Jurnal Elementaria Edukasia
p-ISSN 2615-4625
e-ISSN 2655-0857
Volume 4, No. 1, April 2021, 42-54
DOI: 10.31949/jee.v4i1.2849
Analısıs Kesulıtan Belajar Membaca Sıswa Sekolah Dasar
Sri Wulan Anggraeni1*, Yayan Alpian2, Depi Prihamdani3, Devi Nurdini4
1Universitas Buana Perjuangan Karawang, Karawang, Indonesia
2Universitas Buana Perjuangan Karawang, Karawang, Indonesia
3Universitas Buana Perjuangan Karawang, Karawang, Indonesia
4Universitas Buana Perjuangan Karawang, Karawang, Indonesia
*Corresponding author: wulan.anggraeni@ubpkarawang.ac.id*
ABSTRACT
Learning to read is not easy, students are often faced with problems that are inside and outside themselves that
cause reading difficulties. This study aims to determine the causes of reading difficulties in elementary school
students and the implementation of tutoring and the results of the implementation of tutoring. This type of
research is a type of qualitative research with a descriptive type of research. Collecting data using the method of
observation, interviews, documentation, and data triangulation. The data analysis techniques used were data
reduction, data presentation, and conclusion / verification. The results showed that the difficulty of learning to
read in students was influenced by internal and external factors, namely students had not memorized the letters
AZ, had difficulty distinguishing letters that were almost the same, and had difficulty spelling letters, in addition
to aspects of the learning atmosphere that were less supportive and student family factors that made motivation
low student learning. Coaching is carried out in six stages, namely identification of cases, identification of
problems, problem analysis (diagnosis), estimation of alternative solutions to problems (prognosis), problem
solving actions, and evaluation of settlement results. The results of the implementation of tutoring have
increased, namely students can spell and be confident when learning takes place.
Keywords: difficulty learning to read; elementary school students
ABSTRAK
Belajar membaca tidaklah mudah, siswa seringkali dihadapkan pada permasalahan yang ada di
dalam dan di luar dirinya yang menyebabkan kesulitan membaca. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui penyebab kesulitan membaca pada siswa SD dan pelaksanaan bimbingan belajar serta
hasil pelaksanaan bimbingan belajar. Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan
jenis penelitian deskriptif. Pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara,
dokumentasi, dan triangulasi data. Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kesulitan belajar membaca pada siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yaitu siswa
belum hapal huruf AZ, sulit membedakan huruf yang hampir sama, dan sulit mengeja huruf, dalam
Selain itu aspek suasana belajar yang kurang mendukung dan faktor keluarga siswa yang membuat
motivasi belajar siswa rendah. Pembinaan dilakukan dalam enam tahapan, yaitu identifikasi kasus,
identifikasi masalah, analisis masalah (diagnosis), estimasi alternatif pemecahan masalah
(prognosis), tindakan pemecahan masalah, dan evaluasi hasil penyelesaian. Hasil dari pelaksanaan
bimbingan belajar mengalami peningkatan yaitu siswa dapat mengeja dan percaya diri saat
pembelajaran berlangsung.
Kata Kunci: kesulitan belajar membaca; siswa sekolah dasar
Pendahuluan
Kemampuan membaca penting dimiliki oleh setiap orang untuk untuk mendapatkan
ilmu dan menambah pengetahuan. Selain itu, membaca juga dapat menambah wawasan,
berpikir terbuka, pandai dalam berkomunikasi, dan mudah mendapatkkan ide sehingga akan
menjadikan seseorang lebih produktif.
42
Analısıs Kesulıtan Belajar Membaca Sıswa Sekolah
Anggraeni, Alpian, Prihamdani, Nurdini.
Pentingnya membaca perlu diterapkan pada anak-anak khusunya siswa sekolah dasar.
Kegiatan membaca dapat membuat siswa mengembangkan potensi, bakat dan meningkatkan
daya nalarnya, lebih konsentrasi dan lebih berprestasi. Siswa yang sering membaca akan
memiliki sumber informasi yang luas dan mampu mengolahnya sebagai ilmu pengetahuan
yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, kegiatan membaca
merupakan hal yang penting bagi kehidupan siswa karena dengan membaca begitu banyak
hal yang bisa siswa peroleh. Maka dari itu, perlu adanya pembiasaan membaca untuk siswa
sebagai modal di masa depannya.
Namun kenyataannya, minat baca pada siswa SD masih rendah. Dapat diamati di
lingkungan sekitar. Betapa sedikitnya anak yang pergi ke perpustakaan saat jam istirahat di
sekolah, atau baca-baca buku dilingkungan sekolah. Berdasarkan hasil studi " Most Littered
Nation in the Word yang dilakukan pada tahun 2016 oleh Central Connecticut State University
menyatakan bahwa Indonesia berada pada peringkat 60 dari 61 negara yang menjadi survey.
Dilihat dari infrasruktur yang mendukung kegiatan membaca, Indonesia menduduki
peringkat 34, di atas beberapa negara Eropa antara lain Jerman, Portugas, dan selandia baru.
Ini menunjukkan bahwa Indonesia masih belum optimal dalam menyiapkan dan
memanfaatkan infrastruktur yang ada.” (Parijem, 2017).
Rendahnya minat baca siswa akan mempengaruhi pada kemampuan membaca siswa.
Semakin tinggi minat siswa dalam membaca, maka semakin rajin dan terlatih pula siswa
dalam membaca dan memahami bahan bacaan. Namun sebaliknya jika siswa memiliki minat
baca yang rendah, maka siswa tidak akan tertarik dalam membaca dan sulit memahami bahan
bacaan. Amiliya Setiya Rina Harsono, dkk (Harsono, Fuady, & Saddhono, 2012)
mengungkapkan bahwa dalam proses membaca, minat baca sangat diperlukan. Sebab, siswa
akan membaca dengan sungguh-sungguh tanpa dipaksa, bila memiliki minat yang tinggi
diharapkan akan mencapai kemampuan pemahaman yang tinggi. Dengan minat baca
diharapkan mampu menggugah semangat membaca, terutama bagi siswa yang malas
membaca sebagai akibat negatif dari luar diri siswa. Selanjutnya dapat membentuk kebiasaan
membaca siswa yang baik, sehingga kemampuan membaca intensif siswa semakin baik dan
hasil belajarnya dapat meningkat.
Kondisi pendidikan di Indonesia berada dalam situasi yang gawat darurat dan
memiliki penyakit-penyakit kronis (Driana, 2012). Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya membaca membuat masyarakat enggan untuk membaca. Bangsa Indonesia saat
ini menunjukkan kelemahan setelah merdeka lebih dari 70 tahun. Terdapat kalangan dalam
menanggapi situasi ini yaitu sebagian kalangan yang mempertanyakan mengenai data yang
diambil menjadi sampel, seberapa luas daerah yang di survei, mengingat besarnya jumlah
siswa dan luasnya wilayah dengan disparitas kualitas pendidikan di Indonesia yang masih
tinggi. Namun demikian, hasil yang menyatakan kemampuan dan budaya membaca
Indonesia yang masih rendah hendaknya dijadikan dasar untuk berpikir positif karena
bagaimanapun juga survei-survei tersebut dilakukan dengan metodologi dan publikasi secara
ilmiah yang tentu saja dapat dipertanggungjawabkan keilmiahannya oleh pihak
penyelenggaranya (Tahmidaten & Krismanto, 2020). Maka dari itu, dari hasil data-data
tersebut dapat dijadikan bahan refleksi dan evaluasi untuk perbaikan kedepannya bagi semua
pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan kedepannya, khususnya pada peningkatan
43
Analısıs Kesulıtan Belajar Membaca Sıswa Sekolah
Anggraeni, Alpian, Prihamdani, Nurdini.
kemampuan dan budaya membaca sebagai peningkatan daya baca bangsa di Indonesia
(Ibrahim, 2017).
Melihat permasalahan di atas, kemampuan membaca siswa di Indonesia sangat
memprihatinkan. Di zaman yang modern dan kaya akan teknologi ini tidak diimbangi dengan
peningkatan membaca siswa sebagai penambah ilmu pengetahuan yang semakin dinamis.
Alat komunikasi yang dimiliki oleh siswa tidak dapat membawa pengaruh besar, siswa
cenderung menggunakan handphone hanya untuk membuka dan membaca status orang lain
di media social. Ini dapat memberikan dampak negatif bagi siswa, harusnya siswa dapat
membuka website yang bermutu untuk menambah ilmu pengetahuannya dan solusi untuk
menyelesaikan tugas-tugas mereka.
Pada siswa SD/MI kebiasaan membaca dapat dimulai dari mengupayakan kelancaran
membaca pada siswa sebagai langkah awal dalam menumbuhkan budaya membaca. Siswa
diajak untuk ‘melek huruf’ atau ‘melek wacana’ sebagai kegiatan membaca permulaan yang
ada di dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD/MI yang terdapat pada jenjang kelas 1
dan kelas 2 SD/MI. kunci dari kelancaran pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan
terletak pada kemampuan pemahaman siswa dalam kegiatan membaca. Namun, dilapangan
terdapat permasalahan pada pembelajaran membaca permulaan yaitu sebagian siswa sudah
lancar membacadan tidak ditemui hambatan dalam pembelajaran membaca, tetapi sebagian
siswa lainnya belum dapat membaca. Dalam menyikapi kondisi tersebut para pengajar, orang
tua, dan orang dewasa lainnya perlu melakukan diagnosis yang menyebabkan anak
mengalamai kesulitan dalam belajar membaca (Priyanto, 2012).
Kesulitan membaca pada umumnya dialami oleh siswa kelas rendah yaitu masih
dalam tahap membaca permulaan, namun berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SDN
Karangjaya II, kesulitan membaca dialami oleh siswa kelas tinggi yaitu terdapat salah satu
siswa pada kelas V yang berinisial SM. Seharusnya SM sudah dalam tahap membaca lanjut,
namun ia mengalami kesulitan belajar membaca dalam hal ini mampu dikenali dari berbagai
aspek yaitu dari aspek psikologis, aspek keluarga, dan aspek suasana belajar. Dalam aspek
psikologis yaitu siswa lambat dalam merespon pada saat kegiatan membaca, seperti membaca
terbata-bata, kurang jelasnya intonasi suara, membaca dengan menggunakan jari telunjuk
ataupun benda lainnya sebagai alat susur kata per kata yang dibacanya, mengalami berbagai
kekeliruan saat membaca misalnya “d” menjadi “b”, kata “mengganggu” menjadi
“menggagu”, tidak bisa menyatukan huruf menjadi kata, tidak bisa menulis huruf a-z.
Aspek lainnya suasana belajar dikelas sangat tidak kondusif karena kebisingan siswa
lainnya, keadaan ruang kelas yang kotor, mempengaruhi kesulitan belajar membaca pada
siswa yang berinisial SM. Dalam ruangan kelas V terdapat 50 siswa atau kelas gemuk, ruangan
kelas yang sempit. SM sendiri duduk di kursi belakang jadi belajar pun tidak fokus. Jika belajar
dengan suasana yang tidak kondusif memungkinkan siswa tidak bisa memusatkan pikiran
dan perhatian kepada apa yang sedang dipelajari di dalam suasana pembelajaran. Selain aspek
suasana belajar, aspek lingkungan sekolah yaitu kurangnya fasilitas sekolah seperti tidak
adanya ruang perpustakaan, kurangnya buku untuk siswa membaca juga turut
mempengaruhi kesulitan membaca siswa.
Dilihat dari kepribadiannya, siswa tersebut cenderung anak yang pendiam, pemalu,
sulit ditanyakan tentang usianya sendiri, postur tubuhnya sendiri berbeda dengan siswa
lainnya di kelas V memliki tubuh tinggi dan besar. Dilihat dari aspek keluarga, SM memilki 1
44
Analısıs Kesulıtan Belajar Membaca Sıswa Sekolah
Anggraeni, Alpian, Prihamdani, Nurdini.
saudara. Ia tinggal bersama kedua orang tua dan kakaknya. SM sulit dalam hal membaca
karena ia tidak ada bimbingan dari keluarga dan tidak mendapat perhatian maupun motivasi
dari orang tua dan lingkungan keluarga.
Berdasarkan permasalahan di atas, kesulitan membaca tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor internal saja, tetapi terdapat faktor eksternal yang menghambat seperti lingkungan yang
tidak mendukung. Lingkungan belajar sangat berpengaruh pada kemampuan membaca,
seperti tidak ada bimbingan keluarga untuk membaca siswa padahal siswa lebih banyak
tinggal di rumah daripada di sekolah. Oleh karena itu, antara pihak orang tua dengan guru
harus kerja sama dalam membimbing siswa. Selain itu lingkungan sekolah pun harus
membimbing juga, pihak sekolah perlu menimbang jumlah maksimal siswa dalam satu kelas
agar guru dapat mengontrol siswanya secara merata.
Sebagian siswa di sekolah dasar mengalami kesulitan belajar, bahkan dialami pula pada
siswa yang belajar di pendidikan lebih tinggi. Kesulitan belajar dapat dilihat secara
operasional dari kenyataan di lapangan seperti adanya siswa yang tinggal kelas, atau siswa
memperoleh nilai yang kurang memuaskan dalam beberapa mata pelajaran yang diikutinya.
Istilah yang digunakan untuk kesulitan belajar biasanya disebut learning disabilities,
learning disorder atau learning dificulty. Apapun istilahnya kesulitan belajar, memiliki arti yaitu
kelainan yang terjadi pada individu tertentu sulit untuk melakukan aktivitas belajar secara
efektif (Jamaris, 2013). Jadi siswa yang memiliki kesulitan belajar adalah siswa yang tidak
dapat belajar sebagaimana mestinya. Mungkin saja anak yang memiliki kesulitan belajar
memiliki
gangguan
seperti
kesulitan
mendengarkan, berpikir,
berbicara, membaca,menulis, mengeja, atau berhitung.
Djamarah mengungkapkan bahwa seseorang yang mengalami kesulitan belajar dapat di
sebabkan gangguan berupa sindrom psikologis yaitu berupa ketidakmampuan belajar
(learning disability). Gejala yang muncul dari sindrom ini yaitu ditandai dengan adanya
indikator ketidaknormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar anak (Kawuryan &
Raharjo, 2012). Anak yang memiliki kesulitan belajar termasuk dalam ADHD (Attention Deficit
Hiperactivity Disorder) misalnya disleksia (kesulitan dalam membaca) dan diskalkulia
(kesulitan dalam berhitung) yang membutuhkan penanganan dengan berkebutuhan khusus
(Santrock, 2007).
Kesulitan belajar yang dibahas pada penelitian ini lebih dikhususkan pada kesulitan
membaca. Kesulitan membaca merupakan keadaan seorang individu yang memiliki
kemampuan membaca di bawah rata-rata (Lyon, Shaywitz, & Shaywitz, 2003). Kesulitan
membaca juga ditandai dengan siswa lambat dalam membaca dan sulit mengindenfikiasi kata
sehingga memiliki pemahaman membaca yang rendah. Siswa yang tidak mampu membaca
akan kesulitan dalam menerima dan memahami informasi yang disajikan dalam berbagai
sumber seperti buku pelajaran, buku-buku bahan penunjang, dan sumber-sumber belajar
tertulis yang lain.
Orang yang memiliki kesulitan membaca akan mengalami kesulitan dalam memahami
bacaan. Masalah kesulitan membaca tidak hanya dialami oleh anak berkebutuhan khusus dan
tidak hanya pada anak dengan kesulitan belajar. Adapun kesulitan yang dialami siswa
yaitu kesulitan dalam mengenali kata dan kesulitan dalam memahami bacaan. Siswa yang
mengalami kesulitan membaca terkadang mengalami kesulitan dalam mengenali kata dan
memahami bacaan. Oleh karena itu, perlu adanya modifikasi dalam pembelajaran membaca
45
Analısıs Kesulıtan Belajar Membaca Sıswa Sekolah
Anggraeni, Alpian, Prihamdani, Nurdini.
untuk siswa-siswa yang mengalami kesulitan membaca guna membantu meningkatkan
keterampilan membaca (Syalviana, 2019).
Gejala yang dialami anak yang sulit belajar membaca yaitu ditandai dengan kesulitan
dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat (Abdurrahman, 2009). Kesulitan
membaca atau termasuk kedalam ketidakmampuan belajar spesifik. Istilah ini digunakan
untuk mengidentifikasi seseorang yang memiliki kesulitan membaca secara signifikan
(Gunderson, Lee, D’Silva & Chen, 2011).
Kesulitan membaca yang dialami anak, biasanya mengalami kesulitan dalam
memproses satu atau lebih informasi, contohnya seperti kemampuan dalam menyampaikan
dan menerima informasi (Jamaris, 2013). Hal tersebut dapat terjadi karena anak yang belum
mampu membaca sulit memahami bacaan dan memiliki kosakata yang lebih sedikit sehingga
sulit menyampaikan dan menerima informasi. Oleh karena itu, membaca merupakan kunci
dalam memperoleh informasi dan mengembangkan kemampuan komunikasi.
Vernon (Rizkiana, 2016) mengungkapkan bahwa ciri-ciri anak yang mengalami
kesulitan belajar membaca sebagai berikut: “(a) memiliki keterbatasan dalam diskriminasi
penglihatan, (b) tidak bisa menguraikan kata menjadi huruf-huruf, (c) memiliki memori visual
yang rendah, (d) memiliki keterbatasan dalam melakukan diskriminasi auditoris, (e) tidak
mampu memahami sumber bunyi, (f) kurang mampu menggabungkan penglihatan dan
pendengaran, (g) kesulitan dalam mempelajari asosiasi simbol-simbol irreguler (khusus yang
berbahasa inggris), (h) kesulitan dalam mengurutkan kata-kata dan huruf-huruf, (i) membaca
kata demi kata-kata, (j) memiliki kemampuan berpikir konseptual yang rendah.”
Abdurrahman (Fauzi, 2018) mengungkapkan bahwa ciri-ciri kesulitan belajar
membaca ditandai dengan menunjukkan kebiasaan membaca yang tidak wajar yaitu
menunjukan gerakan yang tidak tenang dan penuh ketegangan, seperti mengerutkan kening,
gelisah, meningginya irama suara, atau menggigit bibir. Selain itu, menunjukkan penolakan
ketika diminta untuk membaca seperti menangis, atau mencoba melawan guru. Ciri lainnya
seperti terjadinya pengulangan dalam membaca atau melompati baris sehingga ada baris
bacaan yang terlompati dan tidak terbaca, gerakan kepala ke kanan atau ke kiri, kadangkadang meletakkan kepala dekat pada buku yaitu jarak membaca kurang dari 37,5 cm.
Karakteristik kekeliruan dalam membaca ada dua macam yaitu keliru mengenal kata dan
memahami bacaan. Keliru mengenal kata mengenal kata seperti penghilangan, penyisipan,
penggantian, pembalikan, salah ucap, pengubahan tempat, tidak mengenal kata, dan
tersentak-sentak. Sedangkan kekeliruan dalam memahami bacaan berupa kesulitan dalam
menjawab pertanyaan terkait bahan bacaan, sulit mengurutakn cerita yang dibaca, serta sulit
memahami tema utama dari suatu cerita.
Mercer mengungkapkan bahwa anak yang memiliki kesulitan membaca
diidentifikasikan dalam kesulitan dalam membaca huruf, kata atau kalimat yang bukan
berkaitan dengan kasus seperti keterbelakangan mental, rendahnya penglihatan dan
pendengaran, kelainan gerak serta emosional. Akan tetapi, kesulitan membaca ini berkaitan
dengan kebiasaan membaca, kekeliruan mengenal kata, pemahaman yang rendah, serta gejala
serbaneka (Fauzi, 2018). Adapun karakteristik serbaneka berupa membaca kata demi kata,
membaca dengan penuh ketegangan dan nada tinggi, dan membaca dengan penekanan yang
tidak tepat.
46
Analısıs Kesulıtan Belajar Membaca Sıswa Sekolah
Anggraeni, Alpian, Prihamdani, Nurdini.
Kemampuan membaca sangat penting dimiliki oleh anak karena dengan kemampuan
membaca yang dilimikinya berguna untuk manifestasi dalam kegiatan proses pembelajaran
dan beberapa mata pelajaran khususnya mata pelajaran Bahasa. Oleh karena itu, kesulitan
belajar membaca harus segera ditangani dengan baik untuk menghindari berbagai ganguan
lain seperti gangguan emosional atau psikiatrik yang akan berdampak lebih buruk lagi bagi
perkembangan kualitas hidup anak nantinya (Ulum, 2015).
Dengan demikian kesulitan membaca adalah ganguan belajar membaca siswa yang
ditandai dengan ketidakmampuan siswa dalam mengenal huruf, menggabungkan beberapa
huruf menjad suku kata dan kata, serta ketidak muampuan siswa dalam memahami bacaan
yang di baca dengan disertai gejala-gelaja fisiologis, yang dapat menghambat siswa dalam
mengenal simbol-simbol pada tulisan.
Dalam mengatasi kondisi tersebut, perlu adanya bimbingan dari guru, orang tua, atau
orang dewasa yang dekat dengan anak untuk memberikan bantuan dan pendampingan agar
anak yang mengalami kesulitan membaca segera mendapatkan penanganan yang tepat. Salah
satu upaya yang dilakukan adalah melakukan analisis kesulitan membaca. Melalui analisis
kesulitan membaca, maka akan diketahui pada aspek-aspek mana saja letak kesulitan
membaca masing-masing siswa. Analisis ini perlu dilakukan sedini mungkin di kelas-kelas
awal, dengan demikian maka tidak terlambat untuk melakukan perbaikan dengan
memberikan penanganan yang tepat kepada siswa.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah 1) mengetahui penyebab
kesulitan belajar membaca pada siswa sekolah dasar, 2) mendeskripsikan pelaksanaan
bimbingan belajar untuk siswa berkesulitan belajar membaca, 3) mendeskripsikan hasil dari
pelaksanaan kegiatan bimbingan belajar dalam kesulitan membaca
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualtitatif
yaitu mencermati kasus siswa yang mengalami kesulitan belajar membaca di sekolah dasar.
Hasil penelitian ini bukan berupa data angka melainkan deskripsi tentang berkesulitan belajar
membaca pada siswa di Sekolah Dasar.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa berkesulitan belajar membaca yang ada di kelas
V SDN Karangjaya II berinisial SM. Identifikasi siswa yang memiliki kesulitan membaca
didasarkan pada informasi guru dan nilai tes membaca siswa yang kurang dari kriteria.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah (1) wawancara, peneliti
mendengarkan secara seksama apa yang dikemukakan oleh siswa, guru kelas, kepala sekolah,
dan orang tua siswa mengenai proses pelaksanaan bimbingan bagi siswa berkesulitan belajar
membaca. (2) observasi yaitu peneliti mengamati apa yang dilihat, didengar tentang apa yang
dikerjakan dan dilisankan orang dan berpartisipasi dalam proses pemberian bimbingan
belajar sesama pembelajaran di kelas dan membantu mengkondisikan kelas bersama dengan
guru kelas, (3) dokumentasi dengan cara mengumpulkan data hasil belajar siswa dan hasil
tulisan siswa berkesulitan belajar membaca dan (4) triangulasi, peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama
peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk
sumber data yang sama secara serempak.
47
Analısıs Kesulıtan Belajar Membaca Sıswa Sekolah
Anggraeni, Alpian, Prihamdani, Nurdini.
Teknik analisis data menggunakan model interactive model, yang unsur-unsurnya
meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan conclution
drawing/verifiying. Alur teknik analisis data dapat dilihat seperti gambar di bawah ini
Gambar 1. Komponen dalam analisis data (interactive model) Sumber: (Sugiyono, 2014)
Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian dapat dikemukakan berikut ini sesuai dengan fokus penelitian yang
meliputi analisis kesulitan belajar membaca pada siswa kelas V Sekolah Dasar.
Identifikasi Siswa yang Mengalami Kesulitan Belajar Membaca
Kesulitan belajar membaca pada anak biasanya menunjukkan ketidak wajaran dalam
membaca seperti adanya gerakan-gerakan yang penuh ketegangan seperti mengernyitkan
kening, gelisah irama suara meninggi, atau menggigit bibir. Mereka juga sering
memperlihatkan adanya perasaan tidak aman yang ditandai dengan perilaku menolak untuk
membaca, menangis atau melawan guru. Biasaanya mereka sering melakukan pengulangan
saat mereka kehilangan jejak atau ada baris terlompat sehingga sering terjadi pengulangan
atau baris yang terlompat sehingga tidak dibaca (Abdurrahman, 2009).
SM juga memiliki ciri-ciri kesulitan belajar membaca seperti yang oleh Abdurahman
yaitu siswa merasa tegang jika disuruh membaca dan berusaha menolak untuk maju ke depan.
Siswa juga pernah menangis saat diminta membaca di depan kelas. SM sering diejek oleh
teman-temannya karena ia belum dapat membaca, ini dapat membuat SM tertekan dan tidak
mau belajar membaca.
Kemampuan membaca SM sangat rendah. Ia belum menghafal semua huruf sehingga
kesulitan dalam mengeja. SM pun takut dan cemas ketika diminta untuk membaca di depan
kelas. Bahkan SM pernah menangis ketika mau membaca. Berdasarkan hasil wawancara
peneliti dengan SM dan Guru wali kelas SM seperti berikut :
Peneliti :“Bagaimana keseharian SM di sekolah?”
Guru :“SM selama di sekolah merupakan anak yang pemalu dan pendiam. Apalagi jika
disuruh membaca, SM pernah menangis karena ga mau maju ke depan kelas. Dia takut diejek
sama teman-temannya”
Peneliti : “Seperti apa kesulitan membaca SM?”
Guru : “Belum hafal huruf dan tidak bisa membedakan huruf, sering terbata-bata dalam
ejaan. Sering lupa dengan huruf yang telah dipelajari sebelumnya SM hanya mengenal huruf
alphabet dari A-E itupun terbalik”
Peneliti: “Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai anak berkesulitan membaca di kelas
Bapak/Ibu? (merasa terbebani atau tidak)
48
Analısıs Kesulıtan Belajar Membaca Sıswa Sekolah
Anggraeni, Alpian, Prihamdani, Nurdini.
Guru : “Merasa terbebani sebenarnya bu, karena anak yang sulit membaca sudah di kelas
atas pembelajaran sudah terlewat jauh dan ketertinggalan dengan anak yang lain. Jadi saya
sebagai guru tidak terfokus pada anak yang tidak bisa membaca saja”.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru wali kelas, kemampuan membaca yang
rendah dapat membuat SM tidak percaya diri, ia kerap emosi sedih kesal dan sampai menangis
ketika teman SM ada yang mengejek karena SM tidak bisa membaca menjadikan psikologis
SM tertekan dan suka menyendiri. SM kesulitan dalam menghafal huruf dan membacanya
pun masih terbalik. Sehingga menjadi beban tersendiri untuk guru wali kelas tersebut
dikarenakan SM sendiri bisa ketertinggalan jauh dengan teman-temannya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari guru wali kelas, kemampuan membaca pada
siswa kelas V dari semua siswa yang berjumlah 50 orang 49 orang mampu membaca dengan
baik, hanya SM saja yang mengalami kesulitan membaca. Kesulitan membaca yang dialami
SM yaitu belum hafalnya huruf alfabet dari A – Z berdampak pada kesulitan membaca pada
kosa kata lainnya. SM mengaku bahwa ia malas untuk belajar dan tidak ada dukungan dari
orang- orang terdekat seperti orang tua atau keluarga. Keluarga hanya mengajarkan siswa
pada pembelajaran lain seperti matematika, sedangkan siswa sulit membaca tidak diberi
bimbingan. Kesulitan membaca SM sangat berpengaruh banyak pada psikologisnya seperti
adanya rasa tertekan terhadap diri SM karena lingkungan yang sering membully pada
kekurangan SM yang tidak bisa membaca
Di lihat dari tingkat intelegensi, SM termasuk memiliki intelegensi yang rendah karena
daya ingat yang kurang sehingga cepat mudah lupa dalam menyusun huruf menjadi kata.
Setiap kali ada pembelajaran membaca, SM hanya diam dan sering melamun, tidak fokus
ketika pembelajaran berlangsung. Kesulitan yang dialami SM yaitu ia belum hafal huruf dan
tidak bisa membedakan huruf bahkan membacanya masih terbalik. Misalnya huruf b dibaca
d, n dibaca m, ataupun sebaliknya. Temuan ini senada dengan yang diungkapkan Kleopas
Mule menunjukkan bahwa terdapat jenis kesulitan membaca sebagai berikut: (a) siswa
membaca kata secara terbalik seperti /on / menjadi /no/ atau /who/ menjadi /how/; (b)
siswa menghilangkan kata dalam kalimat, misalnya ada kalimat “semua anak mengambil
balon dan membawanya ke dalam ruangan” menjadi “anak mengambil balon ke dalam
ruangan”; (c) siswa mengubah makna kalimat, misalnya ada kalimat “Samson menendang
batu” menjadi “Samson ditendang batu”; (d) siswa menambahkan kata dalam kalimat,
misalnya ada kalimat “Samson duduk di tribun” menjadi “Samson duduk di atas
tribun”(Mule, 2014).
Liu membagi kesulitan membaca terbagi ke dalam dua jenis yaitu kesulitan membaca
dikarenakan adanya kelainan genetika dan kesulitan membaca dikarenakan rendahnya
kemampuan membaca siswa (poor reading) (Liu, 2008). Kesulitan membaca yang disebabkan
kelainan genetika biasanya terjadi pada anak penderita disleksia sedangkan poor reading
terjadi pada anak yang mempunyai kemampuan membaca lebih rendah dari kemampuan
membaca normal (Gillet, 2012). Dilihat dari kecepatan membaca, SM memiliki kecepatan
membaca yang rendah. SM yang duduk di kelas V SD masih mengeja huruf. Sedangkan dari
aspek kepribadian, SM merupakan siswa yang malas belajar dan memiliki tingkat intelegensi
siswa yang rendah sehingga kesulitan dalam menghafal huruf dan cepat lupa ketika mengeja
suku kata menjadi kata. Rendahnya kemampuan membaca SM mengakibatkan rendahnya
hasil belajar mata pelajaran yang lain sehingga SM menjadi kurang percaya diri dan pendiam
49
Analısıs Kesulıtan Belajar Membaca Sıswa Sekolah
Anggraeni, Alpian, Prihamdani, Nurdini.
Penyebab kesulitan membaca SM lainnya yaitu faktor lingkungan. Factor dari temanteman sekelas juga turut menjadi penyebab SM sulit belajar dan tidak percaya diri. Ejekan
teman-temannya juga membuat SM sedih dan menangis. Teman-teman SM yang seolah-olah
tak peduli terhadap SM dapat membuat SM cepat putus asa dan tidak semangat dalam belajar.
Saat pembelajaran membaca, SM merasa tidak percaya diri dan merasa iri terhadap temanteman yang sudah dapat membaca dan SM hanya diam ketika teman-teman SM membaca
sedangkan ia sendiri ingin seperti teman yang lain bisa lancar dalam hal membaca. Bahkan ia
kerap emosi sedih kesal dan sampai menangis ketika teman-temannya ada yang mengejek
karena SM tidak bisa membaca dan menjadikan psikologis SM tertekan suka menyendiri
Faktor lingkungan lainnya yang mempengaruhi siswa sulit membaca yaitu proses
belajar yang dipengaruhi dari faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosial-psikologis. Faktor
organisasi kelas meliputi banyaknya jumlah siswa dalam satu kelas, organisasi kelas yang
terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan faktor iklim
sosial-psikologis menyangkut keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam
proses pembelajaran, baik yang internal (yaitu hubungan antara orang yang terlibat dalam
lingkungan sekolah misalnya iklim sosial antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan
guru bahkan guru dengan pimpinan) maupun yang eksternal (yaitu hubungan antara sekolah
dengan orang tua siswa, hubungan sekolah dengan perusahaan dan instansi pemerintah
(Riyani, 2012).
Pola pembelajaran yang dilakukan guru turut mempengaruhi kemampuan membaca
siswa. Pembelajaran yang cenderung bersifat statis dan klasik. Semua aktivitas dilakukan
tanpa adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan membaca. Siswa cenderung membaca
dengan caranya sendiri (Basuki, 2011). Di sekolah SM ditempatkan pada kelas yang berisi 50
siswa dan menyebabkan kesulitan dalam belajar, guru pun sulit memperhatikan semua
siswanya. Guru pun lebih banyak menggunakan metode ceramah sehingga yang
memperhatikan hanya siswa yang berada di barisan paling depan saja, sedangkan siswa yang
berada di barisan belakang banyak yang sibuk sendiri dan mengobrol. Banyaknya siswa dalam
kelas pun dalam membuat SM tidak nyaman karena membuat SM tidak focus dalam belajar
dan kelas pun terasa panas karena sesak dan tidak ada pendingin udara. Padahal belajar yang
ideal adalah belajar dalam lingkungan yang nyaman dan terdapat interaksi antara siswa dan
guru. Bruner (Reys, Suydam, Lindquist, & Smith, 1998) berpandangan bahwa belajar,
merefleksikan suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan anak dalam interaksi berupa
dialog dan diskusi baik dengan diri mereka sendiri maupun orang lain termasuk guru
sehingga mereka berkembang secara intelektual. Penggunaan metode ceramah yang
dilakukan guru selama ini dapat menyebabkan kelas kurang kondusif sehingga siswa tidak
aktif dan kemampuan berpikir siswa tidak berkembang.
Selain faktor sekolah, faktor keluarga juga turut mempengaruhi kesulitan membaca
SM. SM terlahir dalam keluarga yang kurang mampu, ayah dan ibunya bekerja untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya sehingga SM kurang mendapat perhatian dari kedua
orang tuanya. SM pun jarang dikontrol belajarnya di rumah, bahkan kakaknya hanya
sesempatnya saja membimbing SM. Ayah SM pun tidak bisa membaca sehingga tidak dapat
membimbing dan mengajar membaca. Selain itu,paradigma keluarganya bahwa menjadi
pintar itu harus pandai dalam matematika bukan membaca. Padahal membaca merupakan
gerbang keberhasilan dalam memperoleh segala informasi baik sains maupun matematika.
50
Analısıs Kesulıtan Belajar Membaca Sıswa Sekolah
Anggraeni, Alpian, Prihamdani, Nurdini.
Pelaksanaan Bimbingan Belajar untuk Siswa Berkesulitan Belajar Membaca
Pelaksanaan bimbingan belajar untuk SM yang mengalami kesulitan belajar membaca
meliputi enam tahap yakni identifikasi kasus, identifikasi masalah, analisis masalah
(diagnosis), estimasi alternative pemecahan masalah (prognosis), tindakan pemecahan
masalah, dan evaluasi hasil pemecahan.
Tahapan pertama yaitu identifikasi kasus, berdasarkan hasil wawancara dengan guru
walikelas dan kepala sekolah bahwa di sekolah tersebut ada siswa yang berkesulitan belajar
membaca. Siswa tersebut adalah SM dalam hal membaca masih sering terbata-bata dalam
ejaan. Sering lupa dengan huruf yang telah dipelajari sebelumnya SM hanya mengenal huruf
alphabet dari A-E itu pun terbalik dalam menyebutkannya ketika peneliti menyuruh SM
untuk menunjuk salah satu huruf contohnya Q, SM tidak tahu huruf tersebut.
Begitupun pada proses pembelajaran yang dilakukan guru, belum ada treatment untuk
mengatasi kesulitan SM. Guru hanya menggunakan metode pembelajaran konvensional saat
pembelajaran berlangsung. Seperti wawancara yang dilakukan peneliti seperti berikut :
Peneliti :“Metode apa yang digunakan bapak ketika mengajarkan materi pelajaran kepada
siswa kesulitan membaca?”
Guru :“ya paling menggunakan metode biasa aja bu, ceramah dan latihan aja”.
Peneliti :“Apakah bapak selalu meluangkan waktu untuk membantu kesulitan membaca?”
Guru :“Kadang-kadang saya meluangkan waktu hanya untuk membantu kesulitan
membaca, tapi sifatnya kondisional”
Dari hasil wawancara, guru mengetahui ada siswa yang belum bisa membaca, akan
tetapi tindakan yang dilakukan belum maksimal untuk melakukan perbaikan proses
pembelajaran. Guru hanya menggunakan metode pembelajaran konvensional dan tidak
menggunakan metode yang menarik siswa untuk tetap semangat belajar. Latihan yang
diberikan kepada SM pun bersifat kondisional dan tidak terjadwal, kadang-kadang guru
memberikan latihan membaca kepada siswa sehingga SM pun lambat untuk bisa membaca.
Selain identifikasi kasus peneliti juga mengidentifikasi masalah yang dialami SM yaitu
kesulitan dalam menulis. Ketika peneliti menyebutkan kata seperti “hewan”, ia tidak bisa
mengeja huruf-hurufnya dan lambat dalam menulis kata tersebut.
Identifikasi masalah didukung oleh analisis masalah (diagnosis) yang diketahui dari
pihak keluarga. Ayah SM tidak bisa membaca sehingga tidak dapat membimbing SM dalam
membaca. Orang tua SM setiap harinya jarang ada di rumah hanya ada pada sore sampai
malam hari, tidak adanya perhatian, motivasi dan dukungan sehingga SM sulit untuk
mengembangkan kemampuannya. Berikut ini ada kutipan wawancara dengan orang tua SM :
Peneliti: “Apakah Bapak atau Ibu bisa membaca?”
Orang tua SM: “Bapak tidak bisa membaca, kalau ibu sedikit bisa membaca.
Peneliti: “Bagaimana bapak dalam mendidik SM untuk bisa membaca?”
Orang Tua SM: ”Hanya menyuruh anak untuk belajar, tapi tidak mendampingi”
Dari hasil wawancara tersebut, faktor keluarga merupakan salah satu faktor yang
menentukan kesulitan membaca SM. Ayah SM yang tidak bisa membaca sehingga tidak dapat
membantu anaknya untuk latihan membaca di rumah. Hal ini akan berdampak pada
kemampuan membaca SM, ia akan kebingungan jika menemukan kesulitan dalam tugasnya,
SM bersikap pasrah terhadap hasil tugas sekolahnya dan tidak mau menjadi lebih baik lagi
karena ia kebingungan siapa yang menjadi sumber informasi di rumahnya.
51
Analısıs Kesulıtan Belajar Membaca Sıswa Sekolah
Anggraeni, Alpian, Prihamdani, Nurdini.
Guru walikelas SM juga mengetahui penyebab kesulitan belajar membaca SM karena
lingkungan keluarga SM yang kurang mendukung. Dalam mengatasi masalah tersebut, guru
sudah meminta siswa lain yang dekat dengan rumah SM agar belajar bersama dengan SM,
tetapi kegiatan belajar bersama itu tidak berlangsung lama, hanya dilakukan 2 kali saja.
Tentunya ini berdampak pada kejenuhan belajar SM timbul kembali, SM merasa tidak
semangat jika belajar sendiri.
Tahapan selanjutnya pelaksanaan bimbingan yaitu melakukan prognosis atau
tindakan mencari alternatif pemecahan belum dilakukan oleh guru walikelas. Guru belum
melakukan wawancara mendalam terhadap subjek, dan belum melakukan tindak lebih lanjut
dan mendalam. Dari hasil prognosis, untuk memecachkan masalah yang dialami pada SM
yaitu akan diagendakan rencana bimbingan belajar membaca yang dilakukan guru setiap jam
istirahat berlangsung.
Tahapan berikutnya yaitu pelaksanaan bimbingan (treatment). Di tahapan ini, peneliti
memberikan bimbingan belajar pada SM pada jam istirahat pembelajaran, peneliti melakukan
bimbingan belajar dengan cara pengenalan huruf yaitu belajar membaca kosa kata, belajar
membaca melalui suku kata dan belajar membaca dengan mengeja menggunakan buku
bacalah atau buku baca permulaan, penggunaan kalimat sederhana sebagai penunjang dalam
pemberian layanan bimbingan belajar selama dua bulan bimbingan dilakukan setiap dua hari
sekali dalam seminggu.
Tahapan terakhir dalam proses bimbingan belajar membaca adalah evaluasi atau
follow up yaitu masih banyak hal yang harus dievaluasi karena dalam pelaksanaan belajar
membaca ini SM mengalami peningkatan karena banyak faktor yang mempengaruhi SM sulit
berkembang dan meningkatkan untuk belajar membaca yakni tidak ada dorongan dan
semangat dari pihak keluarga agar SM bisa membaca, pihak sekolah kurang kooperatif dan
kurang peduli dalam menindaklanjuti siswa yang berkesulitan belajar membaca sehingga
menjadikan SM kurang bersemangat dalam membaca.
Pelaksanaan bimbingan belajar, dilakukan melalui kegiatan dikte agar SM bisa
menullis huruf dengan benar tanpa asal-asalan menulis. Dengan adanya bimbingan ini,
masalah yang dihadapi SM dapat diminimalisasi dalam hal kesulitan belajar membaca.
Bimbingan yang diberikan peneliti kepada SM yang berkesulitan belajar membaca didukung
oleh adanya reward atau pemberian pengharagaan dalam bentuk verbal dengan memberikan
motivasi SM agar lebih giat dan semangat dalam belajar, dengan adanya pengharagaan
kepada SM tentunya akan menambah motivasi dan semangat SM untuk belajar.
Hasil dari Pelaksanaan Kegiatan Bimbingan Belajar dalam Kesulitan Membaca
Pelaksanaan bimbingan belajar yang diberikan kepada siswa yang mengalami
kesulitan belajar membaca dilakukan dengan menggunakan strategi pengenalan huruf atau
mengeja huruf dengan cara penilaiannya dengan pelafalan, intonasi, kelancaran dan kejelasan
suara. Berikut kutipan wawancara dengan Guru Wali Kelas SM:
Peneliti: “Adakah hasil setelah SM melaksanakan Bimbingan belajar membaca pak?”
Guru: “Mengalami peningkatan dalam belajar membaca dan disaat pembelajaran di kelas.
Siswa sudah mampu membedakan huruf, melafalkan sesuai dengan bentuk bunyinya,
melafalkan kata dengan cukup jelas. Ia juga sudah mulai percaya diri saat membaca di depan
kelas walaupun masih dieja dulu dan kadang terbalik ketika membaca”.
52
Analısıs Kesulıtan Belajar Membaca Sıswa Sekolah
Anggraeni, Alpian, Prihamdani, Nurdini.
Berdasarkan hasil wawancara, dengan menggunakan bimbingan belajar tersebut siswa
mengalami peningkatan dalam belajar membaca yaitu pelafalan huruf dari A-Z, ada
peningkatan SM hafal huruf dari sebelumnya hanya hafal dari A-E saja, setelah dilakukan
bimbingan, siswa sudah mampu membedakan huruf walau terkadang masih sering lupa, dan
intonasi yang diucapkan cukup jelas. Selanjutnya kelancaran dan kejelasan huruf dalam
mengeja meningkat dari sebelumnya yang mampu melafalkan dengan pelan dan kurang jelas,
setelah dilakukan bimbingan, SM dapat melafalkan huruf sesuai dengan bentuk bunyinya dan
mampu melafalkan kata dengan jelas. Selain peningkatan membaca, kepribadian SM pun
meningkat pula, setelah dilakukan bimbingan belajar, SM sudah mulai percaya diri saat
membaca di depan kelas walaupun kadang terbalik ketika membaca misalnya kata sama
menjadi kata masa.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa kesulitan membaca siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan
eksternal. Dilihat dari faktor internal yaitu intelegensi siswa yang kurang sehingga sulit
mnggabungkan huruf menjadi kata yang bermakna, siswa sering lupa dengan bentuk huruf
yang hampir sama, dan rendahnya motivasi siswa saat belajar. Selain itu, penyebab kesulitan
siswa dilihat dari faktor eksternal yaitu lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga yang
kurang mendukung. Metode pembelajaran, fasilitas sekolah yang terbatas dan pergaulan
siswa dengan teman-temannya pun turut mempengaruhi siswa dalam membaca, latar
belakang keluarga siswa yang berasal dari ekonomi yang kurang mampu dan kesibukan orang
tua juga mempengaruhi tingkat kemampuan membaca siswa. Bimbingan belajar yang
dilakukan guru cukup efektif karena siswa mengalami sejumlah perubahan yaitu siswa hafal
huruf A-Z, pelafalan huruf siswa semakin jelas, siswa mulai lancar dalam mengeja huruf dan
kata. Siswa pun menjadi lebih percaya diri untuk maju ke depan kelas karena saat proses
bimbingan, siswa diberikan penguatan yang positif.
Daftar Pustaka
Abdurrahman, M. (2009). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Driana, E. (2012). Gawat Darurat Pendidikan. Kompas.Com. Retrieved from
https://nasional.kompas.com/read/2012/12/14/02344589/gawat.darurat.pendidikan?
page=1
Fauzi. (2018). Karakteristik Kesulitan Belajar Membaca Pada Siswa Kelas Rendah Sekolah
Dasar.
Perspektif
Ilmu
Pendidikan,
32(2),
95–105.
Retrieved
from
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/pip/article/view/8634
Gunderson, Lee, D’Silva, R., & Chen, L. (2011). Second Language Reading Disability: International
Themes. New York: Routledge.
Harsono, A. S. R., Fuady, A., & Saddhono, K. (2012). Pengaruh Strategi Know Want To Learn
(KWL) dan Minat Membaca Terhadap Kemampuan Membaca Intensif Siswa SMP Negeri
Di Temanggung. BASASTRA Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia Dan Pengajarannya,
1(1), 53–64. Retrieved from https://media.neliti.com/media/publications/54635-IDnone.pdf
Ibrahim, G. A. (2017). PISA dan Daya Baca Bangsa. Kompas.Com. Retrieved from
53
Analısıs Kesulıtan Belajar Membaca Sıswa Sekolah
Anggraeni, Alpian, Prihamdani, Nurdini.
https://nasional.kompas.com/read/2017/04/30/11135891/pisa.dan.daya.baca.bangsa?
page=1
Jamaris, M. (2013). Kesulitan Belajar Perspektif, Asesmen, dan Penanggulangannya. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Kawuryan, F., & Raharjo, T. (2012). Pengaruh Stimulasi Visual Untuk Meningkatkan
Kemampuan Membaca Pada Anak Disleksia. Jurnal Psikologi Pitutur, 1(1), 9–20. Retrieved
from https://jurnal.umk.ac.id/index.php/PSI/article/view/32/31
Lyon, G., Shaywitz, S. E., & Shaywitz, B. A. (2003). A Definition of Dyslexia. Annals of Dyslexia,
53(1), 1–14.
Parijem. (2017). Menumbuhkan Budaya Membaca di Sekolah Dasar Menuju Generasi Emas.
Retrieved
from
Kompasiana
Beyond
Bloging
website:
https://www.kompasiana.com/parijem/59de388a63eae7798070d4d2/menumbuhkanbudaya-membaca-di-sekolah-dasar-menuju-generasi-emas?page=all
Priyanto, A. (2012). Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis
Reading Readiness.
Rizkiana. (2016). Analisis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa Kelas I SD Negeri Bangunrejo 2
Kricak Tegalrejo Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta.
Santrock, J. . (2007). Perkembangan Anak 2. Jakarta: Erlangga.
Syalviana, E. (2019). Metode Multisensori Sebagai Penanganan Kesulitan Membaca Siswa
Retardasi
Mental.
AL-MAIYYAH,
12(1).
Retrieved
from
https://www.neliti.com/publications/285808/metode-multisensori-sebagaipenanganan-kesulitan-membaca-siswa-retardasi-mental
Tahmidaten, L., & Krismanto, W. (2020). Permasalahan Budaya Membaca di Indonesia (Studi
Pustaka Tentang Problematika & Solusinya). Scholaria: Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan,
10(1),
22–33.
Retrieved
from
https://ejournal.uksw.edu/scholaria/article/view/2656/1370
Ulum, M. M. (2015). Peningkatan Prestasi Membaca Permulaan Anak Berkesulitan Belajar
Membaca Menggunakan Metode Pembelajaran Kontekstual Melalui Inklusi di SDN
Pajang 1 Surakarta. PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN "Meretas Sukses
Publikasi Ilmiah Bidang Pendidikan Jurnal Bereputasi”, 225–229. Retrieved from
https://media.neliti.com/media/publications/171552-ID-peningkatan-prestasimembaca-permulaan-a.pdf
54