Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

FULL TEXT JABE

Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 JOURNAL OF APPLIED BUSINESS AND ECONOMICS (JABE) DAFTAR ISI Daftar Isi Editorial Board e-Marketing: Alternatif Dalam Pengembangan UMKM di Indonesia Sumardi (p. 3-8) Supply Demand Identification of Ecotourism Sector (Case Study: Bengkulu City) Dhona Shahreza, Maria Wikantari, Dhian Tyas Untatari (p. 9-17) Redefinisi Bauran Pemasaran (Marketing Mix) 4P ke 4C (Studi Kasus Pada Universitas Indraprasta PGRI) Akhmad Sefudin (p. 18-23) Kelembagaan Usaha Kecil Mikro Kecil dan Menengah Dalam Pembangunan Ekonomi Masyarakat Indra Suyahya (P. 24 – 29) Implementasi Balanced Scorecard di Koperasi Karyawan dan Dosen Universitas Indraprasta PGRI Ari Sasmoko, Akhmad Sefudin, Hendro Prasetyono (p. 30 – 42) Kajian Perkembangan Sektor Jasa Dan Serapan Tenaga Kerja Di Dki Jakarta Novita Delima Putri, Fadillah Hisyam (p. 43 – 48) Indeks Penulis dan Artikel Pedoman Penulisan 1 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 JOURNAL OF APPLIED BUSINESS AND ECONOMICS (JABE) EDITOR IN CHIEF Dhian Tyas Untari,S.E.M.M Universitas Indraprasta PGRI EDITORIAL BOARD MEMBERS Hendro Prasetyono,M.Pd. Universitas Indraprasta PGRI Wiriadi Sutrisno,M.M.,M.BA Universitas Indraprasta PGRI Zaenal Arifin H.Masri,M.M Universitas Indraprasta PGRI Indra Setiawan,S.E,M.Si Universitas Indraprasta PGRI EDITORIAL SECRETARY Khoirul Umam,S.E,M.I.Kom Universitas Indraprasta PGRI PUBLISHER Pusat Kajian Ilmu Ekonomi Universitas Indraprasta PGRI Jl. Nangka 58, Tanjung Barat Jagakarsa, Jakarta Selatan Tlp : 021 87781300/ 021 7818718. Fax : 021 78835283 http://www.unindra.ac.id. Email : jabejournal@yahoo.com; khoirulumam77@yahoo.com JABE adalah jurnal yang dikeluarkan oleh Pusat Kajian Ilmu Ekonomi Unindra, terbit 4 kali dalam satu tahun. JABE merupakan publikasi ilmiah baik berupa kajian literatur maupun peneitian lapangan terkait aplikasi bisnis dan ekonomi. Diharapkan JABE dapat mejadi media bagi akademisi dan para peneliti untuk mempublikasi karya ilmiahnya dan menjadi sumber referensi bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan. 2 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 E-MARKETING: USAHA DALAM MENGEMBANGKAN UMKM DI INDONESIA Oleh : Sumardi * *Dosen Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta Email ; tyas_un@yahoo.co.id ABSTRAK UMKM adalah salah satu sektor yang memberikanmanfaat besar baik bagi daerah maupun masyarakat, dengan kemampuannya untuk menyerap banyak tenaga kerja, sektor ini menjawab ketimpangan antara pertumbuhan penduduk usia produktif dengan ketersediaan lapangan pekerjaan, selain itu UMKM juga mempunyai kontribusi positif dalam meningkatkan PDB suatu daera. Permasalahan yang sering ditemukan dalam pengembangan sektor UMKM adalah masalah pemasaran. Perkembangan jaman internet semakin dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia pada khususnya. E-Marketing adalah segala usaha yang dilakukan untuk melakukan marketing suatu produk atau jasa dengan menggunakan media Internet. Dalam perkembangannya internet menjadi salah satu media yang sangat efektif dalam mempromosikan sebuah produk yang pada akhirnya dapat mendukung penjualan sebuah produk. Dengan metode deskriptif dan menggunakan data – data skunder yang didapat dari instansi terkait, kajian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bahwa e-marketing merupakan salah satu alternatif pemasaran dengan peluang pasar yang masih sangat luas. Keyword : E-marketing, kewirausahaan, internet 1. Pendahuluan Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bagian penting dalam perekonomian dan pembangunan nasional. Pertumbuhan sektor UMKM saat ini nampak menggembirakan. Peranan dan kegiatan usaha sektor UMKM terlihat meningkat sejak krisis ekonomi melanda negeri kita. Mengingat UMKM sebagai penggerak perekonomian dan pembangunan nasional maka adanya perlu pemberdayaan sektor tersebut. Salah satu permasalahan yang sering dihadapi oleh pengusaha sektor ini adalah masalah pemasaran. Kurangnya jaringan dan chanel akhirnya menghambat perkembangan sektor UMKM ini yang mayoritas masih dikelola dengan sederhana. Disisi lain kemajuan teknologi telah meningkatkan trand penggunaan internet baik di Indonesia maupun dinegara lain. Dengan demikian internet menjadi sebuah medi alternatif dalam memasarkan produk UMKM, khususnya dalam kegiatan promosi. Dengan memanfaatkan media inernet, dapat memperluas jaringan pemasaran pengusaha sektor UMKM. 3 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 2. Pembahasan 2.1 Perkembangan UMKM di Indonesia UMKMmerupakansalahsatu sektor usaha yang sangatmenjanjikan.Dalamkrisistahun 97-98 sektor inilah yang mampu bertahan bahkan dapat dikatakan tidak terlalu terpengaruh oleh dampak krisis tersebut, halini dikarenakan skala usaha yang kecil dan kebanyakan usaha yang dijalankan adalah usaha yang menyangkut human basic need, sehingga dalam kebutuhan tersebut tetap harus terpenuhi dan tetap harus dikonsumsi. Perkembangan sektor UMKM terusmeningkat, perkembangan sektor UMKM dapat dilihat dari table berikut, Tabel 1. Perkembangan jumlah UMKM di Indonesia Unit Usaha Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Jumlah Jumlah (unit) tahun 2010 53.207.500 573.601 42.631 53.823.732 Jumlah (unit) tahun 2010 54.559.969 602.195 44.280 55.206.444 Sumber :Kementrian Koperasi dan UMKM, 2012 (diolah) Jumlah usaha mikro sangat mendominasi perkembangan UMKM di Indonesia. Jumlahnya yang mencapai angka 54.559.969 pada tahun 2011 dan merupakan 98 persen dari jumlah total UMKM di Indonesia, bahkan mencapai 99,9 persen dari total jenis usaha di Indonesia, dimana usaha besar hanya mengisi 0,01 persen dari total jenis usaha yang ada di Indonesia. Selain itu UMKM juga merupakan salah satu sektor padat karya, dimana sektor ini banyak menyerap tenaga kerja.Sehingga dengan perkembangannya diharapkan sektor UMKM dapat menjawab permasalahan yang terjadi disetiap Negara berkembang khususnya di Indonesia dimana laju pertumbuhan penduduk usia produktif tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah kesempatan kerja, sehingga memunculkan masalah yaitu peningkatan jumlah pengangguran. Tabel berikut memperlihatkan tenagakerja yang dapat diserap oleh sektor UMKM di Indonesia. Tabel 2. Serapan tenaga kerja Unit Usaha Jumlah (orang) Jumlah (orang) tahun 2010 tahun 2011 Usaha Mikro 93.014.759 94.957.797 Usaha Kecil 3.627.164 3.919.992 Usaha Menengah 2.759.852 2.844.669 Jumlah sektor UMKM 99.401.775 101.722.458 Usaha Besar 2.839.711 2.891.224 Jumlah Total 102.241.486 104613.681 Sumber :Kementrian Koperasi dan UMKM, 2012 (diolah) Dengan demikian terlihat bahwa sektor UMKM dapat menyerap tenaga kerja jauh lebih banyak dibanding usaha besar.Sektor UMKM dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 97,22 persen pada tahun 2010 dan 97,24 persen pada tahun 2011 dari total keseluruhan jumlah tenaga kerja yang terserap pada dunia kerja. Dalam hal ini usaha mikro menduduki urutan pertama dalam jumlah serapan tenaga kerja yaitu sebanyak 90,98 persen tahun 2010 dan 98.77 persen pada tahun 2011. 4 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 Selain peranannya dalam meningkatkan serapan tenaga kerja, sektor UMKM juga merupakan salah satu sektor penyumbang pendapatan terbesar bagi daerah. Table berikut akan mendistripsikan jumlah PDB dari sektor UMKM dan perbandingannya terhadap sektor usaha besar. Table 3. DPB atas dasar harga berlaku Unit Usaha Jumlah (milyar Rp) Jumlah (milyar Rp) tahun 2010 tahun 2011 Usaha Mikro 2.051.878,0 2.579.388,4 Usaha Kecil 587.770,2 722.012,8 Usaha Menengah 816.745,1 1.002.170,3 Jumlah sektor UMKM 3.466.393,3 4.303.571,5 Usaha Besar 2.602.369,5 3.123.514,6 Jumlaha Total 6.068.762,8 7.427.086,1 Sumber :Kementrian Koperasi dan UMKM, 2012 (diolah) Berdasarkan data diatas terlihat bahwa sektor UMKM menyumbangkan 57,12 persen pada tahun 2010 dan 57,94 persen pada tahun 2011. Secara kumulatif sektor UMKM masih unggul dibandingkan sektor usaha besar yang menyumbangkan 42,88 persen pada tahun 2010 dan 42,06 persen pada tahun berikutnya. Dari data-data diatas menunjukan bahwa sektor UMKM cukup berperan baik terhadap perekonomian wilayah maupun secara individu. Sehingga dibutuhkan sebuah pengelolaan yang cukup intensif dan berlanjut untuk mengelola sektor UMKM tersebut, sehingga dikemudian hari sektor UMKM dapat memberikan lebih banyak manfaat lagi bagi perekonomian wilayah maupun masyarakat. Promosi produk UMKM Salah satupermasalahan yang dihadapi sektor UMKM adalah masalah pemasaran produk. Pemasaran merupakan hal yang sederhana dan secara intuisi merupakan filosofi yang menarik. Konsep ini menyatakan bahwa alasan keberadaan sosial ekonomi bagi suatu organisasi adalah memuaskan kebutuhan konsumen dan keinginan tersebut sesuai dengan sasaran perusahaan. Kurangnya chanel maupun relasi dapat mengurai kinerja pemasaran sektor UMKM, sehingga perlu sebuah konsep pemasaran bagi UMKM yang memudahkan pelaku usaha sektor UMKM untuk membuka jaringan pemasaran, khususnya dalam usaha menginformasikan dan mempromosikan produknya. Promosi merupakan sebuah bentuk komunikasi pemasaran, dimana didalamnya terdapat aktifitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi, membujuk, mengingatkan pasar sasaran agar bersedia menerima, membeli dan loyal terhadap produk yang ditawarkan (Tjiptono, 2008; 219). Melakukan sebuah pendekatan dengan konsumen dan mengkomunikasikan tentang nilai sebuah produk, apa yang membedakan dari produk yang lain serta memberi argumentasi tentang alasan untuk membeli produk tersebut menjadi sangat penting karena manusia menanipulasi pikiran dan mind control dari mendengar kata-kata atau kalimat (Reilly, 2010; 89). Primadona (2012) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa promosi dapat mengingatkan konsumen pada produk yang diinformasikan dan promosi juga memotivasi konsumen untuk mengkonsumsi produk yang diinformasikan. Penggunaan media advertising berupa media cetak dan elektronik serta sales 5 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 promotion berupa potongan harga dinilai lebih efektif dalam mempromosikan sebuah produk. Promosi merupakan usaha untuk meningkatkan pemahaman dan persepsi konsumen terhadap produk yang ditawarkan dengan meningkatnya pemahaman dan persepsi konsumen terhadap suatu produk maka mempengaruhi besaran uang yang bersedia digunakan untuk mengkonsumsi produk yang ditawarkan (Rini; 2012). Proses pengembangan sebuah promosi agar dapat berjalan secara efektif dan efisien memerlukan tiga tahapan analisis yaitu: 1. Menetukan tujuan promosi. Sebelum promosi dilakukan perlu menentukan tujuan dari promosi, dalam pemasaran dikenal model AIDA (Attantion, Interest, Desire, Action). Model tersebut dapat diarahkan pada pengembangan respon yang diharapkan. Attention mencerminkan tahapan kognitif, interest dan desire merupakan cerminan tahapan afektif dan action merupakan cerminan tahapan konatif. Dengan demikian dapat ditentukan untuk apa promosi dilakukan dan tahapan mana yang akan menjadi sasaran dari promosi tersebut. 2. Menciptakan tema dan pesan yang efektif. 3. Menciptakan pesan yang efektif menyangkut empat pertanyaan yang berkaitan dengan promosi yaitu, - Apa isi pesan apa yang akan disampaikan, hal ini berkaitan dengan dayatarik dari pesan tersebut. Terdapat tiga daya tarik dalam menciptakan Unique Selling Proposition yaitu daya tarik rasional, daya tarik emosional dan daya tarik moral. - Bagaimana membuat sebuah struktur pesan yang logis. - Bagaimana menciptakan simbol – simbol pesan yang menarik, hal ini menyangkut headline, tagline, ilustrasi warna maupun suara. - Siapa yang akan menyampaikan pesan, hal ini berkaitan dengan pemilihan kredibilitas sosok atau figur yang akan menjadi ambasador dari sebuah produk. Tjiptono (2008; 532-533), mengungkapkan bahwa pesan yang efektif memiliki tiga karateristik utamayaitu desirability (disukaipelanggan), exlusiveness (bersifat unik dan relatif tidak dimiliki pesaing), believability (dipercaya pelanggan). 2.3 E – Marketing Internet Marketing atau e-marketing adalah segala usaha yang dilakukan untuk melakukan marketing suatu produk atau jasa melalui atau menggunakan media. Kata e-marketing ini berarti elektronik (electronic) yang artinya kegiatan marketing yang dimaksud dilaksanakan secara elektronik lewat Internet atau jaringan cyber. Kegiatan marketing Internet umumnya berkisar pada hal-hal yang berhubungan dengan pembuatan produk periklanan, pencarian prospek atau pembeli dan penulisan kalimat-kalimat marketing atau copywriting. Marketing internet atau e-marketing ini secara umum meliputi kegiatan pembuatan desain web (web design), periklanan dengan menggunakan baner, promosi perusahaan lewat mesin pencari informasi (mesin pencari), surat elektronik atau e-surat (email), periklanan lewat e-surat (email advertising), marketing afiliasi (affiliate marketing), advertensi interaktif (interactive advertising), dll. 6 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 2.4 Pengembangan Promosi Via Internet Internet adalah suatu terobosan baru bagi dunia bisnis yang meliputi aspek ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan, dimana dengan adanya internet interaksi antar manusia dapat berjalan lebih mudah. Dengan hadirnya internet perusahaan dapat menjalankan bisnisnya lebih efisien, dan memungkinkan untuk berkomunikasi dengan cepat walau berada di lokasi yang berbeda. Sementara bagi masyarakat, internet dapat memudahkan dalam pencarian informasi, bekerja, maupun melakukan aktivitas lainnya. Pengguna internet di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan dari tahun ketahun. Grafik berikut mengambarkan perkembangan pengguna internet sejak tahun 2001 hingga 2012. Grafik 1. Data penguna internet (juta) 3500000 3000000 2500000 2000000 Jumlah 1500000 Tahun 1000000 500000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Sumber : Kominfo, 2013 Tahun 2001 pengguna internet hanya sebanyak 15.000 pengguna, meningkat menjadi 38.330 pada tahun berikutnya dan terus mengalami peningkatan pada tahun 2007 sebanyak 778.770 pengguna. Dan pada data terakhir yaitu tahun 2012 mencapai 2,98 juta pengguna. Dengan jumlah pengguna internet yang sedemikian besar menciptakan sebuah pasar yang sangat luas. Sebenarnya, penggunaan internet ini tidak bisa menjangkau konsumen secara keseluruhan. Maksudnya, tidak semua masyarakat menggunakan internet dalam kesehariaannya. Dalam studi kasus di United Kingdom, 72% orang menggunakan internet untuk mengirimkan email, 63% pengguna internet untuk melakukan riset, 58% untuk pendidikan, dan 53% orang menggunakan internet untuk mencari informasi mengenai produk barang atau jasa. 3 Kesimpulan UMKM merupakan salah satu barometer perekonomian nasional. Pemberdayaan UMKM merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya melalui penyediaan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan serta mengurangi tingkat kemiskinan. Untuk mewujudkan salah satu Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan dapat dilakukan dengan pemberdayaan ekonomi kerakyatan dalam hal ini pemberdayaan UMKM, salah satunya adalah dengan memperluas jaringan pemasaran produk UMKM. Dalam 7 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 hal ini diperlukan kesinergian dari setiap pihak yang terkait untuk menciptakan program untuk menedukasi dan menginformasikan kepada pengusaha UMKM tenang pemaksimalan fungsi internet sebagai salah satu media promosi. DAFTAR PUSTAKA Primadona , Henny, 2012, Tesis, Analisis Pengaruh Promosi Terhadap Keputusan Pembelian dan Peningkatan Penjualan dari Beberapa Produk Pakaian dan Asesoris, IPB, Bogor. Reilly Tom, VALLUE ADDED SELLING; How to sell more prifitable, confidently and profesional by competing on value, 3ed Edition., 2010, Mc Graw Hill. United State of America. Rini, Istifa, 2012, Tesis, Analysis of Consumer Perception and Willingness to Pay for Wagyu Steak Product, IPB, Bogor. Tjiptono, et al, 2008, Pemasaran Startegi, ANDI, Jokjakarta www.kominfo.go.id www.kominfo.go.id 8 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 Supply and Demand Identification of Ecotourism Sektor (Case Study : Kota Bengkulu) Written by DhonaShahreza1 Maria Wikantari1 Dhian Tyas Untari1 1 Lecturers of Economics Education of FIPPS of Universitas Indraprasta PGRI *e-mail:; d2reza@yahoo.com; mwikantari@gmail.com; tyas_un@yahoo.co.id ABSTRACT Ecotourism is a prospective sektor of Bengkulu, and ecotourism development is the once focus concept to increase economic development. The aim of research is to identify supplay and demand of ecotourism sektor. And object research is Kota Bengkulu as a capital city of Bengkulu and also have a lot of potencial tourism product. Primary datas get from Bps Kota Bengkulu dan Dispar Kota Bengkulu. And secoundary datas get from observation at the research object. Descriptifve metode use to interprate data findings. The result of the research is to facilitate government of Kota Bengkulu to create a grand strategy of ecotourism sektor. Key words : Ecotourism, Supply Demand Identification, Kota Bengkulu. Preface In Indonesia tourism sektor is one of the significant contributor of foreign exhange for the country. In overall, tourism sektor became the fifth contributor in 2008, the fourth in 2009 and the fifth in 2010. Regarded as the contribution of non oil and gas sektor, tourism sektor lies in the second and third rank (Dewi, 2011:4). In connection with the implementation of decentralization policy through Law No.23 of 2004, the authority of organization of tourism policy became the autority of the regional Government. The application of regional autonomy provide logic consequency towards regional Government to handle their households and has their responsibilities fully in enhancing the prosperity of their people through activity of tourism development. Tourism sektor becomes one of the prominent sektor within the guideline of economic development of Kota Bengkulu (Plan of the Long-term Development of the Government of Kota Bengkulu 2007-2027). Through tourism sektor, it is expected to maximize the potential tourism in Kota Bengkulu to strive for an autonomy. Tourism in many developing countries including Indonesia has a significant role in solving the poverty problem, i.e. through absorption of manpower and increase of income (Siregar, 2004). Kota Bengkulu located at the west side of Sumatera island owns potential nature to be developed as ecotourism city. Beside having beautiful beach -the second longest beach in the world- Kota Bengkulu owns archaeological sites as well, such as rumah Bung Karno, rumah Fatmawati, Kampung Cina, Thomas Parr, Benteng Malborough, cemetery of Sentot Ali Basa, and special culture potentially to be developed. All potential ecotourism owned by Kota Bengkulu need a good management so as to provide benefits to the community. Government's efforts of Kota Bengkulu to lift people's economic through the tourism sektor and make Kota Bengkulu become an international tourist area is a good effort. However the 9 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 success or failure of efforts to achieve Kota Bengkulu as an international ecotourism depends on the seriousness of the government in collaboration with other agencies and it has to be supported by the community in developing tourism business in Kota Bengkulu, also it is required the participation of a variety of elements to be able to achieve it, including active public participation around tourist sites (Barika, 2009). Based on the above description which has been mentioned generally, the tourism sektor is a strategic sektor, and there should be an identification of the ecotourism market of Kota Bengkulu as the need for a strategy to develop ecotourism in Kota Bengkulu. Related to this statement, this study aims to identify all supporting aspects of ecotourism development in Kota Bengkulu and related aspects of ecotourism demand in Kota Bengkulu. Methodology This paper uses descriptive method while the secondary data is taken from the related institutions as well as the result of field observation. The secondary data related with general overview of Kota Bengkulu consists of social economic condition of Kota Bengkulu‟s community, access, infrastucture and availability of other supporting services. Meanwhile the demand site, the researchers intend to observe the aspect of visit amount, endurance and rented hotels. Operational variable - Supply : Tourism planning integrates all components of supply and their interaction. These components represent the drawing forces generating tourism demand. Lodging and other service facilities function as supporting units and should not be considerend as prime motivation of travel (Gunn, 1994). Tourism supply comprises attractions, transportation, accomodation, infrastructure and other support service. - Demand : It is important to treat the destination as a unit as it is noted that the destination can affect the competitiveness of both the destination and individual actors. Destinations are complex networks. A review of the literature indicates occupancy of star hotel and non star hotel, number of employee, The tourists‟ average duration and Number of Foreign and Domestic Tourist Arrivals is some indicators to estimate demand of tourism. Discussion General Overview of Kota Bengkulu The region of Kota Bengkulu is an extraordinary city connecting the Indian Ocean on the west side. The east and north region connect to the Regency of North Bengkulu while the south region connect to the Regency of South Bengkulu. The main issue is that population of Bengkulu Province has not spread yet generally. Population aglomerate only in the center region and the west coast along the street of the province, while the hinterland which constitutes a small group disperse all over. Kota Bengkulu is one of the densely populated region compared to other region in Bengkulu Province. 10 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 Table 1. Number of Demography Based on Gender in Kota Bengkulu Year 2011 Males (of humans) 159.735 Females (of humans) 153.589 Total (of humans) 313.324 Source: http://bengkulu.bps.go.id 2010 155.288 153.256 308.544 2009 138.473 140.358 278.831 Furthermore, income is one of the indicators of economic growth in a region. Therefore income of Bengkulu Province is offered in form of Gross Regional Domestic Product (PDRB) of Bengkulu Province indicated through the following Table 2. Tabel 2 PDRB of Bengkulu Provinsi according to Field of Work Based on Prevailing Price (million rupiah) Year 2008-2011 Field of Work Agriculture Mining and Quarrying Manufactur e Industry Electrical, Gas & Cleaned Water Building Contruction Trade, Restaurant and Hotel Transportati on and Communica tion Finance, Rental and Corporate Service Public Governmen t Service Private ServiceSocial Community Private ServiceEntertainme nt & Recreation Private ServiceIndividual and Household Total 2008 2009 2010 2011 6.064.134,85 6.411.798,58 7.503.149,97 8.425.714,46 499.242,16 754.150,00 774.016,46 859.537,75 642.325,48 84.593,15 100.360,49 100.694,96 67.989,53 78.549,35 100.013,56 111.040,30 480.174,60 542.447,69 672.128,26 762.770,74 2.948.673,44 3.299.702,06 3.545.549,42 3.963.060,05 1.261.739,15 1.327.626,14 1.487.417,17 1.750.889,66 657.787,75 724.058,18 837.987,18 1.020.016,42 1.704.319,68 1.894.621,37 2.187.943,70 2.489.586,27 143.058,64 177.362,60 210.955,24 219.695,28 24.061,20 25.623,11 28.076,39 31.888,07 422.380,35 442.200,05 516.606,10 593.131,84 14.915.886,85 16.385.364,18 18.649.601,15 21.150.289,62 Source: BPS of Bengkulu Province, 2012 11 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 Based on Table 8, it appears that the whole part of region‟s income comes from agriculture which reaches almost 40% of the total income. This condition is different to income from recreation and entertainment sektor of which is only 0,15% of the total income. Income from the trade, restaurant and hotel sektors amount 19% of the total income. Such condition shows that tourism is not the main factor of tourism demand in Bengkulu Province. Furthermore, Table 3 provides overview regarding population income is presented in PDRB per capita of Bengkulu Province, as follows: Table 3 PDRB per capita of Bengkulu Provinsi (Rupiah) Year 2008-2011 Year Prevailing Price Constant Price 2000 2008 8.399.085 4.173.766 2009 9.045.322 4.338.965 2010 10.139.472 4.532.152 2011 11.315.156 4.744.945 Source: BPS of Bengkulu Province, 2012 Real Growth 5,75 5,62 6,06 6,40 PDRB per capita as shown in Table 3 describe that the growth of population income increase annually. Afterwards, population‟s consumption rate per capita is presented in table 10, as follows: Table 4 Consumption per capita - year 2011 (Rupiah) Expenses Range 100.000150.000200.000<100.000 149.999 199.999 299.999 Food 70.428,57 99.874,16 123.797,67 175.575,85 Non Food 20.633,33 36.352,10 47.714,67 67.785,99 Source: BPS of Bengkulu Province, 2012 Consumption Type 300.000499.999 241.226,58 125.435,41 Tabel 5 Consumption per capita a month in 2011 (Rupiah) Types of Consumption 100.000<100.000 149.999 Food 70.428,57 99.874,16 Non Food 20.633,33 36.352,10 Source : BPS Provinsi Bengkulu, 2012 Range Expenses 150.000200.000199.999 299.999 123.797,67 175.575,85 47.714,67 67.785,99 300.000499.999 241.226,58 125.435,41 Table 5 show that most of the society expenses for whole range income is for food consumption. It can illustrate that the level of consumption for non-food consumption is still low, including expenses for travel. Attractions and Value of Ecotourism at Bengkulu City Kota Bengkulu is a place who has so may potencial attraction for ecotourism development, both natural ecotourism, cultural ecotourism and history cotourism. Here is an ecotourism attraction featured in Bengkulu city : 12 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 1. Danau Dendam Tak Sudah Beyond its sinister name, the lake, situated by the town of Curup, 6 Km from Bengkulu City, capital of Bengkulu Province, presents its own distinct beauty and tranquility. The 37.5 hectares lake and its stretching surrounding green hills are one elaborate nature reserve that holds signific. 2. Tapak Paderi Tapak Paderi Beach is one of the top tourist destinations in the province of Bengkulu. With a coastline that borders the Indian Ocean, Bengkulu‟s Tapak Paderi Beach merges into Pantai Panjang, or Long Beach, making the entire province‟s coast seemingly endless stretches of fun and relaxation in the sea, sand and sun 3. Wisata Pulau Tikus Pulau Tikus is a small coral island located in the west of the city of Bengkulu, the size of the island is about 60 x 100 meters. Bygone Tikus Island is an important island for sailor and fisherman because here is where they take shelter from the storm. 4. Fort Marlborough The British or „Raffles‟ Fort, was built between 1714 and 1719 by Governor Joseph Collet and was famous as the second-strongest fort built by British in Asia, Fort George in Madras, India being the first. It was restored and opened to the public. 5. Rumah Kediaman Bung Karno The most important historical heritage is Soekarno‟s exile home in the city of Bengkulu. Indonesia‟s first president and leader of the country‟s struggle for Independence from the late 1930s. In the midst of this struggle, to prevent Soekarno from making political speeches against the Dutch colonial policy, the Dutch Governor-General sentenced Soekarno. Soekarno‟s home is located in the city center, not far from the Mayor‟s office, and about 2 km from Fort Malborough. 6. Thomas Parr Monument Thomas Parr Monument is the one of historic attractions at Kota Bengkulu. It‟s located near of Benteng Marlborough. Obelisk-shaped monument with an area of 70 square meters and 13.5 meters high was built by the British government on tahun1808 to remain of Residen Thomas Parr who was died by people of Bengkulu. 7. Pantai Panjang Pantai Panjang, translated to mean Long Beach, boasts a coastline of fine, white sands that stretches 7 kilometers. As the beach has no reefs, its width expands to 500 meters when the tide is low.The beach area is a central tourism district and is lined with restaurants, hotels, cottages and shops. Pantai Panjang is located just 15 minutes from downtown Bengkulu. 8. Istana Inggris Raffles was live here, and all of governmental activities was done here.Thomas Stamford Raffles is the last British governor in Bengkulu. 9. Pantai Jakat Jakat beach is a beach with a gradient from 0 to 1.5 meters and is located 1 km from Bengkulu city center. Here are residing fishing activities around the beach so the main tourist attraction is the fishing activities. 13 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 Supply of Ecotourism at Bengkulu City State of access in the form of roads-infrastructure are very supportive supply aspect of eco-tourism in Kota Bengkulu. Table 6. State of the roads in the city of Bengkulu (in Km) Status Good Moderat Jalan Nasional Jalan Provinsi Jalan Kota 26,51 35,87 387,80 9,28 14,35 131,35 Light damage 4,86 10,43 68,80 Heavy damage 3,53 4,56 37,53 Total 44,18 65,21 625,48 Aspal/ Hotmix 44,18 65,21 486,55 Gravel Land 78,43 43,47 Source : Public Work Service in Bengkulu Province (2011) Tourists do not always bring their own vehicle that‟s why the availability of public transportation also be important in the development of a destination, according to the 2011 amount of public transportation in Kota Bengkulu many as 4.454 units (Regional Revenue Office of Bengkulu Province, 2011). Contrast to the amount of air traffic in the other tourist destinations such as Bali or Yogyakarta, traffic flight to Fatmawati Airports has been relatively little. This is due to the limited number of airlines that headed to Fatmawati Airports, the data in 2011 showed the frequency of flights average of 200 flights. Chart 1. Air traffic at Airports Fatmawati 300 200 100 Series1 0 jan mar mei jul sept nov Series1 Source : BPS – Statistics of Bengkulu Province (2011) Another aspect of tourism supply is the availability of accommodation, such as hotels or lodgment, in general the number of hotels at Bengkulu city relatively more than other areas in Bengkulu. This suggests that supply aspects Bengkulu city such as the availability of hotel is more better then another place in Bengkulu. Table 7. Number of hotels, rooms, bed and labor-Star hotel Explenation 2008 2009 2010 2011 Hotel 4 4 4 4 Room 170 170 170 170 Beds 270 292 292 259 Employees 220 221 221 204 Source : BPS – Statistics of Bengkulu Province (2011) 14 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 Table 8. Number of hotels, rooms, bed and labor-Non Star hotel Keterangan 2009 2010 2011 Hotel 40 40 44 Room 804 784 909 Beds 1286 1311 1397 Employees 441 449 359 Source : BPS – Statistics of Bengkulu Province (2011) Ecotourism Demand in Bengkulu City In order to identify the ecotourism demand in Bengkulu City, it is necessarry to describe the term of tourist and its classification. Prajogo (1976:11) suggested tourist as a person which stays at least 24 hours in tourist destination. Moreover, Oka A. Yoeti (1991:131) classified tourists into two general categories based on its origin; domestic tourists and foreign tourists. Thus, ecotourism demand segmentation in Bengkulu City can be identified as a number of tourist arrivals, average duration of stay period in both star hotels and non star hotels in Bengkulu city, income and consumption of Bengkulu city and outer Bengkulu city residentsare also engaged as the indicators of ecotourism demand. Tourist arrivals is a key determinant of tourism demand (Li, 2004). This suggests that the higher tourist arrivals, both domestic and foreign to Bengkulu city, the higher tourism demand in this area. Tourist arrivals of Bengkulu Province based on hotel‟s classification is shown by Table 5. Table 9 Number of Foreign and Domestic Tourist Arrivals based on Hotel Classification of Bengkulu Province Bengkulu Year 2008-2011 Foreign Tourists Domestic Tourists Star Non Star Star Non Star 2008 120 206 14.273 200.179 2009 150 280 20.717 189.604 2010 163 280 24.592 200.459 2011 203 320 25.160 201.593 Sumber: BPS Provinsi Bengkulu, 2012 Year Star 14.393 20.867 24.755 25.363 Total Non Star 200.385 189.884 200.739 201.913 Data as shown in Table 9 indicates that domestic tourists still dominate in visiting the tourist destination in Bengkulu compare to foreign tourists based on hotel classification. In 2011for example, there are 25.160 persons in star hotels and 201.593 persons in non star hotel. It is different with number of foreign tourist which totals only 203 persons in star hotel and 320 persons in non star hotels. This result is also supported by the findings of Collier (2010) and Stabler et al. (2010) that employment and income creation result not only from expenditure by foreign tourits, along with associated increases in private investment and public expenditure, but also from domestic tourist expenditure which often exceeds that of foreign tourists. Furthermore the percentage of hotel occupancy rates by hotel classification is also shown using the following Table 10. 15 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 Table 10 The percentage of hotel occupancy rate based on hotel classification Year 2008-2011 2008 2009 2010 2011 Star hotels 36,44% 37,77% 39,48% 40,87% Non star hotels 28,79% 30,71% 35,48% 28,79% Sumber: BPS Provinsi Bengkulu, 2012 Table 6 shows that the star hotel occupancy rate in 2011 was 40.87% and the non star hotels amounted to 28.79%. It indicates that hotel occupancy rate is lower than 50% in both hotels eventhough the trend is increase. Then, one of aspect to determine ecotourism demand is the tourists‟ average length of stay that will be described by the following Table 11. Table 11 The tourists‟ average duration of stay based on hotel classification Year 2008-2011 2008 2009 2010 2011 Star hotels 2,11 days 1,80 days 1,69 days 2,09 days Non star hotels 1,64 days 1,69 days 1,67 days 1,67 days Sumber: BPS Provinsi Bengkulu, 2012 Table 7 shows the average duration of stay in star hotels in 2011 was 2.09 days and the non star hotels was 1.67 days. It indicates mostly tourists visited Bengkulu for holiday purpose for both star hotels and non star hotels. Conclusion Remarks Tourism contributes to the enhancement of the environmment, including natural and cultural resources (Wall & Mathieson, 2006) that is in line with ecotourism concept. Tourism development in Bengkulu city has to be improved continuously to rising tourist arrivals that will generate not only local income but also national GDP. Therefore, the identification of ecotourism supply and demand aspects of Bengkulu city is required. Ecotourism supply consists of the availability of accommodation, accessibility, infrastructure and services. The result shows that the availability of national roads, provincial and city roads are pretty good because mostly are already paved. The air transportation accessibility is low because there are only 200 flights in airport Fatmawati in 2011. In terms of hotel accommodation, the avaibility of star hotel is low; only 4 star hotels with 170 rooms, 259 beds and 204 staffs while there are 44 non star hotels with 909 rooms, 1,397 beds and 359 employees. Hence, an increase in facilities and infrastructure development required to enhance tourists convenience in tourist destination. Without all of it, the tourism development will be stunted and difficult to develop (Ibrahim, 2008). Meanwhile, ecotourism demand in Bengkulu city consists the number of tourist arrivals and the average duration of stay. The result shows that domestic tourists are still dominating amounted 25,160 people in star hotels and 201,593 people in non star hotels compared to foreign tourists 203 people in star hotels and 320 people in non star hotels in 2011 with hotel occupancy rate amounted to 28.79 % in star hotels and 40.87 % in non star hotels . The average duration of stay was 2.09 days in star hotels and 1.68 days in non star hotels. 16 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 REFERANCE Dewi, Ike Juwita (2010), Implementasi dan Implikasi Kelembagaan Pemasaana Pariwisata yang Bertanggujawab (Responsible Tourism Marketing), Indonesia; Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Gunn, C.A, 1994, Tourism Planning, third edition, Taylor and Francis, London. Li, G. 2004. Tourism forecasting-an almost ideal demand system approach. Unpublished Ph.D. thesis, University of Surrey. Prajogo, M.J, 1976, Pengantar Pariwisata Indonesia, Cetakan II, Dirjen Pariwisata, Jakarta. Siregar, Muhammad Arifin, 2004, Pengembangan Pariwisata Dalam Kontribusinya Untuk Penanggulangan Kemiskinan, Warta Pariwisata, ISSN; 1410-7112, Vol. 7, No.4. Stabler. M, Papatheudorou. A, and Sinclair.M.T, 2010, The Economic of Tourism, 2nd Edition, Routledge, London. Wall, Geoffrey & Mathieson, Alister, 2006, Tourism – Change, Impacts and Opportunities, Pearson Education Limited, Essex. Yahya Ibrahim, 2008. Pelancongan Malaysia: Pembangunan dan Pemerkasaan. Dalam Yahya Ibrahin (ketua penyunting). Pelancongan Malaysia Isu Pembangunan, Budaya, Komuniti dan persetempatan. Penerbit Universiti Utara Malaysia. Yoeti, O. A, 1991, Pengantar Ilmu Pariwisata, Pradnya Paramita, Jakarta. www.BPS of Bengkulu Province.go.id. www.budpar.go.id 17 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 REDEFINISI BAURAN PEMASARAN (MARKETING MIX) “4P” KE “4C” (Studi Kasus Pada Universitas Indraprasta PGRI) Oleh : Akhmad Sefudin, SE., MM Email: akhmadsefudin@yahoo.co.id Abstrak Konsep pemasaran terus berevolusi, hal ini terjadi karena semakin berkembangnya prilaku pasar dan semakin berkembangnya cangkupan ilmu pengetahuan begitu juga pada ilmu pemasaran. Kajian ini merupan sebuah conzeptual paper yang akan menberi gambaran tentang pergerseran 4P menuju 4C dan penerapan 4C yang telah dilakukan oleh Universitas Indraprasta PGRI dalam usahanya dalam mengkatkan kualitas dan kuantitas layanan. Dengan menggunakan data – data skunder yang merupakan kajian pustaka dati beberapa teks book dan publikasi lainnya, diharapkan kajian ini dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pemasaran. Keywords : Pemasaran, Bauran, Universitas Indraprasta PGRI PENDAHULUAN Stan Rapp dan Thomas L. Collins dalam bukunya Beyond Maxi Marketing, dengan tegas berpendapat bahwa konsumen akan semakin pintar, mereka meminta dilayani secara pribadi, terlibat dalam pengembangan suatu produk, semakin sensitif dan tidak loyal pada merk tertentu. Mereka juga semakin pintar menghitung nilai suatu produk yang sesungguhnya. Susan M.O‟ Dell dan Joan A.Pajunen menyebut konsumen seperti ini dengan istilah "Butterfly Customers" mereka adalah kelompok konsumen yang berpindah dari satu toko atau pemasok yang lain, selalu mencari harga yang lebih rendah atau pengalaman belanja yang berbeda. Mereka tidak memiliki loyalitas kepada setiap toko tertentu, dan selalu mencari kesepakatan yang lebih baik atau promosi baru. Produsen menyikapi perilaku konsumen dengan melakukan perubahan. Ketika konsumen menganggap bahwa yang terpenting bagi mereka mudah mendapatkan barang dengan harga murah maka yang berlaku saat itu adalah konsep produksi. Pada saat tertentu konsumen lebih menuntut kualitas produk, harga yang mahal tidak terlalu penting maka yang berlaku adalah konsep produk. Ketika produsen menyadari bahwa pada umumnya konsumen lebih bersifat pasif (menunggu) maka teknik telling and selling menjadi sangat penting untuk merangsang mereka menjadi aktif, maka yang berlaku adalah konsep penjualan. Saat produsen semakin menyadari akan pentingnya posisi konsumen dalam keterlibatan suatu produk, produsen harus berpikir untuk melibatkan mereka sehingga kepuasan konsumen menjadi pilihan yang penting, maka yang berlaku adalah konsep pemasaran. Perkembangan terakhir adalah dengan keberhasilan konsep pemasaran muncul kesadaran bersama untuk membangun hubungan baik dengan semua pihak yang terlibat (stake holder, produsen, konsumen, pemerintah, masyarakat, dan lingkungan) dengan konsep win-win, inilah yang kemudian 18 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 dikenal dengan konsep pemasaran yang bertanggung jawab/ pemasaran yang berwawasan sosial. Kita telah melihat bagaimana konsep pemarasaran berevolusi dan perubahan demi perubahan akan terus terjadi. Perubahan yang lainnya adalah pergeseran bauran pemasaran (marketing mix) dari 4P (product, price, place, promotion) ke 4C (consumer solution, cost, convinient channel, communication). Mengapa terjadi pergeseran tersebut dan apakah dengan penerapan 4C maka kejayaan 4P telah berakhir. Permasalahan inilah yang akan dibahas dalam tulisan ini. KAJIAN AKADEMIS Konsep Produksi Dalam Evolusi Pemasaran Konsep Produksi adalah salah satu dari konsep tertua dalam bisnis. Konsep produksi menegaskan bahwa konsumen akan lebih menyukai produk yang tersedia secara luas dan murah. Para manejer perusahaan yang berorientasi produksi berkonsentrasi untuk mencapai efisiensi produksi yang tinggi, biaya yang rendah, dan distribusi secara besar-besaran. Mereka mengasumsikan bahwa konsumen terutama tertarik pada ketersediaan produk dan harga yang rendah.Orientasi itu dimaklumi di negara-negara berkembang, dimana konsumen lebih tertarik untuk mendapatkan produk dari pada fiturnya. Orientasi itu juga berguna bila sebuah perusahaan yang ingin memperluas pasar. Konsep ini memiliki kelemahan yaitu produsen menjadi kurang ramah. Jika dihubungkan dengan bauran pemasaran konsep produksi menekankan pada pentingnya harga (price) dan distribusi (place). Konsep Produk Dalam Evolusi Pemasaran Konsep Produk menegaskan bahwa konsumen akan menyukai produkproduk yang menawarkan ciri paling bermutu, berkinerja, atau inovatif. Para manajer di organisasi itu memusatkan perhatian untuk menghasilkan produk yang unggul dan meningkatkan kualitasnya sepanjang waktu. Mereka mengasumsikan bahwa para pembeli mengagumi produk-produk yang dibuat dengan baik serta dapat menghargai mutu dan kinerja. Akan tetapi, para manajer itu kadang-kadang terperangkap dalam kecintaan akan produk mereka dan tidak menyadari apa yang dibutuhkan oleh pasar. Dalam bauran pemasaran konsep produk menekankan akan pentingnya kualitas produk (product). Konsep Penjualan Dalam Evolusi Pemasaran Konsep Penjualan berkeyakinan bahwa para konsumen dan perusahaan bisnis, jika dibiarkan, tidak akan secara teratur membeli cukup banyak produksi-produksi yang ditawarkan oleh organisasi tertentu. Oleh karena itu, organisasi tersebut harus melakukan usaha penjualan dan promosi yang agresif. Konsep itu mengasumsikan bahwa para konsumen umumnya menunjukkan kelembaman atau penolakan pembelian sehingga harus dibujuk untuk membeli. Konsep itu juga mengasumsikan bahwa perusahaan memiliki banyak sekali alat penjualan dan promosi yang efektif untuk merangsang lebih banyak pembelian. Kebanyakan perusahaan mempraktekkan konsep penjualan ketika mereka mempunyai kapasitas yang berlebih. Tujuan mereka adalah menjual apa yang dihasilkan mereka dan bukannya menghasilkan apa yang diinginkan pasar. Dalam 19 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 bauran pemasaran konsep penjualan menekankan pada pentingnya promosi (promotion). Pemasaran Dalam Filosofi Bisnis Konsep Pemasaran adalah sebuah filosofi bisnis yang menantang tiga orientasi bisnis yang baru saja kita bahas. Konsep ini berkembang sejak tahun 1950 an. Konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai tujuan organisasional yang ditetapkan adalah perusahaan tersebut harus menjadi lebih efektif dibandingkan para pesaing dalam menciptakan, menyerahkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang terpilih. Konsep pemasaran telah diekspresikan dalam banyak cara beraneka ragam. Theodore Levitt dari Harvard menggambarkan perbedaan pemikiran yang kontras antara konsep penjualan dan pemasaran: Penjualan berfokus pada kebutuhan penjual; pemasaran berfokus pada kebutuhan pembeli. Penjualan memberi perhatian pada kebutuhan penjual untuk mengubah produknya menjadi uang tunai; pemasaran mempunyai gagasan untuk memuaskan kebutuhan pelanggan lewat sarana-sarana produk dan keseluruhan kelompok barang yang dihubungkan dengan hal menciptakan, menyerahkan dan akhirnya mengkonsumsinya. Konsep pemasaran berdiri di atas empat pilar: pasar sasaran, kebutuhan pelanggan, pemasaran terpadu, dan kemampuan menghasilkan laba. Konsep pemasaran mengintegrasikan seluruh komponen dalam bauran pemasaran yakni produk (product), harga (price), distribusi (place) dan promosi (promotion) untuk tujuan pemenuhan kebutuhan atau kepuasan pelanggan. Pemasaran Masyarakat Konsep pemasaran masyarakat menegaskan bahwa tugas organisasi adalah menentukan kebutuhan, keinginan, dan minat dari pasar sasaran dan memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien dibanding pesaing dengan tetap memelihara atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan konsumen.Konsep ini menegaskan pentingnya menghindari konflik yang destruktif di dalam masyarakat.Konsep ini menekankan pada pentingnya tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat /Corporate Social Responsibility (CSR). Bauran Pemasaran (Marketing Mix) 4P McCarthy mengelompokkan aktivitas-aktivitas bauran pemasaran menjadi empat kelompok yang dikenal sebagai 4P yaitu product, price, place dan promotion. Variabel 4P tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: - Produk (Product) Produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan di pasar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginankonsumen, termasuk didalamnya keragaman produk, kualitas, desain, ciri, merek, kemasan, ukuran,pelayanan, garansi, imbalan. Produk tidak hanya meliputi objek-objek fisik tetapi juga jasa, acara, orang, tempat, organisasi, ide, atau campuran entitas-entitas ini. - Harga (Price) Harga adalah nilai suatu barang yang dinyatakan dengan uang, termasuk di dalamnya daftar harga, potongan harga khusus, periode pembayaran, syarat kredit. - Distribusi (Place) Distribusi adalah sebagai kegiatan perusahaan yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap digunakan 20 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 atau dikonsumsi, termasuk di dalamnya saluran pemasaran, cakupan pasar, pengelompokan lokasi, persediaan transportasi. - Promosi (Promotion) Promosi adalah sejenis komunikasi yang memberi penjelasan meyakinkan calon konsumen tentang barang dan jasa.Tujuan promosi ialah memperoleh perhatian, mendidik, mengingatkan dan meyakinkan calon konsumen.Termasuk di dalamnya promosi penjualan, periklanan, tenaga penjualan, public relation, pemasaran langsung. PEMBAHASAN Salah satu pendekatan pemasaran yang bisa digunakan untuk membangun dan mempertahankan loyalitas pelanggan adalah melalui penerapan bauran pemasaran yang benar.Membuat produk yang baik mencakup manfaat, kemasan dan fitur-fitur yang menarik (product). How to make a smart price, memilih metode penetapan harga yang tepat, menetapkan harga yang sesuai dengan segmen pasar yang di tuju (price). Memilih saluran distribusi yang tepat sehingga memberikan kemudahan pembelian. Pilihannya bisa menyebarkan produk ke seluruh penyalur baik yang besar maupun kecil (saluran intensif), menempatkan produk ke beberapa penyalur yang kita pilih (saluran selektif), atau jika produk termasuk dalam katagori unik maka pilihannya pada penyalur khusus (saluran eksklusif) (place). Yang terakhir bagaimana mengkomunikasikan produk agar konsumen mengetahui dan tertarik melalui pilihan bauran promosi yang efektif, seperti: iklan, promosi penjualan, penjualan personal, pemasaran langsung atau publisitas (promotion). Upaya produsen dalam mempertahankan loyalitas konsumennya seringkali mengalami kesulitan oleh karena perubahan perilaku konsumen. Konsumen sekarang semakin pintar, mereka meminta dilayani secara pribadi, terlibat dalam pengembangan suatu produk, semakin sensitif dan tidak loyal pada merk tertentu. Mereka juga semakin pintar menghitung nilai suatu produk yang sesungguhnya demikian menurut Stan Rapp dan Thomas L. Collins.Perilaku konsumen menjadi sulit untuk diukur layaknya seperti kupu-kupu yang hinggap di setiap tempat yang mereka mau. Terjadi pergeseran dari marketing oriented company menjadi customer driven company. Seiring dengan perubahan tersebut maka marketing mix yang terdiri dari product, price, place and promotion juga harus mengalami redefinisi. Customer driven company tidak lagi memerlukan 4P tapi 4C. C pertama adalah consumer solution. Produk yang jadi P pertama dari maketing mix semakin tidak berarti kalau bukan merupakan solusi bagi konsumen yang sudah semakin individual. Karena itu, produk dari produsen harus ditambah dengan produk atau layananlayanan lainnya. Sekarang kita sudah bisa menemukan teknologi yang awalnya terpisah-pisah menjadi satu dalam satu produk seperti hand phone (satu produk multi manfaat/layanan; untuk menelpon, internet, mendengarkan radio, menonton televisi dan lain-lain. Universitas Indraprasta PGRI (UNINDRA) menyadari bahwa keinginan masyarakat untuk melanjutkan belajar sampai pada strata satu (sarjana) dan strata dua (pasca sarjana) sangat besar. Kendala yang dihadapi oleh masyarakat adalah mahalnya biaya pendidikan atau bagi karyawan yang melakukan studi lanjut adalah masalah waktu, dengan moto Peduli, Kreatif, Mandiri UNINDRA mengambil peran di masyarakat menyelenggarakan pendidikan sarjana dan pasca sarjana dengan biaya yang sangat terjangkau. Kesulitan waktu kuliah bagi 21 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 karyawan yang ingin melanjutkan pendidikan oleh UNINDRA diberi kesempatan kuliah reguler pada sore/malam hari. C kedua adalah cost yang dikeluarkan konsumen dalam membeli, menggunakan maupun menyimpan dan bila perlu menjual kembali produk yang dibeli. Harga murah dari produsen belum tentu murah bagi konsumen, apabila konsumen masih harus mengeluarkan biaya lain. Salah satu gejala yang semakin trendy adalah semakin frugalnya konsumen di era informasi ini. Mereka semakin pintar membandingkan antara cost yang dikeluarkan dan bobot solusi yang mereka terima. Konsumen yang memiliki banyak uang mulai meninggalkan gengsi dan semakin beralih ke toko diskon.Munculnya peritel sejenis hypermart seperti Carrefour, Giant dan lain-lain yang masing-masing menyebut diri sebagai si jago murah. Peranan UNINDRA dalam menyajikan layanan dengan biaya yang terjangkau tidak terlepas dari keyakinan yang bersumber dari agama yakni hadits Rasulullah SAW, Diwajibkan atas kaum muslimin dan muslimat menuntut ilmu dari buaian hingga ke liang kubur (Al Hadist), ditegaskan oleh Prof. Dr. H. Sumaryoto (rektor UNINDRA), hadits ini mengisyaratkan bahwa belajar itu tidak harus mahal. Hal tersebut terdapat juga dalam kaidah Ushul Fiqih “memerintahkan sesuatu sama saja memerintahkan sesuatu yang menjadi sarana tercapainya tujuan”. Allah SWT telah menetapkan suatu perintah maka tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi membuat sarana untuk memudahkan pelaksanaannya. C ketiga convinient channel, yaitu refleksi dari timbulnya bermacammacam cara konsumen membeli produk. Produsen tidak bisa lagi hanya mengandalkan distributor konvensional, tapi harus memberi berbagai pilihan bagi konsumen dalam mendapatkan produk bisa melalui direct mail, teleshopping sampai catalog order. Jaringan pengecer yang memiliki banyak toko semakin kuat posisi tawarnya. Mereka mampu mendikte produsen untuk membuat produk menurut kemauan mereka. Gejala produk dengan private label semakin menghebat. Hero Supermarket yang sekarang sebagian besar outletnya berubah nama menjadi Giant mampu menggandeng pemasoknya untuk mengeluarkan private label seperti Varia Industri Tirta (air dalam kemasan, satu grup dengan Aqua Golden Missisipi), SMART Corp. (minyak goreng, pemilik Filma), Dino Industrial Indonesia (diterjen, pemilik Dino dan Attack). Sedangkan PT Carrefour Indonesia memilih untuk lebih konsen menggandeng sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) dengan produk berkualitas sebagai supplier produk-produk private label. Munculnya gejala tersebut karena dua hal pertama konsumen semakin pintar menilai suatu produk, mereka mau mendapatkan produk bagus dengan harga lebih murah. Kedua karena kekuatan ekuitas merek, jika orang sudah percaya Giant atau Carrefour merupakan toko eceran bagi produk bermutu maka orang akan percaya produk apapun yang bermerek perusahaan/ peritel tersebut. David Aaker, pakar merek mencermati gejala makin kokohnya private label menujukkam semakin pentingnya house brand bukan name brand. Mungkin sedikit berbeda dengan Universitas-Universitas lain dimana tiap-tiap fakultas dapat berdiri secara otonomi (name brand), di UNINDRA sekalipun tetap diberi kewenangan masing-masing fakultas namun yang lebih diutamakan adalah kebersamaa. Sampai dengan saat ini tidak ada perbedaan biaya pendidikan untuk semua fakultas, dengan demikian nuansa Universitas lebih dominan (house brand). 22 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 C keempat adalah communication yang bersifat dua arah, interaktif dan langsung.Ini merupakan revolusi besar pada konsep promosi dari marketing mix yang mempunyai konotasi satu arah, persepsi, citra dan manipulative. Dalam komunikasi interaktif ini, konsumen dilibatkan secara penuh untuk memberi masukan dalam pengembangan produk, penetapan harga maupun tempat-tempat penyediaan produk yang dikehendaki. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa UNINDRA lebih mengutamakan kebersamaan maka setiap pengambilan kebijakan terbudaya melalui musyawarah baik antar pimpinan dengan karyawan maupun dengan civitas akademika (dosen dan mahasiswa). Berbagai program kegiatan bersama sering dilakukan oleh UNINDRA seperti penyelenggaran seminar dengan peserta para alumni atau dikesempatan lainnya sebagai peserta seminar adalah mitra kerja (sekolah-sekolah binaan SMA/SMK/MA baik negeri maupun swasta). PENUTUP Akhirnya setiap konsep memiliki masa dan tidak selalu munculnya konsep baru langsung menggantikan konsep lama. Maka sekalipun sudah disampaikan bahwa era informasi menuntut pergeseran dari 4P ke 4C bukan berarti 4P sudah berakhir. Sebagai catatan kita, ternyata kecenderungan saat ini yang menempatkan harga murah dan kemudahan dalam mendapatkan barang atau layanan (cost and convinient channel) jika kita cermati dalam evolusi pemasaran, dua persyaratan ini adalah tuntutan konsumen di masa lalu sehingga konsep yang berlaku saat itu adalah konsep tertua yaitu konsep produksi. Perbedaannya tuntutan konsumen di masa lalu hanya sebatas murah dan mudah mendapatkan produk, untuk masa sekarang tuntutan lainnya adalah kualitas.UNINDRA bukan hanya menyajikan biaya pendidikan yang terjangkau saja, tentunya harus diikuti dengan kualitas layanan pendidikan yang baik. DAFTAR PUSTAKA Kartajaya, Hermawan. 2007. Marketing Klasik Indonesia. Bandung: Mizan Pustaka. Kasali, Rhenald. 2010. Change: Manajemen Perubahan dan Harapan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kotler, Philip, dan Garry Amstrong. 2008. Dasar-dasar Pemasaran. Jakarta: Prenhallindo. Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2009. Manajemen pemasaran Jilid 1. Edisi 13. Pearson Education Inc. ---------. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Millenium Jilid 1. Jakarta: Prenhalliinso. ---------. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Millenium Jilid 2. Jakarta: Prenhalliinso. Wibowo, Ari Satriyo, Ventura Elisawati dan Hermawan Kartajaya. 2001. Jakarta: Elex Media Komputindo. Modul: Kewirausahaan: Modul Pembelajaran. 2013. Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 23 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 KELEMBAGAAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DAN PEMBANGUNAN EKONOMI MASYARAKAT Indra Suyahya 1) Program Studi FIPPS, U n i v e r s i t a s I n d r a p r a s t a P G R I Jl. Nangka No. 58 C (Jl. TB. Simatupang) Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan email: suyahyaindra@yahoo.go.id Abstrak Generally the number of entrepreneurs reached 3,75 million as per January 2012 or 1,56 percent of the total population of Indonesia. In 2010, there were still 0,24 percent while the Government is targetting the ratio of the number of entrepreneurs in Indonesia could reach 2,50 percent in 2013.Once problem to increase Small and Medium Enterprise is about the SME Institutional. By using descriptive methods and use the secondary datas, research was designed to answer the following research problem: bureaucratic system, capital problem, nerworking and marketing problem and also human resources capability to manage business unit. The result of study showed tha t there is a lot of issues related to SME development and the cooperation on an SME institutional involving all related agencys needed to develop Small and medium enterprises and also give economic impact on the community reinforcement. Key word : SME Institutional, community reinforcement, economic development PENDAHULUAN Pemkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian terbesar rakyat Indonesia, khususnya melalui penyediaan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan dan tingkat kemiskinan. Perkembangan peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang besar ditunjukkan oleh jumlah unit usaha dan pengusaha, serta kontribusinya terhadap pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Pada tahun 2003, persentase jumlah UMKM sebesar 99,9 persen dari seluruh unit usaha, yang terdiri dari usaha menengah sebanyak 62,0 ribu unit usaha dan jumlah usaha kecil sebanyak 42,3 juta unit usaha yang sebagian terbesarnya berupa usaha skala mikro. UMKM telah menyerap lebih dari 79,0 juta tenaga kerja atau 99,5 persen dari jumlah tenaga kerja pada tahun 2004 jumlah UMKM diperkirakan telah melampaui 44 juta unit. Jumlah tenaga kerja ini meningkat rata-rata sebesar 3,10 persen per tahunnya dari posisi tahun 2000. Kontribusi UMKM dalam PDB pada tahun 2003 adalah sebesar 56,7 persen dari total PDB nasional, naik dari 54,5 persen pada tahun 2000. Sementara itu pada tahun 2003, jumlah koperasi sebanyak 123 ribu unit dengan jumlah anggota sebanyak 27.283 ribu orang, atau meningkat masing-masing 11,8 persen dan 15,4 persen dari akhir tahun 2001. Secara umu perkembangan UMKM yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum diimbangi oleh meratanya peningkatan kualitas UMKM. Permasalahan klasik yang dihadapi yaitu rendahnya produktivitas. Keadaan ini disebabkan oleh masalah internal yang dihadapi UMKM yaitu: rendahnya kualitas SDM UMKM dalam manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran, lemahnya kewirausahaan dari para pelaku UMKM, dan terbatasnya akses UMKM terhadap permodalan, informasi, teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya. Sedangkan masalah eksternal yang dihadapi oleh UMKM 24 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 diantaranya adalah besarnya biaya transaksi akibat iklim usaha yang kurang mendukung dan kelangkaan bahan baku. Juga yang menyangkut perolehan legalitas formal yang hingga saat ini masih merupakan persoalan mendasar bagi UMKM di Indonesia, menyusul tingginya biaya yang harus dikeluarkan dalam pengurusan perizinan. Sementara itu, kurangnya pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas dibandingkan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktek-praktek berkoperasi yang benar (best practices) telah menyebabkan rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi. Bersamaan dengan masalah tersebut perkembangan UMKM juga menghadapi tantangan terutama yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan bersamaan dengan cepatnya tingkat kemajuan teknologi. Salah satu permasalahan dalam perkembangan UMKM terkait permasalahan diatas adalah masalah permodalan dan disinilah peranaan Disinilah peranan Bank sebagai sebuah lembaga penyalur dana bagi masyarakat yang diharapkan dapat mendukung pekembangan UMKM dan kewirausahaan di Indonesia. METODOLOGI Penulisan kajian tentang Bank dan perkembangan UMKM di Indonesia dilakukan dengan merode deskriptif dan menggunakan data skunder baik kajian literatur dari teks book terkait, jurnal – jurnal, maupun media publikasi lain dari instansi terkait. KAJIAN AKADEMIS Pengertian dan Kriteria UMKM Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), pengertian UMKM adalah, 1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Kriteria UMKM dapat dilihat pada table berikut, 25 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 Table 1. Kriteria UMKM KRITERIA ASSET OMZET 1 USAHA MIKRO Maks. 50 Juta Maks. 300 Juta 2 USAHA KECIL > 50 Juta - 500 Juta > 300 Juta - 2,5 Miliar > 2,5 Miliar - 50 3 USAHA MENENGAH > 500 Juta - 10 Miliar Miliar Sumber : Kementrian Koprasi dan UMKM Republik Indonesia, 2013 NO. URAIAN Profil UMKM Indonesia Menurut data pada www.bi.go.id menyatakan bahwa dalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia antara lain bertugas mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang stabil. Sumber tekanan inflasi dari sisi permintaan dapat dipengaruhi Bank Indonesia melalui kebijakan moneter. Sedangkan dari sisi penawaran yang berada diluar pengendalian Bank Indonesia, dilakukan program pemberdayaan sektor riil dan UMKM melalui pola klaster. Adapun sektor/komoditas yang dipilih antara lain didasarkan pada kriteria komoditas yang menjadi sumber tekanan inflasi. Dengan demikian fasilitasi dapat membantu meningkatkan pasokan, memperbaiki jalur distribusi serta mendukung penciptaan iklim usaha yang kondusif. Meskipun demikian, program juga juga dilakukan pada komoditas yang berorientasi ekspor atau komoditas unggulan wilayah. Dalam implementasinya, melalui pendekatan klaster yang merupakan upaya untuk mengelompokkan industri inti yang saling berhubungan, baik industri pendukung dan terkait, jasa penunjang, infrastruktur ekonomi, penelitian, pelatihan, pendidikan, infrastruktur informasi, teknologi, sumber daya alam, serta lembaga terkait, diharapkan perusahaan atau industri terkait akan memperoleh manfaat sinergi dan efisiensi yang tinggi dibandingkan jika bekerja sendiri. Fasilitasi yang dilakukan Bank Indonesia dalam bentuk bantuan teknis bagi 35 klaster di 18 Kantor Bank Indonesia (KBI). Komoditas yang didukung meliputi sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan serta industri pengolahan. Kriteria pemilihan klaster berdasarkan komoditas yang menjadi sumber tekanan inflasi maupun komoditas unggulan di masing-masing wilayah. Arah Kebijakan Pembangunan UMKM Kebijakan terkait pengembnagan UMKM secara umum diarahkan untuk mendukung upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor, serta revitalisasi pertanian dan perdesaan, yang menjadi prioritas pembangunan nasional. Pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) diarahkan agar memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penciptaan kesempatan kerja, peningkatan ekspor dan peningkatan daya saing, sementara itu pengembangan usaha skala mikro diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan masyarakat berpendapatan rendah, khususnya di sektor pertanian dan perdesaan. Dalam rangka mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, dilakukan penyediaan dukungan dan kemudahan untuk pengembangan usaha ekonomi produktif berskala mikro/informal, terutama di kalangan keluarga miskin dan/atau di daerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan. Pengembangan usaha skala mikro tersebut diarahkan untuk meningkatkan kapasitas usaha dan keterampilan pengelolaan usaha, serta 26 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 sekaligus meningkatkan kepastian dan perlindungan usahanya, sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan dan siap untuk tumbuh dan bersaing. Pengembangan UMKM perlu diberi kemudahan dalam formalisasi dan perijinan usaha, antara lain dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap untuk memperlancar proses dan mengurangi biaya perijinan. Di samping itu dikembangkan budaya usaha dan kewirausahaan, terutama di kalangan angkatan kerja muda, melalui pelatihan, bimbingan konsultasi dan penyuluhan, serta kemitraan usaha. UMKM yang merupakan pelaku ekonomi mayoritas di sektor pertanian dan perdesaan adalah salah satu komponen dalam sistem pembangunan pertanian dan perdesaan. Oleh karena itu, kebijakan terkait pengembnagan UMKM di sektor pertanian dan perdesaan harus sejalan dengan dan mendukung kebijakan pembangunan pertanian dan perdesaan. Untuk itu, UMKM di perdesaan diberikan kesempatan berusaha yang seluas-luasnya dan dijamin kepastian usahanya dengan memperhatikan kaidah efisiensi ekonomi, serta diperluas aksesnya kepada sumberdaya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan usaha dan potensi sumberdaya lokal yang tersedia untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha agribisnis serta mengembangkan ragam produk unggulannya. Upaya ini didukung dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan lokal menjadi alternatif sumber pembiayaan bagi sektor pertanian dan perdesaan. Di samping itu, agar lembaga pembiayaan untuk sektor pertanian dan perdesaan menjadi lebih kuat dan tangguh, jaringan antar LKM dan antara LKM dan Bank juga perlu dikembangkan. Angka Perkembangan Kredit UMKM di Indonesia Berdasarkan sumber data Bank Indonesia mentakan bahwa perkembangan potensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia tidak terlepas dari dukungan perbankan dalam penyaluran kredit kepada UMKM. Setiap tahun kredit kepada UMKM mengalami pertumbuhan dan secara umum pertumbuhannya lebih tinggi dibanding total kredit perbankan. Kredit UMKM adalah kredit kepada debitur usaha mikro, kecil dan menengah yang memenuhi definisi dan kriteria usaha mikro, kecil dan menengah sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM. Berdasarkan UU tersebut, UMKM adalah usaha produktif yang memenuhi kriteria usaha dengan batasan tertentu kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan. Statistik kredit UMKM disajikan dengan berbagai item yakni Net Ekspansi (NE), Baki Debet (BD), Non Performance Loan (NPL), dan Kelonggaran Tarik, dilengkapi dengan variasi berdasarkan kelompok bank, Sektor Ekonomi, Jenis Penggunaan dan Lokasi Proyek pada setiap Propinsi dan rincian skala Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Publikasi Statistik kredit UMKM berdasarkan definisi dan kriteria usaha berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM mulai dilaksanakan untuk data laporan bulanan bank sejak Januari 2011. Sampai akhir 2010 Statistik kredit UMKM didasarkan pada definisi plafon, yaitu: (1) kredit mikro dengan plafon s.d Rp50juta, (2) kredit kecil dengan plafon lebih dari Rp50juta s.d Rp500 juta, dan (3) kredit menengah dengan plafon lebih dari Rp500juta s.d Rp5miliar. Dalam definisi tersebut, seluruh jenis penggunaan kredit termasuk kredit konsumtif masuk di dalam Statistik kredit UMKM. 27 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 Kelembagaan UMKM di Indonesia Usaha Kecil dan Menengah (UKM) saat ini tengah menghadapi fenomena paradoks. Disatu sisi UKM terlihat sangat strategis karena merupakan pilar pendukung utama dan terdepan dan pembangunan ekonomi. UKM merupakan lapangan usaha yang paling banyak dan paling mudah diakses oleh masyarakat bawah di Indonesia. UKM paling besar dan paling cepat dalam memberikan peluang lapangan pekerjaan dan memberikan sumber penghasilan bagi kebanyakan masyarakat kita. UKM paling fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasidengan pasang surut dan arah perekonomian dan UKM juga cukup terdiversifikasi dan memberikan kontribusi penting dalam ekspor dan perdagangan. Betapa luar biasanya peran UKM di Indonesia kita ini. Namun disisi lain kita juga banyak menemukan persoalan pelik ditubuh UKM, hal ini bisa terjadi karena secara kelembagaan UKM di Indonesia lemah. Sejatinya selama ini telah terjadi paradok yang cukup lama di tubuh UKM di Indonesia. Disatu sisi perannya mempesona tetapi disisi lain UKM ini banyak mengandung masalah. Hal ini disebabkan karena secara ekonomi politik, keberadaannya dianak tirikan terutama pada masa rezim Soeharto berdiri kokoh. Dominasi keberpihakan rezim Soeharto kepada pelaku ekonomi besar telah menyebabkan UKM di Indonesia lemah secara kelembagaan. Sehingga UKM kita menjadi lambat mandiri, lambat mengembangkan diri dan menjadi lemah dalam hal akses. Sudah menjadi rahasia umum UKM di Indonesia, bahwa dari dahulu permasalahan klasik yang selalu mendera UKM antara lain adalah permasalahan; Pertama, Rumitnya proses perizinan dan penyederhanaan pencatatan usaha. Perizinan usaha di Indonesia sangat berbelit dan memakan waktu yang sangat lama jika dibandingkan dengan negara-negara lain padahal untuk UKM izin usaha adalah modal paling dasar jika mau berkembang dan mendapat akses dengan baik terutama sekali akses permodalan. Menurut Bank Dunia (2005), dibutuhkan rata-rata sekitar 151 hari serta 12 prosedur untuk mendapatkan izin usaha. Padahal kemudahan perizinan ini akan menciptakan tambahan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.25 %PDB. Kedua, Sulitnya akses penambahan modal melalui kredit bank. Kebanyak UKM tidak berhasil mendapatkan kredit dari bank karena UKM tidak memenuhi persyaratan untuk layak diberi kredit. Hal ini antara lain karena UKM belum memiliki pengetahuan dan kesiapan dalam memenuhi persyaratan kredit sehingga para pelaku UKM memandang prosedur kredit sulit. Menurut Sulaeman (2004), di Indonesia alasan utama yang dikemukakan oleh UKM kenapa UKM tidak meminjam ke bank adalah: (1) prosedur sulit (30,30 %), (2) Tidak berminat (25,34 %), (3) Tidak punya agunan (19,28 %), (4) Tidak tahu prosedur (14,33 %), (5) Suku bunga tinggi (8,82 %), dan (6) Proposal ditolak (1,93 %). Ketiga, Lemahnya kemampuan UKM dalam hal manajemen. Permasalahan sebagian besar UKM di Indonesia adalah lemahnya kemampuan manajemen. Karena sebagian besar pelaku UKM memiliki tingkat pendidikan SMU atau sederajat, maka penguasaan ini sangat lemah. Keempat, Lemahnya penguasaan terhadap networking atau jaringan kerja dan akses pasar. Hal ini muncul akibat lemahnya kemampuan UKM mengorganisir diri dan lemahnya kemampuan pemasaran UKM, lemahnya penguasaan jaringan pasar, dan lemahnya penguasaan fasilitas teknologi dan informasi (IT) oleh UKM. Saat ini, disaat kita sadar akan nasib UKM dan segera bergegas memberikan bantuan untuk memperbaiki nasib UKM, kita dihadapkan pada fakta 28 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 bahwa pendekatan konvensional dengan memberikan bantuan modal dan manajemen usaha semata bukanlah lagi solusi yang tepat untuk UKM dimasa datang. UKM dimasa datang menghadapi tantangan pasar bebas yang serba terbuka dalam hal persaingan dengan pelaku ekonomi dari luar negeri oleh sebab itu UKM membutuhkan kesiapan untuk menjadi mandiri dan kuat secara kelembagaan. Dengan demikian UKM kita dapat dengan mudah memperoleh akses netrworking, akses perizinan dan perlindungan UKM, menguasai akses modal perbankan, menguasai akses jaringan pasar regional dan global, mengasai akses teknologi dan informasi. PENUTUP Berdasarkan beberapa uraian diatas maka dengan demikian saat ini yang dibutuhkan pendukung penguatan kelembagaan UKM adalah; Pertama, mendorong UKM agar berinteraksi secara aktif dengan aturanaturan yang melingkupi penglolaan UKM di Indonesia. Kedua, membantu meningkatkan pengetahuan para pelaku UKM dan persaingan yang dihadapi UKM harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk mendorong lahirnya instusi UKM yang kuat. Ketiga, UKM akan kuat jika memberlakukan asas profesionalitas Keempat, Membantu UKM membangun mental kewirausahaan dan mental keberanian untuk memperjuangkan nasib UKM menjadi organisasi bisnis yang kuat dan mandiri di Indonesia. Kelima, Membantu UKM membangun kerjasama yang lebih serius dalam bentuk asosiasi dan jaringan kerja yang dapat mewadahi kepentingan UKM dalam memperjuangkan regulasi yang berpihak pada UKM dimasa yang akan datang. DAFTAR PUSTAKA Brata, A. G. 2003. Distribusi SpasiaL UKM di Masa Krisis Ekonomi. Jurnal Ekonomi Rakyat, Th. I No. 8. Berry, A. E., Rodriquez, dan H. Sandeem. 2001. Smalland Medium Enterprises Dynamic in Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies 37 (3): 201- 222. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun 2010-2011. Sumodiningrat, Gunawan. 1999. Pemberdayaan Masyarakat & JPS. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sri Adiningsih, 2002. Regulasi Dalam Revitalisasi Usaha Kecil dan Menengah, UGM. www.depkop.go.id www.bi.go.id 29 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 IMPLEMENTASI BALANCED SCORECARD DI KOPERASI KARYAWAN DAN DOSEN UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI (UNINDRA) Arif Sasmoko, Akhmad Sefudin, Hendro Prasetyono Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial, Universitas Indraprasta PGRI Email : Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial, Universitas Indraprasta PGRI Email : Akhmad.sefudin@yahoo.com Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial, Universitas Indraprasta PGRI Email : hen.dro23@yahoo.com Abstract This study aims to implement the Balanced Scorecard in Cooperative Employees and University Lecturer Indraprasta PGRI (UNINDRA). The first stage of this study was to measure the performance of Cooperative Employees and University Lecturer Indraprasta PGRI the Balanced Scorecard approach continues to find a conclusion whether the Balanced Scorecard can be implemented in a cooperative. The research method used is mixed methodolgy (combined method). Quantitative methods are used to measure the performance of cooperative descriptive and qualitative methods are used to obtain cooperative conclusion and management experts on the implementation of the Balanced Scorecard in the cooperative. Techniques of data collection using a questionnaire (quantitative) and Focus Group Discussion (FGD) for qualitative. The results of performance measurement and Lecturers Employees Cooperative Unindra the Balanced Scorecard approach as follows: the financial perspective with indicators of current ratio, total debt to asset ratio and net profit margin be weighted 25%, the customer perspective with the indicator member growth, customer satisfaction and student members gain weight 7%, internal business process perspective with the indicators of innovation, the process of operation and after-sales services weights 8.6 and get the perspective of growth and learning with indicators of employee satisfaction, employee retention and productivity of employees earn 11.2% weighting. The total score performance and Lecturers Employees Cooperative Unindra the Balanced Scorecard approach was 51.8%. In conclusion the performance of Cooperative Employees and Lecturer Unindra in 2013 measured by the Balanced Scorecard approach are in a position less amounted to 51.8% can be categorized as a business entity that has an unhealthy level of health (BB). Implementation of Balanced Scorecard in the cooperative could not be concluded or not because when progress reports are prepared FGD has not done Keywords : Implementasi, Balanced Scorecard, Koperasi 1. PENDAHULUAN Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang cocok dengan sistem demokrasi ekonomi Indonesia yang secara khusus payung hukumnya adalah pasal 33 ayat 1 UUD 1945. Berdasarkan hal tersebut koperasi adalah organisasi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama Hal ini tentu wajar saja jika koperasi disebut sebagai soko guru perekonomian Indonesia. Sudah seharusnya jika koperasi merupakan bentuk badan usaha yang paling diminati oleh masyarakat. Namun realitanya saat ini koperasi kalah bersaing dan kurang terdengar gaungnya dengan bentuk usaha lainnya. Meskipun hampir di setiap sekolah, kampus atau instansi pemerintah terdapat koperasi namun hanya sebagai pelengkap syarat dan ketentuan lembaga yang mengharuskan adanya koperasi. Sehingga anggota koperasi 30 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 kurang merasakan manfaatnya. Mayoritas masyarakat lebih senang menginvestasikan uangnya untuk hal lain dibandingkan dengan menanamkan modalnya di koperasi. Hal ini mengindikasikan bahwa koperasi merupakan pilihan kesekian sebagai alternatif investasi ekonomi yang dilakukan. Pertumbuhan akan jumlah koperasi di Indonesia juga tidaklah besar. Data yang dilansir oleh antarakalbar.com “menurut menteri Koperasi dan UKM, Syarif Hasan pertumbuhan koperasi tahun 2012 sebesar 6,72% dengan jumlah koperasi yang tidak aktif setiap tahunnya 25%”. Hal ini berarti jika pertumbuhan koperasi lebih kecil dibandingkan dengan penurunan yang terjadi setiap tahunnya. Kurang diliriknya koperasi sebagai pilihan dalam kegiatan ekonomi beragam penyebabnya. Salah satu faktor yang menjadi penyebab kurang profesionalnya dalam pengelolaan koperasi. Selama ini sistem manajemen pengelolaan koperasi masih sederhana dan tidak berfokus kepada visi dan misi koperasi itu sendiri. Koperasi sendiri selaku badan usaha yang tergolong organisasi badan usaha dalam aktivitasnya diharapkan harus melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, pengembangan organisasi, pengelolaan aset, pengembangan pemasaran dan pengelolaan keuangan serta pengembangan kemitraan. Menurut Ninik Widiyanti (1996:131) salah satu yang menjadi permasalahan utama koperasi di Indonesia saat ini adalah sistem perencanaan usaha koperasi masih belum berkembang. Perencanaan yang baik dapat disusun jika ada hasil evaluasi yang didapatkan dari pengukuran kinerja yang komprehensif. Hal inilah yang menjadi pokok utama lemahnya proses perencanaan koperasi. Kondisi yang serupa terjadi pada Koperasi Karyawan dan Dosen Universitas Indraprasta. Koperasi tersebut berdiri dari tahun 1999 sampai bulan Desember 2012 jumlah anggota 504 orang. Seharusnya dengan jumlah anggota yang cukup banyak Koperasi Koperasi Karyawan dan Dosen Universitas Indraprasta PGRI diharapkan lebih maju dan berkembang. Potensi inilah yang harus dikaji dan dikembangkan demi kemajuan koperasi. Pengembangan koperasi dapat dilihat dari pengelolaan manajemen yang cukup profesional, anggota yang cukup besar dan beragamnya jenis usaha barang dan jasa yang tersedia. Salah satu langkah awal untuk menciptakan manajemen koperasi yang handal adalah perlu adanya pengukuran kinerja yang komprehensif dan penggunaan manajemen strategis yang bersumber dari visi dan misi koperasi karyawan tersebut. Saat ini telah muncul banyak metode dan pendekatan dalam pengukuran kinerja organisasi. Salah satunya adalah Balanced Scorecard. Pada awalnya Balanced Scorecard diciptakan oleh Robert Kaplan dan David Norton adalah untuk untuk mengatasi problem tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang hanya berfokus pada sektor keuangan saja, tanpa memperhatikan sektor non keuangan. Sistem pengukuran kinerja yang hanya menekankan pada sektor keuangan membuat perusahaan sulit untuk berkembang. Balanced Scorecard mengukur kinerja saat ini untuk keperluan di masa depan sebagai ukuran komprehensif yang mencakup empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan/konsumen, perspektif proses internal bisnis, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Tujuan dan pengukuran dalam Balanced Scorecard pada dasarnya bukan hanya penggabungan dari ukuran-ukuran keuangan dan non keuangan yang ada melainkan merupakan hasil dari proses top-down berdasarkan misi dan strategi dari suatu unit usaha. Misi dan strategi tersebut harus diterjemahkan dalam tujuan dan pengukuran yang lebih nyata. Kata “Balanced” dalam Balanced Scorecard disini menekankan keseimbangan antara beberapa faktor yaitu : keseimbangan antara pengukuran eksternal bagi stakeholder dan konsumen dengan pengukuran internal bagi proses internal bisnis, inovasi dan proses belajar dan tumbuh, keseimbangan antara pengukuran hasil dari usaha masa lalu dengan pengukuran yang mendorong kinerja masa mendatang, keseimbangan antara unsur obyektivitas yaitu pengukuran berupa hasil kuantitatif yang diperoleh secara mudah dengan unsur subyektivitas yaitu pengukuran pemicu kinerja yang membutuhkan pertimbangan. Sehingga pada akhirnya Balanced Scorecard tidak lagi hanya sebatas 31 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 sebagai pengukuran kinerja tetapi juga sebagai perumusan rencana strategis demi kemajuan organisasi. Pengenalan Balanced Scorecard dilembaga koperasi ternyata telah dimulai Kementerian Koperasi dan UKM sejak tahun 2010. Hal ini ditengarai oleh laporan hasil penelitian Priambodo (TT : 15) “Langkah introduksi ini dimulai sejak tahun 2010 sampai sekarang, dan tercatat telah diikuti sekitar 1.500 orang pengurus/pengawas/manajer koperasi di provinsi Jateng, Jatim, Jabar, Riau, Jambi, Sumbar, Kalbar, Kalsel, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Bali, Bengkulu, Sumatera Utara”. Dengan demikian, pengukuran kinerja dengan Balanced Scorecard tersebut pada hakekatnya dapat dilakukan berdasarkan kajian berbagai aspek dan jika diperlukan dapat dilakukan modifikasi sesuai dengan karakter organisasi koperasi sebagai badan usaha dan kumpulan orang yang disebut anggota. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian implementasi Balanced Scorecard di Koperasi karyawan dan dosen Universitas Indraprasta dengan membatasi masalah sebagai berikut : implementasi Balanced Scorecard sebagai pengukuran kinerja dan manajemen strategis di koperasi karyawan dan dosen Universitas Indraprasta PGRI. Target luaran yang diharapkan dari penelitian adalah pengukuran kinerja Koperasi Dosen dan Karyawan Unindra. Sedangkan target jangka panjang terbentuknya desain Balanced Scorecard sebagai pengukur kinerja dan manajemen strategis yang sesuai dengan koperasi. 2. METODE PENELITIAN Secara keseluruhan penelitian ini menggunakan metode gabungan antara kualitatif dan kuantitatif atau yang biasa disebut dengan Mixed Methods. Dimana penelitian yang sifatnya kuantitatif menunjang penelitian kualitatif. Hal ini sesuai dengan Jonathan Sarwono (2011:49) mengatakan model penelitian menggabungkan riset kuantitatif dan kaulitatif menurut Bryman dapat berupa penelitian kuantitatif digunakan untuk memfasilitasi penelitian kualitatif. Publikasi artikel ini sebagai langkah awal dalam penelitian ini yaitu mengukur kinerja koperasi maka menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan kinerja Koperasi Karyawan dan Dosen Universitas Indraprasta PGRI dengan pendekatan Balanced Scorecard. Sedangkan untuk mendapatkan kesimpulan Balanced Scorecard apakah dapat diimplementasikan di koperasi menggunakan pendekatan kualitatif dengan pendekatan Focus Group Discussion (FGD). Penelitian pada pertengahan tahun pertama terdiri atas 2 kegiatan utama, yaitu : 1. Pengukuran Kinerja yang akan dilaksanakan pada 4 bulan pertama penelitian 2. Melakukan FGD dengan beberapa pakar manajemen dan koperasi Teknik pengumpulan pada tahapan penelitian adalah pengukuran kinerja dengan menggunakan angket,, observasi dan studi dokumen. Secara khusus dijabarkan sebagai berikut : a) Perspektif keuangan : diambil dari data sekunder. Dimana peneliti melihat langsung dan menganalisis laporan keuangan koperasi b) Perspektif Pelanggan : menggunakan metode survey. Peneliti akan menyebar angket kepada sampel yang telah ditentukan oleh dari total seluruh konsumen koperasi. c) Perspektif Internal Organisasi : peneliti akan melakukan studi dokumen dan menyebar angket. d) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan : peneliti akan menggunakan angket dan observasi. Sedangkan FGD akan dilaksanakan dengan mengundangan para pakar koperasi, organisasi dan manajemen. Diharapkan dengan diadakan FGD akan menghasilkan suatu rumusan perspektif Balancced Scorecard yang ideal. 32 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota koperasi dan dosen serta mahasiswa Universitas Indraprasta PGRI. Jumlah anggota koperasi sampai dengan Bulan Maret 2014 adalah 549 orang dan jumlah mahasiswa prodi pendidikan ekonomi adalah kurang lebih 30.000. Berdasarkan Sugiyono (2013:71) dengan taraf kesalahan 10% jumlah sampel untuk anggota koperasi adalah 182 dan sampel untuk mahasiswa Unindra adalah 270. Teknik pengambilan sampel terbagi atas 3 jenis teknik, yaitu sampling Insidental untuk pengambilan dosen, karyawan dan mahasiswa, sampel jenuh untuk pegawai koperasi. Menurut Sugiyono (2009:85) sampling Insidental dipilih karena penentuannya berdasarkan kebetulan. Jadi ketika ada mahasiswa yang berbelanja di koperasi maka mahasiswa tersebut menjadi sampelnya. Sampel jenuh dipilih karena jumlah pegawai koperasi 4 orang. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk menarik kesimpulan berdasarkan hasil temuan pengukuran perspektif keuangan, pelanggan, proses internal dan pembelajaran serta pertumbuhan. Analisis deskriptif menurut Sugiyono (2013:29) analisis deskriptif terdiri atas mean, median, modus, variasi kelompok dan simpangan baku. Setelah terlihat deskripsi datanya kemudian dihitung dengan menggunakan pembobotan yang berdasar kepada ketentuan Balanced Scorecard. Analisis FGD disimpulkan setelah melakukan diskusi mendalam dengan para pakar dan akademisi sehingga menddapatkan suatu kesimpulan suatu kriteria apakah Balanced Scorecard dapat diimplementasikan di koperasi. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Perspektif Keuangan  Rasio Likuiditas Rasio Likuiditas adalah menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Pada perspektif ini peneliti menggunakan rasio lancar. � = 2011 = 382.242.018 = 18,95 20.172.762 2012 = 680.545.801 = 4,14 164.234.648 2013 = 2.572.797.196 = 11,59 222.046.313 Current Ratio memperlihatkan perbandingan antara harta lancar dan hutang lancar.. Hal ini membuktikan jika secara rasio CR koperasi karyawan dan dosen dalam kriteria belum baik karena masih dibawah standar, yaitu kisaran 15-18. Namun apabila dilakukan pembobotan dengan Balanced Scorecard maka berdasarkan lampiran 3 tabel 9 angka 11, 59 bobotnya adalah 5. 33 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849  Rasio Solvabilitas Rasio ini disebut juga Ratio Leverage yaitu mengukur perbandingan dana yang disediakan oleh pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur perusahaan tersebut. Apabila Total Debt to Asset Ratio (TDAR) menunjukkan angka semakin tinggi maka semakin besar resiko yang dihadapi. � = � 100% 2011 = 220.172.762 100% = 47,26% 465.869.016 2012 = 364.234.648 100% = 40,06% 909.184.195 2013 = 2.028.930.314 100% = 65,57% 3.094.459.252 Tahun 2013 terjadi peningkatan kembali sebesar 65,57 %. Angka ini cukup berbahaya karena telah melewati angka 50 %. Namun apabila dilakukan pembobotan dengan Balanced Scorecard maka berdasarkan lampiran 3 tabel 10 angak 65,57 bobotnya adalah 10.  Rasio Rentabilitas Net Profit Margin (NPM) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur laba bersih sesudah pajak lalu dibandingkan dengan volume penjualan. = 100% 2011 = 90.327.753 100% = 7,84% 1.151.631.980 2012 = 200.509.093 100% = 8,41% 2.383.162.015 2013 = 254.652.380 100% = 7,98% 3.188.838.495 Secara 3 tahun terakhir Net Profit margin koperasi menunjukkan angka yang kurang baik. Standar yang baik berada pada posisi 10 s.d 16% Namun apabila dilakukan pembobotan dengan Balanced Scorecard maka berdasarkan lampiran 3 tabel 11 angka 7,98 % bobotnya adalah 10. 34 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 Tabel 5.1 Pengukuran Dan Skor Perspektif Keuangan Koperasi Unindra Tahun 2013 No Pengukuran Skor % 1 Current Ratio 5 2 Total Debt to Asset Ratio 10 3 Net Profit Margin 10 Jumlah 25 Perspektif Pelanggan  Pertumbuhan Jumlah Anggota Tabel 5.2 Pertumbuhan Jumlah Anggota Koperasi Tahun 2011 2012 2013 Jumlah Anggota Periode Sekarang 331 460 549 Rata-rata Jumlah Anggota Periode Tahun Lalu 37 331 460 Pertumbuhan Anggota Angka Persentase 294 129 89 170,67 88,82% 28,04% 16,21% 33,33% Berdasarkan data diatas diketahui jika pertumbuhan anggota koperasi cukup signifikan. Terutama pada tahun 2012. Penghitungan pertumbuhan jumlah anggota dengan melihat peersentase kenaikan jumlah anggota koperasi. Berdasarkan tabel di atas diperoleh pada tahun 2013 persentase kenaikan anggota sejumlah 16,21%. Berdasarkan tabel 8 pada lampiran 3 bobotnya sebesar 2.  Kepuasan Pelanggan Menurut Paul Szwarc (2002 : 92) setidaknya ada 7 dimensi kepuasan pelanggan, yaitu : “Company image, customer overall of service, Recent Contact experience, complaining handling, employee behavior, customer advocacy, customer willingness to repurchase.” Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui jika dimensi kepuasan pelanggan, yaitu image perusahaan, keseluruhan pelayanan terhadap pelanggan, tingkat keseringan berhubungan dengan perusahaan, penanganan komplain, prilaku pegawai, dukungan pelanggan, tingkat pembelian kembali. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah untuk anggota koperasi adalah 182 dan sampel untuk mahasiswa Unindra adalah 270. Secara keseluruhan dari 20 item pernyataan didapatkan 21,76% menjawab sangat puas, 38,19% menjawab puas, 24,95 % menjawab kurang puas, 9,9% menjawab tidak puas dan 4,97% menjawab sangat tidak puas. Selanjutnya untuk mengetahui bobot tingkat kepuasan pelanggan anggota koperasi Unindra dihitung berdasarkan nilai rata-rata yang dipilih oleh responden. Oleh karena jawaban yang berbobot 5 sebanyak 792, berbobot 4 sebanyak 1390, berbobot 3 sebanyak 908, berbobot 4 sebanyak 360 dan berbobot 5 sebanyak 181, maka penghitungan akhir bobot tingkat kepuasan pegawai koperasi Unindra adalah sebagai berikut : 792 5 + 1390 4 + 908 3 + 360 2 + (181 1) = 3,61 182 20 35 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 Jika bobot kepuasan pelanggan adalah 3,61, maka skor akhir tingkat kepuasan pelanggan anggota koperasi Unindra dengan mengacu kepada daftar skor penilaian tingkat kepuasan pegawai yang tertera lampiran 3 tabel 7 adalah sebesar 2,5 %. Secara keseluruhan dari 20 item pernyataan didapatkan 21,59% menjawab sangat puas, 32,22% menjawab puas, 34,61 % menjawab kurang puas, 8,96% menjawab tidak puas dan 2,61% menjawab sangat tidak puas. Selanjutnya untuk mengetahui bobot tingkat kepuasan pelanggan anggota koperasi Unindra dihitung berdasarkan nilai rata-rata yang dipilih oleh responden. Oleh karena jawaban yang berbobot 5 sebanyak 1166, berbobot 4 sebanyak 1740, berbobot 3 sebanyak 1869, berbobot 4 sebanyak 484 dan berbobot 5 sebanyak 141, maka penghitungan akhir bobot tingkat kepuasan pegawai koperasi Unindra adalah sebagai berikut : 1166 5 + 1740 4 + 1869 3 + 484 2 + (141 1) = 3,61 270 20 Jika bobot kepuasan pelanggan adalah 3,61, maka skor akhir tingkat kepuasan pelanggan anggota koperasi Unindra dengan mengacu kepada daftar skor penilaian tingkat kepuasan pegawai yang tertera lampiran 3 tabel 7 adalah sebesar 2,5 %. Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan yang besar antara kepuasan pelanggan anggota dan mahasiswa. Tabel 5.3 Pengukuran Dan Skor Perspektif Pelanggan Koperasi Unindra Tahun 2013 No Pengukuran Skor % 1 Pertumbuhan Pelanggan 2 2 Kepuasan Pelanggan Anggota 2,5 3 Kepuasan Pelanggan Mahasiswa 2,5 Jumlah 7 A. Perspektif Proses Bisnis Internal  Inovasi Agar dapat sejajar dan memenangkan persaingan dalam dunia usaha koperasi mutlak diperlukannya inovasi. Peneliti mencermati proses inovasi yang dapat dilakukan oleh koperasi adalah seberapa banyak pertambahan barang dan jasa yang ditawarkan oleh koperasi. Beerdasarkan data yang diperoleh maka dapat diketahui sebagai berikut : Tabel 5.4 Pertambahan Barang dan Jasa Yang Dijual Koperasi Unindra Tahun Produk Barang dan Jasa 2011 2012 2013 90 131 202 Pertambahan Jumlah 41 71 % 31,29 73,17 Jika bobot proses inovasi pada tahun 2013 adalah,34,30 % maka skor akhir tingkat kepuasan pegawai koperasi Unindra dengan mengacu kepada daftar skor penilaian tingkat kepuasan pegawai yang tertera lampiran 3 tabel 4 adalah sebesar 2 %. 36 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849  Proses Operasi Proses operasi pada koperasi adalah efisiensi hasil perbandingan penggunaan dana operasional dengan pendapatan koperasi selama satu tahun Tabel 5.5 Efisiensi Proses Operasional Koperasi Biaya Rasio Tahun Pendapatan Operasional ( %) 2011 44.131.960 1.183.937.980 3,73% 2012 154.696.218 2.458.272.415 6,29% 2013 310.344.321 3.320.943.981 9,34% Penghitungan dana operasional dengan pendapatan koperasi akan mencerminkan efisiensi dari proses operasi yang dilakukan. Apabila semakin kecil rasio yang dihasilkan maka semakin efisien. Artinya dengan biaya operasional seminimal mungkin menghasilkan pendapatan yang maksimal. Berdasarkan data tersebut di atas diketahui jika tahun 2011 merupakan tahun yang paling efisien tetapi menjadi tahun dengan pendapatan terendah. Sedangkan pada tahun 2013 menjadi tahun dengan pendapatan tertinggi tetapi biaya operasionalnya pun tinggi. Jika bobot proses operasi tahun 2013 adalah 9,34 % maka skor akhir tingkat kepuasan pegawai koperasi Unindra dengan mengacu kepada daftar skor penilaian tingkat kepuasan pegawai yang tertera lampiran 3 tabel 5 adalah sebesar 5 %.  Pelayanan Purna jual Pada bagian ke tiga peneliti hanya memberikan 2 item pernyataan yang tergabung ke dalam angket kepuasan pelanggan. Kedua item pernyataan tersebut, yaitu kepuasan pelanggan terhadap pergantian barang rusak dan kepuasan terhadap proses pembayaran. Tabel 5.6 Kepuasan Pelanggan Dalam Proses Purna Jual No 1 2 Pernyataan Tingkat kepuasan pergantian barang Tingkat kepuasan pembayaran Jumlah Jawaban 3 4 5 Total 1 2 5 13 87 110 10 225 3 14 99 101 8 225 8 27 186 211 18 450 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui jika mayoritas pelanggan berada pada posisi puas dalam proses pelayanan purna jual. Hal ini berarti proses pelayan yang diberikan Koperasi Unindra masih perlu untuk ditingkatkan. Selanjutnya untuk mengetahui bobot tingkat kepuasan pelanggan dalam proses purna jual Koperasi Unindra dihitung berdasarkan nilai rata-rata yang dipilih oleh responden. Oleh karena jawaban yang berbobot 1 sebanyak 8, berbobot 2 sebanyak 27, berbobot 3 sebanyak 186, berbobot 4 sebanyak 211 dan berbobot 5 sebanyak 18, maka penghitungan akhir bobot tingkat kepuasan pegawai koperasi Unindra adalah sebagai berikut : 18 5 + 211 4 + 1869 3 + 27 2 + (8 1) = 3,45 225 2 Jika bobot proses pelayanan purna jual adalah 3,45 maka skor akhir tingkat kepuasan pegawai koperasi Unindra dengan mengacu kepada daftar skor penilaian tingkat kepuasan pegawai yang tertera lampiran 3 tabel 6 adalah sebesar 1,6 %. 37 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 Tabel 5.7 Pengukuran Dan Skor Perspektif Proses Bisnis Internal Koperasi Unindra Tahun 2013 No Pengukuran Skor % 1 Inovasi 2 2 Proses Operasi 5 3 Pelayanan Purna jual 1,6 Jumlah 8,6 B. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan  Kepuasan pegawai Dalam melakukan pengukuran kepuasan pegawai Koperasi Kaaryawan dan Dosen Universitas Indraprasta PGRI peneliti menggunakan Minnesota Satisfaction Questionnaire (David J. Weiss, dkk., 1967 : 1) yang di dalamnya terdapat 20 item pertanyaan. Dari masing-masing pertanyaan tersebut peneliti menyediakan lima pilihan jawaban, yaitu 1). Sangat tidak puas 2). Tidak puas 3). Netral 4). Puas 5). Sangat puas. Jawaban dari pertanyaan tersebut diukur menggunakan skala likert. Adapun ke 20 item pertanyaan tersebut adalah berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut : “Kemampuan, pencapaian, aktivitas, kemajuan, otoritas, kebijakan perusahaan, kompensasi, rekan kerja, kreativitas, independensi, nilai moral, pengenalan, tanggungjawab, keamanan, jasa sosial, status sosial, supervisi hubungan antar manusia, supervisi teknikal, variasi kerja, kondisi kerja.” Angket kepuasan kerja pegawai koperasi Unindra terdiri atas 5 jawaban pilihan yang massing-masing diberikan skor (1) Sangat Puas, (2) Puas, (3) Kurang Puas, (4) Tidak Puas, (5) Sangat Tidak Puas. Secara keseluruhan dari 20 item pernyataan didapatkan 53% menjawab sangat puas, 30% menjawab puas dan 17 % menjawab kurang puas. Selanjutnya untuk mengetahui bobot tingkat kepuasan pegawai koperasi Unindra dihitung berdasarkan nilai rata-rata yang dipilih oleh responden. Oleh karena jawaban yang berbobot 1 sebanyak 53, berbobot 2 sebanyak 30, berbobot 3 sebanyak 17, berbobot 4 sebanyak 0 dan berbobot 5 sebanyak 0, maka penghitungan akhir bobot tingkat kepuasan pegawai koperasi Unindra adalah sebagai berikut : 53 5 + 30 4 + 17 3 + 0 2 + (0 1) = 4,36 5 20 Jika bobot kepuasan pegawai adalah 4,36, maka skor akhir tingkat kepuasan pegawai koperasi Unindra dengan mengacu kepada daftar skor penilaian tingkat kepuasan pegawai yang tertera lampiran 3 tabel 1 adalah sebesar 9 %  Retensi pegawai Retensi pegawai adalah tingkat kebetahan pegawai untuk tetap bekerja disuatu perusahaan. Pentingnya pengukuran aspek ini adalah sumberdaya manusia merupakan aset perusahaan dalam investasi jangka panjang. Pergantian pegawai juga akan menimbulkan biaya yang besar dalam perekrutan pegawai baru. Rumus untuk menghitung Indeks Retensi Pegawai (IRP), yaitu : = 100 38 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 Tabel 5.8 Tingkat Retensi Pegawai Tahun Jumlah Karyawan Indeks Pegawai Keluar 2011 2 0 2012 3 0 2013 5 1 20 Berdasarkan tabel di atas pada tahun 2011 dan 2012 tidak terjadi perputaran pegawai hanya pada tahun 2013 sebesar 20. Berdasarkan perhitungan bobot retensi karyawan tersebut dia atas maka dapat diketahui jika skor akhir tingkat retensi pegawai koperasi Unindra pada lampiran 3 tabel 2 adalah 2,2 %.  Peningkatan Produktivitas pegawai Produktivitass pegawai dapat diketahui dari perbandingan antara total pendapatan pertahun dengan jumlah karyawan pada tahun yang sama. = Tabel 5.9 Tabel Produktivitas Pegawai Koperasi Tahun 2011 2012 2013 Jumlah pegawai 2 3 4 Laba Operasional 90.327.753 200.527.271 255.479.247 Produktivitas pegawai (Rp/orang) 45.163.876,5 66.842.423,67 63.869.811 Perubahan (Rp) Rp % 21.678.547,17 32,43% -2.972.611,92 -4,65% Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui jika tahun 2012 terjadi kenaikan laba dan produktivitas pegawai sebesar 32,43 % dan pada tahun 2013 terjadi penurunan sebesar 4,65%. Dapat disimpulkan jika pada tahun 2012 merupakan tahun yang paling produktif bagi pegawai koperasi sedangkan pada tahun 2013 terjadi penurunan produktivitas pegawai. Berdasarkan perhitungan bobot peningkatan produktivitas pegawai tersebut dia atas didapatkan angka -4,65 % maka dapat diketahui jika skor akhir tingkat produktivitas pegawai koperasi Unindra pada lampiran 3 tabel 3 adalah 0. Tabel 5.10 Pengukuran Dan Skor Perspektif Belajar Dan Bertumbuh Koperasi Unindra Tahun 2013 No Pengukuran Skor % 1 Kepuasan pegawai 9 2 Retensi pegawai 2,2 3 Produktivitas Pegawai 0 Jumlah 11,2 D. Tingkat Kinerja Koperasi Karayawan Dan Dosen Universitas Indraprasta Dari hasil analisis dan interpretasi data atas keempat perspektif pengukuran kinerja suatu perusahaan yang didasarkan pada pendekatan Balanced Scorecard untuk tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.14 dibawah ini 39 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 Tabel 5.11 Pengukuran Dan Skor Seluruh Perspektif Balanced Scorecard Koperasi Unindra Tahun 2013 No Perspektif Perspektif Keuangan :  Current ratio 1  Total Debt to Asset Ratio  Net Profit Margin Perspektif Pelanggan :  Pertumbuhan Pelanggan 2  Kepuasan Pelanggan Anggota  Kepuasan Pelanggan Mahasiswa Perspektif Proses Bisnis Internal : 3  Inovasi  Proses Operasi  Pelayanan Purna Jual Pertumbuhan Dan Pembelajaran : 4  Kepuasan pegawai  Retensi pegawai  Produktivitas Pegawai Jumlah Skor % Total skor 5 10 10 25 2 2,5 7 2,5 2 5 1,6 9 2,2 0 8,6 11,2 51,8 Untuk mengetahui tingkat kinerja Koperasi Karyawan dan Dosen Universitas Indraprasta PGRI tahun 2013, maka total skor kinerja Koperasi Karyawan dan Dosen Universitas Indraprasta PGRI yang telah ditunjukkan dalam tabel 5.14 selanjutnya dilakukan penilaian dengan cara mengadopsi cara penilaian tingkat kesehatan suatu perusahaan yang ada dalam keputusan Menteri Keuangan RI No. 198/KMK.016/1998. Adapun penilaian tingkat kesehatan perusahaan menurut SK. Menkeu tersebut adalah sebagai berikut : a. SEHAT, yang terdiri dari : AAA apabila Total Skor (TS) lebih dari 95 AA apabila 80 < TS <= 95 A apabila 65 < TS <= 80 b. KURANG SEHAT, yang terdiri dari : BBB apabila 50 < TS <= 65 BB apabila 40 < TS <= 50 B apabila 30 < TS <= 40 c. TIDAK SEHAT, yang terdiri dari : CCC apabila 50 < TS <=65 CC apabila 40 < TS <= 50 C apabila TS < = 10 Jika penilaian tingkat-tingkat kesehatan perusahaan tersebut di atas di atas diterapkan ke dalam seluruh penilaian perspektif kinerja meenurut pendekatan Balanced Scorecard maka total skor kinerja Koperasi Karyawan dan Dosen Universitas Indraprasta PGRI pada tahun 2013 yang berjumlah 51,8 % dapat dikategorikan sebagai badan usaha yang memiliki tingkat kesehatan kurang sehat (BB). Analisis hasil FGD pada saat penyusunan laporan kemajuan penelitian ini masih berlangsung. FGD pertama akan dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 2014. Jadi belum 40 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 bisa memberikan kesimpulan apakah Balanced Scorecard dapat diimplementasikan di koperasi. 4. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data yang telah dilakukan terhadap Koperasi Karyawan dan Dosen Universitas Indraprasta PGRI maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kinerja Koperasi Karyawan dan Dosen Universitas Indraprasta PGRI tahun 2013 yang diukur dengan pendekatan Balanced Scorecard berjumlah 51,8 % dapat dikategorikan sebagai badan usaha yang memiliki tingkat kesehatan kurang sehat (BB). 2. Implementasi Balanced Scorecard di koperasi belum dapat disimpulkan bisa atau tidak karena saat laporan kemajuan disusun belum dilakukan FGD. B. Saran Berdasarkan hasil analisis, interpretasi data dan kesimpulan yang telah dilakukan terhadap Koperasi Karyawan dan Dosen Universitas Indraprasta PGRI maka tim penelitti memberikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Dilihat dari perspektif belajar dan bertumbuh, tim peneliti menyarankan agar pihak pengurus koperasi diharapkan untuk mencari lokasi atau tempat baru. Hal ini disebabkan lokasi yang ada saat ini tidak cukup menampung jumlah barang dan jasa yang ada. Hal ini mengakibatkan produktivitas pegawai koperasi menurun. Dengan adanya lokasi baru yang lebih luas diharapkan jadi pemicu peningkatan produktivitas. 2. Dilihat dari perspektif proses bisnis internal, tim peneliti menyarankan agar menambah jenis usaha jasa yang ada. Karena hasil observasi yang dilakukan oleeh tim peneliti jenis usaha jasa hanya sebatas simpan pinjam. 3. Dilihat dari perspektif pelanggan, tim peneliti menyarankan agar menerima anggota yang berasal dari mahasiswa. Hal ini dinilai perlu dilakukan agar menambah jumlah modal koperasi untuk mengembangkan usaha. 4. Dilihat dari perspektif keuangan, tim peneliti menyarankan agar meningkatkan aspek current ratio dengan cara menambah banyak aset lancar dan koperasi lebih menerima dana pinjaman jangka panjang. 41 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 DAFTAR PUSTAKA Buku Anonim. 2012. Buku Keanggotaan Karyawan dan Dosen Universitas Indraprasta PGRI Anthony A. Atkinson, Rajiv D. Banker, Robert S. Kaplan, & S. Mark Young. 1997., Management Accounting. Edisi kedua, (New Jersey : Prentice Hall, Inc.). Heru Kurnianto Tjahjono. 2004., Budaya Organisasional dan Balanced Scorecard, (Yogyakarta : UPFE-UMY). Jonathan Sarwono. 2011. Mixed Methods : Cara Menggabungkan Riset Kuantitatif dan Riset KualitatifSecara Benar. (Jakarta : Elex Media Komputindo). Ninik Widiyanti. 1996. Manajemen Koperasi. (Jakarta : PT Rineka Cipta) Paul Szwarc. 2002. Researching Customer Satisfaction & Loyalty. (London : The Market Research Societ). Robert S. Kaplan dan David P. Norton. 1996., The Balance Scorecard : Translating Strategy into Action, (Massachusetts : Harvard Busines School Press). Sari Wahyuni. 2012. Qualitative Research Methode. (Jakarta : Salemba Empat). Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Bandung : Alfabeta) Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. (Bandung : Alfabeta) Sugiyono. 2013. Statistika Untuk Penelitian. (Bandung : Alfabeta) Jurnal dan Makalah Bella Devita Puteri Wardani, Hari Susanta dan Agung Budiatmo. 2012. Analisis Balanced Scorecard pada Koperasi Karyawan Krama Yudha Ratu Motor Jakarta. Jurnal Ilmu Administrasi Bisnis (Semarang : Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis, UNDIP). David J. Weiss, Rene V. Dawis,dkk. 1967. Paper : Minnesota Satisfaction Questionnaire.Washington : University Of Minnesota) di akses tanggal 10 Juni 2014 di situs https://www.psych.umn.edu/psylabs/vpr/pdf_files/Monograph%20XXII%20%20Manual%20for%20the%20MN%20Satisfaction%20Questionnaire.pdf Johannes. 2009., Makalah : Balanced Scorecard Konsep dan Implementasi : Sebagai Strategi Perusahaan, Diseminarkan Pada Seminar Ekonomi Juli 2009. Martaulina Sagala, Made Antara dan Wayan Ginarsa. 2012. Kinerja Koperasi Unit Desa Ulun Tanjung Desa Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung (Ditinjau dari Balanced Scorecard). E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata Vol.1, No. 2, Oktober 2012. ISSN : 2301-6523. Pariaman Sinaga. 2004. Balanced Scorecard Sebagai Pengukur Kinerja Koperasi dan UKM, Apa Mungkin?. Jurnal Infokop Nomor 25 Tahun XX, 2004 Paula Vola, Laura Broccardo dan Elisa Truant. 2009. Performance Measurament Under Balanced Scorecard: The Case Study of a Cooperative Credit Bank In Piedmont, Economia Aziendale Online. Turin, Italia. Situs Internet http://m.antarakalbar.com/berita/309231/menkop-tahun-2013-jumlah-koperasiditargetkan-200000-unit Prijambodo. TT. Balance Scorecard (BSC) Pada Koperasi Peningkatan kemampuan SDM koperasi dalam penyusunan rencana (program) kerja koperasi. http://www.depkop.go.id 42 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA DAN SERAPAN TENAGA KERJA DI DKI JAKARTA Oleh : Novita Delima Putri Fadillah Hisyam Dosen Universitas Indrapasta PGRI, Jakarta Email ; novita111100@yahoo.com Email ; fadillahhisyam@yahoo.com Abstrak Salah satu indikator keadaan sosial ekonomi satu wilayah adalah keadaan ketenagakerjaan, tingkat kesempatan kerja di DKI Jakarta dari tahun 2011 sampai dengan 2013 terus mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan jumlah penduduk usia kerja yang bekerja terus meningkat. Disisi lain dalam pekembangannya sektor jasa memiliki peran yang sangat signifikan dalam perekonomian dunia begitu juga di DKI Jakarta. Dengan menggunakan data skunder yang berasal dari instansi terkait, kajian akan mendeskripsikan temuan berupa data skunder yang meliputi gambaran umum propinsi DKI Jakarta, PDRB DKI Jakarta 3 tahun terakhir berdasarkan sektor usaha, dan serapan tenaga kerja berdasarkan sektor usaha. Kajian ini bertujuan untuk memberikan gambaran pertumbuhan sektor jasa di DKI Jakarta yang diiringi dengan besarnya sektor jasa dalam penyerapan tenaga kerja di DKI Jakarta, mengingat masalah ketenagakerjaan merupakan permasalahan yang dihadapi oleh hampir semua negara berkembang seperti salah satunya Indonesia. Key words : Sektor jasa, Ketenagakerjaan, DKI Jakarta LATAR BELAKANG Sektor jasa memiliki peran yang sangat signifikan dalam perekonomian dunia. Di negara maju seperti Amerika Serikat, sektor jasa berkontribusi terhadap sekitar 80% Produk Domestik Bruto (PDB) dan lebih dari 50% total pengeluaran konsumen dibelanjakan untuk jasa (Kotler, 2000). Selain itu, jasa juga merupakan salah satu sumber lapangan kerja. Pekerjaan dalam sektor jasa di Amerika Serikat diperkirakan mencapai 79% dari total lapangan kerja dan diprediksi akan menyediakan sekitar 90% dari keseluruhan lapangan kerja baru pada dekade awal abad 21 (Kotler, 2000). Kecenderungan perkembangan sektor jasa memiliki perbedaan dinegara maju dan negara berkembang. Di negara maju perkembangan sektor jasa didominasi oleh sektor-sektor yang membutuhkan ketrampilan dan teknologi tinggi, sementara di negara berkembang relatif didominasi oleh sektor-sektor yang membutuhkan ketrampilan rendah. Salah satu sektor jasa yang cukup pesat perkembangannya adalah sektor jasa transportasi khususnya kendaraan umum (Murdiono, 2006) 43 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 Di DKI Jakarta Besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan I/2013 mencapai Rp 293,81 triliun. Dari sisi lapangan usaha, peranan tiga sektor utama yakni sektor keuangan- real estate - jasa perusahaan, sektor perdagangan – hotel - restoran, serta sektor industri pengolahan terhadap struktur perekonomian DKI Jakarta sekitar 64,1 persen (Bps Propinsi DKI Jakarta, 2013), dengan demikian sektor jasa merupakan sektor yang cukup menjanjikan di DKI Jakarta. Salah satu indikator keadaan sosial ekonomi sutu wilayah adalah keadaan ketenagakerjaan. Dalam periode 2011-2013, penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) di DKI Jakarta meningkat. Dalam kurun waktu tersebut, tingkat partisipasi angkatan kerja berfluktuasi yaitu dari 69,36 persen di tahun 2011 menjadi 70,83 persen di tahun 2012. Kemudian di tahun 2013 menurun 2,39 poin menjadi 68,44 persen (mengalami penurunan sebanyak 119,28 ribu)(BPS DKI Jakarta, 2013). Demikian juga tingkat kesempatan kerja di DKI Jakarta dari tahun 2011 sampai dengan 2013 terus mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan jumlah penduduk usia kerja yang bekerja terus meningkat dari 89,20 persen di tahun 2011 menjadi 89,20 persen di tahun 2012, dan di tahun 2013 naik lagi menjadi 90,06 persen. Tingginya persentase kesepatan kerja ini menunjukan bahwa sebagian besar dari angkatan kerja terserap ke dalam pasar tenaga kerja. Berdasarkan uraian diatas, kajian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pertumbuhan sektor jasa di DKI Jakarta yang diiringi dengan besarnya sektor jasa dalam penyerapan tenaga kerja di DKI Jakarta, mengingat masalah ketenagakerjaan merupakan permasalahan yang dihadapi oleh hampir semua negara berkembang seperti salah satunya Indonesia. MOTODOLOGI Data yang digunakan dalam kajian adalah data skunder yang berasal dari instansi terkait. Data skunder tersebut akan memberikan gambaran perkembangan sektor jasa dan perkembangan serapan tenaga kerja pada sektor jasa. Kajian akan mendeskripsikan temuan berupa data skunder yang meliputi gambaran umum propinsi DKI Jakarta, PDRB DKI Jakarta 3 tahun terakhir berdasarkan sektor usaha, dan serapan tenaga kerja berdasarkan sektor usaha. PEMBAHASAN Gambaran Umum Propinsi DKI Jakarta DKI Jakarta sebagai ibukota Republik Indonesia memegang fungsi dan peranan yang sangat penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Kota Jakarta merupakan ibukota negara Republik Indonesia yang memiliki status sebagai Daerah Khusus Ibukota dengan luas wilayah 650 km2. Wilayah Administrasi Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi lima wilayah kota Administrasi dan 1 (satu) Kabupaten Administrasi, yakni kota Jakarta Selatan dengan luas daratan 145,73 , Jakarta Timur dengan luas daratan 187,73, Jakarta Pusat dengan luas daratan 47,90, Jakarta Barat dengan luas daratan 126,15 dan Jakarta Utara dengan luas daratan 142,40, serta Kabupaten Administrasi dengan luas daratan 11,81 (BPS, Jakarta dalam angka 2010). DKI Jakarta pada sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan kota Depok-Jawa Barat, wilayah timur berbatasan dengan kota Bekasi sedangkan wilayah barat berbatasan langsung dengan kota Tangerang-Banten. 44 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 DKI Jakarta merupakan propinsi yang memiliki kepadatan penduduk cukup tinggi, hal ini terkait fungsi DKI Jakarta sebagai ibu kota dan pusat ekonomi yang meyebabkan tingginya tingkat urbanisasi di DKI Jakarta. Table 1. Banyaknya Penduduk Berdasarkan Hasil Registrasi Menurut Wilayah di Provinsi DKI Jakarta Wilayah 2007 2008 2009 Kepulauan Seribu 839.637 22.705 21.818 Jakarta Selatan 1.919.366 1.748.251 1.894.889 Jakarta Timur 1.578.687 2.195.300 2.623.288 Jakarta Pusat 1.214.250 813.905 924.679 Jakarta Barat 1.376.203 1.635.246 1.635.645 Jakarta Utara 626.318 1.201.431 1.422.838 DKI Jakarta 7.554.461 7.616.838 8.523.157 Sumber : Dinas Kependudukan Provinsi DKI Jakarta, 2012 2010 21.940 1.894.236 2.629.369 921.563 1.634.733 1.422.311 8.524.152 Pada tahun 2008, 2009 dan 2010 Jakarta timur merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi, di ikuti oleh Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. Hal ini terkait dengan mulai bergesernya pembangunan ke daerah – daerah pinggiran DKI Jakarta dan daerah – daerah penyangga DKI Jakarta seperti Depok yang berbatasan langsung dengan Jakarta Selatan, Tangerang yang berbatasan dengan Jakarta Barat dan Bekasi yang berbatasan dengan Jakarta Timur. Ini menjadi sebuah konsekuensi logis bagi kawasan sekitar DKI Jakarta bahwa masalah kependudukan bukan hanya masalah di DKI Jakarta tapi kelak akan merambat ke wilayah sekitar DKI Jakarta. Permasalahan Ketenagakerjaan di DKI Jakarta Persoalan kependudukan di DKI Jakarta pada dasarnya adalah jumlah penduduk yang terlalu besar jika dibanding dengan daya tampung wilayah dan pelayanan yang bisa diberikan oleh kota. Besarnya jumlah penduduk ini antara lain disebabkan oleh tingginya angka kelahiran serta banyaknya pendatang dari luar daerah ke Provinsi DKI Jakarta. Hal ini menjadi masalah ketika kota tidak mampu untuk menyediakan fasilitas kehidupan yang layak bagi pendatang dan keluarga kurang mampu dengan angka kelahiran yang tinggi. Sehingga akhirnya mereka harus tinggal di permukiman yang padat dengan kualitas lingkungan hidup yang tidak sehat. Berkait dengan masalah kependudukan di Provinsi DKI Jakarta, masalah ketenagakerjaan yang muncul adalah pengangguran dan kualitas tenaga kerja yang masih belum memadai atau tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan pekerjaan yang tersedia. Persoalan semacam ini tentu saja menjadi kendala pembangunan Provinsi DKI Jakarta yang dituntut memiliki sumber daya manusia yang produktif dan efektif dalam bekerja, terutama dalam era perdagangan bebas AFTA 2013. Beberapa masalah yang menonjol yaitu (BPLHD Provinsi DKI Jakarta; 2012) : 1. Tingginya tingkat pengangguran. 2. Pencari kerja melebihi ketersediaan lapangan kerja. 3. Ketidaksesuaian antara kualitas angkatan kerja dengan persyaratan lapangan kerja. 4. Penduduk Provinsi DKI Jakarta kurang berminat jadi TKI. 5. Ketaatan terhadap peraturan ketenagakerjaan masih rendah. 45 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 Gambaran umum tentang keadaan kependudukan dan ketenagajerjaan di DKI Jakarta dapat dilihat dari table berikut. Tabel 2. Statistik Ketenagakerjaan DKI Jakarta Uraian Penduduk Usia 15 thn keatas Angkatan Kerja Penduduk Bekerja Penganggur TPAK (%) Tingkat Pengangguran (%) Bekerja (%) UMP (ribu) 2011 2012 2013 7 415,69 5 143,83 4 588,42 555 ,41 69,36 10,80 89,20 1 290 7 464,44 5 283,23 4 716,72 566,51 70,83 10,72 89,28 1 529 7 545,04 5 163,95 4 650,78 513,17 68,44 9,94 90,06 2 200 Sumber : Sakernas 2011-2013, diolah Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa tingkat pengangguran mengalami penurunan pada tahun 2013 yaitu sebesar 9,94 persen lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 10,72 pada tahun 2012 dan 10,80 persen pada tahun 2011. Untuk pendapatan pekerja secara keseluruhan dapat dilihat bahwa UMP tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 43,89 persen dibanding tahun sebelumnya. Provinsi DKI Jakarta yang berperan ganda baik sebagai pemerintahan daerah juga sebagai Ibu Kota Negara memiliki kompleksitas permasalahan terutama dibidang pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Walaupun demikian sangat dipahami dalam proses realisasi pembangunan tersebut (pra-konstruksi, konstruksi, dan operasional) dipastikan akan menimbulkan dampak negatif dan dampak positif yang besar ataupun yang penting bagi lingkungan hidup disekitarnya, namun demikian bukan berarti pembangunan terhambat maka yang perlu dilakukan adalah pengelolaan pembangunan yang ramah lingkungan. Pertumbuhan Ekonomi di DKI Jakarta Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II/2013 secara umum lebih baik bila dibandingkan dengan kondisi triwulan I/2013(q to q), hampir semua sektor mulai mengalami peningkatan kapasitas produksi. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan positif yang dicapai oleh semua sektor ekonomi, kecuali sektor pertambangan - penggalian, dengan besaran pertumbuhan diatas 1 persen. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor konstruksi, yaitu sebesar 3,6 persen. Setelah itu diikuti oleh sektor perdagangan – hotel - restoran dengan pertumbuhan sebesar 3,1 persen, sektor pengangkutan - komunikasi sebesar 1,9 persen, sektor industri pengolahan dan sektor jasa – jasa yang masing – masing sebesar 1,8 persen, sektor keuangan - real estat- jasa perusahaan sebesar 1,3 persen, sektor listrik, Gas, air bersih sebesar 0, 6 persen, dan sektor pertanian sebesar 0, 2 persen. Sementara sektor pertambangan - penggalian tumbuh dibawah nol persen yaitu minus 0,4 persen. PDRB triwulan II/2013 bila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya (y on y) mencerminkan perubahan tanpa dipengaruhi oleh faktor musim. PDRB DKI Jakarta secara total tumbuh 6,3 persen. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor pengangkutan - komunikasi, yakni sebesar 11,4 46 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 persen, kemudian diikuti oleh sektor jasa - jasa sebesar 7,4 persen, sektor perdagangan – hotel - restoran sebesar 7,2 persen, sektor konstruksi sebesar 6,3 persen, sektor keuangan - real estat - jasa perusahaan sebesar 5,4 persen, sektor listrik – gas - air bersih sebesar 2,6 persen, sektor industri pengolahan sebesar 1,5 persen, dan sektor pertanian sebesar 0,7 persen. Sementara sektor pertambangan - penggalian tumbuh di bawah nol persen, yaitu sebesar minus 0,7 persen (Berita Resmi Statistik Provinsi DKI Jakarta; 2013) Serapan Tenaga Kerja sektor Jasa Di DKI Jakarta Dalam periode 2011-2013, penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) di DKI Jakarta meningkat. Dalam kurun waktu tersebut, tingkat partisipasi angkatan kerja berfluktuasi yaitu dari 69,36 persen di tahun 2011 menjadi 70,83 persen di tahun 2012. Kemudian di tahun 2013 menurun 2,39 poin menjadi 68,44 persen (mengalami penurunan sebanyak 119,28 ribu). Demikian juga tingkat kesempatan kerja di DKI Jakarta dari tahun 2011 sampai dengan 2013 terus mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan jumlah penduduk usia kerja yang bekerja terus meningkat dari 89,20 persen di tahun 2011 menjadi 89,20 persen di tahun 2012, dan di tahun 2013 naik lagi menjadi 90,06 persen. Tingginya persentase kesepatan kerja ini menunjukan bahwa sebagian besar dari angkatan kerja terserap ke dalam pasar tenaga kerja. Fluktuasi jumlah serapan tenagakerja sejak tahun 2011 – 2013 untuk masing masing sektor dapat dilihat dari table berikut. Tabel. 3 Serapan tenagakerja berdasarkan sektor Uraian 2011 Bekerja di Sektor A (%) 1,00 Bekerja di Sektor M (%) 18,95 Bekerja di Sektor S (%) 80,05 Sumber : Sakernas 2011-2013, diolah 2012 2,63 17,09 80,28 2013 0,77 17,08 81,08 Berdasarkan pendekatan tiga sektor utama (Agriculture, Manufacture dan Services), Sektor jasa-jasa (S) mendominasi dalam penyerapan tenaga kerja di DKI Jakarta. Selama tahun 2011-2013 penyerapan tenaga kerja pada sektor ini lebih dari 80 persen dan cenderung terus meningkat. Peningkatan sektor jasa-jasa ini mengakibatkan penurunan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian dan pertambangan. Pada tahun 2013 sektor jasa-jasa mampu menyerap sebesar 81,28 persen. Sementara itu sektor Manufacture (industri, konstruksi dan LGA) menempati urutan kedua yaitu sebesar 17,08 persen. Sektor Agriculture (pertanian dan pertambangan) hanya menyerap sebesar 0,77 persen (Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta; 2013). KESIMPULAN Berdasarkan kajian dan uraian data diatas dapat diketahui bahwa sektor jasa merupakan sektor yang sangat menjanjikan jika diukur dari besaran sumbangan dalam meningkatkan PDRB DKI Jakarta. Keberhasilan pembangunan disebuah daerah dapat diukur dari peningkatan ekonomi dan serapan tenagakerja. Terkait dengan hal tersebut sektor jasa terbukti dapat menyerap tenaga kerja lebih tinggi jika dibanding 2 sektor yang lain seperti sektor industri maupun sektor agri. Hal ini dikarenakan sentra industri banyak dibangun di pinggiran kota DKI Jakarta 47 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 seperti daerah Tangerang dan Bekasi yang secara administratif bukan merupakan bagian dari DKI Jakarta. Sedangkan minimnya sumbangan sektor agri dalam penyerapan tenaga kerja dikarenakan sektor ini memang sudah dianggap kurang potesial dikarenakan minimnya lahan akibat banyaknya konfersi lahan untuk perumahan, perkantoran dan pertokoan, selain itu minim juga sumber daya manusia yang minat untuk mengembangkan sektor agri. DAFTAR PUSTAKA Berita Resmi Statistik Provinsi DKI Jakarta No. 37/08/31/Th. XV, 2 Agustus 2013. Kotler, Philip. (2000). Marketing Management: Edisi Milenium, International Edition. Prentice Hall. International, Inc, New Jersey. Murdiono, Jatmiko (2006). Persepsi Konsumen Terhadap Pelayanan “Busway“ Trans Jakarta, Jurnal Ekubank, Vol. 3, Pages 12-17. www.jakarta.go.id www.jakarta.bps.go.id 48 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 INDEKS PENULIS DAN ARTIKEL Journal Applied Business and Economics Vol. 1, No. 20, September 2014 e-Marketing: Alternatif Dalam Pengembangan UMKM di Indonesia Sumardi Supply Demand Identification of Ecotourism Sector (Case Study: Bengkulu City) Dhona Shahreza, Maria Wikantari, Dhian Tyas Untari Redefinisi Bauran Pemasaran (Marketing Mix) 4P ke 4C (Studi Kasus Pada Universitas Indraprasta PGRI) Akhmad Sefudin Kelembagaan Usaha Kecil Mikro Kecil dan Menengah Dalam Pembangunan Ekonomi Masyarakat Indra Suyahya Implementasi Balanced Scorecard di Koperasi Karyawan dan Dosen Universitas Indraprasta PGRI Ari Sasmoko, Akhmad Sefudin, Hendro Prasetyono Kajian Perkembangan Sektor Jasa Dan Serapan Tenaga Kerja Di Dki Jakarta Novita Delima Putri, Fadillah Hisyam 49 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 PEDOMAN PENULISAN Journal Applied Business and Economics KETENTUAN UMUM 1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai dengan format yang ditentukan. 2. Penulis mengirim tiga eksemplar naskah dan satu compact disk (CD) yang berisikan naskah tersebut kepada redaksi. Satu eksemplar dilengkapi dengan nama dan alamat sedang dua lainnya tanpa nama dan alamat yang akan dikirim kepada mitra bestari. Naskah dapat dikirim juga melalui e-mail. 3. Naskah yang dikirim belum pernah diterbitkan di media lain 4. Naskah dan CD dikirim kepada Editorial Secretary Journal Applied Business and Economics (JABE) Jl. Nangka 58, Tanjung Barat Jagakarsa, Jakarta Selatan Tlp : 021 87781300/ 021 7818718. Fax : 021 78835283 http://www.unindra.ac.id. Email : jabejournal@yahoo.co; khoirulumam77@yahoo.com STANDAR PENULISAN 1. Naskah diketik menggunakan program Microsoft Word pada ukuran kertas A4 berat 80 gram, jarak 1,5 spasi, jenis huruf Times New Roman berukuran 12 point, margin kiri 4 cm, serta margin atas, kanan, dan bawah masing-masing 3 cm. 2. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan. Gambar dan tabel dikelompokkan bersama pada lembar terpisah di bagian akhir naskah. 3. Angka dan huruf pada gambar, tabel, atau histogram menggunakan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point. 4. Naskah ditulis maksimum sebanyak 10 halaman termasuk gambar dan tabel. URUTAN PENULISAN NASKAH 1. Naskah hasil penelitian terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Materi dan Metode, Hasil, Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka. 2. Naskah kajian pustaka terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Masalah dan Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka. 3. Judul ditulis singkat, spesifik, dan informatif yang menggambarkan isi naskah maksimal 15 kata. 4. Nama Penulis ditulis lengkap tanpa gelar akademis disertai alamat institusi penulis dan email. 5. Abstrak ditulis dalam satu paragraf tidak lebih dari 200 kata menggunakan bahasa Inggris atau bahasa Indonesia 6. Abstrak mengandung uraian secara singkat tentang tujuan, materi, metode, hasil utama, dan simpulan yang ditulis dalam satu spasi. 7. Kata Kunci (Keywords) ditulis miring, maksimal 5 (lima) kata, satu spasi setelah abstrak. 8. Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan, dan pustaka yang mendukung. Dalam mengutip pendapat orang lain dipakai sistem nama penulis dan tahun. Contoh: Umar (2006); Sugiono dkk. (2004). 9. Materi dan Metode ditulis lengkap. 10. Hasil menyajikan uraian hasil penelitian sendiri. Deskripsi hasil penelitian disajikan secara jelas. 50 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 11. Pembahasan memuat diskusi hasil penelitian sendiri yang dikaitkan dengan tujuan penelitian (pengujian hipotesis). Diskusi diakhiri dengan simpulan dan pemberian saran jika dipandang perlu. 12. Pembahasan (review/kajian pustaka) memuat bahasan ringkas mencakup masalah yang dikaji. 13. Ucapan Terima Kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang membantu sehingga penelitian dapat dilangsungkan, misalnya pemberi gagasan dan penyandang dana. 14. Daftar Pustaka a) Hanya memuat referensi yang diacu dalam naskah dan ditulis secara alfabetik berdasarkan huruf awal dari nama penulis pertama. Jika dalam bentuk buku, dicantumkan nama semua penulis, tahun, judul buku, edisi, penerbit, dan tempat. Jika dalam bentuk jurnal, dicantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, nama jurnal, volume, nomor publikasi, dan halaman. Jika mengambil artikel dalam buku, cantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, editor, judul buku, penerbit, dan tempat. b) Diharapkan dirujuk referensi 10 tahun terakhir dengan proporsi pustaka primer (jurnal) minimal 80%. c) Hendaknya diacu cara penulisan kepustakaan seperti yang dipakai pada JABE berikut ini: Jurnal Yetton, Philip W., Kim D. Johnston, and Jane F. Craig. Summer 1994. “Computer-Aided Architects: A Case Study of IT and Strategic Change.”Sloan Management Review: 57-67. Buku Paliwoda, Stan. 2004. The Essence of International Marketing. UK: PrenticeHall, Ince. Prosiding Pujaningsih, R.I., Sutrisno, C.L., dan Sumarsih, S. 2006. Kajian kualitas produk kakao yang diamoniasi dengan aras urea yang berbeda. Di dalam: Pengembangan Teknologi Inovatif untuk Mendukung Pembangunan Peternakan Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional dalam Rangka HUT ke-40 (Lustrum VIII) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman; Purwokerto, 11 Pebruari 2006. Fakutas Peternakan UNSOED, Purwokerto. Halaman 54-60. Artikel dalam Buku Leitzmann, C., Ploeger, A.M., and Huth, K. 1979. The Influence of Lignin on Lipid Metabolism of The Rat. In: G.E. Inglett & S.I.Falkehag. Eds. Dietary Fibers Chemistry and Nutrition. Academic Press. INC., New York. Skripsi/Tesis/Disertasi Assih, P. 2004. Pengaruh Kesempatan Investasi terhadap Hubungan antara Faktor Faktor Motivasional dan Tingkat Manajemen Laba. Disertasi. Sekolah Pascasarjana S-3 UGM. Yogyakarta. Internet Hargreaves, J. 2005. Manure Gases Can Be Dangerous. Department of Primary Industries and Fisheries, Queensland Govermment. http://www.dpi.gld.gov.au/pigs/ 9760.html. Diakses 15 September 2005. 51 Journal of Applied Business and Economics Vol. 1. No. 20. September 2014 ISSN 2356-4849 Dokumen [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. 2006. Sleman Dalam Angka Tahun 2005. MEKANISME SELEKSI NASKAH 1. Naskah harus mengikuti format/gaya penulisan yang telah ditetapkan. 2. Naskah yang tidak sesuai dengan format akan dikembalikan ke penulis untuk diperbaiki. 3. Naskah yang sesuai dengan format diteruskan ke Editorial Board Members untuk ditelaah diterima atau ditolak. 4. Naskah yang diterima atau naskah yang formatnya sudah diperbaiki selanjutnya dicarikan penelaah (MITRA BESTARI) tentang kelayakan terbit. 5. Naskah yang sudah diperiksa (ditelaah oleh MITRA BESTARI) dikembalikan ke Editorial Board Members dengan empat kemungkinan (dapat diterima tanpa revisi, dapat diterima dengan revisi kecil (minor revision), dapat diterima dengan revisi mayor (perlu direview lagi setelah revisi), dan tidak diterima/ditolak). 52