Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Karakterisasi Dan Identifikasi Molekuler Fusan Hasil Fusi Protoplas Interspesies Chlorella

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

Bioma, Juni 2016 ISSN: 1410-8801

Vol. 18, No. 1, Hal. 30-40

Karakterisasi Dan Identifikasi Molekuler Fusan Hasil Fusi Protoplas Interspesies Chlorella
pyrenoidosa dan Chlorella vulgaris Menggunakan 18SrDNA

1Asih Rismiarti, 1Hermin Pancasakti Kusumaningrum, 3Muhammad Zainuri


dan 2Sri Pujiyanto
1
Laboratorium Genetika
2
Laboratorium Mikrobiologi
Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang
Jln Prof. Soedarto, SH,Semarang,50275, Telp: (024)7474754; Fax (024) 76480923
3
Laboratorium Kelautan
Departemen Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro
Tembalang, Semarang – 50275
Telepon (024) 7474754; Fax. (024) 76480690
Email : asih.rismiarti@gmail.com

Abstract

Chlorella pyrenoidosa is a unicellular green algae that grows in fresh water with carotenoids consisting of
β-carotene, α-carotene, anthaxanthin, neoxanthin, zeaxanthin and lutein. C. vulgaris usually it lives in sea water with
carotenoids, chlorophyll, tocopherol, ubiquinone and proteins. The quality of them is improved by protoplast fusion
and identified further using moleculer analysis. This study aims to find out the characterization and identification of
molecular fusan that is obtained from interspecies C. pyrenoidosa and C. vulgaris protoplast fusion process using
18SrDNA. Both C. pyrenoidosa and C. vulgaris are combined by protoplast fusion and then they were performed the
isolation of DNA with CTAB modification method, followed by PCR gradient using primers 18S Chlorella and
performed DNA sequencing. The result show that there are different characters between masterplan and fusan based
on growth of fresh water and sea water medium. The success frequency of fusan as a result from protoplast fusion in
the fresh water media is 21% and 6% for sea water medium. The results of the alignment between fresh water fusan
and C. vulgaris masterplan from GeneBank shows that the base sequence homology is 93% C. pyrenoidosa
masterplan from GeneBank is 90%. The result of molecular identification towards the sequence of fresh water fusan
bases shows that there is a kinship relationship with the masterplan of C. pyrenoidosa 18S Chlorella and
Chlorosphaera klebsii microalgae compared with some other species from Chlorophyta group with similarity value
as many as 91%. It shows that the high variety genetic is based on variations of the base sequence and has a kinship
with other species in the Chlorophyta group.

Keywords : Chlorella pyrenoidosa, Chlorella vulgaris, Protoplast Fusion, DNA Sequensing, 18SrDNA.

INTRODUCTION ditingkatkan melalui teknik fusi protoplas. Fusi


Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah protoplas merupakan suatu metode untuk
yang memiliki klorofil, dapat digunakan untuk menggabungkan dua atau lebih sel sehingga
melakukan proses fotosintesis. Chlorella diperoleh kombinasi sel baru dengan bantuan
pyrenoidosa merupakan mikroalga yang memiliki aliran listrik atau zat kimia (Mariska dan Husni,
kandungan protein 60%, karbohidrat dan lemak 2002; (Kusumaningrum dan Zainuri, 2014;
20% (Asni, 2000). C. vulgaris memiliki Kusumaningrum dan Zainuri 2015a;
kandungan gizi berupa protein 55%, serat 5,8%, Kusumaningrum dan Zainuri 2015b;
lipid 10,2% dan karbohidrat 23,2% (Maruyama, Kusumaningrum dan Zainuri 2015c). Karakter
1997). C. pyrenoidosa dan C. morfologi dari gabungan keduanya dibandingkan
vulgaris memiliki karakter yang berbeda-beda. dengan induk menjadi faktor yang biasa digunakan
Perbedaan utamanya adalah C. pyrenoidosa biasa oleh peneliti lain (Panaiotov et al., 2009). Namun,
hidup di air tawar, sedangkan C. vulgaris hidup di karakterisasi secara konvensional ini memiliki
air laut. Keunggulan dari keduanya dapat kemungkinan bahwa mikroalga yang memiliki
fenotip sama teridentifikasi menjadi spesies yang ditumbuhkan dalam air tawar dan air laut, diberi
sama, padahal keduanya belum tentu secara medium Walne. Sel dikultur dengan menggunakan
genetik memiliki kesamaan. Diperlukan aerasi dan iluminasi sebesar 3000 lux.
karakterisasi dan identifikasi lebih lanjut
menggunakan analisis secara molekuler. Pengukuran β-Karoten
Karakteristik molekuler yang digunakan yaitu Pengukuran β-karoten menggunakan metode
dengan melakukan analisis homologi basa DNA modifikasi dari Hejazi et al. (2002). Sampel
hasil sekuensing. Analisis homologi merupakan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama
suatu teknik untuk melihat persamaan atau 10 menit. Pelet ditambahkan isopropanol, divortek
kekerabatan organisme di tingkat basa dan asam dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 selama
amino. Urutan basa juga digunakan untuk 10 menit. Hasil sentrifugasi pada fase atas (tidak
melakukan identifikasi atau determinasi terhadap berwarna) diambil lalu diletakkan pada cuvet
suatu organisme yang belum diketahui atau baru menggunakan UV-Vis Spektrofotometer.
ditemukan. Salah satu data molekuler yang dapat Pengukuran β-karoten dilakukan pada panjang
digunakan adalah sekuen DNA untuk gen gelombang 436. Pengukuran dilakukan
18SrDNA. Gen 18SrDNA dapat dipergunakan menggunakan blanko isopropanol. Nilai
sebagai penanda molekuler dalam penyusunan absorbansi dan penghitungan β-karoten diketahui
klasifikasi filogenetik dan mengandung beberapa menggunakan rumus menurut metode AOAC
daerah yang memiliki sekuen yang terkonservasi (1995):
dengan baik sehingga dapat digunakan untuk
analisis filogenetik dengan membuat pohon Abs = 2 – logT
filogenetik. Pohon filogenetik akan
memperlihatkan hubungan kekerabatan mikroalga Keterangan:
C. pyrenoidosa dan C. vulgaris. Penelitian ini Abs : Nilai absorbansi
bertujuan untuk melakukan karakterisasi dan T : Transmitent yang diperoleh
identifikasi molekuler fusan dari proses fusi
protoplas interspesies C. pyrenoidosa dan C. β-karoten (µg/ml) diperoleh dengan
vulgaris menggunakan 18SrDNA menggunakan rumus:
BAHAN DAN METODE β-karoten = (Absxλ) : (196x1x{(volume awal:volume akhir)}
Fusi Protoplas
Mikroalga C. pyrenoidosa dan C. vulgaris Keterangan:
diperoleh dari Balai Besar Pengembangan Abs : Nilai absorbansi
Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara. Sel kedua λ : Panjang gelombang yang digunakan (436 nm)
induk dalam jumlah yang sama disentrifugasi 196 : Koefisien ekstinksi β-karoten
untuk mendapatkan peletnya. Pelet dicuci dengan 1 : Ukuran cuvet yang digunakan
larutan penstabil osmotik. Pelet ditambah dengan
enzim Lisozim (160 µl), 3% NaCl (8 ml) dan 0,1 Isolasi DNA Metode Modifikasi CTAB
M CaCl2 (800 µl), diinkubasi selama 20 menit Isolasi DNA menggunakan metode
pada suhu 350C sehingga terbentuk protoplas. modifikasi CTAB (Roger and Bendich, 1994).
Protoplas disentrifugasi dengan kecepatan 6000 Sampel disentrifugasi dengan kecepatan 10.000
rpm selama 15 menit. Pelet C. pyrenoidosa dan C. rpm selama 5 menit. Pelet ditambahkan dengan
vulgaris digabungkan, ditambahkan dengan PEG buffer CTAB ekstraksi dingin (500 l) sebagai
6000 (4800 µl), 0,1 M CaCl2 (800 µl), 2% glisin deterjen dan dihancurkan dengan mortar di atas ice
(400 µl) dan diinkubasi pada suhu 300C selama 30 gel sampai hancur dinding selnya. Buffer CTAB
menit. Sampel disentrifugasi dengan kecepatan ditambahkan kedalam sampel (500 l) dan
6000 rpm selama 15 menit. Pelet dicuci dengan diinkubasi pada suhu 650C selama 90 menit.
larutan penstabil osmotik. Sel rekombinan Sampel ditambahkan kloroform:isoamil alkohol
(450 l) dan sentrifugasi pada kecepatan 10.000 bagian sumuran paling ujung. Buffer TAE
rpm selama 2 menit. Supernatan ditambahkan ditambahkan kedalam tangki sampai seluruh gel
RNAse A (5 l) dan diinkubasi pada suhu 300C terendam. Elektroforesis dijalankan (dilakukan
selama 30 menit. Sampel ditambahkan dengan running) pada 100 Volt selama 20 menit. Setelah
isopropanol dingin (600 l) dan diinkubasi pada selesai running, gel agarosa dikeluarkan dan
suhu -200C selama overnight. Sampel diletakkan di atas UV transluminator. UV
disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama transluminator dinyalakan dan pita-pita DNA
5-10 menit dan terbentuk endapan putih. Pelet yang tervisualisasi diamati.
dicuci dengan 76% etanol (800 l)
dan Sodium Asetat (100 l), disentrifugasi pada Sekuensing DNA
kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit. Pelet dicuci Fragmen DNA selanjutnya disekuensing
dengan 70% etanol (100 l) dan disentrifugasi untuk melihat urutan basa DNA pada mikroalga C.
pada kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit. Sisa pyrenoidosa dan C. vulgaris menggunakan mesin
etanol dibuang dan tersisa endapan putih untuk sekuensing ABI PRISM Mode 310 version 3.0.
dikeringanginkan selama overnight. DNA yang Hasil sekuensing DNA fusan dianalisis homologi
terbentuk ditambah dengan buffer TE pH 8 (50- basanya dengan memanfaatkan informasi sekuen
DNA yang tersedia di dalam pusat data Genebank
100 l) dan disimpan pada suhu 40C. Hasil isolasi
(http:/www/ncbi.nlm.nih.gov) menggunakan
DNA dilihat dengan elektroforesis gel agarosa 1%.
(Basic Local Alignment Search Tool nukleotide)
BLASTn dan hubungan kekerabatan dengan
Gradient PCR 18SrDNA
spesies lain diidentifikasi melalui program MEGA
Bahan-bahan yang digunakan di short spin
5.2 (Molecular Evolutionary Genetic Analysis)
(microsentrifuge) untuk menurunkan larutan
untuk pembuatan pohon filogenetik.
selama. Reaksi PCR dibuat dengan menambahkan
buffer PCR 10x (2,5 µl), dNTPs (0,25 µl), primer
RESULT AND DISCUSSION
18S Chlorella forward 5’ (CGG AGA RGG MGC
Hasil Fusi Protoplas C. pyrenoidosa dan C.
MTG AGA) 3’ (1,5 µl), primer 18S Chlorella
vulgaris
reverse 5’ (GGG CGG TGT GTA CAA RGR) 3’
Pembentukan protoplas C. pyrenoidosa dan
(1,5 µl), Taq Polymerase (0,25 µl),
C. vulgaris ditandai dengan pecahnya dinding sel
ddH2O (17 µl) dan template DNA (2 µl). Semua
akibat pemberian enzim Lisozim. Hasil
bahan dicampur dan dimasukkan kedalam mesin
pengamatan memperlihatkan bentuk protoplas C.
gradient PCR untuk mendapatkan optimasi suhu
pyrenoidosa dan C. vulgaris yang utuh serta
annealing. Program PCR terdiri dari denaturasi
membulat (spherik). Pemecahan dinding sel dapat
awal pada suhu 94oC (3 menit), dilanjutkan dengan
dilihat pada Gambar 1 yang diperoleh dari hasil
30 siklus yang terdiri dari denaturasi pada suhu
pengamatan secara mikroskopis. . Sel yang telah
94oC (25 detik), annealing pada suhu 55-63oC (45
kehilangan dinding selnya akan membentuk
detik), ekstensi pada suhu 72oC (50 detik), ekstensi
protoplas. Gerken et al. (2012) menyatakan bahwa
akhir pada suhu 72oC (1 menit) dan hold pada suhu
enzim Lisozim dapat memecah dinding sel
4oC. Sampel kemudian disimpan kedalam freezer.
Chlorella lebih optimal dibandingkan dengan
enzim yang lain dan dapat mendegradasi di
Pendeteksian Hasil Gradient PCR dengan
permukaan luar dinding sel.
Metode Elektroforesis
Sampel hasil amplifikasi yang diperoleh
ditambahkan loading dye (2 µl) dan dimasukkan
kedalam sumuran gel agarosa. Marker (100 bp
DNA Ladder) dimasukkan kedalam sumuran gel
agarosa dengan komposisi marker yaitu loading
dye (1 µl), marker (4 µl) dan akuades (5 µl).
Marker ditambahkan kedalam gel agarosa pada
dominan di air laut apabila diletakkan pada air
tawar lebih susah beradaptasi dibandingkan
dengan fusan yang di air tawar dan diletakkan di
air tawar juga.

Gambar 1. Pemecahan dinding sel Chlorella


pyrenoidosa (A) dan Chlorella vulgaris
(B) (400x).

Hasil isolasi protoplas selanjutnya


digunakan untuk fusi melalui penggabungan dua
atau lebih sel. Fusi yang terjadi pada kedua
protoplas ini dilihat dengan terbentuknya agregat
protoplas. Penggabungan beberapa protoplas
diperoleh karena adanya penggunaan PEG 6000
yang berperan sebagai penginduksi fusi, karena
PEG menjadi jembatan antara dua protoplas atau
lebih sehingga akan terjadi agregasi protoplas.
Fusan terbentuk di hari keempat setelah dilakukan Gambar 2. Pengamatan mikroskopis induk
regenerasi kembali dengan jumlah sel pada media C. pyrenoidosa (A); induk C. vulgaris
air tawar sebesar 8,4x105 sel/ml dan air laut (B) perbesaran 1000x dan fusan hasil
sebesar 5x105 sel/ml. Hal ini menunjukkan fusi protoplas interspesies antara C.
terjadinya regenerasi dinding sel protoplas. Kim et pyrenoidosa dengan C. vulgaris pada
al. (2009), menyatakan bahwa saat sel mengalami air tawar (C); air laut (D) perbesaran
kerusakan secara alami, sel mampu memperbaiki 400x.
kerusakan tersebut dengan menambahkan protein
Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa
dan polisakarida untuk mencegah kerusakan sel.
adanya perbedaan bentuk antara fusan yang
Hasil kultivasi fusan yang telah dikulturkan
beradaptasi pada air tawar dengan air laut (Gambar
dengan dua media berbeda yaitu air tawar dan air
2). Sel fusan pada air tawar berbentuk seperti bulat
laut memperlihatkan beberapa karakter yang
lonjong dan cenderung bergerombol, sedangkan
berbeda dalam jumlah pertumbuhannya. Karakter
pada air laut berbentuk bulat telur dan tidak
yang terlihat yaitu bahwa fusan C. pyrenoidosa
bergerombol. Sel rekombinan yang bergerombol
dengan C. vulgaris yang dihasilkan lebih
biasanya dikarenakan sel masih beradaptasi
banyak hidup di media air tawar, sedangkan fusan
terhadap keadaan lingkungan yang jelek atau
yang tumbuh pada media air laut memiliki jumlah
lingkungan ekstrim, apabila lingkungan sudah
sel yang sedikit (Gambar 2). Fusan yang
mendukung dan mampu beradaptasi maka sel
dihasilkan lebih banyak hidup di air tawar, tetapi
tersebut akan memisah atau menjadi tunggal.
tidak selalu karakter fusan yang terbentuk lebih
Berdasarkan hasil pengamatan, fusan tersusun oleh
dominanC. pyrenoidosa karena posisi protoplas
beberapa protoplas dari C. pyrenoidosa dan
walaupun sudah mempunyai dinding sel masih
C. vulgaris yang berkisar antara 3-4
diperlukan aklimatisasi dimana adanya dukungan
protoplas/fusan dengan ukuran sel yang lebih besar
dari kondisi air laut tersebut. Kondisi pada air
dari kedua induknya. Protoplas yang bergabung
tawar ternyata lebih memfasilitasi untuk terjadinya
dengan kisaran antara dua atau lebih protoplas
proses aklimatisasi, karena fusan yang lebih
menjadi suatu individu baru yang mampu bertahan
hidup dan berkembang dinamakan sebagai hasil masing kedua induknya. Salah satu karotenoid
dari fusi protoplas (Suryowinoto, 2000). yang terkandung di dalamnya yaitu β-karoten
Perbedaan lainnya dilihat dari pertumbuhan dengan jumlah 0,01 µg/ml untuk fusan air tawar
sel induk dan fusan. Pertumbuhan ditandai dengan dan 0,04 µg/ml untuk fusan air laut. Hasil β-
bertambah besarnya ukuran sel atau bertambah Karoten menunjukkan bahwa pada induk C.
banyaknya jumlah sel. Isnansetyo dan Kurniastuty pyrenoidosa tidak menghasilkan β-karoten dan
(1995) memaparkan bahwa laju pertumbuhan induk C. vulgaris memiliki β-karoten sebesar
adalah pertambahan jumlah sel dalam periode 0,61 µg/ml. Hasil β-karoten pada fusan air tawar
tertentu. Rata-rata jumlah sel C. pyrenoidosa dan dan air laut lebih didominasi oleh induk C.
C. vulgaris sebelum dilakukan fusi protoplas vulgaris, karena pada induk C. pyrenoidosa tidak
secara berturut-turut yaitu 3,6 x 106 sel/ml dan menghasilkan β-karoten. Kandungan β-karoten
2,6 x 106 sel/ml. Pertumbuhan fusan mengalami yang terdapat pada induk C. vulgaris lebih tinggi
penurunan dibandingkan dengan masing-masing dibandingkan pada fusan. Sesuai dengan hasil
induk dimana jumlah yang dihasilkan dari fusan penelitian Yunanto dkk. (2013), dimana induk
tidak melebihi induknya. Sel fusan pada air tawar Dunaliella salina menghasilkan β-karoten lebih
memiliki rata-rata sel sekitar 6,7 x 105 sel/ml, besar yaitu 2 µg/ml dan induk C.pyrenoidosa
sedangkan pada air laut hanya memiliki sel sekitar sebesar 0,1 µg/ml, sedangkan fusan air laut
2,3 x 105 sel/ml. menghasilkan β-karoten sebesar 0,6 µg/ml dan
Frekuensi keberhasilan hasil fusi protoplas fusan air tawar sebesar 0,8 µg/ml. Goodwin (1984)
secara interspesies antara C. pyrenoidosa dengan menyatakan bahwa produksi β-karoten Chlorella
C. vulgaris yang dibandingkan dengan sel induk terjadi bersamaan dengan sintesis klorofil selama
pada media air tawar sebesar 21% dan media air fase pertumbuhan logaritmik, sehingga
laut sebesar 6%. Rendahnya frekuensi konsentrasinya menurun ketika jalur
keberhasilan hasil fusi dapat dikarenakan dari fusi karotenogenik diaktifkan. Gouveia et al. (1996),
protoplas yang dilakukan dengan dua spesies yang menyatakan bahwa apabila jalur karotenogenik
berbeda. Mariska dan Husni (2002), menyatakan diaktifkan, maka terjadinya transformasi oksidatif
bahwa keberhasilan fusi antara lain ditentukan dari β-karoten menjadi canthaxanthin dan jalur
oleh metode isolasi protoplas, metode yang hydroxylative menuju zeaxanthin/lutein.
digunakan untuk fusi, bahan kimia yang digunakan
untuk menginduksi berikut konsentrasinya, waktu Hasil Isolasi DNA Fusan dan Induk
inkubasi atau fusi, media kultur, media Hasil isolasi DNA fusan dan induk
pengenceran sel dan media regenerasi. Semakin dikarakterisasi secara kualitatif dengan
banyak protoplas yang terisolasi maka semakin divisualisasikan menggunakan elektroforesis pada
tinggi tingkat keberhasilan fusi. Namun gel agarosa 1%. Hasil isolasi DNA dengan
keberhasilan tersebut ditentukan oleh bahan yang menggunakan metode modifikasi CTAB mampu
digunakan untuk isolasi protoplas. mengisolasi DNA C. pyrenoidosa dan C. vulgaris
Pertumbuhan sel fusan tidak seperti dengan dengan kualitas baik yang ditunjukkan pada hasil
induknya dikarenakan bahwa fusan terdiri dari elektroforesis dimana adanya pemisahan secara
penggabungan dua atau lebih sel yang jelas dan ketebalan pita DNA yang beragam
mengakibatkan regenerasi sel berjalan lambat. (Gambar 3).
Proses pertumbuhan fusan dalam air tawar dan air
laut, secara bertahap akan menurun jumlah selnya
setelah mencapai pertumbuhan yang stabil. Hal ini
dikarenakan nutrisi yang menipis dan akumulasi
metabolit fusan dapat menghambat pertumbuhan,
sehingga pertumbuhannya akan berhenti setelah
mencapai waktu tertentu.
Fusan yang telah diperoleh dapat
menghasilkan karotenoid seperti pada masing-
C. pyrenoidosa dan fusan air tawar, walaupun
adanya sedikit perbedaan nilai ratio pada fusan air
laut yaitu 1,7. Molekul DNA dikatakan murni jika
rasio kedua nilai tersebut berkisar antara 1,8-2,0.
Kontaminasi protein dan bahan organik lainnya
ditandai dengan rendahnya nilai rasio A260/A280
(<1,8), sebaliknya kontaminasi fenol ditandai
dengan tingginya nilai rasio tersebut (>2,0)
(Sambrook et al., 1989., Linacero et al., 1998).
Nilai kemurnian DNA mempengaruhi keberhasilan
amplifikasi, karena nilai kemurnian yang baik
pada saat dilakukan visualisasi di bawah sinar UV,
Gambar 3. Hasil pengecekan kualitas DNA genom. maka pita DNA yang terbentuk akan terlihat lebih
Marker DNA Ladder 100bp (M); induk jelas. Menurut Sambrook and Russell (2001),
Chlorella vulgaris (1); induk Chlorella kisaran angka tersebut telah memenuhi persyaratan
pyrenoidosa (2); fusan air tawar (3) dan yang dibutuhkan dalam analisis molekuler lebih
fusan air laut (4).
lanjut.
Pita yang ditunjukkan pada Gambar 3 kolom Hasil Gradient PCR 18SrDNA Fusan dan Induk
kedua dan ketiga berukuran di atas 3000 pb Hasil isolasi DNA yang telah
menyatakan banyaknya jumlah DNA yang dielektroforesis dan menghasilkan pita DNA yang
diperoleh, sedangkan pada kolom pertama dan berkualitas baik dilanjutkan dengan proses PCR.
keempat tidak terlihat adanya pita DNA, karena Optimasi PCR dilakukan menggunakan induk C.
adanya smear disepanjang jalur yang menunjukkan pyrenoidosa, induk C. vulgaris dan fusan air
pita DNA terfragmentasi selama proses isolasi. tawar. Fusan air laut tidak diikutsertakan dalam
Meskipun demikian, DNA tersebut tergolong optimasi PCR, karena pada saat visualisasi hasil
masih baik untuk digunakan pada kegiatan analisis isolasi DNA tidak terlihat adanya pita DNA,
selanjutnya. sehingga hanya fusan air tawar yang digunakan
untuk analisis selanjutnya. Optimasi kondisi PCR
Tabel 1. Konsentrasi dan Kemurnian DNA. menggunakan mesin gradient PCR dengan
beberapa suhu annealing bertujuan untuk
memperoleh pita hasil amplifikasi yang baik dan
spesifik.
Hasil amplifikasi dengan beberapa suhu
annealing dapat dilihat pada Gambar 4. Suhu
annealing yang digunakan pada mesin gradient
PCR yaitu 55,2oC; 57,2oC; 59,9oC; 61,7oC dan
63oC untuk fusan air tawar dan induk C.
Konsentrasi DNA bisa diukur dari nilai pyrenoidosa, sedangkan C. vulgaris menggunakan
absorbansi pada λ 260 nm, sedangkan suhu annealing diantaranya 55oC; 56,5oC; 59,5oC;
kemurniannya diperoleh dengan melihat rasio 61,7oC dan 63oC. Suhu denaturasi yang digunakan
A260:A280 (Tabel 1). Hasil isolasi DNA genom ketiga sampel yaitu 94oC dan suhu ekstensi 72oC.
menunjukkan bahwa masing-masing sampel telah Hasil visualisasi optimasi suhu annealing
murni dan DNA yang didapatkan mempunyai (Gambar 4.a) menunjukkan bahwa pada suhu
kualitas yang baik. Hasil isolasi DNA yang 59,9oC terbentuk pita DNA yang paling tebal
diperoleh tidak atau sedikit terkontaminasi dengan dibandingkan dengan variasi suhu lainnya (55,2oC;
protein atau RNA, karena ratio A260/280 mempunyai 57,2oC; 61,7oC dan 63oC) dan menghasilkan 1 pita
nilai 1,8 yang terdapat pada induk C. vulgaris, fragmen DNA dengan ukuran sekitar ± 1500 pb.
Kondisi amplifikasi dengan suhu annealing yang
optimal untuk induk C. pyrenoidosa (Gambar 4.b) PCR bergantung pada konsentrasi DNA template
yaitu pada suhu 57,2oC; 59,9oC; 61,7oC dan 63oC yang cukup, primer dan temperatur annealing
dengan ukuran pita DNA sekitar ± 1600 pb, (Nugroho dkk., 2013).
sedangkan suhu annealing optimal untuk induk C. Pemilihan suhu annealing berkaitan dengan
vulgaris (Gambar 4.c) terdapat pada suhu 59,5oC, melting temperature (Tm) primer yang digunakan.
suhu 61,6oC dan suhu 63oC dengan masing-masing Primer 18S Chlorella memiliki TM 58oC.
ukuran pita DNA sekitar ± 1250 pb. Perhitungan rumus Tm = (G+C) x 4 + (A+T) x 2
(Fatchiyah et al., 2011). Suhu annealing yang
digunakan dapat dihitung berdasarkan (Tm-5)oC
sampai dengan (Tm+5)oC. Menurut Sambrook and
Russell (2001), menyatakan bahwa suhu annealing
yang terlalu tinggi menyebabkan primer sulit
untuk menempel pada cetakan, sehingga menjadi
kurang optimal, sedangkan suhu annealing yang
terlalu rendah menyebabkan primer berlekatan
diberbagai tempat, sehingga hasil PCR menjadi
tidak spesifik.

Hasil Karakterisasi Molekuler Fusan


menggunakan 18SrDNA terhadap Kedua
Induk C. prenoidosa dan C. vulgaris
Hasil karakterisasi menggunakan hasil
sekuensing basa fusan hasil fusi protoplas antara
C. pyrenoidosa dengan C. vulgaris. Sekuensing
DNA mikroalga dilakukan menggunakan primer
Chlorella 18S Forward. Sekuensing DNA
menghasilkan sekuen DNA yang berukuran sekitar
632 pb untuk fusan air tawar, sedangkan induk
Gambar 4. Hasil gradient PCR dengan primer 18S C. pyrenoidosa menghasilkan sekuen DNA
Chlorella. Fusan air tawar (A) suhu berukuran 580 pb. Meskipun hasil sekuensing
55,2oC(1); suhu 57,2oC(2); suhu yang diperoleh tidak terlalu panjang dikarenakan
59,9 C(3); suhu 61,7 C(4); suhu 63oC(5);
o o
keterbatasan oleh mesin sekuensing, namun Hillis
marker DNA Ladder 100bp (M). Induk
Chlorella pyrenoidosa (B) suhu
and Davis (1988) menyatakan bahwa ukuran
55,2oC(1); suhu 57,2oC(2); suhu pendek dari ribosomal DNA sudah dapat
59,9oC(3); suhu 61,7oC(4); suhu 63oC(5). digunakan untuk analisis homologi dan
Induk Chlorella vulgaris (C) suhu filogenetik. Pembacaan sekuensing oleh mesin
55oC(1); suhu 56,5oC(2); suhu 59,5oC(3); yang baik berkisar antara 500 pb.
suhu 61,6oC(4); suhu 63oC(5). Hasil analisis homologi urutan basa hasil
sekuensing fusan air tawar menggunakan program
Faktor yang perlu diperhatikan saat optimasi Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) pada
PCR selain pada suhu annealing adalah primer. situs NCBI memperlihatkan homologi sebesar
Primer yang kurang spesifik dapat mengakibatkan 93% dari 227 basa (Gambar 5). Berdasarkan hasil
kesalahan amplifikasi DNA target. Primer yang tersebut kita dapat melihat perbedaan dan
digunakan untuk mengamplifikasi DNA C. kesamaan urutan basa (similarity) fusan air tawar
pyrenoidosa dan C. vulgaris yaitu primer 18S dengan sekuen lain pada pusat data GeneBank.
Chlorella forward 5’ (CGG AGA RGG MGC Menurut Widayat dan Subositi (2009), BLAST
MTG AGA) 3’ dan primer 18S Chlorella reverse adalah program yang digunakan untuk
5’ (GGG CGG TGT GTA CAA RGR) 3’. menentukan similaritas antar sekuen dan
Keberhasilan isolasi dan amplifikasi DNA dengan membandingkan satu input sekuen dengan semua
sekuen yang ditemukan dalam database. Hasil merupakan garis putus-putus (--) yang berada
pensejajaran (alignment) antara fusan air tawar diantara urutan basa. Berdasarkan hasil
dengan induk C. vulgaris dari GeneBank, dimana pensejajaran diketahui bahwa fusan air tawar
terdapat persamaan 210 basa diantara 227 basa. memiliki kemiripan dengan induk C. vulgaris
Gap yang ditunjukkan dengan anak panah dikarenakan homologi basa fusan dengan induk C.
memperlihatkan adanya insersi basa sebanyak 2 vulgaris lebih tinggi yaitu 93%, sedangkan
basa pada fusan dan 1 basa pada induk (Gambar homologi basa fusan dengan induk C. pyrenoidosa
5). sebesar 90%.
Hasil yang diperoleh ditemukan adanya
substitusi basa antara fusan air tawar dengan kedua
induk dari GeneBank. Subtitusi basa pada fusan
dengan induk C. vulgaris sebesar 14 basa. Bila A
→ C, A → T, C → A, C → G, T → A, T
→ C, G → C dan G → T, maka proses perubahan
basa ini disebut transversi karena purin berubah
menjadi pirimidin, sedangkan apabila A → G,
G → A, C → T, T → C, maka disebut dengan
transisi karena purin berubah menjadi purin. Hasil
perhitungan substitusi basa menunjukkan bahwa
fusan air tawar dengan induk C. pyrenoidosa dari
GeneBank sebanyak 17 basa, terdiri dari 7
Gambar 5. Hasil analisis homologi sekuen fusan air tranversi dan 10 transisi. Selain itu, substitusi basa
tawar dengan induk Chlorella vulgaris dari pada fusan air tawar dengan induk C. vulgaris dari
GeneBank menggunakan BLASTn. GeneBank terdapat 14 substitusi basa yang terdiri
dari 7 tranversi dan 7 transisi. Perhitungan
besarnya substitusi basa dilakukan untuk
mengetahui kurun waktu terjadinya keragaman
genetik yang berkaitan dengan perubahan basa
yang terjadi.

Hasil Identifikasi Molekuler Fusan


menggunakan 18SrDNA
Hasil identifikasi molekuler fusan dengan
anggota Chlorophyta memperlihatkan bahwa fusan
air tawar masuk kedalam satu kelompok dengan
genus Chlorella yang ditunjukkan oleh pohon
filogenetik hasil konstruksi dengan metode
Gambar 6. Hasil analisis homologi sekuen fusan air neighbor-joining tree (Gambar 7). Angka
tawar dengan induk Chlorella pyrenoidosa bootstrap 100 memperlihatkan bahwa
dari GeneBank menggunakan BLASTn. pembentukan pohon evolusi yang diulang selama
100 kali menunjukkan bahwa semua ulangan
Gambar 6 juga memperlihatkan homologi tersebut memperlihatkan pohon yang sama dengan
sebesar 90% dari 247 basa dengan induk derajat kepercayaan 100%. Pohon filogenetik yang
C. pyrenoidosa. Hasil pensejajaran antara fusan air diperoleh merupakan hasil identifikasi molekuler
tawar dengan induk C. pyrenoidosa dari GeneBank antara fusan air tawar dengan C.
terdapat persamaan 223 basa diantara 247 basa. pyrenoidosa dan spesies mikroalga fotosintetik
Gap yang ditunjukkan dengan anak panah lainnya. Pohon filogenetik yang dihasilkan
memperlihatkan adanya insersi basa sebanyak 4 merupakan hasil pemilihan diantara beberapa
basa pada fusan dan 3 basa pada induk. Gap metode yang diperkirakan paling mewakili
hubungan antara fusan dengan mikroalga lainnya. Pohon filogenetik yang diperoleh
Pembuatan pohon filogenetik dilakukan dengan menggambarkan perubahan yang terjadi pada gen
menggunakan program MEGA 5.2 dan penanda tiap spesies. Semakin panjang suatu
dikonstruksi menggunakan Neighbor-joining tree. cabang, semakin banyak perubahan yang terjadi
Neighbor-joining tree dianggap mewakili hasil pada gen penanda, akibatnya spesies yang berada
penelitian, karena akan memilih sekuen yang jika pada cabang tersebut dapat dikatakan lebih maju.
digabungkan akan memberikan estimasi terbaik Panjang masing-masing cabang mewakili jumlah
dari panjang cabang yang paling dekat perubahan yang terjadi pada karakter yang
merefleksikan jarak yang nyata diantara sekuen. digunakan, sehingga karakter yang sangat mirip
akan berdekatan dalam percabangan. Pohon
filogenetik memberikan informasi tentang
pengklasifikasian populasi berdasarkan hubungan
evolusionernya, karena pada rekonstruksi pohon
filogenetik, data molekul lebih banyak dipakai dan
dianggap lebih stabil dalam proses evolusi
dibandingkan dengan data morfologi.

KESIMPULAN
Karakterisasi molekuler fusan hasil fusi
protoplas secara interspesies C. pyrenoidosa dan
C. vulgaris menggunakan 18SrDNA
memperlihatkan homologi urutan basa antara
fusan air tawar dengan induk C. pyrenoidosa
sebesar 90% dan induk C. vulgaris sebesar 93%.
Hasil identifikasi molekuler menunjukkan bahwa
fusan air tawar berkerabat dengan induk C.
pyrenoidosa dan mikroalga Chlorosphaera klebsii
Gambar 7. Pohon filogenetik yang menggambarkan dengan kemiripan sebesar 91%.
hubungan kekerabatan antara fusan air
tawar (CPCV T 18SrDNA), DAFTAR PUSTAKA
induk Chlorella pyrenoidosa 18S AOAC. 1995. Official Method of Analysis.
Chlorella dan sekuen lain dari GeneBank
AOAC, Inc, Washington DC.
menggunakan model Neighbor-Joining.
Asni. 2000. Pengaruh Penambahan Serbuk
Chlorella pyrenoidosa Strain Lokal (INK)
Berdasarkan gambar di atas memperlihatkan
terhadap Mutu Organoleptik dan Kimia
bahwa fusan air tawar memiliki hubungan
Minuman Teh. Skripsi. Fakultas Perikanan
kekerabatan yang dekat dengan induk
dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor,
C. pyrenoidosa 18S Chlorella dan Chlorosphaera
Bogor.
klebsii. Kemiripan antara fusan air tawar dengan
Fatchiyah, Arumingtyas, E.L., Widyarti, S., dan
Chlorosphaera klebsii sebesar 91%. Hubungan
Rahayu, S. 2011. Biologi Molekular Prinsip
kekerabatan antara fusan air tawar dengan spesies
Dasar Analisis. Erlangga. Jakarta.
lain sebagai pembanding dikarenakan masih
Gerken, H.G., B, Donohoe and E.P. Knoshaug.
berada dalam satu divisi yang sama yaitu
2012. Enzymatic Cell Wall Degradation of
kelompok Chlorophyta. Selain itu, kemiripan
Chlorella vulgaris and Other Microalgae for
fusan air tawar dengan induk C. pyrenoidosa 18S
Biofuels Production. J. Planta 237:239-253.
Chlorella diduga, karena memiliki sifat yang sama
Goodwin, T.W. 1984. Biochemistry of
berdasarkan habitatnya seperti fusan air tawar dan
Carotenoids, Vol. 2, 2ended. Chapman and
induk C. pyrenoidosa yang dapat hidup pada
Hall. London.
media air tawar.
Gouveia, L., Veloso, V., Reis, A., Fernandes, H., www. jurnalteknologi.utm.my | eISSN
Novais, J., and Empis, J. 1996. Evolution of 2180–3722 |
Pigment Composition in Chlorella vulgaris. Kusumaningrum, H. P. dan Zainuri. M. 2015c.
J. Biores. Technol 57:157-163. Karakterisasi Dominan Fusan dari
Hejazi, M.A., C. de Lamariere, J.M.S. Rocha, M. Mikroalga Dunaliella salina dan Chlorella
Vermue and J. Tramper. 2002. Selective vulgaris menggunakan primer 18SrRNA
Extraction of Carotenoids from Microalga untuk mengembangkan Produksi
Dunaliella salina with Retention of Karotenoid. Seminar Nasiona Biologi.
Viability. J. Biotechnol and Engineer Universitas Diponegoro. Agustus
79(1):29-36. Linacero, R., J. Rueda and A.M. Vazquez. 1998.
Hillis, D.M., and S.K. Davis. 1988. Ribosomal Quantification of DNA. Pages 18-21 in
DNA: Intraspesific Polymorphism, Karp, A., P.G. Isaac, and D.S. Ingram (Eds.)
concerted evolution and phylogeny Molecular Tools for Screening Biodiversity:
reconstruction. Syst. Zool 37:63-66. Plants and Animals. Chapman and Hall.
Isnansetyo, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik London, Weinheim, New York, Tokyo,
Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Melbourne, Madras.
Kanisius. Yogyakarta. Mariska, I. dan A. Husni. 2002. Perbaikan Sifat
Kim, G.H., T.A. Klotchkova and Y, Kang. 2009. Genotipe melalui Fusi Protoplas pada
Life Without a Cell Membrane: Tanaman Lada, Nilam dan Terung. Balai
Regeneration of Protoplasts from Besar Penelitian dan Pengembangan
Disintegrated Cells of the Marine Green Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Alga Bryopsis plumosa. J. of Cell Sci 114. Pertanian, Bogor.
Kusumaningrum, H. P. and Zainuri. M. 2013. Maruyama, I., et al. 1997. Application of
Application of rich carotenoid natural food Unicellular Algae Chlorella vulgaris for the
supplement from recombinant interspecies Mass-Culture of Marine Rotifer Brachionus.
protoplast fusion on Penaeus monodon fab. J. Hydrobiol 358:133-138.
post-larvae. Indonesian Journal of Marine Nugroho, T.T., Rambe, E., Dewi, A., Fitri, R.M.,
Sciences. ISSN 0853-7291. 18(3):143-149 Sepryani, H., Restuhadi, F., dan Haryani, Y.
Kusumaningrum, H. P. and Zainuri. M. 2014. 2013. Optimasi Isolasi dan Amplifikasi ITS
Optimization and Stability of Total DNA Ribosomal Fungi Karbolitik Isolat
Pigments Production of Fusan from Zona Inti Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-
Protoplast Fusion of Microalgae Dunaliella Bukit Batu. Prosiding Semirata FMIPA
and Chlorella in vivo: Attempts on Unila 407-412.
Production of Sustainable Aquaculture Panaiotov, S., Evstatieva, Y., Ilieva, S., Levtorova,
Natural Food. Int. J. of Marine and Aquatic V., Brankova, N., Nikolova, D., Ivanova,
Resource Conservation and Co-existence A., Stefanova, V., Tankova, K., and Atev,
(IJMARCC Vol 1(1):1-5, October 2014, A. 2009. Quantitative Assessment of the
ISSN : 2406-9094 Dominant Genome in Fusant Cultures. J.
Kusumaningrum, H. P. and Zainuri. M. 2015a. Biotechnol. & Biotechnol EQ 23.
Detection pf Bacteria and Fungi Associated Roger, S.O. and A.J. Bendich. 1994. Extraction of
with Penaeus monodon Postlarvae Total Cellular DNA from Plant, Algae and
Mortality. International Journal Procedia Fungi. Molecular Biology Manual.
Environmental Sciences. 23: 329–337. Sambrook, J., Fritsch, E.F., Maniatis, T. 1989.
Kusumaningrum, H. P. and Zainuri. M. 2015b. Molecular Cloning: A Laboratory Manual,
Molecular Characterization of Dunaliella second ed. Cold spring Harbor, New York.
salina and Chlorella vulgaris Fusant using Sambrook, J. and D.W. Russell. 2001. Molecular
18SrDNA Gene. Journal Teknologi (Science Cloning: A Laboratory Manual Third
and Engineering) 75:1 (2015) 1–6 | Edition. Cold Spring Harbor Laboratory
Press, New York.
Suryowinoto, M. 2000. Pemuliaan Tanaman secara Litbangkas, Departemen Kesehatan. Jawa
In Vitro. Kanisius, Yogyakarta. Tengah.
Widayat, T. dan Subositi, D. 2009. Kekerabatan Yunanto, Y., Kusumaningrum, H.P., dan
Filogenetik Buah Makasar (Brucea Pujiyanto, S. 2013. Fusi Protoplas
javanica) Berdasarkan Gen Ribulosa-1,5- Interspesies Chlorella pyrenoidosa dan
bifosfat Karboksilase/Oksigenase. Balai Dunaliella salina. J. Sains dan Matematika
Besar Penelitian dan Pengembangan 21(1):25-30.
Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Badan

You might also like