Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Studi Biologi Larva Dan Cacing Dewasa Hemonchus Contortus Pada Kambing

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

JSV 33 (1), Juli 2015 JURNAL

SAIN VETERINER
ISSN : 0126 - 0421

Studi Biologi Larva dan Cacing Dewasa Hemonchus contortus pada Kambing
A Biological Study of Larvae and Adult Hemonchus contortus in Goat
1 2
Yuswandi , Rika Yuniar S.
1
Balai Karantina Pertanian Kelas I Banjarmasin
2
Balai Besar Veteriner Wates
Email : yus.wandi@yahoo.co.id

Abstract
A biological study of larvae and adult Hemonchus contortus was carried out in goat. The aims of this study
were to know the capability of the infective larvae (L3) development to adult, and the prepaten period of H.
contortus. A number of 14 goat abomasum collected from Ngampilan Slaughterhouse, Yogyakarta Province was
used as source of H. contortus. Eggs worm were collected from direct surgery of the H. contortus in
physiological saline. The egg development of H. contortus to the L3 stadium was carried out by a modification
Harada-Morito, whereas the development of the L3 to adult and the prepaten period were studied in the goat as
experimental animal in vivo. Before the goat necropsied, the diagnosis of H. contortus egg was done every two
day post infection and started two weeks after infection. The data was analyzed descriptively. The results showed
that the capability of the egg development of the worm to the L3 stadium was 0,33%, the capability of the L3
development to adult was 32,42%, and the prepaten period of H. contortus was 21 days.
Key words : Haemonchus contortus, biology, infective larvae, eggs worm, prepaten period

Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji biologi larva dan cacing dewasa Hemonchus contortus pada
kambing tentang kemampuan perkembangan telur menjadi L3, kemampuan perkembangan L3 menjadi dewasa,
dan periode prepaten H. contortus. Sebanyak 14 abomasum kambing, dikumpulkan dari rumah potong hewan
Ngampilan, Yogyakarta, digunakan sebagai sumber H. contortus. Telur cacing dikumpulkan dengan cara
pembedahan langsung dan inkubasi cacing dewasa H. contortus dalam cairan fisiologis. Perkembangan telur H.
contortus menjadi stadium L3 dilakukan pada media modifikasi Harada-Mori, sedangkan perkembangan L3
mejadi dewasa dan periode prepaten H. contortus, dilakukan pada kambing sebagai hewan percobaan in vivo.
Sebelum kambing dinekropsi, pemeriksaan telur H. contortus dilakukan setiap dua hari pasca infeksi, yang
dimulai dua minggu setelah infeksi. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian
menunjukkan, bahwa kemampuan perkembangan telur cacing ke stadium L3 adalah 0,33 %, kemampuan
perkembangan L3 menjadi dewasa adalah 32,42 % , dan periode prepaten H. contortus adalah 21 hari.
Kata kunci : Haemonchus contortus, biologi, larva infektif, telur cacing, perioden prepaten

42
Studi Biologi Larva dan Cacing Dewasa Hemonchus contortus pada Kambing

Pendahuluan Hemonchus contortus termasuk parasit


monoksenosa, karena hanya membutuhkan satu
Di negara tropis, seperti Indonesia, salah satu individu inang atau hospes dalam menyelesaikan
faktor penghambat perkembangan usaha peternakan seluruh siklus hidupnya. Siklus hidupnya termasuk
kambing yang tidak boleh diabaikan adalah bertipe langsung, dimana parasit hanya
penyakit. Penyakit yang sering mendatangkan membutuhkan satu hospes, yaitu hospes definitif
kerugian yang cukup besar walaupun jarang sebagai hospes akhir, dengan kata lain disini tidak
meyebabkan kematian adalah penyakit yang diperlukan hospes perantara (Anderson, 2000).
disebabkan oleh cacing, antara lain adalah Kambing terinfeksi H. contortus karena
Hemonchus. Hemonchiasis merupakan penyakit menelan larva infektif H. contortus ketika mereka
yang disebabkan oleh Hemonchus spp., salah merumput. Selama di dalam tubuh hospesnya,
satunya adalah Hemonchus contortus. Penyakit parasit menghasilkan pengaruh buruk dengan cara
tersebut terdapat di seluruh dunia terutama daerah bermacam-macam. H. contortus menyebabkan
yang beriklim tropis dan subtropis (Waller dan anemia normositik, anemia hipokromik.
Chandrawatani, 2005). H. contortus merupakan Hipoalbuminemia terjadi sebagai akibat kehilangan
parasit yang patogenik, luas penyebaran dan tingkat darah pada ternak, menyebabkan akumulasi cairan
infeksinya dapat mencapai 80%. Kambing dan pada rongga perut dan edema perifer pada rahang
domba mudah terkena infeksi cacing saluran (sering disebut sebagai bottle jaw atau rahang botol).
pencernaan ini. Indonesia yang beriklim tropis basah Abomasitis sebagai akibat infeksi cacing, dapat
sangat menguntungkan kelangsungan hidup dan mengganggu daya cerna dan penyerapan protein,
mempermudah penularannya (Lastuti dkk., 2006). kalsium, dan fosfor. Pendarahan petechial sampai
Menurut Angus, infeksi yang disebabkan oleh H. ecchymotic mungkin terlihat pada mukosa
contortus bersifat sporadik. Selanjutnya, dilaporkan, abomasum (Ballweber, 2001). Haemonchus
bahwa di Indonesia H. contortus merupakan contortus adalah penghisap darah yang rakus, pada
penyakit yang bersifat endemis (Rangkuti, 1984). infeksi yang akut, setiap cacing dapat menghisap
Lingkungan tropis merupakan tempat yang darah 0,049 ml/hari (Partodiharjo dan Suryadi,
baik untuk berkembangnya penyakit-penyakit 1998). Dari segi populasi, cacing ini dominan
parasit termasuk cacing H. contortus. Di daerah yang sepanjang tahun. Pengendalian penyakit akibat
beriklim panas dan basah (tropis), terdapat suhu parasit ini sangat diperlukan dalam upaya
yang selalu hangat dengan kelembaban yang tinggi meningkatkan produktivitas dan itensifikasi
dan seringkali hanya ada sedikit atau bahkan tidak peternakan kambing (Fiscer dkk., 1992).
ada sama sekali arus udara arus udara (cuaca yang Di Indonesia, kajian tentang biologi
tenang). Jelas, bahwa kesempatan untuk reproduksi H. contortus pada kambing banyak
kelangsungan hidup dan penyebaran parasit, dilakukan, namun belum secara rinci mengkaji
misalnya larva cacing H. contortus di luar tubuh biologi H. contortus Indonesia. Penelitian ini
tergantung langsung dari suhu dan kelembaban diharapkan dapat menambah wawasan ilmu
(Urquhart et al., 1996). pengetahuan parasit secara umum, khususnya di

43
Yuswandi dan Rika Yuniar S.

bidang parasitologi veteriner. setinggi 1 cm. Tabung reaksi ditutup dengan kapas.
Kemudian diinkubasi selama satu minggu pada suhu
Materi dan Metode ruang (220-250 C) ditempatkan pada tempat yang
gelap dan dihindarkan dari sinar matahari dan dijaga
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium agar biakan selalu lembab.
Parasitologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Larva dipanen setelah satu minggu dibiakkan
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan yang dan diperkirakan telah mencapai stadium infektif
digunakan adalah 14 abomasum kambing, air, cairan (L3), dengan cara tabung yang berisi biakan telur
fisiologis (NaCl 0,9 %), aquades steril, arang, NaOH tersebut dimasukkan ke dalam air hangat, kemudian
jenuh, gula jenuh, feses kambing dan kertas saring. didiamkan selama 1-2 jam untuk memberi
Hemonchus contortus dikumpulkan dari kesempatan larva turun ke dasar tabung yang berisi
14 abomasum kambing yang diperoleh dari Rumah aquades. Di bawah mikroskop dengan pembesaran
Potong Hewan Ngampilan, Yogyakarta, dengan cara 10 x 10, larva kemudian dikumpulkan dan
diambil langsung dari abomasum, yang sebelumnya dimasukkan ke dalam botol kecil yang berisi cairan
telah dilakukan pembedahan. Cacing yang diperoleh fisiologis. Selain itu, larva juga dipanen dengan
kemudian dibiakan pada cairan fisiologis dan menggunakan alat Baerman.
diinkubasi pada suhu ruang selama 20 jam. Kambing yang digunakan sebagai hewan
Untuk memperoleh telur cacing H. contortus, percobaan pada penelitian ini adalah kambing lokal
selain diperoleh dari H. contortus dewasa yang jantan yang berumur antara 1-1,5 tahun. Kambing
keluar secara alami setelah diinkubasikan selama tersebut ditempatkan pada kandang yang bersih dan
kurang dari 20 jam, juga diperoleh langsung dari lantainya berada agak jauh dari permukaan tanah,
pembedahan uterus cacing betina dewasa H. setinggi 1, 25 cm dari permukaan tanah. Lantainya
contortus. dibuat berlubang agar feses yang dikeluarkan
Untuk pembuatan media biakan, maka feses kambing dapat jatuh ke permukaan tanah. Supaya
kambing dikeringkan kemudian ditumbuk sampai kambing bebas dari infestasi cacing, maka kambing
halus. Feses yang telah halus tersebut dicampur tersebut diberi obat cacing selama 3 hari, dan supaya
dengan arang yang perbandingannya 1:1. bebas dari koksidiosis, kambing tersebut diberi obat
Campuran feses dan arang tersebut kemudian sulfa strong (pabrik) yang mengandung
disterilisasi dengan autoclave selama 48 jam pada sulfamethazine sodium, sulfathiazole sodium,
0
suhu 120 C. sulfadiazine sodium, dan sulfasomidin sodium,
Telur-telur dibiakan dengan metode Harada- dengan dosis 1 ml x 1 hari yang diberikan secara
Mori yang dimodifikasi, yaitu telur dicampur injeksi intramuskuler. Satu hari setelah pengobatan,
dengan feses kambing dan ditambah aquades. dilakukan pemeriksaan feses setiap hari untuk
Kemudian feses yang berisi telur cacing tersebut mengetahui hasil pengobatan. Selama pemeliharaan
dioleskan pada kertas saring dan dimasukan ke kambing diberi pakan
dalam tabung reaksi yang telah diisi aquades setinggi Larva yang telah dikumpulkan kemudian
3-4 cm, sehingga bagian bawah kertas saring berada diinfeksikan kepada kambing percobaan yang telah

44
Studi Biologi Larva dan Cacing Dewasa Hemonchus contortus pada Kambing

disiapkan. Larva tersebut diinfeksikan per-oral kemudian disembelih. Penyembelihan ini dilakukan
sebanyak empat kali. Infeksi pertama sebanyak 208 setelah produksi telur H. contortus menurun.
ekor pada hari ke-0, infeksi kedua sebanyak 17 ekor Abomasum yang diperoleh, dibawa ke laboratorium
pada hari ke-8, infeksi ketiga sebanyak 17 ekor pada untuk dilakukan pemeriksaan terhadap jumlah
hari ke-16, dan infeksi keempat sebanyak 14 ekor cacing H. contortus dewasa sehingga prosentase
pada hari ke 27. Sebelum diinfeksikan, larva terlebih larva infektif H. contortus yang tumbuh menjadi
dahulu dimasukkan ke dalam kertas saring yang dewasa dapat diketahui.
dibuat seperti kerucut, kemudian kertas saring Data tentang ukuran cacing dewasa, telur dan
tersebut dimasukkan ke dalam kapsul. Setelah itu larva stadium infektif yang diperoleh kemudian
kapsul tersebut dimasukkan ke dalam mulut diolah secara statistik dengan menghitung rerata
kambing dan langsung didorong masuk ke dalam masing-masing cacing, setelah itu dibandingkan
esofagusnya. dengan literatur. Sedangkan, bentuk morfologis
Dua minggu pasca infeksi, dilakukan cacing, telur dan larva infektif H. contortus,
pengambilan sampel. Sampel yang diambil adalah dilakukan analisis deskriptif.
feses kambing, yang diambil secara langsung dari
rektumnya. Pengambilan sampel feses tersebut Hasil dan Pembahasa
dilakukan dua hari sekali. Contoh sampel,
selanjutnya diperiksa secara kualitatif (metode Hasil penelitian ini meliputi identifikasi
sentrifus) maupun kuantitatif (metode McMaster) di cacing dewasa, telur dan larva infektif Hemonchus
Laboratorium Parasitologi, Fakultas Kedokteran contortus berdasarkan morfologisnya, kemampuan
Hewan, Univeritas Gadjah Mada. perkembangan telur menjadi larva infektif (L3)
Untuk mengetahui prosentase larva infektif H. menjadi dewasa, dan periode prepaten H. contortus.
contortus yang tumbuh dewasa, kambing percobaan

Gambar 1. Ujung anterior Hemonchus contortus dewasa: a. mulut, b. esophagus, c. papilla servikalis

45
Yuswandi dan Rika Yuniar S.

Pada Gambar 1 diperlihatkan bentuk bagian anterior berbentuk tongkat, dan papilla servikalis (c) yang
dari cacing yang ditemukan pada abomasum berbentuk duri. Bentuk seperti ini merupakan bentuk
kambing yang terlihat dengan jelas adanya mulut (a) bagian anterior cacing H. contortus, seperti yang
di ujung anterior, esophagus (b) yang sempit dijelaskan oleh Urquhart et al. (1996).

Gambar 2. Bursa kopulatrks Hemonchus contortus pada jantan dewasa

Pada Gambar 2 diperlihatkan bagian posterior taktil, atau reseptor bagi feromon yang dikeluarkan
cacing jantan dewasa yang terlihat adanya bursa oleh cacing betina. Suatu studi telah dilakukan untuk
kopulatriks yang berupa pelebaran yang mengukur panjang spikula dan gubernakulum H.
melengkung seperti tudung kepala. Bursa tersebut contortus pada kambing oleh Rahman dan Hamid
tersusun atas dua lobus lateral yang simetris dan satu (2007), bahwa kedua spikula tersebut memiliki
lobus dorsal yang asimetris. Terlihat adanya ukuran panjang yang berbeda. Spikula kiri memiliki
gubernakulum dan sepasang spikula (Urquhart et al., panjang 446,0 m, sedangkan yang kanan 453,2 m.
1996). Spikula berfungsi untuk menyalurkan sperma Gubernakulum merupakan suatu penebalan kutikula
ke tubuh cacing betina. Struktur dengan kerangka yang mengeras. Organ ini dibentuk dari kantong
yang mengeras dan panjang ini timbul dari sel spikula, terletak disisi dorsal kloaka dan mungkin
primodia yang terdapat pada epitel rektum. Spikula membantu mengendalikan spikula saat ditonjolkan
tersebut tersusun sebagian besar oleh protein dan keluar. Gubernakulum ini memiliki panjang 234,0
dapat ditonjolkan keluar lewat kloaka dan dapat m.
mempunyai fungsi tambahan sebagai organ sensoris

46
Studi Biologi Larva dan Cacing Dewasa Hemonchus contortus pada Kambing

Gambar 3. Daerah vulva Hemonchus contortus dewasa betina : a. labium, b. vulva, c. vagina

Pada Gambar 3 diperlihatkan bagian vulva dari dan Georgi (1990), bahwa vulva H. contortus
cacing betina dewasa yang diperoleh dari abomasum terletak kira-kira pada seperempat panjang tubuh
kambing yang terlihat adanya tonjolan yang panjang dari ekor dan ditutupi dengan cuping vulva.
dan bentuknya menyerupai lidah (a), muncul di Hemonchus contortus betina dapat dibedakan
bagian anterior vulva (b) dan bentukan ini menonjol dengan Hemonchus placei betina dengan melihat
ke ujung posterior cacing. Lubang vulvanya terletak cuping vulvanya, dimana pada H. placei cuping
pada sudut antara labium dengan bagian tubuh vulvanya membulat.
cacing. (Anderson, 2000). Dijelaskan oleh Georgi

Gambar 4. Telur Hemonchus contortus: a. kulit telur, b. segmen embrional, c. larva stadium pertama (L1)
dalam telur

47
Yuswandi dan Rika Yuniar S.

Pada Gambar 4 diperlihatkan telur cacing strongil seperti yang dijelaskan oleh Rudolphi (Urquhart,
yang tampak oval, bersegmen dan salah satunya 1996). Dijelaskan pula oleh Rudolphi, telur H.
berisi larva stadium kesatu (L1). Dijelaskan oleh contortus berisis embrio dalam stadium morula yang
Rudolphi, untuk membedakan bentuk telur strongil, terdiri dari 24 atau lebih sel, warna telurnya lebih
yaitu dengan melihat ukuran, warna dan stadium terang dan lebih banyak selnya dibandingkan dengan
embrio di dalam telur. Pada Gambar 4, telur strongil Bunostomum trogonocephalum atau
tersebut mempunyai ukuran 79,93 1,35 x 49,17 Oesophagostomum columbianum, dan ukuranya 65-
1,15 m dan warnanya kekuning-kuningan. Bentuk 82 x 39-46 m.
telur seperti ini merupakan bentuk telur H. contortus

Gambar 5. Larva stadium infektif (L3) Hemonchus contortus : a. mulut, b. esophagus, c. ekor, d. selubung ekor

Pada Gambar 5 diperlihatkan bentuk larva infektif panjang tubuh cacing tersebut adalah 1,922 0,04
yang diperoleh dari pembiakan telur dengan cm, sedangkan lebarnya 323,32 5,50 cm. Data
menggunakan metode Harada-Mori yang mengenai ukuran ini sesuai dengan literatur, yang
dimodifikasi, terlihat adanya selubung yang menyebutkan bahwa panjang total Haemonchus
membungkus larva dengan sempurna sehingga contortus menurut Soulsby 18-30 mm dan Kuchai et
semua lubang yang ada telah tertutup. Mulutnya (a) al. 18.38-24.50 mm dan lebar 0.48 (0.32-0.64) m
berada di ujung anterior dan esofagusnya (b) (Kuchai et al, 2012). Telur H. contortus yang
berbentuk silindris dan sempit. Ujung ekor (c) larva diperoleh dari lapangan di Yogyakarta mempunyai
berbentuk membulat. Bagian selubung ekornya (d) ukuran yang lebih besar daripada yang disebutkan
meruncing ke ujung posterior dengan kaku. Bentuk dalam literature, yaitu 66.579.0 x 43.3-46.6 m
larva infektif semacam itu merupakan bentuk larva (Urquhart, 1996), yaitu 79,93 1,35 x 49, 17 1,15
Haemonchus contortus yang disebutkan oleh m. Adapun ukuran panjang larva infektif H.
Gamble (Urquhart, 1996). contortus (sudah termasuk selubungnya) menurut
Untuk mengetahui ukuran H. Veglia adalah 754756 m dan lebarnya 25-35 m
contortus betina dewasa, maka dilakukan (Urquhart, 1996), sedangkan panjang larva infektif
pengukuran terhadap cacing yang diperoleh. Adapun H. contortus yang diperoleh dari lapangan di

48
Studi Biologi Larva dan Cacing Dewasa Hemonchus contortus pada Kambing

Yogyakarta mempunyai panjang 666,43 6,56 m ini terjadi di rumen. Lambung pada ruminansia,
dan lebarnya 24,77 0,62 m. Berdasarkan data termasuk kambing, merupakan tempat adanya
tersebut di atas, diperoleh kesimpulan, bahwa cacing rintangan pertama dan utama dalam siklus hidup
H. contortus yang diperoleh dari lapangan di parasit. Proses pergantian faali yang berlangsung
Yogyakarta tersebut hampir sama dengan H. dari stadium infektif pra-parasitis sampai terjadinya
contortus yang disebutkan dalam literatur. hidup parasitis itu sangat majemuk dan dimulai
Pada penelitian ini, daya tetas telur H. contortus ketika parasit pertama kali adalah lambung.
menjadi larva infektif sangat rendah, yaitu sebesar Nampaknya, proses pergantian faali itu dimulai oleh
0,33 %. Apabila dibandingkan dengan penelitian rangsangan-rangsangan dari hospes di waktu parasit
yang dilakukan oleh Mizzele dan Barbarian, yang stadium infektif memasuki tubuh hospes, meliputi
menemukan, bahwa pada temperatur yang temperatur tubuh inang, pH yang asam dalam
maksimum untuk perkembangan telur menjadi larva lambung, proses oksidasi-reduksi, dan pengaruh
infektif, yaitu pada suhu 36,70 C, telur-telur H. karbondioksida.
contortus yang berkembang menjadi L3 adalah Pada temperatur tubuh ( 380 C) merupakan
sebesar 10 %, sedangkan pada temperatur 8,90 C, kondisi yang optimum untuk proses pengelupasan
telur-telur yang menetas hanya sebesar 5 % (Levine kutikula, walaupun proses tersebut akan terjadi
1990). lambat pada temperatur rendah.
Rendahnya daya tetas telur H. contortus yang Konsentrasi ion H+ (pH) optimum bervariasi
dibiakan pada media Harada-Mori yang tergantung spesies, pada H. contortus, proses
dimodifikasi tersebut diduga disebabkan oleh penyilihan terjadi pada pH 3.
beberapa faktor, diantaranya: kelembaban, suhu, dan Proses oksidasi-reduksi yang rendah
kematangan (siap tetas) telur. Hal ini sesuai dengan memberikan situasi yang lebih baik untuk menyilih
yang dijelaskan oleh Sudrajat (1991), bahwa telur- daripada oksidasi-reduksi yang relatif tinggi, tetapi
telur cacing yang keluar bersama feses akan hal ini bervariasi tergantung spesies dan pH.
berkembang dibawah pengaruh kelembaban, suhu Menurut Rogers, oksidasi-reduksi potensial
yang cocok untuk perkembangan telur, dan memiliki efek meningkatkan proses penyilihan larva
tersedianya oksigen. Dengan demikian dapat H. contortus.
dikatakan, bahwa jumlah telur yang sudah siap tetas Karbondioksida yang terlarut dan asam
lebih sedikit daripada yang belum siap tetas, karbonat yang terdisosiasi berkadar tinggi sangat
sehingga prosentase telur yang menetas sangat esensial bagi pengelupasan selubung larva H.
rendah. contortus.
Larva stadium infektif yang telah dikoleksi Dua minggu setelah infeksi, dilakukan
diinfeksikan ke kambing percobaan per oral. Secara pemeriksaan feses kambing percobaan untuk
alami, larva stadium infektif H. contortus masuk ke menemukan telur cacing. Feses kambing tersebut
dalam hospes definitif melalui pakan dan air minum. diperiksa setiap 2 hari sekali. Telur yang ditemukan
Setelah termakan, L3 akan melakukan ekdisis atau pertama kali digunakan sebagai pedoman periode
pengelupasan kulit. Menurut Levine (1968), proses prepaten cacing H. contortus.

49
Yuswandi dan Rika Yuniar S.

600

500

400

Jumlah telur ........... 300

200

100

0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41

Hari
Infeksi I Infeksi II Infeksi III Infeksi IV

Gambar 6. Grafik perkembangan telur Hemonchus contortus.yang ditemukan di dalam tinja kambing yang
diinfeksi dengan L3 H. contortus.

Pada Gambar 6 menunjukkan grafik perkembangan menunjukkan bahwa L3 H. contortus pada infeksi
telur H. contortus yang ditemukan di dalam feses pertama, kedua, dan ketiga telah dewasa dan
kambing setelah diinfeksi dengan L3 H. contortus memproduksi telur. Suatu percobaan telah dilakukan
sebanyak empat kali. Infeksi pertama sebanyak 208 oleh Rahman and Collins yang menginfeksi
ekor pada hari ke-0, infeksi kedua sebanyak 17 ekor kambing dengan 4000 larva infektif dan diperiksa
pada hari ke-8, infeksi ketiga sebanyak 17 ekor pada pada hari yang berbeda setelah infeksi, dalam waktu
hari ke-16, dan hari infeksi ke-empat sebanyak 14 18 hari (13,2 %) cacing betina dewasa mulai bertelur.
ekor pada hari ke 27. Seperti yang terlihat pada Pada hari ke-21, lebih dari cacing betina telah
grafik tersebut diatas, larva mulai dewasa dan dewasa (Urquhart et al., 1996). Jika infeksi oleh
memproduksi telur pada hari ke-21 pasca infeksi. parasit cacing ini telah berjalan lama, maka jumlah
Akan tetapi, jumlah telur yang ditemukan masih cacing di dalam tubuh hospes akan berkurang. Hal
sedikit, yaitu kurang dari 50 telur/g feses sehingga ini kemungkinan disebabkan karena telah
pada pemeriksaan feses dengan metode McMaster terbentuknya sistem pertahanan tubuh hospes yang
tidak dapat ditemukan, tetapi dengan metode dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan
sentrifus telur tersebut dapat ditemukan. Hal ini larva maupun cacing dewasa. Salah satu sistem
menunjukkan bahwa pada hari ke-21 tersebut hanya pertahanan tubuh hospes terhadap gangguan cacing
sedikit larva yang mampu memproduksi telur. gastrointestinal, termasuk H. contortus, diantaranya
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa periode reaksi pengobatan sendiri (self cure). Cacing yang
prepaten Hemonchus contortus yang diperoleh dari terdapat pada membran mukosa usus dan abomasum
lapangan di Yogyakarta tersebut adalah 21 hari. akan mengeluarkan antigen selama ekdisis ketiga
Dijelaskan dalam literatur bahwa periode prepaten yang berlaku sebagai alergen. Apabila jumlah cacing
H. contortus adalah 21 hari (Urquhart et al., 1996) meningkat, maka akan merangsang reaksi
setelah infeksi. Pada grafik terlihat puncak produksi hipersensitivitas tipe 1 lokal yang akut di bagian usus
telur dicapai pada hari ke-37 pasca infeksi. Hal ini yang mengandung parasit. Kombinasi antara antigen

50
Studi Biologi Larva dan Cacing Dewasa Hemonchus contortus pada Kambing

cacing dengan imunoglobulin yang terikat mast sel gastrointestinal (Urquhart et al., 1996; Vanimisetti,
menyebabkan terjadinya degranulasi mast sel dan 2003).
menambah permeabilitas vaskuler. Dengan Untuk mengetahui prosentase larva infektif
demikian, pada peristiwa pengobatan sendiri yang berkembang menjadi cacing dewasa, dilakukan
terjadi kontraksi yang hebat dari otot usus dan dengan memotong kambing percobaan dan
pertambahan permeabilitas kapiler usus yang dilakukan nekropsi pada bagian abomasumnya.
memungkinkan cairan ke dalam lumen usus. Adapun jumlah cacing dewasa yang ditemukan pada
Kombinasi ini menghasilkan pelepasan dan abomasum tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
pengeluaran sebagian besar cacing dalam saluran

Tabel 1. Jumlah L3 Hemonchus contortus yang diinfeksikan dan cacing dewasa yang ditemukan di dalam
abomasum setelah kambing dinekropsi
Jumlah cacing dewasa Hemonchus contortus yang ditemukan pasca
Waktu Jumlah nekropsi kambing
Infeksi Hemonchus
(hari ke-) contortus Cacing Jantan Cacing Betina Cacing Jantan Cacing Betina
(ekor) (ekor) (%) (%)
0 208 47 36 14,16 18,36
8 17
16 17
27 14
Jumlah 256 83 32,42

Seperti yang terlihat pada Tabel 1 di atas, (Urquhart et a., 1996).


jumlah H. contortus dewasa yang diperoleh Resistensi umur terhadap parasit merupakan
sebanyak 32,42 %. Apabila dibandingkan dengan hal yang umum. Pada umumnya, semakin tua
penelitian yang dilakukan oleh Dineen dan Wagland hospes, semakin besar resistensinya. Kambing muda
(1966) yang melakukan penelitian untuk adalah lebih peka terhadap infeksi daripada kambing
mengetahui jumlah larva infektif H. contortus yang dewasa. Hewan jantan tampaknya lebih rentan
tumbuh menjadi dewasa, menemukan bahwa 500- terhadap infeksi parasit jika dibandingkan dengan
2700 larva infektif H. contortus yang diinfeksikan betina (Vanimisetti, 2003). Pada penelitian ini
yang berkembang menjadi dewasa sebesar 42-52% digunakan kambing lokal yang berumur 1-1,5 tahun,
(Levine, 1968). Hal ini menunjukkan bahwa diperkirakan pada umur tersebut imunitasnya telah
prosentase larva infektif H. contortus yang tumbuh terbentuk sehingga dapat menghambat pertumbuhan
menjadi dewasa pada penelitian ini lebih kecil. dan perkembangan larva infektif maupun cacing
Perkembangan larva infektif menjadi cacing dewasa H. contortus, sehingga prosentase larva
dewasa di dalam tubuh hospes, dalam hal ini infektif yang tumbuh menjadi dewasa hanya
kambing, dipengaruhi oleh beberapa faktor, diperoleh sedikit. Hal ini sesuai dengan yang
diantaranya: umur, genetik, dan jenis kelamin dijelaskan oleh Sudrajat (1991), imunitas hewan

51
Yuswandi dan Rika Yuniar S.

terhadap cacing baru terbentuk pada umur 5-8 bulan, Haemonchus contortus. Pakistan J. Zool. 44:
1737-1741.
kemudian semakin tua umur hewan akan semakin
resisten sebagai akibat kemampuan penyesuaian diri Lastuti, N.D.R., Mufasirin, Hamid, I.S. (2006)
dengan lingkungan. Deteksi protein Haemonchus sp. pada domba
dan kambing dengan uji Dot Blot
Dari uraian pembahasan dapat disimpulkan, menggunakan antibodi poliklonal protein
bahwa kemampuan perkembangan telur menjadi L3 ekskresi dan sekresi Haemonchus contortus.
Media Kedokteran Hewan. 22:162-167.
metode modifikasi Harada-Mori sangat rendah
(033%) jika dibandingkan dengan penelitian Partodiharjo, S dan Suryadi, H. (1998) Studi tentang
penggunaan serum domba pascavaksinasi
sebelumnya, demikian juga dengan kemampuan larva tiga (L3) cacing Haemonchus contortus
perkembangan L3 menjadi dewasa (32,42%). Daya iradiasi pada kelinci. . Diakses pada tanggal 11
Desember 2013.
tetas telur-telur yang keluar secara alami ketika
diinkubasi lebih besar dari telur-telur yang diperoleh Rangkuti, M., Soedjana, T.D., Knipscheer, H.C.,
Sitorus, P. dan Setiadi, A. (1984) Pertemuan
dari pembedahan uterus cacing. Tidak ada pengaruh ilmiah penelitian ruminansia kecil. Pusat
antara larva infektif yang diinfeksikan dengan Penelitian dan Pengembangan Peternakan,
Badan Penelitian dan Pengembangan
proporsi jenis kelamin cacing dewasa yang tumbuh. Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Periode prepaten H. contortus pada kambing adalah
ahman,W.A. and Hamid, S.A. (2007) Morphological
21 hari. characterization of Haemonchus contortus in
goats (Capra hircus) and sheep (Ovis aries) in
Daftar Pustaka Penang, Malaysia. Trop. Biomed. 24: 2327.

Sudrajat, S. (1991) Epidemiologi Penyakit Hewan,


Anderson, R.A. (2000) Nematode parasites of cetakan pertama, Direktorat Bina Kesehatan
vertebrates: Their development and Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan
transmission 2nd ed. CABI Publishing.UK. Departemen Pertanian, Jakarta, hal. 169-171.
Fischer, H., Seifer, H.S.H. and Bittner, A. (1992) nd
Urquhart et al (1996) Veterinary Parasitology 2 ed.
Higiene dan Penyakit Ternak, terjemahan dari Blackwell Publishing. Skotlandia:19-22.
Aminuddin Parakkasi dan Aan Efendi, Yayasan
Obor Indonesia, Jakarta: 106-117. Vanimisetti, H.B. (2003) Genetics of resistance to
Haemonchus contortus infections in sheep.
Georgi, J.R. and Georgi, M.E. (1990) Parasitology Thesis. Virginia Polytechnic Institute,
veterinarian, 5th Edition, W.B. Sounders Blacksburg, Virginia
Company, Philadelphia, USA.
Waller, P.J. and Chandrawathani, P. (2005)
Kuchai, J.A., Ahmad, F., Chishti, M.Z., Tak, H., Haemonchus contortus: Parasite problem No.
Ahmad, J., Ahmad, S. and Rasool, M. (2012) A 1 from Tropics - Polar Circle. Problems and
Study on morphology and morphometry of prospects for control based on epidemiology.
Trop. Biomed. 22: 131137.

52

You might also like