Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
JOURNAL OF APPLIED BUSINESS AND ECONOMICS
(JABE)
DAFTAR ISI
Daftar Isi
Editorial Board
e-Marketing: Alternatif Dalam Pengembangan UMKM di Indonesia
Sumardi (p. 3-8)
Supply Demand Identification of Ecotourism Sector (Case Study: Bengkulu
City)
Dhona Shahreza, Maria Wikantari, Dhian Tyas Untatari (p. 9-17)
Redefinisi Bauran Pemasaran (Marketing Mix) 4P ke 4C (Studi Kasus Pada
Universitas Indraprasta PGRI)
Akhmad Sefudin (p. 18-23)
Kelembagaan Usaha Kecil Mikro Kecil dan Menengah Dalam Pembangunan
Ekonomi Masyarakat
Indra Suyahya (P. 24 – 29)
Implementasi Balanced Scorecard di Koperasi Karyawan dan Dosen
Universitas Indraprasta PGRI
Ari Sasmoko, Akhmad Sefudin, Hendro Prasetyono (p. 30 – 42)
Kajian Perkembangan Sektor Jasa Dan Serapan Tenaga Kerja Di Dki
Jakarta
Novita Delima Putri, Fadillah Hisyam (p. 43 – 48)
Indeks Penulis dan Artikel
Pedoman Penulisan
1
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
JOURNAL OF APPLIED BUSINESS AND ECONOMICS
(JABE)
EDITOR IN CHIEF
Dhian Tyas Untari,S.E.M.M
Universitas Indraprasta PGRI
EDITORIAL BOARD MEMBERS
Hendro Prasetyono,M.Pd.
Universitas Indraprasta PGRI
Wiriadi Sutrisno,M.M.,M.BA
Universitas Indraprasta PGRI
Zaenal Arifin H.Masri,M.M
Universitas Indraprasta PGRI
Indra Setiawan,S.E,M.Si
Universitas Indraprasta PGRI
EDITORIAL SECRETARY
Khoirul Umam,S.E,M.I.Kom
Universitas Indraprasta PGRI
PUBLISHER
Pusat Kajian Ilmu Ekonomi Universitas Indraprasta PGRI
Jl. Nangka 58, Tanjung Barat Jagakarsa, Jakarta Selatan
Tlp : 021 87781300/ 021 7818718. Fax : 021 78835283
http://www.unindra.ac.id. Email : jabejournal@yahoo.com;
khoirulumam77@yahoo.com
JABE adalah jurnal yang dikeluarkan oleh Pusat Kajian Ilmu Ekonomi Unindra,
terbit 4 kali dalam satu tahun. JABE merupakan publikasi ilmiah baik berupa
kajian literatur maupun peneitian lapangan terkait aplikasi bisnis dan ekonomi.
Diharapkan JABE dapat mejadi media bagi akademisi dan para peneliti untuk
mempublikasi karya ilmiahnya dan menjadi sumber referensi bagi pengembangan
ilmu dan pengetahuan.
2
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
E-MARKETING: USAHA DALAM MENGEMBANGKAN UMKM DI
INDONESIA
Oleh :
Sumardi *
*Dosen Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta
Email ; tyas_un@yahoo.co.id
ABSTRAK
UMKM adalah salah satu sektor yang memberikanmanfaat besar baik bagi
daerah maupun masyarakat, dengan kemampuannya untuk menyerap banyak
tenaga kerja, sektor ini menjawab ketimpangan antara pertumbuhan penduduk
usia produktif dengan ketersediaan lapangan pekerjaan, selain itu UMKM juga
mempunyai kontribusi positif dalam meningkatkan PDB suatu daera.
Permasalahan yang sering ditemukan dalam pengembangan sektor UMKM
adalah masalah pemasaran. Perkembangan jaman internet semakin dikenal
secara luas oleh masyarakat Indonesia pada khususnya.
E-Marketing adalah segala usaha yang dilakukan untuk melakukan marketing
suatu
produk
atau jasa dengan
menggunakan media Internet.
Dalam
perkembangannya internet menjadi salah satu media yang sangat efektif dalam
mempromosikan sebuah produk yang pada akhirnya dapat mendukung penjualan
sebuah produk. Dengan metode deskriptif dan menggunakan data – data skunder
yang didapat dari instansi terkait, kajian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran bahwa e-marketing merupakan salah satu alternatif pemasaran dengan
peluang pasar yang masih sangat luas.
Keyword : E-marketing, kewirausahaan, internet
1. Pendahuluan
Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu
bagian penting dalam perekonomian dan pembangunan nasional. Pertumbuhan
sektor UMKM saat ini nampak menggembirakan. Peranan dan kegiatan usaha
sektor UMKM terlihat meningkat sejak krisis ekonomi melanda negeri kita.
Mengingat UMKM sebagai penggerak perekonomian dan pembangunan nasional
maka adanya perlu pemberdayaan sektor tersebut.
Salah satu permasalahan yang sering dihadapi oleh pengusaha sektor ini adalah
masalah pemasaran. Kurangnya jaringan dan chanel akhirnya menghambat
perkembangan sektor UMKM ini yang mayoritas masih dikelola dengan
sederhana.
Disisi lain kemajuan teknologi telah meningkatkan trand penggunaan
internet baik di Indonesia maupun dinegara lain. Dengan demikian internet
menjadi sebuah medi alternatif dalam memasarkan produk UMKM, khususnya
dalam kegiatan promosi. Dengan memanfaatkan media inernet, dapat memperluas
jaringan pemasaran pengusaha sektor UMKM.
3
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
2. Pembahasan
2.1 Perkembangan UMKM di Indonesia
UMKMmerupakansalahsatu
sektor
usaha
yang
sangatmenjanjikan.Dalamkrisistahun 97-98 sektor inilah yang mampu bertahan
bahkan dapat dikatakan tidak terlalu terpengaruh oleh dampak krisis tersebut,
halini dikarenakan skala usaha yang kecil dan kebanyakan usaha yang dijalankan
adalah usaha yang menyangkut human basic need, sehingga dalam kebutuhan
tersebut tetap harus terpenuhi dan tetap harus dikonsumsi.
Perkembangan sektor UMKM terusmeningkat, perkembangan sektor UMKM
dapat dilihat dari table berikut,
Tabel 1.
Perkembangan jumlah UMKM di Indonesia
Unit Usaha
Usaha Mikro
Usaha Kecil
Usaha Menengah
Jumlah
Jumlah (unit)
tahun 2010
53.207.500
573.601
42.631
53.823.732
Jumlah (unit)
tahun 2010
54.559.969
602.195
44.280
55.206.444
Sumber :Kementrian Koperasi dan UMKM, 2012 (diolah)
Jumlah usaha mikro sangat mendominasi perkembangan UMKM di
Indonesia. Jumlahnya yang mencapai angka 54.559.969 pada tahun 2011 dan
merupakan 98 persen dari jumlah total UMKM di Indonesia, bahkan mencapai
99,9 persen dari total jenis usaha di Indonesia, dimana usaha besar hanya mengisi
0,01 persen dari total jenis usaha yang ada di Indonesia.
Selain itu UMKM juga merupakan salah satu sektor padat karya, dimana
sektor ini banyak menyerap tenaga kerja.Sehingga dengan perkembangannya
diharapkan sektor UMKM dapat menjawab permasalahan yang terjadi disetiap
Negara berkembang khususnya di Indonesia dimana laju pertumbuhan penduduk
usia produktif tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah kesempatan kerja,
sehingga memunculkan masalah yaitu peningkatan jumlah pengangguran. Tabel
berikut memperlihatkan tenagakerja yang dapat diserap oleh sektor UMKM di
Indonesia.
Tabel 2.
Serapan tenaga kerja
Unit Usaha
Jumlah (orang)
Jumlah (orang)
tahun 2010
tahun 2011
Usaha Mikro
93.014.759
94.957.797
Usaha Kecil
3.627.164
3.919.992
Usaha Menengah
2.759.852
2.844.669
Jumlah sektor UMKM
99.401.775
101.722.458
Usaha Besar
2.839.711
2.891.224
Jumlah Total
102.241.486
104613.681
Sumber :Kementrian Koperasi dan UMKM, 2012 (diolah)
Dengan demikian terlihat bahwa sektor UMKM dapat menyerap tenaga kerja
jauh lebih banyak dibanding usaha besar.Sektor UMKM dapat menyerap tenaga
kerja sebanyak 97,22 persen pada tahun 2010 dan 97,24 persen pada tahun 2011
dari total keseluruhan jumlah tenaga kerja yang terserap pada dunia kerja. Dalam
hal ini usaha mikro menduduki urutan pertama dalam jumlah serapan tenaga kerja
yaitu sebanyak 90,98 persen tahun 2010 dan 98.77 persen pada tahun 2011.
4
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
Selain peranannya dalam meningkatkan serapan tenaga kerja, sektor UMKM
juga merupakan salah satu sektor penyumbang pendapatan terbesar bagi daerah.
Table berikut akan mendistripsikan jumlah PDB dari sektor UMKM dan
perbandingannya terhadap sektor usaha besar.
Table 3. DPB atas dasar harga berlaku
Unit Usaha
Jumlah (milyar Rp)
Jumlah (milyar Rp)
tahun 2010
tahun 2011
Usaha Mikro
2.051.878,0
2.579.388,4
Usaha Kecil
587.770,2
722.012,8
Usaha Menengah
816.745,1
1.002.170,3
Jumlah sektor UMKM
3.466.393,3
4.303.571,5
Usaha Besar
2.602.369,5
3.123.514,6
Jumlaha Total
6.068.762,8
7.427.086,1
Sumber :Kementrian Koperasi dan UMKM, 2012 (diolah)
Berdasarkan data diatas terlihat bahwa sektor UMKM menyumbangkan 57,12
persen pada tahun 2010 dan 57,94 persen pada tahun 2011. Secara kumulatif
sektor UMKM masih unggul dibandingkan sektor usaha besar yang
menyumbangkan 42,88 persen pada tahun 2010 dan 42,06 persen pada tahun
berikutnya.
Dari data-data diatas menunjukan bahwa sektor UMKM cukup berperan baik
terhadap perekonomian wilayah maupun secara individu. Sehingga dibutuhkan
sebuah pengelolaan yang cukup intensif dan berlanjut untuk mengelola sektor
UMKM tersebut, sehingga dikemudian hari sektor UMKM dapat memberikan
lebih banyak manfaat lagi bagi perekonomian wilayah maupun masyarakat.
Promosi produk UMKM
Salah satupermasalahan yang dihadapi sektor UMKM adalah masalah
pemasaran produk. Pemasaran merupakan hal yang sederhana dan secara intuisi
merupakan filosofi yang menarik. Konsep ini menyatakan bahwa alasan
keberadaan sosial ekonomi bagi suatu organisasi adalah memuaskan kebutuhan
konsumen dan keinginan tersebut sesuai dengan sasaran perusahaan.
Kurangnya chanel maupun relasi dapat mengurai kinerja pemasaran sektor
UMKM, sehingga perlu sebuah konsep pemasaran bagi UMKM yang
memudahkan pelaku usaha sektor UMKM untuk membuka jaringan pemasaran,
khususnya dalam usaha menginformasikan dan mempromosikan produknya.
Promosi merupakan sebuah bentuk komunikasi pemasaran, dimana
didalamnya terdapat aktifitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi,
mempengaruhi, membujuk, mengingatkan pasar sasaran agar bersedia menerima,
membeli dan loyal terhadap produk yang ditawarkan (Tjiptono, 2008; 219).
Melakukan
sebuah
pendekatan
dengan
konsumen
dan
mengkomunikasikan tentang nilai sebuah produk, apa yang membedakan dari
produk yang lain serta memberi argumentasi tentang alasan untuk membeli
produk tersebut menjadi sangat penting karena manusia menanipulasi pikiran dan
mind control dari mendengar kata-kata atau kalimat (Reilly, 2010; 89).
Primadona (2012) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa promosi dapat
mengingatkan konsumen pada produk yang diinformasikan dan promosi juga
memotivasi konsumen untuk mengkonsumsi produk yang diinformasikan.
Penggunaan media advertising berupa media cetak dan elektronik serta sales
5
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
promotion berupa potongan harga dinilai lebih efektif dalam mempromosikan
sebuah produk.
Promosi merupakan usaha untuk meningkatkan pemahaman dan persepsi
konsumen terhadap produk yang ditawarkan dengan meningkatnya pemahaman
dan persepsi konsumen terhadap suatu produk maka mempengaruhi besaran uang
yang bersedia digunakan untuk mengkonsumsi produk yang ditawarkan (Rini;
2012).
Proses pengembangan sebuah promosi agar dapat berjalan secara efektif
dan efisien memerlukan tiga tahapan analisis yaitu:
1. Menetukan tujuan promosi. Sebelum promosi dilakukan perlu menentukan
tujuan dari promosi, dalam pemasaran dikenal model AIDA (Attantion,
Interest, Desire, Action). Model tersebut dapat diarahkan pada pengembangan
respon yang diharapkan. Attention mencerminkan tahapan kognitif, interest
dan desire merupakan cerminan tahapan afektif dan action merupakan
cerminan tahapan konatif. Dengan demikian dapat ditentukan untuk apa
promosi dilakukan dan tahapan mana yang akan menjadi sasaran dari promosi
tersebut.
2. Menciptakan tema dan pesan yang efektif.
3. Menciptakan pesan yang efektif menyangkut empat pertanyaan yang berkaitan
dengan promosi yaitu,
- Apa isi pesan apa yang akan disampaikan, hal ini berkaitan dengan
dayatarik dari pesan tersebut. Terdapat tiga daya tarik dalam menciptakan
Unique Selling Proposition yaitu daya tarik rasional, daya tarik emosional
dan daya tarik moral.
- Bagaimana membuat sebuah struktur pesan yang logis.
- Bagaimana menciptakan simbol – simbol pesan yang menarik, hal ini
menyangkut headline, tagline, ilustrasi warna maupun suara.
- Siapa yang akan menyampaikan pesan, hal ini berkaitan dengan pemilihan
kredibilitas sosok atau figur yang akan menjadi ambasador dari sebuah
produk.
Tjiptono (2008; 532-533), mengungkapkan bahwa pesan yang efektif memiliki
tiga karateristik utamayaitu desirability (disukaipelanggan), exlusiveness (bersifat
unik dan relatif tidak dimiliki pesaing), believability (dipercaya pelanggan).
2.3 E – Marketing
Internet Marketing atau e-marketing adalah segala usaha yang dilakukan
untuk
melakukan marketing suatu produk atau jasa melalui
atau
menggunakan media. Kata e-marketing ini berarti elektronik (electronic) yang
artinya kegiatan marketing yang dimaksud dilaksanakan secara elektronik lewat
Internet atau jaringan cyber.
Kegiatan marketing Internet umumnya berkisar pada hal-hal yang
berhubungan dengan pembuatan produk periklanan, pencarian prospek atau
pembeli dan penulisan kalimat-kalimat marketing atau copywriting. Marketing
internet atau e-marketing ini secara umum meliputi kegiatan pembuatan desain
web (web design), periklanan dengan menggunakan baner, promosi perusahaan
lewat mesin pencari informasi (mesin pencari), surat elektronik atau e-surat (email), periklanan lewat e-surat (email advertising), marketing afiliasi (affiliate
marketing), advertensi interaktif (interactive advertising), dll.
6
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
2.4 Pengembangan Promosi Via Internet
Internet adalah suatu terobosan baru bagi dunia bisnis yang meliputi aspek
ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan, dimana dengan adanya internet interaksi
antar manusia dapat berjalan lebih mudah. Dengan hadirnya internet perusahaan
dapat menjalankan bisnisnya lebih efisien, dan memungkinkan untuk
berkomunikasi dengan cepat walau berada di lokasi yang berbeda. Sementara bagi
masyarakat, internet dapat memudahkan dalam pencarian informasi, bekerja,
maupun melakukan aktivitas lainnya.
Pengguna internet di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup
signifikan dari tahun ketahun. Grafik berikut mengambarkan perkembangan
pengguna internet sejak tahun 2001 hingga 2012.
Grafik 1. Data penguna internet (juta)
3500000
3000000
2500000
2000000
Jumlah
1500000
Tahun
1000000
500000
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sumber : Kominfo, 2013
Tahun 2001 pengguna internet hanya sebanyak 15.000 pengguna,
meningkat menjadi 38.330 pada tahun berikutnya dan terus mengalami
peningkatan pada tahun 2007 sebanyak 778.770 pengguna. Dan pada data terakhir
yaitu tahun 2012 mencapai 2,98 juta pengguna.
Dengan jumlah pengguna internet yang sedemikian besar menciptakan
sebuah pasar yang sangat luas. Sebenarnya, penggunaan internet ini tidak bisa
menjangkau konsumen secara keseluruhan. Maksudnya, tidak semua masyarakat
menggunakan internet dalam kesehariaannya. Dalam studi kasus di United
Kingdom, 72% orang menggunakan internet untuk mengirimkan email, 63%
pengguna internet untuk melakukan riset, 58% untuk pendidikan, dan 53% orang
menggunakan internet untuk mencari informasi mengenai produk barang atau
jasa.
3 Kesimpulan
UMKM merupakan salah satu barometer perekonomian nasional.
Pemberdayaan UMKM merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan
dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian besar rakyat
Indonesia, khususnya melalui penyediaan lapangan kerja dan mengurangi
kesenjangan serta mengurangi tingkat kemiskinan.
Untuk mewujudkan salah satu Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs)
yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan dapat dilakukan dengan
pemberdayaan ekonomi kerakyatan dalam hal ini pemberdayaan UMKM, salah
satunya adalah dengan memperluas jaringan pemasaran produk UMKM. Dalam
7
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
hal ini diperlukan kesinergian dari setiap pihak yang terkait untuk menciptakan
program untuk menedukasi dan menginformasikan kepada pengusaha UMKM
tenang pemaksimalan fungsi internet sebagai salah satu media promosi.
DAFTAR PUSTAKA
Primadona , Henny, 2012, Tesis, Analisis Pengaruh Promosi Terhadap
Keputusan Pembelian dan Peningkatan Penjualan dari Beberapa Produk
Pakaian dan Asesoris, IPB, Bogor.
Reilly Tom, VALLUE ADDED SELLING; How to sell more prifitable, confidently
and profesional by competing on value, 3ed Edition., 2010, Mc Graw Hill.
United State of America.
Rini, Istifa, 2012, Tesis, Analysis of Consumer Perception and Willingness to Pay
for Wagyu Steak Product, IPB, Bogor.
Tjiptono, et al, 2008, Pemasaran Startegi, ANDI, Jokjakarta
www.kominfo.go.id
www.kominfo.go.id
8
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
Supply and Demand Identification of Ecotourism Sektor
(Case Study : Kota Bengkulu)
Written by
DhonaShahreza1
Maria Wikantari1
Dhian Tyas Untari1
1
Lecturers of Economics Education of FIPPS of Universitas Indraprasta PGRI
*e-mail:; d2reza@yahoo.com; mwikantari@gmail.com; tyas_un@yahoo.co.id
ABSTRACT
Ecotourism is a prospective sektor of Bengkulu, and ecotourism development is
the once focus concept to increase economic development. The aim of research is
to identify supplay and demand of ecotourism sektor. And object research is Kota
Bengkulu as a capital city of Bengkulu and also have a lot of potencial tourism
product. Primary datas get from Bps Kota Bengkulu dan Dispar Kota Bengkulu.
And secoundary datas get from observation at the research object. Descriptifve
metode use to interprate data findings. The result of the research is to facilitate
government of Kota Bengkulu to create a grand strategy of ecotourism sektor.
Key words : Ecotourism, Supply Demand Identification, Kota Bengkulu.
Preface
In Indonesia tourism sektor is one of the significant contributor of foreign
exhange for the country. In overall, tourism sektor became the fifth contributor in
2008, the fourth in 2009 and the fifth in 2010. Regarded as the contribution of non
oil and gas sektor, tourism sektor lies in the second and third rank (Dewi, 2011:4).
In connection with the implementation of decentralization policy through
Law No.23 of 2004, the authority of organization of tourism policy became the
autority of the regional Government. The application of regional autonomy
provide logic consequency towards regional Government to handle their
households and has their responsibilities fully in enhancing the prosperity of their
people through activity of tourism development. Tourism sektor becomes one of
the prominent sektor within the guideline of economic development of Kota
Bengkulu (Plan of the Long-term Development of the Government of Kota
Bengkulu 2007-2027). Through tourism sektor, it is expected to maximize the
potential tourism in Kota Bengkulu to strive for an autonomy. Tourism in many
developing countries including Indonesia has a significant role in solving the
poverty problem, i.e. through absorption of manpower and increase of income
(Siregar, 2004).
Kota Bengkulu located at the west side of Sumatera island owns potential
nature to be developed as ecotourism city. Beside having beautiful beach -the
second longest beach in the world- Kota Bengkulu owns archaeological sites as
well, such as rumah Bung Karno, rumah Fatmawati, Kampung Cina, Thomas
Parr, Benteng Malborough, cemetery of Sentot Ali Basa, and special culture
potentially to be developed.
All potential ecotourism owned by Kota Bengkulu need a good
management so as to provide benefits to the community. Government's efforts of
Kota Bengkulu to lift people's economic through the tourism sektor and make
Kota Bengkulu become an international tourist area is a good effort. However the
9
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
success or failure of efforts to achieve Kota Bengkulu as an international
ecotourism depends on the seriousness of the government in collaboration with
other agencies and it has to be supported by the community in developing tourism
business in Kota Bengkulu, also it is required the participation of a variety of
elements to be able to achieve it, including active public participation around
tourist sites (Barika, 2009).
Based on the above description which has been mentioned generally, the
tourism sektor is a strategic sektor, and there should be an identification of the
ecotourism market of Kota Bengkulu as the need for a strategy to develop ecotourism in Kota Bengkulu. Related to this statement, this study aims to identify all
supporting aspects of ecotourism development in Kota Bengkulu and related
aspects of ecotourism demand in Kota Bengkulu.
Methodology
This paper uses descriptive method while the secondary data is taken from the
related institutions as well as the result of field observation. The secondary data
related with general overview of Kota Bengkulu consists of social economic
condition of Kota Bengkulu‟s community, access, infrastucture and availability of
other supporting services. Meanwhile the demand site, the researchers intend to
observe the aspect of visit amount, endurance and rented hotels.
Operational variable
- Supply : Tourism planning integrates all components of supply and their
interaction. These components represent the drawing forces generating
tourism demand. Lodging and other service facilities function as supporting
units and should not be considerend as prime motivation of travel (Gunn,
1994). Tourism supply comprises attractions, transportation, accomodation,
infrastructure and other support service.
- Demand : It is important to treat the destination as a unit as it is noted that the
destination can affect the competitiveness of both the destination and
individual actors. Destinations are complex networks. A review of the
literature indicates occupancy of star hotel and non star hotel, number of
employee, The tourists‟ average duration and Number of Foreign and
Domestic Tourist Arrivals is some indicators to estimate demand of tourism.
Discussion
General Overview of Kota Bengkulu
The region of Kota Bengkulu is an extraordinary city connecting the
Indian Ocean on the west side. The east and north region connect to the Regency
of North Bengkulu while the south region connect to the Regency of South
Bengkulu.
The main issue is that population of Bengkulu Province has not spread yet
generally. Population aglomerate only in the center region and the west coast
along the street of the province, while the hinterland which constitutes a small
group disperse all over. Kota Bengkulu is one of the densely populated region
compared to other region in Bengkulu Province.
10
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
Table 1.
Number of Demography Based on Gender in Kota Bengkulu
Year
2011
Males (of humans)
159.735
Females (of humans)
153.589
Total (of humans)
313.324
Source: http://bengkulu.bps.go.id
2010
155.288
153.256
308.544
2009
138.473
140.358
278.831
Furthermore, income is one of the indicators of economic growth in a
region. Therefore income of Bengkulu Province is offered in form of Gross
Regional Domestic Product (PDRB) of Bengkulu Province indicated through the
following Table 2.
Tabel 2
PDRB of Bengkulu Provinsi according to Field of Work Based on Prevailing
Price
(million rupiah)
Year 2008-2011
Field of
Work
Agriculture
Mining and
Quarrying
Manufactur
e Industry
Electrical,
Gas &
Cleaned
Water
Building
Contruction
Trade,
Restaurant
and Hotel
Transportati
on and
Communica
tion
Finance,
Rental and
Corporate
Service
Public
Governmen
t Service
Private
ServiceSocial
Community
Private
ServiceEntertainme
nt &
Recreation
Private
ServiceIndividual
and
Household
Total
2008
2009
2010
2011
6.064.134,85
6.411.798,58
7.503.149,97
8.425.714,46
499.242,16
754.150,00
774.016,46
859.537,75
642.325,48
84.593,15
100.360,49
100.694,96
67.989,53
78.549,35
100.013,56
111.040,30
480.174,60
542.447,69
672.128,26
762.770,74
2.948.673,44
3.299.702,06
3.545.549,42
3.963.060,05
1.261.739,15
1.327.626,14
1.487.417,17
1.750.889,66
657.787,75
724.058,18
837.987,18
1.020.016,42
1.704.319,68
1.894.621,37
2.187.943,70
2.489.586,27
143.058,64
177.362,60
210.955,24
219.695,28
24.061,20
25.623,11
28.076,39
31.888,07
422.380,35
442.200,05
516.606,10
593.131,84
14.915.886,85
16.385.364,18
18.649.601,15
21.150.289,62
Source: BPS of Bengkulu Province, 2012
11
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
Based on Table 8, it appears that the whole part of region‟s income comes
from agriculture which reaches almost 40% of the total income. This condition is
different to income from recreation and entertainment sektor of which is only
0,15% of the total income. Income from the trade, restaurant and hotel sektors
amount 19% of the total income. Such condition shows that tourism is not the
main factor of tourism demand in Bengkulu Province. Furthermore, Table 3
provides overview regarding population income is presented in PDRB per capita
of Bengkulu Province, as follows:
Table 3
PDRB per capita of Bengkulu Provinsi (Rupiah)
Year 2008-2011
Year
Prevailing Price
Constant Price 2000
2008
8.399.085
4.173.766
2009
9.045.322
4.338.965
2010
10.139.472
4.532.152
2011
11.315.156
4.744.945
Source: BPS of Bengkulu Province, 2012
Real Growth
5,75
5,62
6,06
6,40
PDRB per capita as shown in Table 3 describe that the growth of
population income increase annually. Afterwards, population‟s consumption rate
per capita is presented in table 10, as follows:
Table 4
Consumption per capita - year 2011 (Rupiah)
Expenses Range
100.000150.000200.000<100.000
149.999
199.999
299.999
Food
70.428,57
99.874,16 123.797,67 175.575,85
Non Food
20.633,33
36.352,10
47.714,67
67.785,99
Source: BPS of Bengkulu Province, 2012
Consumption
Type
300.000499.999
241.226,58
125.435,41
Tabel 5
Consumption per capita a month in 2011 (Rupiah)
Types of
Consumption
100.000<100.000
149.999
Food
70.428,57
99.874,16
Non Food
20.633,33
36.352,10
Source : BPS Provinsi Bengkulu, 2012
Range Expenses
150.000200.000199.999
299.999
123.797,67 175.575,85
47.714,67
67.785,99
300.000499.999
241.226,58
125.435,41
Table 5 show that most of the society expenses for whole range income is
for food consumption. It can illustrate that the level of consumption for non-food
consumption is still low, including expenses for travel.
Attractions and Value of Ecotourism at Bengkulu City
Kota Bengkulu is a place who has so may potencial attraction for ecotourism
development, both natural ecotourism, cultural ecotourism and history cotourism.
Here is an ecotourism attraction featured in Bengkulu city :
12
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
1. Danau Dendam Tak Sudah
Beyond its sinister name, the lake, situated by the town of Curup, 6 Km from
Bengkulu City, capital of Bengkulu Province, presents its own distinct beauty and
tranquility. The 37.5 hectares lake and its stretching surrounding green hills are
one elaborate nature reserve that holds signific.
2. Tapak Paderi
Tapak Paderi Beach is one of the top tourist destinations in the province of
Bengkulu. With a coastline that borders the Indian Ocean, Bengkulu‟s Tapak
Paderi Beach merges into Pantai Panjang, or Long Beach, making the entire
province‟s coast seemingly endless stretches of fun and relaxation in the sea, sand
and sun
3. Wisata Pulau Tikus
Pulau Tikus is a small coral island located in the west of the city of Bengkulu,
the size of the island is about 60 x 100 meters. Bygone Tikus Island is an
important island for sailor and fisherman because here is where they take shelter
from the storm.
4. Fort Marlborough
The British or „Raffles‟ Fort, was built between 1714 and 1719 by Governor
Joseph Collet and was famous as the second-strongest fort built by British in Asia,
Fort George in Madras, India being the first. It was restored and opened to the
public.
5. Rumah Kediaman Bung Karno
The most important historical heritage is Soekarno‟s exile home in the city of
Bengkulu. Indonesia‟s first president and leader of the country‟s struggle for
Independence from the late 1930s. In the midst of this struggle, to prevent
Soekarno from making political speeches against the Dutch colonial policy, the
Dutch Governor-General sentenced Soekarno. Soekarno‟s home is located in the
city center, not far from the Mayor‟s office, and about 2 km from Fort
Malborough.
6. Thomas Parr Monument
Thomas Parr Monument is the one of historic attractions at Kota Bengkulu. It‟s
located near of Benteng Marlborough. Obelisk-shaped monument with an area of
70 square meters and 13.5 meters high was built by the British government on
tahun1808 to remain of Residen Thomas Parr who was died by people of
Bengkulu.
7. Pantai Panjang
Pantai Panjang, translated to mean Long Beach, boasts a coastline of fine,
white sands that stretches 7 kilometers. As the beach has no reefs, its width
expands to 500 meters when the tide is low.The beach area is a central tourism
district and is lined with restaurants, hotels, cottages and shops. Pantai Panjang is
located just 15 minutes from downtown Bengkulu.
8. Istana Inggris
Raffles was live here, and all of governmental activities was done
here.Thomas Stamford Raffles is the last British governor in Bengkulu.
9. Pantai Jakat
Jakat beach is a beach with a gradient from 0 to 1.5 meters and is located 1 km
from Bengkulu city center. Here are residing fishing activities around the beach so
the main tourist attraction is the fishing activities.
13
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
Supply of Ecotourism at Bengkulu City
State of access in the form of roads-infrastructure are very supportive
supply aspect of eco-tourism in Kota Bengkulu.
Table 6.
State of the roads in the city of Bengkulu (in Km)
Status
Good
Moderat
Jalan Nasional
Jalan Provinsi
Jalan Kota
26,51
35,87
387,80
9,28
14,35
131,35
Light
damage
4,86
10,43
68,80
Heavy
damage
3,53
4,56
37,53
Total
44,18
65,21
625,48
Aspal/
Hotmix
44,18
65,21
486,55
Gravel
Land
78,43
43,47
Source : Public Work Service in Bengkulu Province (2011)
Tourists do not always bring their own vehicle that‟s why the availability of
public transportation also be important in the development of a destination,
according to the 2011 amount of public transportation in Kota Bengkulu many as
4.454 units (Regional Revenue Office of Bengkulu Province, 2011).
Contrast to the amount of air traffic in the other tourist destinations such as
Bali or Yogyakarta, traffic flight to Fatmawati Airports has been relatively little.
This is due to the limited number of airlines that headed to Fatmawati Airports,
the data in 2011 showed the frequency of flights average of 200 flights.
Chart 1.
Air traffic at Airports Fatmawati
300
200
100
Series1
0
jan mar mei
jul sept
nov
Series1
Source : BPS – Statistics of Bengkulu Province (2011)
Another aspect of tourism supply is the availability of accommodation, such as
hotels or lodgment, in general the number of hotels at Bengkulu city relatively
more than other areas in Bengkulu. This suggests that supply aspects Bengkulu
city such as the availability of hotel is more better then another place in Bengkulu.
Table 7.
Number of hotels, rooms, bed and labor-Star hotel
Explenation 2008 2009 2010 2011
Hotel
4
4
4
4
Room
170 170 170 170
Beds
270 292 292 259
Employees
220 221 221 204
Source : BPS – Statistics of Bengkulu Province (2011)
14
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
Table 8.
Number of hotels, rooms, bed and labor-Non Star hotel
Keterangan
2009 2010 2011
Hotel
40
40
44
Room
804
784
909
Beds
1286 1311 1397
Employees
441
449
359
Source : BPS – Statistics of Bengkulu Province (2011)
Ecotourism Demand in Bengkulu City
In order to identify the ecotourism demand in Bengkulu City, it is
necessarry to describe the term of tourist and its classification. Prajogo (1976:11)
suggested tourist as a person which stays at least 24 hours in tourist destination.
Moreover, Oka A. Yoeti (1991:131) classified tourists into two general categories
based on its origin; domestic tourists and foreign tourists. Thus, ecotourism
demand segmentation in Bengkulu City can be identified as a number of tourist
arrivals, average duration of stay period in both star hotels and non star hotels in
Bengkulu city, income and consumption of Bengkulu city and outer Bengkulu city
residentsare also engaged as the indicators of ecotourism demand.
Tourist arrivals is a key determinant of tourism demand (Li, 2004). This
suggests that the higher tourist arrivals, both domestic and foreign to Bengkulu
city, the higher tourism demand in this area. Tourist arrivals of Bengkulu Province
based on hotel‟s classification is shown by Table 5.
Table 9
Number of Foreign and Domestic Tourist Arrivals based on Hotel Classification
of Bengkulu Province Bengkulu Year 2008-2011
Foreign Tourists
Domestic Tourists
Star
Non Star
Star
Non Star
2008
120
206
14.273
200.179
2009
150
280
20.717
189.604
2010
163
280
24.592
200.459
2011
203
320
25.160
201.593
Sumber: BPS Provinsi Bengkulu, 2012
Year
Star
14.393
20.867
24.755
25.363
Total
Non Star
200.385
189.884
200.739
201.913
Data as shown in Table 9 indicates that domestic tourists still dominate in
visiting the tourist destination in Bengkulu compare to foreign tourists based on
hotel classification. In 2011for example, there are 25.160 persons in star hotels
and 201.593 persons in non star hotel. It is different with number of foreign tourist
which totals only 203 persons in star hotel and 320 persons in non star hotels. This
result is also supported by the findings of Collier (2010) and Stabler et al. (2010)
that employment and income creation result not only from expenditure by foreign
tourits, along with associated increases in private investment and public
expenditure, but also from domestic tourist expenditure which often exceeds that
of foreign tourists. Furthermore the percentage of hotel occupancy rates by hotel
classification is also shown using the following Table 10.
15
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
Table 10
The percentage of hotel occupancy rate based on hotel classification
Year 2008-2011
2008
2009
2010
2011
Star hotels
36,44% 37,77% 39,48% 40,87%
Non star hotels 28,79% 30,71% 35,48% 28,79%
Sumber: BPS Provinsi Bengkulu, 2012
Table 6 shows that the star hotel occupancy rate in 2011 was 40.87% and
the non star hotels amounted to 28.79%. It indicates that hotel occupancy rate is
lower than 50% in both hotels eventhough the trend is increase. Then, one of
aspect to determine ecotourism demand is the tourists‟ average length of stay that
will be described by the following Table 11.
Table 11
The tourists‟ average duration of stay based on hotel classification
Year 2008-2011
2008
2009
2010
2011
Star hotels
2,11 days 1,80 days 1,69 days 2,09 days
Non star hotels 1,64 days 1,69 days 1,67 days 1,67 days
Sumber: BPS Provinsi Bengkulu, 2012
Table 7 shows the average duration of stay in star hotels in 2011 was 2.09
days and the non star hotels was 1.67 days. It indicates mostly tourists visited
Bengkulu for holiday purpose for both star hotels and non star hotels.
Conclusion Remarks
Tourism contributes to the enhancement of the environmment, including
natural and cultural resources (Wall & Mathieson, 2006) that is in line with
ecotourism concept. Tourism development in Bengkulu city has to be improved
continuously to rising tourist arrivals that will generate not only local income but
also national GDP. Therefore, the identification of ecotourism supply and demand
aspects of Bengkulu city is required. Ecotourism supply consists of the
availability of accommodation, accessibility, infrastructure and services. The
result shows that the availability of national roads, provincial and city roads are
pretty good because mostly are already paved. The air transportation accessibility
is low because there are only 200 flights in airport Fatmawati in 2011. In terms of
hotel accommodation, the avaibility of star hotel is low; only 4 star hotels with
170 rooms, 259 beds and 204 staffs while there are 44 non star hotels with 909
rooms, 1,397 beds and 359 employees. Hence, an increase in facilities and
infrastructure development required to enhance tourists convenience in tourist
destination. Without all of it, the tourism development will be stunted and difficult
to develop (Ibrahim, 2008).
Meanwhile, ecotourism demand in Bengkulu city consists the number of
tourist arrivals and the average duration of stay. The result shows that domestic
tourists are still dominating amounted 25,160 people in star hotels and 201,593
people in non star hotels compared to foreign tourists 203 people in star hotels and
320 people in non star hotels in 2011 with hotel occupancy rate amounted to
28.79 % in star hotels and 40.87 % in non star hotels . The average duration of
stay was 2.09 days in star hotels and 1.68 days in non star hotels.
16
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
REFERANCE
Dewi, Ike Juwita (2010), Implementasi dan Implikasi Kelembagaan
Pemasaana Pariwisata yang Bertanggujawab (Responsible Tourism Marketing),
Indonesia; Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia.
Gunn, C.A, 1994, Tourism Planning, third edition, Taylor and Francis,
London.
Li, G. 2004. Tourism forecasting-an almost ideal demand system approach.
Unpublished Ph.D. thesis, University of Surrey.
Prajogo, M.J, 1976, Pengantar Pariwisata Indonesia, Cetakan II, Dirjen
Pariwisata, Jakarta.
Siregar, Muhammad Arifin, 2004, Pengembangan Pariwisata Dalam
Kontribusinya Untuk Penanggulangan Kemiskinan, Warta Pariwisata, ISSN;
1410-7112, Vol. 7, No.4.
Stabler. M, Papatheudorou. A, and Sinclair.M.T, 2010, The Economic of
Tourism, 2nd Edition, Routledge, London.
Wall, Geoffrey & Mathieson, Alister, 2006, Tourism – Change, Impacts and
Opportunities, Pearson Education Limited, Essex.
Yahya Ibrahim, 2008. Pelancongan Malaysia: Pembangunan dan
Pemerkasaan. Dalam Yahya Ibrahin (ketua penyunting). Pelancongan Malaysia
Isu Pembangunan, Budaya, Komuniti dan persetempatan. Penerbit Universiti
Utara Malaysia.
Yoeti, O. A, 1991, Pengantar Ilmu Pariwisata, Pradnya Paramita, Jakarta.
www.BPS of Bengkulu Province.go.id.
www.budpar.go.id
17
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
REDEFINISI BAURAN PEMASARAN (MARKETING MIX)
“4P” KE “4C”
(Studi Kasus Pada Universitas Indraprasta PGRI)
Oleh :
Akhmad Sefudin, SE., MM
Email: akhmadsefudin@yahoo.co.id
Abstrak
Konsep pemasaran terus berevolusi, hal ini terjadi karena semakin
berkembangnya prilaku pasar dan semakin berkembangnya cangkupan ilmu
pengetahuan begitu juga pada ilmu pemasaran. Kajian ini merupan sebuah
conzeptual paper yang akan menberi gambaran tentang pergerseran 4P menuju
4C dan penerapan 4C yang telah dilakukan oleh Universitas Indraprasta PGRI
dalam usahanya dalam mengkatkan kualitas dan kuantitas layanan. Dengan
menggunakan data – data skunder yang merupakan kajian pustaka dati beberapa
teks book dan publikasi lainnya, diharapkan kajian ini dapat memberikan
kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pemasaran.
Keywords : Pemasaran, Bauran, Universitas Indraprasta PGRI
PENDAHULUAN
Stan Rapp dan Thomas L. Collins dalam bukunya Beyond Maxi
Marketing, dengan tegas berpendapat bahwa konsumen akan semakin pintar,
mereka meminta dilayani secara pribadi, terlibat dalam pengembangan suatu
produk, semakin sensitif dan tidak loyal pada merk tertentu. Mereka juga
semakin pintar menghitung nilai suatu produk yang sesungguhnya. Susan M.O‟
Dell dan Joan A.Pajunen menyebut konsumen seperti ini dengan istilah "Butterfly
Customers" mereka adalah kelompok konsumen yang berpindah dari satu toko
atau pemasok yang lain, selalu mencari harga yang lebih rendah atau pengalaman
belanja yang berbeda. Mereka tidak memiliki loyalitas kepada setiap toko tertentu,
dan selalu mencari kesepakatan yang lebih baik atau promosi baru. Produsen
menyikapi perilaku konsumen dengan melakukan perubahan.
Ketika konsumen menganggap bahwa yang terpenting bagi mereka mudah
mendapatkan barang dengan harga murah maka yang berlaku saat itu adalah
konsep produksi. Pada saat tertentu konsumen lebih menuntut kualitas produk,
harga yang mahal tidak terlalu penting maka yang berlaku adalah konsep produk.
Ketika produsen menyadari bahwa pada umumnya konsumen lebih bersifat pasif
(menunggu) maka teknik telling and selling menjadi sangat penting untuk
merangsang mereka menjadi aktif, maka yang berlaku adalah konsep penjualan.
Saat produsen semakin menyadari akan pentingnya posisi konsumen dalam
keterlibatan suatu produk, produsen harus berpikir untuk melibatkan mereka
sehingga kepuasan konsumen menjadi pilihan yang penting, maka yang berlaku
adalah konsep pemasaran. Perkembangan terakhir adalah dengan keberhasilan
konsep pemasaran muncul kesadaran bersama untuk membangun hubungan baik
dengan semua pihak yang terlibat (stake holder, produsen, konsumen, pemerintah,
masyarakat, dan lingkungan) dengan konsep win-win, inilah yang kemudian
18
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
dikenal dengan konsep pemasaran yang bertanggung jawab/ pemasaran yang
berwawasan sosial.
Kita telah melihat bagaimana konsep pemarasaran berevolusi dan
perubahan demi perubahan akan terus terjadi. Perubahan yang lainnya adalah
pergeseran bauran pemasaran (marketing mix) dari 4P (product, price, place,
promotion) ke 4C (consumer solution, cost, convinient channel, communication).
Mengapa terjadi pergeseran tersebut dan apakah dengan penerapan 4C maka
kejayaan 4P telah berakhir. Permasalahan inilah yang akan dibahas dalam tulisan
ini.
KAJIAN AKADEMIS
Konsep Produksi Dalam Evolusi Pemasaran
Konsep Produksi adalah salah satu dari konsep tertua dalam bisnis.
Konsep produksi menegaskan bahwa konsumen akan lebih menyukai produk
yang tersedia secara luas dan murah. Para manejer perusahaan yang berorientasi
produksi berkonsentrasi untuk mencapai efisiensi produksi yang tinggi, biaya
yang rendah, dan distribusi secara besar-besaran. Mereka mengasumsikan bahwa
konsumen terutama tertarik pada ketersediaan produk dan harga yang
rendah.Orientasi itu dimaklumi di negara-negara berkembang, dimana konsumen
lebih tertarik untuk mendapatkan produk dari pada fiturnya. Orientasi itu juga
berguna bila sebuah perusahaan yang ingin memperluas pasar. Konsep ini
memiliki kelemahan yaitu produsen menjadi kurang ramah. Jika dihubungkan
dengan bauran pemasaran konsep produksi menekankan pada pentingnya harga
(price) dan distribusi (place).
Konsep Produk Dalam Evolusi Pemasaran
Konsep Produk menegaskan bahwa konsumen akan menyukai produkproduk yang menawarkan ciri paling bermutu, berkinerja, atau inovatif. Para
manajer di organisasi itu memusatkan perhatian untuk menghasilkan produk yang
unggul dan meningkatkan kualitasnya sepanjang waktu. Mereka mengasumsikan
bahwa para pembeli mengagumi produk-produk yang dibuat dengan baik serta
dapat menghargai mutu dan kinerja. Akan tetapi, para manajer itu kadang-kadang
terperangkap dalam kecintaan akan produk mereka dan tidak menyadari apa yang
dibutuhkan oleh pasar. Dalam bauran pemasaran konsep produk menekankan
akan pentingnya kualitas produk (product).
Konsep Penjualan Dalam Evolusi Pemasaran
Konsep Penjualan berkeyakinan bahwa para konsumen dan perusahaan bisnis,
jika dibiarkan, tidak akan secara teratur membeli cukup banyak produksi-produksi
yang ditawarkan oleh organisasi tertentu. Oleh karena itu, organisasi tersebut
harus melakukan usaha penjualan dan promosi yang agresif. Konsep itu
mengasumsikan bahwa para konsumen umumnya menunjukkan kelembaman atau
penolakan pembelian sehingga harus dibujuk untuk membeli. Konsep itu juga
mengasumsikan bahwa perusahaan memiliki banyak sekali alat penjualan dan
promosi yang efektif untuk merangsang lebih banyak pembelian.
Kebanyakan perusahaan mempraktekkan konsep penjualan ketika mereka
mempunyai kapasitas yang berlebih. Tujuan mereka adalah menjual apa yang
dihasilkan mereka dan bukannya menghasilkan apa yang diinginkan pasar. Dalam
19
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
bauran pemasaran konsep penjualan menekankan pada pentingnya promosi
(promotion).
Pemasaran Dalam Filosofi Bisnis
Konsep Pemasaran adalah sebuah filosofi bisnis yang menantang tiga orientasi
bisnis yang baru saja kita bahas. Konsep ini berkembang sejak tahun 1950 an.
Konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai tujuan
organisasional yang ditetapkan adalah perusahaan tersebut harus menjadi lebih
efektif dibandingkan para pesaing dalam menciptakan, menyerahkan, dan
mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang terpilih.
Konsep pemasaran telah diekspresikan dalam banyak cara beraneka ragam.
Theodore Levitt dari Harvard menggambarkan perbedaan pemikiran yang kontras
antara konsep penjualan dan pemasaran: Penjualan berfokus pada kebutuhan
penjual; pemasaran berfokus pada kebutuhan pembeli. Penjualan memberi
perhatian pada kebutuhan penjual untuk mengubah produknya menjadi uang
tunai; pemasaran mempunyai gagasan untuk memuaskan kebutuhan pelanggan
lewat sarana-sarana produk dan keseluruhan kelompok barang yang dihubungkan
dengan hal menciptakan, menyerahkan dan akhirnya mengkonsumsinya. Konsep
pemasaran berdiri di atas empat pilar: pasar sasaran, kebutuhan pelanggan,
pemasaran terpadu, dan kemampuan menghasilkan laba. Konsep pemasaran
mengintegrasikan seluruh komponen dalam bauran pemasaran yakni produk
(product), harga (price), distribusi (place) dan promosi (promotion) untuk tujuan
pemenuhan kebutuhan atau kepuasan pelanggan.
Pemasaran Masyarakat
Konsep pemasaran masyarakat menegaskan bahwa tugas organisasi adalah
menentukan kebutuhan, keinginan, dan minat dari pasar sasaran dan memberikan
kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien dibanding pesaing
dengan tetap memelihara atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
konsumen.Konsep ini menegaskan pentingnya menghindari konflik yang
destruktif di dalam masyarakat.Konsep ini menekankan pada pentingnya
tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat /Corporate Social Responsibility
(CSR).
Bauran Pemasaran (Marketing Mix) 4P
McCarthy mengelompokkan aktivitas-aktivitas bauran pemasaran menjadi
empat kelompok yang dikenal sebagai 4P yaitu product, price, place dan
promotion. Variabel 4P tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Produk (Product)
Produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan di pasar untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginankonsumen, termasuk didalamnya keragaman produk,
kualitas, desain, ciri, merek, kemasan, ukuran,pelayanan, garansi, imbalan.
Produk tidak hanya meliputi objek-objek fisik tetapi juga jasa, acara, orang,
tempat, organisasi, ide, atau campuran entitas-entitas ini.
- Harga (Price)
Harga adalah nilai suatu barang yang dinyatakan dengan uang, termasuk di
dalamnya daftar harga, potongan harga khusus, periode pembayaran, syarat kredit.
- Distribusi (Place)
Distribusi adalah sebagai kegiatan perusahaan yang saling tergantung yang
terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap digunakan
20
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
atau dikonsumsi, termasuk di dalamnya saluran pemasaran, cakupan pasar,
pengelompokan lokasi, persediaan transportasi.
- Promosi (Promotion)
Promosi adalah sejenis komunikasi yang memberi penjelasan meyakinkan
calon konsumen tentang barang dan jasa.Tujuan promosi ialah memperoleh
perhatian, mendidik, mengingatkan dan meyakinkan calon konsumen.Termasuk di
dalamnya promosi penjualan, periklanan, tenaga penjualan, public relation,
pemasaran langsung.
PEMBAHASAN
Salah satu pendekatan pemasaran yang bisa digunakan untuk membangun
dan mempertahankan loyalitas pelanggan adalah melalui penerapan bauran
pemasaran yang benar.Membuat produk yang baik mencakup manfaat, kemasan
dan fitur-fitur yang menarik (product). How to make a smart price, memilih
metode penetapan harga yang tepat, menetapkan harga yang sesuai dengan
segmen pasar yang di tuju (price). Memilih saluran distribusi yang tepat sehingga
memberikan kemudahan pembelian. Pilihannya bisa menyebarkan produk ke
seluruh penyalur baik yang besar maupun kecil (saluran intensif), menempatkan
produk ke beberapa penyalur yang kita pilih (saluran selektif), atau jika produk
termasuk dalam katagori unik maka pilihannya pada penyalur khusus (saluran
eksklusif) (place). Yang terakhir bagaimana mengkomunikasikan produk agar
konsumen mengetahui dan tertarik melalui pilihan bauran promosi yang efektif,
seperti: iklan, promosi penjualan, penjualan personal, pemasaran langsung atau
publisitas (promotion).
Upaya produsen dalam mempertahankan loyalitas konsumennya seringkali
mengalami kesulitan oleh karena perubahan perilaku konsumen. Konsumen
sekarang semakin pintar, mereka meminta dilayani secara pribadi, terlibat dalam
pengembangan suatu produk, semakin sensitif dan tidak loyal pada merk tertentu.
Mereka juga semakin pintar menghitung nilai suatu produk yang sesungguhnya
demikian menurut Stan Rapp dan Thomas L. Collins.Perilaku konsumen menjadi
sulit untuk diukur layaknya seperti kupu-kupu yang hinggap di setiap tempat yang
mereka mau. Terjadi pergeseran dari marketing oriented company menjadi
customer driven company.
Seiring dengan perubahan tersebut maka marketing mix yang terdiri dari
product, price, place and promotion juga harus mengalami redefinisi. Customer
driven company tidak lagi memerlukan 4P tapi 4C. C pertama adalah consumer
solution. Produk yang jadi P pertama dari maketing mix semakin tidak berarti
kalau bukan merupakan solusi bagi konsumen yang sudah semakin individual.
Karena itu, produk dari produsen harus ditambah dengan produk atau layananlayanan lainnya. Sekarang kita sudah bisa menemukan teknologi yang awalnya
terpisah-pisah menjadi satu dalam satu produk seperti hand phone (satu produk
multi manfaat/layanan; untuk menelpon, internet, mendengarkan radio, menonton
televisi dan lain-lain.
Universitas Indraprasta PGRI (UNINDRA) menyadari bahwa keinginan
masyarakat untuk melanjutkan belajar sampai pada strata satu (sarjana) dan strata
dua (pasca sarjana) sangat besar. Kendala yang dihadapi oleh masyarakat adalah
mahalnya biaya pendidikan atau bagi karyawan yang melakukan studi lanjut
adalah masalah waktu, dengan moto Peduli, Kreatif, Mandiri UNINDRA
mengambil peran di masyarakat menyelenggarakan pendidikan sarjana dan pasca
sarjana dengan biaya yang sangat terjangkau. Kesulitan waktu kuliah bagi
21
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
karyawan yang ingin melanjutkan pendidikan oleh UNINDRA diberi kesempatan
kuliah reguler pada sore/malam hari.
C kedua adalah cost yang dikeluarkan konsumen dalam membeli,
menggunakan maupun menyimpan dan bila perlu menjual kembali produk yang
dibeli. Harga murah dari produsen belum tentu murah bagi konsumen, apabila
konsumen masih harus mengeluarkan biaya lain. Salah satu gejala yang semakin
trendy adalah semakin frugalnya konsumen di era informasi ini. Mereka semakin
pintar membandingkan antara cost yang dikeluarkan dan bobot solusi yang
mereka terima. Konsumen yang memiliki banyak uang mulai meninggalkan
gengsi dan semakin beralih ke toko diskon.Munculnya peritel sejenis hypermart
seperti Carrefour, Giant dan lain-lain yang masing-masing menyebut diri sebagai
si jago murah.
Peranan UNINDRA dalam menyajikan layanan dengan biaya yang
terjangkau tidak terlepas dari keyakinan yang bersumber dari agama yakni hadits
Rasulullah SAW, Diwajibkan atas kaum muslimin dan muslimat menuntut ilmu
dari buaian hingga ke liang kubur (Al Hadist), ditegaskan oleh Prof. Dr. H.
Sumaryoto (rektor UNINDRA), hadits ini mengisyaratkan bahwa belajar itu tidak
harus mahal. Hal tersebut terdapat juga dalam kaidah Ushul Fiqih
“memerintahkan sesuatu sama saja memerintahkan sesuatu yang menjadi sarana
tercapainya tujuan”. Allah SWT telah menetapkan suatu perintah maka tugas
manusia sebagai khalifah di muka bumi membuat sarana untuk memudahkan
pelaksanaannya.
C ketiga convinient channel, yaitu refleksi dari timbulnya bermacammacam cara konsumen membeli produk. Produsen tidak bisa lagi hanya
mengandalkan distributor konvensional, tapi harus memberi berbagai pilihan bagi
konsumen dalam mendapatkan produk bisa melalui direct mail, teleshopping
sampai catalog order.
Jaringan pengecer yang memiliki banyak toko semakin kuat posisi
tawarnya. Mereka mampu mendikte produsen untuk membuat produk menurut
kemauan mereka. Gejala produk dengan private label semakin menghebat. Hero
Supermarket yang sekarang sebagian besar outletnya berubah nama menjadi Giant
mampu menggandeng pemasoknya untuk mengeluarkan private label seperti
Varia Industri Tirta (air dalam kemasan, satu grup dengan Aqua Golden
Missisipi), SMART Corp. (minyak goreng, pemilik Filma), Dino Industrial
Indonesia (diterjen, pemilik Dino dan Attack). Sedangkan PT Carrefour Indonesia
memilih untuk lebih konsen menggandeng sektor Usaha Kecil Menengah (UKM)
dengan produk berkualitas sebagai supplier produk-produk private label.
Munculnya gejala tersebut karena dua hal pertama konsumen semakin
pintar menilai suatu produk, mereka mau mendapatkan produk bagus dengan
harga lebih murah. Kedua karena kekuatan ekuitas merek, jika orang sudah
percaya Giant atau Carrefour merupakan toko eceran bagi produk bermutu maka
orang akan percaya produk apapun yang bermerek perusahaan/ peritel tersebut.
David Aaker, pakar merek mencermati gejala makin kokohnya private label
menujukkam semakin pentingnya house brand bukan name brand.
Mungkin sedikit berbeda dengan Universitas-Universitas lain dimana tiap-tiap
fakultas dapat berdiri secara otonomi (name brand), di UNINDRA sekalipun tetap
diberi kewenangan masing-masing fakultas namun yang lebih diutamakan adalah
kebersamaa. Sampai dengan saat ini tidak ada perbedaan biaya pendidikan untuk
semua fakultas, dengan demikian nuansa Universitas lebih dominan (house
brand).
22
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
C keempat adalah communication yang bersifat dua arah, interaktif dan
langsung.Ini merupakan revolusi besar pada konsep promosi dari marketing mix
yang mempunyai konotasi satu arah, persepsi, citra dan manipulative. Dalam
komunikasi interaktif ini, konsumen dilibatkan secara penuh untuk memberi
masukan dalam pengembangan produk, penetapan harga maupun tempat-tempat
penyediaan produk yang dikehendaki.
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa UNINDRA lebih mengutamakan
kebersamaan maka setiap pengambilan kebijakan terbudaya melalui musyawarah
baik antar pimpinan dengan karyawan maupun dengan civitas akademika (dosen
dan mahasiswa). Berbagai program kegiatan bersama sering dilakukan oleh
UNINDRA seperti penyelenggaran seminar dengan peserta para alumni atau
dikesempatan lainnya sebagai peserta seminar adalah mitra kerja (sekolah-sekolah
binaan SMA/SMK/MA baik negeri maupun swasta).
PENUTUP
Akhirnya setiap konsep memiliki masa dan tidak selalu munculnya konsep
baru langsung menggantikan konsep lama. Maka sekalipun sudah disampaikan
bahwa era informasi menuntut pergeseran dari 4P ke 4C bukan berarti 4P sudah
berakhir. Sebagai catatan kita, ternyata kecenderungan saat ini yang menempatkan
harga murah dan kemudahan dalam mendapatkan barang atau layanan (cost and
convinient channel) jika kita cermati dalam evolusi pemasaran, dua persyaratan
ini adalah tuntutan konsumen di masa lalu sehingga konsep yang berlaku saat itu
adalah konsep tertua yaitu konsep produksi. Perbedaannya tuntutan konsumen di
masa lalu hanya sebatas murah dan mudah mendapatkan produk, untuk masa
sekarang tuntutan lainnya adalah kualitas.UNINDRA bukan hanya menyajikan
biaya pendidikan yang terjangkau saja, tentunya harus diikuti dengan kualitas
layanan pendidikan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Kartajaya, Hermawan. 2007. Marketing Klasik Indonesia. Bandung:
Mizan Pustaka.
Kasali, Rhenald. 2010. Change: Manajemen Perubahan dan Harapan.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kotler, Philip, dan Garry Amstrong. 2008. Dasar-dasar Pemasaran.
Jakarta:
Prenhallindo.
Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2009. Manajemen pemasaran Jilid
1. Edisi 13.
Pearson Education Inc.
---------. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Millenium Jilid 1. Jakarta:
Prenhalliinso.
---------. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Millenium Jilid 2. Jakarta:
Prenhalliinso.
Wibowo, Ari Satriyo, Ventura Elisawati dan Hermawan Kartajaya. 2001.
Jakarta: Elex Media Komputindo.
Modul:
Kewirausahaan: Modul Pembelajaran. 2013. Direktorat Jenderal
Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Pendidikan Tinggi Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
23
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
KELEMBAGAAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH
DAN PEMBANGUNAN EKONOMI MASYARAKAT
Indra Suyahya
1)
Program Studi FIPPS, U n i v e r s i t a s I n d r a p r a s t a P G R I
Jl. Nangka No. 58 C (Jl. TB. Simatupang) Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan
email: suyahyaindra@yahoo.go.id
Abstrak
Generally the number of entrepreneurs reached 3,75 million as per January 2012 or 1,56
percent of the total population of Indonesia. In 2010, there were still 0,24 percent while the
Government is targetting the ratio of the number of entrepreneurs in Indonesia could reach 2,50
percent in 2013.Once problem to increase Small and Medium Enterprise is about the SME
Institutional. By using descriptive methods and use the secondary datas, research was
designed to answer the following research problem: bureaucratic system, capital
problem, nerworking and marketing problem and also human resources capability to
manage business unit. The result of study showed tha t there is a lot of issues related
to SME development and the cooperation on an SME institutional involving all
related agencys needed to develop Small and medium enterprises and also give
economic impact on the community reinforcement.
Key word : SME Institutional, community reinforcement, economic development
PENDAHULUAN
Pemkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan
langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan
perekonomian dari sebagian terbesar rakyat Indonesia, khususnya melalui
penyediaan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan dan tingkat kemiskinan.
Perkembangan peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang
besar ditunjukkan oleh jumlah unit usaha dan pengusaha, serta kontribusinya
terhadap pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Pada tahun 2003,
persentase jumlah UMKM sebesar 99,9 persen dari seluruh unit usaha, yang
terdiri dari usaha menengah sebanyak 62,0 ribu unit usaha dan jumlah usaha kecil
sebanyak 42,3 juta unit usaha yang sebagian terbesarnya berupa usaha skala
mikro. UMKM telah menyerap lebih dari 79,0 juta tenaga kerja atau 99,5 persen
dari jumlah tenaga kerja pada tahun 2004 jumlah UMKM diperkirakan telah
melampaui 44 juta unit. Jumlah tenaga kerja ini meningkat rata-rata sebesar 3,10
persen per tahunnya dari posisi tahun 2000. Kontribusi UMKM dalam PDB pada
tahun 2003 adalah sebesar 56,7 persen dari total PDB nasional, naik dari 54,5
persen pada tahun 2000. Sementara itu pada tahun 2003, jumlah koperasi
sebanyak 123 ribu unit dengan jumlah anggota sebanyak 27.283 ribu orang, atau
meningkat masing-masing 11,8 persen dan 15,4 persen dari akhir tahun 2001.
Secara umu perkembangan UMKM yang meningkat dari segi kuantitas
tersebut belum diimbangi oleh meratanya peningkatan kualitas UMKM.
Permasalahan klasik yang dihadapi yaitu rendahnya produktivitas. Keadaan ini
disebabkan oleh masalah internal yang dihadapi UMKM yaitu: rendahnya kualitas
SDM UMKM dalam manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan
pemasaran, lemahnya kewirausahaan dari para pelaku UMKM, dan terbatasnya
akses UMKM terhadap permodalan, informasi, teknologi dan pasar, serta faktor
produksi lainnya. Sedangkan masalah eksternal yang dihadapi oleh UMKM
24
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
diantaranya adalah besarnya biaya transaksi akibat iklim usaha yang kurang
mendukung dan kelangkaan bahan baku. Juga yang menyangkut perolehan
legalitas formal yang hingga saat ini masih merupakan persoalan mendasar bagi
UMKM di Indonesia, menyusul tingginya biaya yang harus dikeluarkan dalam
pengurusan perizinan. Sementara itu, kurangnya pemahaman tentang koperasi
sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi,
struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas dibandingkan badan
usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktek-praktek
berkoperasi yang benar (best practices) telah menyebabkan rendahnya kualitas
kelembagaan dan organisasi koperasi. Bersamaan dengan masalah tersebut
perkembangan UMKM juga menghadapi tantangan terutama yang ditimbulkan
oleh pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan
bersamaan dengan cepatnya tingkat kemajuan teknologi.
Salah satu permasalahan dalam perkembangan UMKM terkait
permasalahan diatas adalah masalah permodalan dan disinilah peranaan Disinilah
peranan Bank sebagai sebuah lembaga penyalur dana bagi masyarakat yang
diharapkan dapat mendukung pekembangan UMKM dan kewirausahaan di
Indonesia.
METODOLOGI
Penulisan kajian tentang Bank dan perkembangan UMKM di
Indonesia dilakukan dengan merode deskriptif dan menggunakan data skunder
baik kajian literatur dari teks book terkait, jurnal – jurnal, maupun media publikasi
lain dari instansi terkait.
KAJIAN AKADEMIS
Pengertian dan Kriteria UMKM
Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), pengertian UMKM adalah,
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha
besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar
dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
Kriteria UMKM dapat dilihat pada table berikut,
25
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
Table 1. Kriteria UMKM
KRITERIA
ASSET
OMZET
1
USAHA MIKRO
Maks. 50 Juta
Maks. 300 Juta
2
USAHA KECIL
> 50 Juta - 500 Juta
> 300 Juta - 2,5 Miliar
> 2,5 Miliar - 50
3
USAHA MENENGAH
> 500 Juta - 10 Miliar
Miliar
Sumber : Kementrian Koprasi dan UMKM Republik Indonesia, 2013
NO.
URAIAN
Profil UMKM Indonesia
Menurut data pada www.bi.go.id menyatakan bahwa dalam mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia antara lain bertugas mencapai
dan menjaga tingkat inflasi yang stabil. Sumber tekanan inflasi dari sisi
permintaan dapat dipengaruhi Bank Indonesia melalui kebijakan moneter.
Sedangkan dari sisi penawaran yang berada diluar pengendalian Bank Indonesia,
dilakukan program pemberdayaan sektor riil dan
UMKM melalui pola klaster. Adapun sektor/komoditas yang dipilih antara
lain didasarkan pada kriteria komoditas yang menjadi sumber tekanan inflasi.
Dengan demikian fasilitasi dapat membantu meningkatkan pasokan, memperbaiki
jalur distribusi serta mendukung penciptaan iklim usaha yang kondusif. Meskipun
demikian, program juga juga dilakukan pada komoditas yang berorientasi
ekspor atau komoditas unggulan wilayah.
Dalam implementasinya, melalui pendekatan klaster yang merupakan
upaya untuk mengelompokkan industri inti yang saling berhubungan, baik industri
pendukung dan terkait, jasa penunjang, infrastruktur ekonomi, penelitian,
pelatihan, pendidikan, infrastruktur informasi, teknologi, sumber daya alam, serta
lembaga terkait, diharapkan perusahaan atau industri terkait akan memperoleh
manfaat sinergi dan efisiensi yang tinggi dibandingkan jika bekerja sendiri.
Fasilitasi yang dilakukan Bank Indonesia dalam bentuk bantuan teknis
bagi 35 klaster di 18 Kantor Bank Indonesia (KBI). Komoditas yang didukung
meliputi sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan serta industri
pengolahan. Kriteria pemilihan klaster berdasarkan komoditas yang menjadi
sumber tekanan inflasi maupun komoditas unggulan di masing-masing wilayah.
Arah Kebijakan Pembangunan UMKM
Kebijakan terkait pengembnagan UMKM secara umum diarahkan untuk
mendukung upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan,
penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor, serta revitalisasi pertanian
dan perdesaan, yang menjadi prioritas pembangunan nasional. Pengembangan
usaha kecil dan menengah (UKM) diarahkan agar memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap penciptaan kesempatan kerja, peningkatan ekspor dan
peningkatan daya saing, sementara itu pengembangan usaha skala mikro
diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan
masyarakat berpendapatan rendah, khususnya di sektor pertanian dan perdesaan.
Dalam rangka mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan
kesenjangan, dilakukan penyediaan dukungan dan kemudahan untuk
pengembangan usaha ekonomi produktif berskala mikro/informal, terutama di
kalangan keluarga miskin dan/atau di daerah tertinggal dan kantong-kantong
kemiskinan. Pengembangan usaha skala mikro tersebut diarahkan untuk
meningkatkan kapasitas usaha dan keterampilan pengelolaan usaha, serta
26
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
sekaligus meningkatkan kepastian dan perlindungan usahanya, sehingga menjadi
unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan dan siap untuk tumbuh dan bersaing.
Pengembangan UMKM perlu diberi kemudahan dalam formalisasi dan
perijinan usaha, antara lain dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap
untuk memperlancar proses dan mengurangi biaya perijinan. Di samping itu
dikembangkan budaya usaha dan kewirausahaan, terutama di kalangan angkatan
kerja muda, melalui pelatihan, bimbingan konsultasi dan penyuluhan, serta
kemitraan usaha.
UMKM yang merupakan pelaku ekonomi mayoritas di sektor pertanian
dan perdesaan adalah salah satu komponen dalam sistem pembangunan pertanian
dan perdesaan. Oleh karena itu, kebijakan terkait pengembnagan UMKM di sektor
pertanian dan perdesaan harus sejalan dengan dan mendukung kebijakan
pembangunan pertanian dan perdesaan. Untuk itu, UMKM di perdesaan diberikan
kesempatan berusaha yang seluas-luasnya dan dijamin kepastian usahanya dengan
memperhatikan kaidah efisiensi ekonomi, serta diperluas aksesnya kepada
sumberdaya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan usaha dan potensi
sumberdaya lokal yang tersedia untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi
usaha agribisnis serta mengembangkan ragam produk unggulannya. Upaya ini
didukung dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan
lembaga keuangan lokal menjadi alternatif sumber pembiayaan bagi sektor
pertanian dan perdesaan. Di samping itu, agar lembaga pembiayaan untuk sektor
pertanian dan perdesaan menjadi lebih kuat dan tangguh, jaringan antar LKM dan
antara LKM dan Bank juga perlu dikembangkan.
Angka Perkembangan Kredit UMKM di Indonesia
Berdasarkan sumber data Bank Indonesia mentakan bahwa perkembangan
potensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia tidak terlepas
dari dukungan perbankan dalam penyaluran kredit kepada UMKM. Setiap tahun
kredit kepada UMKM mengalami pertumbuhan dan secara umum
pertumbuhannya lebih tinggi dibanding total kredit perbankan.
Kredit UMKM adalah kredit kepada debitur usaha mikro, kecil dan
menengah yang memenuhi definisi dan kriteria usaha mikro, kecil dan menengah
sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM. Berdasarkan
UU tersebut, UMKM adalah usaha produktif yang memenuhi kriteria usaha
dengan batasan tertentu kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan.
Statistik kredit UMKM disajikan dengan berbagai item yakni Net Ekspansi
(NE), Baki Debet (BD), Non Performance Loan (NPL), dan Kelonggaran Tarik,
dilengkapi dengan variasi berdasarkan kelompok bank, Sektor Ekonomi, Jenis
Penggunaan dan Lokasi Proyek pada setiap Propinsi dan rincian skala Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah. Publikasi Statistik kredit UMKM berdasarkan
definisi dan kriteria usaha berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM
mulai dilaksanakan untuk data laporan bulanan bank sejak Januari 2011. Sampai
akhir 2010 Statistik kredit UMKM didasarkan pada definisi plafon, yaitu: (1)
kredit mikro dengan plafon s.d Rp50juta, (2) kredit kecil dengan plafon lebih dari
Rp50juta s.d Rp500 juta, dan (3) kredit menengah dengan plafon lebih dari
Rp500juta s.d Rp5miliar. Dalam definisi tersebut, seluruh jenis penggunaan kredit
termasuk kredit konsumtif masuk di dalam Statistik kredit UMKM.
27
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
Kelembagaan UMKM di Indonesia
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) saat ini tengah menghadapi fenomena
paradoks. Disatu sisi UKM terlihat sangat strategis karena merupakan pilar
pendukung utama dan terdepan dan pembangunan ekonomi. UKM merupakan
lapangan usaha yang paling banyak dan paling mudah diakses oleh masyarakat
bawah di Indonesia. UKM paling besar dan paling cepat dalam memberikan
peluang lapangan pekerjaan dan memberikan sumber penghasilan bagi
kebanyakan masyarakat kita. UKM paling fleksibel dan dapat dengan mudah
beradaptasidengan pasang surut dan arah perekonomian dan UKM juga cukup
terdiversifikasi dan memberikan kontribusi penting dalam ekspor dan
perdagangan. Betapa luar biasanya peran UKM di Indonesia kita ini. Namun disisi
lain kita juga banyak menemukan persoalan pelik ditubuh UKM, hal ini bisa
terjadi karena secara kelembagaan UKM di Indonesia lemah. Sejatinya selama ini
telah terjadi paradok yang cukup lama di tubuh UKM di Indonesia. Disatu sisi
perannya mempesona tetapi disisi lain UKM ini banyak mengandung masalah.
Hal ini disebabkan karena secara ekonomi politik, keberadaannya dianak tirikan
terutama pada masa rezim Soeharto berdiri kokoh. Dominasi keberpihakan rezim
Soeharto kepada pelaku ekonomi besar telah menyebabkan UKM di Indonesia
lemah secara kelembagaan. Sehingga UKM kita menjadi lambat mandiri, lambat
mengembangkan diri dan menjadi lemah dalam hal akses.
Sudah menjadi rahasia umum UKM di Indonesia, bahwa dari dahulu
permasalahan klasik yang selalu mendera UKM antara lain adalah permasalahan;
Pertama, Rumitnya proses perizinan dan penyederhanaan pencatatan
usaha. Perizinan usaha di Indonesia sangat berbelit dan memakan waktu yang
sangat lama jika dibandingkan dengan negara-negara lain padahal untuk UKM
izin usaha adalah modal paling dasar jika mau berkembang dan mendapat akses
dengan baik terutama sekali akses permodalan. Menurut Bank Dunia (2005),
dibutuhkan rata-rata sekitar 151 hari serta 12 prosedur untuk mendapatkan izin
usaha. Padahal kemudahan perizinan ini akan menciptakan tambahan
pertumbuhan ekonomi sebesar 0.25 %PDB.
Kedua, Sulitnya akses penambahan modal melalui kredit bank. Kebanyak
UKM tidak berhasil mendapatkan kredit dari bank karena UKM tidak memenuhi
persyaratan untuk layak diberi kredit. Hal ini antara lain karena UKM belum
memiliki pengetahuan dan kesiapan dalam memenuhi persyaratan kredit sehingga
para pelaku UKM memandang prosedur kredit sulit. Menurut Sulaeman (2004), di
Indonesia alasan utama yang dikemukakan oleh UKM kenapa UKM tidak
meminjam ke bank adalah: (1) prosedur sulit (30,30 %), (2) Tidak berminat
(25,34 %), (3) Tidak punya agunan (19,28 %), (4) Tidak tahu prosedur (14,33 %),
(5) Suku bunga tinggi (8,82 %), dan (6) Proposal ditolak (1,93 %).
Ketiga, Lemahnya kemampuan UKM dalam hal manajemen.
Permasalahan sebagian besar UKM di Indonesia adalah lemahnya kemampuan
manajemen. Karena sebagian besar pelaku UKM memiliki tingkat pendidikan
SMU atau sederajat, maka penguasaan ini sangat lemah.
Keempat, Lemahnya penguasaan terhadap networking atau jaringan kerja
dan akses pasar. Hal ini muncul akibat lemahnya kemampuan UKM
mengorganisir diri dan lemahnya kemampuan pemasaran UKM, lemahnya
penguasaan jaringan pasar, dan lemahnya penguasaan fasilitas teknologi dan
informasi (IT) oleh UKM.
Saat ini, disaat kita sadar akan nasib UKM dan segera bergegas
memberikan bantuan untuk memperbaiki nasib UKM, kita dihadapkan pada fakta
28
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
bahwa pendekatan konvensional dengan memberikan bantuan modal dan
manajemen usaha semata bukanlah lagi solusi yang tepat untuk UKM dimasa
datang. UKM dimasa datang menghadapi tantangan pasar bebas yang serba
terbuka dalam hal persaingan dengan pelaku ekonomi dari luar negeri oleh sebab
itu UKM membutuhkan kesiapan untuk menjadi mandiri dan kuat secara
kelembagaan. Dengan demikian UKM kita dapat dengan mudah memperoleh
akses netrworking, akses perizinan dan perlindungan UKM, menguasai akses
modal perbankan, menguasai akses jaringan pasar regional dan global, mengasai
akses teknologi dan informasi.
PENUTUP
Berdasarkan beberapa uraian diatas maka dengan demikian saat ini yang
dibutuhkan pendukung penguatan kelembagaan UKM adalah;
Pertama, mendorong UKM agar berinteraksi secara aktif dengan aturanaturan yang melingkupi penglolaan UKM di Indonesia.
Kedua, membantu meningkatkan pengetahuan para pelaku UKM dan
persaingan yang dihadapi UKM harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk
mendorong lahirnya instusi UKM yang kuat.
Ketiga, UKM akan kuat jika memberlakukan asas profesionalitas
Keempat, Membantu UKM membangun mental kewirausahaan dan mental
keberanian untuk memperjuangkan nasib UKM menjadi organisasi bisnis yang
kuat dan mandiri di Indonesia.
Kelima, Membantu UKM membangun kerjasama yang lebih serius dalam
bentuk asosiasi dan jaringan kerja yang dapat mewadahi kepentingan UKM dalam
memperjuangkan regulasi yang berpihak pada UKM dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Brata, A. G. 2003. Distribusi SpasiaL UKM di Masa Krisis Ekonomi.
Jurnal Ekonomi Rakyat, Th. I No. 8.
Berry, A. E., Rodriquez, dan H. Sandeem. 2001. Smalland Medium
Enterprises Dynamic in Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies 37
(3): 201- 222. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun 2010-2011.
Sumodiningrat, Gunawan. 1999. Pemberdayaan Masyarakat & JPS.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sri Adiningsih, 2002. Regulasi Dalam Revitalisasi Usaha Kecil dan
Menengah, UGM.
www.depkop.go.id
www.bi.go.id
29
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
IMPLEMENTASI BALANCED SCORECARD DI KOPERASI KARYAWAN
DAN DOSEN UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI (UNINDRA)
Arif Sasmoko, Akhmad Sefudin, Hendro Prasetyono
Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial, Universitas Indraprasta PGRI
Email : Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial, Universitas Indraprasta PGRI
Email : Akhmad.sefudin@yahoo.com
Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial, Universitas Indraprasta PGRI
Email : hen.dro23@yahoo.com
Abstract
This study aims to implement the Balanced Scorecard in Cooperative Employees and
University Lecturer Indraprasta PGRI (UNINDRA). The first stage of this study was to
measure the performance of Cooperative Employees and University Lecturer Indraprasta
PGRI the Balanced Scorecard approach continues to find a conclusion whether the
Balanced Scorecard can be implemented in a cooperative.
The research method used is mixed methodolgy (combined method). Quantitative
methods are used to measure the performance of cooperative descriptive and qualitative
methods are used to obtain cooperative conclusion and management experts on the
implementation of the Balanced Scorecard in the cooperative. Techniques of data
collection using a questionnaire (quantitative) and Focus Group Discussion (FGD) for
qualitative.
The results of performance measurement and Lecturers Employees Cooperative
Unindra the Balanced Scorecard approach as follows: the financial perspective with
indicators of current ratio, total debt to asset ratio and net profit margin be weighted
25%, the customer perspective with the indicator member growth, customer satisfaction
and student members gain weight 7%, internal business process perspective with the
indicators of innovation, the process of operation and after-sales services weights 8.6 and
get the perspective of growth and learning with indicators of employee satisfaction,
employee retention and productivity of employees earn 11.2% weighting. The total score
performance and Lecturers Employees Cooperative Unindra the Balanced Scorecard
approach was 51.8%.
In conclusion the performance of Cooperative Employees and Lecturer Unindra in
2013 measured by the Balanced Scorecard approach are in a position less amounted to
51.8% can be categorized as a business entity that has an unhealthy level of health (BB).
Implementation of Balanced Scorecard in the cooperative could not be concluded or not
because when progress reports are prepared FGD has not done
Keywords : Implementasi, Balanced Scorecard, Koperasi
1. PENDAHULUAN
Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang cocok dengan sistem
demokrasi ekonomi Indonesia yang secara khusus payung hukumnya adalah pasal 33 ayat
1 UUD 1945. Berdasarkan hal tersebut koperasi adalah organisasi bisnis yang dimiliki
dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama Hal ini tentu wajar saja
jika koperasi disebut sebagai soko guru perekonomian Indonesia. Sudah seharusnya jika
koperasi merupakan bentuk badan usaha yang paling diminati oleh masyarakat.
Namun realitanya saat ini koperasi kalah bersaing dan kurang terdengar
gaungnya dengan bentuk usaha lainnya. Meskipun hampir di setiap sekolah, kampus atau
instansi pemerintah terdapat koperasi namun hanya sebagai pelengkap syarat dan
ketentuan lembaga yang mengharuskan adanya koperasi. Sehingga anggota koperasi
30
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
kurang merasakan manfaatnya. Mayoritas masyarakat lebih senang menginvestasikan
uangnya untuk hal lain dibandingkan dengan menanamkan modalnya di koperasi. Hal ini
mengindikasikan bahwa koperasi merupakan pilihan kesekian sebagai alternatif investasi
ekonomi yang dilakukan.
Pertumbuhan akan jumlah koperasi di Indonesia juga tidaklah besar. Data yang
dilansir oleh antarakalbar.com “menurut menteri Koperasi dan UKM, Syarif Hasan
pertumbuhan koperasi tahun 2012 sebesar 6,72% dengan jumlah koperasi yang tidak aktif
setiap tahunnya 25%”. Hal ini berarti jika pertumbuhan koperasi lebih kecil dibandingkan
dengan penurunan yang terjadi setiap tahunnya.
Kurang diliriknya koperasi sebagai pilihan dalam kegiatan ekonomi beragam
penyebabnya. Salah satu faktor yang menjadi penyebab kurang profesionalnya dalam
pengelolaan koperasi. Selama ini sistem manajemen pengelolaan koperasi masih
sederhana dan tidak berfokus kepada visi dan misi koperasi itu sendiri. Koperasi sendiri
selaku badan usaha yang tergolong organisasi badan usaha dalam aktivitasnya diharapkan
harus melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, pengembangan organisasi, pengelolaan
aset, pengembangan pemasaran dan pengelolaan keuangan serta pengembangan
kemitraan.
Menurut Ninik Widiyanti (1996:131) salah satu yang menjadi permasalahan
utama koperasi di Indonesia saat ini adalah sistem perencanaan usaha koperasi masih
belum berkembang. Perencanaan yang baik dapat disusun jika ada hasil evaluasi yang
didapatkan dari pengukuran kinerja yang komprehensif. Hal inilah yang menjadi pokok
utama lemahnya proses perencanaan koperasi.
Kondisi yang serupa terjadi pada Koperasi Karyawan dan Dosen Universitas
Indraprasta. Koperasi tersebut berdiri dari tahun 1999 sampai bulan Desember 2012
jumlah anggota 504 orang. Seharusnya dengan jumlah anggota yang cukup banyak
Koperasi Koperasi Karyawan dan Dosen Universitas Indraprasta PGRI diharapkan lebih
maju dan berkembang. Potensi inilah yang harus dikaji dan dikembangkan demi
kemajuan koperasi. Pengembangan koperasi dapat dilihat dari pengelolaan manajemen
yang cukup profesional, anggota yang cukup besar dan beragamnya jenis usaha barang
dan jasa yang tersedia. Salah satu langkah awal untuk menciptakan manajemen koperasi
yang handal adalah perlu adanya pengukuran kinerja yang komprehensif dan penggunaan
manajemen strategis yang bersumber dari visi dan misi koperasi karyawan tersebut.
Saat ini telah muncul banyak metode dan pendekatan dalam pengukuran kinerja
organisasi. Salah satunya adalah Balanced Scorecard. Pada awalnya Balanced Scorecard
diciptakan oleh Robert Kaplan dan David Norton adalah untuk untuk mengatasi problem
tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang hanya berfokus pada sektor
keuangan saja, tanpa memperhatikan sektor non keuangan. Sistem pengukuran kinerja
yang hanya menekankan pada sektor keuangan membuat perusahaan sulit untuk
berkembang. Balanced Scorecard mengukur kinerja saat ini untuk keperluan di masa
depan sebagai ukuran komprehensif yang mencakup empat perspektif yaitu perspektif
keuangan, perspektif pelanggan/konsumen, perspektif proses internal bisnis, perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan.
Tujuan dan pengukuran dalam Balanced Scorecard pada dasarnya bukan hanya
penggabungan dari ukuran-ukuran keuangan dan non keuangan yang ada melainkan
merupakan hasil dari proses top-down berdasarkan misi dan strategi dari suatu unit usaha.
Misi dan strategi tersebut harus diterjemahkan dalam tujuan dan pengukuran yang lebih
nyata. Kata “Balanced” dalam Balanced Scorecard disini menekankan keseimbangan
antara beberapa faktor yaitu : keseimbangan antara pengukuran eksternal bagi
stakeholder dan konsumen dengan pengukuran internal bagi proses internal bisnis,
inovasi dan proses belajar dan tumbuh, keseimbangan antara pengukuran hasil dari usaha
masa lalu dengan pengukuran yang mendorong kinerja masa mendatang, keseimbangan
antara unsur obyektivitas yaitu pengukuran berupa hasil kuantitatif yang diperoleh secara
mudah dengan unsur subyektivitas yaitu pengukuran pemicu kinerja yang membutuhkan
pertimbangan. Sehingga pada akhirnya Balanced Scorecard tidak lagi hanya sebatas
31
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
sebagai pengukuran kinerja tetapi juga sebagai perumusan rencana strategis demi
kemajuan organisasi.
Pengenalan Balanced Scorecard dilembaga koperasi ternyata telah dimulai
Kementerian Koperasi dan UKM sejak tahun 2010. Hal ini ditengarai oleh laporan hasil
penelitian Priambodo (TT : 15) “Langkah introduksi ini dimulai sejak tahun 2010 sampai
sekarang, dan tercatat telah diikuti sekitar 1.500 orang pengurus/pengawas/manajer
koperasi di provinsi Jateng, Jatim, Jabar, Riau, Jambi, Sumbar, Kalbar, Kalsel, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Bali, Bengkulu, Sumatera
Utara”.
Dengan demikian, pengukuran kinerja dengan Balanced Scorecard tersebut pada
hakekatnya dapat dilakukan berdasarkan kajian berbagai aspek dan jika diperlukan dapat
dilakukan modifikasi sesuai dengan karakter organisasi koperasi sebagai badan usaha dan
kumpulan orang yang disebut anggota. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian implementasi Balanced Scorecard di Koperasi karyawan dan dosen
Universitas Indraprasta dengan membatasi masalah sebagai berikut : implementasi
Balanced Scorecard sebagai pengukuran kinerja dan manajemen strategis di koperasi
karyawan dan dosen Universitas Indraprasta PGRI.
Target luaran yang diharapkan dari penelitian adalah pengukuran kinerja
Koperasi Dosen dan Karyawan Unindra. Sedangkan target jangka panjang terbentuknya
desain Balanced Scorecard sebagai pengukur kinerja dan manajemen strategis yang
sesuai dengan koperasi.
2. METODE PENELITIAN
Secara keseluruhan penelitian ini menggunakan metode gabungan antara kualitatif
dan kuantitatif atau yang biasa disebut dengan Mixed Methods. Dimana penelitian yang
sifatnya kuantitatif menunjang penelitian kualitatif. Hal ini sesuai dengan Jonathan
Sarwono (2011:49) mengatakan model penelitian menggabungkan riset kuantitatif dan
kaulitatif menurut Bryman dapat berupa penelitian kuantitatif digunakan untuk
memfasilitasi penelitian kualitatif.
Publikasi artikel ini sebagai langkah awal dalam penelitian ini yaitu mengukur
kinerja koperasi maka menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif bertujuan
untuk menggambarkan kinerja Koperasi Karyawan dan Dosen Universitas Indraprasta
PGRI dengan pendekatan Balanced Scorecard. Sedangkan untuk mendapatkan
kesimpulan Balanced Scorecard apakah dapat diimplementasikan di koperasi
menggunakan pendekatan kualitatif dengan pendekatan Focus Group Discussion (FGD).
Penelitian pada pertengahan tahun pertama terdiri atas 2 kegiatan utama, yaitu :
1. Pengukuran Kinerja yang akan dilaksanakan pada 4 bulan pertama penelitian
2. Melakukan FGD dengan beberapa pakar manajemen dan koperasi
Teknik pengumpulan pada tahapan penelitian adalah pengukuran kinerja dengan
menggunakan angket,, observasi dan studi dokumen. Secara khusus dijabarkan sebagai
berikut :
a) Perspektif keuangan : diambil dari data sekunder. Dimana peneliti melihat langsung
dan menganalisis laporan keuangan koperasi
b) Perspektif Pelanggan : menggunakan metode survey. Peneliti akan menyebar angket
kepada sampel yang telah ditentukan oleh dari total seluruh konsumen koperasi.
c) Perspektif Internal Organisasi : peneliti akan melakukan studi dokumen dan menyebar
angket.
d) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan : peneliti akan menggunakan angket dan
observasi.
Sedangkan FGD akan dilaksanakan dengan mengundangan para pakar koperasi,
organisasi dan manajemen. Diharapkan dengan diadakan FGD akan menghasilkan suatu
rumusan perspektif Balancced Scorecard yang ideal.
32
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota koperasi dan dosen serta
mahasiswa Universitas Indraprasta PGRI. Jumlah anggota koperasi sampai dengan Bulan
Maret 2014 adalah 549 orang dan jumlah mahasiswa prodi pendidikan ekonomi adalah
kurang lebih 30.000. Berdasarkan Sugiyono (2013:71) dengan taraf kesalahan 10%
jumlah sampel untuk anggota koperasi adalah 182 dan sampel untuk mahasiswa Unindra
adalah 270.
Teknik pengambilan sampel terbagi atas 3 jenis teknik, yaitu sampling Insidental
untuk pengambilan dosen, karyawan dan mahasiswa, sampel jenuh untuk pegawai
koperasi. Menurut Sugiyono (2009:85) sampling Insidental dipilih karena penentuannya
berdasarkan kebetulan. Jadi ketika ada mahasiswa yang berbelanja di koperasi maka
mahasiswa tersebut menjadi sampelnya. Sampel jenuh dipilih karena jumlah pegawai
koperasi 4 orang.
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif
digunakan untuk menarik kesimpulan berdasarkan hasil temuan pengukuran perspektif
keuangan, pelanggan, proses internal dan pembelajaran serta pertumbuhan. Analisis
deskriptif menurut Sugiyono (2013:29) analisis deskriptif terdiri atas mean, median,
modus, variasi kelompok dan simpangan baku. Setelah terlihat deskripsi datanya
kemudian dihitung dengan menggunakan pembobotan yang berdasar kepada ketentuan
Balanced Scorecard.
Analisis FGD disimpulkan setelah melakukan diskusi mendalam dengan para pakar
dan akademisi sehingga menddapatkan suatu kesimpulan suatu kriteria apakah Balanced
Scorecard dapat diimplementasikan di koperasi.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perspektif Keuangan
Rasio Likuiditas
Rasio Likuiditas adalah menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi
kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Pada perspektif ini peneliti
menggunakan rasio lancar.
�
=
2011 =
382.242.018
= 18,95
20.172.762
2012 =
680.545.801
= 4,14
164.234.648
2013 =
2.572.797.196
= 11,59
222.046.313
Current Ratio memperlihatkan perbandingan antara harta lancar dan hutang lancar..
Hal ini membuktikan jika secara rasio CR koperasi karyawan dan dosen dalam
kriteria belum baik karena masih dibawah standar, yaitu kisaran 15-18.
Namun apabila dilakukan pembobotan dengan Balanced Scorecard maka
berdasarkan lampiran 3 tabel 9 angka 11, 59 bobotnya adalah 5.
33
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
Rasio Solvabilitas
Rasio ini disebut juga Ratio Leverage yaitu mengukur perbandingan dana yang
disediakan oleh pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur perusahaan
tersebut. Apabila Total Debt to Asset Ratio (TDAR) menunjukkan angka semakin
tinggi maka semakin besar resiko yang dihadapi.
� =
�
100%
2011 =
220.172.762
100% = 47,26%
465.869.016
2012 =
364.234.648
100% = 40,06%
909.184.195
2013 =
2.028.930.314
100% = 65,57%
3.094.459.252
Tahun 2013 terjadi peningkatan kembali sebesar 65,57 %. Angka ini cukup berbahaya
karena telah melewati angka 50 %.
Namun apabila dilakukan pembobotan dengan Balanced Scorecard maka berdasarkan
lampiran 3 tabel 10 angak 65,57 bobotnya adalah 10.
Rasio Rentabilitas
Net Profit Margin (NPM) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur laba bersih
sesudah pajak lalu dibandingkan dengan volume penjualan.
=
100%
2011 =
90.327.753
100% = 7,84%
1.151.631.980
2012 =
200.509.093
100% = 8,41%
2.383.162.015
2013 =
254.652.380
100% = 7,98%
3.188.838.495
Secara 3 tahun terakhir Net Profit margin koperasi menunjukkan angka yang kurang baik.
Standar yang baik berada pada posisi 10 s.d 16%
Namun apabila dilakukan pembobotan dengan Balanced Scorecard maka berdasarkan
lampiran 3 tabel 11 angka 7,98 % bobotnya adalah 10.
34
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
Tabel 5.1
Pengukuran Dan Skor Perspektif Keuangan Koperasi Unindra Tahun 2013
No
Pengukuran
Skor %
1
Current Ratio
5
2
Total Debt to Asset Ratio
10
3
Net Profit Margin
10
Jumlah
25
Perspektif Pelanggan
Pertumbuhan Jumlah Anggota
Tabel 5.2
Pertumbuhan Jumlah Anggota Koperasi
Tahun
2011
2012
2013
Jumlah
Anggota
Periode
Sekarang
331
460
549
Rata-rata
Jumlah
Anggota
Periode
Tahun
Lalu
37
331
460
Pertumbuhan
Anggota
Angka
Persentase
294
129
89
170,67
88,82%
28,04%
16,21%
33,33%
Berdasarkan data diatas diketahui jika pertumbuhan anggota koperasi cukup
signifikan. Terutama pada tahun 2012. Penghitungan pertumbuhan jumlah anggota
dengan melihat peersentase kenaikan jumlah anggota koperasi. Berdasarkan tabel di atas
diperoleh pada tahun 2013 persentase kenaikan anggota sejumlah 16,21%. Berdasarkan
tabel 8 pada lampiran 3 bobotnya sebesar 2.
Kepuasan Pelanggan
Menurut Paul Szwarc (2002 : 92) setidaknya ada 7 dimensi kepuasan pelanggan, yaitu
: “Company image, customer overall of service, Recent Contact experience, complaining
handling, employee behavior, customer advocacy, customer willingness to repurchase.”
Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui jika dimensi kepuasan pelanggan, yaitu
image perusahaan, keseluruhan pelayanan terhadap pelanggan, tingkat keseringan
berhubungan dengan perusahaan, penanganan komplain, prilaku pegawai, dukungan
pelanggan, tingkat pembelian kembali.
Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah untuk anggota koperasi
adalah 182 dan sampel untuk mahasiswa Unindra adalah 270.
Secara keseluruhan dari 20 item pernyataan didapatkan 21,76% menjawab sangat
puas, 38,19% menjawab puas, 24,95 % menjawab kurang puas, 9,9% menjawab tidak
puas dan 4,97% menjawab sangat tidak puas.
Selanjutnya untuk mengetahui bobot tingkat kepuasan pelanggan anggota koperasi
Unindra dihitung berdasarkan nilai rata-rata yang dipilih oleh responden. Oleh karena
jawaban yang berbobot 5 sebanyak 792, berbobot 4 sebanyak 1390, berbobot 3 sebanyak
908, berbobot 4 sebanyak 360 dan berbobot 5 sebanyak 181, maka penghitungan akhir
bobot tingkat kepuasan pegawai koperasi Unindra adalah sebagai berikut :
792 5 + 1390 4 + 908 3 + 360 2 + (181 1)
= 3,61
182 20
35
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
Jika bobot kepuasan pelanggan adalah 3,61, maka skor akhir tingkat kepuasan pelanggan
anggota koperasi Unindra dengan mengacu kepada daftar skor penilaian tingkat kepuasan
pegawai yang tertera lampiran 3 tabel 7 adalah sebesar 2,5 %.
Secara keseluruhan dari 20 item pernyataan didapatkan 21,59% menjawab sangat
puas, 32,22% menjawab puas, 34,61 % menjawab kurang puas, 8,96% menjawab tidak
puas dan 2,61% menjawab sangat tidak puas.
Selanjutnya untuk mengetahui bobot tingkat kepuasan pelanggan anggota koperasi
Unindra dihitung berdasarkan nilai rata-rata yang dipilih oleh responden. Oleh karena
jawaban yang berbobot 5 sebanyak 1166, berbobot 4 sebanyak 1740, berbobot 3
sebanyak 1869, berbobot 4 sebanyak 484 dan berbobot 5 sebanyak 141, maka
penghitungan akhir bobot tingkat kepuasan pegawai koperasi Unindra adalah sebagai
berikut :
1166 5 + 1740 4 + 1869 3 + 484 2 + (141 1)
= 3,61
270 20
Jika bobot kepuasan pelanggan adalah 3,61, maka skor akhir tingkat kepuasan
pelanggan anggota koperasi Unindra dengan mengacu kepada daftar skor penilaian
tingkat kepuasan pegawai yang tertera lampiran 3 tabel 7 adalah sebesar 2,5 %. Hal ini
berarti tidak terdapat perbedaan yang besar antara kepuasan pelanggan anggota dan
mahasiswa.
Tabel 5.3
Pengukuran Dan Skor Perspektif Pelanggan Koperasi Unindra Tahun 2013
No
Pengukuran
Skor %
1 Pertumbuhan Pelanggan
2
2 Kepuasan Pelanggan Anggota
2,5
3 Kepuasan Pelanggan Mahasiswa
2,5
Jumlah
7
A. Perspektif Proses Bisnis Internal
Inovasi
Agar dapat sejajar dan memenangkan persaingan dalam dunia usaha koperasi mutlak
diperlukannya inovasi. Peneliti mencermati proses inovasi yang dapat dilakukan oleh
koperasi adalah seberapa banyak pertambahan barang dan jasa yang ditawarkan oleh
koperasi. Beerdasarkan data yang diperoleh maka dapat diketahui sebagai berikut :
Tabel 5.4
Pertambahan Barang dan Jasa Yang Dijual Koperasi Unindra
Tahun
Produk Barang
dan Jasa
2011
2012
2013
90
131
202
Pertambahan
Jumlah
41
71
%
31,29
73,17
Jika bobot proses inovasi pada tahun 2013 adalah,34,30 % maka skor akhir tingkat
kepuasan pegawai koperasi Unindra dengan mengacu kepada daftar skor penilaian tingkat
kepuasan pegawai yang tertera lampiran 3 tabel 4 adalah sebesar 2 %.
36
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
Proses Operasi
Proses operasi pada koperasi adalah efisiensi hasil perbandingan penggunaan dana
operasional dengan pendapatan koperasi selama satu tahun
Tabel 5.5
Efisiensi Proses Operasional Koperasi
Biaya
Rasio
Tahun
Pendapatan
Operasional
( %)
2011 44.131.960
1.183.937.980 3,73%
2012 154.696.218 2.458.272.415 6,29%
2013 310.344.321 3.320.943.981 9,34%
Penghitungan dana operasional dengan pendapatan koperasi akan mencerminkan
efisiensi dari proses operasi yang dilakukan. Apabila semakin kecil rasio yang dihasilkan
maka semakin efisien. Artinya dengan biaya operasional seminimal mungkin
menghasilkan pendapatan yang maksimal. Berdasarkan data tersebut di atas diketahui jika
tahun 2011 merupakan tahun yang paling efisien tetapi menjadi tahun dengan pendapatan
terendah. Sedangkan pada tahun 2013 menjadi tahun dengan pendapatan tertinggi tetapi
biaya operasionalnya pun tinggi.
Jika bobot proses operasi tahun 2013 adalah 9,34 % maka skor akhir tingkat kepuasan
pegawai koperasi Unindra dengan mengacu kepada daftar skor penilaian tingkat kepuasan
pegawai yang tertera lampiran 3 tabel 5 adalah sebesar 5 %.
Pelayanan Purna jual
Pada bagian ke tiga peneliti hanya memberikan 2 item pernyataan yang tergabung ke
dalam angket kepuasan pelanggan. Kedua item pernyataan tersebut, yaitu kepuasan
pelanggan terhadap pergantian barang rusak dan kepuasan terhadap proses pembayaran.
Tabel 5.6
Kepuasan Pelanggan Dalam Proses Purna Jual
No
1
2
Pernyataan
Tingkat
kepuasan
pergantian barang
Tingkat kepuasan
pembayaran
Jumlah
Jawaban
3
4
5
Total
1
2
5
13
87
110
10
225
3
14
99
101
8
225
8
27
186
211
18
450
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui jika mayoritas pelanggan berada pada posisi
puas dalam proses pelayanan purna jual. Hal ini berarti proses pelayan yang diberikan
Koperasi Unindra masih perlu untuk ditingkatkan.
Selanjutnya untuk mengetahui bobot tingkat kepuasan pelanggan dalam
proses purna jual Koperasi Unindra dihitung berdasarkan nilai rata-rata yang dipilih oleh
responden. Oleh karena jawaban yang berbobot 1 sebanyak 8, berbobot 2 sebanyak 27,
berbobot 3 sebanyak 186, berbobot 4 sebanyak 211 dan berbobot 5 sebanyak 18, maka
penghitungan akhir bobot tingkat kepuasan pegawai koperasi Unindra adalah sebagai
berikut :
18 5 + 211 4 + 1869 3 + 27 2 + (8 1)
= 3,45
225 2
Jika bobot proses pelayanan purna jual adalah 3,45 maka skor akhir tingkat kepuasan
pegawai koperasi Unindra dengan mengacu kepada daftar skor penilaian tingkat kepuasan
pegawai yang tertera lampiran 3 tabel 6 adalah sebesar 1,6 %.
37
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
Tabel 5.7
Pengukuran Dan Skor Perspektif Proses Bisnis Internal Koperasi Unindra Tahun 2013
No
Pengukuran
Skor %
1
Inovasi
2
2
Proses Operasi
5
3
Pelayanan Purna jual
1,6
Jumlah
8,6
B. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Kepuasan pegawai
Dalam melakukan pengukuran kepuasan pegawai Koperasi Kaaryawan dan Dosen
Universitas Indraprasta PGRI peneliti menggunakan Minnesota Satisfaction
Questionnaire (David J. Weiss, dkk., 1967 : 1) yang di dalamnya terdapat 20 item
pertanyaan. Dari masing-masing pertanyaan tersebut peneliti menyediakan lima pilihan
jawaban, yaitu 1). Sangat tidak puas 2). Tidak puas 3). Netral 4). Puas 5). Sangat puas.
Jawaban dari pertanyaan tersebut diukur menggunakan skala likert. Adapun ke 20 item
pertanyaan tersebut adalah berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut :
“Kemampuan, pencapaian, aktivitas, kemajuan, otoritas, kebijakan perusahaan,
kompensasi, rekan kerja, kreativitas, independensi, nilai moral, pengenalan,
tanggungjawab, keamanan, jasa sosial, status sosial, supervisi hubungan antar manusia,
supervisi teknikal, variasi kerja, kondisi kerja.”
Angket kepuasan kerja pegawai koperasi Unindra terdiri atas 5 jawaban pilihan
yang massing-masing diberikan skor (1) Sangat Puas, (2) Puas, (3) Kurang Puas, (4)
Tidak Puas, (5) Sangat Tidak Puas. Secara keseluruhan dari 20 item pernyataan
didapatkan 53% menjawab sangat puas, 30% menjawab puas dan 17 % menjawab kurang
puas.
Selanjutnya untuk mengetahui bobot tingkat kepuasan pegawai koperasi Unindra
dihitung berdasarkan nilai rata-rata yang dipilih oleh responden. Oleh karena jawaban
yang berbobot 1 sebanyak 53, berbobot 2 sebanyak 30, berbobot 3 sebanyak 17, berbobot
4 sebanyak 0 dan berbobot 5 sebanyak 0, maka penghitungan akhir bobot tingkat
kepuasan pegawai koperasi Unindra adalah sebagai berikut :
53 5 + 30 4 + 17 3 + 0 2 + (0 1)
= 4,36
5 20
Jika bobot kepuasan pegawai adalah 4,36, maka skor akhir tingkat kepuasan pegawai
koperasi Unindra dengan mengacu kepada daftar skor penilaian tingkat kepuasan pegawai
yang tertera lampiran 3 tabel 1 adalah sebesar 9 %
Retensi pegawai
Retensi pegawai adalah tingkat kebetahan pegawai untuk tetap bekerja disuatu
perusahaan. Pentingnya pengukuran aspek ini adalah sumberdaya manusia merupakan
aset perusahaan dalam investasi jangka panjang. Pergantian pegawai juga akan
menimbulkan biaya yang besar dalam perekrutan pegawai baru. Rumus untuk
menghitung Indeks Retensi Pegawai (IRP), yaitu :
=
100
38
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
Tabel 5.8
Tingkat Retensi Pegawai
Tahun Jumlah Karyawan Indeks
Pegawai
Keluar
2011
2
0
2012
3
0
2013
5
1
20
Berdasarkan tabel di atas pada tahun 2011 dan 2012 tidak terjadi perputaran pegawai
hanya pada tahun 2013 sebesar 20. Berdasarkan perhitungan bobot retensi karyawan
tersebut dia atas maka dapat diketahui jika skor akhir tingkat retensi pegawai koperasi
Unindra pada lampiran 3 tabel 2 adalah 2,2 %.
Peningkatan Produktivitas pegawai
Produktivitass pegawai dapat diketahui dari perbandingan antara total pendapatan
pertahun dengan jumlah karyawan pada tahun yang sama.
=
Tabel 5.9
Tabel Produktivitas Pegawai Koperasi
Tahun
2011
2012
2013
Jumlah
pegawai
2
3
4
Laba Operasional
90.327.753
200.527.271
255.479.247
Produktivitas
pegawai
(Rp/orang)
45.163.876,5
66.842.423,67
63.869.811
Perubahan
(Rp)
Rp
%
21.678.547,17
32,43%
-2.972.611,92
-4,65%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui jika tahun 2012 terjadi kenaikan laba dan
produktivitas pegawai sebesar 32,43 % dan pada tahun 2013 terjadi penurunan sebesar 4,65%. Dapat disimpulkan jika pada tahun 2012 merupakan tahun yang paling produktif
bagi pegawai koperasi sedangkan pada tahun 2013 terjadi penurunan produktivitas
pegawai. Berdasarkan perhitungan bobot peningkatan produktivitas pegawai tersebut dia
atas didapatkan angka -4,65 % maka dapat diketahui jika skor akhir tingkat produktivitas
pegawai koperasi Unindra pada lampiran 3 tabel 3 adalah 0.
Tabel 5.10
Pengukuran Dan Skor Perspektif Belajar Dan Bertumbuh Koperasi Unindra Tahun 2013
No
Pengukuran
Skor %
1
Kepuasan pegawai
9
2
Retensi pegawai
2,2
3
Produktivitas Pegawai
0
Jumlah
11,2
D. Tingkat Kinerja Koperasi Karayawan Dan Dosen Universitas Indraprasta
Dari hasil analisis dan interpretasi data atas keempat perspektif pengukuran kinerja
suatu perusahaan yang didasarkan pada pendekatan Balanced Scorecard untuk tahun
2013 dapat dilihat pada tabel 5.14 dibawah ini
39
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
Tabel 5.11
Pengukuran Dan Skor Seluruh Perspektif Balanced Scorecard Koperasi Unindra Tahun
2013
No
Perspektif
Perspektif Keuangan :
Current ratio
1
Total Debt to Asset Ratio
Net Profit Margin
Perspektif Pelanggan :
Pertumbuhan Pelanggan
2 Kepuasan Pelanggan Anggota
Kepuasan Pelanggan
Mahasiswa
Perspektif Proses Bisnis
Internal :
3 Inovasi
Proses Operasi
Pelayanan Purna Jual
Pertumbuhan Dan
Pembelajaran :
4 Kepuasan pegawai
Retensi pegawai
Produktivitas Pegawai
Jumlah
Skor
%
Total
skor
5
10
10
25
2
2,5
7
2,5
2
5
1,6
9
2,2
0
8,6
11,2
51,8
Untuk mengetahui tingkat kinerja Koperasi Karyawan dan Dosen Universitas
Indraprasta PGRI tahun 2013, maka total skor kinerja Koperasi Karyawan dan Dosen
Universitas Indraprasta PGRI yang telah ditunjukkan dalam tabel 5.14 selanjutnya
dilakukan penilaian dengan cara mengadopsi cara penilaian tingkat kesehatan suatu
perusahaan yang ada dalam keputusan Menteri Keuangan RI No. 198/KMK.016/1998.
Adapun penilaian tingkat kesehatan perusahaan menurut SK. Menkeu tersebut adalah
sebagai berikut :
a. SEHAT, yang terdiri dari :
AAA apabila Total Skor (TS) lebih dari 95
AA
apabila 80 < TS <= 95
A
apabila 65 < TS <= 80
b. KURANG SEHAT, yang terdiri dari :
BBB apabila 50 < TS <= 65
BB
apabila 40 < TS <= 50
B
apabila 30 < TS <= 40
c. TIDAK SEHAT, yang terdiri dari :
CCC apabila 50 < TS <=65
CC
apabila 40 < TS <= 50
C
apabila TS < = 10
Jika penilaian tingkat-tingkat kesehatan perusahaan tersebut di atas di atas diterapkan
ke dalam seluruh penilaian perspektif kinerja meenurut pendekatan Balanced Scorecard
maka total skor kinerja Koperasi Karyawan dan Dosen Universitas Indraprasta PGRI
pada tahun 2013 yang berjumlah 51,8 % dapat dikategorikan sebagai badan usaha yang
memiliki tingkat kesehatan kurang sehat (BB).
Analisis hasil FGD pada saat penyusunan laporan kemajuan penelitian ini masih
berlangsung. FGD pertama akan dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 2014. Jadi belum
40
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
bisa memberikan kesimpulan apakah Balanced Scorecard dapat diimplementasikan di
koperasi.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data yang telah dilakukan terhadap
Koperasi Karyawan dan Dosen Universitas Indraprasta PGRI maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Kinerja Koperasi Karyawan dan Dosen Universitas Indraprasta PGRI tahun 2013
yang diukur dengan pendekatan Balanced Scorecard berjumlah 51,8 % dapat
dikategorikan sebagai badan usaha yang memiliki tingkat kesehatan kurang sehat
(BB).
2. Implementasi Balanced Scorecard di koperasi belum dapat disimpulkan bisa atau
tidak karena saat laporan kemajuan disusun belum dilakukan FGD.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis, interpretasi data dan kesimpulan yang telah dilakukan
terhadap Koperasi Karyawan dan Dosen Universitas Indraprasta PGRI maka tim penelitti
memberikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Dilihat dari perspektif belajar dan bertumbuh, tim peneliti menyarankan agar pihak
pengurus koperasi diharapkan untuk mencari lokasi atau tempat baru. Hal ini
disebabkan lokasi yang ada saat ini tidak cukup menampung jumlah barang dan jasa
yang ada. Hal ini mengakibatkan produktivitas pegawai koperasi menurun. Dengan
adanya lokasi baru yang lebih luas diharapkan jadi pemicu peningkatan produktivitas.
2. Dilihat dari perspektif proses bisnis internal, tim peneliti menyarankan agar
menambah jenis usaha jasa yang ada. Karena hasil observasi yang dilakukan oleeh tim
peneliti jenis usaha jasa hanya sebatas simpan pinjam.
3. Dilihat dari perspektif pelanggan, tim peneliti menyarankan agar menerima anggota
yang berasal dari mahasiswa. Hal ini dinilai perlu dilakukan agar menambah jumlah
modal koperasi untuk mengembangkan usaha.
4. Dilihat dari perspektif keuangan, tim peneliti menyarankan agar meningkatkan aspek
current ratio dengan cara menambah banyak aset lancar dan koperasi lebih menerima
dana pinjaman jangka panjang.
41
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Anonim. 2012. Buku Keanggotaan Karyawan dan Dosen Universitas Indraprasta PGRI
Anthony A. Atkinson, Rajiv D. Banker, Robert S. Kaplan, & S. Mark Young. 1997.,
Management Accounting. Edisi kedua, (New Jersey : Prentice Hall, Inc.).
Heru Kurnianto Tjahjono. 2004., Budaya Organisasional dan Balanced Scorecard,
(Yogyakarta : UPFE-UMY).
Jonathan Sarwono. 2011. Mixed Methods : Cara Menggabungkan Riset Kuantitatif dan
Riset KualitatifSecara Benar. (Jakarta : Elex Media Komputindo).
Ninik Widiyanti. 1996. Manajemen Koperasi. (Jakarta : PT Rineka Cipta)
Paul Szwarc. 2002. Researching Customer Satisfaction & Loyalty. (London : The Market
Research Societ).
Robert S. Kaplan dan David P. Norton. 1996., The Balance Scorecard : Translating
Strategy into Action, (Massachusetts : Harvard Busines School Press).
Sari Wahyuni. 2012. Qualitative Research Methode. (Jakarta : Salemba Empat).
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Bandung :
Alfabeta)
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. (Bandung : Alfabeta)
Sugiyono. 2013. Statistika Untuk Penelitian. (Bandung : Alfabeta)
Jurnal dan Makalah
Bella Devita Puteri Wardani, Hari Susanta dan Agung Budiatmo. 2012. Analisis
Balanced Scorecard pada Koperasi Karyawan Krama Yudha Ratu Motor Jakarta.
Jurnal Ilmu Administrasi Bisnis (Semarang : Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis,
UNDIP).
David J. Weiss, Rene V. Dawis,dkk. 1967. Paper : Minnesota Satisfaction
Questionnaire.Washington : University Of Minnesota) di akses tanggal 10 Juni
2014 di situs
https://www.psych.umn.edu/psylabs/vpr/pdf_files/Monograph%20XXII%20%20Manual%20for%20the%20MN%20Satisfaction%20Questionnaire.pdf
Johannes. 2009., Makalah : Balanced Scorecard Konsep dan Implementasi : Sebagai
Strategi Perusahaan, Diseminarkan Pada Seminar Ekonomi Juli 2009.
Martaulina Sagala, Made Antara dan Wayan Ginarsa. 2012. Kinerja Koperasi Unit Desa
Ulun Tanjung Desa Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung
(Ditinjau dari Balanced Scorecard). E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata Vol.1,
No. 2, Oktober 2012. ISSN : 2301-6523.
Pariaman Sinaga. 2004. Balanced Scorecard Sebagai Pengukur Kinerja Koperasi dan
UKM, Apa Mungkin?. Jurnal Infokop Nomor 25 Tahun XX, 2004
Paula Vola, Laura Broccardo dan Elisa Truant. 2009. Performance Measurament Under
Balanced Scorecard: The Case Study of a Cooperative Credit Bank In Piedmont,
Economia Aziendale Online. Turin, Italia.
Situs Internet
http://m.antarakalbar.com/berita/309231/menkop-tahun-2013-jumlah-koperasiditargetkan-200000-unit
Prijambodo. TT. Balance Scorecard (BSC) Pada Koperasi Peningkatan kemampuan SDM
koperasi dalam penyusunan rencana (program) kerja koperasi.
http://www.depkop.go.id
42
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA DAN SERAPAN TENAGA
KERJA
DI DKI JAKARTA
Oleh :
Novita Delima Putri
Fadillah Hisyam
Dosen Universitas Indrapasta PGRI, Jakarta
Email ; novita111100@yahoo.com
Email ; fadillahhisyam@yahoo.com
Abstrak
Salah satu indikator keadaan sosial ekonomi satu wilayah adalah keadaan
ketenagakerjaan, tingkat kesempatan kerja di DKI Jakarta dari tahun 2011
sampai dengan 2013 terus mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan
adanya peningkatan jumlah penduduk usia kerja yang bekerja terus meningkat.
Disisi lain dalam pekembangannya sektor jasa memiliki peran yang sangat
signifikan dalam perekonomian dunia begitu juga di DKI Jakarta.
Dengan menggunakan data skunder yang berasal dari instansi terkait, kajian
akan mendeskripsikan temuan berupa data skunder yang meliputi gambaran
umum propinsi DKI Jakarta, PDRB DKI Jakarta 3 tahun terakhir berdasarkan
sektor usaha, dan serapan tenaga kerja berdasarkan sektor usaha.
Kajian ini bertujuan untuk memberikan gambaran pertumbuhan sektor jasa di
DKI Jakarta yang diiringi dengan besarnya sektor jasa dalam penyerapan tenaga
kerja di DKI Jakarta, mengingat masalah ketenagakerjaan merupakan
permasalahan yang dihadapi oleh hampir semua negara berkembang seperti
salah satunya Indonesia.
Key words : Sektor jasa, Ketenagakerjaan, DKI Jakarta
LATAR BELAKANG
Sektor jasa memiliki peran yang sangat signifikan dalam perekonomian
dunia. Di negara maju seperti Amerika Serikat, sektor jasa berkontribusi terhadap
sekitar 80% Produk Domestik Bruto (PDB) dan lebih dari 50% total pengeluaran
konsumen dibelanjakan untuk jasa (Kotler, 2000). Selain itu, jasa juga merupakan
salah satu sumber lapangan kerja. Pekerjaan dalam sektor jasa di Amerika Serikat
diperkirakan mencapai 79% dari total lapangan kerja dan diprediksi akan
menyediakan sekitar 90% dari keseluruhan lapangan kerja baru pada dekade awal
abad 21 (Kotler, 2000).
Kecenderungan perkembangan sektor jasa memiliki perbedaan dinegara
maju dan negara berkembang. Di negara maju perkembangan sektor jasa
didominasi oleh sektor-sektor yang membutuhkan ketrampilan dan teknologi
tinggi, sementara di negara berkembang relatif didominasi oleh sektor-sektor yang
membutuhkan ketrampilan rendah. Salah satu sektor jasa yang cukup pesat
perkembangannya adalah sektor jasa transportasi khususnya kendaraan umum
(Murdiono, 2006)
43
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
Di DKI Jakarta Besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan
I/2013 mencapai Rp 293,81 triliun. Dari sisi lapangan usaha, peranan tiga sektor
utama yakni sektor keuangan- real estate - jasa perusahaan, sektor perdagangan –
hotel - restoran, serta sektor industri pengolahan terhadap struktur perekonomian
DKI Jakarta sekitar 64,1 persen (Bps Propinsi DKI Jakarta, 2013), dengan
demikian sektor jasa merupakan sektor yang cukup menjanjikan di DKI Jakarta.
Salah satu indikator keadaan sosial ekonomi sutu wilayah adalah keadaan
ketenagakerjaan. Dalam periode 2011-2013, penduduk usia kerja (15 tahun ke
atas) di DKI Jakarta meningkat. Dalam kurun waktu tersebut, tingkat partisipasi
angkatan kerja berfluktuasi yaitu dari 69,36 persen di tahun 2011 menjadi 70,83
persen di tahun 2012. Kemudian di tahun 2013 menurun 2,39 poin menjadi 68,44
persen (mengalami penurunan sebanyak 119,28 ribu)(BPS DKI Jakarta, 2013).
Demikian juga tingkat kesempatan kerja di DKI Jakarta dari tahun 2011 sampai
dengan 2013 terus mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan adanya
peningkatan jumlah penduduk usia kerja yang bekerja terus meningkat dari 89,20
persen di tahun 2011 menjadi 89,20 persen di tahun 2012, dan di tahun 2013 naik
lagi menjadi 90,06 persen. Tingginya persentase kesepatan kerja ini menunjukan
bahwa sebagian besar dari angkatan kerja terserap ke dalam pasar tenaga kerja.
Berdasarkan uraian diatas, kajian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
pertumbuhan sektor jasa di DKI Jakarta yang diiringi dengan besarnya sektor jasa
dalam penyerapan tenaga kerja di DKI Jakarta, mengingat masalah
ketenagakerjaan merupakan permasalahan yang dihadapi oleh hampir semua
negara berkembang seperti salah satunya Indonesia.
MOTODOLOGI
Data yang digunakan dalam kajian adalah data skunder yang berasal dari
instansi terkait. Data skunder tersebut akan memberikan gambaran perkembangan
sektor jasa dan perkembangan serapan tenaga kerja pada sektor jasa. Kajian akan
mendeskripsikan temuan berupa data skunder yang meliputi gambaran umum
propinsi DKI Jakarta, PDRB DKI Jakarta 3 tahun terakhir berdasarkan sektor
usaha, dan serapan tenaga kerja berdasarkan sektor usaha.
PEMBAHASAN
Gambaran Umum Propinsi DKI Jakarta
DKI Jakarta sebagai ibukota Republik Indonesia memegang fungsi dan
peranan yang sangat penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara.
Kota Jakarta merupakan ibukota negara Republik Indonesia yang memiliki status
sebagai Daerah Khusus Ibukota dengan luas wilayah 650 km2. Wilayah
Administrasi Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi lima wilayah kota
Administrasi dan 1 (satu) Kabupaten Administrasi, yakni kota Jakarta Selatan
dengan luas daratan 145,73 , Jakarta Timur dengan luas daratan 187,73, Jakarta
Pusat dengan luas daratan 47,90, Jakarta Barat dengan luas daratan 126,15 dan
Jakarta Utara dengan luas daratan 142,40, serta Kabupaten Administrasi dengan
luas daratan 11,81 (BPS, Jakarta dalam angka 2010). DKI Jakarta pada sebelah
utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan kota
Depok-Jawa Barat, wilayah timur berbatasan dengan kota Bekasi sedangkan
wilayah barat berbatasan langsung dengan kota Tangerang-Banten.
44
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
DKI Jakarta merupakan propinsi yang memiliki kepadatan penduduk
cukup tinggi, hal ini terkait fungsi DKI Jakarta sebagai ibu kota dan pusat
ekonomi yang meyebabkan tingginya tingkat urbanisasi di DKI Jakarta.
Table 1. Banyaknya Penduduk Berdasarkan Hasil Registrasi Menurut Wilayah di
Provinsi DKI Jakarta
Wilayah
2007
2008
2009
Kepulauan Seribu
839.637
22.705
21.818
Jakarta Selatan
1.919.366
1.748.251
1.894.889
Jakarta Timur
1.578.687
2.195.300
2.623.288
Jakarta Pusat
1.214.250
813.905
924.679
Jakarta Barat
1.376.203
1.635.246
1.635.645
Jakarta Utara
626.318
1.201.431
1.422.838
DKI Jakarta
7.554.461
7.616.838
8.523.157
Sumber
: Dinas Kependudukan Provinsi DKI Jakarta, 2012
2010
21.940
1.894.236
2.629.369
921.563
1.634.733
1.422.311
8.524.152
Pada tahun 2008, 2009 dan 2010 Jakarta timur merupakan wilayah dengan
kepadatan penduduk yang cukup tinggi, di ikuti oleh Jakarta Selatan dan Jakarta
Barat. Hal ini terkait dengan mulai bergesernya pembangunan ke daerah – daerah
pinggiran DKI Jakarta dan daerah – daerah penyangga DKI Jakarta seperti Depok
yang berbatasan langsung dengan Jakarta Selatan, Tangerang yang berbatasan
dengan Jakarta Barat dan Bekasi yang berbatasan dengan Jakarta Timur. Ini
menjadi sebuah konsekuensi logis bagi kawasan sekitar DKI Jakarta bahwa
masalah kependudukan bukan hanya masalah di DKI Jakarta tapi kelak akan
merambat ke wilayah sekitar DKI Jakarta.
Permasalahan Ketenagakerjaan di DKI Jakarta
Persoalan kependudukan di DKI Jakarta pada dasarnya adalah jumlah
penduduk yang terlalu besar jika dibanding dengan daya tampung wilayah dan
pelayanan yang bisa diberikan oleh kota. Besarnya jumlah penduduk ini antara
lain disebabkan oleh tingginya angka kelahiran serta banyaknya pendatang dari
luar daerah ke Provinsi DKI Jakarta. Hal ini menjadi masalah ketika kota tidak
mampu untuk menyediakan fasilitas kehidupan yang layak bagi pendatang dan
keluarga kurang mampu dengan angka kelahiran yang tinggi. Sehingga akhirnya
mereka harus tinggal di permukiman yang padat dengan kualitas lingkungan
hidup yang tidak sehat.
Berkait dengan masalah kependudukan di Provinsi DKI Jakarta, masalah
ketenagakerjaan yang muncul adalah pengangguran dan kualitas tenaga kerja yang
masih belum memadai atau tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan pekerjaan
yang tersedia. Persoalan semacam ini tentu saja menjadi kendala pembangunan
Provinsi DKI Jakarta yang dituntut memiliki sumber daya manusia yang produktif
dan efektif dalam bekerja, terutama dalam era perdagangan bebas AFTA 2013.
Beberapa masalah yang menonjol yaitu (BPLHD Provinsi DKI Jakarta; 2012) :
1. Tingginya tingkat pengangguran.
2. Pencari kerja melebihi ketersediaan lapangan kerja.
3. Ketidaksesuaian antara kualitas angkatan kerja dengan persyaratan lapangan
kerja.
4. Penduduk Provinsi DKI Jakarta kurang berminat jadi TKI.
5. Ketaatan terhadap peraturan ketenagakerjaan masih rendah.
45
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
Gambaran umum tentang keadaan kependudukan dan ketenagajerjaan di
DKI Jakarta dapat dilihat dari table berikut.
Tabel 2.
Statistik Ketenagakerjaan DKI Jakarta
Uraian
Penduduk Usia 15 thn keatas
Angkatan Kerja
Penduduk Bekerja
Penganggur
TPAK (%)
Tingkat Pengangguran (%)
Bekerja (%)
UMP (ribu)
2011
2012
2013
7 415,69
5 143,83
4 588,42
555 ,41
69,36
10,80
89,20
1 290
7 464,44
5 283,23
4 716,72
566,51
70,83
10,72
89,28
1 529
7 545,04
5 163,95
4 650,78
513,17
68,44
9,94
90,06
2 200
Sumber : Sakernas 2011-2013, diolah
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa tingkat pengangguran mengalami
penurunan pada tahun 2013 yaitu sebesar 9,94 persen lebih rendah dibanding
tahun sebelumnya yang sebesar 10,72 pada tahun 2012 dan 10,80 persen pada
tahun 2011. Untuk pendapatan pekerja secara keseluruhan dapat dilihat bahwa
UMP tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 43,89 persen dibanding tahun
sebelumnya.
Provinsi DKI Jakarta yang berperan ganda baik sebagai pemerintahan
daerah juga sebagai Ibu Kota Negara memiliki kompleksitas permasalahan
terutama dibidang pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Walaupun demikian
sangat dipahami dalam proses realisasi pembangunan tersebut (pra-konstruksi,
konstruksi, dan operasional) dipastikan akan menimbulkan dampak negatif dan
dampak positif yang besar ataupun yang penting bagi lingkungan hidup
disekitarnya, namun demikian bukan berarti pembangunan terhambat maka yang
perlu dilakukan adalah pengelolaan pembangunan yang ramah lingkungan.
Pertumbuhan Ekonomi di DKI Jakarta
Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II/2013 secara umum lebih baik
bila dibandingkan dengan kondisi triwulan I/2013(q to q), hampir semua sektor
mulai mengalami peningkatan kapasitas produksi. Hal ini ditunjukkan dengan
pertumbuhan positif yang dicapai oleh semua sektor ekonomi, kecuali sektor
pertambangan - penggalian, dengan besaran pertumbuhan diatas 1 persen.
Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor konstruksi, yaitu sebesar 3,6
persen. Setelah itu diikuti oleh sektor perdagangan – hotel - restoran dengan
pertumbuhan sebesar 3,1 persen, sektor pengangkutan - komunikasi sebesar 1,9
persen, sektor industri pengolahan dan sektor jasa – jasa yang masing – masing
sebesar 1,8 persen, sektor keuangan - real estat- jasa perusahaan sebesar 1,3
persen, sektor listrik, Gas, air bersih sebesar 0, 6 persen, dan sektor pertanian
sebesar 0, 2 persen. Sementara sektor pertambangan - penggalian tumbuh dibawah
nol persen yaitu minus 0,4 persen.
PDRB triwulan II/2013 bila dibandingkan dengan triwulan yang sama
tahun sebelumnya (y on y) mencerminkan perubahan tanpa dipengaruhi oleh
faktor musim. PDRB DKI Jakarta secara total tumbuh 6,3 persen. Pertumbuhan
tertinggi dicapai oleh sektor pengangkutan - komunikasi, yakni sebesar 11,4
46
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
persen, kemudian diikuti oleh sektor jasa - jasa sebesar 7,4 persen, sektor
perdagangan – hotel - restoran sebesar 7,2 persen, sektor konstruksi sebesar 6,3
persen, sektor keuangan - real estat - jasa perusahaan sebesar 5,4 persen, sektor
listrik – gas - air bersih sebesar 2,6 persen, sektor industri pengolahan sebesar 1,5
persen, dan sektor pertanian sebesar 0,7 persen. Sementara sektor pertambangan
- penggalian tumbuh di bawah nol persen, yaitu sebesar minus 0,7 persen (Berita
Resmi Statistik Provinsi DKI Jakarta; 2013)
Serapan Tenaga Kerja sektor Jasa Di DKI Jakarta
Dalam periode 2011-2013, penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) di DKI
Jakarta meningkat. Dalam kurun waktu tersebut, tingkat partisipasi angkatan
kerja berfluktuasi yaitu dari 69,36 persen di tahun 2011 menjadi 70,83 persen di
tahun 2012. Kemudian di tahun 2013 menurun 2,39 poin menjadi 68,44 persen
(mengalami penurunan sebanyak 119,28 ribu).
Demikian juga tingkat kesempatan kerja di DKI Jakarta dari tahun 2011 sampai
dengan 2013 terus mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan adanya
peningkatan jumlah penduduk usia kerja yang bekerja terus meningkat dari 89,20
persen di tahun 2011 menjadi 89,20 persen di tahun 2012, dan di tahun 2013 naik
lagi menjadi 90,06 persen. Tingginya persentase kesepatan kerja ini menunjukan
bahwa sebagian besar dari angkatan kerja terserap ke dalam pasar tenaga kerja.
Fluktuasi jumlah serapan tenagakerja sejak tahun 2011 – 2013 untuk
masing masing sektor dapat dilihat dari table berikut.
Tabel. 3
Serapan tenagakerja berdasarkan sektor
Uraian
2011
Bekerja di Sektor A (%)
1,00
Bekerja di Sektor M (%)
18,95
Bekerja di Sektor S (%)
80,05
Sumber : Sakernas 2011-2013, diolah
2012
2,63
17,09
80,28
2013
0,77
17,08
81,08
Berdasarkan pendekatan tiga sektor utama (Agriculture, Manufacture dan
Services), Sektor jasa-jasa (S) mendominasi dalam penyerapan tenaga kerja di
DKI Jakarta. Selama tahun 2011-2013 penyerapan tenaga kerja pada sektor ini
lebih dari 80 persen dan cenderung terus meningkat. Peningkatan sektor jasa-jasa
ini mengakibatkan penurunan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian dan
pertambangan. Pada tahun 2013 sektor jasa-jasa mampu menyerap sebesar 81,28
persen. Sementara itu sektor Manufacture (industri, konstruksi dan LGA)
menempati urutan kedua yaitu sebesar 17,08 persen. Sektor Agriculture (pertanian
dan pertambangan) hanya menyerap sebesar 0,77 persen (Statistik Daerah
Provinsi DKI Jakarta; 2013).
KESIMPULAN
Berdasarkan kajian dan uraian data diatas dapat diketahui bahwa sektor jasa
merupakan sektor yang sangat menjanjikan jika diukur dari besaran sumbangan
dalam meningkatkan PDRB DKI Jakarta. Keberhasilan pembangunan disebuah
daerah dapat diukur dari peningkatan ekonomi dan serapan tenagakerja. Terkait
dengan hal tersebut sektor jasa terbukti dapat menyerap tenaga kerja lebih tinggi
jika dibanding 2 sektor yang lain seperti sektor industri maupun sektor agri. Hal
ini dikarenakan sentra industri banyak dibangun di pinggiran kota DKI Jakarta
47
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
seperti daerah Tangerang dan Bekasi yang secara administratif bukan merupakan
bagian dari DKI Jakarta.
Sedangkan minimnya sumbangan sektor agri dalam penyerapan tenaga kerja
dikarenakan sektor ini memang sudah dianggap kurang potesial dikarenakan
minimnya lahan akibat banyaknya konfersi lahan untuk perumahan, perkantoran
dan pertokoan, selain itu minim juga sumber daya manusia yang minat untuk
mengembangkan sektor agri.
DAFTAR PUSTAKA
Berita Resmi Statistik Provinsi DKI Jakarta No. 37/08/31/Th. XV, 2 Agustus
2013.
Kotler, Philip. (2000). Marketing Management: Edisi Milenium, International
Edition. Prentice Hall. International, Inc, New Jersey.
Murdiono, Jatmiko (2006). Persepsi Konsumen Terhadap Pelayanan “Busway“
Trans Jakarta, Jurnal Ekubank, Vol. 3, Pages 12-17.
www.jakarta.go.id
www.jakarta.bps.go.id
48
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
INDEKS PENULIS DAN ARTIKEL
Journal Applied Business and Economics
Vol. 1, No. 20, September 2014
e-Marketing: Alternatif Dalam Pengembangan UMKM di Indonesia
Sumardi
Supply Demand Identification of Ecotourism Sector (Case Study: Bengkulu City)
Dhona Shahreza, Maria Wikantari, Dhian Tyas Untari
Redefinisi Bauran Pemasaran (Marketing Mix) 4P ke 4C (Studi Kasus Pada Universitas
Indraprasta PGRI)
Akhmad Sefudin
Kelembagaan Usaha Kecil Mikro Kecil dan Menengah Dalam Pembangunan Ekonomi
Masyarakat
Indra Suyahya
Implementasi Balanced Scorecard di Koperasi Karyawan dan Dosen Universitas
Indraprasta PGRI
Ari Sasmoko, Akhmad Sefudin, Hendro Prasetyono
Kajian Perkembangan Sektor Jasa Dan Serapan Tenaga Kerja Di Dki Jakarta
Novita Delima Putri, Fadillah Hisyam
49
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
PEDOMAN PENULISAN
Journal Applied Business and Economics
KETENTUAN UMUM
1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai dengan format yang
ditentukan.
2. Penulis mengirim tiga eksemplar naskah dan satu compact disk (CD) yang berisikan
naskah tersebut kepada redaksi. Satu eksemplar dilengkapi dengan nama dan alamat
sedang dua lainnya tanpa nama dan alamat yang akan dikirim kepada mitra bestari.
Naskah dapat dikirim juga melalui e-mail.
3. Naskah yang dikirim belum pernah diterbitkan di media lain
4. Naskah dan CD dikirim kepada Editorial Secretary
Journal Applied Business and Economics (JABE)
Jl. Nangka 58, Tanjung Barat Jagakarsa, Jakarta Selatan
Tlp : 021 87781300/ 021 7818718. Fax : 021 78835283
http://www.unindra.ac.id. Email : jabejournal@yahoo.co; khoirulumam77@yahoo.com
STANDAR PENULISAN
1. Naskah diketik menggunakan program Microsoft Word pada ukuran kertas A4 berat 80
gram, jarak 1,5 spasi, jenis huruf Times New Roman berukuran 12 point, margin kiri 4
cm, serta margin atas, kanan, dan bawah masing-masing 3 cm.
2. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan. Gambar dan tabel dikelompokkan bersama
pada lembar terpisah di bagian akhir naskah.
3. Angka dan huruf pada gambar, tabel, atau histogram menggunakan jenis huruf Times
New Roman berukuran 10 point.
4. Naskah ditulis maksimum sebanyak 10 halaman termasuk gambar dan tabel.
URUTAN PENULISAN NASKAH
1. Naskah hasil penelitian terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak,
Pendahuluan,
Materi dan Metode, Hasil, Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka.
2. Naskah kajian pustaka terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak,
Pendahuluan,
Masalah dan Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka.
3. Judul ditulis singkat, spesifik, dan informatif yang menggambarkan isi naskah maksimal
15 kata.
4. Nama Penulis ditulis lengkap tanpa gelar akademis disertai alamat institusi penulis dan email.
5. Abstrak ditulis dalam satu paragraf tidak lebih dari 200 kata menggunakan bahasa Inggris
atau bahasa Indonesia
6. Abstrak mengandung uraian secara singkat tentang tujuan, materi, metode, hasil utama,
dan simpulan yang ditulis dalam satu spasi.
7. Kata Kunci (Keywords) ditulis miring, maksimal 5 (lima) kata, satu spasi setelah abstrak.
8. Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan, dan pustaka yang mendukung. Dalam
mengutip pendapat orang lain dipakai sistem nama penulis dan tahun. Contoh: Umar
(2006); Sugiono dkk. (2004).
9. Materi dan Metode ditulis lengkap.
10. Hasil menyajikan uraian hasil penelitian sendiri. Deskripsi hasil penelitian disajikan
secara jelas.
50
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
11. Pembahasan memuat diskusi hasil penelitian sendiri yang dikaitkan dengan tujuan
penelitian (pengujian hipotesis). Diskusi diakhiri dengan simpulan dan pemberian saran
jika dipandang perlu.
12. Pembahasan (review/kajian pustaka) memuat bahasan ringkas mencakup masalah yang
dikaji.
13. Ucapan Terima Kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang membantu sehingga
penelitian dapat dilangsungkan, misalnya pemberi gagasan dan penyandang dana.
14. Daftar Pustaka
a) Hanya memuat referensi yang diacu dalam naskah dan ditulis secara alfabetik
berdasarkan huruf awal dari nama penulis pertama. Jika dalam bentuk buku, dicantumkan
nama semua penulis, tahun, judul buku, edisi, penerbit, dan tempat. Jika dalam bentuk
jurnal, dicantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, nama jurnal, volume, nomor
publikasi, dan halaman. Jika mengambil artikel dalam buku, cantumkan nama penulis,
tahun, judul tulisan, editor, judul buku, penerbit, dan tempat.
b) Diharapkan dirujuk referensi 10 tahun terakhir dengan proporsi pustaka primer (jurnal)
minimal 80%.
c) Hendaknya diacu cara penulisan kepustakaan seperti yang dipakai pada JABE berikut ini:
Jurnal
Yetton, Philip W., Kim D. Johnston, and Jane F. Craig. Summer 1994. “Computer-Aided
Architects: A Case Study of IT and Strategic Change.”Sloan Management Review: 57-67.
Buku
Paliwoda, Stan. 2004. The Essence of International Marketing. UK: PrenticeHall, Ince.
Prosiding
Pujaningsih, R.I., Sutrisno, C.L., dan Sumarsih, S. 2006. Kajian kualitas produk kakao
yang diamoniasi dengan aras urea yang berbeda. Di dalam: Pengembangan Teknologi
Inovatif untuk Mendukung Pembangunan Peternakan Berkelanjutan. Prosiding Seminar
Nasional dalam Rangka HUT ke-40 (Lustrum VIII) Fakultas Peternakan Universitas
Jenderal Soedirman; Purwokerto, 11 Pebruari 2006. Fakutas Peternakan UNSOED,
Purwokerto. Halaman 54-60.
Artikel dalam Buku
Leitzmann, C., Ploeger, A.M., and Huth, K. 1979. The Influence of Lignin on Lipid
Metabolism of The Rat. In: G.E. Inglett & S.I.Falkehag. Eds. Dietary Fibers Chemistry
and Nutrition. Academic Press. INC., New York.
Skripsi/Tesis/Disertasi
Assih, P. 2004. Pengaruh Kesempatan Investasi terhadap Hubungan antara Faktor Faktor
Motivasional dan Tingkat Manajemen Laba. Disertasi. Sekolah Pascasarjana S-3 UGM.
Yogyakarta.
Internet
Hargreaves, J. 2005. Manure Gases Can Be Dangerous. Department of Primary Industries
and Fisheries, Queensland Govermment. http://www.dpi.gld.gov.au/pigs/ 9760.html.
Diakses 15 September 2005.
51
Journal of Applied Business and Economics
Vol. 1. No. 20. September 2014
ISSN 2356-4849
Dokumen
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. 2006. Sleman Dalam Angka
Tahun 2005.
MEKANISME SELEKSI NASKAH
1. Naskah harus mengikuti format/gaya penulisan yang telah ditetapkan.
2. Naskah yang tidak sesuai dengan format akan dikembalikan ke penulis untuk diperbaiki.
3. Naskah yang sesuai dengan format diteruskan ke Editorial Board Members untuk ditelaah
diterima atau ditolak.
4. Naskah yang diterima atau naskah yang formatnya sudah diperbaiki selanjutnya dicarikan
penelaah (MITRA BESTARI) tentang kelayakan terbit.
5. Naskah yang sudah diperiksa (ditelaah oleh MITRA BESTARI) dikembalikan ke
Editorial Board Members dengan empat kemungkinan (dapat diterima tanpa revisi, dapat
diterima dengan revisi kecil (minor revision), dapat diterima dengan revisi mayor (perlu
direview lagi setelah revisi), dan tidak diterima/ditolak).
52