Dis Tonia
Dis Tonia
Dis Tonia
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kata digunakan untuk mendeskripsikan suatu sindrom dan bukan penyakit,
berbagai etiologi dapat memberikan gambaran yang sama dengan distonia.
Distonia adalah kelainan gerakan dimana kontraksi otot yang terus menerus
menyebabkan gerakan berputar dan berulang atau menyebabkan sikap tubuh yang
abnormal. Gerakan tersebut tidak disadari dan kadang menimbulkan nyeri, bisa
mengenai satu otot, sekelompok otot (misalnya otot lengan, tungkai atau leher)
atau seluruh tubuh. Pada beberapa penderita, gejala distonia muncul pada masa
kanak-kanak (5-16 tahun), biasanya mengenai kaki atau tangan. Beberapa
penderita lainnya baru menunjukkan gejala pada akhir masa remaja atau pada
awal masa dewasa. Distonia adalah gangguan pergerakan yang paling sulit
dikenali. Karena terjadinya kontraksi otot dengan gambaran dan kecepatan yang
berbeda-beda, distonia sering dibingungkan dengan chorea, tremor dan
myoklonus. 1,2,3
B. Epidemiologi
Due to the variability of associated symptoms and disease severity and the fact that some
patients with mild cases may remain undiagnosed, it is difficult to determine the specific
frequency of primary dystonia in the general population. However, according to a 1998
study conducted in Rochester, Minnesota, the frequency was estimated to be 29.5
individuals per 100,000 for focal dystonias and 3.4 per 100,000 for generalized dystonias.
As mentioned earlier, early-onset primary dystonia is most common among individuals of
European Ashkenazi Jewish descent. It has been estimated that the frequency is
approximately 0.5 to 4 individuals per 100,000 in the non-Jewish population, with some
experts suggesting that individuals of Ashkenazi Jewish ancestry may be affected about 3
to 5 times as frequently. However, a recent investigation has reported an even higher
frequency of approximately 20 to 30 individuals per 100,000 in the Ashkenazi Jewish
population. Evidence indicates that the late-onset primary dystonias do not appear to have
a higher frequency among those of Ashkenazi Jewish descent as compared with the nonJewish population.
There are few epidemiological studies on dystonia and its various forms. A large
European study, reported in the literature in 2000, estimated the crude annual period
prevalence rate for primary dystonia (for 1996-1997) at 152 per million. Of the primary
dystonias, focal dystonia had the highest relative rate at 117 per million. The prevalence
rates for the other dystonias were estimated as follows: 57 per million for cervical
dystonia; 36 per million for blepharospasm; and 14 per million for writer's cramp. The
relative rates, adjusted for age, were substantially higher in women than in men for the
segmental and focal dystonias. The exception to this was writer's cramp. The authors
(Warner T et al.) point out that these estimates should be viewed as "under-estimates" of
the true prevalence of dystonia. Their estimates are seen as conservative due, in part, to
under-ascertainment of cases.
C. Klasifikasi
Beberapa penklasifikasin distonia di antaranya dibagi berdasarkan distribusi
topografi, onset usia dan etiologi. Klasifikasi berdasarkan onset usia penting
karena ketika distonia muncul pada pada usia anak-anak atau dewasa muda, ini
biasanya merupakan progresifitas dari focal limb dystonia ke bentuk severe
generalized. Distonia yang muncul pada usia 25 tahun biasanya melibatkan otot
craniocervical, hampir selalu lokal atau segmental dan non-progresif. Klasifikasi
etiologi terdiri dari distonia primer, distonia sekunder, sindrom distonia-plus dan
paroksismal distonia.(NEJM)
Focal Dystonias
There are several forms of focal dystonia as well as other dystonias that may be limited to
one area of the body. Focal dystonias often become apparent during the fourth or fifth
decade, so called adult onset. However, symptoms may become obvious earlier in life.
Overall, women are affected approximately 3 times more frequently than men.
The symptoms associated with the focal dystonias are variable and depend upon the
intensity and severity of the spasms and the specific body region and muscle groups
involved. The rate of progression from symptom onset to difficulties in activities of daily
living and disability are extremely variable, ranging from rapid development over days or
weeks to a gradual progression over a decade or more.
Symptoms of focal dystonias may initially be periodic, occurring only during stressful
periods or randomly. At first, symptoms tend to appear when the affected body part
performs certain movements; they typically disappear when the affected area is at rest.
However, as the disease progresses, dystonic spasms begin to develop with other
activities of the affected region. Symptoms may occur with voluntary actions involving
other bodily areas. This phenomenon is known as overflow. Eventually, dystonia may be
present when the affected part is at rest. Gradually, the affected area may assume an
unusual and sometimes painful posture.
In up to 30 percent of patients, focal dystonias may extend to involve nearby areas,
resulting in segmental dystonia. Less commonly, symptoms may begin to affect certain
non-adjacent regions (multifocal dystonia).
Focal dystonias often stabilize within a few years and may gradually slightly improve. In
addition, some patients may experience a temporary diminishing or complete remission
of symptoms for days or months, usually within 2 to 3 years following disease onset.
Evidence suggests that remissions most frequently occur in patients with cervical
dystonia, as compared with other focal dystonias.
Focal dystonias are usually considered primary (idiopathic) dystonias, meaning that
dystonia is the only sign, with the possible exception of tremor, and secondary causes are
excluded. Adult-onset focal dystonias usually occur sporadically, in the absence of a
family history. However, in some relatively rare cases, more than one family member
may be affected. (For further information, see the section entitled "Etiology/ Primary
Dystonia")
Commonly described forms of focal dystonia include...
Blepharospasm
Oromandibular dystonia
Limb dystonia
Segmental Dystonia
If a focal dystonia spreads to involve an additional area of the body, it usually affects an
adjacent area (segmental dystonia). Less commonly, dystonic spasms may begin to affect
a non-adjacent region or regions, resulting in signs of multifocal dystonia. In those with
multifocal dystonia, the dystonia involves two or more non-adjacent areas of the body,
such as both legs; one or both arms and a leg; or the face and a leg.
Hemidystonia
Hemidystonia is a form of dystonia that affects one side of the body or is characterized by
unilateral involvement of the upper and lower limbs. It is considered a type of multifocal
dystonia. Hemidystonia typically occurs secondary to certain underlying conditions,
particularly multiple sclerosis, tumor, stroke, or vascular malformations.
Generalized Dystonia
In patients with generalized dystonia, dystonic spasms involve the legs or one leg and the
trunk as well as one other area of the body. Unlike primary focal dystonias, primary
generalized dystonia is typically associated with a younger age at symptom onset (early
onset). "Primary dystonia" indicates that dystonia is the essential or principal finding,
with the possible exception of tremor, and that a secondary cause is excluded.
The broader term early onset generally refers to dystonia that develops before age 21;
however, the late twenties have also been suggested to be early onset. "Late onset"
indicates symptom onset later than age 20 or the late twenties.
Dystonia: Cause
Dystonia may be further classified based upon its cause. More specifically, dystonia may
be categorized according to its causes as follows:
Manifestasi Klinis
Gejala ringan pada penderita antara lain leher berputar di luar kesadaran,
tremor, atau kesulitan berbicara. Gejala-gejala distonik bisa disebabkan oleh: 8,9
- Cedera ketika lahir (terutama karena kekurangan oksigen)
- Infeksi tertentu
- Reaksi terhadap obat tertentu, logam berat atau keracunan karbon monoksida
- Trauma
- Stroke.
Keadaan ini merupakan spasme atau kontraksi involunter, akut dari satu
atau lebih kelompok otot skelet yang lazimnya timbul dalam beberapa menit.
Kelompok otot yang paling sering terlibat adalah otot wajah, leher, lidah atau
otot ekstraokuler, bermanifestasi sebagai tortikolis, disastria bicara, krisis
okulogirik dan sikap badan yang tidak biasa. Suatu ADR lazimnya
mengganggu sekali bagi pasien. Dapat nyeri atau bahkan dapat mengancam
kehidupan dengan gejala-gejala seperti distonia laring atau diafragmatik.
Reaksi distonia akut sering sekali terjadi dalam satu atau dua hari setelah
pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Keadaan ini terjadi pada
kira-kira 10% pasien, lebih lazim pada pria muda, dan lebih sering dengan
neuroleptik dosis tinggi yang berpotensi lebih tinggi, seperti haloperidol dan
flufenazine. Reaksi distonia akut dapat merupakan penyebab utama dari
ketidakpatuhan dengan neuroleptik karena pandangan pasien mengenai
medikasi secara permanent dapat memudar oleh suatu reaksi distonik yang
menyusahkan. 10,11
b. Akatisia
Sejauh ini EPS ini merupakan yang paling sering terjadi. Kemungkinan
terjadi pada sebagian besar pasien yang diobati dengan medikasi neuroleptik,
terutama pada populasi pasien lebih muda. Terdiri dari perasaan dalam yang
gelisah, gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak. Juga telah dilaporkan
sebagai rasa gatal pada otot. Pasien dapat mengeluh karena anxietas atau
kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan sebagai gejala psikotik yang
memburuk. Sebaliknya, akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik
akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim. Agitasi, pemacuan yang nyata, atau
manifestasi fisik lain dari akatisisa hanya dapat ditemukan pada kasus yang berat.
Juga, akinesis yang ditemukan pada parkinsonisme yang ditimbulkan neuroleptik
dapat menutupi setiap gejala objektif akatisia. Akatisia sering timbul segera
setelah memulai medikasi neuroleptikdan pasien sudah pada tempatnya
mengkaitkan perasaan tidak nyaman. Yang dirasakan ini dengan medikasi
sehingga menimbulkan masalah ketidakpatuhan pasien. 11,12
b. Sindrom Parkinson
Merupakan EPS lain yang agak lazim yang dapat dimulai berjam-jam
setelah dosis pertama neuroleptik atau dimulai secara berangsur-angsur setelah
pengobatan bertahun-tahun. Manifestasinya meliputi berikut :12
Akinesia : yang meliputi wajah topeng, kejedaan dari gerakan spontan,
penurunan ayunan lengan pada saat berjalan, penurunan kedipan, dan penurunan
mengunyahyang dapat menimbulkan pengeluaran air liur. Pada bentuk yang yang
lebih ringan, akinesia hanya terbukti sebagai suatu status perilaku dengan jeda
bicara, penurunan spontanitas, apati dan kesukaran untuk memulai aktifitas
normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala negative skizofrenia.13
Tremor : khususnya saat istiraha, secara klasik dari tipe penggulung pil. Tremor
dapat mengenai rahang yang kadang-kadang disebut sebagai sindrom kelinci.
Keadaan ini dapat dikelirukan dengan diskenisia tardiv, tapi dapat dibedakan
melalui karakter lebih ritmik, kecerendungan untuk mengenai rahang daripada
lidah dan responya terhadap medikasi antikolinergik.13
Gaya berjalan membungkuk : menyeret kaki dengan putaran huruf en cetak dan
hilangnya ayunan lengan.
Kekuan otot : terutama dari tipe cogwheeling
c. Tardive Diskinesia
Dari namanya sudah dapat diketahui merupakan sindrom yang terjadi
lambat dalam bentuk gerakan koreoatetoid abnormal, gerakan otot abnormal,
involunter, menghentak, balistik, atau seperti tik. Ini merupakan efek yang
tidak dikehendaki dari obat antipsikotik .hal ini disebabkan defisiensi
kolinergik yang relatif akibat supersensitif reseptor dopamine di puntamen
kaudatus. Wanita tua yang diobati jangka panjang mudah mendapatkan
gangguan tersebut walaupun dapat terjadi di perbagai tingkat umur pria
ataupun wanita. Prevalensi bervariasi tetapi tardive diskinesia diperkirakan
terjadi 20-40% pasien yang berobat lama. Tetapi sebagian kasus sangat ringan
dan hanya sekitar 5% pasien memperlihatkan gerakan berat nyata. Namun,
kasus-kasus berat sangat melemahkan sekali, yaitu mempengaruhi berjalan,
berbicara, bernapas, dan makan. Factor predisposisi dapat meliputi umur lanjut,
jenis kelamin wanita, dan pengobatan berdosis tinggi atau jangka panjang.
Pasien dengan gangguan afektif atau organikjuga lebih berkemungkinan untuk
mengalami diskinesia tardive. Gejala hilang dengan tidur, dapat hilang timbul
dengan berjalannya waktu dan umumnya memburuk dengan penarikan
neuroleptik. Diagnosis banding jika mempertimbangkan diskinesia tardive
meliputi penyakit Hutington, Khorea Sindenham, diskinesia spontan, tik dan
diskinesia yang ditimbulkan obat (contohnya levodopa, stimulant dan lainlain). Perlu dicatat bahwa diskinesia tardive yang diduga disebabkan oleh
kesupersensitivitasan reseptor dopamine pasca sinaptik akibat blockade kronik
dapat ditemukan bersama dengan sindrom Parkinson yang diduga disebabkan
karena aktifitas dopaminergik yang tidak mencukupi. Pengenalan awal perlu
karena kasus lanjut sulit di obati. Banyak terapi yang diajukan tetapi
evaluasinya sulit karena perjalanan penyakit sangat beragam dan kadangkadang terbatas. Diskinesia tardive dini atau ringan mudah terlewatkan dan
beberapa merasa bahwa evaluasi sistemik, Skala Gerakan Involunter Abnormal
(AIMS) harus dicatat setiap enam bulan untuk pasien yang mendapatkan
pengobatan neuroleptik jangka panjang.14
C.
Obat
Antipsikosis
yang
Mempunyai
Efek
Samping
Gejala
Ekstrapiramidal
Obat antispikosis dengan efek samping gejala ekstrapiramidalnya sebagai
berikut :
Pemilihan obat antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan
efek samping obat.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.
15, 16
Penatalaksanaan
Meskipun tak ada pengobatan khusus untuk distonia, berbagai macam
pengobatan mungkin sesuai. Sebabnya, setiap penderita memiliki distonia yang
unik, pengobatan harus menyesuaikan kondisi penderita. Tak pengobatan tunggal
yang berlaku untuk semua penderita. Tujuan pengobatan untuk distonia adalah
untuk membantu mengurangi derita gejala.17,18,19
Racun botulinum. Sejumlah kecil racun ini bisa disuntikkan ke dalam otot
yang terkena untuk mengurangi distonia fokal. Pada awalnya racun ini digunakan
untuk mengobati blefarospasme. Racun menghentikan kejang otot dengan
menghambat pelepasan neurotransmiter asetilkolin. Efeknya bertahan selama
beberapa bulan sebelum suntikan ulangan dilakukan. Pembedahan dan
pengobatan lainnya. Jika pemberian obat tidak berhasil atau efek sampingnya
terlalu berat, maka dilakukan pembedahan. Distonia generalisata stadium lanjut
telah berhasil diatasi dengan pembedahan yang menghancurkan sebagian dari
talamus. Resiko dari pembedahan ini adalah gangguan berbicara, karena talamus
terletak di dekat struktur otak yang mengendalikan proses berbicara. Pada distonia
fokal (termasuk blefarospasme, disfonia spasmodik dan tortikolis) dilakukan
pembedahan untuk memotong atau mengangkat saraf dari otot yang terkena.
Beberapa penderita disfonia spasmodik bisa menjalani pengobatan oleh ahli
patologi berbicara-berbahasa. Terapi fisik, pembidaian, penatalaksanaan stres dan
biofeedback juga bisa membantu penderita distonia jenis tertentu.20
Penanganan Gejala Ektrapiramidal (EPS)
b. Akatisia
Pengobatan akatisia mungkin sangat sulit dan sering kali memerlukan
banyak eksperimen. Agen yang paling umum dipakai adalah antikolinergik dan
amantadin (Symmetrel); obat ini dapat juga dipakai bersama. Penelitian
terakhir bahwa propanolol (Inderal) sangat efektif dan benzodiazepine,
khususnya klonazepam (klonopin) dan lorazepam (Ativan) mungkin sangat
membantu.22
c. Sindrom Parkinson
Aliran utama pengobatan sindrom Parkinson terinduksi neuroleptik
terdiri atas agen antikolinergik. Amantadin juga sering digunakan . Levodopa
yang dipakai pada pengobatan penyakit Parkinson idiopatik umumnya tidak
efektif akibat efek sampingnya yang berat.22,25,26
d. Tardive Diskinesia
Pencegahan melalui pemakaian medikasi neuroleptik yang bijaksana
merupakan pengobatan sindrom ini yang lebih disukai. Ketika ditemukan
pergerakan involunter dapat berkurang dengan peningkatan dosis medikasi
antipsikotik tetapi ini hanya mengeksaserbasi masalah yang mendasarinya.
Setelah permulaan memburuk, pergerakan paling involunter akan menghilang
atau sangat berkurang, tetapi keadaan ini memerlukan waktu sampai dua tahun.
Benzodiazepine dapat mengurangi pergerakan involunter pada banyak pasien,
kemungkinan melalui mekanisme asam gamma-aminobutirat-ergik. Baclofen
(lioresal) dan propanolol dapat juga membantu pada beberapa kasus. Reserpin
(serpasil) dapat juga digambarkan sebagai efektif tetapi depresi dan hipotensi
merupakan efek samping yang umum. Lesitin lemak kaya kolin sangat
bermanfaat
menurut
beberapa
peneliti,
tetapi
kegunaannya
masih
pasti
terhadap
pengobatan.23,24,28
dokumen
yang
diperlukan
untuk
penghentian
Antipsikosis
Dosis (mg/hr)
Gej. ekstrapiramidal
Chlorpromazine
150-1600
++
Thioridazine
100-900
Perphenazine
8-48
+++
trifluoperazine
5-60
+++
Fluphenazine
5-60
+++
Haloperidol
2-100
++++
Pimozide
2-6
++
Clozapine
25-100
Zotepine
75-100
Sulpride
200-1600
Risperidon
2-9
Quetapine
50-400
Olanzapine
10-20
Aripiprazole
10-20