Analisis Pola Kemitraan Dalam Pengadaan Beras Pandanwangi Bersertifikat (Kasus Gapoktan Citra Sawargi Dan CV Quasindo)
Analisis Pola Kemitraan Dalam Pengadaan Beras Pandanwangi Bersertifikat (Kasus Gapoktan Citra Sawargi Dan CV Quasindo)
Analisis Pola Kemitraan Dalam Pengadaan Beras Pandanwangi Bersertifikat (Kasus Gapoktan Citra Sawargi Dan CV Quasindo)
Abstract
Ministry of Agriculture cooperated with Institute of Research and Community Empowerment (LPPM)
Bogor Agricultural University (IPB) prepared instrument to label certified variety rice, especially
“Pandanwangi”. The certification passed through a comprehensive quality control (QC) system that
involved the whole of rice agribusiness agents that joined in the Federation of Farmer Group (Gapoktan)
Citra Sawargi. Marketing of Pandanwangi rice product passed through business partner in the form of
trade contract between Gapoktan Citra Sawargi and CV Quasindo.
The aims of this research were to identify implementation of partnership between Gapoktan Citra
Sawargi and CV Quasindo, to analyze impact of partnership specially to the income/profit, to evaluate
expected partnership model, to arrange the alternative of the development strategy of the partnership
which conducted by Gapoktan Citra Sawargi and CV Quasindo, and to arrange conceptual model for
supplying local prime certified rice based on supplying model of Pandanwangi rice certificated.
Data were analyzed in qualitative and quantitative methods. Quantitative analysis was done to
analyze farm businesses and market efficiency through farm cost and benefit analysis and marketing
marjin. Qualitative analysis was done to evaluate expected partnership model (Analytical Hierarchi
Process/AHP) and the analysis of best development strategy applied Strength, Weaknesses,
Opportunities and Threats (SWOT analysis).
Partnership by General Trading Model had already increased farmer income, but it was not fully
capable to inforcement farmer organization (Gapoktan), due to weaknesses of capital. Main advantages
of this partnership discovered in this study were (1) strengthening of farmer business organization, (2)
selling price become better, (3) assurance of price and market product, and (4) increasing production and
rendement. Advantages of partnership for CV Quasindo were (1) opportunity developed new business
unit, (2) guarantee continuity of supply (quality ang quantity), (3) get guarantee certification facility of
purity variety from the Government, (4) get profit from selling result of product, and (5) get promotion
facility from the Government.
Based on the analysis of partnership model evaluation, it had been obtained that the nucleous
estate partnership model is an expected partnership model, considering weaknesses of Gapoktan capital
especially for supplying infrastructure for rice production and unhulled paddy buying caused by the
weaknesses of the government support in reinforcement of Gapoktan.
Based on the SWOT analysis, the best strategy applied was growth strategy. It covered expand
marketing area, strenghten partnership, increase promotion, increase implementations of QC, and
strengthen institution (farmer and certification institution). The strategies are expected to improve the
performance of partnership, which may shape the purpose of partnership, which is to create a solid and
independent farmer business enterprise.
Keywords: LPPM, Label certified variety rice, QC, Pandanwangi, Gapoktan, CV Quasindo, partnership,
AHP, SWOT, strategy
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sejak diberlakukannya ketentuan impor beras (SK Menperindag No.9/MPP/Kep/I/2004) dengan
implementasinya berupa “pelarangan impor beras” sejak tahun 2004 hingga saat ini, maka seluruh
pasar beras dalam negeri baik di pasar tradisional maupun modern dikuasai sepenuhnya oleh beras
produk lokal. Ketiadaan beras impor khususnya beras mutu tinggi (beras wangi) khususnya untuk
memasok kebutuhan Hotel dan Restoran diseluruh Indonesia menimbulkan desakan dari pelaku
pasar beras nasional terhadap pemerintah untuk dapat segera memenuhi kebutuhan jenis beras
wangi mutu tinggi dimaksud dari produksi dalam negeri (substitusi impor) yang besarnya sekitar
75.000 ton per tahun (Ditjen PPHP, 2006). Kondisi ini semakin merangsang pengusaha/pedagang
1
Alumni PS MPI, SPs IPB
2
Staf Pengajar PS MPI, SPs IPB
111
beras untuk bersaing dengan menonjolkan varietas padi lokal dengan keunggulan sifatnya sebagai
merk dagang atau label beras.
Kendati beras dengan kemasan berlabel tersebut diperdagangkan dengan volume terbatas,
namun dengan pesatnya perkembangan pasar modern (ritel kecil, menengah dan besar) cukup
memberikan andil dalam peningkatan pemasaran beras kemasan berlabel. Perubahan trend
konsumen atau preferensi masyarakat dalam mengkonsumsi barang kearah pasar modern, serta
sebagai dampak diberlakukannya Keppres 118/2000 yang mengeluarkan bisnis ritel dari negative list
Penanaman Modal Asing (PMA) sebagai tindaklanjut penandatanganan LoI antara Pemerintah
Indonesia dengan International Monetary Fund (IMF) (Nielsen, 2005).
Dalam perdagangan beras dalam kemasan berlabel, mutu beras yang dikemas merupakan
penyebab tingkat kepuasan konsumen. Karakteristik mutu beras secara umum dipengaruhi oleh 4
faktor utama, yaitu (1) sifat genetik, (2) lingkungan dan kegiatan pra panen, (3) perlakuan panen dan
(4) perlakuan pasca panen, maka pembangunan sistem jaminan mutu beras harus dimulai dari
proses produksi dan dipertahankan, ditingkatkan dalam proses panen dan pasca panennya, serta
dikuatkan dengan sertifikasi pelabelan untuk memberikan keyakinan bagi konsumen dalam
menentukan pilihan atas beras bermutu sesuai dengan varietasnya dan menjaga kepentingan
produsen/pelaku bisnis untuk memperluas pangsa pasar beras dengan harga yang lebih baik
(Damardjati, 1995).
Saat ini, Departemen Pertanian (Deptan) bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan
Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB telah menyiapkan perangkat sistem sertifikasi beras berlabel
berdasarkan kesesuaian varietas, khususnya „Pandanwangi-Cianjur‟ melalui suatu sistem
manajemen mutu terpadu dan berkelanjutan yang melibatkan seluruh pelaku agribisnis perberasan
(petani, penangkar benih, penggilingan padi dan unit-unit pendukung lainnya). Sistem sertifikasi
beras yang sudah disiapkan saat ini adalah certificate of conformity berupa :
a. Inspeksi kejelasan penggunaan benih bersertifikat disesuaikan dengan luas lahan dan bukti
pembelian benih
b. Kejelasan hubungan antara luas areal penanaman, jumlah petani dan kepemilikan lahannya dan
produksi beras bersertifikat yang direncanakan.
c. Pengujian karakteristik mutu beras disesuaikan dengan standar (SNI)
Pandanwangi-Cianjur merupakan jenis padi varietas unggul yang merupakan padi sawah lokal
Pandanwangi-Cianjur dengan karakteristik khas, yaitu berumur tanam panjang (155 hari), buah padi
berbulu dan sukar rontok, bentuk gabah bulat, beraroma pandan, rasa nasi enak dan tekstur nasi
pulen serta cocok ditanam di Cianjur (Keputusan Mentan No.163/Kpts/LB.240/3/ 2004). Hampir 50%
luas areal pertanaman padi varietas Pandanwangi terdapat di Kecamatan Warung Kondang, Cianjur.
Di kecamatan ini juga dilakukan pemurnian varietas Pandanwangi dan penangkaran benih
Pandanwangi.
Dengan keunggulan karakteristik berasnya, maka padi Pandanwangi seharusnya memiliki
harga jual gabah/beras relatif lebih tinggi dibandingkan padi varietas lainnya. Namun pada umumnya
petani Pandanwangi belum mendapatkan manfaat finansial dari usahataninya, karena tidak memiliki
posisi tawar yang kuat dibandingkan dengan pelaku bisnis beras Pandanwangi di hilirnya, yaitu
disebabkan penguasaan lahan terbatas dan lemahnya permodalan petani.
Kondisi ini diperparah lagi dengannya kurangnya kesadaran petani dan kemampuan dalam
penggunaan benih berlabel, sehingga kemurnian mutu gabah yang dihasilkan petani tidak terjamin.
Hal ini pada akhirnya dimanfaatkan pelaku bisnis hilir sebagai salah satu alasan dalam menekan
harga gabah Pandanwangi di tingkat petani.
Dibentuknya kelembagaan petani dalam wadah Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
diharapkan mampu mengatasi permasalahan terkait efisiensi dalam produksi dan pemasaran beras
Pandanwangi. Gapoktan Citra Sawargi berlokasi di Kecamatan Warung Kondang, Kabupaten
Cianjur. Gapoktan ini beranggotakan petani produsen padi varietas Pandanwangi, penangkar benih
dan penggilingan padi yang secara bersama-sama membangun sistem produksi beras Pandanwangi
bersertifikat jaminan kemurniannya sejak dari benih (menggunakan benih berlabel) hingga menjadi
beras.
Dalam mengembangkan usahanya Gapoktan Citra Sawargi telah membentuk unit – unit usaha
yang terdiri atas unit pembelian, unit saprodi dan pembiayaan, unit pengolahan, unit pergudangan
dan unit pemasaran. Dalam memasarkan produk beras Pandanwangi, Gapoktan Citra Sawargi telah
melakukan kemitraan dengan CV Quasindo dalam bentuk kontrak selama 6 bulan dengan volume
pembelian 10 ton per bulan. CV Quasindo merupakan importir sekaligus distributor beras, termasuk
beras jenis khusus seperti steam rice Herbal Ponny bermerk Taj Mahal yang merupakan beras
kesehatan bagi penderita diabetes (beras dengan indeks glikemik rendah).
2. Permasalahan
Rumusan permasalahan yang mendasari kajian ini adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana kemitraan yang selama ini berlangsung antara Gapoktan Citra Sawargi dan CV
Quasindo ?
b. Manfaat apakah yang diperoleh masing-masing pihak dalam pengadaan beras Pandanwangi
khususnya ditinjau dari pendapatan/keuntungan usahanya ?
c. Bagaimana pola kemitraaan yang sebenarnya diinginkan oleh kedua pihak yang bermitra ?
d. Bagaimana strategi pengadaan beras Pandanwangi melalui kemitraan antara Gapoktan Citra
Sawargi dan CV Quasindo dalam pengembangan usahanya ?
e. Model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat bagaimanakah yang dapat
dikembangkan melalui model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat ?
3. Tujuan
Tujuan kajian ini secara umum adalah untuk mengetahui pelaksanaan dan strategi kemitraan
antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo dalam pengadaan beras Pandanwangi-Cianjur
bersertifikat. Secara khusus, kajian ini bertujuan :
a. Mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo
dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat.
b. Menganalisis manfaat kemitraan khususnya ditinjau dari pendapatan/keuntungan usaha masing-
masing pihak yang bermitra, di dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat.
c. Menganalisis pola kemitraan yang diinginkan oleh kedua pihak yang bermitra dalam pengadaan
beras Pandanwangi bersertifikat .
d. Menyusun strategi pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat melalui pengembangan
kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo dalam mengembangkan
usahanya.
e. Menyusun model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat yang berbasis model
pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat.
.
METODOLOGI
1. Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di lokasi penanaman padi Pandanwangi, yaitu diwilayah Kecamatan
Warung Kondang – Kabupaten Cianjur. Kelembagaan tani yang menjadi subyek penelitian ini adalah
Gapoktan Citra Sawargi yang berlokasi di Desa Bunikasih Kecamatan Warung Kondang. Gapoktan
Citra Sawargi terdiri atas 6 kelompok tani di wilayah Desa Bunikasih, Desa Tegallega dan Desa
Mekarwangi. Saat ini petani pandanwangi yang menjadi anggota Gapoktan Citra Sawargi sebanyak
96 orang dengan luas lahan 48.93 hektar. Pengambilan data contoh petani mitra maupun non mitra
di ke 3 wilayah pengamatan.
Penelitian terhadap perusahaan mitra yaitu CV Quasindo yang telah melakukan kemitraan
dengan petani-petani Pandanwangi yang tergabung dalam kelembagaan Gapoktan Citra Sawargi di
lokasi perusahaan di Jalan RE Martadinata Komplek Ruko Permata Ancol – Jakarta.
2. Metode Kerja
Pengumpulan data
Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer dan data sekunder yang bersifat
kualitatif dan kuantitatif. Metode pengambilan data dilakukan dengan cara :
a. Data sekunder diperoleh dari Studi Kepustakaan (Library Research) yang merupakan dasar
untuk memperkuat landasan teori dan merupakan cara pengumpulan data secara teoritis. Data
tersebut diperoleh dari buku-buku maupun literatur.
b. Data primer diperoleh dari penelitian lapangan untuk mengumpulkan data yang mempunyai
hubungan langsung dengan masalah yang diteliti langsung dari sumbernya, dengan cara :
interview, observasi dan kuesioner. Jumlah seluruh responden petani Pandanwangi yang
digunakan adalah 50 orang, yang terdiri dari 25 petani mitra dan 25 petani non mitra.
Untuk mengukur efisiensi masing-masing usahatani terhadap setiap penggunaan satu unit
input dapat digambarkan oleh nilai rasio antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya yang
secara sederhana (Kadariah, et al, 1978) dapat diturunkan dari rumus berikut :
Penerimaan
Rasio R/C (Revenue/Cost) =
Biaya
Jika nilai rasio R/C diatas satu maka menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang
dikeluarkan akan memperoleh manfaat sehingga penerimaan meningkat lebih dari satu rupiah.
digunakan untuk mengorganisasikan informasi dan judgment dalam memilih alternatif yang
paling disukai. Metode ini dibentuk secara hiraraki fungsional dengan input utamanya persepsi
manusia (Saaty, 1991).
Menurut Marimin (2004), ide dasar prinsip kerja AHP adalah :
1) Penyusunan hirarki
Persoalan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan
alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hirarki. Dalam penelitian ini, tingkat hierarki
keputusan tersusun dari atas ke bawah terdiri atas lima tingkat yaitu : Fokus kemitraan, faktor
kunci kemitraan, pelaku kemitraan, tujuan kemitraan dan alternatif pola kemitraan.
2) Penilaian kriteria dan alternatif
Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Matriks perbandingan
berpasangan adalah unsur-unsur dibandingkan berpasangan terhadap suatu unsur lain yang
telah ditentukan. Proses perbandingan berpasangan ini dimulai dari puncak hirarki, yang
merupakan dasar untuk melakukan perbandingan berpasangan antar unsur yang terkait yang
ada di bawahnya. Perbandingan tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk matriks
untuk analisis numerik. Untuk mengisi matriks perbandingan berpasangan digunakan skala
banding yang tertera pada Tabel 1.
3) Penentuan Prioritas
Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise
comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat
relatif dari seluruh alternatif. Kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan
sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas.
Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks melalui penentuan nilai eigen
(eigenvector).
4) Konsistensi Logis
Semua unsur dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai
dengan suatu kriteria logis. Pada keadaan sebenarnya akan terjadi ketidakkonsis-tenan
dalam preferensi seseorang, untuk itu Consistency Ratio (CR) merupakan parameter yang
digunakan untuk memeriksa apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan
konsekuen atau tidak. Perhitungan Consistency Ratio (CR) dengan rumus :
CI
CR
RI
CI = nilai consistency Index, dihitung dengan menggunakan rumus : CI = (p – n) / (n -1) ; p =
nilai rataan dari Consistency Vector dan n = banyaknya alternatif
RI = Indeks acak (Random Index) yang dikeluarkan oleh Oak Ridge Laboratory dari matriks
berorde 1 – 15 yang menggunakan contoh berukuran 100.
Nilai Rasio Konsistensi (CR) yang lebih kecil atau sama dengan 0,1 merupakan nilai
yang mempunyai tingkat konsistensi yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan
demikian nilai CR merupakan tolok ukur bagi konsisten atau tidaknya suatu hasil komparasi
berpasangan dalam suatu matriks pendapat.
d. Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah suatu cara untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara
sistematis dalam rangka merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika
dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses yang
harus dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat
perlu melalui beberapa tahapan berikut (Rangkuti, 2006) :
1) Tahap pengumpulan data
Tahap ini meliputi kegiatan pengumpulan data, pengklasifikasian dan pra analisis. Pada
tahap ini data dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan data internal. Model yang
dipakai pada tahap ini adalah Matriks Faktor Strategik Eksternal (External Strategic Factors
Analysis Summary atau EFAS) dan Matriks Faktor Strategik Internal (Internal Strategic Factors
Analysis Summary atau IFAS). Kedua matriks tersebut diolah dengan menggunakan langkah
berikut :
a) Identifikasi faktor internal dan eksternal
Identifikasi faktor internal yaitu mendaftarkan semua kelemahan dan kekuatan organisasi.
Identifikasi faktor eksternal perusahaan yaitu melakukan pendaftaran semua peluang dan
ancaman.
b) Penentuan bobot setiap peubah
Penentuan bobot dengan mengajukan identifikasi faktor-faktor strategik eksternal dan
internal kepada manajemen kedua pihak yang bermitra dengan menggunakan metode
perbandingan berpasangan (paired comparison).
c) Penentuan peringkat (rating).
Penentuan peringkat (rating) oleh manajemen puncak dari kedua pihak yang bermitra atas
peubah-peubah dari hasil analisis situasi di kedua pihak yang bermitra.
2) Tahap analisis
Model kuantitatif perumusan strategi, antara lain matriks Internal Eksternal (IE) dan Mariks
SWOT.
a) Matriks IE
Tujuan penggunaan matriks ini adalah untuk memperoleh strategi pengembangan
yang lebih detail. Dari hasil analisis faktor internal dan eksternal, plot hasilnya dimasukkan
ke dalam diagram. Diagram tersebut dapat mengidentifikasi 9 sel strategi perusahaan,
tetapi pada prinsipnya ke 9 sel tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama,
yaitu :
i. Growth strategy yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1,2,5) atau
upaya diversifikasi (sel 7 dan 8)
ii. Stability strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang
telah ditetapkan (sel 4).
iii. Retrenchment strategy (sel 3, 6 dan 9) adalah usaha memperkecil atau mengurangi
usaha yang dilakukan perusahaan.
b) Matriks SWOT
Matriks SWOT menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman
eksternal yang dihadapi oleh perusahaan dengan menyesuaikan kekuatan dan kelemahan
yang dimiliki.
1. Keadaan Umum
Kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah penghasil beras, dengan varietas
unggulannya beras Pandanwangi. Namun, ada beras varietas lain yang juga ditanam di wilayah
tersebut, baik kategori varietas unggulan nasional maupun kategori varietas lokal, serta kategori
varietas lainnya. Pandanwangi merupakan beras khas Cianjur yang berasal dari padi bulu varietas
lokal. Pandanwangi mulai dikembangkan sekitar tahun 70-an, sampai saat ini data mengenai
penangkar asli padi Pandanwangi masih simpang siur. Rasanya yang khas membuat padi
Pandanwangi banyak dibudidayakan di tahun 80-an, dan mulai terkenal di luar wilayah Cianjur.
Permintaan yang tinggi terhadap padi Pandanwangi menyebabkan berkembangnya budidaya padi
Pandanwangi pada lokasi yang mulai menyebar dan pada akhirnya memunculkan permasalahan
baru berupa beranekaragamnya jenis padi Pandanwangi.
Upaya untuk memurnikan padi mulai dilakukan di tahun 90-an, dan pada tahun 2004
dikeluarkan SK Menteri Pertanian RI Nomor 163/Kpts/LB.240/3/2004 tentang Pelepasan Galur Padi
Sawah Lokal Pandanwangi Cianjur Sebagai Varietas Unggul dengan nama Pandanwangi. Deskripsi
padi sawah varietas Pandanwangi adalah (a) umur tanaman 150-160 hari; (b) tinggi tanaman 150-
170 cm; (c) bentuk gabah (endosperm) bulat/ gemuk berperut; (d) berbulu; (e) tahan rontok; (f) berat
1.000 butir gabah 30 g; (g) beraroma pandan; (h) kadar amilose 26%; (i) potensial hasil 6-7 ton/Ha
malai kering pungut; (j) ditanam di dataran sedang dengan ketinggian sekitar 700 dpl; (k) banyak
diperjualbelikan di toko dan kios beras disekitar Kota Cianjur; (l) dijajakan mulai dari ukuran kemasan
5-50 kg, dengan berbagai grid/ kualitas, diantaranya beras super, beras kepala I, dan beras kepala II;
dan (m) realisasi penyebaran padi pada masa tanam bulan September 2001 sampai dengan Februari
2002 mencapai 29.828 Ha, dengan potensial hasilnya mencapai 5-7 ton/Ha dalam satu kali panen.
Dalam SK tersebut dinyatakan bahwa penangkar padi Pandanwangi saat ini adalah Bapak H
Mansyur yang bertempat tinggal di Kecamatan Warung Kondang Desa Buni Asih. Sebagai
penangkar H. Masyur sudah mendapatkan sertifikat resmi, sehingga benih yang dihasilkannya telah
dijamin keaslian dan kualitasnya. Saat ini hampir sebagian besar petani mendapatkan benih dari
Bapak H Mansyur.
Penyebaran padi Pandanwangi di Kabupaten Cianjur terbatas pada daerah – daerah tertentu
seperti Kecamatan Warung Kondang, Cianjur, Ciku, Cibeber dan Kecamatan Cugenang.
Terbatasnya daerah penyebaran Pandanwangi terkait dengan persyaratan tumbuh Pandanwangi itu
sendiri, seperti ketinggian tempat minimal 500-800 m dpl, tanah dengan tingkat kesuburan tertentu,
dan air yang cukup. Apabila persyaratan tumbuhnya kurang terpenuhi, maka sifat-sifat dari
Pandanwangi seperti harum, rasa nasi yang enak dan pulen kurang muncul. Di kecamatan Warung
Kondang sendiri penyebaran Pandanwangi setiap periode lima tahunan terus mengalami perubahan
tingkat penyebaran.
b. CV Quasindo
Berawal dari keberhasilan CV Quasindo dalam memasarkan beras Taj Mahal di Indonesia,
maka sejak tahun 2007 CV Quasindo mulai mengembangkan sayap untuk berbisnis beras lokal
dengan keunggulan khusus, karena sasaran utama pasarnya sebagaimana untuk beras Taj
Mahal adalah kelompok masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas. Dengan
pertimbangan tersebut, maka akhirnya diputuskan untuk memilih beras Pandanwangi sebagai
unit usahanya yang baru. Minat CV Quasindo untuk berbisnis beras Pandanwangi disambut baik
oleh Departemen Pertanian yang pada saat yang sama (tahun 2006) tengah membangun
program sertifikasi beras berlabel, khususnya varietas Pandanwangi. Saat ini, CV Quasindo
menjadi pelopor sekaligus satu-satunya produsen beras Pandanwangi yang mendapatkan
sertifikasi jaminan kemurnian varietas dari lembaga sertifikasi yang ditunjuk oleh Departemen
Pertanian.
Sejak berdiri tahun 2001, CV Quasindo berdomisili di Semarang-Jawa Tengah. Khusus
untuk mendistribusikan beras Pandanwangi bersertifikat, telah dibuka kantor cabang di Jakarta,
yaitu di Kompleks Ruko Permata Ancol – Jakarta.
Pelaksanaan Kemitraan
Pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat melibatkan tiga pelaku utama yaitu Gapoktan
yang terdiri atas enam kelompok tani dengan beberapa unit usahanya, CV Quasindo selaku
distributor/supplier beras Pandanwangi ke super/hypermarket, serta Lembaga Sertifikasi Beras yang
bertanggung jawab dalam pelatihan dan penerapan GAP Padi Pandanwangi, serta mengeluarkan
sertifikasi, khususnya sertifikasi jaminan kemurnian varietas. Model pengadaan beras Pandanwangi
bersertifikat sebagaimana Gambar 1.
Kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo disepakati pada Bulan April
2007 melalui penandatanganan naskah perjanjian kerjasama antara Gapoktan Citra Sawargi dengan
CV Quasindo mengenai jual beli beras Pandanwangi, dengan ketentuan berikut :
1) Beras Pandanwangi yang dihasilkan Gapoktan Citra Sawargi diproduksi melalui metode Good
Agricultural Practices (GAP) sebagaimana telah dilatihkan oleh Lembaga Penelitian dan
Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM IPB) sebagai instansi yang ditunjuk
oleh Departemen Pertanian sebagai pelaksana program sertifikasi beras berlabel.
2) Varietas padi Pandanwangi dimaksud merupakan varietas yang mempunyai karakteristik
sebagaimana tercantum dalam SK Menteri Pertanian No.163/Kpts/LB.240/3/2004 tanggal 17
Maret 2004 tentang pelepasan galur Padi Sawah Lokal Pandanwangi Cianjur sebagai varietas
unggul dengan nama Pandanwangi. Benih yang digunakan harus benih bersertifikat yang
dihasilkan oleh penangkar aslinya, yaitu H. Mansyur yang juga merupakan pengurus Gapoktan
Citra Sawargi.
3) Dalam pengadaan beras Pandanwangi, maka Gapoktan telah melakukan koordinasi dengan
sesama petani anggota untuk melaksanakan metode GAP, serta penentuan jadwal tanam dan
jadwal panen setiap anggota.
PETANI
LEMBAGA
KONSUMEN
GAPOKTAN SERTIFIKASI
BERAS
UNIT CV
UNIT beras QUASINDO
SAPRODI dan
PEMBELIAN berlabel
PEMBIAYAAN
•Benih, pupuk
•Pestisida, dll.
PENGOLAHAN UNIT UNIT
GKG PENGGILINGAN beras PERGUDANGAN
GABAH
• Drying •Penggilingan
• Cleaning •Penyosohan Manajemen
•Packaging, dll
Stok
• Loting, dll
Perjanjian kontrak kerjasama ini telah diperpanjang pada bulan Januari 2008, berlaku hingga 6
bulan ke depan, yaitu sampai bulan Juni 2008 dengan volume transaksi dan ketentuan kerjasama
yang sama.
Dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat tahapan yang dilakukan (Gambar 1) :
1) Masing-masing kelompok tani anggota Gapoktan menyusun rencana mingguan pembelian gabah
berdasarkan rencana panen petani anggotanya dan menyerahkan rencana pembelian gabah
tersebut kepada ketua Gapoktan.
2) Ketua memerintahkan pengawas (QC) untuk memeriksa ke lapangan kesiapan dan mutu padi
yang akan panen.
3) Atas laporan QC, maka Ketua memerintahkan bendahara untuk menyusun rencana kebutuhan
keuangan dan mengeluarkan nota keuangan kepada juru bayar untuk rencana pembayaran
gabah.
4) Ketua memerintahkan seksi pengadaan barang untuk membeli padi dari petani anggotanya
(melalui kelompok tani) sesuai pengajuan kelompok tani dengan harga sesuai dengan mutu yang
direkomendasikan oleh QC.
5) Unit pengadaan/pembelian gabah mengirimkan barang ke unit pengolahan (merangkap juru
bayar) dan meminta pembayaran sesuai dengan kuantitas dan mutu gabah yang dikirim.
6) Unit pengolahan melaporkan kesiapan beras kepada Ketua Gapoktan. Ketua Gapoktan bersama
dengan QC melakukan inspeksi langsung terhadap mutu beras yang siap kirim.
7) Unit pengolahan mengirimkan beras ke gudang CV Quasindo
8) CV Quasindo mentransfer uang muka (50 %) dan pelunasan pembayaran beras ke rekening
Gapoktan/bendahara.
Kemitraan yang terjadi antara Gapoktan Citra Sawargi dan CV Quasindo saat ini terbatas pada
aspek pasar dan aspek manajemen, khususnya dalam melatih dan menyiapkan rencana pembelian
gabah dari petani Pandanwangi, serta pencatatan keuangan Gapoktan. Untuk aspek permodalan,
perusahaan mitra mencoba meringankan beban Gapoktan dengan memberikan uang muka 50% (10
hari sebelum pengiriman). Kondisi ini cukup memberatkan Gapoktan, karena lemahnya permodalan,
khususnya untuk membeli gabah dari petani mitra. Guna memenuhi kebutuhan modal usahanya,
Gapoktan mendapatkan suntikan dana pinjaman dari berbagai pihak, termasuk dari pengurus
Gapoktan.
Manfaat Kemitraan
Dari sisi Gapoktan atau petani, kemitraan ini mampu memberikan manfaat berikut :
1) Penguatan usaha kelembagaan petani (Gapoktan)
2) Harga jual yang lebih baik
3) Kepastian harga dan pasar atas produknya
4) Peningkatan produksi dan rendemen
Melalui kemitraan ini CV Quasindo menerima manfaat berikut :
1) Membuka unit usaha baru
2) Terjaminnya kontinuitas pasokan (mutu dan kuantitas)
3) Memperoleh fasilitasi sertifikasi jaminan kemurnian varietas dari pemerintah
4) Memperoleh keuntungan dari hasil penjualan produk
5) Memperoleh fasilitasi promosi dari pemerintah
Penjualan hasil panen petani mitra dilakukan dengan sistem bukti, yaitu pembelian dilakukan
sesuai hasil penimbangan dan transaksi langsung dilakukan di lokasi panen dengan unit usaha
Gapoktan. Sedangkan petani non mitra umumnya menggunakan sistem tebas/borongan dan
transaksi dilakukan dengan para pedagang pengumpul. Dengan sistem tebas, umumnya setiap
hektar lahan padi Pandanwangi dihargai Rp 17 juta atau setara dengan Rp 2.400/kg gabah
(produktivitas 7 ton/ha). Jika dibandingkan dengan penjualan kepada Gapoktan dengan harga Rp
3.000/kg maka kemitraan ini sangat menguntungkan bagi petani mitra. Saat ini sistem tebas telah
banyak ditinggalkan, petani non mitra yang menjual dengan sistem bukti rataannya mendapatkan
harga Rp 2.836/kg gabah.
Dengan harga gabah yang lebih tinggi, maka rataan penerimaan petani mitra lebih tinggi
dibandingkan petani non mitra. Kendati total biaya produksi yang dikeluarkan petani mitra relatif lebih
tinggi dibandingkan petani non mitra yang utamanya disebabkan penggunaan benih dan pupuk
sesuai anjuran, namun pendapatan petani mitra masih lebih tinggi dibandingkan petani non mitra.
Pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total yang memperhitungkan pula selain
biaya tunai (benih, biaya tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan dan zakat), ternyata pendapatan
petani mitra lebih tinggi dibandingkan pendapatan petani non mitra, meskipun biaya total yang harus
dikeluarkan petani mitra lebih tinggi dibandingkan petani non mitra.
Ukuran efisiensi pengelolaan usahatani dapat dilihat dengan menggunakan koefisien
perbandingan penerimaan dan biaya (rasio R/C), Nilai rasio R/C baik petani mitra maupun petani
non mitra lebih besar dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa dengan bermitra ataupun tidak,
usahatani Pandanwangi sama-sama efisien dan menguntungkan, karena imbalan yang diperoleh
masih lebih tinggi dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan.
Nilai rasio R/C atas biaya total petani mitra lebih tinggi dibandingkan petani non mitra. Nilai
rasio R/C atas biaya total petani mitra 1,54, sedangkan petani non mitra 1,35. Nilai-nilai tersebut
dapat diartikan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usahatani padi Pandanwangi
melalui kemitraan dengan CV Quasindo (melalui Gapoktan) akan menghasilkan tambahan
penerimaan Rp 1,54 sedangkan petani yang tidak terlibat dalam kemitraan hanya akan mendapatkan
tambahan penerimaan sebesar Rp 1,35. Hal ini menunjukkan bahwa dengan melakukan kemitraan,
petani mitra akan menerima keuntungan 14% lebih tinggi daripada petani non mitra.
Mengingat keberadaan padi Pandanwangi yang semakin terdesak dengan semakin
berkembangnya penggunaan padi VUN, maka perlu juga dibandingkan antara pendapatan usahatani
padi Pandanwangi dengan pendapatan usahatani padi VUN. Salah satu padi VUN yang banyak
dikembangkan di wilayah Warung Kondang adalah padi varietas Ciherang yang juga umum ditanam
di wilayah Karawang. Dari hasi penelitian LPPM IPB (2006) terhadap usahatani padi Ciherang
diketahui bahwa keuntungan bersih yang dinikmati petani sebesar Rp. 6,4 juta per musim per hektar
atau sekitar Rp. 12,8 juta per tahun per hektar. Harga pembelian gabah dari petani berfluktuasi
antara Rp 2100 – 2400/Kg GKP. Harga rata-rata yang ditetapkan pada perhitungan analisa
kelayakan sebesar Rp 2.250/Kg GKP. Berdasarkan perhitungan ini, petani akan mengalami kerugian
jika harga gabah , kurang dari harga pokok yaitu sebesar Rp 1.178 Kg GKP.
Dari perbandingan pendapatan usahatani padi Pandanwangi dengan padi VUN terlihat bahwa
untuk pendapatan usahatani per musim per hektar, maka usahatani padi Pandanwangi menghasilkan
keuntungan yang lebih besar dibandingkan usahatani padi Pandanwangi khususnya disebabkan
produktivitas serta harga yang lebih tinggi. Selisih pendapatan usahatani tersebut sebesar Rp.1,4
juta per musim per hektar. Namun padi VUN memiliki umur panen yang lebih pendek dibandingkan
padi Pandanwangi, sehingga memungkinkan ditanam 2 musim dalam 1 tahun sehingga jika diukur
pendapatan usahatani pertahun, maka usahatani padi VUN menghasilkan keuntungan yang lebih
menjanjikan.
Kondisi ini menunjukkan pentingnya dukungan pemerintah melalui pemberian insentif bagi
petani padi Pandanwangi, agar usahatani padi Pandanwangi dapat terus berkembang.
c. Pedagang Besar Luar Daerah (Grosir). Adalah pedagang grosir di PIC, Bogor, Bandung, dan
Sukabumi. Beras dijual langsung kepada konsumen atau melayani di tempat.
d. Pedagang Pengecer. Pedagang yang langsung berhubungan dengan konsumen, terdiri dari
pedagang pengecer daerah dan pedagang pengecer luar daerah.
Pedagang
Pengumpul
Pedagang Besar
Petani
Luar Daerah
terbentuk dan masih memiliki kelemahan dalam banyak hal, khususnya permodalan. CV
Quasindo selaku perusahaan mitra memiliki tingkat kepentingan lebih rendah dalam kemitraan
ini, karena sebagai perusahaan yang telah lama eksis dalam usaha perberasan, memiliki
kemampuan besar, baik dalam permodalan, aksesibilitas pasar, manajemen maupun
penguasaan teknologi dan informasi.
Pengolahan pada level empat membahas mengenai tujuan kemitraan terhadap masing-
masing pelaku kemitraan. Tujuan kontinuitas produk merupakan prioritas utama dengan bobot
0,3389 (0,0614 dari CV Quasindo dan 0,2776 dari Gapoktan Citra Sawargi). Dari hasil
pengolahan tersebut, tujuan yang mendapatkan prioritas utama adalah kontinuitas produk, yaitu
bagaimana melalui kemitraan ini petani yang tergabung dalam Gapoktan dapat terus
memproduksi gabah/beras Pandanwangi sebagai sumber usahanya, melalui bantuan kerjasama
yang berkelanjutan dengan perusahaan mitra sebagai penjamin harga dan pasar.
Pada akhirnya, hasil pengolahan pada level kelima menunjukkan bahwa Pola Inti Plasma
merupakan pola kemitraan yang dirasakan paling tepat untuk mencapai tujuan utama kemitraan
dengan bobot 0,4669, dengan rincian 0,1648 tujuan kelangsungan usaha, 0,1519 tujuan
kontinuitas produk, 0,0637 tujuan peluang pasar, 0,0629 tujuan efisiensi usaha dan 0,0236 tujuan
pengembangan usaha (Tabel 23).
Dalam kemitraan dengan Pola Inti Plasma, maka petani yang tergabung dalam Gapoktan
sebagai plasma dan CV Quasindo sebagai inti. Dipilihnya pola inti plasma untuk menggantikan
pola dagang umum sebagaimana berlaku saat ini, disebabkan Gapoktan sebagai kelembagaan
tani masih memiliki banyak kelemahan, khususnya dalam hal permodalan usaha guna penguatan
usaha Gapoktan.
Pola dagang umum sebagaimana kemitraan yang terjadi saat ini dianggap kurang mampu
menjamin kontinuitas produk dari Gapoktan, karena hanya memecahkan masalah pada aspek
pasar. Maka dari itu pola ini mendapatkan prioritas ketiga dengan bobot 0,1522.
Kendati Pola Inti Plasma dinilai sebagai pola kemitraan yang paling tepat dalam pengadaan
beras Pandanwangi bersertifikat, khususnya dengan tujuan untuk meningkatkan saling
ketergantungan kedua pihak yang bermitra agar kontinuitas produk dan kelangsungan usaha
tetap terjaga dan berjalan dengan baik, namun perlu juga dipertimbangkan banyaknya
pengalaman kegagalan dalam kemitraan agribisnis dengan pola inti plasma sebagai akibat
ketergantungan yang terlalu tinggi terhadap perusahaan inti.
b. Matriks IFAS
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 2 terlihat bahwa faktor keterikatan merupakan
faktor kekuatan yang paling berpengaruh dalam menentukan kinerja kemitraan. Sedangkan
faktor saling ketergantungan menempati ranking pertama sebagai faktor kelemahan yang paling
berpengaruh terhadap kinerja kemitraan.
c. Matriks EFAS
Berdasarkan hasil perhitungan (Tabel 3), terlihat bahwa permberlakuan proteksi impor
beras memberikan peluang utama bagi berkembangnya usaha-usaha perberasan di dalam
negeri untuk merebut pangsa pasar beras lokal yang selama ini dikuasai beras impor disamping
itu, trend tuntutan/preferensi konsumen atas beras bermutu tinggi seperti beras Pandanwangi
merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan bagi kelanjutan pengembangan usaha ini. Bobot
kedua faktor tersebut masing–masing 0,550 untuk kebijakan proteksi impor dan 0,424 untuk
trend tuntutan konsumen.
Di sisi lain, lemahnya promosi dan sosialisasi program sertifikasi beras (jaminan kemurnian
varietas) oleh pemerintah, serta law enforcement yang lemah dalam implementasi ketentuan
hukum terkait pelabelan beras menjadi dua faktor utama yang menjadi ancaman serius bagi
kelangsungan pengembangan usaha beras Pandanwangi bersertifikat dengan bobot masing-
masing 0,682 dan 0,499.
d. Matriks IE
Dengan total nilai faktor strategik internal 2,767, maka hubungan kemitraan memiliki faktor
internal yang tergolong sedang atau rataan dalam melakukan usaha pengadaan beras
Pandanwangi bersertifkat melalui wadah kemitraan. Total nilai faktor strategik eksternal 3,129
memperlihatkan respon yang diberikan oleh hubungan kemitraan terhadap lingkungan eksternal
tergolong tinggi.
Apabila masing-masing total skor dari faktor strategis internal maupun eksternal dipetakan
dalam matriks, maka posisi hubungan kemitraan saat ini berada pada kuadran/sel kedua (Tabel
4), yang berarti strategi yang perlu diterapkan melalui wadah kemitraan ini adalah strategi
pertumbuhan. Strategi ini didesain untuk mencapai pertumbuhan, baik dalam penjualan, aset,
laba atau kombinasi dari ketiganya.
Pada sel ini, strategi pertumbuhan dimaksud dapat dilakukan melalui konsentrasi integrasi
horizontal, baik secara internal melalui sumber dayanya sendiri atau secara eksternal dengan
memanfaatkan sumber daya dari luar. Strategi ini pada intinya adalah suatu kegiatan untuk
memperluas usaha dengan cara perluasan dilokasi lain dan meningkatkan jenis dan mutu produk
dan jasa. Tujuan utamanya adalah meningkatkan penjualan dan profit, dengan cara
memanfaatkan keuntungan economic of scale, baik di produksi maupun pemasaran.
Tabel 4. Matriks IE
TOTAL SKOR IFAS
4.0 Tinggi 3.0 Rataan 2.0 Lemah 1.0
Tinggi 1 2 3
GROWTH GROWTH RETRENCHMENT
Konsentrasi Konsentrasi Turnaround
melalui integrasi melalui integrasi
3.0 vertikal horizontal
TOTAL 4 5 6
SKOR STABILITY GROWTH RETRENCHMENT
EFAS Hati – hati Konsentrasi Captive Company
Sedang melalui integrasi atau Divestment
horizontal
STABILITY
Tak ada perubahan
2.0 profil strategi
7 8 9
GROWTH GROWTH RETRENCHMENT
Rendah Diversifikasi Diversifikasi Bangkrut atau
konsentrik Konglomerat Likuidasi
1.0
2) Strategi W – O
Strategi W – O adalah strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan
peluang yang ada, dengan alternatif strategi berikut :
i. Memperkuat kemitraan
Meningkatkan saling ketergantungan antara pihak yang bermitra melalui pengembangan
aspek lainnya selain aspek pasar, seperti modal, teknologi dan manajemen..
ii. Meningkatkan efisiensi usaha
Efisiensi usaha dengan menekan biaya produksi beras Pandanwangi oleh Gapoktan
melalui peningkatan rendemen beras. Hal ini dapat dilakukan dengan revitalisasi RMU
sebagai salah satu unit usaha Gapoktan serta penyediaan saprodi (benih dan pupuk).
Efisiensi biaya dengan menekan biaya penanganan, biaya pengawasan dan biaya
transportasi, yaitu dengan memindahkan seluruh proses produksi di perusahaan mitra
(tahapan repacking dari 50 kg menjadi 5 kg). Biaya pengawasan mutu juga menjadi
lebih ringan dan biaya transportasi juga dapat ditekan.
iii. Diversifikasi pasar
CV Quasindo maupun Gapoktan Citra Sawargi perlu melakukan diversifikasi pasar untuk
meraih pangsa pasar konsumen tingkat menengah.
3) Strategi S – T
Strategi S – T adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman,
dengan alternatif strategi adalah :
i. Meningkatkan penyerapan bahan baku
CV Quasindo perlu meningkatkan penyerapan bahan baku untuk mengamankan
posisinya sebagai pengusaha beras Pandanwangi dan guna lebih menunjukkan
eksistensinya di lokasi sentra Pandanwangi.
ii. Meningkatkan brand image
Perlu diterapkan langkah-langkah yang mampu memberikan sinyal komitmen terhadap
mutu produk sekaligus upaya memberikan garansi kepuasan pelanggan, diantaranya
melalui moneyback guarantee, layanan akses hot line/toll-free untuk memberikan
kemudahan bagi konsumen yang akan memberikan komentar atau komplain.
iii. Diferensiasi produk berorientasi mutu
Kondisi penggilingan padi milik Gapoktan Citra Sawargi yang relatif tua dan sederhana,
kadar beras pecah yang dihasilkan cukup tinggi, karenanya sangat memungkinkan untuk
melakukan diferensiasi produk berdasarkan kondisi mutu fisik beras (kadar pecah).
4) Strategi W – T
Strategi W – T adalah strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari
ancaman, dengan alternatif strategi berikut :
i. Mempertahankan harga jual
Strategi mempertahankan harga jual merupakan salah satu cara untuk pembentukan
citra (image building) untuk menuju pengokohan posisi pasar (position strengthening)
sebagai beras dengan jaminan mutu. Konsumen diharapkan akan memahami bahwa
beras bila asli varietasnya pasti jauh lebih mahal. Kemasan beras Xiang Mi yang mewah
jelas difokuskan untuk mampu menarik pelanggan menengah ke atas yang bersifat Price
Oriented, yaitu pelanggan yang memilih harga lebih mahal, karena percaya produk
tersebut lebih baik dan lebih bergengsi.
ii. Aktif mengupayakan dukungan pemerintah
Dukungan pemerintah dalam promosi/sosialisasi program sertifikasi jaminan kemurnian
varietas; implementasi dan penegakan hukum terkait aturan tentang pelabelan; dan
menfasilitasi tenaga pendamping di lapangan dan alokasi dana Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
bagi penguatan kelembagaan Gapoktan.
iii. Meningkatkan penerapan jaminan mutu
Penerapan jaminan mutu dilakukan dengan berpedoman pada standard operating
procedures atau SOP (berdasarkan Metode GAP) yang telah disusun oleh Lembaga
Sertifikasi Beras.
iv. Penguatan kelembagaan
Kelembagaan tani (Gapoktan Citra Sawargi) dan lembaga sertifikasi masih memerlukan
dukungan aspek, khususnya manajemen, teknologi dan permodalan.
langsung maupun tidak langsung (perusahaan mitra sebagai avalis). Kontribusi modal oleh
perusahaan mitra harus dihentikan, jika unit usaha Gapoktan telah berjalan dengan baik,
sehingga mampu melakukan pemupukan modal secara mandiri (bentuk transisi).
b. Diperlukan peran tenaga pendamping atau mediator
Mediator berperan kuat dalam memperkuat organisasi petani, mengembangkan aktifitas
dan usaha kelompok, membantu mengelola keuangan dan modal usaha kelompok, serta menjadi
negosiator dan komunikator dalam berhubungan dengan perusahaan mitra.
c. Mengembangkan alternatif kerjasama langsung dengan Super/hypermarket
Kerjasama langsung antara Gapoktan dengan super/hypermarket diharapkan ada nilai
tambah yang dapat dinikmati Gapoktan. Dukungan penuh dari pemerintah diharapkan dapat
membuat Gapoktan menembus pasar modern.
d. Perlunya peran manajer
Gapoktan diharapkan mampu menerapkan manajemen korporasi (farmer enterprise) untuk
menjalankan sistem usaha agribisnis beras Pandanwangi bersertifikat, sehingga diperlukan
manajer yang profesional.
e. Pemantapan perangkat dan lembaga sertifikasi
Perlu dilakukan pemantapan perangkat dan lembaga sertifikasi antara lain yang melibatkan
secara aktif Lembaga atau Unit Sertifikasi yang dibentuk oleh dinas pertanian Kabupaten dengan
Tim yang sesuai dengan tupoksinya. Lembaga atau unit ini harus mempunyai atau bekerjasama
dengan laboratorium yang mempunyai kompetensi dalam pengujian beras. Perlu juga dilibatkan
secara aktif lembaga yang akan memberikan akreditasi kepada lembaga sertifikasi. Di Indonesia,
lembaga tersebut adalah Komite Akreditasi Nasional (KAN), Badan Standarisasi Nasional (BSN).
GAPOKTAN
Super/hypermarket
Unit Pembelian
Unit pengolahan
Unit Saprodi Uang
Unit Pemasaran CV Quasindo
Beras
Super/hypermarket Konsumen
Lembaga Sertifikasi
Terakreditasi
1. Kesimpulan
a. Kemitraan dengan Pola Dagang Umum telah mampu meningkatkan pendapatan petani mitra,
namun belum mampu sepenuhnya menguatkan kelembagaan petani (Gapoktan), akibat
lemahnya permodalan. Sedangkan melalui kemitraan didapatkan manfaat (1) Penguatan usaha
kelembagaan petani (Gapoktan), (2) Harga jual yang lebih baik, (3) Kepastian harga dan pasar
atas produknya, (4) Peningkatan produksi dan rendemen.
b. Manfaat yang diterima untuk CV Quasindo adalah (1) Membuka unit usaha baru, (2) Terjaminnya
kontinuitas pasokan (mutu dan kuantitas), (3) Memperoleh fasilitasi sertifikasi jaminan kemurnian
varietas dari pemerintah, (4) Memperoleh keuntungan dari hasil penjualan produk dan (5)
memperoleh fasilitasi promosi dari pemerintah.
c. Dari hasil analisis evaluasi pola kemitraan, didapatkan bahwa pola kemitraan inti plasma
merupakan pola kemitraan yang paling diinginkan, mengingat lemahnya permodalan Gapoktan,
khususnya dalam pengadaan saprodi dan pembelian gabah.
d. Dari hasil analisis SWOT, strategi yang tepat dilakukan adalah strategi pertumbuhan, dengan
langkah efektif seperti : (1) memperluas wilayah pemasaran, (2) memperkuat kemitraan, (3)
meningkatkan promosi, (4) meningkatkan implementasi jaminan mutu dan (5) penguatan
kelembagaan.
e. Dari berbagai analisis kualitatif dan kuantitatif yang telah dilakukan, dapat dikatakan model
pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat ini bila akan direplikasi kedalam model pengadaan
beras unggul lokal besertifikat, perlu dilakukan penyempurnaan atas model yang ada saat ini
secara bertahap. Dalam hal ini struktur kemitraan yang menimbulkan ketergantungan petani
atau organisasi petani terhadap perusahaan mitra secara bertahap harus direduksi sejalan
dengan semakin berkembangnya usaha Gapoktan yang kuat dan mandiri (farmer enterprise).
2. Saran
a. Diperlukan dukungan pemerintah dalam mensosialisasikan program sertifikasi beras dan
mengedukasi masyarakat tentang kecurangan–kecurangan dalam perdagangan beras berlabel,
sehingga dengan program ini di masa depan dapat diharapkan para produsen dan pedagang
beras akan mencantumkan varietas beras yang dikemas secara jujur dan benar dalam menuju
terciptanya persaingan yang sehat.
b. Untuk membangun model pengadaan beras bersertifikat, seyogyanya program ini dirancang
sebagai program multiyears, sehingga model ini benar-benar teruji dan dapat direplikasi di
kabupaten-kabupaten lain di Indonesia. Untuk itu perlu dipersyaratkan dukungan penuh dari
pemerintah daerah setempat. Diantaranya dengan menerapkan sistem imbal swadaya, yaitu
kabupaten terpilih wajib menyediakan dana dari APBD dan sistem lainnya adalah sistem hibah
bersaing.
c. Untuk memberi semangat kepada petani, pada tahap awal pengembangan model ini
direkomendasikan adanya insentif bagi petani, seperti misalnya pemberian subsidi benih
bersertifikat, subsidi pupuk, dan jaminan pembelian padi/gabah hasil panen melalui alokasi Dana
Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM - LUEP), baik bersumber dari
APBN maupun APBD.
DAFTAR PUSTAKA
Damardjati, D. 1995. Karakteristik Sifat dan Standadisasi Mutu Beras Sebagai Landasan Pengembangan
Agribisnis dan Agroindustri Padi di Indonesia, Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian,
Jakarta.
Direktorat Pengembangan Usaha. 2002. Pedoman Kemitraan Usaha Agribisnis. Departemen Pertanian,
Jakarta
Ditjen PPHP. 2006. Evaluasi Kebijakan Impor Beras disampaikan pada Rapat Koordinasi Impor Beras,
Surabaya 19 – 20 Juni 2006. Departemen Pertanian, Jakarta.
Kadariah, L. Karlina dan C. Gray. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Fakultas Ekonomi UI, Jakarta.
LPPM IPB. 2006. Pengembangan Model Sistem Agroindustri dan Pemasaran Beras Berlabel di
Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat
IPB, Bogor.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT. Grasindo, Jakarta
Nielsen, AC. 2005. Kajian Pasar Tradisional dan Pasar Modern. Departemen Perdagangan RI, Jakarta.
Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Saaty, T.L. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin : Proses Hirarki Analitik untuk
Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks (Terjemahan). PT. Pustaka Binaman
Pressindo, Jakarta.
Saptana, A. Agustian, H. Mayrowani dan Sunarsih. 2006. Analisis Kelembagaan Kemitraan Rantai
Pasok Komoditas Hortikultura. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Departemen Pertanian, Bogor.
Tjakrawiralaksana, A. dan Soeriaatmadja. 1983. Usahatani. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Jakarta.