu berada, dan menjadikanmu termasuk orang-orang yang bersyukur bila diberi nikmat, bersabar bila ditimpa musibah, dan beristighfar bila jatuh ke dalam dosa. Sesungguhnya tiga perkara tersebut merupakan tanda kebahagiaan 2 .
Wasiat adalah salah satu bentuk nasihat, yang ditinggalkan selaku persiapan sebelum pulang ke alam Baqa’. Harta yang ditinggalkannya samada bersifat hakiki atau maknawi. Harta maknawi berupa pesanan-pesanan bagaimana menguruskan kehidupan sesudah ketiadaan sang pewasiat. Ia mencerminkan peribadi dan wawasan seseorang itu ; bagaimana bersangka baik dengan masa depan, dan menganggap diri sebagai silsilah mata rantai perjuangan. Ia terserlah dalam wasiat Imam Yahya bin Hamzah alAlawi, kepada anak-anaknya, para pewarisnya sesudahnya, dan umat Zaidiyah umumnya, yang menghimpunkan kebaikan duniawi dan ukhrawi, dan siapa yang membacanya pasti akan turut merasakan, betapa rasa tanggungjawab Imam Yahya terhadap umat Zaidiyah telah membawanya berfikir jauh ke hadapan, dan menggunakan pengaruh beliau sebagai pemimpin yang ditaati, untuk berkhidmat semula demi umatnya, meski sesudah kematian, melalui wasiatnya ini.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Proceedings of the Seminar for Arabian Studies 53, 2024
Militaergeschichtliche Zeitschrift, 2017
isara solutions, 2022
Riv. dir. comm. I, 1954
Rivista Di Storia Della Miniatura, 2013
Expert Systems with Applications, 2009
Journal of Orthopaedic Trauma, 2020
US Patent US08093352B2, 2012
Physical Review Letters, 1978
Cellular & Molecular Biology Letters, 2005