Brand Satisfaction Dan Brand Attitude
Brand Satisfaction Dan Brand Attitude
Brand Satisfaction Dan Brand Attitude
Paramita Nyohardi1
Keywords: Starbucks Coffee, brand experience, brand satisfaction, brand attitude, brand
loyalty.
PENDAHULUAN
Di tengah pasar yang serba kompetitif seperti sekarang ini, perusahaan semakin dituntut
untuk menghasilkan produk yang mampu memenuhi kebutuhan konsumen dengan kualitas
dan merek yang baik, melalui persaingan merek. Hal ini dikarenakan merek bukan hanya
sebagai sebuah nama, logo, ataupun simbol, namun merupakan nilai yang ditawarkan sebuah
produk bagi konsumen yang mengkonsumsinya. Merek sebagai sarana untuk membedakan
1
Alumnus Program Studi Magister Management Universitas Tarumanagara (paramitanyohardi112@gmail.com)
159
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 52/No.11/November -2016 : 159-184
barang dari satu produsen dengan produsen lainnya (Kotler and Keller, 2012). Demikian
besarnya pengaruh suatu merek, maka perlu bagi perusahaan untuk menciptakan merek yang
bernilai bagi produknya dan mampu bersaing di pasar. Hal ini pun dialami oleh perusahaan
minuman Starbucks Coffee.
Menghadapi maraknya persaingan, brand Starbucks yang berasal dari Amerika sejak
1971 ini berkomitmen untuk tetap berpegang teguh pada statemen yang dikutip dari situs
resminya yaitu ”We’re committed to offering our customers the world’s best coffee and the
finest coffee experience”, yang maksudnya adalah Starbucks selalu menjanjikan kualitas
terbaik bagi pelanggan dalam setiap produk. Merek yang memperhatikan local content ini,
menarik dan mempertahankan pelanggannya dengan memasukkan cita rasa kopi daerah untuk
dijual di gerainya. Bagi pelanggan non peminum kopi, saat ini Starbucks telah
mengembangkan produk barunya berupa suguhan minuman juice, smoothie, teh, produk
makan siang, seperti Fiesta Chicken, salad buah, platter keju, serta cake dan pastry.
Dalam situs Tempo, Anthony Cottan, pria berusia 50 tahun, nahkoda di balik kiprah
Sari Coffee, mengatakan bahwa ada dua hal yang dilakukan untuk menjaga loyalitas
pelanggan, yakni meluncurkan Starbucks Card, sebagai insentif bagi pelanggan loyal
sekaligus untuk menarik pelanggan baru, serta berusaha kreatif dalam membuka lokasi baru,
misalnya di rumah sakit, universitas, atau layanan drive thru di jalan tol. Jika hanya di pusat
perbelanjaan atau mal, tentu tidak akan cukup (www.tempo.co).
Starbucks juga kian gencar melakukan kampanye dan promosi melalui Twitter,
Facebook, YouTube, Line, Instagram, dan media sosial lainnya, sebagai upaya untuk
memberi dan menjaga sikap positif merek terhadap pelanggannya di tengah semakin
banyaknya merek kompetitor sejenis.
Oleh karena itu, perusahaan minuman Starbucks menekankan pada pengalaman yang
didapat pelanggan ketika melakukan transaksi produk atau jasa di Starbucks (Brand
Experience), kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa Starbucks (Brand Satisfaction),
dan sikap positif Starbucks terhadap pelanggan (Brand Attitude). Berdasarkan hal tersebut,
maka penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari Brand Experience terhadap
Loyalitas pelanggan melalui Brand Satisfaction dan Brand Attitude Starbucks Coffee.
160
Nyohardi : Pengaruh Brand Experience Terhadap ...
Pokok Masalah
Semakin ketatnya persaingan merek saat ini, menuntut perusahaan untuk mengambil
langkah tertentu untuk mencapai dan mempertahankan loyalitas pelanggannya. Salah satunya
dengan mengelola brand experience, brand satisfaction, dan brand attitude dengan baik.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian mengenai pengaruh Brand Experience terhadap Loyalitas
pelanggan melalui Brand Satisfaction dan Brand Attitude ini, memiliki permasalahan yang
harus dijawab yaitu:
Apakah terdapat pengaruh Brand Experience terhadap Brand Satisfaction Starbucks
Coffee?
Apakah terdapat pengaruh Brand Experience terhadap Brand Attitude Starbucks
Coffee?
Apakah terdapat pengaruh Brand Experience, Brand Satisfaction, dan Brand Attitude
terhadap Loyalitas pelanggan Starbucks Coffee?
Tujuan, Ruang Lingkup, dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari Brand
Experience terhadap Brand Satisfaction dan Brand Attitude serta seberapa besar pengaruh
dari Brand Experience, Brand Satisfaction, dan Brand Attitude terhadap Loyalitas pelanggan,
sehingga diharapkan dapat dilakukan pengembangan lebih lanjut yang memberikan nilai-nilai
positif bagi Starbucks Coffee dan meningkatkan kesetiaan pelanggan terhadap produk dan
jasa yang diberikan.
Ruang Lingkup dari penelitian ini dibatasi pada pelanggan Starbucks Coffee di Jakarta
berusia 18-36 tahun. Rentang usia ini merupakan rentang usia pelanggan Starbucks Coffee di
Jakarta saat ini, yang diambil dari situs Tempo ketika mewawancarai Cotton.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak terkait yaitu:
Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas wawasan serta
mempraktekkan pengetahuan dan teori yang telah didapat selama masa perkuliahan,
khususnya yang berkaitan dengan pengaruh brand experience terhadap loyalitas pelanggan
melalui brand satisfaction dan brand attitude.
161
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 52/No.11/November -2016 : 159-184
LANDASAN TEORI
Merek (Brand)
Di era globalisasi saat ini, merek memainkan peran penting untuk meningkatkan hidup
konsumen dan nilai keuangan perusahaan. American Marketing Association dalam Kotler and
Keller (2012) mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau
kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari salah satu
penjual atau kelompok penjual dan mendiferensiasikannya dari pesaing.
Merek adalah bagian dari produk, namun tidak semua produk memiliki merek. Keller
(2008) menambahkan perbedaan antara merek dan produk. “A product is anything we can
offer to a market for attention, acquisition, use, or consumption that might satisfy a need or
want”. Merek juga berperan paling penting dalam tujuan pemasaran sebuah organisasi karena
jika pemasar mampu membangun merek yang kuat, maka penawaran akan kuat, namun jika
tidak, maka upaya apapun yang dilakukan, termasuk periklanan, promosi penjualan, maupun
humas, tidak akan mampu mencapai tujuan pemasaran (Ries, 1999).
Brand Experience
Brand experience dimulai ketika konsumen mencari produk, membeli dan menerima
pelayanan, serta ketika mengkonsumsi produk tersebut. Brakus et al. (2009) memaparkan
bahwa “We conceptualize brand experience as subjective, internal consumer responses
(sensations, feelings, and cognitions) and behavioral responses evoked by brand-related
stimuli that are part of a brand’s design and identity, packaging, communications, and
environments. In the following sections, we explicate the brand experience construct further
and differentiate it from other brand concepts. Most important, we distinguish various
dimensions of brand experience”.
162
Nyohardi : Pengaruh Brand Experience Terhadap ...
Menurut Brakus et al. (2009), ada empat dimensi brand experience, diantaranya
sensorik (menciptakan pengalaman melalui penglihatan, suara, sentuhan, bau, dan rasa),
afeksi (pendekatan perasaan dengan mempengaruhi suasana hati, perasaan, dan emosi),
perilaku (menciptakan pengalaman secara fisik, pola perilaku, dan gaya hidup), serta
intelektual (menciptakan pengalaman yang mendorong konsumen terlibat dalam pemikiran
seksama mengenai keberadaan merek).
Brand Satisfaction
Secara umum Kotler and Keller (2012) mendefinisikan brand satisfaction adalah
perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang
dihasilkan suatu produk terhadap harapan atau ekspektasi mereka. Puas atau tidak puas bukan
merupakan emosi melainkan suatu hasil evaluasi dari emosi. Jika kinerja sesuai dengan
harapan maka konsumen akan merasa puas dan begitu pula sebaliknya.
Brand satisfaction atau kepuasan pelanggan merupakan hal yang sangat penting untuk
dicapai oleh produsen, karena konsumen yang tidak puas terhadap barang atau jasa yang
dikonsumsi akan mencari perusahaan lain yang mampu memenuhi kebutuhannya. Bagi
perusahaan yang berpusat pada pelanggan, brand satisfaction merupakan tujuan dan sarana
pemasaran, artinya jika perusahaan meraih peringkat yang tinggi maka pelanggan mengetahui
brand mereka (Kotler and Keller, 2012).
Zeithaml et al. (2009) mengemukakan beberapa faktor yang dapat menentukan puas
atau tidaknya konsumen diantaranya:
Product and service features
Kepuasan konsumen secara signifikan dipengaruhi oleh evaluasi atas fitur produk atau jasa
tersebut, contohnya harga dengan kualitas pelayanan dan keramahan pemberi jasa.
Consumer emotions
Suasana hati konsumen ketika mengkonsumsi produk atau jasa akan mempengaruhi
perasaannya, dan kemudian mempengaruhi persepsi kepuasan atas produk dan jasa.
Attributes for service success or failure
Ketika pelanggan dikejutkan oleh hasil yang mereka dapat, mereka akan mencari alasan
dibalik hal itu, penilaian mereka dapat mempengaruhi kepuasan mereka.
163
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 52/No.11/November -2016 : 159-184
Brand Attitude
Schiffman and Kanuk (2007) mendefinisikan attitude (sikap) adalah kecendrungan yang
dipelajari untuk berperilaku dalam hal yang secara konsisten menguntungkan atau tidak
menguntungkan yang berkaitan dengan suatu objek tertentu. Literatur Psikologi dalam
Rajumesh (2014) berpendapat bahwa brand attitude dianggap sebagai sikap konsumen
terhadap merek tertentu yang mereka temui. “Marketing researchers considered brand
attitude as a key point because it is strongly considered that brand attitude influence in
customer behaviour”. Jadi sikap terhadap keberadaan merek akan mempengaruhi keputusan
konsumen untuk membeli merek tertentu. Jika merek memberikan sikap positif maka
konsumen dapat bergantung bahkan benar-benar setia terhadap merek tersebut.
Brand Loyalty
Schiffman and Kanuk (2007) mendefinisikan brand loyalty adalah preferensi konsumen
secara konsisten untuk melakukan pembelian pada merek yang sama, produk yang spesifik
atau kategori pelayanan. Aaker (2001) mendefinisikan brand loyalty secara lebih spesifik
sebagai “A measure of the attachment that a costumer has a brand”. Ukuran ini mampu
memberi gambaran tentang mungkin tidaknya pelanggan beralih ke merek produk lain. Jadi
seperti yang dikutip dari Kotler and Keller (2012), brand loyalty dapat diterjemahkan sebagai
kesediaan pelanggan untuk membayar dengan harga yang lebih tinggi dibanding merek
pesaing, karena penyesuaian terhadap suatu produk membutuhkan waktu yang panjang
melalui pengalaman produk dan kegiatan pemasaran.
Seorang pelanggan yang sangat loyal terhadap suatu brand tidak akan dengan mudah
memindahkan pembeliannya ke brand lain, apapun yang terjadi dengan brand tersebut. Pada
umumnya ketertarikan tersebut tidak didasarkan pada brand-nya tetapi lebih didasarkan pada
karakteristik produk, harga, dan kenyamanan pemakaiannya.
164
Nyohardi : Pengaruh Brand Experience Terhadap ...
Penelitian Terdahulu
Untuk membentuk kerangka teoritis, penelitian ini menggunakan sumber dari jurnal.
Adapun model penelitian ini didasarkan pada tiga penelitian terdahulu.
Brakus et al. (2009) melakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk menganalisis apa
itu brand experience? Bagaimana mengukurnya? dan Apakah mempengaruhi loyalty?,
dengan judul “Brand Experience: What Is It? How Is It Measured? Does It Affect Loyalty?”.
Dalam penelitian ini brand experience dikonsepkan sebagai sensasi, perasaan, kognisi, dan
respon perilaku yang ditimbulkan oleh merek, terkait rangsangan yang merupakan bagian
dari desain merek dan identitas, kemasan, komunikasi, dan lingkungan. Brand experience
dibedakan ke dalam beberapa dimensi dan skala, yaitu sensori, afektif, intelektual, dan
perilaku. Melalui enam kali studi atau penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa skala
tersebut reliabel, valid, dan berbeda dari pengukuran merek lainnya. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa brand experience mempengaruhi kepuasan dan loyalitas konsumen
secara langsung dan secara tidak langsung melalui asosiasi brand personality, serta adanya
pengaruh positif kepuasan terhadap loyalitas konsumen.
Sivarajah Rajumesh (2014) melakukan suatu penelitian yang berjudul “The Impact of
Consumer Experience on Brand Loyalty: The Mediating Role of Brand Attitude”. Penelitian
ini bertujuan untuk mengeksplor pengaruh langsung dan tidak langsung brand experience
terhadap brand loyalty dan brand attitude. Data penelitian diperoleh menggunakan teknik
convenient sampling dengan total 280 kuesioner yang disebar secara acak di Jaffna District,
Sri Lanka dan sejumlah 232 kuesioner dapat diterima untuk kemudian diolah menggunakan
analisis regresi berganda. Hasil penelitian membuktikan bahwa brand attitude yang berperan
sebagai mediator (perantara) dalam hubungan antara brand experience dan brand loyalty,
memiliki pengaruh positif terhadap brand loyalty serta brand experience memiliki pengaruh
positif terhadap brand attitude dan adanya pengaruh langsung yang signifikan brand
experience terhadap brand loyalty.
Penelitian serupa dilakukan oleh Yohanes Surya Kusuma (2014) dengan judul
“Pengaruh Brand Experience terhadap Brand Loyalty melalui Brand Satisfaction dan Brand
Trust Harley Davidson di Surabaya”. Aktivitas Harley Davidson sebagai suatu bentuk
pengalaman yang dirasakan konsumen terhadap merek dan memiliki keunggulan kompetitif
yang berbeda dibandingkan kompetitor. Kepuasan dan kepercayaan terhadap brand Harley
Davidson juga dapat membangun kesetiaan merek. Data penelitian diperoleh menggunakan
teknik purposive sampling melalui pengumpulan data kualitatif dengan pendekatan studi
kasus. Dengan menggunakan program MASQDA, software untuk mempermudah analisis
data kualitatif, diperoleh hasil penelitian yang membuktikan bahwa adanya pengaruh
signifikan brand experience terhadap brand loyalty, adanya pengaruh signifikan brand
165
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 52/No.11/November -2016 : 159-184
experience terhadap brand satisfaction dan brand trust sebagai perantara dalam hubungan
antara brand experience dan brand loyalty, serta adanya pengaruh signifikan brand
satisfaction dan brand trust terhadap brand loyalty.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan teori-teori yang ada beserta penelitian sebelumnya, maka penelitian ini
digambarkan dalam sebuah kerangka pemikiran sebagai berikut. Kerangka pemikiran ini
ditujukan untuk mengetahui pengaruh Brand Experience terhadap Brand Loyalty melalui
Brand Satisfaction dan Brand Attitude.
Gambar 1.
Kerangka Pemikiran
Brand
Satisfaction
H1 H4
Brand H3 Brand
Experience Loyalty
H2 H5
Brand
Attitude
Hipotesis Penelitian
H1 : Terdapat pengaruh positif Brand Experience terhadap Brand Satisfaction
H2 : Terdapat pengaruh positif Brand Experience terhadap Brand Attitude
H3 : Terdapat pengaruh positif Brand Experience terhadap Brand Loyalty
166
Nyohardi : Pengaruh Brand Experience Terhadap ...
H4 : Terdapat pengaruh positif Brand Satisfaction terhadap Brand Loyalty
H5 : Terdapat pengaruh positif Brand Attitude terhadap Brand Loyalty
METODE PENELITIAN
Jenis dan Periode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang
bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena, sehingga menghasilkan gambaran akurat tentang
fenomena tersebut, mekanisme proses, dan menjelaskan seperangkat tahapan atau proses
(Kotler and Keller, 2012). Malhotra (2010) menambahkan penelitian deskriptif berguna
ketika pertanyaan dalam penelitian berkaitan dengan mendeskripsikan fenomena pasar,
seperti frekuensi pembelian, mengidentifikasikan hubungan atau membuat prediksi.
Tipe penelitian yang dipilih untuk melakukan penelitian deskriptif ini adalah cross-
sectional. Menurut Malhotra (2010), “Cross-sectional design is a type of research design
involving the one-time collection of information from any given sample of population
elements”. Definisi ini menjelaskan bahwa cross-sectional adalah salah satu tipe desain
penelitian yang mengumpulkan informasi sampel dalam suatu periode waktu penelitian yang
dilakukan satu kali (tidak kontinu) dalam waktu tertentu.
Periode penelitian ini adalah Agustus 2015 sampai dengan Oktober 2015. Dalam
periode ini dilakukan berbagai tahapan kegiatan, mulai dari proses pengumpulan data,
pengujian data, dan pengolahan data (analisis data), hingga mendapatkan hasil penelitian.
Populasi Penelitian, Rancangan Sampling dan Prosedur Sampling
Sampel adalah subkelompok dari elemen populasi yang dipilih untuk berpartisipasi
dalam penelitian (Malhotra, 2010). Jumlah sampel yang akan diteliti ditetapkan sebanyak 300
responden, sesuai dengan yang disarankan oleh Malhotra (2010) untuk studi atau penelitian
mengenai Problem Solving Research, yaitu 300-500 responden.
167
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 52/No.11/November -2016 : 159-184
akan dijadikan sampel (Malhotra, 2010). Maka tidak semua dari elemen populasi memiliki
kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel.
Atas dasar kecepatan data yang dihasilkan serta biaya yang murah, maka pengambilan
data dilakukan melalui kuesioner. Kuesioner ialah teknik terstruktur dalam pengumpulan
data, yang terdiri dari serangkaian pertanyaan tertulis maupun lisan dan dijawab oleh
responden (Malhotra, 2010). Kuesioner disebar kepada 300 responden yang terdiri dari pria
dan wanita berusia 18-36 tahun dengan tingkat pekerjaan yang berbeda dan mengkonsumsi
Starbucks Coffee.
Variabel Penelitian
Seperti yang dikutip dalam Malhotra (2010), hubungan antar variabel yang terdapat
dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:
Independent Variable
Variabel independen atau variabel bebas (X), yaitu variabel yang dapat dimanipulasi atau
diubah, dimana efeknya dapat diukur dan dibandingkan. Variabel ini memiliki pengaruh
terhadap variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Brand
Experience.
Dependent Variable
Variabel dependen atau variabel terikat (Y), yaitu variabel yang mengukur pengaruh
variabel independen pada unit tes. Melalui analisis variabel ini, memungkinkan untuk
mendapat solusi dari permasalahan. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Brand
Loyalty.
Mediating Variable
Mediating variable atau variabel antara (I) adalah variabel yang menghubungkan variabel
independen pada variabel dependen yang dianalisis. Pengaruh variabel independen
terhadap dependen melalui variabel antara disebut pengaruh tak langsung (indirect effect).
Variabel antara mempunyai dua peranan, yaitu sebagai variabel independen karena
mempengaruhi variabel Y dan sebagai variabel dependen karena dipengaruhi variabel X.
Variabel antara dalam penelitian ini adalah Brand Satisfaction dan Brand Attitude.
Pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan Likert scale dengan skala 1
hingga 5. Format ini memiliki keragaman skor (variability of scorer) dan memungkinkan
untuk mendapatkan angka persentase jawaban yang positif atau negatif untuk butir tertentu
(Malhotra, 2010).
1 = Sangat Tidak Setuju (STS)
2 = Tidak Setuju (TS)
3 = Netral (N)
4 = Setuju (S)
5 = Sangat Setuju (SS)
168
Nyohardi : Pengaruh Brand Experience Terhadap ...
Operasionalisasi Variabel
Operasionalisasi variabel berisi semua kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh data
empiris kuantitatif mengenai variasi karakteristik dari variabel tersebut dan merupakan
spesifikasi mengenai apa yang akan diukur dan bagaimana cara mengukurnya. Berikut
merupakan tabel operasionalisasi variabel dalam penelitian ini:
Tabel 1.
Tabel Operasionalisasi Variabel
Variabel dan Definisi Indikator Skala Pengukuran
Brand Experience a. Merek ini memberi kesan yang kuat (Likert Scale)
Tanggapan internal pada indera penglihatan saya atau
konsumen (sensasi, indera lainnya 1 = sangat tidak setuju
perasaan, dan kognisi) dan b. Saya menemukan merek ini menarik 2 = tidak setuju
tanggapan perilaku yang secara sensorik 3 = netral
ditimbulkan oleh c. Merek ini tidak menarik bagi indera 4 = setuju
rangsangan merek terkait saya 5 = sangat setuju
yang merupakan bagian dari d. Merek ini menginduksi perasaan dan
desain merek dan identitas, sentiment
kemasan, komunikasi, dan e. Saya tidak memiliki emosi yang kuat
lingkungan. untuk merek ini
(Brakus et al., 2009) f. Merek ini adalah merek emosional
g. Saya terlibat dalam tindakan dan
perilaku fisik ketika menggunakan
merek ini
h. Merek ini menghasilkan pengalaman
fisik
i. Merek ini tidak berorientasi aksi
j. Saya melibatkan banyak pikiran ketika
menemukan merek ini
k. Merek ini tidak membuat saya berpikir
l. Merek ini merangsang rasa ingin tahu
saya dan pemecahan masalah
169
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 52/No.11/November -2016 : 159-184
Tabel 1 (Lanjutan)
Brand Satisfaction a. Saya puas dengan keputusan untuk (Likert Scale)
Kepuasan adalah perasaan membeli merek ini
senang atau kecewa b. Saya menikmati kunjungan di merek ini 1 = sangat tidak setuju
seseorang yang dihasilkan c. Saya merekomendasikan layanan dari 2 = tidak setuju
dari membandingkan merek ini kepada rekan saya 3 = netral
kinerja suatu merek yang d. Layanan merek ini yang tidak terduga 4 = setuju
dirasakan (atau hasil) kadang-kadang membuat saya terkesan 5 = sangat setuju
dengan harapan.
(Kotler and Keller, 2012)
Brand Attitude a. Komitmen untuk memilih merek ini (Likert Scale)
Suatu kecendrungan yang b. Membeli iklan di edisi berikutnya akan
dipelajari untuk berperilaku baik 1 = sangat tidak setuju
dalam hal yang secara c. Membeli iklan di edisi berikutnya akan 2 = tidak setuju
konsisten menguntungkan menguntungkan 3 = netral
atau tidak menguntungkan d. Membeli iklan di edisi berikutnya akan 4 = setuju
yang berkaitan dengan suatu diinginkan 5 = sangat setuju
objek tertentu. e. Saya akan merekomendasikan merek
(Schiffman and Kanuk, ini sebagai pilihan kepada orang lain
2007)
Brand Loyalty a. Saya jarang mempertimbangkan untuk (Likert Scale)
Preferensi konsumen secara mengkonsumsi merek lain
konsisten untuk melakukan b. Selama layanan merek ini tidak 1 = sangat tidak setuju
pembelian pada merek yang berubah, saya ragu bahwa saya akan 2 = tidak setuju
sama, produk yang spesifik beralih ke merek lain 3 = netral
atau kategori pelayanan c. Saya mencoba untuk menggunakan 4 = setuju
tertentu. merek ini ketika saya ingin melakukan 5 = sangat setuju
(Schiffman and Kanuk, pembelian
2007) d. Ketika saya ingin melakukan
pembelian, merek ini adalah pilihan
pertama saya
e. Saya senang menggunakan merek ini
f. Bagi saya, merek ini adalah yang
terbaik untuk melakukan bisnis
g. Saya percaya bahwa merek ini adalah
merek favorit saya
170
Nyohardi : Pengaruh Brand Experience Terhadap ...
Uji Validitas
Validitas dapat didefinisikan sebagai sejauh mana perbedaan skor skala yang diamati
mencerminkan perbedaan sejati antara objek atas karakteristik yang sedang diukur,
ketimbang kesalahan sistematik atau acak (Malhotra, 2010). Dengan kata lain, validitas
adalah ketepatan dan kecermatan suatu instrumen dalam mengukur apa yang ingin diukur.
Berikut ini tabel hasil pengujian validitas terhadap item pertanyaan dimensi brand
experience.
171
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 52/No.11/November -2016 : 159-184
Tabel 2.
Hasil Uji Validitas Instrumen Dimensi Brand Experience
No Item Nilai Hitung R Nilai R tabel Keterangan
DBE 1 0,708 0,113 Valid
DBE 2 0,641 0,113 Valid
DBE 3 0,764 0,113 Valid
DBE 4 0,808 0,113 Valid
DBE 5 0,721 0,113 Valid
DBE 6 0,693 0,113 Valid
DBE 7 0,572 0,113 Valid
DBE 8 0,667 0,113 Valid
Sumber: Data Primer yang Diolah
Berikut ini tabel hasil pengujian validitas terhadap item pertanyaan dimensi brand
satisfaction.
Tabel 3.
Hasil Uji Validitas Instrumen Dimensi Brand Satisfaction
No Item Nilai Hitung R Nilai R tabel Keterangan
DBS 1 0,726 0,113 Valid
DBS 2 0,736 0,113 Valid
DBS 3 0,740 0,113 Valid
DBS 4 0,602 0,113 Valid
Sumber: Data Primer yang Diolah
Berikut ini tabel hasil pengujian validitas terhadap item pertanyaan dimensi brand attitude.
Tabel 4.
Hasil Uji Validitas Instrumen Dimensi Brand Attitude
No Item Nilai Hitung R Nilai R tabel Keterangan
DBA 1 0,836 0,113 Valid
DBA 2 0,902 0,113 Valid
DBA 3 0,842 0,113 Valid
DBA 4 0,845 0,113 Valid
DBA 5 0,793 0,113 Valid
Sumber: Data Primer yang Diolah
172
Nyohardi : Pengaruh Brand Experience Terhadap ...
Berikut ini tabel hasil pengujian validitas terhadap item pertanyaan dimensi brand loyalty.
Tabel 5.
Hasil Uji Validitas Instrumen Dimensi Brand Loyalty
No Item Nilai Hitung R Nilai R tabel Keterangan
DBL 1 0,824 0,113 Valid
DBL 2 0,856 0,113 Valid
DBL 3 0,847 0,113 Valid
DBL 4 0,897 0,113 Valid
DBL 5 0,778 0,113 Valid
DBL 6 0,747 0,113 Valid
DBL 7 0,841 0,113 Valid
Sumber: Data Primer yang Diolah
Uji Reliabilitas
Malhotra (2010) mengemukakan reliabilitas adalah sejauh mana suatu skala mampu
memberikan hasil yang konsisten jika pengukuran berulang dilakukan terhadap karakteristik
tertentu. Suatu angket dikatakan reliabel (dapat dipercaya) jika setelah digunakan beberapa
kali dapat memberikan hasil pengukuran yang relatif sama. Pengujian reliabilitas instrumen
dilakukan menggunakan koefisien Alpha atau Cronbach’s Alpha dan data dinyatakan reliabel
jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha ≥ 0,6. Semakin tinggi nilai koefisien reliabilitas, maka
instrumen akan dinyatakan semakin reliabel (Malhotra, 2010).
Tabel 6.
Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Cronbach’s Alpha Keterangan
Brand Experience 0,846 Reliabel
Brand Satisfaction 0,650 Reliabel
Brand Attitude 0,896 Reliabel
Brand Loyalty 0,921 Reliabel
Sumber: Data Primer yang Diolah
173
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 52/No.11/November -2016 : 159-184
Tabel 7.
Persentase Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
1 Laki-laki 120 orang 40%
2 Perempuan 180 orang 60%
Sumber: Data Primer yang Diolah
Berikut ini tabel hasil persentase karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir.
Tabel 9.
Persentase Berdasarkan Pendidikan Terakhir
No Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase (%)
1 < SMA 15 orang 5%
2 SMA 40 orang 13,33%
3 D1-D3 23 orang 7,67%
4 S1 181 orang 60,33%
5 > S1 41 orang 13,67%
Sumber: Data Primer yang Diolah
174
Nyohardi : Pengaruh Brand Experience Terhadap ...
Tabel 10.
Persentase Berdasarkan Pekerjaan
No Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
1 Pelajar/Mahasiswa 87 orang 29%
2 Pegawai Negeri 6 orang 2%
3 Pegawai Swasta 126 orang 42%
4 Wiraswasta 30 orang 10%
5 Ibu Rumah Tangga 23 orang 7,67%
6 Lainnya 28 orang 9,33%
Sumber: Data Primer yang Diolah
Berikut ini tabel hasil persentase karakteristik responden berdasarkan rata-rata pengeluaran
per bulan.
Tabel 11.
Persentase Berdasarkan Rata-rata Pengeluaran Per Bulan
No Rata-rata Pengeluaran Per Bulan Jumlah Persentase (%)
1 < 2.5 juta 118 orang 39,33%
2 2.5-5 juta 135 orang 45%
3 > 5 juta 47 orang 15,67%
Sumber: Data Primer yang Diolah
Berikut ini tabel hasil persentase karakteristik responden berdasarkan seberapa sering
mengkonsumsi.
Tabel 12.
Persentase Berdasarkan Seberapa Sering Mengkonsumsi
No Seberapa Sering Mengkonsumsi Jumlah Persentase (%)
1 1-2 kali 78 orang 26%
2 3-5 kali 140 orang 46,67%
3 6-7 kali 76 orang 25,33%
4 > 7 kali 6 orang 2%
Sumber: Data Primer yang Diolah
175
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 52/No.11/November -2016 : 159-184
176
Nyohardi : Pengaruh Brand Experience Terhadap ...
Gambar 2.
Substructure 1
Brand
Satisfaction
H1
Brand
Experience
Gambar 3.
Substructure 2
Brand
Experience
H2
Brand
Attitude
Gambar 4.
Substructure 3
Brand
Satisfaction
H4
Brand H3 Brand
Experience 177 Loyalty
H5
Brand
Attitude
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 52/No.11/November -2016 : 159-184
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi, variabel
residu terdistribusi normal atau tidak. Residu adalah perbedaan nilai yang diteliti (Y) dengan
nilai yang diperkirakan oleh ekuasi regresi (Ỳi) (Malhotra, 2010). Model regresi yang baik
seharusnya memiliki distribusi normal. Syaratnya, titik-titik pada grafik normal P-P Plot of
regression standardized residual mengikuti arah garis diagonal serta nilai z Kolmorgorov
Smirnov dan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) > nilai (α) =
0,05.
Substructure 1
Dari grafik (Lampiran 9) diketahui bahwa titik-titik mengikuti arah garis diagonal. Dari
tampilan output SPSS (Lampiran 10) diketahui bahwa nilai z Kolmorgorov Smirnov dan nilai
Asymp. Sig. (2-tailed) untuk brand experience dan brand satisfaction adalah 0,721 dan 0,676.
Jadi dapat disimpulkan bahwa brand experience dan brand satisfaction memiliki distribusi
normal.
Substructure 2
Dari grafik (Lampiran 11) diketahui bahwa titik-titik mengikuti arah garis diagonal.
Dari tampilan output SPSS (Lampiran 12) diketahui bahwa nilai z Kolmorgorov Smirnov dan
nilai Asymp. Sig. (2-tailed) untuk brand experience dan brand attitude adalah 1,113 dan
0,168. Jadi dapat disimpulkan bahwa brand experience dan brand attitude memiliki distribusi
normal.
Substructure 3
Dari grafik (Lampiran 13) diketahui bahwa titik-titik mengikuti arah garis diagonal.
Dari tampilan output SPSS (Lampiran 14) diketahui bahwa nilai z Kolmorgorov Smirnov dan
nilai Asymp. Sig. (2-tailed) untuk brand experience, brand satisfaction, brand attitude, dan
brand loyalty adalah 0,977 dan 0,295. Jadi dapat disimpulkan bahwa brand experience, brand
satisfaction, brand attitude, dan brand loyalty memiliki distribusi normal.
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel independen. Oleh karena itu, pengujian ini hanya dapat
dilakukan pada model regresi yang memiliki variabel independen lebih dari satu variabel.
Dalam penelitian ini, uji multikolinearitas hanya dilakukan pada model regresi Substructure
3.
Model regresi yang baik seharusnya tidak terdapat multikolinearitas. Syaratnya, nilai
Variance Inflation Factor (VIF) ≤ 10 dan nilai toleransi > 0,10. VIF adalah estimasi besarnya
178
Nyohardi : Pengaruh Brand Experience Terhadap ...
multikolinearitas yang dapat meningkatkan varian pada suatu koefisien estimasi sebuah
variabel penjelas.
Dari tampilan output SPSS (Lampiran 15) diketahui bahwa nilai Tolerance dari brand
experience sebesar 0,421, brand satisfaction sebesar 0,479, dan brand attitude sebesar 0,381,
dimana nilai Tolerance > 0,10. Sedangkan nilai VIF dari brand experience sebesar 2,376,
brand satisfaction sebesar 2,086, dan brand attitude sebesar 2,627, dimana nilai VIF < 10.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas.
Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variabel dari residual suatu pengamatan dengan pengamatan yang lainnya.
Model regresi yang baik seharusnya tidak terdapat heteroskedastisitas. Syaratnya, titik-titik
data pada scatterplot menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, dengan bentuk
pola tidak teratur.
Substructure 1
Dari scatterplot (Lampiran 16) diketahui bahwa titik-titik data menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, dengan bentuk pola tidak teratur. Jadi dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas.
Substructure 2
Dari scatterplot (Lampiran 17) diketahui bahwa titik-titik data menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, dengan bentuk pola tidak teratur. Jadi dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas.
Substructure 3
Dari scatterplot (Lampiran 18) diketahui bahwa titik-titik data menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, dengan bentuk pola tidak teratur. Jadi dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas.
179
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 52/No.11/November -2016 : 159-184
Substructure 1
Dari tabel Coefficients (Lampiran 19) diketahui bahwa nilai t dari brand experience
sebesar 14,744 dan nilai signifikansi 0,000 < nilai (α) = 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa
brand experience memiliki pengaruh signifikan terhadap brand satisfaction dengan nilai
Standardized Coefficients Beta sebesar 0,649.
Substructure 2
Dari tabel Coefficients (Lampiran 20) diketahui bahwa nilai t dari brand experience
sebesar 18,737 dan nilai signifikansi 0,000 < nilai (α) = 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa
brand experience memiliki pengaruh signifikan terhadap brand attitude dengan nilai
Standardized Coefficients Beta sebesar 0,735.
Substructure 3
Dari tabel Coefficients (Lampiran 21) diketahui bahwa nilai t dari brand experience
sebesar 3,328 dan nilai signifikansi 0,001 < nilai (α) = 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa
brand experience memiliki pengaruh signifikan terhadap brand loyalty dengan nilai
Standardized Coefficients Beta sebesar 0,138.
Nilai t dari brand satisfaction sebesar 2,936 dan nilai signifikansi 0,004 < nilai (α) =
0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa brand satisfaction memiliki pengaruh signifikan terhadap
brand loyalty dengan nilai Standardized Coefficients Beta sebesar 0,114.
Nilai t dari brand attitude sebesar 15,974 dan nilai signifikansi 0,000 < nilai (α) = 0,05.
Jadi dapat disimpulkan bahwa brand attitude memiliki pengaruh signifikan terhadap brand
loyalty dengan nilai Standardized Coefficients Beta sebesar 0,695.
Pengujian Hipotesis
Uji t (Uji Parsial)
Uji t dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen secara parsial atau sendiri-sendiri.
Substructure 1
Uji t dari Substructure 1 dijabarkan pada Lampiran 19, brand experience memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap brand satisfaction, H0 ditolak dan H1 diterima.
Substructure 2
Uji t dari Substructure 2 dijabarkan pada Lampiran 20, brand experience memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap brand attitude, H0 ditolak dan H2 diterima.
180
Nyohardi : Pengaruh Brand Experience Terhadap ...
Substructure 3
Uji t dari Substructure dijabarkan pada Lampiran 21, brand experience memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap brand loyalty, H0 ditolak dan H3 diterima. Brand
satisfaction memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap brand loyalty, H0 ditolak dan
H4 diterima. Brand attitude memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap brand loyalty,
H0 ditolak dan H5 diterima.
Substructure 1
Dari tampilan output SPSS (Lampiran X) diketahui bahwa nilai R2 = 0,422, maka
Koefisien Determinasi Substructure 1 adalah sebagai berikut:
KD = R2 x 100% = 0,422 x 100% = 42,2%
Jadi besarnya variabilitas dari variabel brand satisfaction yang dapat diterangkan dengan
menggunakan variabel brand experience adalah sebesar 42,2%.
Substructure 2
Dari tampilan output SPSS (Lampiran X) diketahui bahwa nilai R2 = 0,541, maka
Koefisien Determinasi Substructure 2 adalah sebagai berikut:
KD = R2 x 100% = 0,541 x 100% = 54,1%
Jadi besarnya variabilitas dari variabel brand attitude yang dapat diterangkan dengan
menggunakan variabel brand experience adalah sebesar 54,1%.
Substructure 3
Dari tampilan output SPSS (Lampiran X) diketahui bahwa nilai R2 = 0,786, maka
Koefisien Determinasi Substructure 3 adalah sebagai berikut:
Jadi besarnya variabilitas dari variabel brand loyalty yang dapat diterangkan dengan
menggunakan variabel brand experience, brand satisfaction, dan brand attitude adalah
sebesar 78,6%.
181
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 52/No.11/November -2016 : 159-184
Seperti pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, variabel brand experience
memiliki pengaruh terhadap brand satisfaction dan brand loyalty. Brakus et al. (2009)
mengatakan pada jurnalnya bahwa brand experience memiliki pengaruh baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap brand satisfaction dan brand loyalty. Pernyataan ini juga
didukung oleh Yohanes Surya Kusuma (2014) yang menyatakan bahwa adanya pengaruh
signifikan brand experience terhadap brand loyalty dan brand satisfaction. Selain itu,
Sivarajah Rajumesh (2014) juga memperkuat pernyataan bahwa brand experience memiliki
pengaruh langsung yang signifikan terhadap brand loyalty. Dengan demikian penelitian ini
memiliki kesamaan kesimpulan dengan pengujian hipotesis yang mengatakan bahwa brand
experience memiliki pengaruh positif terhadap brand satisfaction dan brand loyalty (H1 dan
H3 diterima).
Sedangkan untuk variabel brand satisfaction dan brand loyalty, Brakus et al. (2009)
menyatakan bahwa brand satisfaction memiliki pengaruh positif terhadap brand loyalty.
Pernyataan ini didukung oleh Yohanes Surya Kusuma (2014) yang mengatakan pada
jurnalnya bahwa adanya pengaruh signifikan brand satisfaction terhadap brand loyalty. Hal
ini sama seperti penelitian yang sedang dilakukan, dimana brand satisfaction memiliki
pengaruh positif terhadap brand loyalty (H4 diterima).
182
Nyohardi : Pengaruh Brand Experience Terhadap ...
Brand Attitude memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Brand Loyalty
Starbucks Coffee
Saran
Dalam upaya meningkatkan loyalitas merek, berikut ini saran yang dapat diberikan dan
sekiranya dapat bermanfaat bagi perusahaan:
Saran yang dapat diberikan kepada Starbucks Coffee melalui pengelolaan brand
experience adalah dengan secara konsisten menjaga kualitas setiap produk dan
mempertahankan cita rasa kopi yang khas. Starbucks Coffee juga perlu lebih
menggali produknya secara sensorik, misalnya dari segi kemasan, penyajian dari
makanan dan minumannya, atau merchandiser, serta mengembangkan inovasi
produk, misalnya dengan varian rasa baru atau jenis produk baru bagi pelanggan non
peminum kopi yang baru-baru ini disuguhkan oleh Starbucks Coffee, sehingga dapat
memuaskan pemikiran dan rasa ingin tahu pelanggan terhadap produk yang terus
berinovasi.
Saran yang dapat diberikan kepada Starbucks Coffee melalui pengelolaan brand
satisfaction adalah dengan mengedepankan dan mempertahankan kualitas pelayanan
terhadap konsumen dan atmosfer tempat yang nyaman, sehingga konsumen dapat
menikmati keberadaannya di Starbucks Coffee, bahkan merekomendasikan ataupun
mengajak rekannya untuk mengunjungi dan mengkonsumsi Starbucks Coffee
Saran yang dapat diberikan kepada Starbucks Coffee melalui pengelolaan brand
attitude adalah dengan gencar melakukan kampanye dan promosi di berbagai media
sosial, memberi insentif menggiurkan bagi pemilik Starbucks Card, membuka lokasi
baru di luar pusat perbelanjaan atau mal, layanan drive thru, memberi promo dalam
periode waktu tertentu, misalnya tambahan diskon, dll. Dengan demikian konsumen
merasa untung dan berkomitmen untuk mengkonsumsi Starbucks Coffee, menemukan
kemudahan untuk membeli Starbucks Coffee dan menjadikannya lebih intens
mengkonsumsi, serta menjadikan Starbucks Coffee sebagai sebuah pilihan kepada
rekannya.
183
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 52/No.11/November -2016 : 159-184
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, Raid A., V. Kumar, and George S. Day. (2001). Marketing Research (7th
ed.), New York: John Wiley and Sons. Inc.
Bennett, Rebekah, and Sharyn Rundle-Thiele. (2002). A Comparison of Attitudial
Loyalty Measurement Approaches. Journal of Brand Management. 9 (3), 193-
209.
Brakus, J. Josko, Bernd H. Schmitt, and Lia Zarantonello. (2009). Brand Experience: What Is
It? How Is It Measured? Does It Affect Loyalty?. Journal of Marketing, 73, 52-68.
Ha, Hong-Youl, and Helen Perks. (2005). Effect of Customer Perceptions of
Brand Experience on the Web: Brand Familiarity, Satisfaction and Brand
Trust. Journal of Consumer Behaviour, 4 (6), 438-452.
Keller, Kevin Lane. (2008). Strategic Brand Management: Building Measuring
and Managing Brand Equity (3th ed.), New Jersey: Pearson Education.
Kotler, Philip, and Kevin Lane Keller. (2012). Marketing Management (14th ed.),
NewJersey: Pearson Education.
Kusuma, Yohanes Surya. (2014). Pengaruh Brand Experience terhadap Brand
Loyalty melalui Brand Satisfaction dan Brand Trust Harley Davidson di
Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran Petra, 2 (1), 1-11.
Malhotra, Naresh K. (2010). Marketing Research: An Applied Orientation (6th
ed.), New Jersey: Pearson Education.
Prasetyo, Wisnu Agung. (2013). Wawancara Bos Starbucks Indonesia: Tak
Cukup di Mal.Retrieved May2, 2015, from
http://www.tempo.co/read/news/2013/08/11/093503605/Wawancara-Bos-
Starbucks-IndonesiaTak-Cukup-di-Mal.
Rajumesh, Sivarajah. (2014). The Impact of Consumer Experience on Brand
Loyalty: The Mediating Role of Brand Attitude. International Journal of
Management and Social Sciences Research (IJMSSR), 3 (1), 73-79.
Ries, Al., and Laura Ries. (1999). The 22 Immutable Laws of Branding. USA:
Collins.
Schiffman L., and L. Kanuk. (2007). Consumer Behavior (9th ed.), New Jersey:
Prentice Hall International, Inc.
Valvi, Aikaterini C., and Douglas C. West. (2013). E-Loyalty is not All About
Trust, Price Also Matters: Extending Expectation-Confirmation Theory in
Bookselling Websites. Journal of Electronic Commerce Research, 14 (1), 99-
123.
Zeithaml, Valarie A., Mary Jo Bitner, and Dwayne D. Gremler. (2009). Services Marketing:
Integrating Customer Focus Across The Firm (5th ed.), New York:
McGraw-Hill International Edition.
184