Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Proposal Hydraulic Fracturing

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 51

EVALUASI STIMULASI HYDRAULIC FRACTURING PADA

SUMUR “X” LAPANGAN “Y”

Proposal Tugas Akhir

Disusun Oleh :

MUCHAMMAD ZIDNI HIDAYAT


113130119

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2017
EVALUASI STIMULASI HYDRAULIC FRACTURING PADA SUMUR
“X” LAPANGAN “Y”

Proposal Tugas Akhir

Disusun Oleh :

MUCHAMMAD ZIDNI HIDAYAT


113130119

Disetujui Untuk
Jurusan Teknik Perminyakan
Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” ,Yogyakarta
Oleh Dosen Pembimbing :

Pembimbing I Pembimbing II

( Dr. Ir.Drs. H.Heriyanto, MT ) (Dr. Ir. H.Harry Budiharjo, MT)


I. JUDUL
EVALUASI STIMULASI HYDRAULIC FRACTURING PADA SUMUR
“X” LAPANGAN “Y”

II. LATAR BELAKANG


Rendahnya produksi sumur merupakan persoalan penting pada industri
minyak baik pada sumur yang sudah lama berproduksi maupun pada sumur yang
baru.
Penurunan produksi ini terjadi apabila terdapat kerusakan pada formasi
yaitu kerusakan yang terjadi disekitar lubang sumur pada lapisan produktif yang
mengakibatkan turunnya permeabilitas di sekitar sumur dari permeabilitas mula-
mula. Hal tersebut diakibatkan oleh hubungan atau kontak antara batuan formasi
dengan fluida atau padatan asing yang timbul pada saat kegiatan operasi pemboran,
kegiatan operasi produksi maupun aktifitas komplesi. Yang akan berpengaruh
terhadap produktifitas formasi. Selain itu kecilnya laju produksi minyak dapat juga
disebabkan oleh rendahnya permeabilitas alami batuan.
Dengan adanya penurunan produktivitas formasi tersebut, maka perlu
dilakukan upaya untuk meningkatkan kembali produktivitas formasi tersebut,
dimana salah satunya adalah dengan metode stimulasi Hydraulic Fracturing.
Stimulasi Hydraulic Fracturing dilakukan sebagai perangsangan dengan
tujuan untuk meningkatkan laju produksi minyak dengan cara memperbaiki
permeabilitas batuan yang mengalami kerusakan akibat kegiatan-kegiatan tersebut
di atas, memperbesar jari-jari efektif sumur (rw) dan dengan membuat saluran
konduktif sebagai jalan aliran fluida dari formasi produktif menuju lubang sumur.
Mengingat pentingnya stimulasi Hydraulic Fracturing terhadap perbaikan
laju produksi minyak, maka sebelum operasi perekahan tersebut dilakukan, harus
dilakukan studi untuk merencanakan proyek perekahan tersebut dan setelah proyek
perekahan tersebut selesai dikerjakan maka harus dilakukan evaluasi untuk
mengetahui keberhasilan operasi perekahan tersebut, dimana evaluasi tersebut
meliputi evaluasi pelaksanaan proyek perekahan di lapangan dan evaluasi
berdasarkan peningkatan produksi, seperti peningkatan laju produksi minyak harian
(Qo), dan peningkatan indeks produktivitas (PI) serta dengan melakukan analisa
terhadap kurva IPR sebelum dan sesudah perekahan. Di samping itu karena
kegiatan / operasi stimulasi Hydraulic Fracturing tidak lepas dari aspek
pembiayaan, maka perlu dilakukan tinjauan mengenai indikator-indikator
keekonomiannya.

III. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat mengevaluasi
keberhasilan atau kegagalan suatu proyek operasi perekahan terhadap peningkatan
produktivitas formasi dalam usaha untuk meningkatkan kembali laju produksi
sumur.

IV. TINJAUAN PUSTAKA


Hydraulic fracturing adalah suatu teknik stimulasi yang digunakan untuk
memperbaiki atau meningkatkan produktivitas sumur dimana metode ini dilakukan
dengan pembuatan rekahan pada media berpori atau membuat saluran konduktif ke
dalam reservoir dengan menginjeksikan fluida perekah bertekanan lebih besar
daripada tekanan rekah formasi sehingga akan terbentuk rekahan.
Atau dengan kata lain, mekanisme Hydraulic Fracturing yaitu merekahkan
batuan reservoir dimana batuan tersebut harus diberi tekanan hidrolik sampai
melebihi kekuatan dan gaya-gaya yang mempertahankan batuan tersebut. Apabila
gaya horisontal yang mempertahankan keutuhan batuan lebih kecil dari gaya
vertikal, maka batuan tersebut akan dapat direkahkan dengan arah vertikal.
Stimulasi Hydraulic Fracturing ini umumnya dilakukan pada formasi batuan yang
cukup ketat (consolidated), dimana fluida reservoir sulit untuk mengalir, atau
formasi yang mengalami kerusakan dengan radius yang panjang.

4.1. KERUSAKAN FORMASI


Kerusakan formasi secara umum adalah pengecilan permeabilitas akibatnya
kemampuan formasi untuk mengalirkan fluida ke dalam lubang sumur menjadi
berkurang, hal ini akan menyebabkan penurunan produktivitas sumur. Kerusakan
formasi dapat terjadi pada tahap pemboran, komplesi sumur meliputi penyemenan
dan perforasi serta pada tahap produksi.
Kerusakan formasi juga disebabkan adanya hubungan antara formasi
dengan fluida atau padatan asing seperti material dalam fluida reservoir, fluida
pemboran, fluida stimulasi, well treatment fluid (fluida tambahan guna perbaikan)
yang sifat-sifat asalnya telah berubah. Di lapangan, fluida-fluida yang terkandung
dalam reservoir terdiri dari tiga fasa yaitu padatan, cair dan gas. Fasa padatan
apabila melalui media berpori kemungkinan bisa menempel sehingga akan
menyumbat laju aliran fluida.
Sewaktu pemboran berlangsung, digunakan lumpur pemboran di mana
salah satu kegunaannya adalah untuk mengimbangi tekanan formasi. Umumnya
lumpur pemboran menggunakan air sebagai campuran dasarnya. Pada saat melalui
formasi permeabel dengan tekanan hidrostatik lumpur lebih tinggi dari tekanan
formasi maka akan mengakibatkan filtrat lumpur masuk ke dalam formasi, hal ini
akan merusak formasi di sekitar lubang sumur (skin effect). Selain itu partikel
padatan yang terdapat dalam lumpur seperti bahan pemberat lumpur (barite),
bentonite, lost circulation material (LCM), dan bahan pengatur viskositas lumpur
(CMC) dapat menyebabkan kerusakan formasi dengan mekanisme penyumbatan
pada permukaan formasi maupun masuk kedalam formasi.
Komplesi sumuran yang kurang terencana dapat menyebabkan skin effect,
aktivitas tersebut adalah penyemenan dan perforasi. Pada penyemenan dapat terjadi
invasi filtrat semen kedalam formasi produktif, sedangkan pada aktivitas perforasi
yang tidak baik dapat menyebabkan produktivitas rendah, karena ada sebagian atau
seluruh perforasi tersumbat. Kerusakan perforasi dapat juga disebabkan oleh proses
pembuatan, karena penghancuran casing, semen dan runtuhnya material formasi
pada waktu penembakan, yang mana material formasi tersebut tetap tinggal dalam
perforasi. Proses ini umumnya terjadi pada formasi yang tidak kompak yang
mempunyai masalah kepasiran, hal ini akan menyebabkan pengecilan permebilitas
formasi. Selain itu terjadinya kompaksi pada batuan akibat proses penembakan
pada proses perforasi dapat juga menyebabkan penurunan harga permeabilitas
batuan.
Pada dasarnya terjadinya kerusakan formasi disebabkan oleh filtrat maupun
padatan. Filtrat dapat menyebabkan : clay swelling, water block, emulsi, perubahan
wettabilitas batuan, scale parafin dan asphalthene, sedangkan padatan akan
mengakibatkan penyumbatan pori melalui fines migration, endapan dari hasil reaksi
kimia dan endapan oleh garam serta penyumbatan oleh bakteri.

4.1.1. Diagnosa kerusakan formasi


Terjadinya kerusakan formasi dapat diketahui dari analisa transient tekanan
/ test sumur, yaitu melalui Pressure Build Up (PBU) test. Dari test ini akan
didapatkan data tekanan dasar sumur pada periode penutupan (Pws) dan waktu
penutupan (t). Data yang didapat tersebut diplot pada skala semilog antara Pws
dengan horner time ((tp+t)/Δp), dari plot tersebut akan didapatkan kemiringan
kurva / slope (m) dimana dari harga m yang didapat ini bisa dicari harga faktor skin
(S).
 P1 jam  Pwf k 
S  1,151  log  3, 23 .................................. (4-1)
 m ..Ct.rw 2 
Jika harga faktor skin (S) bernilai positif maka berarti terjadi kerusakan
formasi.
Selain dari test sumur, kerusakan formasi dapat diperkirakan dengan
melihat kelakuan produksi (decline curve) dimana jika terjadi penurunan produksi
secara drastis maka kemungkinan terjadi kerusakan pada formasi.

4.2. PERENCANAAN PEREKAHAN HIDROLIK


Perencanaan perekahan (datafrac) dilakukan untuk memperoleh parameter-
parameter perekahan setempat secara tepat. Data yang diukur antara lain tekanan
menutup rekahan (clossure pressure), pengukuran leak-off, dan efisiensi fluida.
Prosedur pada datafrac ini meliputi antara lain : formation breakdown, data
perekahan yang pernah dilakukan pada formasi itu, step rate test (test laju
bertingkat), shut-in decline test (test penutupan), back flow test (test aliran balik),
minifrac (rekahan mini), leak off test (test kebocoran fluida)
1. Formation Breakdown
Formation breakdown atau pecahnya formasi dilakukan dengan asam atau
fluida perekah.

2. Data Perekahan pada Lapangan yang lalu


Data perekahan yang lalu dimana pernah dilakukan hydraulic fracturing
atau dimana terjadi loss, karena formasi yang pecah bisa menjadi dasar
memperkirakan tekanan rekah.

3. Step Rate Test


Step rate test (test laju bertingat) dilaksanakan sebagai prosedur awal dalam
operasi hydraulic fracturing. Pada step rate test ini dilakukan beberapa kali injeksi
dengan laju injeksi yang berlainan. Laju injeksi dinaikkan sedikit demi sedikit dan
dimantapkan lajunya pada setiap penambahan laju injeksi selama waktu tertentu
agar didapatkan tekanan injeksi yang mantap. Dalam test ini dicari sampai
didapatkan tekanan rekah (breakdown pressure) serta tekanan penutupan rekahan
(clossure pressure) sehingga bisa diperkirakan tekanan dan laju yang diperlukan
untuk mempertahankan rekahan tetap terbuka Perlu diketahui juga bahwa :

Fluida yang dipergunakan dalam test ini adalah fluida yang tidak merusak
formasi (fluida non damage) misalnya air garam (air dengan konsentrasi KCL
tertentu ) atau linier gel untuk formasi dengan permeabilitas besar. Gambar 4.1.
memperlihatkan skema step rate test oleh Nolte (1982).

4. Shut-In Decline Test


Dibuat setelah step rate test atau sebagai test kalibrasi. Data hasil test dapat
digunakan untuk plot grafik surface pressure vs akar waktu (Gambar 4.2.) Clossure
Pressure (Pc) didefinisikan dari pergantian kemiringan.
Gambar 4.1.
Skema Step Rate Test Berdasarkan Analisis Nolte

Gambar 4.2.
Plot P vs Akar Waktu (R.Keck)
5. Back Flow Test
Metode yang paling baik untuk menentukan Pc adalah kombinasi dari step
rate test (dengan perluasan pada akhir langkah) dan backflow test. Prinsipnya
adalah periode aliran balik dengan laju konstan antara 1/6 – ¼ dari laju injeksinya
(misalnya untuk step rate test dihitung dari laju terakhir). Kalau rekahan sudah
terjadi, test ini akan memberikan dua profil, waktu rekahan menutup dan setelah
tertutup sempurna.
6. Minifrac
Minifrac adalah suatu perekahan kalibrasi dan lebih kecil dari perekahan
yang sebenarnya. Dalam operasi ini dipergunakan fluida gel dengan crosslinker dan
fluid loss additive tetapi tanpa proppant. Fluida dipompakan pada laju konstan
sampai terjadi rekahan lalu dihentikan dan semua tekanan dasar sumur dicatat.
Dari analisa minifrac ini diukur besarnya leak-off coefficient (CL), stress
minimum (min), efisiensi (), dan lebar rekahan maksimum (wmax). Gambar 4.3.
menunjukkan grafik tekanan dan laju injeksi vs waktu.

Gambar 4.3.
Grafik Tekanan dan Laju Injeksi untuk Minifrac
7. Leak-off Test
Pada pemboran setelah pemasangan casing kadang-kadang dilakukan leak-
off test. Dalam hal ini tekanan dinaikkan di permukaan sampai lumpur di dasar
lubang sumur masuk dan tekanan mendadak turun. Test semacam ini tidak
menggunakan pengukur tekanan (pressure gauge) di dasar sumurnya dan yang
didapatkan adalah (min) yang biasanya terletak di kaki casing, jadi bukan di formasi
produktif melainkan pada shale atau formasi keras lainnya.
Datafrac digunakan untuk menentukan parameter – parameter setempat
secara tepat. Selain datafrac, kita perlu merencanakan desain operasi perekahan
yang terdiri dari fluida perekah dan additive, material pengganjal (proppant), dan
panjang dan lebar rekahan (geometri rekahan).

4.2.1. FLUIDA PEREKAH DAN ADITIF


Fluida yang dipakai dalam operasi Hydraulic Fracturing dibedakan menjadi
tiga jenis yaitu :
1. Water Based fluid (Fluida Perekah dengan bahan dasar air)
2. Oil Based fluid (Fluida perekah dengan bahan dasar minyak)
3. Emulsion Based Fluid (Fluida perekah dengan bahan dasar asam)
Adapun sifat-sifat yang harus dimiliki oleh setiap fluida perekah adalah :
1. Stabil
2. Tidak menyebabkan kerusakan formasi
3. Mempunyai friction loss pemompaan yang rendah
4. Mampu membawa bahan pengganjal kedalam rekahan yang dibuat
Dalam operasi Hydraulic Fracturing suatu fluida perekah harus
menghasilkan friction yang kecil tetapi mempunyai viskositas yang tinggi untuk
dapat menahan proppant, dan dapat dinaikkan kembali setelah operasi dengan
mudah. Dalam hal ini aditif atau zat tambahan diperlukan untuk mengkondisikan
fluida perekah sesuai dengan kebutuhan. Adapun aditif yang perlu ditambahkan
dalam fluida dasar adalah sebagai berikut :
1. Thickener, berupa polimer yang ditambahkan sebagai pengental fluida dasar.
Contohnya adalah guar guam, HPG (Hydroxypropyl Guar Gum), CMHPG
(Carboxymethyl Hydroxypropyl Guar), HEC (Hydroxyethylcellulose) dan
Xantan gum.
2. Crosslinker, (pengikat molekul agar rantai menjadi panjang) diperlukan untuk
meningkatkan viskositas dengan jalan mengikat satu molekul atau lebih
sehingga proppant yang dibawa tidak mengalami settling (pengendapan) serta
memperkecil leak-off fluida ke formasi. Biasanya organometalic atau transition
metal compounds yang biasanya borate, titan dan zircon.
3. Buffer, (pengontrol pH) dimana pada pencampuran setempat, polimer dalam
bentuk powder ditambahkan dalam fluida dasar. Untuk dapat terpisah dengan
baik, pH harus berkisar 9, yang didapat dari pencampuran dengan basa seperti
NaOH, NH4OH, asam asetat dan asam sulfamic (HSO3NH3).
4. Bactericides/biocides, (anti bakteri) dimana bakteri penyerang polimer merusak
ikatan polimer dan mengurangi viskositasnya, sehingga perlu ditambahkan anti
bakteri seperti glutaraldehyde, chlorophenate squaternaryamines dan
isothiazoline. Zat ini perlu ditambah ditanki sebelum air ditambahkan, karena
enzim yang terlanjur dihasilkan bisa memecah polimer. Bactericides tidak
dipergunakan apabila fluida dasarnya minyak.
5. Gelling agent, (pencampur gel) untuk menghindari mengumpulnya gel,
seringkali gel dicampur terlebih dahulu dengan 5% methanol atau isopropanol.
Penggunaan zat ini bisa diperbesar kadarnya untuk formasi yang sensitive.
6. Fluid Loss additive, fluid loss harus diperkecil. Untuk formasi homogen,
biasanya sudah cukup dengan filter cake yang terbentuk di dinding
formasi.Material yang umum dipakai antara lain : pasir 100-mesh, silica fluor
(325-mesh), baik untuk rekahan kecil alamiah (silica flour 200 mesh untuk
rekahan kecil < 50 micron dan 100 mesh untuk yang lebih besar >50 micron),
Oil Soluble Resins, Adomite Regain (Con Starch), Diesel 2-5 % (diemulsikan),
Unrefined Guar dan Karaya Gums.
7. Breakers, untuk memecahkan rantai polimer sehingga menjadi encer
(viskositasnya kecil) setelah penempatan proppant agar produksi aliran minyak
kembali mudah dilakukan. Breakers harus bekerja cepat, konsentrasinya harus
cukup untuk mengencerkan polimer yang ada.
Untuk pemilihan fluida perekah yang sesuai, harus dipenuhi kriteria sebagai berikut
:
1. Memiliki harga viskositas cukup besar, yaitu 100 – 1000 cp pada temperatur
normal.
2. Filtrasi yang terjadi jangan sampai menutup pori-pori batuan.
3. Stabil pada tekanan tinggi.
4. Tidak bereaksi dengan fluida reservoir, karena dapat menimbulkan endapan
yang menyebabkan terjadinya kerusakan formasi.
5. Tidak membentuk emulsi di dalam lapisan reservoir.
6. Viskositas cairan dapat berubah menjadi kecil setelah terjadinya perekahan,
sehingga mudah disirkulasikan keluar dari sumur.
7. Dari segi ekonomi harus memiliki harga yang relative murah.
Mekanika Fluida Hydraulic Fracturing
Fluida perekah digunakan untuk membuat rekahan yang cukup besar,
sehingga proppant dapat masuk ke dalam rekahan tanpa mengalami bridging
(mampat) atau settling (pengendapan). Oleh karena itu, fluida perekah harus
mempunyai viskositas yang tinggi dan faktor kehilangan fluida harus diperkecil
dengan sifat wall building dengan penggunaan polimer.

1. Rheology
Sifat dari fluida perekah bergantung dari flow regime. Pada perekahan,
fluida mengalir pada beberapa bentuk geometri dengan kondisi shear dan
temperatur yang bermacam-macam, misalnya kalau di frac tank, statik dengan
temperatur sekeliling. Kalau dipompa shearnya tinggi, waktunya singkat saja.
Kalau di tubing, biasanya turbulent dan sering berhenti dari waktu ke waktu sekitar
1 – 10 menit dengan terkena panas dari sekelilingnya, shear rate-nya berkisar 500
– 3000 sec-1. Bila di perforasi, shear akan tinggi dan waktu pemompaan pendek. Di
rekahannya, aliran akan laminer yang terjadi dalam waktu cukup lama yakni sampai
3 – 4 jam lebih.
Sifat rheologi digunakan untuk mendapatkan harga viskositas yang cukup
berdasarkan besarnya harga shear rate dan shear stressnya. Di dalam rheologi
dikenal jenis fluida sebagai berikut : Newtonian, Bingham Plastic dan Power Law.
Untuk fluida Newtonian berlaku hubungan berikut :
τ = μ(du/dy) = μ γ ............................................................................ (4-2)
keterangan : τ = shear stress
γ = shear rate
μ = viskositas (air = 1), cp
Sedangkan untuk fluida Bingham Plastic berlaku :
τ = μ γ + τy ...................................................................................... (4-3)

keterangan :
τy = yield point (fluida Newtonian = 1)
Dan untuk kebanyakan fluida perekah yang berlaku adalah Power Law untuk itu :
τ = K γn ............................................................................................. (4-4)
keterangan : K = consistency index, lbf-secn /ft2
n = power law index

Gambar 4.4.
Harga Shear Rate vs. Shear stress pada Fluida Newtonian
dan Non-Newtonian
Untuk fluida non-Newtonian, viskositasnya bergantung pada laju aliran.
Gambar 4.3. memperlihatkan plot  vs.  untuk tiga macam fluida.
Power law merupakan fluida non-newtonian yaitu fluida yang mempunyai
viskositas yang tidak konstan, tergantung pada besarnya geseran (shear rate) yang
terjadi. Fluida perekah yang bersifat power law sangat sensitif terhadap temperatur
tinggi, sehingga dapat mengalami degradasi yang cepat dan viscositas turun karena
temperatur. Apabila dinjeksikan kebawah permukaan maka viskositasnya akan
berubah menjadi lebih besar daripada saat dipermukaan yang disebabkan karena
adanya perubahan temperatur.

2. Leak-off Fluid (kebocoran fluida)


Kehilangan fluida (leak-off) adalah terjadinya aliran fluida perekah masuk
ke dalam formasi. Hal ini disebabkan karena tingginya tekanan fluida yang
dipompakan ke formasi, sehingga menyebabkan volume rekahan yang terjadi
berkurang serta proppant akan mengalami pemampatan dan mengendap. Leak-off
merupakan faktor penting dalam penentuan geometri rekahan.
Cooper et al. mendiskripsikan harga koefisien leak-off total (Ctot) yang
terdiri dari tiga mekanisme yang terpisah sebagai berikut :
1. Viscosity controlled (Ct), adalah suatu kehilangan fluida yang dipengaruhi oleh
viskositas. Penentuan besarnya harga Ct (ft/menit1/2) didapat dengan persamaan
:

k φ ΔP
Ct = 0,0469 .................................................................. (4-5)
μ1
keterangan :
k = permeabilitas relatif formasi terhadap material yang leak off, md
φ = porositas batuan, fraksi
μ1 = viskositas filtrat fluida perekah pada kondisi formasi, cp
ΔP = beda tekanan antara fluida didepan dinding dengan tekanan di
pori-pori batuan, psia
2. Compressibility controlled (CH), adalah suatu kehilangan fluida yang
dipengaruhi oleh kompresibilitas. Penentuan besarnya harga CH (ft/menit1/2)
dapat dilakukan dengan persamaan :
k  Ct
CH = 0,0374 ΔP ............................................................. (4-6)

keterangan :
Ct = kompresibilitas total formasi, psi-1
μ = viskositas fluida formasi yang bisa bergerak pada kondisi reservoir,
cp
3. Wall building mechanism (CHt), yang terbentuk dari residu polimer di dinding
formasi yang menghalangi aliran ke formasi. Hal ini penting untuk membatasi
fluida yang hilang ke formasi. Harga CHt dihitung berdasarkan percobaan di
laboratorium, dimana harga CHt merupakan kemiringan pada daerah linier.
Dari ketiga mekanisme diatas, maka besarnya koefisien leak-off total adalah
sebagai berikut :
2 C t C H C Ht
  
Ctot = 1/2
........................... (4-7)
C t C Ht  C Ht 2 C t  4C H C t  C Ht
2 2 2 2

Pemilihan Fluida Perekah


Pemilihan jenis fluida perekah terutama dipilih karena sifat formasi,
kandungan clay, jenis reservoir (minyak atau gas), ada parafin (asphaltene), tekanan
dan temperatur reservoir, dan pengalaman masa lalu sukses atau tidak, serta
harganya.
a. Sifat formasi
Hal pertama yang perlu dipertimbangkan adalah sifat kimia dan sifat fisik
dari batuan sebelum dilakukan perekahan dan bagaimana hal tersebut
mempengaruhi pemilihan fluida perekah. Pada batuan limestone, dolomite atau
jenis yang lain dengan sifat kelarutan yang tinggi, acid base fluids menjadi pilihan
yang efektif. Pada batupasir water atau oil base fluids lebih umum digunakan. Jika
permeabilitas formasi tinggi dan tidak rusak, maka hanya perlu sedikit treatment
perekahan namun bagaimanna juga komplesi sumur sedikitnya akan menyebabkan
kerusakan formasi, jadi fluida perekah haruslah diseleksi agar treatment yang
dilakukan tidak menurunkan permeabilitas dari matrik batuan. Dalam beberapa
kasus, tujuan awal dari perekahan adalah untuk menanggulangi kerusakan yang
disebabkan pada proses pemboran, proses penyemenan dan lain sebagainya.
Faktor penting lainnya adalah kandungan clay pada batuan. Oil base fluid
direkomendasikan untuk menanggulangi penurunan permeabilitas dari pengaruh
clay yang sifatnya sensitif terhadap air. Jika formasi yang akan direkahkan adalah
formasi karbonat, sebaiknya digunakan acid base fluid.
b. Bottom Hole Temperatur dan Tekanan
Bottom Hole Temperatur harus dipertimbangkan dalam pemilihan fluida
perekah yang akan digunakan dan pada seleksi jenis dan konsentrasi aditif. Dengan
semakin meningkatnya temperatur pada umumnya akan meningkatkan jumlah dari
cairan maka friction loss control aditif ditambahkan pada bahan dasar minyak, dan
dengan menurunnya temperatur akan menurunkan viskositas.
Bottom hole pressure adalah hal lain yang perlu dipertimbangkan, jika
bottom hole pressure akan berpengaruh pada viskositas dan densitas fluida perekah
hal tersebut dipertimbangkan untuk membantu tekanan pompa pada proses
perekahan. Pada sumur dengan tekanan formasi rendah, yang perlu diperhatikan
adalah fluida perekah yang mudah dikeluarkan kembali setelah operasi perekahan
selesai.
c. Fluida Formasi
Jika formasi mengandung minyak berat dan asphalt atau parafinic, maka
jangan digunakan cairan perekah dengan bahan dasar minyak yang mempunyai API
Gravity tinggi, karena dapat menyebabkan pengendapan asphalt dan paraffin.
Dalam hal ini akan lebih aman jika menggunakan fluida peretak bahan dasar air.
Selain hal diatas pemilihan fluida perekah perlu dipertimbangkan untuk jenis
reservoinya, reservoir gas atau reservoir minyak.
Economides memberikan arahan mengenai pemilihan fluida perekah
berdasarkan temperatur formasi, sensitifitas terhadap air, permeabilitas, tekanan
reservoir, dan tinggi rekahan. Gambar 4.5. memberikan arahan pemilihan fluida
perekah untuk sumur minyak.
Gambar 4.5.
Petunjuk Penggunaan Fluida Perekah Untuk Sumur Minyak

4.2.2. MATERIAL PENGGANJAL (PROPPANT)


Proppant merupakan material untuk mengganjal agar rekahan yang
terbentuk tidak menutup kembali akibat closure pressure ketika pemompaan
dihentikan dan diharapkan mampu berfungsi sebagai media alir yang lebih baik
bagi fluida yang diproduksikan pada kondisi tekanan dan temperatur reservoir yang
bersangkutan.

Jenis Proppant
Beberapa jenis proppant yang umum digunakan sampai saat ini adalah pasir
alami, pasir berlapis resin (Resin Coated Sand), dan proppant keramik (Ceramic
Proppant).
1. Pasir Alami
Berdasarkan sifat-sifat fisik yang terukur, pasir dapat dibagi ke dalam
kondisi baik sekali, baik, dan dibawah standart. Golongan yang paling baik
menurut standart API adalah premium sands yang berasal dari Illinois,
Minnesota, dan Wisconsin. Biasanya disebut ‘Northern Sand”, “White Sand”,
“Ottawa Sand”, atau jenis lainnya misalnya “Jordan Sand”.Golongan yang baik
berasal dari Hickory Sandstone di daerah Brady, Texas, yang memiliki warna
lebih gelap dari pada pasir Ottawa. Umumnya disebut “Brown Sand”, “Braddy
Sand”, atau “Hickory Sand”. Berat jenisnya mendekati 2,65. Salah satu
kelebihan pasir golongan ini dibanding pasir Ottawa adalah harganya yang lebih
murah.
2. Pasir Berlapis Resin (Resin Coated Sand)
Lapisan resin akan membuat pasir memiliki permukaan yang lebih rata
(tidak tajam), sehingga beban yang diterima akan terdistribusi lebih merata di
setiap bagiannya. Ketika butiran proppant ini hancur karena tidak mampu
menahan beban yang diterimanya, maka butiran yang hancur tersebut akan tetap
melekat dan tidak tersapu oleh aliran fluida karena adanya lapisan resin. Hal ini
tentu saja merupakan kondisi yang diharapkan, dimana migrasi pecahan butiran
(fine migration) penyebab penyumbatan pori batuan bisa tereliminasi. Proppant
ini sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Pre-cured Resins
Berat jenisnya sebesar 2,55 dan jenis ini dibuat dengan cara pembakaran
alam proses pengkapsulan.
b. Curable Resins
Penggunaan jenis ini lebih diutamakan untuk menyempurnakan kestabilam
efek pengganjalan. Maksudnya adalah, proppant ini dinjeksikan dibagian
belakang (membuntuti slurry proppant) untuk mencegah proppant mengalir
balik ke sumur (proppant flow back). Setelah membeku, proppant ini akan
membentuk massa yang terkonsolidasi dengan daya tahan yang lebih besar.

3. Proppant Keramik (Ceramic Proppant)


Proppant jenis ini dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu :
a. Keramik berdensitas rendah (Low Density Ceramic)
Jenis ini memiliki berat jenis hampir sama dengan pasir (SG = 2,7),
memiliki kemampuan untuk menahan tekanan penutupan (Clossure
pressure) sampai 6000 psi, serta banyak digunakan di Alaska.
b. Keramik berdensitas sedang (Inter mediate Ceramic)
Jenis ini lebih ringan dan lebih murah dibandingkan Sintered Bauxite,
memiliki specific gravity 3,65. Karena harganya yang mahal maka proppant
ini hanya digunakan untuk mengatasi tekanan yang benar-benar tinggi.
Proppant jenis ini mampu menahan tekanan sebesar 12000 psi, biasa
digunakan untuk temperature tinggi dan sumur yang sour (mengandung
H2S).
c. Resin Coated Ceramic
Suatu jenis baru yang merupakan kombinasi perlapisan resin dan butiran
keramik. Jenis ini terbukti memberikan kinerja yang lebih baik. Khusus
untuk resin coated proppant, variasi yang dimunculkan semakin banyak.
Resin Coated Ceramic memiliki ketahanan terhadap closure pressure
sebesar 15000 psi dan temperature hingga 450 oF.

Pengaruh proppant terhadap konduktivitas rekahan


Sifat fisik proppant yang mempengaruhi besarnya konduktivitas rekahan
antara lain :
1. Kekuatan proppant, apabila rekahan telah terbentuk, maka tekanan formasi akan
cenderung untuk menutup kembali rekahan tersebut yang dinotasikan sebagai
closure stress (stress yang diteruskan formasi kepada proppant pada waktu
rekahan menutup). Sehingga proppant harus dapat menahan closure stress
tersebut.
2. Ukuran proppant, dimana semakin besar ukuran proppant, biasanya
memberikan permeabilitas yang semakin baik.
3. Kualitas proppant, dimana prosentase kandungan impurities yang besar dapat
memberikan pengaruh pada proppant pack.
4. Bentuk butiran proppant, Semakin bulat dan halus permukaannya, semakin
tahan terhadap tekanan.
5. Konsentrasi (densitas proppant), yang akan berpengaruh dalam transportasi
proppant dan penempatannya dalam rekahan, dimana proppant dengan densitas
yang tinggi akan membutuhkan fluida berviskositas tinggi untuk mentransport
ke dalam rekahan.

4.2.3. MEKANIKA BATUAN


Mekanika batuan dipelajari dalam kaitannya dengan operasi perekahan
batuan, dimana dipelajari sifat-sifat mekanik batuan terutama dalam kaitannya
dengan tekanan.
Batuan dalam bumi akan mengalami tegangan-tegangan yang diakibatkan
oleh gaya-gaya yang bekerja atau dikenakan kepadanya. Sifat batuan yang cukup
penting adalah hubungan kerapuhan relatif batuan terhadap tegangan (tension).
Dalam kenyataannya, kuat tekan (compressive strength) batuan dapat menjadi dua
kali lipat dari kuat tarik (tensile strength) batuan tersebut. Sifat batuan seperti ini
akan sangat berguna untuk pelaksanaan Hydraulic Fracturing. Pada dasarnya
Hydraulic Fracturing meliputi kekuatan penghancuran dinding lubang bor yakni
kemampuan menghancurkan dinding batuan reservoir. Dalam mekanika batuan,
suatu batuan dapat diasumsikan sebagai suatu material yang bersifat elastis,
seragam (homogen), dan isotropis.
Setiap material apabila dikenai beban maka akan mengalami perubahan
bentuk (deformasi). Gaya atau tekanan per satuan luas disebut stress, (). Selain
stress, perubahan bentuk dalam hal ini perubahan dalam panjang, () dibanding
dengan panjang semula, (l) disebut strain, ().
1. Stress
Stress didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya yang bekerja dengan
bidang kontak gaya tersebut (gaya persatuan luas).
F
  .................................................................. (4-10)
A
keterangan :
 = Stress, Psi.
F = Gaya yang bekerja, lb.
A = Luas bidang kontak, inch2.
Stress memiliki satuan yang sama dengan tekanan dan memiliki hubungan
dalam perekahan. Ilustrasi dari persamaan di atas dapat dilihat pada gambar 4.1. di
bawah ini.

Gambar 4.6.
Gaya yang bekerja pada suatu bidang

2. Strain
Strain adalah besarnya deformasi suatu material ketika sebuah stress
diterapkan pada material tersebut. Gambar 4.2. di bawah ini memperlihatkan
bagaimana sebuah material terkompresi dan mengalami deformasi akibat gaya F.
Gambar 4.7.
Strain akibat gaya yang bekerja pada suatu bidang

Pada gambar di atas terlihat bahwa seiring dengan gaya F diterapkan pada
material tersebut, tinggi dari material tersebut berubah dari x1 menjadi x2. Secara
kualitatif, strain dapat didefinisikan :
x1  x2
 ................................................................................ (4-11)
x1
Keterangan :
ε = Strain
Strain merupakan parameter yang tidak berdimensi dan memiliki arah
vektor yang sama dengan gaya F dan tegak lurus dengan bidang yang mengalami
stress.
3. Modulus young
Modulus young merupakan modulus elastisitas, yang didefinisikan sebagai
ukuran seberapa besar suatu material akan mengalami deformasi elastik ketika
suatu gaya diterapkan padanya, hal ini merupakan kata lain dari kekerasan.
Modulus young (E) merupakan perbandingan antara stress dan strain :

E ...................................................................................... (4-12)

Karena strain merupakan parameter yang tak berdimensi, maka modulis
young memiliki satuan yang sama dengan stress.

4. Poisson ratio
Poisson ratio didefinisikan sebagai sejauh mana sebuah material akan
mengalami deformasi dengan arah tegak lurus dari gaya yang diberikan dan paralel
dengan bidang dimana stress menyebabkan strain.
Pada gambar di bawah ini, strain yang terjadi pada arah x, dan strain ke arah
y didefinisikan oleh persamaan di bawah ini :
x1  x2
x  ............................................................................. (4-13)
x1

y1  y2
y  ............................................................................. (4-14)
y1
Sehingga Poisson ratio didefinisikan :
y
V  (4-15)
x
Keterangan :
εy = Axial Strain
εx = Lateral Strain

5. Modulus Shear
Tegangan geser (shear stress) pada permukaan suatu bidang material akan
mengakibatkan bidang permukaan tersebut berpindah atau bergeser membentuk
suatu bidang baru yang letaknya paralel dengan bidang semula.Perbandingan antara
besar harga shear stress yang diberikan terhadap sudut yang dibentuk akibat
deformasi yang terjadi (kekakuan suatu material) dikenal sebagai Modulus Shear
(G). Secara matematis dapat dituliskan :

F/A Shear Stress  lb / in 2 


G= = =   ................. (4-16)
 Besar Sudut Deformasi  radian 
Untuk fluida, besar harga G sama dengan nol sedangkan untuk padatan, G
merupakan suatu bilangan terbatas.

6. Modulus Bulk
Beban compressive yang diberikan terhadap semua bagian suatu balok material
pada kondisi hidrostatis, akan mengakibatkan pengurangan volume bulk total.
Perbandingan antara tegangan yang diberikan (gaya per unit luas permukaan suatu
bidang) terhadap perubahan volume untuk setiap satu unit volume awal suatu
material dinamakan Modulus Bulk(K). Secara matematis :
F Gaya / Luas Permukaan  lb / in 2 
K= A = =   ...... (4-17)
v Perubahan Volume / Volume Awal  3 3

v0  in / in

7. Overburden stress
Overburden stress tidak tergantung pada tektonik, dan harganya sama
dengan berat batuan formasi di atasnya. Dengan integrasi pada density log, bisa
diperkirakan harganya :
H
 v  g  ( z ) dz .................................................................................. (4-18)
0

Dimana rata-rata gradient akan disekitar 0,95 – 1,1 psi/ft. Harga 1,1 psi/ft didapat
kalau semua formasi rata memiliki densitas sekitar 165 lb/ft3 maka gradien stress
= 165/144 = 1,1 psi/ft. Karena formasi ada yang tidak rapat atau berpori, maka
harganya bisa saja sampai 0,95. Kalau overburden adalah harga absolut, yang
dialami oleh batuan dan fluida di pori-pori adalah effective stress (  v' ), yang
didefinisikan sebagai :

 'v   v  p ..................................................................................... (4-19)

dimana  adalah Konstanta Poroclastic Biot (1956), yang kebanyakan reservoir


bernilai 0,7.
Stress vertikal efektif akan diterjemahkan ke arah horizontal dengan
perbandingan poisson , dimana :
v
 'H   v ..................................................................................... (4-20)
1 v
keterangan  H' adalah stress horizontal efektif dan v = poisson ratio. Variabel ini
adalah sifat batuan. Untuk sandstone sekitar 0,25, yang mana menunjukkan bahwa
stress horizontal efektif adalah sekitar 1/3 dari vertikal stress efektifnya. Absolute
horizontal stress  H akan sama dengan efektif stress plus p
Harga stress minimum efektif adalah :

 H min '   'H ..................................................................................... (4-21)

Dan harga stress minimum absolut adalah :


 H min   'H min  p ....................................................................... (4-22)

Stress horizontal absolut berkurang dengan produksi fluida sumurnya. Harga stress
tidak akan sama keseluruh arah horizontal. Stress tersebut adalah harga stress
horizontal minimum absolut, karena harga stress horizontal maksimum absolut
adalah :
 H max   H min   tect .................................................................... (4-23)

Dimana  tect adalah suatu kontribusi dari gaya tektonik bumi.


Dari persamaan-persamaan diatas, maka ketiga stress utama adalah :
 v ,  H min , dan  H max . Arah rekahan akan tegak lurus dengan harga stress terkecil

dari ketiganya.
Apabila suatu permukaan mengalami erosi, sehingga kedalamannya hilang,
maka tekanan overburden akan mengecil, tetapi stress horizontal minimum absolut
dan maksimum absolut akan tetap, sehingga mungkin saja dapat mengakibatkan
rekahan yang seharusnya vertikal menjadi horizontal.
Pada kedalaman yang dangkal, sering terjadi perekahan horizontal. Untuk
itu Craft, Holden, dan Graves menunjukkan bahwa stress tangensial
(circumferencial) sepanjang tepian sumur adalah dua kali stress horizontal
compressive didekatnya. Untuk membuat rekahan, stress ini dan tensile stress
batuan harus dilawan, sehingga tekanan perekahan adalah :
p bf  2 h  To  2v /(1  v) v  To ................................................ (4-24)

Rekahan horizontal terjadi bila pbf   v , atau bilamana 2v /(1  v) v  To   v .

Dengan anggapan gradien 1 psi/ft, v = 0,25, dan To = 1000 psi, maka kedalaman
maksimum akan 3000 ft.
4.2.4. MODEL GEOMETRI REKAHAN
Untuk menghitung pengembangan rekahan, diperlukan prinsip hukum
konversi momentum, massa dan energi, serta kriteria berkembangnya rekahan,
yang berdasarkan interaksi batuan, fluida dan distribusi energi.
Secara umum model geometri perekahan adalah:
1. Model perekahan dua dimensi (2-D)
Tinggi tetap, aliran fluida satu dimensi (1-D)
2. Model Perekahan pseudo tiga dimensi (P-3-D)
Perkembangan dengan ketinggian bertambah, aliran 1 atau 2D
3. Model 3 dimensi (3-D)
Perluasan rekahan planar 3D, aliran fluida 2D
Dalam penjelasan di sini hanya akan dibicarakan model perekahan 2D,
karena masih bisa dipecahkan secara manual dengan bantuan matematika atau
grafis. 3D memerlukan komputer canggih atau PC yang canggih tetapi makan
waktu agak lama (dan butuh data yang lengkap mengenai stiffness matrix, variasi
stress, dan lain-lain) sedangkan model software P3DH bisa untuk PC dan dijual
oleh beberapa perusahaan antara lain oleh SSI, Meyer & Assoc. Intercomp,
Holditch & Assoc., NSI Technologies Inc dan beberapa yang lain adalah yang
paling umum dipakai saat ini.
Di bawah ini akan dibicarakan tiga model dimensi perekahan, yakni :
1. Howard & Fast (Pan American) serta diolah secara metematika oleh Carter
2. PKN atau Perkins, Kern (ARCO) & Nordgren
3. KGD atau Kristianovich, Zheltov (Russian Model ) lalu diperbaharui oleh
Geertsma dan de Klerk (Shell).

1. PAN American Model


Howard dan Fast memperkenalkan metode ini yang kemudian dipecahkan
secara matematis oleh Carter. Untuk menurunkan persamaannya maka dibuat
beberapa asumsi :
a. Rekahannya tetap lebarnya
b. Aliran ke rekahan linier dan arahnya tegak lurus pada muka rekahan.
c. Kecepatan aliran leak-off ke formasi pada titik rekahan tergantung dari
panjang waktu pada mana titik permukaan tsb mulai mendapat aliran.
d. Fungsi kecepatan v = f(t) sama untuk setiap titik di formasi, tetapi nol pada
waktu pertama kali cairan mulai mencapai titik tersebut.
e. Tekanan di rekahan adalah sama dengan tekanan di titik injeksi di formasi,
dan dianggap konstan.
Dengan asumsi tersebut Carter menurunkan persamaan untuk luas bidang
rekah satu sayap :

qiW  2c t W 2 erfc 2c  t   4C t  1 ............................ (4-8)


A(t )  e  W  
4C 2    W 
atau
qiW  x 2 2x 
A(t )  2 
e erfcx    1 ....................................................
 
(4-9)
4C 
keterangan:

x  2C t w
A(t) = luas, ft2 untuk satu sisi pada waktu t
q = adalah laju injeksi, cuft/men,
W = lebar rekahan, ft,
t = waktu injeksi, menit dan
C = total leak off coeffisient = Ct, ft/V men,

2. PKN dan KGD


PKN adalah model pertama dari 2D yang banyak dipakai dalam analisa
setelah tahun 1960-1970. Metode ini digunakan bila panjang (atau dalam) rekahan
jauh lebih besar dari tinggi rekahan (xfhf).
Apabila sebaliknya, dimana tinggi rekahan jauh lebih besar dari
kedalamannya (xfhf) maka metode KGD-lah yang harus dipilih. Sebenarnya ada
bentuk lain yang disebut radial atau “berbentuk mata uang logam”(penny shape)
kalau xf = hf, tetapi jarang dipakai.
Gambar 4.8.
Model geometri PKN

Gambar 4.9.
Model geometri KGD

Tabel IV-2dibawah menunjukkan persamaan-persamaan yang dibuat


berdasarkan metode PKN dan KGD.
Tabel IV-1.
Persamaan-persamaan untuk Mencari Panjang Rekahan L,
Lebar Rekahan Maksimum w, dan Tekanan Injeksi p dan
Dianggap Laju Injeksi Konstan

Model
L(t) w(0,t) p(0,t) - H
Geometri
1/ 5 1/ 5
 Gq 3   (1  v) q 2   1/ 4
C1  o
 t4/5 4/5 C 3  Gq o 3 L 
Model PKN  (1  v)h f 4  C2  o
 t  
 Gh  H f  (1  v) 3 
f  

1/ 4
 G qo3  2 / 3  (1  v) q 3 
1/ 4
C4  Gq h 3 
1/ 4

C5  o
 t1/ 3  o f

Model KGD C4  3
t  Gh f 3  2H f  (1  v) 3 L2 
 (1  v)h f 

4.3. OPERASI PEREKAHAN HIDROLIK


Operasi perekahan hidrolik meliputi, peralatan perekahan hidrolik, proses
pemompaan, dan analisa tekanan.

4.3.1. PERALATAN PEREKAHAN HIDROLIK


Pada pekerjaan Hydraulic Fracturing, peralatan-peralatan yang digunakan
antara lain:
1. Tempat penampungan fluida
Untuk menampung fluida dasar dipakai tanki 50, 150, atau 500 barrel yang
diangkut dengan truk atau hanya berupa kolam /diletakkan di atas platform.
2. Peralatan penampung material pengganjal (proppant)
Alat ini berupa bak-bak yang menggunakan sistim gravitasi/ hidrolik untuk
memindahkan proppant ke tempat pencampuran.
3. Peralatan pencampur
Peralatan pencampur dipakai untuk menyampur fluida dasar, proppant, dan
berbagai additivenya.
4. Peralatan pompa bertekanan tinggi
Pompa yang digunakan berprinsip pada triplex pump. Pompa ini dipasang pada
sebuah truk atau platform.
5. Peralatan pengontrol utama
Pengontrol ini berupa indikator-indikator pressure, densitas fluida, kecepatan
alir fluida, dan peralatan kontrol lainnya.
6. Peralatan pipa-pipa di permukaan dan manifold
Peralatan untuk operasi coiled-tubing fracturing (CTF) menggunakan beberapa
jenis straddle packer. Peralatan packer dibawah permukaan (BHPA) didesain
khusus untuk operasi CTF.

4.3.2. PROSES PEMOMPAAN PEREKAHAN HIDROLIK


Pada operasi Hydraulic Fracturing proses pemompaan fluida adalah sebagai berikut
:
1. Prepad, yaitu fluida dengan viskositas rendah dan tanpa proppant, biasanya
minyak, air, dan atau foam dengan gel berkadar rendah atau friction reducer
agent, fluid loss additive dan surfactant atau KCl untuk mencegah damage, dan
ini dipompakan didepan untuk membantu memulai membuat rekahan.
Viscositas yang rendah dapat masuk ke matrix lebih mudah dan mendinginkan
formasi untuk mencegah degradasi gel.
2. Pad, yaitu fluida dengan viskositas lebih tinggi, juga tanpa proppant dipompakan
untuk membuka rekahan dan membuat persiapan agar lubang dapat dimasuki
slurry dengan proppant. Viskositas yang lebih tinggi mengurangi leak-off
(kebocoran fluida meresap masuk ke formasi). Pad diperlukan dalam jumlah
cukup agar tidak terjadi terjadi 100 % leak-off sebelum rekahan terjadi dan
proppant ditempatkan.
3. Slurry dengan proppant, yaitu proppant dicampur dengan fluida kental, proppant
ditambahkan sedikit demi sedikit selama pemompaan, dan penambahan
proppant ini dilakukan sampai harga tertentu pada alirannya (tergantung pada
karakteristik formasi, sistem fluida, dan gelling agent).
4. Flushing, yaitu fluida untuk mendesak slurry sampai dekat dengan perforasi,
viskositasnya tidak terlalu tinggi dengan friksi yang rendah.
4.3.3. ANALISA TEKANAN PEREKAHAN
Dalam operasi perekahan, tekanan merupakan parameter penting dalam
desain maupun evaluasi pelaksanaannya. Gambar 4.10. di bawah memperlihatkan
plot tekanan versus waktu pada proses injeksi fluida perekah yang merupakan
kelakuan tekanan secara umum pada proses perekahan.

Gambar 4.10.
Kelakuan tekanan secara umum pada perekahan

Pada gambar tersebut, tekanan bertambah sejalan dengan injeksi atau proses
perekahan dan dilanjutkan dengan tekanan penutupan sesaat (ISIP = Instantenous
Shut In Pressure) dimana dimulai fase penurunan sampai rekahan mulai menutup
bersamaan dengan fluid loss sampai rekahan sudah tertutup. Pada fase ini fluid loss
masih berlanjut dengan pola yang berbeda sejalan dengan penurunan laju fluid loss
dan menuju ke tekanan reservoirnya.
Tekanan penutupan sesaat yang diukur dengan cara menghentikan aliran
fluida, bergantung pada lebar rekahan dan juga tekanan yang ada di sekitar rekahan.
Bila fluida yang diinjeksi berada dalam volume yang besar karena keinginan untuk
membuat rekahan yang lebih lebar, maka dalam pengukurannya akan diperoleh
tekanan penutupan sesaat yang besar pula. Sedangkan bila kita ingin mengetahui
adanya pengaruh dari tegangan tektonik (tectonic stress) pada
suatu formasi yang akan direkahkan, maka tekanan penutupan harus diukur setelah
diinjeksikan sejumlah fluida berviskositas rendah (dalam jumlah yang sedikit). Hal
ini karena pada kondisi tersebut di atas, tekanan injeksi fluida belum banyak
berpengaruh terhadap melebarnya rekahan. Besarnya tekanan injeksi fluida tersebut
biasanya kurang dari 3000 Kpa.
Setelah tekanan penutupan dilakukan, karena pengaruh stress yang ada
dalam bumi maka mengakibatkan fluida perekah akan menempel pada dinding
rekahan sampai rekahan tersebut menutup kembali. Dan selanjutnya pada saat
dinding rekahan mulai menutup dan karena adanya pengaruh dari stress bumi dan
juga adanya kebocoran fluida, sehingga mengakibatkan tekanan turun dengan
sendirinya.
Di sini perlu diketahui bahwa perilaku tekanan seperti yang diperlihatkan
pada (Gambar 4.10.) di atas adalah sangat ideal karena dalam prakteknya mungkin
tidak demikian. Sebagai contoh, bila pada suatu formasi yang sebelumnya telah
dilakukan perekahan, maka mungkin tidak akan ada perbedaan antara besar tekanan
rekah dengan tekanan pengembangan.. Dan bila suatu reservoir memiliki tekanan
yang sangat rendah, sumur akan terus membuka pada saat rekahan menutup
sehingga tekanan statis reservoir tidak akan bisa diukur di permukaan.
Bila ISIP adalah tekanan penutupan sesaat yang diukur di permukaan dan

BISIP adalah tekanan penutupan dasar sumur, maka :

BISIP  ISIP   g D .......................................................................... (4-25)


di mana D adalah kedalaman formasi. Persamaan di atas adalah tepat karena ketika
aliran fluida dihentikan maka tekanan friksi akan turun atau berkurang.
Sedangkan gradien rekah (FG) akan diperoleh dengan membagi tekanan
dasar sumur dengan kedalaman. Secara sistematis dapat ditulis :
FG  BISIP / D ................................................................................... (4-26)
4.4. EVALUASI KEBERHASILAN STIMULASI PEREKAHAN
HIDROLIK
Evaluasi hasil stimulasi perekahan dimaksudkan untuk menilai tingkat
keberhasilan yang dicapai oleh pekerjaan tersebut meliputi keberhasilan
pelaksanaan proyek/operasi perekahan dilapangan dan peningkatkan laju produksi
minyak, dimana yang menjadi ukuran keberhasilan adalah adanya kenaikan laju
total produksi harian (Q), kenaikan Indeks Produktivitas (PI), dan analisa terhadap
kurva IPR sebelum dan sesudah perekahan.
1. Kriteria keberhasilan berdasarkan laju produksi
Dalam mengevaluasi hasil stimulasi Hydraulic Fracturing pertama-tama
adalah dengan mengamati laju hariannya. Bila laju produksi harian setelah
perekahan lebih besar dibanding sebelum perekahan, maka dapat dikatakan
stimulasi Hydraulic Fracturing tersebut berhasil.
2. Kriteria keberhasilan berdasarkan indeks produktivitas (PI)
Hydraulic Fracturing bisa dikatakan berhasil bila terdapat kenaikan
productivity index yang cukup berarti (beberapa ahli menyatakan operasi perekahan
berhasil apabila dapat merubah PI menjadi meningkat sepuluh kali lipat). Evaluasi
biasanya dengan membandingkan antara harga productivity index sebelum
perekahan dengan productivity index setelah rekahan. Untuk menganalisa suatu
Hydraulic Fracturing dapat dipergunakan beberapa metode. Metode yang umum
digunakan adalah metode Prats, dan McGuire & Sikora.

a. Metode Prats
Metode Prats adalah metode yang pertama kali digunakan dan sangat sederhana.
Kelemahan dari metode ini adalah bahwa semua keadaan dianggap ideal. Metode
Prats dijabarkan lewat persamaan :
r 
ln  e 
J
  rw 
............................................................................... (4-27)
Jo  re 
ln  
 0,5 L f 
keterangan :
Lf = setengah panjang rekahan dua sayap
Anggapan dalam persamaan Prats adalah :
a. keadaan steady state
b. di daerah silinder
c. fluida incompressible
d. konduktivitas rekahan tidak terbatas
e. tinggi rekahan sama dengan tinggi formasi
Sebagai contoh, bila Lf = 500 ft, re = 2106 ft (spasi sumur 320 acres, segiempat),
rw = 0,354 ft, maka akan menghasilkan J/Jo = 4,08.

b. Metode McGuire-Sikora
McGuire dan Sikora mempelajari tentang efek rekahan vertikal pada
produktifitas pada reservoir dengan tenaga pendorong solution gas. Asumsi
yang digunakan adalah:
a. aliran adalah pseudo steady state
b. laju aliran konstan tanpa ada aliran dari luar batas re
c. fluida inkompressible
d. daerah pengurasan berbentuk segiempat sama sisi
e. lebar rekahan sama dengan lebar formasi
Prosedur metode ini dengan menggunakan grafik McGuire dan Sikora yaitu :
1) Menghitung perbandingan panjang rekahan (xf) dengan jari-jari pengurasan
sumur (re).
2) Menghitung harga konduktifitas relatif (absis pada grafik McGuire dan
Sikora).
12.w.k f 40
......................................................................... (4-28)
k A
3) Dari perpotongan kurva xf/re pada grafik McGuire dan Sikora, maka akan
didapatkan harga pada sumbu y.
4) Menghitung rasio PI sesudah rekahan dengan PI sebelum rekahan (open
hole).
 
 
Jf  7.13  ........................................................................... (4-29)
Jo   r 
 ln  0,472. e  
  rw  
keterangan : Jf = Productivity Index setelah rekahan, bbl/day/psi
Jo = Productivity Index open hole, bbl/day/psi
Metode McGuire dan Sikora ini adalah yang paling banyak digunakan
saat ini. Dari grafik McGuire dan Sikora kita bisa mengambil beberapa
kesimpulan:
1. Pada permeabilitas yang rendah (dengan perekahan yang konduktifitasnya
tinggi), maka hasil kenaikan produktifitas akan makin besar terutama
karena panjang rekahan dan bukan dari konduktifitas relatif rekahan.
2. Untuk suatu panjang rekahan Lf akan ada konduktifitas rekahan optimal.
Menaikkan konduktifitas rekahan tidak akan menguntungkan. Misalnya
untuk harga Lf / Lc = 0,5 kenaikkan selanjutnya tak ada artinya untuk harga
konduktifitas relatif diatas 105.
3. Maksimum kenaikan perbandingan produktifitas indeks teoritis untuk
sumur yang tidak rusak adalah 13,6.
Gambar 4.10.
Grafik McGuire Sikora
3. Kriteria keberhasilan berdasarkan kurva IPR
Grafik/kurva inflow performance relationship (IPR) merupakan grafik yang
menggambarkan kemampuan formasi produktif untuk berproduksi (kemampuan
formasi untuk mensuplay fluida ke lubang sumur). Dengan mengamati kurva IPR
sebelum dan sesudah perekahan, maka dapat ditentukan sukses tidaknya pekerjaan
perekahan, yaitu apabila pada tekanan dasar sumur (Pwf) yang sama akan diperoleh
laju produksi yang lebih besar.
Dalam mempelajari tentang kurva IPR, kita perlu mempelajari tentang
Aliran fluida dalam media berpori dipelajari karena hal ini berkaitan dengan
kemampuan formasi produktif untuk dapat mengalirkan fluida dari formasi ke
dalam lubang sumur. Kemampuan formasi produktif untuk dapat mengalirkan
fluida dinyatakan dalam productivity index (PI) dan inflow performance
relationship (IPR).
a. Productivity index (PI)
Indeks Produkrivitas (PI) merupakan indeks yang digunakan untuk
menyatakan kemampuan suatu sumur pada kondisi tertentu untuk berproduksi atau
merupakan perbandingan antara laju produksi yang dihasilkan oleh suatu sumur
pada suatu harga tekanan alir dasar sumur tertentu dengan perbedaan tekanan dasar
sumur dalam kondisi statis (Ps) dan tekanan dasar sumur pada saat terjadi aliran
(Pwf). Secara matematis dapat ditulis dalam bentuk persamaan :
qo
PI  ....................................................................... (4-
( Ps  Pwf )

30)
keterangan :
PI = Indeks Produktivitas, bbl/hari/psi
qo = laju produksi minyak, bbl/hari
Ps -Pwf = perbedaan tekanan atau "draw down", psi

Secara teoritis harga PI dapat pula diperkirakan dari persamaan Darcy yang
di subsitusikan dengan persamaan diatas menjadi :
0,00708 k o h
PI  ............................................................... (4-
 o Bo ln( re / rw )
31)
keterangan :
h = ketebalan lapisan reservoir, ft
ko = permeabilitas batuan terhadap minyak, mD
o = viskositas minyak, cp
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/STB
re = jari-jari pengurasan, ft
rw = jari-jari sumur, ft
Apabila terdapat kerusakan formasi yaitu harga faktor skin (S) positif, maka
akan terjadi perubahan produktivitas formasi sehingga persamaan PI menjadi :
q
PI  ................................................................. (4-
Ps  Pwf  Ps
32)
atau
0,00708Kh
PI  ....................................................... (4-
o  o (ln( re / rw)  S )
33)
Dari persamaan diatas terlihat bahwa semakin besar harga faktor skin (S)
maka akan menurunkan harga indeks produktivity.

b. Inflow Performance Relationship (IPR)


Hubungan antara laju produksi dengan tekanan alir dasar sumur, dalam
kaitannya dengan perencanaan suatu sumur ataupun untuk melihat perilaku suatu
sumur produksi biasanya digambarkan secara grafis yang disebut kurva IPR. Dalam
penulisan ini, penulis menggunakan IPR metode Pudjo Sukarno untuk perhitungan
IPR 2 fasa dengan asumsi produksi gas samadengan 0, meggunakan IPR metode
petrobras, untuk perhitungan IPR 3 fasa.
IPR Dua Fasa Metode Pudjo Sukarno
Kinerja aliran fluida dalam media berpori menuju lubang sumur dengan
pengaruh skin dapat dipelajari dengan metode pudjo sukarno, dimana metode ini
mempunyai asumsi yaitu aliran fluida dua fasa, harga skin faktor diperhitungkan
yaitu antara -4 sampai dengan +10 dan dikembangkan dengan menggunakan
simulasi reservoir hipotesis (anggapan). Persamaan pudjo sukarno aliran dua fasa :
a1  a 3 Pd  a 5 Pd
2
qo
 ............................................... (4-
1  a 2 Pd  a 4 Pd
2
q o max @ S 0

34)
Keterangan :
Pd = Pwf/Pr
an = C1 Exp (C2S)+C3 Exp (C4S)
a1, .…., a5 adalah konstanta persamaan yang merupakan fungsi dari
faktor skin
n = 1, 2, 3, 4 dan 5
S = faktor skin
Harga c1 sampai dengan c4 dapat dilihat dari Tabel IV-2
Tabel IV-2.
Konstanta C1, C2, C3, dan C4
an C1 C2 C3 C4
a1 0,182922 -0,364438 0,814541 -0,055873
a2 -1,476950 -0,456632 1,646246 -0,442360
a3 -2,149274 -0,195976 2,289242 -0,220333
a4 -0,021783 0,088286 -0,260385 -0,210801
a5 -0,552447 -0,032449 -0,583242 -0,306962

Prosedur pembuatan kurva IPR dua fasa metode pudjo sukarno :


1. Menentukan harga faktor skin berdasarkan uji build-up.
2. Menghitung konstanta a1 sampai a5 dengan persamaan :
an = C1 Exp (C2S)+C3 Exp (C4S) .......................................... (4-35)
dimana konstanta C1 sampai C4 diperoleh dari tabel di atas.
3. Menghitung harga Pd = Pwf/Pr kemudian mensubstitusikan ke dalam
persamaan :
a1  a3 Pd  a5 Pd
2
qo
 .............................................. (4-36)
1  a 2 Pd  a 4 Pd
2
qo max @ S 0

untuk menghitung harga qomax @ S=0.


4. Tabulasi kurva IPR dihitung dengan menganggap beberapa harga P wf dan
dihitung harga qo dengan persamaan :
a1  a3 Pd  a5 Pd
2
qo
 .............................................. (4-37)
1  a 2 Pd  a 4 Pd
2
qo max @ S 0

5. Memplot qo Vs Pwf menjadi kurva IPR.


Secara umum berdasarkan persamaan Darcy untuk aliran radial, maka pengaruh
adanya skin factor akan menurunkan laju produksi seperti dinyatakan dalam
persamaan berikut :
0,00708kh(Pr  Pwf )
q ...................................................... (4-38)
o  o (ln( re / rw)  S )
Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar harga skin faktor
(S), maka akan terjadi penurunan harga laju produksi (q).
Untuk aliran fluida tiga fasa maka IPR dapat didekati dengan metode Petrobras,
seperti diuraikan dibawah ini.
IPR Tiga Fasa Metode Petrobras
Petrobras mengembangkan persamaan kurva IPR untuk aliran tiga fasa, gas,
minyak dan air dengan cara menggabungkan persamaan Vogel untuk aliran minyak
dan persamaan indeks produktivitas (PI) yang konstan untuk aliran air. Kurva IPR
gabungan ditentukan secara geometris berdasarkan perbandingan minyak-air.
Persamaan kurva IPR gabungan ditentukan dengan dua tujuan perhitungan,
yaitu untuk menentukan laju aliran total (minyak dan air) pada suatu harga tekanan
alir dasar sumur tertentu dan menentukan tekanan dasar sumur pada laju aliran total
tertentu, pada tekanan reservoir di atas atau di bawah tekanan saturasi (Pb).
Prosedur awal untuk menentukan kurva IPR tiga fasa.
Data yang diperlukan untuk perhitungan kurva IPR adalah :
1. Tekanan reservoir(Pr).
2. Tekanan saturasi (Pb).
3. Tekanan alir dasar sumur (Pwf).
4. Laju produksi total pada tekanan alir dasar sumur.
5. Fraksi air.
Data tersebut di atas diperoleh dari uji tekanan dan uji produksi, sedangkan data
tekanan saturasi diperoleh dari hasil analisis PVT di laboratorium.
Berdasarkan data yang tersedia tersebut, dapat terjadi dua kemungkinan, sesuai
dengan hasil uji produksi, yaitu :
a. Tekanan alir dasar sumur lebih besar daripada tekanan saturasi.
b. Tekanan alir dasar sumur lebih kecil daripada tekanan saturasi.
Perhitungan awal untuk menentukan kurva IPR akan dibedakan menjadi dua
kemungkinan di atas.
A. Tekanan alir dasar sumur lebih besar daripada tekanan saturasi
Variabel-variabel yang perlu untuk dihitung terlebih dahulu adalah :
a. Indeks produktivitas hasil uji yaitu dengan persamaan :
q
PI  ...................................................................... (4-39)
Ps  Pwf
b. Laju produksi pada tekanan saturasi :
qb = PI (Pr-Pb) ......................................................................... (4-40)
c. Laju produksi minyak maksimum :
qomax = qb + (PI x Pb)/1,8 ........................................................ (4-41)
d. Laju produksi total (minyak dan air) maksimum :
qo max
qt , max  qomax  Fw( Pr  ( )) tan(  ) ................................ (4-42)
PI
keterangan :
tan  = CD/CG
CG = 0,001 qomax
    0,999qo max  qb  
0,5

 qo max    
CD  Fw0,001( 
)  0,125Fo Pb  1  81  80 
   

 PI     q  q   
  o max b  

.................................................................................................................... (4-
43)
keterangan :
CD = perbedaan antara aliran didasar sumur pada titik D dan titik C
( CD = PwfD-PwfC )
CG = perbedaan antara qt dan qomax
Fw = Water Fraction
Fo = Oil Fraction
Pb = Tekanan buble point

B. Tekanan alir dasar sumur lebih kecil daripada tekanan saturasi


Selain harga PI, perhitungan qb, qomax dan qtmax dilakukan dengan cara sama
seperti pada perhitungan di atas.
Persamaan yang digunakan untuk menentukan PI adalah :
qt test
PI  ......................................................................................... (4-44)
X
keterangan :
X = Fo(Pr-Pb(Pb A/1,8))+Fw(Pr-Pwf test)
A = 1 - 0,2 (Pwf test / Pb)- 0,8 (Pwf test/ Pb)2

Perhitungan tekanan alir dasar sumur


Untuk setiap laju produksi total, yang berharga antara laju produksi minyak
maksimum dan laju produksi total maksimum, harga tekanan alir dasar sumur dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
 q   q 
Pwf  Fw Pr   o max   qt   o max  tan(  ) ................................ (4-45)
  PI    PI 
keterangan : tan  = 1/tan

Perhitungan laju alir total


Pehitungan laju alir total terbagi menjadi tiga kelompok, sesuai dengan harga
tekanan alir dasar sumurnya. Ketiga kelompok tekanan alir dasar sumur tersebut
adalah :
a. Pb< Pwf< Pr
b. Pwf(g)< Pwf< Pb
Dimana Pwf(g) adalah tekanan alir dasar sumur, pada harga laju produksi total
sama dengan laju produksi minyak maksimum.
c. 0 < Pwf< Pwf(g)

1. Perhitungan untuk Pb< Pwf< Pr


Untuk tekanan alir dasar sumur lebih besar daripada tekanan saturasi dan di
bawah tekanan reservoir, laju alir total dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan indeks produktivitas konstan, dapat dilihat pada persamaan (4-2).
2. Perhitungan untuk Pwf(g)< Pwf< Pb
Perhitungan laju produksi total pada selang harga tekanan ini perlu dihitung
terlebih dahulu variabel  yang diperlukan untuk memilih persamaan yang akan
digunakan, yaitu :
Fw
 ...................................................................... (4-46)
(0,125 xFoxPb xPI )

Apabila diperoleh harga  =


-  tidak sama dengan nol (0) :
qt = (-C + ( C2 - 42D)0,6) / (22) ............................................ (4-47)
- Jika  sama dengan nol :
qt = D/C .................................................................................. (4-48)
keterangan :
A = (Pwf + 0,125 Fo Pb – PwfPr)/ (0,125 FoPb)
C = 2AB + (80/(qt,max-qb))
D = A2 (80qb)/(qomax - qb) – 81

3. Perhitungan untuk 0 < Pwf< Pwf(g)


Pada tekanan-tekanan yang terletak dalam selang interval ini, laju produksi
total dihitung dengan persamaan :
qt = (Pwf(g)+qomax (tan)-Pwf) / tan  ....................................... (4-49)

Perhitungan kurva IPR untuk Pr< Pb


Persamaan-persamaan sebelumnya telah diturunkan untuk keadaan tekanan
reservoir lebih tinggi daripada tekanan saturasi. Apabila tekanan reservoir lebih
rendah daripada tekanan saturasi maka perhitugan kurva IPR masih menggunakan
persamaan-persamaan di atas dengan merubah :
- Tekanan saturasi (Pb) menjadi tekanan reservoir (Pr).
- Harga laju produksi pada tekanan saturasi (qb) = nol.
Penyelesaian selanjutnya sama seperti uraian di atas.
V. DATA YANG DIBUTUHKAN
1. Data test sumur (PBU test atau PDD test) untuk mengetahui harga skin
factor.
2. Data reservoir : Tekanan reservoir (Pr), Tekanan alir dasar sumur (Pwf),
permeabilitas formasi (K), viskositas minyak (), faktor volume formasi
minyak (o), Ketebalan lapisan produktif (h), porositas batuan reservoir (),
Gradient overbuden batuan (Gob), kekerasan batuan dan stress batuan ().
3. Data produksi sumur untuk mengetahui penurunan produksi sumur sebelum
perekahan dan peningkatan produksi setelah perekahan yang bertujuan
untuk mengevaluasi keberhasilan proyek perekahan.
4. Data sumur, antara lain : kedalaman sumur, ketebalan zona minyak, interval
perforasi, jenis komplesi, jari-jari pengurasan dan jari-jari sumur.
5. Data perekahan, antara lain : data fluida perekah, data proppant, perkiraan
tinggi rekahan, lebar rekahan dan panjang rekahan.

VI. KESIMPULAN SEMENTARA


1. Dengan melakukan Hydraulic Fracturing diharapkan dapat meningkatkan laju
produksi minyak dengan memperbaiki permeabilitas batuan di sekitar lubang
sumur yang mengalami kerusakan sehingga produktivity indeks mengalami
kenaikan.
2. Evaluasi keberhasilan proyek perekahan secara teknis didasarkan terhadap
keberhasilan pelaksanaan proyek di lapangan dan terhadap peningkatan laju
produksi (Q), peningkatan productivity indeks (PI), dan secara grafis dapat
dengan melakukan analisa terhadap kurva IPR sebelum dan sesudah stimulasi
perekahan dilakukan yaitu pada harga Pwf yang sama akan didapatkan harga
laju produksi minyak yang lebih besar (beberapa ahli menyebutkan Hydraulic
Fracturing dapat dikatakan sukses dengan batasan peningkatan laju produksi
minyak sepuluh kali lipat).
VII. RENCANA DAFTAR PUSTAKA
1. Allen T.O. and Robert, A, P., ”Production operation well completion, work over
and stimulation”, Vol 1 dan 2, second edition, oil and gas consultants
international, inc, Tulsa, 1982.
2. Anas Puji Santoso, Ir. MT., “ Teknik Produksi I”, Diktat Kuliah, Jurusan Teknik
Perminyakan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yogyakarta,
1998.
3. Economides, J. Michael., Nolte., K.G., ; “Reservoir Stimulation”, 2nd edition,
Schlumberger, 1989.
4. Howard G. C., Henry L. Doherty, Hydraulic Fracturing, Society of Prtroleum
Engineering of AIME, Houston, Texas, 1970.
5. Lee, J., Well Testing, Society of Petroleum Engineering, Dallas, Texas, 1967.
6. Nind T. E. W., Principle of Oil Well Production, Second Edition, Mc. Graw
Hill Book Company, New York-Toronto-London,1981.
7. Schechter R. S. Oil Well Stimulation, Prentice Hall Englewood Cliffs, New
Jersey 07632, 1992.
8. Tjondrodipoetro, R.B., : “Stimulation (Acidizing and Hydraulic Fracturing)”, 5
Days Course, Yayasan IATMI, Yogyakarta, 24-28 Januari 2005
VIII. RENCANA DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
HALAMAN PERSEMBAHAN
RINGKASAN
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I. PENDAHULUAN
BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN “Y”
2.1. Sejarah Lapangan “Y”
2.2. Struktur Geologi dan Stratigrafi Lapangan “Y”
2.3. Karakteristik Reservoir Lapangan ”Y”
BAB III. DASAR TEORI
3.1.Produktivitas Formasi
3.1.1. Inflow Performance Relationship (IPR)
3.1.2. Indeks Produktivitas (PI)
3.2. Hydraulic Fracturing
3.2.1. Mekanisme Hydraulic Fracturing
3.2.2. Model Geometri Perekahan
3.2.2.1. Model Perekahan Dua Dimensi
3.2.2.2. Model Howard dan Fast (Pan American)
3.2.2.3. Model Perkins- Kern – Nordgren (PKN)
3.2.2.4. Model Khristianovich-Zheltov-Geertsma-deKlerk
(KGD)
3.2.2.5. Model Perekahan Pseudo tiga Dimensi
3.2.2.6. Model Perekahan Tiga Dimensi
3.2.3. Fluida Perekah
3.2.3.1. Jenis Fluida Perekah
3.2.3.2. Additive
3.2.3.3. Kebocoran (Leak-off)
3.2.4. Material Pengganjal (Proppant)
3.2.4.1. Jenis Proppant
3.2.4.2. Spesifikasi Ukuran Proppant
3.2.4.3. Konduktivitas Proppant
3.2.4.4. Transportasi Proppant
3.2.4.5. Tip Screen Out
3.3. Analisa Tekanan Perekahan
3.3.1. Net Pressure
3.3.2. Clossure Pressure
3.4. Operasi Perekahan Hidolik
3.4.1. Kriteria Pemilihan Sumur Untuk perekahan Hidraulic
3.4.2. Pelaksanaan Perekahan Hidrolik
3.4.3. Kondisi Setelah Perekahan
3.4.3.1. Ukuran Rekahan
3.4.3.2. Permeabilitas Rekahan
3.4.3.3. Kapasitas Alir rekahan
BAB IV. EVALUASI HYDRAULIC FRACTURING
4.1. Preparasi Data Awal
4.2. Perencanaan Hydraulic Fracturing
4.21. Pemilihan Fluida Perekah
4.2.2. Pemilihan Material Pengganjal
4.2.3. Perencanaan Geometri Perekahan
4.2.4. Penataan Peralatan Perekahan
4.3. Pelaksanaan Operasi Stimulasi Hydraulic Fracturing
4.3.1. Fill Up
4.3.2. Step Rate Test
4.3.3. Minifrac
4.3.4. Evaluasi Minifrac (Minifrac Matching)
4.3.5. Main Fracturing
4.4. Test Aliran Setelah Perekahan
4.5. Evaluasi Keberhasilan Hydraulic Fracturing
4.5.1. Evaluasi Desain
4.5.2. Perhitungan Geometri Rekahan
4.5.3. Evaluasi Produksi Setelah dilakukan Hydraulic Fracturing
4.5.3.1. Produktivitas Index
4.5.3.2. Metode Prats
4.5.3.3. Metode Mc Guire dan Sikora
BAB V. PEMBAHASAN
BAB VI. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
IX. RENCANA KERJA

WAKTU (BULAN)
NO KEGIATAN 1 2 3 4
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Proposal

2 Studi Lapangan dan


Pengambilan Data
3 Penyusunan Tugas
Akhir
4 Bimbingan Tugas
Akhir
5 Sidang
X. FLOW CHART

PERENCANAAN HYDRAULIC FRACTURING PADA


SUMUR “X”LAPANGAN “Y”

Karakteristik Reservoar

 Pemilihan Fluida Perekah Dan Additive


 Pemilihan Material Penganjal
 Tahapan Penginjeksian
 Pemilihan Model Geometri Perekahan

Analisa Terhadap Produktivity Index (PI)

Membandingkan Harga PI Sesudah


Dan Sebelum Perekahan
 Teoritis
 Operasional
Sebelum dan sesudah HF

Peningkatan Harga Penurunan


PI Harga PI

Berhasil Tidak
Berhasil

You might also like