Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Judul Buku: Komunikasi Dakwah, Pendekatan Praktis Penulis: Asep Syamsul M. Romli Hak Cipta pada Penulis. All rights reserved Copyright © 2013 ASM. Romli, www.romeltea.com _____________________________________________________________________ Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 2 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 PENGANTAR PENULIS Dakwah sudah pasti sebuah komunikasi, tepatnya komunikasi persuasif, karena hakikat dakwah adalah mengajak, yakni mengajak orang lain (komunikan, audiens) untuk mempercayai dan mengamalkan ajaran Islam. Namun, jelas, komunikasi belum tentu mengandung pesan dakwah. Komunikasi dakwah merupakan ”kajian baru” dalam dunia ilmu komunikasi. Selain itu, komunikasi dakwah juga merupakan kajian ”sektarian”, yakni bidang kajian yang khusus berkaitan dengan komunitas atau masyarakat beragama Islam (kaum Muslimin) mengingat terminologi da’wah sendiri hanyalah milik Islam. Sejauh ini kita sudah punya kajian atau disiplin ilmu baru sebagai pengembangan dari ilmu komunikasi, seperti komunikasi politik, komunikasi budaya, komunikasi organisasi, dan komunikasi internasional. Komunikasi dakwah muncul belakangan. Kajian komunikasi dakwah baru muncul seiring dengan baru munculnya kesadaran di kalangan praktisi dakwah tentang pentingnya sentuhan dan pendalaman ilmu komunikasi untuk pengembangan dakwah sebagai ilmu dan teknik. Komunikasi dakwah adalah komunikasi yang berisi pesan-pesan dakwah atau nilai-nilai ajaran Islam. Dari sisi substansi, buku ini mengkaji komunikasi dakwah dengan pendekatan praktis atau lebih tepatnya dalam perspektif praktisi komunikasi, yakni bagaimana dakwah dilakukan melalui keterampilan komunikasi, seperti retorika atau public speaking, termasuk di dalamnya penyiaran radio dan televisi, retorika, dan tulisan. Pembahasan komunikasi dakwah dalam buku ini menggunakan ”pendekatan komponensial”, yaitu mengkaji komunikasi dakwah atas dasar komponen komunikasi yang terdiri dari komunikator (da’i), komunikan (mad’u, objek dakwah), pesan dakwah, media dakwah, dan dampak (effect), berdasarkan formulasi Harold Lawell tentang komunikasi: Who says what to whom in what channel and with what effect. Dalam buku ini saya juga berbagi tips tentang komunikasi efektif dan keterampilan komunikasi, berupa teknik public speaking (retorika) –termasuk kiat siaran dakwah di radio dan televisi-- dan keterampilan menulis (writing skill) di media cetak dan media online (cybermedia). Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 3 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Mudah-mudahan tips keterampilan komunikasi tersebut dapat turut ”membekali” para da’i atau komunikator dakwah, termasuk para khotib Jumat, sehingga komunikasi dakwahnya menarik dan efektif. Semoga buku kecil ini turut memberikan sumbangsih pada dua dunia sekaligus, yakni dunia komunikasi dan dunia dakwah, juga bermanfaat bagi pembaca dan menjadi amal saleh bagi penulis. Amin! Bandung, Juni 2013 ASEP SYAMSUL M. ROMLI Http://www.romeltea.com Email: romeltea@yahoo.com Facebook: www.facebook.com/romeltea1 Twitter: @ romeltea DAFTAR ISI Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 4 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Pengantar Penulis Daftar Isi Bagian 1 Pengertian Komunikasi Dakwah Bagian 2 Prinsip Komunikasi Dakwah Bagian 3 Komunikator: Juru Dakwah Bagian 4 Komunikan: Objek Dakwah Bagian 5 Pesan Dakwah Bagian 6 Media Dakwah Bagian 7 Efek Dakwah Bagian 8 Komunikasi Efektif Bagian 9 Public Speaking Bagian 10 Khotbah Jumat Bagian 11 Menulis di Media Cetak Bagian 12 Menulis di Media Online Daftar Pustaka Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 5 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Bagian 1 Pengertian Komunikasi Dakwah Komunikasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai proses penyampaian informasi atau pesan oleh seorang komunikator kepada komunikan melalui sarana tertentu dengan tujuan dan dampak tertentu pula. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) mengartikan komunikasi sebagai ”pengiriman dan pemerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami” Secara etimologis (lughawy), komunikasi berakar kata Latin, ”comunicare”, artinya "to make common" – membuat kesamaan pengertian, kesamaan persepsi. Akar kata Latin lainnya “communis” atau “communicatus” atau “common” dalam bahasa Inggris yang berarti “sama”, kesamaan makna (commonness). Ada juga akar kata Latin ”communico” yang artinya membagi. Maksudnya membagi gagasan, ide, atau pikiran. Sebagai konsep, William R. Rivers dkk. (2003) membedakan antara communication (tunggal, tanpa “s”) dan communications (jamak, dengan “s”). Communication adalah proses berkomunikasi. Sedangkan communications adalah perangkat teknis yang digunakan dalam proses komunikasi, e.g. genderang, asap, butir batu, telegram, telepon, materi cetak, siaran, dan film. Penjelasan lain dikemukakan Edward Sapir. Menurutnya, communication adalah proses primer, terdiri dari bahasa, gestur/nonverbal, peniruan perilaku, dan pola perilaku sosial. Sedangkan communications adalah teknik-teknik sekunder, instrumen, dan sistem yang mendukung proses komunikasi, seperti kode morse, telegram, terompet, kertas, pulpen, alat cetak, film, serta pemancar siara radio/TV. Secara terminologis (ma’nawy), kita menemukan banyak definisi komunikasi. The Oxford English Dictionary mengartikan komunikasi sebagai “The imparting, conveying, or exchange of ideas, knowledge, information, etc. “ (Pemberian, penyampaian, atau pertukaran ide, pengetahuan, informasi, dsb.) Para pakar juga berbed-beda redaksional dalam mendefinisikan komunikasi, seperti “pengalihan informasi untuk memperoleh tanggapan” (JL. Aranguren), “koordinasi makna antara seseorang dengan khalayak” (Melvin L DeFleur), dan “saling berbagi informasi, gagasan, atau sikap” (Wilbur Schramm). Pengertian komunikasi paling populer datang dari Harold Lasswell, yakni “Who says what in which channel to whom and with what effects”, siapa mengatakan apa melalui saluran mana kepada siapa dan dengan pengaruh apa. Definisi Lasswell dianggap paling lengkap karena sekaligus menggambarkan proses dan elemen komunikasi, yakni komunikator (who), pesan (what), media atau sarana (channel), komunikan (whom), dan pengaruh atau akibat (effect). Berikut ini definisi komunikasi yang bisa kita temukan dalam berbagai literatur komunikasi. 1. Proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi di antara keduanya (Wikipedia). 2. The imparting, conveying, or exchange of ideas, knowledge, information, etc. – Pemberian, penyampaian, atau pertukaran ide, pengetahuan, informasi, dsb. (The Oxford English Dictionary). Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 6 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 3. Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi di antara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda, atau tingkah laku (Webster’s New Collegiate Dictionary). 4. Who says what in which channel to whom and with what effects – Siapa mengatakan apa melalui saluran mana kepada siapa dan dengan pengaruh apa (Harold Lasswell). 5. Pengalihan informasi untuk memperoleh tanggapan (JL. Aranguren). 6. Koordinasi makna antara seseorang dengan khalayak (Melvin L DeFleur). 7. Saling berbagi informasi, gagasan, atau sikap (Wilbur Schramm). 8. Proses pengalihan ide dari sumber kepada suatu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Everett M. Rogers). 9. Proses dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam (Rogers & D. Lawrence Kincaid). 10. Bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja; tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi (Shannon & Weaver) 11. Instrumen interaksi sosial berguna untuk mengetahui dan memprediksi setiap orang lain, juga untuk mengetahui keberadaan diri sendiri dalam menciptakan keseimbangan dengan masyarakat (David K. Berlo). 12. Reaksi suatu organisme terhadap suatu objek atau stimuli. Apakah itu berasal dari seseorang atau lingkungan sekitarnya (Steven) 13. Suatu proses menyortir, memilih, dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan komunikator (Raymond S. Ross). 14. Pengalihan suatu pesan dari satu sumber kepada penerima agar dapat dipahami (Prof. Dr. Alo Liliweri). 15. Transmisi informasi, gagasan, emosi, ketrampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol – kata-kata, gambar, figur, grafik dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang disebut dengan komunikasi (Bernard Berelson & Gary A. Steiner). 16. Proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan untuk mengubah perilaku orang lain (Menurut Carl I.Hovland). 17. Proses memahami dan berbagi makna (Judy C pearson & Paul E melson). 18. Proses makna di antara dua orang atau lebih (Stewart L. Tubbs & Sylvia Moss) 19. Transaksi dinamis yang melibatkan gagasan dan perasaan (William I. Gordon). 20. Seni untuk menyampaikan informasi, ide-ide, seseorang kepada orang lain (M. Djenamar). 21. Proses pengoperan lambang yang berarti diantara individu-individu (William Albig). 22. Komunikasi adalah alat dimana warga masyarakat dapatberpartisipasi dalam demokrasi (Aristoteles). Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 7 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 23. Simbol/verbal/ujaran, komunikasi adalah pertukaran pikiran atau gagasan secara verbal (Hoben). 24. Komunikasi merupakan proses yang dinamis dan secara konstan berubah sesuai dengan situasi yang berlaku (Anderson). 25. Komunikasi adalah upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Jika dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya (Lexicographer). 26. Komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak) (Hovland, Janis & Kelley). 27. Komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari yang semula dimiliki oleh seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki oleh dua orang atau lebih (Gode). 28. Komunikasi adalah suatu proses yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam kehidupan (Ruesch). 29. Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya (Weaver). Secara fungsional, komunikasi dilakukan demi ragam kepentingan atau tujuan, utamanya untuk: 1. Menyampaikan informasi (to inform). 2. Mendidik (to educate) 3. Mengibur (to entertaint) 4. Mempengaruhi (to influence). Keempat fungsi itu pula yang diadopsi menjadi fungsi pers atau media massa sebagai sarana komunikasi massa, dengan menambahkan satu fungsi social control (pengawasan sosial). Secara teknis, komunikasi juga beragam jenis, seperti: 1. Verbal Communication (komunikasi lisan, menggunakan bahasa). 2. Non Verbal Communication (bahasa isyarat, gesture, bahasa tubuh/body language). 3. Direct Communication (komunikasi langsung). 4. Face to face communication (komunikasi tatap muka). 5. Indirect Communication (komunikasi tidak langsung/menggunakan media). 6. Komunikasi lisan. 7. Komunikasi tulisan. 8. Komunikasi Intrapersonal (Intrapersonal Communication),. 9. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication). 10. Komunikasi Kelompok (Group Communication). 11. Komunkasi Publik (Public Communication). 12. Komunikasi Massa (Mass Communication). 13. Komunikasi Politik. 14. Komunikasi Budaya. 15. Komunikasi Olahraga. Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 8 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 16. Komunikasi Pembangunan 17. Komunikasi Keluarga 18. Komunikasi Dakwah. Setiap komunikasi memiliki alur dan komponen sebagai berikut: 1. Komunikator/Sender – Pengirim pesan 2. Encoding - Proses penyusunan ide menjadi simbol/pesan 3. Message - Pesan 4. Media/Channel – Saluran 5. Decoding - Proses pemecahan/ penerjemahan simbol-simbol 6. Komunikan/Receiver – Penerima pesan 7. Feed Back - Umpan balik, respon. The United Aristotelian Description of Communication membagi komponenkomponen di atas menjadi sepuluh komponen, yaitu: 1. Source -- sumber atau individu yang menyampaikan pesan. 2. Encoding -- proses penyandian atau pengalihan pikiran ke lambang lambang. 3. Message -- pesan yang merupakan seperangkat lambang lambang(verbal/kata kata atau nonverbal/gerak gambar dan isyarat) yang bermakna yang disampaikan oleh komunikator. 4. Channel --m edia atau saluran(bisa berupa media cetak atau elektronik) tempat berlalunya pesandari komuikator kepada komunikan. 5. Noise -- gangguan yang menerpa proses komunikas sebagai akibat diterima atau tidaknya pesan pada diri komunikan. 6. Receiver/Komunikan -- penerima pesan dari komunikator. 7. Decoding adalah proses penangkapan atau penerimaan pesan oleh komunikan dari komunikator. 8. Receiver Response --tanggapan atau seperangkat reaksi pada komunikan setelah diterimanya pesan. 9. Feedback --umpan balik atau tanggapan dari komunikan kepadakomuniator. 10. Context --situasi atau lingkungan yang mencakup rasa persahabatan atau permusuhan, formalitas atau informalitas, situasi serius atau santai. Pengertian Dakwah Secara etimologis, menurut para ahli bahasa, dakwah berakar kata da’a-yad’uda’watan, artinya ”mengajak” atau ”menyeru”. Secara terminologis, dakwah adalah mengajak atau menyeru manusia agar menempuh kehidupan ini di jalan Allah Swt, berdasarkan ayat Al-Quran: "Serulah oleh kalian (umat manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah, nasihat yang baik, dan berdebatlah dengan mereka secara baik-baik..." (QS. AnNahl:125). Setiap perkataan, pemikiran, atau perbuatan yang secara eksplisit ataupun implisit mengajak orang ke arah kebaikan (dalam perspektif Islam), perbuatan baik, amal saleh, atau menuju kebenaran dalam bingkai ajaran Islam, dapat disebut dakwah. Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 9 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Definisi dakwah yang dikemukakan oleh para ahli antara lain:    Usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia yang meliputi amar ma'ruf nahi munkar, dengan berbagai macam media dan cara yang diperbolehkan oleh akhlak, dan membimbing pengalamannya dalam perikehidupan perseorangan, berumah-tangga, bermasyarakat, dan bernegara. (Muhammad Natsir, 2000). Upaya menyampaikan ajaran Islam kepada manusia, baik dengan lisan maupun dengan tulisan. (Endang S. Anshari, 1991). Upaya mengajak manusia supaya masuk ke dalam jalan Allah secara menyeluruh (kaffah), baik dengan lisan, tulisan maupun perbuatan sebagai ikhtiar muslim mewujudkan Islam menjadi kenyataan kehidupan pribadi, usrah (kelompok), jama'ah dan ummah. (Amrullah Ahmad, 1999). Dakwah memiliki dimensi yang luas. Fuad Amsyari (1993) mengemukakan ada empat aktivitas utama dakwah: 1. Mengingatkan orang akan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dengan lisan. 2. Mengkomunikasikan prinsip-prinsip Islam melalui karya tulisnya. 3. Memberi contoh keteladanan akan perilaku/akhlak yang baik. 4. Bertindak tegas dengan kemampuan fisik, harta, dan jiwanya dalam menegakkan prinsip-prinsip Ilahi. Poin 1 lebih populer dengan sebutan da’wah bil lisan, da’wah bil qaul, atau da’wah khithobah. Poin 2 populer disebut da’wah bil qolam atau da’wah bil kitabah. Poin 3 lebih dikenal dengan sebutan da’wah bil hal dan da’wah bil qudwah. Poin 4 bisa disebut jihad fi sabilillah atau jihad lil i’lai kalimatillah. 1. Dakwah bil Lisan yakni dakwah yang disampaikan dalam bentuk komunikasi lisan (verbal), seperti ceramah, pengajian, khutbah, atau penyampaian dan ajakan kebenaran dengan kata-kata (berbicara). 2. Dakwah bil Hal dipahami sebagai dakwah yang dilakukan melalui aksi atau tindakan nyata, misalnya melalui program dan aktivitas kelembagaan seperti ormas Islam, lembaga pendidikan Islam, lembaga sosial-ekonomi (BMT dan Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah --LAZIS), bakti sosial, dan sebagainya. 3. Dakwah bil Qalam yakni dakwah yang disampaikan melalui tulisan yang diterbitkan atau dipublikasikan melaui media massa, buku, buletin, brosur, pamflet, dan sebagainya. 4. Da’wah bil Qudwah, yakni dakwah melalui keteladanan sikap atau perilaku yang mencerminkan moralitas/akhlak Islam. Dakwah merupakan kewajiban individual umat Islam. Itulah sebabnya Islam disebut ”agama dakwah”. Artinya, agama yang harus disebarkan kepada seluruh umat manusia. Hal itu antara lain diisyaratkan dalam sejumlah ayat Al-Quran. "Serulah oleh kalian (umat manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah, nasihat yang baik, dan berdebatlah dengan mereka secara baik-baik..." (QS. anNahl:125). Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 10 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 ”Demi Masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali mereka yang beriman dan beramal saleh, serta saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran” (QS. Al-’Ashr:1-3). “Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat” dan “Katakanlah kebenaran itu walaupun rasanya pahit/berat” (H.R. Ibnu Hibban). "Barangsiapa di antara kalian melihat kemunkaran (kemaksiatan), maka cegahlah hal itu dengan tangannya (kekuasaan); jika tidak mampu, cegahlah dengan lisannya (ucapan); jika (masih) tidak mampu, maka cegahlah dengan hatinya, dan ini selemah-lemahnya iman" (H.R. Muslim). “Kalian adalah sebaik-baik umat (khairu ummah), yang mengemban tugas dakwah, yaitu mengajak kebaikan dan mencegah kemunkaran” (QS. 3:110). Aktivitas dakwah niscaya menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari seorang Muslim. Kesadaran akan kewajiban beradakwah harus ada pada diri setiap Muslim. Berdakwah sama wajibnya dengan ibadah ritual seperti sholat, zakat, puasa, dan haji. Menurut KHM. Isa Anshary (1984), setiap Muslim adalah da'i (jurdakwah). Menjadi seorang Muslim, kata Anshary, otomatis menjadi jurudakwah, menjadi mubalig, bila dan di mana saja, di segala bidang dan ruang. "Kedudukan kuadrat yang diberikan Islam kepada pemeluknya ialah menjadi seorang Muslim merangkap menjadi jurudakwah atau mubalig," tulisnya seraya mengutip sabda Nabi Saw, “Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat”. Pengertian Komunikasi Da’wah Komunikasi dakwah dapat didefinisikan sebagai ”proses penyampaian dan informasi Islam untuk memengaruhi komunikan (objek dakwah, mad’u) agar mengimani, mengilmui, mengamalkan, menyebarkan, dan membela kebenaran ajaran Islam”. Komunikasi dakwah juga dapat didefinisikan sebagai komunikasi yang melibatkan pesan-pesan dakwah dan aktor-aktor dakwah, atau berkaitan dengan ajaran Islam dan pengamalannya dalam berbagai aspek kehidupan. Jika dianalogikan dengan pengertian dasar komunikasi politik, yakni komunikasi yang berisikan pesan politik atau pembicaraan tentang politik (Dan Nimmo, 1989), maka komunikasi dakwah dapat diartikan sebagai ”komunikasi yang berisikan pesan Islam atau pembicaraan tentang keislaman”. Pengertian komunikasi dakwah sebagai ”pembicaraan tentang Islam” senada dengan pengertian ”retorika dakwah” menurut Yusuf Al-Qaradhawi (2004), yakni ”berbicara soal ajaran Islam”. Al-Qaradhawi menyebutkan prinsip-prinsip retorika Islam sebagai berikut: 1. Dakwah Islam adalah kewajiban setiap Muslim. 2. Dakwah Rabbaniyah ke Jalan Allah. 3. Mengajak manusia dengan cara hikmah dan pelajaran yang baik. 4. Cara hikmah a.l. berbicara kepada seseorang sesuai dengan bahasanya, ramah, memperhatikan tingkatan pekerjaan dan kedudukan, serta gerakan bertahap. Secara ideal, masih menurut Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, karakteristik retorika Islam antara lain: Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 11 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 1. Menyeru kepada spiritual dan tidak meremehkan material. 2. Memikat dengan Idealisme dan Mempedulikan Realita. 3. Mengajak pada keseriusan dan konsistensi, dan tidak melupakan istirahat dan berhibur. 4. Berorientasi futuristik dan tidak memungkiri masa lalu. 5. Memudahkan dalam berfatwa dan menggembirakan dalam berdakwah. 6. Menolak aksi teror yang terlarang dan mendukung jihad yang disyariatkan. Proses komunikasi dakwah berlangsung sebagaimana proses komunikasi pada umumnya, mulai dari komunikator (da’i) hingga feedback atau respon komunikan (mad’u, objek dakwah). Aktivitas dakwah dimulai dari adanya seorang komunikator (sender, pengirim pesan, da’i). Dalam perspektif Islam, setiap Muslim adalah komunikator dakwah karena dakwah merupakan kewajiban individual setiap Muslim. Komunikator dakwah memilih dan memilah ide berupa materi dakwah (encoding) lalu diolah menjadi pesan dakwah (message). Pesan itu disampaikan dengan sarana (media) yang tersedia untuk diterima komunikan (receiver, penerima pesan, objek dakwah). Komunikan menerjemahkan atau memahami simbol-simbol pesan dakwah itu (decoding) lalu memberi umpan balik (feedback) atau meresponnya, misalnya berupa pemahaman dan pengamalan pesan dakwah yang diterimanya. Dakwah: Komunikasi Persuasif Dakwah, apa pun bentuknya, merupakan komunikasi. Jadi, dakwah selalu merupakan bentuk komunikasi. Dakwah berarti komunikasi; namun tidak semua komunikasi berarti dakwah. Komponen dakwah sendiri identik dengan komponen komunikasi yang kita kenal selama ini, seperti da’i atau juru dakwah (komunikator, sender, source), mad’u (komunikan, receiver, penerima, objek), pesan (message, yakni materi keislaman/nilai-nilai atau ajaran Islam), dan efek atau feedback (dalam dakwah, efek yang diharapkan berupa iman dan amal saleh/takwa). Dalam perspektif komunikasi, dakwah termasuk dalam kategori komunikasi persuasif (persuasive communication), yakni komunikasi yang membujuk, mengajak, atau merayu, semakna dengan makna dasar dakwah, yakni mengajak atau menyeru. Akar kata persuasif adalah persuasio (Latin), artinya membujuk, mengajak, atau merayu. Secara istilah, ada beberapa definisi komunikasi persusif, namun hakikatnya sama-sama merujuk pada ajakan atau bujukan. “Komunikasi persuasif adalah komunikasi yang bertujuan untuk mengubah atau mempengaruhi kepercayaan, sikap, dan perilaku seseorang sehingga bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator” (Wikipedia). “Komunikasi persuasif adalah perilaku komunikasi yang bertujuan mengubah, memodifikasi atau membentuk respon (sikap atau perilaku) dari penerima” (R. Bostrom). “Komunikasi persuasif sebagai perilaku komunikasi yang mempunyai tujuan mengubah keyakinan, sikap atau perilaku individu atau kelompok lain melalui transmisi beberapa pesan.” (K. Andeerson). Tujuan komunikasi persuasif adalah “believe & attitude”, yakni menguatkan keyakinan, mempengaruhi sikap, pendapat, dan perilaku seseorang. Tujuan itu Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 12 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 identik dengan tujuan utama dakwah, yakni menanamkan believe (keyakinan) dan mengubah attitude (sikap/perilaku). Dari segi proses, dakwah tiada lain adalah “komunikasi Islam”, yakni menyampaikan pesan-pesan keislaman. Komunikator (da'i) menyampaikan pesan ajaran Islam melalui lambang-lambang kepada komunikan (mad'u). Mad'u menerima pesan itu, mengolahnya, lalu meresponnya. Dalam proses itu terjadi transmisi pesan oleh da'i dan interpretasi pesan oleh mad'u (objek dakwah). Proses transmisi dan interpretasi tersebut tentunya mengharapkan terjadinya dampak (effect) berupa perubahan kepercayaan, sikap dan tingkah-laku mad'u ke arah yang lebih baik sesuai dengan standard nilai Islami. Tujuan dakwah utamanya adalah untuk mengubah individu dan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik. Tujuan dakwah demikian sesuai dengan tujuan komunikasi persuasif, yakni adanya perubahan situasi orang lain atau mengubah atau memengaruhi kepercayaan, sikap, dan perilaku seseorang sehingga bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator.* Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 13 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Bagian 2 Prinsip Komunikasi Dakwah Prinsip komunikasi dakwah bisa disebut pula sebagai prinsip komunikasi Islam, yakni asar, dasar, atau kaidah dalam berkomunikasi menurut Islam, termasuk dalam berdakwah. Prinsip komunikasi dakwah meliputi dua hal, yakni dalam hal what to say (isi, konten, substansi, materi, pesan) dan how to say (cara, metode). Prinsip Isi Dalam hal isi, komunikasi dakwah adalah pesan-pesan keislaman (ajaran Islam) bersumberkan Al-Quran dan Al-Hadits. Secara garis besar, ajaran Islam meliputi ajaran tentang sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan), sistem ritus (tata peribadatan), dan sistem norma (tata kidah atau tata aturan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan hubungan manusia dengan alam lain), yang diklasifikasikan dalam ajaran tentang: akidah (iman), syariah (Islam), dan akhlak (Ihsan). Selain itu, pesan-pesan keislaman yang disampaikan dalam komunikasi dakwah juga harus mengandung: Pertama, Basyiran wa Nadziran, kabar baik dan peringatan. Bisa disebut sebagai ”reward and punishment”, penghargaan dan hukuman. “Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, dan pembawa kabar gembira (basyira) dan pemberi peringatan (nadzira). Dan untuk menjadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin bahwa sesungguhnya bagi mereka adalah karunia yang besar dari Allah”. (QS. AlAhzab:45-47). Basyira atau kabar gembira adalah informasi mengenai pahala, imbalan, berkah, manfaat, faidah, kebaikan, atau keuntungan bagi pelaku kebaikan atau yang menjalankan ajaran Islam (perintah Allah SWT). Simbol utama pahala bagi pelaku kebaikan itu adalah surga –sebuah tempat di alam akhirat yang digambarkan penuh kenikmatan dan kesenangan. Informasi berupa ”reward” tersebut berfungsi sebagai dorongan, rangsangan (stimulus), atau motivasi agar komunikan (mad’u) tergerak untuk melaksanakannya. Contoh kabar baik itu sebagaimana ayat berikut ini: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 14 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 syurga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya”. (QS. Al-Bayinah: 7-8) Nadzira atau peringatan adalah ”kabar buruk” berupa informasi tentang ancaman atau balasan bagi pelaku keburukan, kejahatan, atau perilaku yang bertentangan dengan ajaran Islam –pelanggaran atas larangan Allah SWT. Informasi berupa ”punishment” tersebut berisi pesan agar komunikan tidak melakukan keburukan atau melanggar ajaran Islam. Contoh kabar buruk itu antara lain: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir Yakni ahli kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk”. (QS. Al-Bayinah:6). Kedua, ‘Amar Ma’ruf Nahyi Munkar, ajakan kepada kebaikan (ma’rufat) atau menegakkan kebaikan sekaligus mencegah dan melenyapkan kemunkaran (munkarot) atau keburukan. Ma'rufat adalah kebaikan, yakni segala kebaikan atau sifat-sifat baik yang sepanjang masa telah diterima sebagai baik oleh hati nurani manusia. Munkarat sebaliknya, yaitu segala dosa dan kejahatan yang sepanjang masa telah dikutuk oleh watak manusia sebagai jahat (Abul A’la al-Maududi, Nizhamul Hayat fi al-Islam). Dalam Islam, ma'rufat adalah hal-hal yang wajib, sunat, dan mubah dilakukan. Munkarat adalah hal-hal yang haram dan makruh dilakukan. ‘Amar Ma’ruf Nahyi Munkar merupakan karakter ”umat terbaik” (khairu ummah), yakni umat Islam, khususnya umat Islam generasi pertama –umat Islam pada zaman Nabi Muhammad Saw. "Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah" (QS. Ali Imran:110). Cukup banyak hadits Nabi Saw tentang kewajiban ‘amar ma’ruf nahyi munkar ini, antara lain: "Barang siapa mengajak kepada suatu kebaikan, maka ia mendapat pahala seperti orang yang mengikutinya, dengan tidak mengurangi sedikitpun pahala-pahala mereka. Dan barang siapa yang mengajak kepada kesesatan maka ia akan mendapat dosa seperti orang yang mengikutinya, dengan tidak mengurangi sedikit pun dosadosa mereka." (H.R. Muslim) "Barangsiapa yang menunjukkan suatu kebaikan maka ia mendapat pahala seperti orang yang mengerjakannya" (H.R. Muslim) "Barang siapa di antara kamu sekalian melihat suatu kemunkaran, maka hendaklah ia merubah dengan kekuasaannya, kalau tidak mampu maka dengan tegurannya, dan kalau tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan yang terakhir adalah selemah-lemahnya iman" (H.R. Muslim) "Bahwasanya manusia itu bila mengetahui orang berbuat zhalim kemudian mereka tidak mengambil tindakan, maka Allah akan meratakan siksaan kepada mereka semua" (H.R. Abu Daud, Tirmidzi dan Nasa'i). "Demi Tuhan yang jiwaku berada dalam kekuasaanNya, kamu harus sungguhsungguh menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran, kalau tidak Allah akan menurunkan siksaan kepadamu, kemudian kamu berdoa kepadaNya, maka tidak akan dikabulkan doamu itu" (H.R. Tirmidzi). Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 15 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 "Jauhilah olehmu sekalian duduk di jalan-jalan." Para sahabat berkata: "Ya Rasulullah kami tidak bisa meninggalkan tempat duduk kami (di jalan) itu dimana kami berbincang-bincang di sana." Rasulullah menjawab: "Apabila kamu sekalian enggan untuk tidak duduk di sana maka penuhilah hak jalan itu." Para shahabat bertanya: "Apakah hak jalan itu ya Rasullah." Beliau menjawab: "Yaitu memejamkan mata, membuang kotoran, menjawab salam, serta menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran." (H.R. Bukhari dan Muslim).* Prinsip Cara Dalam hal cara (how), prinsip komunikasi dakwah terkandung dalam QS. AnNahl:125-127. ”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah (bilhikmah) dan pelajaran yang baik (mauizhah hasanah) dan bantahlah mereka dengan cara yang baik (mujadalah). Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” Ada tiga cara dalam berdakwah menurut ayat tersebut, yakni bil-hikmah, mau'idzatul hasanah, dan mujadalah billati hiya ahsan. Pertama, Bil-hikmah dimaknai sebagai alasan, dalil (Al-Quran dan Al-Hadits), argumentasi, atau hujjah yang dapat diterima rasio atau akal. Ada pula ulama tafsir yang memaknainya sebagai ”ucapan yang tepat dan benar”. Cara demikian berlaku bagi kalangan intelektual atau cendekiawan yang berpikir kritis. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan hikmah sebagai ”kebijaksanaan, kesaktian, dan makna yang dalam”. Secara bahasa, al-hikmah berarti ketepatan dalam ucapan dan amal. Pendapat lain menyebutkan al-hikmah berarti mengetahui perkaraperkara yang ada dan mengerjakan hal-hal yang baik; pemahaman, akal, dan kebenaran dalam ucapan selain kenabian. Ulama asal Arab Saudi, Abdul Aziz bin Baz bin Abdullah bin Baz. berdasarkan penelitiannya menyimpulkan bahwa hikmah mengandung arti sebagai berikut: “Petunjuk yang memuaskan, jelas, serta menemukan (mengungkapkan) kebenaran, dan membantah kebatilan. Oleh karena itu, telah berkata sebagian mufassir bahwa makna hikmah adalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya Al-Qur’an adalah hikmah yang agung. Karena sesungguhnya di dalam Al Qur’an ada keterangan dan penjelasan tentang kebenaran dengan wajah yang sempurna (proporsional). Dan telah berkata sebagian yang lain bahwa makna hikmah adalah dengan petunjuk dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.” Kedua, Mau'idzatul hasanah yakni dengan ajaran, nasihat, dan didikan yang baik-baik, lemah-lembut, dapat menyentuh akal dan hati (perasaan), dan mudah dipahami. Cara tersebut berlaku bagi golongan awam, orang kebanyakan yang belum dapat berpikir kritis dan mendalam. Termasuk di dalamnya memberikan motivasi, pujian, dan peringatan. Ketiga, Mujadalah billati hiya ahsan, yakni dengan bertukar pikiran, dialog, diskusi, atau debat guna mendorong supaya berpikir secara sehat dan menerima kebenaran (Islam) dengan cara mengemukakan argumentasi yang lebih baik untuk mengatasi argumentasi lawan debat. Cara demikian cocok buat golongan yang tingkat kecerdasannya di antara kedua golongan tersebut. Perdebatan disampaikan dengan cara yang lembut, bukan cara yang keras dan kasar. Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 16 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Cara dakwah juga dikemukakan Nabi Muhammad Saw, seperti dalam sebuah haditsnya: "Barangsiapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, maka ubahlah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak sanggup (mengubah dengan tangan), maka ubahlah dengan lisannya. Jika (dengan lisan) masih belum sanggup juga, maka ubahlah dengan hatinya dan ini adalah selemah-lemahnya iman." (HR.Muslim). Pertama, mengubah dengan tangan (biyadih), yakni dengan otoritas atau kewenangan yang biasanya dimiliki seorang penguasa atau pemimpin. Penguasa dapat mengubah kemunkaran dengan cara membentuk peraturan atau Undang Undang yang mengikat seluruh pengikutnya. Kedua, mengubah kemunkaran dengan lisan (bil lisan), yakni dengan ucapan, perkataan, atau ungkapan pemikiran yang mengajak atau mempengaruhi orang menuju kebenaran Islam. Ceramah di mimbar atau menulis di media massa dapat masuk dalam kategori ini. Aksi-aksi demonstrasi, orasi, pembuatan spanduk, poster, dan pamflet berisi seruan kebenaran (al-haq) pun termasuk dalam kategori ini. Ketiga, mengubah kemunkaran dengan hati (bil qolbi), yakni hati tidak menyetujui kemunkaran yang ada, namun tidak memiliki kekuatan untuk mengubahnya dengan tangan ataupun dengan lisan. Pilihan ketiga ini adalah selemahlemahnya iman (adh’aful iman). Artinya, jika pilihan ketiga ini pun tidak dilakukan seorang Muslim, maka imannya harus dipertanyakan, karena orang beriman pasti menolak terjadinya kemunkaran. Menurut Dr. Kuntowijoyo (1997), hadits tersebut merupakan ”strategi perubahan sosial-politik”. Pada kenyataannya, kata Kunto, selama ini terdapat tiga macam strategi yang diterapkan oleh umat Islam yang rujukannya hadits di atas: struktural, kultural, dan mobilitas sosial. Tangan, lidah, dan hati masing-masing menunjuk ke struktur, kultur, dan mobilitas sosial. Mengubah dengan tangan berarti perubahan struktural. Mengubah dengan lidah berarti perubahan kultural. Mengubah dengan hati berarti perubahan sosial, tanpa usaha tertentu hanya menunggu waktu. Rumus strategi struktural ialah pemberdayaan (empowerment) masyarakat, melalui tahapan memunculkan kesadaran kritis dan solidaritas sosial di mana kelompok kritis bersatu dalam sebuah gerakan dan menularkan kesadaran itu pada masyarakat. Strategi yang menonjolkan syari'ah ini mementingkan perubahan perilaku kolektif dan struktur politik. Strategi kultural menekankan perubahan perilaku individual dan cara berpikir mementingkan perubahan di dalam. Strategi ini menonjolkan hikmah di mana berlaku rumusan umum mengenai dakwah (kaifiyat dakwah seperti tercantum dalam Q.S. AnNahl:125). Cara yang baik berarti cara-cara kultural, sama sekali tidak menggunakan pendekatan kekuasaan, paksaan, dan kekerasan. Mengenai strategi mobilitas sosial, Kunto merujuk kepada kelahiran Syarekat Islak (SI) dan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) karena adanya perubahan struktur sosial kelahiran golongan terpelajar dan pedagang sebagai kelas menengah baru di kota-kota. Sepanjang abad ke-9 mereka melawan kolonialisme hanya "melawan dengan hati". Ketika "Islam Politik" dikucilkan sepanjang 19701990, mereka juga hanya mampu "mengubah dengan hati". Gaya Bicara (Qaulan) Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 17 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Dalam berbagai literatur tentang komunikasi Islam kita dapat menemukan setidaknya enam jenis gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam, yakni (1) Qaulan Sadida, (2) Qaulan Baligha, (3) Qulan Ma’rufa, (4) Qaulan Karima, (5) Qaulan Layinan, dan (6) Qaulan Maysura. 1. Qaulan Sadida yaitu perkataan yang benar, mengandung kebenaran semata, alias tidak dusta, tidak bohong. Dengan demikian, komunikasi manipulatif – komunikasi yang memanipulasi fakta, data, atau mengandung kebohongan— dilarang. “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Qaulan Sadida --perkataan yang benar” (QS. 4:9). Qaulan Sadidan berarti pembicaran, ucapan, atau perkataan yang benar, baik dari segi substansi (materi, isi, pesan) maupun redaksi (tata bahasa). Dengan demikian, komunikasi dakwah atau komunikasi Islam harus menginformasikan atau menyampaikan kebenaran, faktual, hal yang benar saja, jujur, tidak berbohong, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta. Keharusan itu dipertegas dengan dalil lain: “Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta” (QS. Al-Hajj:30). “Hendaklah kamu berpegang pada kebenaran (shidqi) karena sesungguhnya kebenaran itu memimpin kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga” (HR. Muttafaq ‘Alaih). “Katakanlah kebenaran walaupun pahit rasanya” (HR Ibnu Hibban). Dari segi redaksi, komunikasi dakwah harus menggunakan kata-kata yang baik dan benar, baku, sesuai kadiah bahasa yang berlaku. “Dan berkatalah kamu kepada semua manusia dengan cara yang baik” (QS. Al-Baqarah :83). “Sesungguhnya segala persoalan itu berjalan menurut ketentuan” (H.R. Ibnu Asakir dari Abdullah bin Basri). Dalam bahasa Indonesia, maka komunikasi hendaknya menaati kaidah tata bahasa dan mengguakan kata-kata baku yang sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). 2. Qaulan Baligha –ucapan yang lugas, efektif, dan tidak berbelit-belit. Katakata yang digunakan langsung dapat dipahami dengan mudah. “Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka Qaulan Baligha --perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.“ (QS An-Nissa :63). "Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar (takaran kemampuan) akal mereka" (HR. Muslim). Kata baligh berarti tepat, lugas, fasih, dan jelas maknanya. Qaulan Baligha artinya menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point), dan tidak berbelit-belit atau bertele-tele. Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 18 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka. “Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar akal (intelektualitas) mereka" (H.R. Muslim). ”Tidak kami utus seorang rasul kecuali ia harus menjelaskan dengann bahasa kaumnya”(QS.Ibrahim:4). Gaya bicara dan pilihan kata dalam berkomunikasi dengan orang awam tentu harus dibedakan dengan saat berkomunikasi dengan kalangan cendekiawan. Berbicara di depan anak TK tentu harus tidak sama dengan saat berbicara di depan mahasiswa. Dalam konteks akademis, kita dituntut menggunakan bahasa akademis. Saat berkomunikasi di media massa, gunakanlah bahasa jurnalistik sebagai bahasa komunikasi massa (language of mass communication). 3. Qulan Ma’rufa –perkataan yang baik, santun, dan tidak kasar. Kata Qaulan Ma`rufan yang disebutkan dalam sejumlah ayat Al-Quran artinya perkataan yang baik, ungkapan yang pantas, santun, menggunakan sindiran (tidak kasar), tidak menyakitkan atau menyinggung perasaan, serta pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat). “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya[268], harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Ma’rufa --kata-kata yang baik.” (QS AnNissa:5) “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) Qaulan Ma’rufa --perkataan yang baik…” (QS. AlBaqarah:235). “Qulan Ma’rufa --perkataan yang baik-- dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah: 263). “Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya] dan ucapkanlah Qaulan Ma’rufa --perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab: 32). “Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Ma’rufa –perkataan yang baik” (QS An-Nissa :8). 4. Qaulan Karima –kata-kata yang mulia dan penuh penghormatan. “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orangtuamu dengan sebaikbaiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, seklai kali janganlah kamu mengatakan kepada kedanya perkatan ‘ah’ dan kamu janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Karima --ucapan yang mulia” (QS. Al-Isra: 23). Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 19 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Qaulan Karima adalah perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama. Dalam ayat tersebut perkataan yang mulia wajib dilakukan saat berbicara dengan kedua orangtua. Kita dilarang membentak mereka atau mengucapkan kata-kata yang sekiranya menyakiti hati mereka. Qaulan Karima harus digunakan khususnya saat berkomunikasi dengan kedua orangtua atau orang yang harus kita hormati. Dalam konteks jurnalistik dan penyiaran, Qaulan Karima bermakna mengunakan kata-kata yang santun, tidak kasar, tidak vulgar, dan menghindari “bad taste”, seperti jijik, muak, ngeri, dan sadis. 5. Qaulan Layinan –ucapan yang lemah-lembut menyentuh hati. “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan Qulan Layina --katakata yang lemah-lembut...” (QS. Thaha: 44). Qaulan Layina berarti pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati. Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, yang dimaksud layina ialah kata kata sindiran, bukan dengan kata kata terus terang atau lugas, apalagi kasar. Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun agar berbicara lemah-lembut, tidak kasar, kepada Fir’aun. Dengan Qaulan Layina, hati komunikan (orang yang diajak berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya tergerak untuk menerima pesan komunikasi kita. Dengan demikian, dalam komunikasi Islam, semaksimal mungkin dihindari kata-kata kasar dan suara (intonasi) yang bernada keras dan tinggi. 6. Qaulan Maysura –ucapan yang menyenangkan dan tidak menyinggung perasaan. ”Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhannya yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka Qaulan Maysura -ucapan yang mudah dan menyenangkan” (QS. Al-Isra: 28). Qaulan Maysura bermakna ucapan yang mudah, yakni mudah dicerna, mudah dimengerti, dan dipahami oleh komunikan. Makna lainnya adalah kata-kata yang menyenangkan atau berisi hal-hal yang menggembirakan. Prinsip-prinsip komunikasi dakwah di atas secara praktis dilaksanakan sekaligus dicontohkan Nabi Muhammad Saw. Beliau menerapkan cara berbeda dalam komunikasi dakwahnya sesuai dengan objek dakwah yang dihadapinya. Sebagai contoh, ketika beliau didatangi seorang laki-laki. Ia berkata,”Wahai Rasulullah, aku ingin masuk Islam. Tetapi, aku tidak bisa meninggalkan zina.” Seketika emosi para sahabat terpancing. Mereka meminta penjelasan tentang perbuatan dan ucapan orang tersebut. Bagi mereka, penyataan itu hanya mengikuti nafsu. Rasulullah bersabda” Biarkan dia!”. Lalu beliau mengajaknya berbincangbincang dan membuatya merasa puas. Nabi tidak mencela dan menghinanya dengan keras di depan orang. Beliau hanya bertanya,” Relakah kamu bila ibumu dizinai (orang lain)?”. Lelaki itu menjawab: ”Tidak!”. Rasulullah bertanya lagi, “Relakah kamu jika putrimu dizinai?” Lelaki itu menjawab: “Tidak”. Rasulullah bersabda, ”Relakah kamu bila bibimu dizinai?” Lelaki itu menjawab: “Tidak”. Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 20 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Nabi bersabda, ”Bagaimana orang lain akan rela, padahal kamu sendiri tidak rela dengan hal itu.” Lalu lelaki itu kemudian memiliki semangat keislaman. Dia membayangkan sikap orang-orang ketika kerabat mereka dizinai, seperti sikapnya ketika kerabat wanitanya dizinai. Lalu lelaki itu berkata,” Aku bertobat kepada Alah dari perbuatan zina”.* Bagian 3 Komunikator: Juru Dakwah Komunikator adalah pelaku (subjek, fa’il, ‘amil) komunikasi. Ia bertindak sebagai pengirim pesan (sender) dalam sebuah proses komunikasi. Komunikator dakwah pada dasarnya adalah semua orang yang berkomunikasi tentang keislaman atau nilai-nilai Islam, baik secara informal –seperti obrolan dua orang teman-- maupun formal –seperti ceramah pengajian dan khotbah Jumat. Dalam komunikasi dakwah, komunikator adalah da’i, juru dakwah, yakni subjek (pelaku) kegiatan dakwah. Komunikator dakwah adalah tiap individu Muslim karena karena setiap Muslim wajib berdakwah sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas masing-masing. Pada praktiknya, komunikator dakwah dapat berupa perorangan dan lembaga atau organisasi –lembaga dakwah. Organisasi massa Islam (Ormas Islam) merupakan komunikator dakwah karena lazimnya ormas Islam bergerak di bidang dakwah Islam. Kewajiban dakwah dapat dilaksanakan berbagai cara, sesuai dengan kemampuan dan kesempatan masing-masing individu. Yang memiliki waktu luang banyak bisa menjadi aktivis sebuah lembaga dakwah, ormas Islam, atau menjadi jurudakwah (da'i). Namun, yang tidak memiliki waktu luang bukan berarti tidak bisa menjadi Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 21 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 aktivis dakwah. Pasalnya, dakwah memiliki dimensi yang sangat luas, tidak selalu berarti ceramah, khotbah, atau menjadi pengurus-anggota lembaga dakwah. Bahkan jika kita ”hanya” menyumbangkan dana (infak) ke sebuah lembaga dakwah atau donatur kegiatan dakwah, pahalanya bisa dinilai sama dengan pelaksana dakwah di lapangan. Ketika seseorang memasukkan sejumlah uang ke dalam ”kencleng” masjid, hakikatnya ia turut memakmurkan masjid dan berkontribusi dalam aktivitas dawah yang diadakan pengurus masjid. Hal itu mengambil analogi dari sebuah hadits tentang perang di jalan Allah. ”Barangsiapa yang turut membantu persiapan perang, maka hakikatnya ia turut terjun ke medan perang” (HR Muslim). Dakwah memiliki dimensi yang luas. Menurut Fuad Amsyari (1993), ada empat aktivitas utama dakwah: Pertama, mengingatkan orang akan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dengan lisan. Kedua, mengkomunikasikan prinsip-prinsip Islam melalui karya tulisnya. Ketiga, memberi contoh keteladanan akan perilaku/akhlak yang baik. Keempat, bertindak tegas dengan kemampuan fisik, harta, dan jiwanya dalam menegakkan prinsip-prinsip Ilahi. Keluasan dimensi dakwah yang diurai ke dalam empat aktivitas itu setidaknya menunjukkan, dakwah tidak identik dengan ceramah atau khotbah, juga tidak identik dengan menjadi da’i dan aktivis-anggota sebuah lembaga dakwah. Tentu saja, jauh lebih baik jika kita bergabung dengan lembaga dakwah dan menjalankan aktivitas dakwah secara berjamaah. Dengan aktif di lembaga dakwah, selain berjamaah yang berarti jauh lebih powerful, aktivitas dakwah kita terprogram, terjadwal, fokus, dan lebih terarah. Lazim dikemukakan, ada tiga jenis dakwah yang berkembang saat ini, yakni dakwah bil Lisan/bil qoul, dakwah bil qolam/bil kitabah, dan dakwah bil hal. Dakwah bil lisan yakni dakwah yang disampaikan dalam bentuk ceramah, pengajian, khutbah, atau penyampaian dan ajakan kebenaran dengan kata-kata (berbicara). Orasi dalam aksi demonstrasi bisa masuk dalam kategori ini. Ilmu yang diperlukan untuk jenis ini adalah ilmu berbicara atau ilmu retorika/pidato (public speaking). Dakwah bil hal dipahami sebagai dakwah yang dilakukan melalui aksi atau tindakan nyata, misalnya melalui aktivitas kelembagaan seperti ormas Islam, lembaga pendidikan Islami, lembaga sosial-ekonomi (BMT dan Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah --LAZIS), bakti sosial, dan sebagainya. Dakwah bil qalam yakni dakwah yang disampaikan melalui tulisan yang diterbitkan atau dipublikasikan melaui media massa, buku, buletin, brosur, spanduk, pamflet, dan sebagainya. Keahlian yang diperlukan untuk dakwah jenis ini adalah kemampuan menulis (ilmu jurnalistik) atau ilmu komunikasi tulisan. Selain ketiga hal tersebut, ada juga yang disebut dakwah bil qudwah, yakni dakwah melalui keteladanan sikap atau perilaku. Metode dan pilihan jenis dakwah mana pun yang kita pilih, dapat dilakukan secara sendirian ataupun melalui kelembagaan. Namun, jika melakukannya sendirian, maka program, arah, dan kekuatan serta pengaruhnya tidak akan sekuat dan sebaik berjamaah –bergabung dengan lembaga dakwah. Keutamaan bergabung dengan jamaah atau lembaga dakwah (amal jama’i) antara lain: Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 22 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Pertama, aktivitas dakwah akan lebih terprogram, terjadwal, terarah, dan fokus. Kendala atau masalah yang muncul pun akan dihadapi dan diatasi secara bersama-sama –sebuah beban seberat apa pun akan terasa ringan jika dihadapi secara bersama. Kedua, bisa memilih peran, bagian, unit, atau bidang sesuai dengan kemampuan kita (spesialisasi). Ketiga, dapat memberikan kontribusi sekecil apa pun dalam kegiatan dakwah, mulai dari pemikiran, ide, tenaga, hingga harta kekayaan. Berorganisasi, masuk dalam barisan jihad dan dakwah, atau amal jama'i wajib hukumnya bagi kaum muslimin, apalagi bagi para aktivis dakwah. Amal jama’i adalah suatu pekerjaan oleh orang-orang yang terstruktur, satu komando, satu perintah, dan ada spesialisasi dakwah. Ali bin Abi Thalib pernag berkata, “Daki hidup berjamaah lebih saya cintai daripada jernih sendiri”. Alasannya, banyak orang yang mampu untuk suci sendiri, tetapi berapa banyak orang yang mampu bertahan dengan dinamika amal jama’i? Masih kata Ali bin Abi Thalib: “Sebuah kebenaran yang tidak terorganisasi akan dapat dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisasi”. Amal jama’i adalah kewajiban syar’i. “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (Agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya...” (QS. 3:103). Moralitas Meski setiap Muslim adalah da’i, namun saat ini da’i juga merupakan sebuah “profesi”, yakni orang yang secara khusus beraktivitas dalam bidang dakwah, khususnya dakwah dengan lisan (ceramah). Seorang da’i biasanya bergelar ustadz, kyai, atau ulama karena penguasaan ilmu agamanya sangat luas dan baik. Karena tugasnya mengajak dan menyeru orang lain ke jalan Tuhan (Islam), maka aspek moralitas da’i sangatlah penting demi efektivitas dakwahnya. Aspek moralitas ini membentuk integritas da’i dan menentukan kepercayaan komunikan (objek dakwah) atau publik terhadap da’i (komunikator). Dalam konteks Islam, moralitas ini adalah akhlaqul karimah (budi pekerti yang mulia) atau akhlaqul mahmudah (perangai terpuji). Dalam hal moralitas, standard moralitas yang lazim dijadikan acuan adalah sifat-sifat Nabi dan Rasulullah, yakni:  Shiddiq --benar, cinta kebenaran, selalu berkata benar dan tidak dusta.  Amanah –terpercaya, dapat dipercaya, tidak khianat.  Tabligh –menyampaikan kebenaran, fakta, dan tidak menyembunyikannya.  Fathonah –cerdas dalam memahami masalah dan menemukan solusi, juga piawai, mahir, pandai, atau memiliki intelektualitas memadai. Kompetensi Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 23 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Tidak semua Muslim mampu menjadi da’i dalam pengertian “da’i profesional” karena ia membutuhkan kompetensi khusus, yakni penguasaan materi (ilmu agama Islam) dan keahlian komunikasi –utamanya komunikasi verbal publci speaking (ceramah, retorika, pidato). Meskipun demikian, dalam konteks dakwah sebagai kewajiban, setiap Muslim berkompeten menjadi da’i karena ia wajib mengajak sesama Muslim kepada kebaikan dan menjauhi kemunkaran (‘amar ma’ruf nahyi munkar), saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran (QS. Al-‘Ashr:3), dan “sampaikanlah dariku walaupun satu ayat” (Hadits). Kompetensi da’i dibangun dengan penguasaan materi dakwah (ajaran Islam) secara baik dan komprehensif dan penguasaa keterampilan komunikasi sesuai dengan sarana dakwah yang digunakannya. Sarana dakwah berupa mimbar/podium membutuhkan keahlian komunikasi verbal (speaking skill/public speaking). Sarana dakwah media massa cetak dan media online membutuhkan keahlian menulis (writing skill). Sarana dakwah radio dan televisi membutuhkan keahlian penyiaran (broadcasting skill). Gaya berbicara di mimbar tentu berbeda dengan di radio/televisi. Bahasa tulisan juga berbeda dengan bahasa lisan. Efektivitas dan keberhasilan komunikasi dakwah sangat ditentukan oleh moralitas, integritas, dan kredibilitas komunikator dakwah (da'i) dan kepiawaiannya mengemas pesan-pesan agama yang meyakinkan objek dakwah tentang kebenaran dan pentingnya pesan yang ia sampaikan. Merujuk pada teori komunikasi persuasif, efektifitas komunikasi dakwah ditentukan oleh tiga faktor, yakni kredibilitas, atraksi, dan otoritas. Kredibilitas dibangun oleh moralitas atau akhlak da’i. Objek dakwah tentu tidak akan mau mendengarkan nasihat atau pesan-pesan kebaikan dan kebenaran Islam dari seseorang yang diketahui ia sendiri tidak melaksanakannya. Dengan kata lain, kredibilitas menyangkut reputasi da’i dalam pengamalan ajaran Islam. Kredibilitas juga dibangun oleh keterampilan berkomunikasi atau “penguasaan panggung”. Kredibilitas da’i tidak akan muncul jika ia tidak lancar berbicara di atas mimbar, di depan mikropon (radio), di depan kamera (televisi), atau tulisannya tidak enak dibaca (media cetak), meskipun dari sisi substansi ia sangat menguasai masalah (ahli agama). Atraksi adalah daya tarik komunikator, seperti daya tarik fisik dan keramahan, juga gaya berbicara atau gaya bahasa. Da’i humoris, sebagai contoh, memiliki daya tarik tinggi, demikian pula da’i yang berparas tampan atau da’iyah berparas cantik. Atraksi juga dapat disiasati dengan cara berpakaian (wardrobe) dan teknik vokal (speaking technique). Otoritas, kewenangan, atau kekuasaan adalah “kemampuan menimbulkan ketundukan” atau kekuatan untuk membuat publik yakin, percaya, dan bertindak. Mengacu kepada “teori kekuasaan” John Frenc dan Bertam Raven (1959), kekuasaan da’i dapat dibangun oleh pengetahuan, pengalaman, dan keahliannya dalam bidang agama serta kemampuan dalam mengkomunikasikannya (expert power); kekuatan informasi (informational power) yang disampaikan karena bersumberkan – misalnya—ayat Quran dan hadits sahih; keteladanan sang da’i sehingga ia menjadi panutan atau rujukan (referent power). Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 24 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Merujuk pada teori Aristoteles, komunikator dakwah hendaknya memiliki Ethos, Phatos, dan Logos. Ethos terdiri dari pikiran yang baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik (good sense, good moral character, good will). Pathos adalah kemampuan menyentuh hati dan perasaan khalayak: perasaan, emosi, harapan, kebencian, dan kasih-sayang. Pathos menunjukkan imbauan emosional (emotional appeals) misalnya melalui diksi kata-kata yang indah, menggugah, dan kalimat dan nada bicara yang bervariasi. Logos adalah meyakinkan khalayak dengan mengajukan bukti atau yang tampak sebagai bukti kebenaran. Logos merupakan imbauan logis (logical appeals) berdasarkan argumen dan pikiran yang mantap, dalam hal dakwah bersumberkan dalil naqli (Al-Quran & Hadits) dan dalil aqli (pemikiran rasional). Sebagai kesimpulan, komunikator dakwah hendaknya: 1. Memiliki moralitas, integritas, dan kompetensi. 2. Menguasai dan menyusun isi, materi, atau pesan dakwah dengan baik sehingga mudah dimengerti. 3. Menguasai media atau sarana (channel) yang digunakan dalam berdakwah –lisan dan tulisan; mimbar, radio, televisi, media cetak, media online. 4. Mampu menyesuaikan gaya bicara atau gaya bahasa dengan media yang digunakannya. 5. Bijak dalam menyampaikan pesan dakwah, dalam arti menyesuaikan dengan situasi dan kondisi objek dakwah.* Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 25 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Bagian 4 Komunikan: Objek Dakwah Komunikan, objek dakwah, sasaran dakwah, atau mad’u adalah orang atau publik yang menerima pesan dakwah. Perannya adalah menerima, menerjemahkan, memahami, dan menyikapi atau mengamalkan pesan tersebut. Secara umum, mad’u adalah seluruh manusia sebagai makhluk yang harus tunduk kepada aturan Sang Pencipta (Khaliq), yakni Allah SWT. Pesan dakwah yang disampaikan kepada mereka adalah aturan Sang Khaliq tersebut, yakni ajaran agama Islam. Posisi atau status manusia di muka bumi ini adalah sebagai hamba Allah (’abid), wakil Allah di muka bumi (khalifah), dan makhluk kepercayaan atau pengemban amanah-Nya. Pesan-pesan dakwah bertujuan menyeru manusia untuk mampu dan mau melaksanakan tugasnya di bumi sebagai abid, khalifah, dan pengemban amanah tersebut. Sebagai hamba Allah, tugas manusia adalah beribadah atau mengabdi kepadaNya. “Tidak Aku ciptakan jin dan manusia itu melainkan untuk beribadat”. (QS. Az-Zariat:56) “Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ibadat kepada-Nya“. (QS. Al-Bayyinah:5). Sebagai khalifah, manusia bertugas mengisi dan memakmurkan bumi atau kehidupan dunia ini dengan menegakkan agama Allah (Islam). “Ingatlah ketika Rabmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." … (QS. Al-Baqarah:30). “Dialah (Allah) yang menjadikan kalian sebagai khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri...” (QS. Fathir:39). “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang soleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan mengkhalifahkan mereka (menjadikan mereka berkuasa) di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengganti (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur:55). “Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka putuskanlah (semua perkara) di antara manusia dengan adil (yang dimaksud dengan ‘adil’ adalah hukum Allah ) dan janganlah kamu mengikuti hawa Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 26 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orangorang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS. Shaad:26). Sebagai pengemban amanah, manusia bertugas menaati semua perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya. “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab:72). Tafsir Al-Quran versi Departemen Agama menyebutkan, Allah SWT telah menawarkan tugas-tugas keagamaan kepada langit, bumi, dan gunung-gunung; dan karena ketiganya tidak mempunyai kesediaan dan persiapan untuk menerima amanat yang berat itu maka semuanya enggan untuk memikul amanat yang disodorkan Allah kepada mereka dan mereka khawatir mengkhianatinya. Lalu amanat untuk melaksanakan tugas-tugas keagamaan itu disodorkan kepada manusia dan manusia menerimanya dengan akibat bahwa barangsiapa yang memenuhi itu akan diberi pahala dan dimasukkan ke dalam surga dan sebaliknya barangsiapa yang mengkhianatinya akan disiksa dan di masukkan ke dalam api neraka. Manusia walaupun bentuk fisiknya kecil dibandingkan dengan ketiga makhluk lain (langit, bumi, dan gunung-gunung), berani menerima amanat tersebut karena persiapan dan kesediaan ada padanya. Secara umum, berdasarkan (QS. Al-Baqarah:2-5), umat manusia dibagi dalam tiga golongan, yakni orang-orang yang beriman-bertakwa (muttaqin), kaum yang mengaku beriman padahal tidak (munafiqin), dan orang-orang yang mengingkari atau tidak beriman kepada Allah (kafirin). Tugas dakwah adalah memperkuat iman dan takwa golongan pertama sekaligus “mengatasi” dua golongan terakhir agar masuk kepada golongan pertama. Merujuk kepada QS. Al-Fathir:30, kaum mukmin atau umat Islam terbagi ke dalam tiga golongan, yakni golongan yang menganiaya diri sendiri (dzalimu linafsih), kelompok “pertengahan” (muqtashid), dan mereka yang bersegera dalam menjalankan perintah Allah (sabiqun bil khairat). Tujuan dakwah adalah memperkuat golongan ketiga sekaligus mendorong golongan pertama dan kedua memasuki golongan ketiga. Golongan Dzalimu Linafsih yaitu golongan orang yang menganiaya dirinya sendiri, kejelekannya lebih banyak dari kebaikannya. Golongan Muqtashid yaitu golongan pertengahan, golongan orang-orang yang kebaikan dan keburukannya seimbang. Golongan Sabiqun bil khairat bi idhnillah yaitu golongan orang-orang yang kebaikannya jauh lebih besar, lebih banyak daripada keburukannya. (Tafsir Al-Quran Depag). Golongan Mad’u Sebagai mad’u, manusia dibagi tiga golongan juga. Berdasarkan QS. AnNahl:125, Syaikh Muhammad Abduh (dalam M. Natsir, 1987), membagi objek dakwah kedalam tiga golongan. Masing-masing golongan itu harus dihadapi dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan hadits: "Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar (takaran kemampuan) akal mereka" (HR. Muslim). Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 27 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Pertama, ada golongan cerdik-cendekiawan yang cinta kebenaran, berpikir kritis, dan cepat tanggap. Mereka ini harus dihadapi dengan hikmah, yakni dengan alasan-alasan, dalil dan hujjah yang dapat diterima oleh kekuatan akan mereka. Kedua, ada golongan awam, orang kebanyakan yang belum dapat berpikir kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian tinggi-tinggi. Mereka ini dipanggil dengan mau'idzatul hasanah, dengan ajaran dan didikan, yang baik-baik, dengan ajaran-ajaran yang mudah dipahami. Ketiga, ada golongan yang tingkat kecerdasannya di antara kedua golongan tersebut. Mereka ini dipanggil dengan mujadalah billati hiya ahsan, yakni dengan bertukar pikiran, guna mendorong supaya berpikir secara sehat. Objek Dakwah Media Dalam konteks komunikasi massa –dalam hal ini komunikasi dakwah melalui media massa, mad’u terbagi dalam empat kategori massa, yakni massa pembaca (media cetak), netter atau user (media online), pendengar (radio), dan pemirsa (televisi). Masing-masing kategori massa memiliki karakteristik yang harus dipahami dan disikapi dengan tepat oleh komunikator dakwah. Karakter massa pembaca (media cetak) antara lain pembaca judul, pembaca lead, dan pembaca naskah ringkas. Demikian pula karakteristik netter atau user (media online). Mereka diasumsikan sebagai massa yang terburu-buru, ingin segera tahu, dan memiliki waktu singkat, sehingga memilih tulisan yang paling penting, ringkas, menyangkut kehidupan keseharian mereka, dan paling menarik. Massa pendengar (radio) umumnya suka musik. Pendengar radio mayoritas menyalakan radio ingin mendengarkan musik. Maka, dakwah di radio sebaiknya diselingi musik religi (nasyid). Pendengar radio juga adalah pribadi-pribadi sehingga dakwah di radio harus menggunakan pendekatan pribadi, seperti gaya bicara ngobrol (conversational style), bukan gaya orasi atau ceramah. Televisi adalah media pandang-dengar (audio-visual). Pemirsa (televisi) menyaksikan da’i sekaligus mendengarkan pembicaraannya. Pemirsa televisi dinilai mempunyai karakter unik karena masing-masing mempunyai kebutuhan yang berbeda, tersebar di mana-mana, menonton bukan karena paksaan tetapi karena tertarik dengan suatu program tayangan. Seorang da’i di televisi wajib memperhatikan penampilan fisik seperti ”tata rias” dan ”tata busana” (wardrobe) agar menarik dan enak dipandang (good looking). Gaya bicara pun tidak seperti ceramah di atas mimbar, tapi gaya obrolan dan dialog yang melibatkan pemirsa. Kehadiran media online (website/blog) memunculkan objek dakwah online, yaki mereka yang ingin mengetahui, memahami, dan mendalami Islam. Umumnya pengguna atau user media online membaca secara cepat, ”terburu-buru”, utamanya karena faktor”daya tahan mata” atau ”ketahanan membaca” di depan layar monitor yang terbatas. Pembaca media online umumnya melakukan “scanning” (membaca sepintas kilas, misalnya pada judul tulisan), lalu memutuskan bagian mana dari teks atau halaman yang mereka pindai untuk diberi perhatian dan waktu lebih (dibaca tuntas). Dengan demikian, artikel dakwah di di media online tersaji untuk dipindai lebih dulu, lalu dibaca atau diabaikan. Seperti pembaca media cetak, user media online juga lebih menyukai tulisan yang ringkas, tidak bertele-tele, lebih menyukai Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 28 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 judul yang ”to the point” atau langsung ke pokok informasi (straightforward), ketimbang judul yang ”lucu” atau ”cantik”.* Bagian 5 Pesan: Materi Dakwah Secara bahasa pesan (message) adalah perintah, nasihat, permintaan, amanat yang disampaikan lewat orang lain (KBBI). Dalam dunia komunikasi, pesan dimaknai sebagai isi atau maksud yang akan disampaikan. Pesan dakwah adalah isi atau materi dalam komunikasi dakwah berupa informasi dalam bentuk bahasa ataupun lewat simbol-simbol yang bisa dimengerti objek dakwah. Pesan atau materi dakwah adalah seluruh ajaran Islam (syari’at Islam). QS. An-Nahl: 125 menyebutnya sebagai “jalan Tuhan” (sabili rabbika). Artinya, pesan dakwah adalah informasi keislaman yang menunjukkan sekaligus mendorong objek dakwah menuju syariat Islam. Fondasi Islam adalah tauhid (keesaan Tuhan), yakni menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya tujuan, Dzat yang harus disembah. Para ulama merinci konsep tauhid menjadi dua bagian, yakni Tauhid Tububiyah dan Tauhid Uluhiyah. Tauhid Rububiyah adalah meyakini bahwa hanya Allah yang Rab (Tuhan) yang menciptakan dan mengatur alam semesta dan segala urusan. Hanya Allah yang memberi rezeki, menghidupkan, dan mematikan. Oleh karena itu, hubungan antara Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 29 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 manusia dengan Allah (hablum minallah) harus ditandai dengan kepasrahan, ketundukan, dan ketaatan. Tauhid Uluhiyah yakni meyakini bahwa Allah-lah satu-satunya Ilah (Tuhan) yang berhak disembah (ma’bud). Hanya kepada-Nya segala pengabdian dan permintaan ditujukan. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Sebagaimana kandungan kalimat thayibah “Laa Ilaaha Illallaah” (Tidada Tuhan selain Allah). Siapa yang berikrar dengan kalimat tersebut, berarti dia bersedia mematuhi kehendak Allah dan tidak akan mengakui kekuasaan selain kekuasaan-Nya. “Karena sesungguhnya Allah. Dialah yang hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah itulah yang batil...” (Q.S. 22:62, 31:30). “Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah...” (Q.S. 47:19). Konsep tauhid menuntun manusia untuk tetap menempatkan Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan. Kepada-Nyalah ia mengabdi. Segala hukum-Nya ditaati. Larangan-Nya dijauhi dan perintah-Nya dijalankan. Umat manusia seluruhnya pada hakikatnya berjiwa tauhid, karenanya ajaran Islam sesuai dengan fitrah manusia yang berjiwa tauhi. Lawan tauhid adalah syirik, menyekutukan Allah SWT, meyakini Tuhan lebih dari satu, atau meyakini ada sesuatu yang setara kekuatan dan kharismanya dengan Tuhan. Dan dosa syirik ini tidak diampuni-Nya. "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni perbuatan syirik, tetapi Dia mengampuni selain dari itu..." (Q.S. 4:48). Tauhid akan melahirkan amal perbuatan yang tertuju semata-mata karena Allah SWT (ikhlas). Artinya, mencari keridhaan-Nya semata. Dengan demikian, hukum Allah SWT senantiasa menjadi acuan dalam perilakunya. Bagi Muslim, hal ini tercermin dalam bacaan Doa Iftitah dalam shalat: "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah demi Allah Pencipta alam semesta" (inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil 'alamin). Juga, tercermin dalam bacaan Q.S. Al-Fatihah, “Hanya kepada-Mu (wahai Allah) kami menyembah dan hanya kepada-Mu jua kami memohon pertolongan”. Garis Besar Kandungan Islam Secara garis besarnya, ajaran Islam meliputi ajaran tentang sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan), sistem ritus (tata peribadatan), dan sistem norma (tata kidah atau tata aturan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan hubungan manusia dengan alam lain), yang diklasifikasikan dalam ajaran tentang: Akidah/Iman, Syari'at/Islam, dan Akhlak/Ihsan (Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pustaka Bandung, 1978). Akidah, Syariat, dan Akhlak dalam Islam merupakan satu-kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Di bidang akidah, Islam mengajarkan kepercayaan atau keimanan terhadap enam hal berikut yang dikenal dengan sebutan Rukun Iman (Arkan al-Iman). 1. Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang menciptakan dan mengatur seluruh alam semesta (tauhid rububiyah) dan satu-satunya Tuhan yang berhak disembah dan dipatuhi ajaran-Nya (tauhid uluhiyah). 2. Para Malaikat-Nya, antara lain Jibril sebagai penyampai wahyu, Mikail sebagai penyampai rezeki, Israfil sebagai peniup sangkakala tanda kiamat, Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 30 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Azroil sebagai pencabut nyawa, Munkar dan Nakir sebagai penanya di Alam Kubur, Rakib dan Atid sebagai pencatat amal baik dan buruk manusia, Malik sebagai penjaga neraka, dan Ridwan sebagai penjaga surga. 3. Kitab-Kitab-Nya, yakni Kitab Zabur yang diturunkan pada Nabi Daud, Taurat (Nabi Musa), Injil (Nabi Isa), dan Al-Quran (Nabi Muhammad). 4. Para Rasul-Nya sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad sebagai pembawa agama wahyu bagi manusia. 5. Hari Akhirat, yakni alam kehidupan sesudah mati atau setelah hancurnya alam dunia beserta isinya yang merupakan alam kekal. 6. Qodho dan Qodar (Takdir), yakni ketentuan Allah tentang segala hal bagi manusia dan makhluk lain. “Iman itu ialah engkau percaya kepada Allah, para malaikat-Nya, kitabkitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan Hari Akhir, serta percaya kepada ketetapan Allah (takdir), baik yang bagus maupun yang buruk” (H.R. Muslim dari Umar). Keimanan terhadap enam hal tersebut harus ditindaklanjuti dengan amal atau tindakan nyata dan bersikap memegang teguh (istiqomah) keimamannya itu. “Iman itu meyakini dalam hati, mengikrarkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan” (H.R. Muslim). “Katakanlah, Aku beriman kepada Allah kemudian pegang teguh (istiqamah) keimanan itu” "Sesungguhnya orang-orang yang berkata 'Tuhan kami ialah Allah', kemudian mereka tetap lurus (istiqamah) dalam keimanannya, niscaya turun kepada mereka malaikat menyampaikan pesan kepada mereka bahwa janganlah kalian takut dan bersedih, dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepada kalian!" (Q.S. Fushilat:30). Di bidang syari'at, Islam mengajarkan tatacara beribadah yang meliputi hubungan dengan Allah SWT (hablum minallah) dan hubungan dengan sesama manusia (hablum minannas). Yang pertama dikenal pula dengan sebutan ibadah mahdhah, yakni ibadah shalat, zakat, puasa, dan haji; sedangkan yang kedua dikenal dengan sebutan ibadah ghair mahdhah dan mu'amalah, meliputi ajaran tentang aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik, hukum, keluarga, dan aspek kehidupan duniawi lainnya. Ibadah mahdhoh disebut pula lima fondasi Islam (Rukun Islam, Arkanul Islam), yakni ikrar syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji. Dengan kelima hal itulah keislaman seseorang dibangun. “Islam itu dibangun oleh lima perkara: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan beribadah haji” (H.R. Bukhori dan Muslim), Ibadah ghair mahdhoh atau mu’amalah meliputi dua hal: 1. Al-Qanunul Khas (Hukum Perdata) meliputi mu’amalah hukum niaga, munakahat (hukum nikah), waratsah (pewarisan), dll. 2. Al-Qanunul ‘Am (Hukum Publik) meliputi jinayah (hukum pidana), khilafah (hukum negara), jihad (hukum perang dan damai), dan sebagainya. Di dalam hukum publik ini juga termasuk konsep-konsep sosial, ekonomi, budaya, dan politik Islam. Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 31 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Di bidang akhlak, Islam mengajarkan pedoman sikap mental atau budi-pekerti dalam bergaul atau berhubungan dengan Allah SWT sebagai Tuhan, dengan sesama manusia, dan dengan alam sekitarnya. Bahkan, bidang akhlak ini menjadi sasaran inti misi Islam, sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Muhammad dalam sebuah haditsnya, "Sesungguhnya aku diutus (Allah SWT) untuk menyempurnakan akhlak yang mulia". Akhlak adalah penentu baik-buruk perilaku seseorang. “Penentu” itu adalah ada atau tiadanya kesadaran dalam diri seseorang tentang pengawasan dari Allah atas segala perilakunya. Sebagaimana disebutkan dalam Nabi Saw ketika mendefinisikan ihsan: “(Ihsan adalah) kamu berbakti kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, maka (yakinlah) bahwa Allah melihatmu” (H.R. Bukhori dan Muslim). Akhlak dalam Islam meliputi: 1. Akhlak terhadap diri sendiri, yakni bagaimana kita memperlakukan diri sendiri dalam menjalani hidup ini. 2. Akhlak terhadap Allah, yakni bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap Alllah SWT. 3. Akhlak terhadap sesama manusia, yakni tata cara bergaul dengan sesama manusia. 4. Akhlak terhadap alam semesta, yakni bagaimana seharusnya kita memperlakukan flora dan fauna, termasuk sikap kita terhadap makhlukmakhluk gaib (jin, setan, dan malaikat). Sistematika Pesan Secara garis besar, pesan dakwah adalah menyeru manusia untuk melaksanakan ajaran Islam, menaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Pada praktiknya, pesan itu disampaikan secara sistematis berdasarkan kebutuhan objek dakwah. Mengacu pada metode penyajian pesan Al-Quran, M. Quraish Shihab dalam Membumikan Al-Qur’an (1998) menyebutkan, Al-Qur’an menempuh beberapa metode yang bisa juga dilakukan komunikator dakwah, yaitu: 1. Mengemukakan kisah, seperti kisah nabi-nabi. 2. Nasihat dan panutan, yakni menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati dibarengi dengan contoh teladan. 3. Pembiasaan menyangkut segi-segi pasif (meninggalkan sesuatu) ataupun aktif (melaksanakan sesuatu). Mengacu kepada “pola pesan persuasif” (pattern for persuasive messages) Alan H. Monroe (1930), sebuah urutan atau sistematika yang bermuara pada tindakan (action) sebagaimana tujuan komunikasi persuasif dan komunikasi dakwah, pesan dakwah hendaknya disusun dengan pola sebagai berikut: a. Attention(Intro) –mampu menarik perhatian dan minat objek dakwah, misalnya dalam hal tema dakwah disesuaikan dengan isu aktual yang tengah menjadi agenda pembicaraan public (public agenda). b. Need/Problem –disesuaikan dengan kebutuhan objek dakwah, misalnya menyangkut masalah yang tengah mereka hadapi. c. Satisfaction/Solution –memberikan kepuasan berupa alternatif solusi dalam perspektif Islam atas masalah yang dihadapi komunikan. Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 32 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 d. Visualization –menciptakan “gambar” dalam pemikiran objek dakwah tentang apa yang akan terjadi jika melakukan atau tidak melakukan sesuatu, misalnya pahala dan adzab, kabar baik dan peringatan (basyira wa nadzira). e. Action –komunikasi berhasil jika komunikan mampu memahami pesan dan melakukan tindakan sesuai dengan pesan yang mereka terima. Misalnya, kabar pahala membuat objek dakwah rajin beribadah dan kabar soal adzab (hukuman Allah) membuat mereka meninggalkan larangan Allah.* Bagian 6 Media: Saluran Komunikasi Dakwah Media (jamak: medium) berarti “perantara”, yaitu alat atau sarana yang digunakan komunikator dakwah untuk menyampaikan pesannya kepada komunikan. Dalam definisi komunikasi Harold D. Laswell, media disebut “saluran” (channel) untuk memudahkan penyampaian pesan. Media komunikasi terdiri atas lambang-lambang (simbol-simbol) kata, gambar, tindakan atau perilaku, dan berbagai teknik serta media yang digunakan untuk berkomunikasi. Yang tergolong media komunikasi adalah sarana yang memudahkan proses komunikasi seperti masjid, balai pertemuan, meeting room, majelis taklim, email, telefon, serta media massa. Media yang biasanya digunakan sebagai saluran untuk pesan vokal misalnya telefon, interkom, pengeras suara, radio, dan sebagainya. Media yang berfungsi sebagai saluran tertulis misalnya surat, internet (email, facebook, twitter, website), memo, suratkabar, majalah dinding, buletin, buku, majalah, dan sebagainya. Media komunikasi juga terbagi kedalam media tradisional dan media modern. Media tradisonal di antaranya folklor (dongeng/cerita rakyat), mitos, legenda, peribahasa, pemeo, pepatah, puisi, nyanyian, teater, dan alat bunyi-bunyian seperti kentongan dan bedug. Melalui saluran media-media tersebut biasanya terjadi “penyampaian pesan” berupa pewarisan nilai budaya dan nasihat dari para leluhur kepada generasi berikutnya atau para orang tua kepada kaum muda. Media modern adalah alat komunikasi berteknologi, seperti telefon, internet, radio, televisi, koran, dan sebagainya. Media Dakwah Media komunikasi dakwah paling populer adalah majelis taklim, acara pengajian, dan khotbah Jumat. Di ketiga media itu seorang komunikator dakwah lazimnya berkomunikasi dakwah secara lisan (ceramah, pidato). Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 33 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Komunikasi dakwah lisan bisa dikatakan sebagai komunikasi dakwah pertama dan berusia paling tua. Para nabi dan utusan Allah menggunakan komunikasi lisan ketika menyampaikan dakwahnya. Karenanya, wajar jika aktivitas dakwah yang paling populer pun adalah komunikasi lisan, berupa ceramah/pidato seperti di majelis taklim atau pengajian. Da’i atau juru dakwah sebagai komunikator dakwah pun identik dengan orang yang mahir berbicara di depan umum (public speaking) tentang masalah keislaman. Konsep dan strategi komunikasi lisan juga sudah menjadi ”ilmu” tersendiri yang disebut retorika, yakni “seni atau keterampilan berbicara” untuk menyampaikan pesan secara efektif. Retorika disebut pula “seni berpidato”, “keterampilan berbicara di depan umum” (public speaking), bahkan “seni bersilat lidah”. Ungkapan “itu hanya retorika” dipahami sebagai “kata-kata tak bermakna” –biasanya untuk berkelit, beralibi, dan menutupi sebuah realitas. Seiring perkembangan teknologi komunikasi, komunikasi dakwah juga memanfaatkan media modern seperti telefon dan internet (website, email, skype, facebook, twitter). Sebagaimana komunikasi pada umumnya, komunikasi dakwah melaui media modern atau media komunikasi berteknologi tinggi memiliki keunggulan utama soal efisiensi dan efektivitas penyebaran pesan. Media modern dapat menghematan biaya, tenaga, pemikiran, dan waktu. Melalui SMS, email, blog, website, mailing list, atau status facebook/twitter misalnya, seorang bisa melaksanakan kewajiban dakwahnya hanya dengan mengutip terjemahan ayat Al-Quran, hadits, nasihat ulama, atau merangkai kata mutiara Islami. Seseorang yang “tidak berani” ceramah layaknya da’i, melalui media modern bisa pula berperan layaknya penceramah dengan menyebarkan pesan-poesan dakwah dan sampai kepada orang banyak, bahkan audiensnya bisa lebih banyak dari jamaah sebuah pengajian. Muhammad Abdul Fatah al-Bayanuni (2001) seperti dikutip Enjang AS dalam Panduan Juru Dakwah (KPI UIN Bandung, 2008) mengistilahkan media dakwah sebagai washilah. Ia menyebutkan sejumlah washilah dakwah, di antaranya media yang bersifat fitrah (wasail fitriyah), seperti ceramah monolog, mengajar, ceramah umum, dan khotbah; media yang bersifat ilmiah (wasail fanniah), seperti washilah yadawiyah (karya tulis), washilah bashariah (karya lukis), dan washilah sam’iyah (kreasi suara) berupa pengeras suara, kaset, telepon dan lain-lain Lainnya adalah washilah samiyah-bashariyah (media audio-visual), seperti radio, televisi, film, dan lain-lain dan washilah al-Mutanawiyah seperti teater, drama, dan lain-lain. Disebutkan pula media yang berifat praktis (tabiqiyah), seperti memakmurkan masjid, mendirikan organisasi, mendirikan sekolah, rumah sakit, menyelenggarakan seminar, dan mendirikan sistem pemerintahan Islam. Pandangan lain dikemukakan Muhammad Said Mubarak yang menyebutkan dua berbentuk washilah dalam dakwah. Pertama, maknawiyah, yaitu usaha keras mencari materi yang baik serta waktu dan tempat yang tepat guna kegiatan dakwah. Kedua, madiyah, yaitu berupa, masjid, aula, pusat dakwah Islam, pengeras suara dan berbagai peralatan modern lainnya. Media Massa Media massa (mass media) adalah saluran, sarana, atau alat yang digunakan dalam proses komunikasi massa (mass communication), yakni komunikasi yang Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 34 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 diarahkan kepada orang banyak (channel of mass communication). Komunikasi massa biasa dimaknai sebagai “berkomunikasi melalui media” (communicate with media). Secara umum, media massa dipahami sebagai “media yang menjangkau sejumlah besar publik melalui radio, telebisi, film, majalah, suratkabar, dan wesbsite”. (Mass media are those media reaching large numbers of the public via radio, television, movies, magazines, newspapers and the World Wide Web). Media massa paling populer adalah suratkabar, majalah, radio, televisi, dan film sebagai “The Big Five of Mass Media” (Lima Besar Media Massa) sebelum kehadiran media internet atau media online (cybermedia). Secara garis besar media massa dibagi tiga kelompok: Pertama, kelompok media cetak (printed media), yakni media yang dicetak dalam lembaran kertas. Dari segi format dan ukuran kertas, media cetak meliputi koran/suratkabar, tabloid, majalah, buku, “surat berita” (newsletter), buletin, dan buku. Kedua, media elektronik (electronic media), yakni media yang menyebarluaskan informasi melalui suara (audio), gambar (visual) , atau suara dan gambar (audio-visual) dengan menggunakan teknologi elektro, yakni radio, televisi, dan film/video. Ketiga, media online (online media, cybermedia), yakni media yang dapat kita temukan di internet, seperti website, email, skype, termasuk situs jejaring sosial seperti facebook dan twitter, serta radio dan televisi online. Isi media massa lazimnya adalah karya jurnalistik berupa berita, opini, dan feature. Berita adalah laporan peristiwa. Opini adalah tulisan berisi pendapat atau analisis tentang suatu peristiwa atau masalah. Feature merupakan paduan berita dan opini dengan gaya bahasa sastra dan mengedepankan aspek hiburan. Media cetak berisikan tulisan tercetak. Komunikator dakwah menyampaikan pesan melalui tulisan, seperti berita, artikel, dan feature (naskah jurnalistik). Media elektronik adalah media audio-visual, media dengar-pandang, didengarkan dan dilihat. Komunikator dakwah menyampaikan pesannya secara lisan sebagaimana penyiar radio dan presenter televisi. Bahkan, media komunikasi dakwah dapat berupa gabungan ketiga jenis media di atas yang dikenal dengan “multimedia” (multimedia communication) –pesan dakwah disampaikan dalam bentuk tulisan, suara (audio), gambar/video (visual) sekaligus. Komunikasi dakwah melaui media massa membutuhkan ilmu atau keahlian komunikasi massa (mass communication skill), meliputi keahlian menulis (writing skill) untuk media cetak dan online, teknik siaran di radio (announcing skill), dan teknik siaran di televisi (presenting skill). Ketiga jenis keterampilan komunikasi itu akan dibahas pada bab tersendiri. Media massa memudahkan proses komunikasi dakwah terutama dalam hal akselerasi pengiriman pesan, perluasan jangkauan pesan, dan pengulangan pesan. Melalui email, facebook, twitter, atau wesbite (blog), seorang komunikator dakwah dapat kapan saja dan di mana saja secara langsung menyampaikan pesan dakwahnya secara cepat. Puluhan hingga jutaan orang pembaca, pendengar, pemirsa, user/visitor, facebooker, dan follower twitternya dapat menjadi penerima pesan dakwah secara serentak dan serempak. Karakteristik Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 35 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Secara umum, keunggulan dakwah melalui media massa terangkum dalam karakteristik dan keunggulan komunikasi massa dan media massa. Per definisi, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik (communication with mass media) sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Karakteristik komunikasi massa adalah komunikator melembaga (institutionalized communicator), komunikator tidak individual tetapi secara tim (collective communicator) sesuai dengan kebijakan lembaga media; pesannya bersifat umum sehingga bisa diterima publik yang heterogen; menimbulkan keserempakan (simultaneous) dan keserentakan (instantaneos) penerimaan oleh massa; komunikan atau penerimanya bersifat heterogen; dan berlangsung satu arah (one way traffic communication). Karakteristik tersebut berimplikasi pada komunikator dakwah di media massa. Misalnya, ia tidak bisa ”bebas” memilih tema dan gaya, tapi harus mengacu kepada kebijakan, ketentuan, dan prosedur yang berlaku sesuai dengan visi-misi pemilik media. Sebagai ”komunikator melembaga”, seorang da’i di sebuah radio atau televisi tidak semata-mata tampil sebagai pribadi, tapi juga merepresentasikan visi-misi pemilik atau jajaran manajemen media tersebut. Pesan dakwah juga harus bersifat umum karena objek dakwah memikiki ragam latar belakang usia, pendidikan, profesi, dan kepentingan. Sebuah media bisa dikatakan media massa jika memenuhi karakteristik sebagai berikut: 1. Publisitas, yakni disebarluaskan kepada publik, khalayak, atau orang banyak. 2. Universalitas, pesannya bersifat umum, tentang segala aspek kehidupan dan semua peristiwa di berbagai tempat, juga menyangkut kepentingan umum karena sasaran dan pendengarnya orang banyak (masyarakat umum). 3. Periodisitas, tetap atau berkala, misalnya harian atau mingguan, atau siaran sekian jam per hari. 4. Kontinuitas, berkesinambungan atau terus-menerus sesuai dengan priode mengudara atau jadwal terbit. 5. Aktualitas, berisi hal-hal baru, seperti informasi atau laporan peristiwa terbaru, tips baru, dan sebagainya. Aktualitas juga berarti kecepatan penyampaian informasi kepada publik. Dari sisi fungsi, media massa memiliki fungsi yang sejalan dengan fungsi komunikasi massa sebagaimana dikemukakan para ahli sebagai berikut: Harold D. Laswell: informasi (to inform), mendidik (to educate), dan menghibur (to entertain). Wright: pengawasan (Surveillance) – terhadap ragam peristiwa yang dijalankan melalui proses peliputan dan pemberitaan dengan berbagai dampaknya – tahu, panik, terancam, gelisah, apatis, dsb.; menghubungkan (correlation) – mobilisasi massa untuk berpikir dan bersikap atas suatu peristiwa atau masalah; transmisi kultural (cultural transmission) – pewarisan budaya, sosialisasi; dan hiburan (entertainment). Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 36 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 De Vito: menghibur, meyakinkan, menginformasikan, menganugerahkan status – menunjukkan kepentingan orang-orang tertentu, membius – massa bisa menerima apa saja yang disajikan media; dan menciptakan rasa kebersatuan –proses identifikasi. Tidak semua komunikator dakwah mampu memanfaatkan media massa sebagai sarana dakwah. Kualifikasi pemanfaatan media massa sebagai sarana komunikasi dakwah, antara lain ketersediaan dan akses terhadap media itu sendiri (availability) dan kemampuan dalam menggunakan atau mengisinya (credibility).* Bagian 7 Efek: Perubahan Komunikasi dakwah dikatakan berhasil jika pesan dakwah tersampaikan dan diterima dengan baik sehingga komunikan (objek dakwah) berpikir dan berperilaku seperti dimaksudkan komunikator. Komunikasi dakwah dikatakan berdampak jika fungsi komunikasinya terlaksana dengan baik, yakni tersampaikannya informasi ajaran Islam (to inform), Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 37 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 mendidik objek dakwah dengan nilai-nilai Islam (to educate), serta mendorong keimanan, pengamalan, dan kesiapan membela ajaran Islam (to influence). Dampak komunikasi dakwah dalam perspektif komunikasi terkait dengan sikap komunikan yang dipengaruhi yang terdiri dari tiga komponen: Pertama, apek kogintif (pengetahuan). Mad’u harus sampai pada tingkat tahu dan paham tentang pesan dakwah yang disampaikan. Kedua, aspek afektif (kesukaan). Tidak sekadar tahu dan paham, mad’u juga menyukai pesan dakwah yang diketahi atau diterimanya. Ketiga, aspek konatif (perilaku). Setelah tahu dan suka, mad’u mengamalkannya. Banyak faktor yang menentukan berdampak-tidaknya sebuah komunikasi dakwah, antara lain kredibilitas sumber (credibility), dalam hal ini kredibilitas da’i yang dipengaruhi sejumlah faktor seperti pengetahuan atau pemahaman tentang agama, latar belakang pendidikan, dan perilaku (akhlak) serta rasionalitas dan ketepatan pesan dakwah yang disampaikan. Secara umum, dampak komunikasi dakwah adalah terjadinya perubahan dari tidak beriman menjadi mukmin, non-Muslim menjadi Muslim, pengingkaran menjadi kepatuhan, kemaksiatan menjadi kebaikan, kemunkaran jadi kebaikan, pelaku maksiat menjadi rajin beribadah, ringkasnya dari kehidupan tidak Islami menjadi Islami. Dampak tersebut terkait dengan tujuan dakwah. Para ulama merumuskan tujuan dakwah secara berbeda-beda, namun intinya sama, yakni terwujudnya individu, kelompok, atau masyakarat yang menjadikan Islam sebagai pedoman dalam menjalani kehidupannya, sebagaimana ayat ”serulah manusia ke jalan Tuhanmu” (QS. AnNahl:125). Salah satu konsep tujuan dakwah dikemukakan oleh M. Natsir sebagaimana disebutkan dalam buku M. Nastir, Dakwah dan Pemikirannya (1998), yaitu: 1. Memanggil kita agar menjadikan syariat Islam sebagai rujukan dalam mengatasi berbagai masalah hidup, baik persoalan hidup perorangan atau persoalan berumah tangga, berjamaah- bermasyarakat, berbangsa-bersuku bangsa, bernegara,berantarnegara. Selain itu, memanggil manusia agar menjalanini hidup sebagai hamba Allah SWT. 2. Memanggil kita kepada fungsi hidup sebagai hamba Allah yakni sebagai syuhada’ala an-nas (saksi atas manusia), menjadi pelopor (kebaikan), dan pengawas bagi umat manusia. 3. Memanggil kita kepada tujuan hidup kita yang hakiki, yakni menyembah Allah SWT sebagai satu-satunya Dzat Pencipta Rumusan-rumusan tersebut dipertegas M. Natsir dalam bukunya Fiqhud Da’wah (1989) yang menyebutkan intisari risalah Rasulullah SAW yaitu petunjuk bagaimana manusia menjaga nilai dan martabat kemanusiaanya itu agar jangan sampai turun dan agar bakat dan potensinya dapat berkembang dan kualitasnya mencapai tingkat yang lebih tinggi. Sebagai rujukan dampak dakwah adalah terciptanya masyarakat Islami sebagai keberhasilan dakwah Nabi Muhammad Saw. Dalam catatan sejarah Islam, masyarakat Islami itu terwujud di kota Madinah --Darul Islam pertama di muka bumi saat itu-yang kemudian berkembang ke wilayah-wilayah sekitarnya. Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 38 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Karakter masyarakat Islami pada masa Nabi Saw ini, antara lain dilukiskan dalam al-Quran, yaitu keras/tegas terhadap orang kafir, kasih-mengasihi sesama Muslim, dan taat beribadah mengharap ridha Allah; selalu bertobat, beribadah, menegakkan amar ma'ruf nahyi munkar dan memelihara hukum-hukum Allah; beriman dan sebagian menjadi penolong bagi sebagian yang lain (QS. Al-Fath:29, AtTaubah:71, 112). Munawir Sjadzali dalam Islam dan Tata Negara (1990) ”merekam” eksistensinya masyarakat Islami di Madinah itu tercipta berkat fondasi kuat yang dibangun Nabi Saw. Batu-batu dasarnya diletakkan oleh Piagam Madinah (Dustur Madinah) sebagai landasan bagi kehidupan bernegara untuk masyarakat majemuk: 1. Semua pemeluk Islam, meskipun berasal dari banyak suku, tetapi merupakan satu komunitas. 2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara anggota komunitas Islam dengan anggota komunitas-komunitas lain, didasarkan atas prinsipprinsip: (a) bertetangga baik; (b) saling membantu dalam menghadapi musuh bersama; (c) membela mereka yang teraniaya; (d) saling menasihati; dan (e) menghormati kebebasan beragama Piagam Madinah, yang banyak dianggap oleh pakar politik sebagai "konstitusi negara Islam yang pertama" ini, selain menjadi bukti otentik sejarah bahwa Islam agama perdamaian dan penuh toleransi, juga merupakan teladan Nabi Saw bagaimana umat Islam harus menata kehidupan masyarakat atau melakoni hidup bermasyarakat. Piagam Madinah mengandung prinsip sosial Islam antara lain: Pertama, semua makhluk manusia adalah sama (asas persamaan, Q.S. 49:13). Sama-sama sebagai makhluk dan hamba Allah. Perbedaan ras, suku, dan kebangsaan hanyalah sebagai pertanda dan identitas internasional. Kedua, semua manusia adalah satu ukhuwah atau saudara (asas persaudaraan, Q.S. 49:10). Prinsip ini berimplikasi terjadinya toleransi, saling hormat, tolongmenolong, bekerjasama, dan menghindari sikap bermusuhan. Ketiga, keadilan sosial dan kejujuran harus ditegakkan (asas keadilan, Q.S. 5:8). Dengan Piagam Madinah, Nabi Saw berupaya membangun tata kehidupan masyarakat Islam, yaitu tata masyarakat yang sesuai dengan syariat Islam. Sifat-sifat umum dari suatu kehidupan masyarakat Islam, menurut Abul A'la al-Maududi, antara lain: a. persahabatan dan permusuhan seseorang haruslah untuk keridhaan Tuhan semata; b. bekerjasama dalam kebaikan dan takwa dan tidak bekerjasama dalam perbuatan dosa dan permusuhan; c. umat Islam, sebagai khairu ummah, melaksanakan amar makruf nahyi munkar; d. seluruh anggota masyarakat hidup sebagai saudara satu sama lain; tidak saling berpikiran jahat, saling cemburu, saling benci, dan saling tantang tanpa perlu; e. tidak ada orang yang membantu sebuah perbuatan aniaya; f. satu sama lain saling mencintai bagaikan mencintai diri sendiri.* Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 39 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Bagian 8 Komunikasi Efektif Komunikasi efektif adalah komunikasi yang berhasil mencapai tujuan, mengesankan, dan mampu menghasilkan perubahan sikap (attitude change) pada komunikan. Secara etimologis, kata efektif (effective) sering diartikan dengan mencapai hasil yang diinginkan (producing desired result), dan menyenangkan (having a pleasing effect). Sedikitnya ada lima sasaran pokok dalam proses komunikasi. Jika kelima hal ini tercapai, sebuah komunikasi dapat dikatakan efektif. 1. Membuat pendengar mendengarkan apa yang kita katakan (atau melihat apa yang kita tunjukkan kepada mereka). 2. Membuat pendengar memahami apa yang mereka dengar atau lihat. 3. Membuat pendengar menyetujui apa yang telah mereka dengar (atau tidak menyetujui apa yang kita katakan, tetapi dengan pemahaman yang benar). 4. Membuat pendengar mengambil tindakan yang sesuai dengan maksud kita dan maksud kita bisa mereka terima. 5. Memperoleh umpan balik dari pendengar. Prijosaksono dkk. dalam buku Make Yourself A Leader (2000) menyebutkan lima indikator atau Lima Hukum Komunikasi Yang Efektif (The 5 Inevitable Laes of Effective Communication) yang diringkas menjadi REACH: 1. Respect – rasa hormat; menghargai komunikan/objek. 2. Empathy -- menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 40 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 3. Audible -- dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. 4. Clarity -- kejelasan pesan, tidak menimbulkan multiinterpretasi. 5. Humble -- rendah hati, mau menghargai, mendengar, menerima kritik, tidak sombong. Aspek komunikasi efektif juga meliputi lima hal: 1. Kejelasan (Clarity) --pesan yang disampaikan. 2. Ketepatan (Accuracy) --kebenaran informasi. 3. Konteks (Context) –gaya bicara dan pesan disampaikan dalam situas yang tepat. 4. Alur (Flow) –urutan pesan atau sistematika penyampaian. 5. Budaya (Culture) –sesuai dengan bahasa, gaya bicara, dan norma-etika yang berlaku. Secara tekniks, untuk mencapai komunikasi efektif, secara verbal komunikasi “memainkan” teknik vokal: 1. Speed/tempo --kecepatan bicara; variatif, jangan terlalu cepat jangan pula terlalu lambat. 2. Volume --tinggi-rendah nada bicara, disesuaikan dengan karakter dan jumlah audiens. 3. Aksentuasi –penekanan (stressing) pada kata-kata tertentu. 4. Artikulasi –kejelasan kata demi kata yang diucapkan. 5. Projection --memproyeksikan (mengarahkan) suara sampai ke bagian paling belakang ruangan tanpa harus berteriak. 6. Pronounciation (Pelafalan) –pelafalan kata demi kata secara jelas dan benar. 7. Repetition (pengulangan) --untuk mengulangi kata-kata penting dengan irama yang berbeda. 8. Hindari gumaman (Intruding Sound) terlalu sering. 9. Ringkas, namun jelas. Jangan bertele-tele. Secara non-verbal komunikasi dapat dibangun dengan gesture atau gerakan tubuh, cara berpakaian sesuaikan dengan acara atau suasana, dan raut wajah. Hasil survei Mechribian & Ferris menunjukkan, dalam komunikasi verbal, keberhasilan menyampaikan informasi: 1. 55% ditentukan oleh bahasa tubuh (body language), postur, isyarat, dan dan kontak mata. 2. 38 % ditentukan oleh nada suara. 3. 7 % saja ditentukan oleh kata-kata. Sejumlah faktor menentukan komunikasi efektif, antara lain: 1. Kepercayaan komunikan terhadap komunikator. 2. Kejelasan pesan yang disampaikan. 3. Keterampilan komunikasi komunikator . 4. Daya tarik pesan. 5. Kesesuaian isi pesan dengan kebutuhan komunikan. 6. Kemampuan komunikan dalam menafsirkan pesan (decoding). 7. Setting komunikasi kondusif atau nyaman dan menyenangkan. Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 41 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Strategi komunikasi efektif antara lain: 1. Menguasai pesan/materi. 2. Mengenali karakter komunikan/audiens. 3. Kontak Mata (Eye Contact) 4. Ekspresi Wajah. 5. Postur/Gerak Tubuh 6. Busana yang sesuai dengan suasana.* Bagian 9 Keterampilan Komunikasi: Public Speaking Komunikator dakwah lisan (verbal) -- ceramah atau pidato-- harus membekali diri dengan keterampilan berbicara di depan umum (public speaking), termasuk berbicara di radio dan televisi. Public Speaking (PS) secara harfiyah artinya berbicara di depan umum, utamanya ceramah atau pidato. Secara ”teori”, PS meliputi persiapan, penyampaian, dan penutup. Persiapan: Mental, Fisik, dan Materi Persiapan adalah salah satu kuncu sukses PS. Tanpa persiapan, sebuah PS tidak akan berlangsung maksimal dengan dampak minimal, bahkan mungkin gagal. Persiapan meliputi persiapan mental, fisik, dan materi pembicaraan. Persiapan mental di antaranya: 1. Menguasai materi atau tema pembicaraan (know your material). Penguasaan atau pemahaman materi menentukan rasa percara diri pembicara. Tidak ada alasan untuk tidak percaya diri kalau pembicara menguasai materi. 2. Mengenali dan memahami karakter audiens (know your adience) sehingga gaya bicara dan bahasa yang digunakan sesuai dengan ”kadar intelektualitas” dan budaya mereka. 3. Kenali pula apa harapan dan kebutuhan audiens sehingga tema yang dibicarakan sesuai dengan kondisi psikologis dan intelektual mereka. 4. Rileks! Jika pembivara merasa gugup (nervous), misalnya karana penampilan pertama atau kurang percaya diri, dengan menarik nafas panjang/dalam; menggerakan badan; berdiri tegak layaknya tentara berbaris dengan bahu dan dada yang tegap, lalu tersenyumlah! Persiapan fisik di antaranya: Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 42 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 1. Pastikan kondisi badan dan suara fit, segar, dan normal. Kondisi fisik akan berpengaruh pada daya pikir dan konsentrasi selama berbicara. 2. Kenakan pakaian yang serasi dengan susana acara. 3. Jangan memakan keju, mentega, atau minum susu, soda, teh, kopi, sekurang-kurangnya sejam sebelum tampil. Semua jenis minuman itu akan berpengaruh pada kondisi mulut dan tenggorokan yang harus ”bebas gangguan” – seperti lendir atau dahak—selama berbicara. 4. Lakukan relaksasi, misalnya dengan menabat tangan sendiri agar darah mengalir. Hal itu juga akan membuat gerakan tangan pembicara lebih alami saat berbicara. 5. Jaga agar mulut dan tenggorokan tetap basah. Siapkan selalu air mineral. Jangan ragu meminumnya saat tenggorokan terasa kering. Persiapan materi di antaranya: 1. Membaca literatur dan mencari sumber data sebanyak mungkin terkait tema pembicaraan. Makin banyak pengetahuan dan wawasan, pembicara pun akan kian percaya diri. 2. Susun pointer, outline, atau poin-poin yang akan disampaikan. Hal itu agar pembicaraan berlangsung sistematis dan fokus. Ada empat pilihan dalam penguasaan materi: 1. Membaca naskah (Reading from complete text) 2. Menggunakan catatan (Using notes) berupa garis besar materi (outline) – ini cara terbaik. 3. Menggunakan hapalan (memory) –pilihan terburuk karena komunikasi dengan audience berkurang, terutama soal kontak mata. 4. Menggunakan alat bantu visual sebagai catatan (Using Visual Aids as Notes), seperti layar infocus. Teknik Penyampaian Pada tataran teknis, Public Speaking terdiri dari pembukaan, penyampaian pesan, dan penutupan. Pembukaan (introduction) merupakan bagian paling penting dalam sebuah pidato. Setiap pembicara pastinya ingin berhasil menarik perhatian hadirin sejak awal. Pada tahap pembukaan, perhatikan hal-hal berikut: 1. Start Low and Slow. Awali pembicaraan dengan nada rendah dan pelan. 2. Don’t apologize. Pembicara tidak boleh mengemukakan kekurangan diri, misalnya menyatakan ketidaksiapan atau tidak menguasai masalah. Hal itu akan membuat hilang kredibilitas di mata audiens. Teknik membuka atau mengawali pembicaraan antara lain, setelah basmalah dan salam dalam konteks komunikasi dakwah (ceramah agama), antara lain: 1. Langsung menyebut pokok persoalan yang akan dibicarakan; 2. Mengajukan pertanyaan provokatif, yakni pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban audiens. Misalnya, pernahkah kita berpikir bahwa kita akan masuk neraka? Apakah shalat kita selama ini sah dan diterima Allah SWT? Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 43 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 3. Menyatakan kutipan —ayat Al-Quran, Hadits, kisah, teori, ungkapan, peristiwa, atau pepatah. 4. Memulai dengan kisah dramatis atau mengandung ”human touch” (menyentuh emosi), misalnya yang menyedihkan atau mengharukan. 5. Memulai dengan cerita lucu (tell a joke). 6. Mengemukakan kisah ringkas (tell a story) yang nyata terjadi ataupun fiktif. Pada tahap penyampaian (message delivery), dalam PS ada beberapa teknik yang dapat digunakan, antara lain: 1. Deduktif – gagasan utama ke perincian; “teori” ke empiris. Misalnya, mengemukakan ayat Quran lalu dikaitkan dengan realitas sehari-hari di masyarakat. 2. Induktif – kasus ke kesimpulan; empiris ke “teori”. Kebalikan dari deduktif, yakni menyampaiakn kasus/realitas dulu, lalu dikaitkan dengan sebuah ayat atau hadits. 3. Kronologis – Urutan peristiwa. Misalnya, memaparkan sebuah proses ibadah, menuturkan kisah, atau langkah-langkah menjadi orang yang baik dalam perspektif Islam. Hal-hal yang harus diperhatikan selama penyampaian antara lain: 1. Audible –bisa didengar semua hadirin. Bicaralah agak keras agar cukup terdengar. 2. Clarity — kejelasan. Ucapkan setiap kata dengan jelas agar tidak muncul salah paham atau salah persepsi. 3. Menggunakan “kata berona” (colorfull word), kata-kata indah, puitis, yang melukiskan sikap, perasaan, atau keadaan. Misalnya, kata “terisak-isak” lebih berona daripada kata “menangis”; kata “matanya berbinar-binar” lebih indah ketimbang “bergembira”. 4. Gunakan Kalimat aktif (action words) karena ia lebih dinamis dari kalimat pasif. Misalnya, “Allah SWT akan membalas semua kebaikan”, bukan “Semua kebaikan akan dibalas oleh Allah SWT.” Penutup Pembicaraan Pembicara yang buruk adalah pembicara yang tidak tahu bagaimana mengakhiri pembicaraan. Akibatnya, ia terus berbicara, berulang-ulang, dan menjadikan pidatonya berlangsung lama. Oleh karena itu, seornag pembicara yang baik akan langsung menutup pembicaraanya jika materi pembicaraan sudah disampaikan atau waktu sudah habis, misalnya dengan: 1. Mengucapkan terima kasih. 2. Mohon maaf jika ada hal yang tidak berkenan di hati audiens. 3. Mengucapkan salam. Teknik penutup sebuah pembicaraan antara lain: 1. Menyimpulkan seluruh materi pembicaraan. 2. Menyatakan kembali pesan utama dengan kalimat yang berbeda agar menarik. Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 44 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 3. Mendorong audience untuk bertindak (Appeal for Action), yakni mengajak hadirin melakukan sesuatu. 4. Mengemukakan kutipan sajak, ayat, pribahasa, atau ucapan ahli, dan memuji audiens yang antusias dan kritis mendengarkan pembicaraa. Elemen Public Speaking Seorang pembicara harus memperhatikan unsur-unsur public speaking yang meliputi teknik vokal, eye contact, gesture, dan humor agar pembicaraannya menarik dan efektif. Teknik Vokal Teknik vokal antara lain menyangkut: 1. Intonasi (intonation) –nada suara, irama bicara, atau alunan nada dalam melafalkan kata-kata. 2. Aksentuasi (accentuation) atau logat, dialek. Lakukan stressing pada katakata tertentu yang dianggap penting. 3. Kecepatan (speed). Jangan bicara terlalu cepat. 4. Artikulasi (articulation), yaitu kejelasan pengucapan kata-kata; pelafalan kata (pronounciation). 5. Infleksi (inflection) – lagu kalimat, perubahan nada suara; hindari pengucapan yang sama bagi setiap kata. Infleksi naik (go up) menunjukkan adanya lanjutan, menurun (go down) tunjukkan akhir kalimat. Kontak Mata Eye Contact (kontak mata) berfungsi membangun hubungan dengan audiens (making a connection) sekaligus memantau keadaan/sikap mereka saat pembicaraan berlangsung. Kontak mata juga “membangun kepercayaan” antara pembicara dengan pendengar. Kontak mata dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Pandanglah hadirin secara keseluruhan. Hadirin tidak akan memperhatikan pembicara yang tidak memperhatikan mereka. 2. Pandangan mata jangan tertuju pada satu sudut atau sekelompok pendengar. Putarlah pandangan sehingga semua pendengar merasakan bahwa mereka tengah diajak bicara. 3. Jika hadirin tampak tidak bisa mendengar suara kita, keraskan suara atau minta volume microfon ditambah. 4. Jika kita lihat mereka tampak jenuh, gunakan humor atau tingkatkan vokal secara variatif. 5. Jika kita lihat mereka bingung, ulangi dan/atau rephrase apa yang haru saja kita katakan. Gesture Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 45 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Gesture adalah gerakan anggota tubuh guna turut memberikan penekanan pada kata atau kalimat tertentu. Gesture minimal sekaligus paling penting adalah senyum (smile). Gerakan tubuh meliputi ekspresi wajah, gerakan tangan, lengan, bahu, mulut atau bibir, gerakan hidung, kepala, badan, kaki. Setiap gerakan mengandung tiga bagian: 1. Pendekatan (The Approach) – Tubuh siap untuk bergerak; 2. Gerakan (The Stroke) – gerakan tubuh itu sendiri; 3. Kembali (The Return) – kembali ke posisi semula atau keadaan normal. Teknik gesture antara lain: 1. Alami, spontan, wajar, tidak dibuat-buat. 2. Penuh, tidak sepotong-sepotong, tidak ragu. 3. Sesuai dengan kata-kata. 4. Gunakan untuk penekanan pada poin penting, 5. Tidak berlebihan. Less is more! 6. Variatif, jangan monoton. Misalnya terus-menerus mengepalkan jari tangan di atas. 7. Jangan melakukan gerakan yang tidak bermakna atau tidak mendukung pembicaraan seperti: memegang kerah baju, mempermainkan mike, meremas-remas jari, dan menggaruk-garuk kepala. 8. Makin besar jumlah hadirin, kian besar dan lambat gerakan tubuh yang kita lakukan. Jika kita berbicara di depan hadirin dalam jumlah kecil, atau di videoconferencing, atau di televisi, lakukan gerakan tubuh alakadarnya (smaller gestures). Humor Humor adalah bumbu dalam public speaking dan selalu berhasil membuat sebuah pembicaraan menjadi menarik. Namun, sebagaimana bumbu yang berlebihan membuat makanan malah jadi tidak enak, humor pun harus proporsional, tidak berlebihan, dan “timing”-nya pas. Hal lain yang harus diperhatikan dalam humor antara lain: 1. Gunakan humor selama alami, secukupnya, dan jangan malah menjadikan diri pembicara seorang pelawak (Don’t try to be a stand up comedian!). 2. Hentikan pembicaraan sejenak, jeda (pause), sekadar memberikan kesempatan kepada hadirin untuk tertawa. Teknik humor antara lain: 1. Exaggeration –melebihkan sesuatu secara tidak proporsional. Misalnya, ungkapan “hujan lokal” bagi pembicara yang “menyemburkan” air liur. 2. Parodi –meniru gaya suatu karya serius (lagu, pepatah, puisi) dengan penambahan agar lucu, misalnya mengubah lirik lagu dengan kata-kata baru bernada humor; 3. Teknik belokan mendadak –membawa audiens untuk meyakini bawa kita akan berbicara normal, namun tiba-tiba kita mengatakan sebaliknya atau tidak disangka-sangka pada akhir pembicaraan. Contoh: Saya mencintai seorang wanita, namun kami tidak bisa menikah karena keluarganya merasa keberatan. Saya tidak bisa apa-apa, karena keluarganya yang tidak Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 46 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 setuju itu adalah suami dan anak-anaknya!; TV (baca: tivi) yang dibuat di Bandung dan bermerk “Parisj van Java” yaitu tipikir-pikir tidak ada. Kunci Sukses: Ringkas dan Fokus! Para ahli komunikasi dan pakar public speaking bersepakat, kunci sukses utama pembicara adalah ringkas dan fokus. Pada akhir musim semi tahun 2005, trainer public speaking, Elliot Essman, menulis buku You Have A Voice: Key Rules For Public Speaking Success. Pengalamannya selama 25 tahun ia saring dan disarikan dalam “Tiga Aturan Dasar Public Speaking ala Elliot” (Elliot’s Three Basic Rules of Public Speaking). Berikut ini Tiga Aturan Dasar Public Speaking tersebut sebagaimana dipublikasikan situs buildingyourself.com: 1. Less is more. Bicaralah singkat saja. Jangan berusaha menyampaikan banyak hal dalam pembicaran Anda. 2. Some things work and some things don’t. Beberapa hal berjalan baik dan beberapa hal tidak. Anda hanya dapat pelajari apa yang mampu memikat hadirin. Pilih tema atau materi yang ”pas” buat hadirin. 3. You only have one enemy. Audiens hanya tahu apa yang Anda katakan kepada mereka. Mereka tidak bisa melihat ke dalam otak Anda. Kebiasaan Anda mengkritik diri sendiri membuat Anda sendirilah yang menjadi musuh utama Anda. 4. Kejelasan. Kejelasan (Clarity) adalah tugas nomor satu seorang pembicara (job number one for a speaker). Untuk mencapai kejelasan, hal utama dilakukan adalah bicara singkat, tidak berlama-lama atau berpanjang lebar. 5. Focus. Fokuslah pada apa yang hendak atau harus disampaikan. Jangan bernafsu menyampaikan ”semua hal” dalam satu kesempatan berbicara. Berbicara membutuhkan fokus. Pemburu yang mengejar dua kelinci, biasanya gagal menangkap satu pun. Pembicara yang baik fokus pada poin-poin penting, mengulangi poin penting, dan menggunakan materi yang relevan untuk mendukung poin-poin penting. 6. Ringkas. Pembicaraan pendek lebih disukai dan efektif ketimbang pembicaraan panjang yang cenderung melenceng, meluas, dan tidak fokus. Pembicaraan panjang cenderung membingungkan audiens. Terlalu banyak yang harus mereka serap. 7. Materi. Siapkan dan pilih tema atau materi yang menarik dan dibutuhkan audiens. ”Raba”-lah kebutuhan informasi mereka atau yang mereka ingin dengar dari pembicaraan Anda. Anda harus memilih dan memilah materi apa yang penting, tidak penting, juga yang tidak Anda kuasai. Anda juga harus mengedit sendiri dan menyusun isi pembicaraan Anda. 8. Audiens. Hadirin itu teman Anda. Anda hanya memiliki satu musuh, yakni Anda sendirilah musuh itu. Sekutu atau kawan terbesar Anda sebagai pembicara adalah audiens Anda. Mereka adalah pasukan Anda, teman Anda, bukan musuh Anda. Mereka ingin Anda berhasil! Posisi Tangan Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 47 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Saat public speaking, di mana kita “menyimpan” kedua tangan? Jika tangan kanan memegang mike, tangan kiri memegang kertas “contekan” materi pidato, kita aman. Demikian juga jika kita berbicara di atas mimbar/podium, tangan kita bisa diletakkan di atas atau di sampingnya untuk permulaan. Namun, jika tangan kita “nganggur”, bagaimana kita memosisikan atau menempatkannya? Para pakar dan trainer public speaking mengingatkan kita untuk menghindari posisi tangan yang “tidak efektif”, “tidak perlu”, bahkan “sia-sia”, seperti: 1. Hands in the pockets. Memasukkan tangan ke saku celana.Crossed arms. Menyilangkan tangan/lengan. 2. Hands on the hips. Bertolak pinggang. 3. The arm clutch. Menggengam lengan/bersedekap. 4. The fig leaf. Menggenggam/memegang telapak tangan di depan area selangkangan. 5. Parade Rest. Menggengam tangan dan meletakkannya di belakang badan (posisi “istirahat di tempat”). Lalu, di mana dong posisi tangan saat tidak digerakkan? Arms at your side! Posisikan kedua tangan di samping tubuh. Jangan lupa, selalu hindari gerakan tubuh/tangan yang tidak bermakna, seperti: 1. Memegang kerah baju 2. Mempermainkan mike 3. Meremas-remas jari 4. Menggaruk-garuk kepala 5. Memegang daun telinga 6. Menggigit jari tangan 7. Mempermainkan benda kecil di tangan. Public Speaking di Radio Berbicara di ruang siaran radio membutuhkan skill tersendiri. Kita tidak bisa melihat pendengar, demikian pula sebaliknya. “Pendengarmu tak tahu wajahmu… Pendengarmu tak tahu rumahmu… Suaramu pengenalmu,” demikian kata Bimbo dalam syair lagu “Balada Seorang Penyiar”. Itulah sebabnya, radio disebut “Theatre of Mind”. Kita dan pendengar hanya bisa saling membayangkan sosok masing-masing. Pembicara di radio, utamanya penyiar (announcer), memang unik: berbicara kepada audience yang tidak terlihat (invisible audience); tidak berbicara kepada siapa pun –yakni tidak ada lawan bicara secara fisik hadir di depan mata, namun pada saat yang sama ia berbicara kepada setiap orang, mungkin ribuan pendengar. Oleh karena itu, berbicara di radio atau ketika siaran, lakukanlah dan miliki hal-hal berikut: 1. Visualize! Mau tidak mau, visualisasi (membayangkan pendengar) harus dilakukan ketika siaran. Kita harus mementuk “mental image” tentang pendengar. Caranya: “Bayangkan, kita sedang berbicara, ngobrol, dengan seorang pendengar yang sedang duduk di depan kita! Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 48 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 2. Gaya Ngobrol. Radio bukan podium. Radio pun sifatnya personal. Pendengar adalah orang per orang, bahkan harus dibayangkan hanya sendiri. Membayangkan adanya seorang pendengar di depan kita, akan membantu kita berkomunikasi secara alamiah, gaya ngobrol (conversational way)”. “Bicara kepada satu orang” adalah prinsip dasar siaran radio atau berbicara di radio. 3. Smile! “Senyumlah! Meskipun kita tidak bisa melihat orangnya (yang jadi teman bicara)”. Kehangatan pembicaraan dapat dibangun dengan senyum. Senyim ketika berbicara (siaran) di radio, senilai dengan kontak mata (eye contact). Karena karakter khasnya yang personal, maka seorang komunikator dakwah (da’i, penceramah) di radio sebaiknya menggunakan pola ”komunikasi antarpribadi” (personal communication) berupa dialog dengan penyiar atau pendengar, bukan gaya ceramah di podium. Karena keterbatasan waktu (durasi), sebaiknya seorang penceramah di radio juga: 1. Menentukan tema dan fokus pada tema tersebut, kecuali saat dialog interaktif yang bisa membuka ruang bagi pendengar untuk bertanya apa saja. 2. Membaca salam dan ”iftitah” (hamdalah dan shalawat) yang ringkas. 3. Menyapa penyiar pendamping dan pendengar. 4. Dapat membawa kitab, buku-buku, atau referensi yang sekiranya diperlukan untuk mengantisipasi masalah yang ditanyakan penyiar atau pendengar. Jangan ragu dan malu karena pendengar tidak mengetahuinya. 5. Gunakan kata-kata atau kalimat ringkas, jelas, dan lugas karena pembicaraan akan bergantian dengan penyiaran iklan, jingle, dan mungkin juga lagu sebagai selingan. (Radio identik dengan musik). 6. Jika menggunakan naskah atau siaran bergaya “baca naskah” (script reading), susunlah naskah tersebut dengan menggunakan bahasa tutur dan kata-kata yang biasa diucapkan sehari-hari (spoken words), yakni misalnya % = persen, Rp = rupiah, 16.00 = jam empat sore. Hal itu agar penyampaian terdengar tidak seperti sedang membaca naskah (spoken reading). 7. Kondisi fisik harus fit karena mempengaruhi konsentrasi dan kualitas suara. Pembicara di radio harus ”audible” atau enak didengarkan. Public Speaking di Televisi Teknik dan gaya berbicara (ceramah) di televisi hampir sama dengan di radio. Yang membedakannya antara lain: 1. Di televisi sosok pembicara tampak di layar kaca, terlihat oleh pemirsa, sesuai dengan karakter televisi sebagai “media pandang-dengar” (audiovisual). 2. Harus tampak “good looking” (enak dipandang). Karenanya, gunakan busana yang bagus (wardrobe) dan tata rias (biasanya dipersiapkan oleh pihak televisi). Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 49 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 3. Gunakan small getures, yakni gerakan tubuh sekecil dan sesedikit mungkin karena keterbatasan “blocking” kamera dan fokusnya. 4. Di televisi pembicara harus “berbicara” kepada kamera karena lewat kamera itulah ia ”menatap” dan berkomunikasi dengan penonton di rumah. 5. Materi ceramah harus benar-benar dikuasai karena jika ”membawa contekan” (naskah) akan menurunkan kredibilitas.* Bagian 10 Public Speaking: Khotbah Jumat Jamaah holat Jumat seringkali dibuat “jengkel” oleh khotbah yang lama, panjang-lebar lagi tak fokus. Akibatnya, alih-alih menerima “wasiat takwa” dan pesan Islam yang disampaikan khotib, jamaah malah “menggerutu” di lubuk hati terdalamnya”, bahkan sebagian “oknum” jamah itu malah lelap tertidur –minimal diserang kantuk-- saat khotbah berlangsung. Tidak sedikit khotib Jumat memang suka berlama-lama menyampaikan khotbahnya. Kita sering mendengar jamaah yang “bergunjing” selepas sholat atau sekadar “bisik-bisik” kepada temannya soal lamanya khotbah tersebut. Dalam perspektif komunukasi dakwah, para “oknum” khotib itu kemungklin lupa atau khilaf setidaknya akan dua hal: Pertama, Rasulullah Saw memerintahkan para khotib untuk menyampaikan khotbah secara singkat dan memperlama sholat. Dari Abul Yaqdlan ‘Ammar bin Yasir r.a. berkata: “Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: ”Sesungguhnya lamanya shalat seseorang dan singkatnya khotbah itu adalah membuktikan mahirnya agama seseorang, oleh karena itu perpanjanglah shalat dan persingkatlah khotbah” (HR. Muslim). Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 50 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 “Nabi Saw tidak memanjangkan nasihatnya pada hari Jumat. Beliau hanya memberikan amanah-amanah yang singkat dan ringkas” (HR. Abu Dawud). Khotbah yang berpanjang-panjang, apalagi datar, monoton, dan tidak memberi pencerahan, membuat jamaah bosan dan mengantuk. Pesan dakwah yang disampaikan pun tidak bisa dicernah dengan baik, bahkan bisa jadi “lewat” begitu saja di telinga jamaah Jumat. Kedua, dalam perspektif komunikasi, khususnya teknik public speaking, pembicaraan panjang –apalagi monoton dan tidak fokus, sangat tidak efektif, sulit dipahami, dan tidak disukai audiens. Akibatnya, komunikasi pun bisa gagal; pesan tidak sampai kepada khalayak. Jadinya, khotbah berlama-lama bisa mubazir, percuma, karena jamaah tidak menyerap materi yang disampaikan. Para ahli public speaking mengingatkan, “One of the worst mistakes you can make as a public speaker is talking too long.” Kesalahan terburuk public speaker (pembicara) adalah berbicara terlalu lama. “Be Brief in Public Speaking,” ujar Stephen D. Boyd, Ph.D. “Berabad lalu, pembicara hebat sering berbicara dua jam atau lebih. Tapi kini audiens lebih suka pembicaraan singkat, to the point, dan mudah dimengerti. Karenanya, berbicaralah dalam kalimat pendek, frase pendek, dan kata-kata pendek pula.” Pembicaraan pendek, juga tulisan pendek, lebih disukai dan lebih mudah dipahami, ketimbang pembicaraan dan tulisan panjang yang bertele-tele. Seorang pembicara, penceramah, termasuk khotib, memang sering “terlena”, lupa waktu, dan memperpanjang pembicarannya karena merasa belum menyampaikan semuanya. Salah satu ”penyakit” pembicara adalah ingin menyampaikan banyak hal, bahkan semua hal, dalam satu tema pembicaraan. Akibatnya, pembicaraan menjadi lama dan panjang-lebar, bahkan mungkin juga ”ngelantur” (tidak fokus). Karenanya, khotib atau pembicara dituntut mampu fokus dan mengendalikan diri (self-control). Khotib Jumat memang tidak bisa diprotes. Selama khotib menyampaikan khotbah, jamaah tidak boleh interupsi atau berbicara. Meskipun berbicara dengan tujuan agar orang lain diam, sabda Nabi SaW dalam haditsnya, bisa lagha, ibadah Jumat menjadi sia-sia. ”Apabila engkau berkata kepada temanmu di hari Jum‘at, ‘Diamlah’, padahal imam sedang berkhutbah, maka sesungguhnya engkau telah berbuat sia-sia (laghâ). (HR Bukhari) “Siapa mengatakan, ‘Diamlah,’ berarti ia telah berbicara, dan siapa yang berbicara maka sesungguhnya tidak ada shalat Jum‘at baginya.” (HR Ahmad). Apakah itu artinya khotib menjadi ”untouchable”? Benar, jamaah tidak bisa protes kecuali –lazim terjadi di banyak masjid—“oknum” jamaah tiba-tiba mengatakan “Aaminnn...!” jika khotib dirasa terlalu lama menyampaikan khotbah. Khotib memiliki kekuasaan ”absolut” di atas mimbar Jumat. Lamanya khotbah hanyalah satu dari tiga keluhan utama jamaah Jumat. Keluhan lainnya adalah soal: 1. Tema –tidak menarik, tidak aktual, dan tidak fokus. 2. Gaya bicara –monoton, datar, ”terlalu lembut”. Teknik-teknik Public Speaking –sebagaimana dibahas pada Bagian 9 buku ini- memberi resep kepada khotib tentang teknik komunikasi efektif, misalnya konsep ”Brevity, Clarity, and Impact” (Ringkas, Jelas, dan Berdampak), juga tentang persiapan tema, fokus, dan ”atraktif” dalam penyampaian pesan. Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 51 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Dalam hal teknik vokal, sebagai salah satu elemen Public Speaking, kita mengenal intonasi (nada bicara), aksentuasi (penekanan pada kata-kata tertentu yang dianggap penting), speed, artikulasi (kejelasan pelafalan kata atau pronounciation), dan infleksi –lagu kalimat. Selain itu, ada elemen Eye Contact (sapuan pandangan ke seluruh audience), dan Gesture (gerakan tubuh). Gaya Khotbah Nabi Saw Teknik public speaking dalam khotbah Jumat sudah dicontohkan Rasulullah Saw, baik dari segi tema, durasi, maupun gaya. Di berbagai literatur kita bisa menemukan adab atau tata cara khotbah Jumat Rasulullah Saw dan nasihat para ulama sebagai berikut. 1. Lantang, Suara ”Keras”. Dalam aspek kelejasan (clarity), khotib disunahkan mengeraskan suaranya atau bersuara lantang saat khotbah agar jelas terdengar oleh jamaah. “Dari Jabir bin Abdullah, dia berkata: Kebiasaan Rasulullah Saw jika berkhotbah, kedua matanya memerah, suaranya lantang, bagaikan seseorang yang sedang marah. Seolah-olah beliau komandan pasukan yang memperingatkan tentara dengan mengatakan “Musuh akan menyerang kamu pada waktu pagi”, “Musuh akan menyerang kamu pada waktu sore” (HR. Muslim). 2. Ringkas, Tidak Lama. Para khotib disunahkan memendekkan khotbahnya atau tidak berlama-lama, berpanjang-panjang, apalagi bertele-tele yang menyebabkan bahasan (tema, materi khotbah) melebar ke mana-mana alias tidak fokus. Rasulullah Saw bahkan ”menyindir” khotib yang berlama-lama dalam khotbah sebagai orang yang ”tidak paham agama”. Diriwayatkan dari Amar bin Yasir r.a., dia mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya lamanya shalat dan pendeknya khotbah seseorang, adalah pertanda kepahamannya (dalam urusan agama). Maka panjangkanlah shalat dan pendekkanlah khotbah!” (HR. Ahmad dan Muslim). “Nabi Saw tidak memanjangkan nasihatnya pada hari Jumat. Beliau hanya memberikan amanah-amanah yang singkat dan ringkas” (HR. Abu Dawud). “Sesungguhnya Nabi Saw tidak pernah memanjangkan khotbahnya pada hari Jumat. Sesungguhnya khotbah itu hanya berisikan kalimat-kalimat yang pendek.” (HR Abu Daud dari Jabir) Imam Abu Hanifah berkata: ”Sepantasnya seorang imam berkhotbah dengan khotbah yang sebentar (ringkas). Imam membuka khotbahnya dengan hamdallah, memuji-Nya berulangulang, membaca syahadat, bershalawat atas Nabi Saw, memberi nasihat, mengingatkan, membaca surat (Al-Qur’an). Lalu duduk dengan duduk sebentar, lalu bangkit, lalu berkhotbah lagi: membaca hamdallah, memuji-Nya berulang-ulang, bershalawat atas Nabi Saw, dan mendo’akan mukminin dan mukminat.” Imam Syafi’i berkata: ”Aku menyukai imam berkhotbah dengan (membaca) hamdallah, shalawat atas Rasul-Nya, nasihat, bacaan (ayat Al-Qur’an), dan tidak lebih dari itu.” (Al-Umm). Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 52 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Tema Khotbah: Masalah Aktual Inti pesan dakwah dalam khotbah Jumat adalah nasihat atau wasiat takwa, yakni mengajak jamaah untuk bertakwa kepada Allah SWT. Itu pula yang dilakukan Rasulullah Saw. “Rasulullah Saw biasa berkhotbah dengan berdiri dan duduk di antara dua khotbah, membaca beberapa ayat, dan memberi nasihat kepada jamaah” (HR. Jamaah, kecuali Bukhari dan Tirmidzi). Dari segi tema, materi khotbah sebaiknya masalah aktual dan/atau masalah Islam dan kaum Muslimin kekinian. Arahnya tetap, khotib memberikan nasihat menyikapi masalah tersebut secara Islami sebagai manifestasi ketakwaan. Dengan kata lain, aktualitas merupakan daya tarik utama jamaah. Karenanya, khotib hendaknya mengaitkan materi khotbahnya dengan realitas atau masalah aktual di kalangan kaum Muslimin, tidak dengan tema yang ”itu-itu saja” yang dapat membuat jamaah jenuh, mengantuk, atau bahkan tertidur. Ulama Yordania kelahiran Palestina, Syaikh Masyhur Hasan Salman, berkata: ”Sebagian orang yang mulia telah berkata: khotbah yang paling tepat adalah yang sesuai dengan zaman, tempat, dan keadaan. Ketika ‘Idul Fithri, khothib menjelaskan hukum-hukum zakat fithrah. Di daerah yang penduduknya berselisih, menjelaskan persatuan. Atau orang-orang malas menuntut ilmu, khothib mendorong mereka menuntut ilmu. Orang tua-orang tua membiarkan pendidikan anak-anak, khothib mendorong mereka untuk itu, dan lain-lain yang sesuai dengan keadaan orang banyak, selaras dengan pendapat (kebutuhan) mereka, dan sesuai tabi’at mereka. Seseorang hendaklah berkhotbah sesuai dengan tempat dan keadaannya, memperhatikan keadaan manusia, memperhatikan perbuatan mereka, dan kejadiankejadian setiap pekan (isu aktual). Lalu, ketika naik mimbar, melarang mereka dari (kemungkaran) dan mengingatkan mereka terhadap kejadian-kejadian itu. Semoga mereka mendapatkan petunjuk kepada jalan yang lurus.” Kondisi Jamaah Khotbah Jumat merupakan kesempatan amat baik untuk memberikan nasihat kepada jamaah untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt. Pasalnya, ibadah Jumat biasanya dihadiri oleh jamaah dalam jumlah yang banyak, bahkan banyak masjid yang tidak mampu menampung jamaah. Dari segi latar belakang, jamaah Jumat di sebuah masjid –terutama masjid di kota-kota besar- umumnya heterogen. Mereka berasal dari berbagai kalangan, tuamuda, kaya-miskin, berpendidikan tinggi ataupun rendah, berpangkat ataupun orang biasa, dan seterusnya. Selain itu, jamaah berada keadaan suci secara jasmani (berwudhu) dan rohani (niat beribadah shalat Jumat). Kondisi demikian idealnya membuat pesan dakwah dalam khotbah Jumat dapat masuk atau diterima dengan baik (efektif). Dengan demikian, khotib Jumat sebagai komunikator dakwah dapat menyampaikan pesan dakwah dengan sebaik-baiknya, selain memenuhi rukun kotbah, seperti mengucapkan salam, hamdalah, syahadatain, shalawat atas Nabi Saw, menyampaikan wasiat takwa, membaca ayat-ayat Al-Quran dan berdoa.* Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 53 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Bagian 11 Keterampilan Komunikasi: Menulis Dibandingkan komunikasi lisan (speaking), komunikasi dakwah melalui tulisan (writing) masih minim. Banyak ulama, penceramah, atau da’i lebih ”asyik” dengan dakwah lisannya. Padahal, kata Ali bin Abi Thalib, tulisan adalah tamannya para ulama. Rasulullah Saw juga mengingatkan umatnya: ”Ikatlah ilmu dengan menuliskannya”. Dampak tulisan lebih kuat dari lisan. Daya tahan dakwah tulisan juga lebih kuat dari dakwah lisan. Demikian pula dari segi audiens (jamaah). Objek dakwah tulisan lebih banyak ketimbang dakwah lisan di mimbar pengajian atau majelismajelis taklim. Dakwah tulisan juga lebih luas dari sisi geografis. Sebuah tulisan bisa menjangkau luar pulau dan negara alias ”go international”. Sebuah tulisan atau karya tulis dapat berpengaruh sangat luas dan membuat penulisnya sangat populer. Salman Rushdie begitu mendunia namanya karena tulisannya, buku Satanic Verses (Ayat-Ayat Setan), yang dianggap melecehkan Islam. Pemerintah Iran bahkan memvonis hukuman mati baginya. Tulisan atau goresan pena seorang penulis dapat menjadi pelopor suatu pemikiran, keyakinan, ide, cita-cita, bahkan revolusi (KHM Isa Anshary, 1984:3341). Revolusi Prancis bergerak di bawah cahaya pikiran dan cetusan pandangan yang dirintis J.J. Rousseau dan Montesquieu. Revolusi Amerika dibimbing “Declaration of Independent” (Fatwa Kemerdekaan) yang hingga kini dijadikan pedoman besar bangsa Amerika. Revolusi Rusia dan perjuangan kaum Komunis di seluruh dunia sampai kini dipimpin oleh Manifesto Kumunis (Communistish Manifest) karya Kalr Marx dan Engels. Nazi Jerman bergerak di bawah petunjuk buku Mein Kamf karya Adolf Hitler. Revolusi Tiongkok berpedoman pada San Min Chu I karangan Sun Yat Sen. Revolusi Indonesia didahului pemikiran-pemikiran revolusioner tertulis dari Bung Karno, Bung Hatta, M. Natsir, Syahrir, dan Tan Malaka. Kebangkitan dunia Islam, gerakan reformasi dan modernisasi dalam dunia Islam, terutama bersumber pada buah pena atau tulisan Ibnu Taimiyah, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Syaikh Rasyid Ridha, Amir Syakib Arsalan, dan Abdurrahman Al-Kawakiby. Pembinaan negara Islam Pakistan didahului buku-buku Mohammad Iqbal. Tulisan atau pena seorang penulis cukup berbicara satu kali, melekat terus dalam hati dan menjadi buah tutur setiap hari. Para jududa’wah pelu lebih memperhatikan kepentingan tulisan di berbagai media da’wah, menjadikan media massa sebagai alat perjuangan da’wah. Keterampilan Menulis: Mengatasi Hambatan Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 54 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Untuk melakukan komunikasi dakwah secara tulisan (da’wah bil kitabah) atau dakwah dengan pena (da’wah bil qolam), seorang da’i harus memiliki keterampilan menulis (writing skill). Langkah awal untuk menuju terampil menulis adalah mengatasi ”hambatan menulis”, yakni kondisi yang menyebabkan seseorang tidak (bisa) menulis. Dalam bahasa Inggris, hambatan menulis disebut Writer”s Block, Obstacle to Writing, dan Writing Anxiety. ”Malas” dan ”tidak menguasai topik” biasanya berada di urutan teratas daftar hambatan menulis. Tidak sempat (kendala waktu), bingung memulai, takut jelek, dan ”suka tidak fokus” adalah hambatan menulis lainnya. Hambatan ”malas” dapat diatasi dengan memotivasi diri atau ”dipaksa”. Motivasi diri bisa dengan mengingat dan “menikmati” risiko menulis, seperti ”populeritas”, ada ”berkah” honor tulisan atau royalti, sehat (karena menulis itu menyehatkan jiwa-raga), dan “self branding” atau “self promotion” (meningkatkan citra diri). Hambatan lain adalah ”tidak punya ide”. Itu persepsi yang salah karena ide ada di mana-mana. Jika tidak tahu harus menulis apa, solusinya antara lain dengan ”Iqra’”, membaca, yakni dengan menermati peristiwa aktual, mengkritisinya, menanggapinya, dan tuliskan opini kita tentang peristiwa atau isu tersebut. Soal waktu, semua orang memiliki waktu 24 jam per hari. Jadi, masalahnya hanya soal ”manajemen waktu”, yakni meluangkannya untuk menulis. Orang yang termotivasi untuk menulis akan meluangkan waktu untuk menulis, sesempit apa pun waktu yang teralokasikan itu. Tidak menguasai topik adalah hambatan berikutnya. Kiranya, itu bukan lagi hambatan karena ada begitu banyak literatur, buku-buku, bahkan ”data online” di internet tinggal sekali klik. Susah memulai adalah hambatan lainnya. Salah satu teknik mengatasinya adalah simpan tema secara tertulis (tidak disimpan dalam ingatan), lalu menuliskan judul sementara, membuat outline atau garis besar tulisan, dan melakukan ”nulis bebas” (Free Writing). Free Writing adalah menyusun naskah awal atau naskah kasar (composing rough/first draft). Tekniknya, menuliskan saja apa yang ada di pikiran, yang ingin disampaikan, dan mengabaikan dulu akurasi ejaan, kata, kalimat, dan data. Yang penting, tuliskan! Setelah itu, tulis ulang, revisi, dan edit –perbaiki kata, ejaan, kalimat, dan sistematika tulisan berdasarkan outline yang sudah disusun sebelumnya. “Bingung dari mana mulainya” juga termasuk hambatan menulis. Banyak penulis pemula mengalaminya. Salah satu solusinya, awali tulisan itu dengan menuliskan kata yang menjadi tema atau objek kajian. Misalnya, tema tentang “Bandung Kota Agamis” bisa diawali dengan “Bandung adalah kota….” atau ”Kota Agamis adalah....”. Tulisan tentang keislaman lebih mudah lagi, yaitu awali dengan ta’rif (definisi), kutipan ayat Quran atau hadits, dilanjutkan dengan ”penafsiran” atau komentar penulis tentang definisi atau ayat/hadits tadi. Hambatan lain, ”takut tulisan jelek”. Tidak ada tulisan jelek selama ide dan isi tulisannya orisinil hasil pemikiran penulis. Tulisan jelek hanyalah hasil plagiarisme (plagiat, mencontek karya tulis orang lain). Jika menulis untuk dimuat di suratkabar, jangan khawatir, di media massa selalu ada editor yang bertugas menyeleksi dan memperbaiki (mengedit) naskah Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 55 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 sebelum dimuat. Jadi, urusan bagus-tidaknya sebuah tulisan sebenarnya bukan urusan penulis, tapi itu urusan editor yang tugas utamanya menyeleksi dan memperbagus tulisan. Jenis Tulisan Secara umum, tulisan dibagi ke dalam dua bagian, yakni tulisan fiksi dan nonfiksi. Tulisan fiksi yaitu tulisan berbasis khayalan atau imajinasi, bukan fakta atau data nyata. Umumnya tulisan ini merupakan karya sastra, seperti cerita pendek, novel, puisi, dan drama. Tulisan nonfiksi yaitu tulisan yang berbasis fakta dan data, seperti berita, artikel, feature, essay, dan resensi. Tulisan nonfiksi disebut pula ”karya jurnalistik” atau naskah jurnalistik yang biasa dimuat di media massa. Naskah jurnalistik sendiri dibagi kedalam tiga kelompok besar, yaitu berita (news) –laporan peristiwa aktual, opini atau pandangan (views) –tulisan berisi pendapat penulis tentang suatu masalah atau peristiwa, dan karangan khas (feature) – paduan berita, opini, dengan tema ”ringan” dan menghibur, serta menggunakan gaya bahasa sastra. Jenis tulisan yang paling populer adalah artikel dan kolom. Artikel adalah tulisan berisi pendapat penulisnya tentang suatu masalah atau peristiwa. Biasanya, penulis melengkapi tulisan dengan teori atau data sebagai penguat argumentasi. Dalam artikel keislaman, teori atau data itu berupa dalil atau nash Quran, hadits, perkataan sahabat, dan ulama. Kolom adalah tulisan berisi pendapat penulis yang ahli di bidangnya. Kolom agama diisi oleh ahli agama (ulama, ustadz, da’i). Panjang-pendek naskah tulisan sifatnya relatif, bergantung pada space (ruang) yang tersedia di media cetak. Namun, untuk tulisan di status Facebook dibatasi 240 karakter/huruf dan di Twitter hanya 140 karakter. Karena keterbatasan ruang itu, maka sangat penting bagi penulis untuk menguasai ”bahasa jurnalistik” (langguage of mass media), yakni bahasa yang biasa digunakan wartawan dalam menulis berita di media, berciri khas singkat, padat, jelas, danlugas berdasarkan prinsip ”hemat kata” (economy of words). Namun, sebaiknya tulisan artikel ataupun kolom itu ringkas saja, antara 4.0005.000 karakter (huruf) atau 700-800 kata. Pasalnya, tulisan pendek lebih mudah dipahami dan menarik ketimbang tulisan panjang. Jika banyak hal yang harus dijelaskan, bisa dituliskan secar bersambung atau dibagi dalam beberapa tulisan. Tahapan Menulis Secara ringkas, tahapan menulis itu sebagai berikut: 1. Ide/Tema. 2. Referensi. 3. Outlining. 4. Free writing 5. Editing. Biasanya sebuah ide, tema, atau topik muncul terinspirasi sebuah peristiwa atau isu aktual yang berkembang di masyarakat atau yang diekspos media massa. Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 56 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Tema tulisan juga bisa tentang aktivitas sehari-hari dan merkenalkan ilmu atau temuan baru. Setelah ide didapat dan disimpan (dituliskan), sebaiknya tidak langsung menulis, namun kembangkan dulu dengan pendalaman tema melalui riset, observasi, atau membaca referensi (studi literatur). Kumpulkan data, bahan, sekaligus “mengintip” tulisan yang setema. Jika sudah ada yang menulisnya, cari angle (sudut pandang) berbeda. Lanjutkan dengan outlining, membuat outline atau garis besar tulisan, milsanya untuk poin-poin penting untuk bagian pembuka tulisan, pembahasan, dan penutup. Free writing adalah menyusun naskah awal atau naskah kasar (composing rough/first draft). Pada tahap ini, tuliskan saja apa yang ada di pikiran, yang ingin disampaikan, dan abaikan dulu akurasi ejaan, kata, kalimat, bahkan data. Yang penting, tuliskan dulu yang ingin disampaikan! Setelah itu, memasuk tahap akhir yakni editing sekaligus tulis ulang (rewriting). Penulis yang baik adalah juga penulis ulang yang baik (a good writer is also good rewriter), revisi, sesuaikan dengan outline. Edit dan koreksi kata, ejaan, kalimat, dan sistematika tulisan berdasarkan outline yang sudah disusun sebelumnya. Semua penulis, baik pemula maupun profesional, melewati tahapan tersebut ketika menulis. Mungkin saja tahap 2,3, dan 4 dilewati secara tidak sadar jika penulis sudah terbiasa sehingga ia menulis ”langsung jadi”. Bahkan, tahap editing pun dilewatinya karena langsung menyerahkan kepada editor. Sistematika Urutan bahasan masalah dalam sebuah tulisan secara umum bisa menggunakan salah satu pola berikut ini: 1. Kronologis –satuan waktu –jam, hari, bulan, atau tahun. Biasanya cerita sebuah peristiwa atau kisah. 2. Proses –tahapan berurutan seperti tutorial atau panduan praktis. 3. Deduksi –umum ke khusus, teori ke empiri, rumus ke penerapan, dalil ke fakta. Mengemukakan teori/dalil lalu dikaitkan dengan fakta-empiris atau peristiwa dan isu aktual. 4. Induksi –kebalikan dari deduksi. 5. Reportase –menceritakan peristiwa seperti laporan observasi atau eksperimen ilmiah. Prinsip Menulis Tidak ada teori baku tentang menulis. Teori sekaligus teknik dan panduan menulis hanya satu, yaitu menulis. Menulis itu ibarat naik sepeda. Tidak ada teori dan teknik khusus yang bisa menjadikan seseorang mahir naik sepeda, kecuali latihan dan “kebiasaan”. Menulis juga ibarat berenang. Sesering apa pun Anda membaca buku-buku atau menyimak ceramah tentang teknik berenang, Anda tidak akan bisa menjadi perenang jika tidak “nyebur” langsung di kolam renang dan berlatih. Banyak sekali ungkapan tentang menulis, misalnya ”writing comes more easily if you have something to say” (Sholem Asch) –menulis terasa lebih mudah jika Anda punya sesuatu untuk dikatakan. Menulis itu mudah selama kita mempunyai Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 57 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 pengetahuan, wawasan, atau ilmu yang bisa disebarkan atau dibagikan kepada pembaca. Komunikasi adalah tujuan utama menulis. Lewat tulisan itulah seorang penulis menyampaikan ide, informasi, kesan, atau pesan dakwah. Kejelasan adalah kunci tulisan yang baik. Untuk mencapainya antara lain gunakan bahasa sederhana, mudah dimengerti, bahasa orang awam, bukan bahasa akademis, birokratis, dan teknis yang hanya dipahami kalangan tertentu.* Bagian 12 Keterampilan Komunikasi: Menulis di Media Online Media online (cybermedia) adalah media atau saluran komunikasi berbasis telekomunikasi dan multimedia (komputer dan internet). Termasuk kategori media online adalah portal, website (situs web, termasuk blog), radio online, TV online, dan email. Keunggulan media online dibandingkan ”media konvensional” antara lain: 1. Kapasitas luas --halaman web bisa menampung naskah sangat panjang dan banyak. Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 58 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pemuatan dan editing naskah bisa kapan saja dan di mana saja. Jadwal terbit bisa kapan saja bisa, setiap saat. Cepat, begitu di-upload langsung bisa diakses semua orang. Menjangkau seluruh dunia yang memiliki akses internet. Aktual, berisi info aktual karena kemudahan dan kecepatan penyajian. Update, pembaruan informasi terus dan dapat dilakukan kapan saja. Interaktif, dua arah, dan ”egaliter” dengan adanya fasilitas kolom komentar, chat room, polling, dsb. 9. Terdokumentasi, informasi tersimpan di ”bank data” (arsip) dan dapat ditemukan melalui ”link”, ”artikel terkait”, dan fasilitas ”cari” (search). 10. Terhubung dengan sumber lain (hyperlink) yang berkaitan dengan informasi tersaji. Kehadiran media online memunculkan ”generasi baru” jurnalistik, yakni jurnalisme online (online journalism) –disebut juga cyber journalism. Per definisi, jurnalisme online merupakan proses penyampaian informasi dengan menggunakan media internet (website). Kamus bebas Wikipedia mendefinisikan jurnalisme online sebagai ”pelaporan fakta yang diproduksi dan disebarkan melalui internet” (reporting of facts produced and distributed via the Internet). Karakter jurnalisme online –sebagaimana tergambar dalam karakter media online— antara lain kecepatan penyajian, real time --langsung dipublikasikan pada saat kejadian sedang berlangsung, interaktif, dan diperkaya dengan link atau tautan kepada informasi terkait. Keunggulan jurnalisme online secara detail dikemukakan James C. Foust dalam bukunya, Online Journalism: Principles and Practices of News for The Web (2005): 1. Audience Control --audiens lebih leluasa dalam memilih berita. 2. Nonlienarity --tiap berita yang disampaikan dapat berdiri sendiri atau tidak berurutan. 3. Storage and retrieval --berita tersimpan dan diakses kembali dengan mudah. 4. Unlimited Space –memungkinkan jumlah berita jauh lebih lengkap ketimbang media lainnya. 5. Immediacy --cepat dan langsung. 6. Multimedia Capability –bisa menyertakan teks, suara, gambar, video dan komponen lainnya di dalam berita. 7. Interactivity --memungkinkan adanya peningkatan partisipasi pembaca. Gaya Penulisan Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 59 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Umumnya orang ingin membaca berita-berita di internet secara cepat. Selain ”daya tahan mata” di depan layar monitor terbatas, juga kemungkinan mereka terburu-buru karena mahalnya biaya koneksi (pulsa internet). Oleh karena itu, gaya bahasa jurnalisme online hendaknya: ringkas, padat, atu to the point, dan menarik. Perhatian utama pembaca biasanya pada judul dan lead. Keduanya harus dibuat semenarik mungkin sehingga ”eye catching” (menarik perhatian dan minat baca). Umumnya, lead adalah alinea pertama dari artikel berita tersebut, walau tidak mesti demikian –bisa dibuat tersendiri misalnya menampilkan isi berita paling menarik sebagai ”eye cacther”. Bahkan, ada pendapat, jurnalisme online adalah ”jurnalisme judul” karena perilaku pembaca yang umumnya ”headline reader” atau ”lead reader” –perilaku yang juga berlaku bagi pembaca koran. Body atau tubuh berita biasanya diformat dalam bentuk singkat dan padat karena informasi terus mengalir dan berubah sewaktu-waktu. Namun, kelengkapan informasi tetap terjaga karena antara berita yang satu dengan berita yang lain bisa dikaitkan (linkage) hanya dengan satu klik. Pendekatan ”Piramida Terbalik” lebih intens digunakan dalam penulisan berita online, yaitu benar-benar mengedepankan yang paling penting dan mendesak diketahui pembaca. Bahasa Jurnalistik (language of mass media) juga kian penting berperan mengingat karakter bahasa jurnalistik yang lugas, ringkas, sederhana, dan mudah dipahami. Para ahli dari Stanford University dan The Poynter Institute pernah melakukan penelitian tentang perilaku pembaca situs berita. Hasilnya tidak jauh berbeda dari penelitian serupa yang dilakukan oleh Jakob Nielsen yang menyimpulkan: perilaku pembaca media internet (user) adalah seperti berikut: 1. Pertama kali melihat teks (78%), bukan foto atau grafik. Secara umum, user pertama kali tertarik pada judul, ringkasan tulisan, atau caption. 2. Tidak membaca kata per kata, tetapi lebih banyak memindai (scan) (79%, hanya 16% yang membaca kata per kata) tampilan situs, terutama katakata yang di-highlight, jenis huruf berbeda, penyajian dengan butir-butir (numerik/bullet/numbering). 3. Lebih menyukai judul yang tepat pada sasaran (straightforward) dibandingkan judul yang lucu atau cantik. 4. Membaca ringkasan atau tulisan pendek karena membaca di layar monitor komputer 25% lebih lambat dibandingkan membaca media cetak. 5. Tidak berlama-lama di satu situs. User tidak sabaran, memiliki wewenang penuh untuk pindah atau tetap di satu situs. 6. Kunjungan selama 10 menit sudah termasuk lama. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka pedoman dasar penulisan di website antara lain: 1. Buatlah judul yang sederhana (simple) dan tepat sasaran (straightforward). 2. Buat tulisan yang membantu pembaca agar dapat memindai (scannable), misalnya dengan subjudul, highlight kata-kata penting dengan warna yang berbeda, cetak tebal, jenis huruf, ukuran huruf, hypertext/hyperlink. Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 60 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 3. Buatlah tulisan pendek/ringkas. Jumlah kata paling banyak 50% dari media cetak. Satu alinea idealnya hanya terdiri dari 65 karakter. 4. Jika perlu, uraian panjang dipecah-pecah menjadi beberapa judul, sambungkan melalui multiple hyperlink. 5. Pembaca tidak suka tulisan panjang dan harus men-scroll jauh ke bawah. 6. Gunakan tabel atau poin/angka urut ke bawah. Pembaca lebih mudah dan lebih nyaman membaca uraian berurut ke bawah daripada membaca alinea yang panjang. 7. Gunakan alinea/paragraf pendek dan jarak antar-alinea. 8. Terapkan prinsip Piramida Terbalik -- yang penting di atas, uraian selanjutnya. 9. Gunakan bahasa sederhana dan ”informal”. T Model dalam 800 Kata Menurut Jonathan Dube dalam “A Dozen Online Writing Tips” (CyberJournalist.net), menulis untuk Web seharusnya merupakan persilangan antara naskah siaran dan tulisan untuk media cetak –lebih ketat dan tajam dari media cetak, tetapi lebih rinci dibandingkan naskah siaran. Tulis dalam kalimat aktif, bukan pasif. Naskah siaran yang baik menggunakan kalimat-kalimat pendek, lugas, kalimat sederhana, dan satu gagasan per kalimat, serta menghindari kalimat panjang. Menggunakan konsep penulisan demikian dalam menulis secara online, membuat tulisan lebih mudah dipahami dan lebih mengundang perhatian pembaca. Gaya bertutur (conversational styles) juga disenangi pembaca Web. Khalayak online lebih menerima gaya penulisan yang tidak konvensional. Pada saat yang sama, jangan lupa bahwa aturan tradisional penulisan juga berlaku di media online. Tulisan yang kacau, tidak menarik, berbelit-belit, ceroboh, banyak salah ketik, tidak akan dimaafkan. Pembaca tidak akan meneruskan bacaannya dan tidak akan kembali ke Web Anda. Tidak seperti pembaca koran lokal, pembaca online memiliki banyak pilihan dan dengan mudah pindah ke situs lain. Ketika menulis untuk media online, hal sangat mendasar adalah menyampaikan kepada pembaca secara cepat inti cerita dan mengapa mereka harus meneruskan bacaan. Salah satu solusinya adalah dengan menggunakan struktur cerita “Model T”. Dalam model ini, teras cerita (story’s lead) –garis horizontal dalam huruf T– merangkum cerita dan, idealnya, mengatakan mengapa cerita itu penting. Lead tidak perlu mencantumkan ending atau akhir cerita, tapi hanya memberikan alasan untuk terus membaca. Lalu, sisa cerita –garis vertikal dari huruf T– dapat membentuk struktut apa saja: penulis dapat bercerita secara naratif; menyajikan anekdot dan diikuti dengan sisa cerita; melompat dari satu ide ke ide yang lain; atau hanya meneruskan cerita dengan model ”piramida terbalik”. Kebanyakan cerita online terlalu panjang/lama untuk audiens Web, dan beberapa pembaca menyelesaikannya. Menurut Roy Peter Clark, cerita apa pun dapat diceritakan dalam 800 kata — pedoman yang baik untuk tulisan online. Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 61 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Tapi jadikan itu sebagai pedoman, bukan aturan. Pembaca akan setia meneruskan bacaannya, meski tulisannya panjang, jika ada alasan menarik untuk itu dan jika isi tulisan itu terus memikat perhatian mereka. Membuat pembaca men-scroll ke bawah sisa tulisan, umumnya lebih disukai daripada harus meng-klik halaman baru. User berita online melakukan scroll. Studi yang dilakukan “The Poynter” menunjukkan, sekitar 75 persen teks artikel dibaca secara online –jauh lebih besar ketimbang di-print. Lagi pula, jika naskah itu mereka print dulu baru dibaca, mereka kehilangan kesempatan untuk proaktif berkomentar atau mengklik link artikel terkait. Informal dan Interaktif Informal dan interaktif adalah ciri khas tulisan di website atau media online. “Penulis online dapat berkomunikasi dengan pembaca mereka dalam bentuk yang lebih variatif dari tulisan tradisional,” kata Robert Niles dalam artikelnya, ”How to write for the Web”, di situs The Online Journalism Review (ojr.org). ”Blog, wiki, dan forum diskusi online merobohkan penghalang antara penulis dan pembaca, menciptakan lingkungan menulis lebih informal dan interaktif,” tegasnya. Tulisan di website, kata Niles lagi, menggunakan kalimat aktif dan bergaya percakapan (active and conversational style), utamanya di blog dan forum diskusi online (discussion board). ”Gaya tulisan demikian akan membuat pembaca Anda merasa nyaman membaca kata-kata Anda,”kata Niles. ”Seperti yang mereka rasakan ketika berbicara dengan seorang teman dekat.” Nile memberi resep buat para blogger. Katanya, tuliskan di blog Anda yang Anda ketahui, termasuk pengalaman. “Bila Anda tidak tahu sesuatu, jangan takut mengakuinya. “Blogger hebat memandang posting mereka ebagai komentar pertama dalam sebuah percakapan, bukan kata akhir sebuah topik pembicaraan.” Secara umum, berikut ini resep Niles tentang cara menulis yang baik di website:  Short –ringkas, the shorter the better.  Active voice –gunakan kalimat aktif.  Strong verbs –pilih kata kerja yang kuat.  Contextual hyperlinking –lengkapi dengan tautan informasi terkait; memungkinkan pembaca memperkaya pengetahuan dan informasi pendukung.  Use formatting –gunakan variasi tampilan huru atau kalimat (), misalnya dengan menggunakan daftar (list), header tebal, dan kutipan (blockquotes).  Easy to read – mudah dibaca; jangan ada blok teks/alinea yang lebih dari lima baris. “No block of text more than five lines on the screen.” Uraian di atas membawa kita pada kesimpulan, tulisan di media online harus ringkas, padat, dan jelas.* Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 62 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Tentang Penulis Asep Syamsul M. Romli –akrab disapa Kang Romel— adalah praktisi media, utamanya media dakwah. Saat buku ini ditulis, ia menjabat Chief Editor media online DDHK News (www.ddhongkong.org) –website dakwah Dompet Dhuafa Hong Kong. Tinggal di Kota Bandung, Jawa Barat, Kang Romel adalah seorang “Professional Communicator” – wartawan, penulis, sekaligua penyiar, public speaker, dan communication skill trainer di berbagai forum pelatihan komunikasi praktis. Mendirikan sekaligus mengetuai Balai Jurnalistik ICMI Jabar (BATIC) sejak 2001, Kang Romel juga menjadi dosen luar biasa alias “tenaga pengajar honorer” di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung sejak 2003, Stikom Bandung (2000-2007), Universitas Kebangsaan Bandung (2008-2010), dan Universitas AlGhifari Bandung (2009-2011). Pengalaman media: Mingguan Hikmah (Grup Pikiran Rakyat) Bandung (1993-2000), Sabili (2000), Tabloid MQ (Pemred, 2003), Majalah Kandidat Jakarta (Managing Editor, 2003-2004), Eramuslim (redaktur ahli/konsultan jurnalistik, 20012006), Tabloid Alhikmah (Pendiri/Pemred, 2006-2008), dan Radio Antassalam Bandung (Program Director, 2004-2007), Pemimpin Redaksi Majalah Bina Da’wah DDII Jabar (Pemred 2005-2011), dan penyiar Radio Shinta 97,2 FM Bandung (2008sekarang), juga mengelola sejumlah media online. Selain buku ini, buku-buku lain yang sudah ditulisnya antara lain Jurnalistik Praktis untuk Pemula (Rosdakarya Bandung 1999), Demonologi Islam (Gema Insani Jakarta 2000), Panduan Menjadi Penulis (Baticpress Bandung 2002), Jurnalistik Dakwah (Rosdakarya Bandung 2003), Jurnalistik Terapan (Baticpress Bandung 2004), Broadcast Journalism (Nuansa Bandung 2005), Amerika, Terorisme, dan Islamophobia (Nuansa Bandung 2005). Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 63 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Selain itu, Kang Romel juga menulis buku Lincah Menulis Pandai Bicara: Teknik Menulis dan Public Speaking (Nuansa Bandung 2005), Kiat Memandu Acara: Teknik MC dan Moderator (Nuansa Bandung 2006), Kembalikan Nasyid pada Khitahnya (Nuansa Bandung 2007), Broadcast for Teen (Nuansa Bandung 2007), Kamus Jurnalistik (Simbiosa Bandung 2008), Bahasa Media: Panduan Praktis Bahasa Jurnalistik (Baticpress Bandung 2009), Dasar-Dasar Siaran Radio: Basic Announcing (Nuansa Bandung 2009), dan Islamic Broadcasting (KPI UIN SGD Bandung 2009). Blog: www.romeltea.com. Email: romeltea@yahoo.com, kontak@romeltea.com.* Daftar Pustaka Arifin. 1994. Psikologi Dakwah: Suatu Pengantar Studi. Bumi Aksara, Jakarta. Amrullah Achmad. 1983. Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Prima Duta, Yogyakarta. Asep Syamsul M. Romli. 2005. Jurnalistik Terapan: Pedoman Kewartawanan dan Kepanulisan, Batic Presss, Bandung. _________________.2003. Lincah Menulis Pandai Bicara. Nuansa Cendekia, Bandung. _________________. 2005. Broadcast Journalism: Panduan Menjadi Penyiar, Reporter, dan Scriptwriter. Nuansa Cendekia, Bandung. Dan Nimmo, 1982. Komunikasi Politik, Rosdakarya, Bandung. Daud Rasyid. 1998. Islam dalam Berbagai Dimensi, Gema Insani Press, Jakarta Deddy Mulyana. 1999. Nuansa-Nuansa Komunikasi, Rosdakarya Bandung. ___________, 2005. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung, Remaja Rosdakarya. Denis McQuail. 1987. Mass Communication Theory (Teori Komunikasi Massa), Erlangga, Jakarta. Endang Saifuddin Anshari. 1987. Kuliah Al-Islam, Pustaka Bandung. Ensiklopedi Islam. 1993. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta Ibrahim Abu Abbah. 1997. Hak dan Batil dalam Pertentangan, Gema Insasi Press, Jakarta. Munawir Sjadzali. 1990. Islam dan Tata Negara, UI-Press, Jakarta Onong Effendy, 1994. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung, Remaja Rosdakarya. M. Natsir. 1983. Fiqhud Dakwah: Jejak Risalah dan Dasar-Dasar Dakwah, Media Dakwah, Jakarta. Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 64 KOMUNIKASI DAKWAH 2013 Rusjdi Hamka & Rafiq (ed.). 1989. Islam dan Era Informasi, Pustaka Panjimas, Jakarta. Thahir Luth. 1999. Muhammad Natsir, Dakwah dan Pemikirannya, Gema Insani Press, Jakarta. William R. Rivers at.al. 2003. Media Massa dan Masyarakat Modern, Prenada Media, Jakarta. Yusuf Al-Qaradhawi. 2004. Retorika Islam, Khalifa, Jakarta. Komunikasi Dakwah | ASM. Romli, www.romeltea.com 65