Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Peningkatan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengurangan Risiko Bencana Tanah Longsor Melalui Kelompok Kampung Siaga Bencana Amran

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.

1, Juni 2016

PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM


PENGURANGAN RISIKO BENCANA TANAH LONGSOR MELALUI KELOMPOK
KAMPUNG SIAGA BENCANA

Amran
Dinas Sosial Provinsi Nusa Tenggara Barat
amranhadjaratin@gmail.com

Abstract

Indonesia is a region that has the potential to disasters. The research objectives determine the level
of community participation. The scope of the research: include characteristics and social facts that
exist in the community which is associated with increased community participation in landslide
disaster risk reduction. According to Ach. Wazir Ws., Et al. (1999: 29) participation can be
interpreted as a conscious person's involvement in social interaction in specific situations Act No 24
(2007) is a series of mitigation efforts to reduce disaster risk, through physical development or
awareness and capacity building in facing the threat of disaster. Tukino et al (2009) the role of
social work practice in risk reduction can be through the pre-disaster phase (prevention, mitigation,
preparedness and early warning). The method used are a qualitative research with action research
design, data collection techniques: documentation study, interviews, observation and discussion. The
results showed that, community participation increased, increasing participation indicators of
community behavioral changes such as the formation of Disaster Preparedness Village, the
implementation of disaster management activities, enthusiastic citizens in participating in activities
of mutual cooperation and environmental preservation. Discussion, the initial description of the
public participation, the need for increased participation, action plan, implementation of the action,
the evaluation process and the evaluation of results and reflections. Conclusions, the improvement of
community participation, disaster prevention needs special attention from the local authorities in the
implementation and sustainability of independent community conditions so that the bottom level of
problem solving can be done by the community independently

Key words: community participation, landslide disaster, disaster risk reduction

Abstrak

Indonesia merupakan wilayah yang berpotensi terhadap terjadinya bencana. Tujuan penelitian adalah
untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam pengurangan risiko bencana. Ruang lingkup
penelitian meliputi karakteristik dan fakta-fakta sosial yang ada dalam komunitas, terkait dengan
peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengurangan risiko bencana tanah longsor. Menurut Ach.
Wazir Ws., et al. (1999: 29) partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan seseorang secara sadar
kedalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana menyebutkan mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana. Tukino dkk (2009) menyebutkan bahwa peranan praktik pekerjaan
sosial dalam pengurangan risiko bisa melalui tahap prabencana (pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan,
dan peringatan dini). Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan penelitian
tindakan (action research). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: studi dokumentasi,
wawancara, observasi dan diskusi. Gambaran awal partisipasi masyarakat dilihat dari kebutuhan
dalam peningkatan partisipasi, rencana tindak, pelaksanaan tindakan, evaluasi proses, dan evaluasi
hasil dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan partisipasi masyarakat dalam
pengurangan risiko bencana meningkat Indikator peningkatan partisipasi dilihat dari perubahan

139
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

perilaku masyarakat seperti terbentuknya Kampung Siaga Bencana, terlaksananya kegiatan


penanggulangan bencana, antusias warga ikut serta dalam kegiatan, kegotongroyongan, dan
pemeliharaan lingkungan. Penanggulangan bencana perlu ada perhatian khusus dari pemerintah
setempat dalam pelaksanaan kegiatan serta keberlanjutan kondisi masyarakat yang mandiri sehingga
penyelesaian masalah ditingkat bawah bisa dilakukan oleh masyarakat secara mandiri.

Kata kunci: partisipasi masyarakat, bencana tanah longsor, pengurangan risiko bencana

Pendahuluan sehingga korban dan penderitaan yang dialami


dapat dikurangi.
Kehilangan akibat bencana akan
menimbulkan konsekuensi berat untuk terus Pendekatan penanggulangan bencana saat ini
bertahan hidup terutama bagi mereka yang telah bergeser dari upaya-upaya respon aktif
hidup dibawah garis kemiskinan, serta sulit atau tanggap pada saat terjadi bencana
memajukan pembangunan daerahnya. Risiko menjadi pencegahan risiko pada tahap
bencana menjadi suatu perhatian dan prabencana. Perubahan paradigma
kepedulian bagi hampir seluruh dunia karena penanggulangan bencana dari kedaruratan
akan membawa dampak yang besar seiring menjadi kesiapsiagaan menuntut masyarakat
dengan semakin meningkatnya kerentanan untuk lebih memaksimalkan dalam
akibat perubahan demografi, kondisi sosial penanggulangan bencana. Salah satunya
ekonomi, urbanisasi yang tidak terencana, adalah memperkuat ketahanan masyarakat
pembangunan di zona-zona yang berisiko dalam menghadapi kemungkinan terjadinya
tinggi, keterbelakangan, kerusakan lingkung- bencana. Saat ini sudah ada pengakuan
an, variabilitas iklim, perubahan iklim, bahaya internasional bahwa upaya-upaya untuk
geologi, kesalahan teknologi, persaingan meredam risiko harus dipadukan secara
untuk mendapatkan sumber yang langka dan sistematis di dalam kebijakan dan perencana-
dampak epidemik. an pada program-program pembangunan,
dengan melihat dari tinjauan strategi
Bencana yang terjadi dapat menyebabkan Yokoham yang berkaitan dengan pengurangan
kerugian materi, fisik hingga nyawa serta risiko bencana.
dapat menyebabkan luka yang mendalam bagi
korbannya. Banyak pihak yang kurang Pengurangan risiko bencana merupakan suatu
menyadari pentingnya mengelola bencana pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi,
dengan baik. Salah satu adalah karena mengkaji dan mengurangi risiko-risiko
bencana belum pasti terjadi dan tidak bencana, mengurangi kerentanan sosial
diketahui kapan terjadi. Sebagai akibatnya, ekonomi terhadap bencana dan menangani
manusia sering kurang peduli, dan tidak bahaya lingkungan dan bahaya lain yang
melakukan langkah pengamanan dan menimbulkan kerentanan. Pengurangan risiko
pencegahan terhadap berbagai kemungkinan bencana di Indonesia dilakukan dengan
yang dapat terjadi. Untuk itu diperlukan mempertimbangkan aspek berkelanjutan dan
sistem manajemen bencana yang bertujuan: 1) partisipasi dari semua pihak terkait. Upaya ini
mempersiapkan diri menghadapi semua dilakukan dengan komitmen yang kuat
bencana atau kejadian yang tidak diinginkan, dengan mengedepankan tindakan-tindakan
2) menekan kerugian dan korban yang dapat yang harus diprioritaskan. Penyusunan
timbul akibat dampak suatu bencana atau prioritas ini dilakukan untuk membangun
kejadia, 3) meningkatkan kesadaran semua dasar yang kuat dalam melaksanakan upaya
pihak dalam masyarakat atau organisasi pengurangan risiko bencana yang
tentang bencana sehingga terlibat dalam proses berkelanjutan serta mengakomodasikan
penanganan bencana, 4) melindungi anggota kesepakatan internasional dan regional dalam
masyarakat dari bahaya atau dampak bencana

140
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

rangka mewujudkan upaya bersama yang Dari total kejadian retakan tanah di Indonesia,
terpadu. sekitar tujuh puluh persen bencana itu terjadi
di Jawa Barat. Berdasarkan data Pusat
Tujuh target prioritas pengurangan risiko Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
bencana yang harus dilakukan menurut (PVMBG), tidak ada satupun daerah di Jawa
Kerangka kerja Sendai 2015-2030 untuk Barat yang luput dari potensi pergerakan
membangun ketahanan bangsa-bangsa dan tanah. Dari 26 kabupaten di Jawa Barat,
masyarakat terhadap bencana adalah: (1) sebanyak 21 kabupaten di antaranya
Pengurangan kematian rata-rata per 100 k. berpotensi besar terjadi longsor, terutama
(2) Mengurangi orang-orang yang terdampak Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Garut,
per 100 k. (3) Mengurangi kerugian ekonomi/ Tasikmalaya, Majalengka, Sukabumi, Bogor,
GDP. (4) Mengurangi kerusakan infra- dan Cianjur yang berada pada dataran
struktur kunci. (5) Meningkatkan jumlah menengah dan tinggi. (Bandung. PR Minggu
Negara dengan strategis dan rencana 21 Februari 2010).
pengurangan risiko bencana. (6) Jawa Barat tercatat sebagai provinsi
Meningkatkan kerjasama internasional. (7) (Pusdalops BPBD Kabupaten Bandung). Di
Meningkatkan cakupan dan akses terhadap Indonesia sendiri selama tahun 2011 tercatat
EWS. ada 75 kejadian longsor dengan korban
Kerangka kerja Sendai juga mengeluarkan meninggal dunia sebanyak 109 orang. Sejak
empat tindakan prioritas dalam upaya 2005, angka kejadian longsor di Indonesia
pengurangan risiko bencana sebagai berikut: paling sering terjadi pada 2010 lalu yaitu ada
(1) Memahami risiko bencana, Kebijakan dan sebanyak 199 kejadian dengan total meninggal
praktek harus didasarkan pada pemahaman dunia sebanyak 470 orang. Pada tahun 2009
kerentanan, kapasitas, paparan,karakteristik terdapat 161 kejadian dengan korban 659
bahaya dan lingkungan. (1) Penguatan tata orang. (detik bandung.com 15/12/2015).
kelola risiko Tata kelola yang diperlukan
untuk mendorong kerjasama kemitraan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
mekanisme, lembaga, untuk pelaksanaan PRB Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi
& SD. (3) Investasi PRB untuk Resiliensi Kementerian Energi dan Sumber Daya
Investasi publik dan swasta dalam tindakan Mineral, Surono menyebutkan bahwa Jawa
struktural dan non-struktural untuk Barat menjadi provinsi di Indonesia yang
meningkatkan ketahanan sebagai pendorong mengalami gerakan tanah paling sering selama
inovasi, pertumbuhan dan penciptaan 2010. Hal itu disebabkan tingginya curah
lapangan kerja. (4) Meningkatkan manajemen hujan dan alih fungsi lahan di sejumlah daerah
risiko Memperkuat kesiapsiagaan, respon dan (Bandung, Kompas. 15/12/2015). Pemerintah
pemulihan di semua tingkatan sebagai Provinsi Jawa Barat diharapkan semakin aktif
kesempatan penting untuk PRB dan melakukan sosialisasi tentang potensi bencana
integrasinya ke dalam pembangunan. alam untuk mengurangi korban jiwa.
Fenomena ini tidak pernah berubah setiap
Berdasarkan data bencana Indonesia tahun tahun. Dengan kondisi tanah yang sangat labil,
2015 yang dihimpun oleh Badan Nasional ditambah curah hujan yang tinggi, akan selalu
Penanggulangan Bencana (BNPB), rata-rata banyak terjadi gerakan tanah setiap tahun di
kejadian bencana longsor per tahun dari tahun Jawa Barat. Selama 2010, dari 186 kejadian
2011 hingga tahun 2015 adalah 850 kejadian. gerakan tanah di Indonesia, 106 kejadian di
Selama tahun 2015 saja tercatat sebanyak 125 antaranya terjadi di Jawa Barat. Gerakan tanah
kali kejadian bencana longsor dengan jumlah di Jawa Barat menyebabkan 79 jiwa tewas.
korban meninggal 27 dan hilang sebanyak 6 Sebanyak 44 orang di antaranya adalah korban
jiwa, luka 355 jiwa, menderita dan mengungsi longsor di perkebunan teh Dewata, Ciwidey,
3644 jiwa serta kerusakan rumah sejumlah Kabupaten Bandung, 23 Febuari 2010.
1075 unit. (BNPB, 2015). Sebelumnya, menurut data periode 2011-2015,

141
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

Jawa Barat tercatat sebagai daerah paling dilakukan untuk mengurangi dampak dari
rawan. Tahun 2009 terjadi 85 peristiwa bencana, baik secara fisik struktur melaluli
gerakan tanah dan 93 orang meninggal, pembuatan bangunan-bangunan fisik, maupun
sedangkan tahun sebelumnya 52 kasus dengan non fisik structural melalui perundang-
28 orang tewas. Tahun 2005 terjadi 205 kasus undangan dan pelatihan.
gerakan tanah, 41 orang meninggal. Setahun
kemudian terjadi 42 kasus dengan 20 korban Penanganan Bencana Gerakan Tanah di
jiwa dan tahun 2007 terjadi 14 kasus dengan Indonesia Direktorat Vulkanologi dan
38 orang tewas. Kejadian longsor dengan Mitigasi Bencana Geologi Yousana O. P.
intensitas tinggi di Jawa Barat masih mungkin Siagian (2005) menyatakan bahwa tanah
terjadi mengingat pemicunya adalah curah longsor adalah perpindahan material
hujan tinggi dan tata guna lahan yang tidak pembentuk lereng berupa batuan, bahan
tepat. (Bandung, Kompas-Selasa, 15/12/2015) rombakan, tanah, atau material campuran
tahun 2015 tercatat 27 kejadian tanah longsor tersebut, bergerak kebawah atau keluar lereng.
dan korban lebih kurang 12 jiwa. Proses terjadinya tanah longsor dapat
diterangkan sebagai berikut: air yang meresap
Cimenyan merupakan salah satu kecamatan di kedalam tanah akan menambah bobot tanah.
Kabupaten Bandung yang memiliki tingkat Jika air tersebut menembus sampai tanah
risiko menengah-tinggi terhadap pergerakan kedap air yang berperan sebagai bidang
tanah. Berdasarkan data dari Pusat gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah
Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi pada pelapukan diatasnya akan bergerak mengikuti
bulan Agustus-Desember 2014 tingkat lereng dan keluar lereng.
pergerakan tanah di Kecamatan Cimenyan
adalah menengah-tinggi dan kemungkinan Kemampuan sistem dalam mengorganisasi
disertai dengan banjir bandang (http: dirinya sendiri dalam karakteristik partisipasi
//www.vsi.esdm.go.id). Salah satu wilayah yang diutarakan Wazir juga berkesesuaian
rawan longsor di kecamatan Cimenyan yang dengan pertimbangan dalam hasil observasi
juga merupakan lokasi yang akan dijadikan penelitian tentang belum bergeraknya forum
oleh peneliti sebagai lokasi penelitian adalah penanggulangan bencana dan belum
Kelurahan Cibeunying. Kelurahan Cibeunying kompaknya masyarakat dengan forum
pada beberapa titik lokasi merupakan wilayah penanggulangan bencana. Peneliti bisa
yang rawan terjadi longsor. mengeksploitasi lebih lanjut tentang
kemampuan sistem yakni masyarakat dan
Kelurahan Cibeunying termasuk dalam forum penanggulangan bencana dalam
kategori menengah tinggi hal ini dapat dilihat mengorganisasi diri sehingga diharapkan
dari gambaran umum kelurahan yang di muncul sinergitas yang handal antara forum
peoleh dari profil Kelurahan Cibeunying penanggulangan bencana dan masyarakat
2014. Dimana secara geografis Kelurahan dalam menghadapi risiko bencana tanah
Cibeunying merupakan daerah yang berbukit longsor.
dengan ketinggian 700 dpl/mdl diatas Kemampuan sistem dalam belajar dan
permukaan laut, tingkat kemiringan 500 dan melakukan adaptasi dalam karakteristik
suhu mencapai 18-200 C dengan curah hujan partisipasi yang diutarakan Wazir juga
2.500 mm dimana dengan kondisi seperti ini mengakomodasi harapan adanya kegiatan
dapat memicu terjadinya bencana tanah lanjutan seperti penghijauan ataupun kegiatan
longsor. lain yang perlu dilakukan dalam menghadapi
risiko bencana tanah longsor. Masyarakat
Pengurangan risiko bencana (disaster risk diharapkan dapat selalu belajar dan
reduction) dalam terminologi penanggulangan beradaptasi menyiapkan mekanisme
bencana dinamakan mitigasi (mitigation). pengurangan risiko bencana seperti dengan
Menurut MPBI, mitigasi adalah “upaya yang melakukan penanaman pohon di tempat-

142
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

tempat yang rawan terjadi longsor dan untuk mengenali hubungan antara
memelihara lingkungan tempat tinggal dalam pertumbuhan penduduk, kebutuhan fisik
hal ini lebih ditekankan permasalahan terhadap pemukiman manusia, perencanaan
pembuangan sampah dan air limbah rumah ekonomi serata tata guna lahan yang tersedia
tangga. dengan cara yang setepat-tepatnya. b)
Mendirikan Bangunan yang aman dan
MPBI, risiko bencana adalah kemungkinan Perlindungan fasilitas-fasilitas penting.
timbulnya kerugian pada suatu wilayah dan Beberapa jenis kerentanan yang berkaitan
kurun waktu tertentu yang timbul karena suatu dengan pengurangan risiko bencana
bahaya menjadi bencana. Risiko dapat berupa berhubungan dengan dimana dan bagaimana
kematian, luka, sakit, jiwa terancam, kondisi fisik tempat tinggal penduduk sejak
hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan penduduk mendirikan bangunan untuk
atau kehilangan harta benda dan gangguan berdiam dan bekerja serta sejak adanya
kegiatan masyarakat. unsur-unsur penting dalam sistim prasarana
yang mendukung dasar ekonomi dan sosial
Oleh karena itu melihat apa yang telah semua masyarakat, telah ada perhatian dan
dilakukan sebelumnya, maka peneliti menilai investasi untuk melindungi fasilitas-fasilitas
bahwa peningkatan partisipasi masyarakat yang penting itu sendiri. c) Perangkat
dalam menghadapi risiko bencana tanah Keuangan dan Ekonomi. Pendanaan untuk
longsor merupakan model lanjutan yang tepat. pengurangan risiko bencana telah menjadi
Adapun Model 1 yang dirancang pada satu isu yang sangat penting mengingat
penelitian dan akan dimodifikasi untuk meningkatnya kebutuhan dalam investasi
menjadi Model 2. mitigasi dan kesiapsiagaan bencana di
tingkat nasional dan lokal. Semakin besar
Menurut Effendy, ada dua bentuk partisipasi, biaya yang harus dipikul karena bencana,
yaitu partisipasi vertikal dan horisontal. 1) sangat besarnya kerugian yang harus di
Partisipasi vertikal adalah bentuk kondisi tanggung perusahaan-perusahaan ansuransi
tertentu vertikal di masyarakat yang terlibat di dan tekanan fiskal yang dihadapi oleh
dalamnya atau mengambil bagian dalam pemerintah dalam melakukan pemulihan dan
program pihak lain, sehubungan dengan yang rekonstrusi pasca bencana telah membuat
masyarakat ada sebagai posisi bawahan. 2) perlunya pengaturan pendanaan yang
Partisipasi horizontal dimana orang tidak berkelanjutan untuk menangani risiko-risiko
mungkin memiliki inisiatif dimana setiap bencana. d) Sistem Peringatan Dini, Tujuan
kelompok anggota /masyarakat berpartisipasi dari peramalan bahaya dan sistem-sistem
secara horizontal antara satu sama lain, baik peringatan dini adalah untuk menekan
dalam melakukan bisnis bersama-sama, dan jumlah korban jiwa dan harta benda, oleh
melakukan kegiatan dengan pihak lain. karena itu mereka menjadi elemen-elemen
menurut Effendi sendiri, tentu saja, partisipasi kunci dalam segala strategis pengurangan
merupakan tanda awal dari komunitas yang bencana. Untuk bisa melayani penduduk
berkembang yang mampu berkembang secara secara efektif, sistem-sistem harus terpadu
mandiri. dan menghubungkan semua aktor dalam
rantai peringatan dini termasuk komunitas
Bencana menghambat pengembangan sosial ilmiah dan teknis, kewenangan publik dan
ekonomi dan upaya-upaya pembangunan komunitas setempat. Penting untuk
lingkungan, sehingga perlu upaya-upaya memastikan adanya komunikasi yang akurat,
untuk mengetahui bagaimana kekeliruan tepat waktu, bisa diandalkan dan
pengelolaan lingkungan dapat mengubah menyeluruh. (Bastien Affeltranger, dkk.
pola-pola kerentanan dan bahaya, yaitu: a) 2008:155 ).
Perencanaan Tata Guna Lahan. Dalam
pengelolaan Risiko Bencana, ada kebutuhan

143
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

Ada tiga faktor penting yang harus tanah longsor. 3) Mengetahui faktor
diperhatikan dalam upaya pengurangan penghambat partisipasi masyarakat dalam
risiko bencana antara lain: 1) Ancaman: upaya pengurangan risiko bencana tanah
ancaman bencana adalah suatu kejadian longsor. 4) Untuk mengetahui kebutuhan
atau peristiwa yang bisa menimbulkan masyarakat dalam peningkatan partisipasi
bencana (Undang-Undang Nomor 24 Tahun masyarakat terhadap risiko bencana tanah
2007 tentang Penanggulangan Bencana). longsor. 5) Merancang program peningkatan
Sesuai dengan definisi diatas, ancaman partisipasi masyarakat terhadap risiko
merupakan faktor yang penting diperhatikan bencana tanah longsor kepada komunitas yang
dan dikelola dengan baik agar upaya menjadi populasi penelitian. 6)
pengurangan risiko dapat diminimalisir, Mengimplementasikan model intervensi
adapun yang dimaksud dalam ancaman kepada komunitas yang menjadi populasi
dalam penelitian ini adalah ancaman dari penelitian. 7) Melakukan evaluasi dan
bencana tanah longsor. 2) Kerentanan/ mendapatkan gambaran mengenai model
rawan: rawan bencana adalah kondisi atau intervensi yang telah diimplementasikan.
karakteristik geologis, biologis, hidrologis,
klimatologis, geografis, sosial, budaya,
Manfaat Penelitian
politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu
wilayah untuk jangka waktu tertentu yang
Penelitian diharapkan memberikan manfaat:
mengurangi kemampuan mencegah,
a) Manfaat teoritis: penelitian ini memberikan
meredam, mencapai kesiapan, dan
manfaat teoritis yaitu: 1) Memperkaya konsep
mengurangi kemampuan untuk menanggapi
peningkatan partisipasi dalam upaya
dampak buruk bahaya tertentu. Adapun yang
pengurangan risiko bencana khususnya pada
dimaksud dengan kondisi yang rentan
tahap pra bencana. 2) Menjadi alternatif cara
adalah, perilaku masyarakat yang buruk
pandang untuk membedah masalah-masalah
dalam memelihara lingkugan sekitar, seperti
yang berkaitan dengan peningkatan
pembuangan sampah sembarangan, air
partisipasi masyarakat terhadap bencana
limbah rumah tangga tidak teratur,
tanah longsor. b) Manfaat praktis: penelitian
mendirikan bangunan di wilayah yang
ini diharapkan memberikan manfaat praktis:
miring atau terjal, saluran air tersumbat
1) Menjadi alternatif cara pandang untuk
akibat dan menyempit. 3) Kapasitas/
membedah masalah-masalah peningkatan
kemampuan. Kapasitas adalah kemampuan
partisipasi yang berkaitan dengan
atau kekuatan yang di miliki oleh masyarakat
pengurangan risiko bencana. 2) Sebagai
dalam menghadapi masalah yang
referensi bagi para perencana program
ditimbulkan oleh alam maupun manusia itu
penanganan bencana dalam menyusun
sendiri, contoh sumber daya alam, sumber
strategi, tahapan dan langkah-langkah
daya manusia dan sumber daya ekonomi.
kegiatan pengurangan risiko. 3) Sebagai
Maskun 1999 (Adi Fahrudin.2005.153).
pedoman dalam kegiatan pelayanan publik
sesuai bidang tugas peneliti.
Tujuan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan fakta-fakta sosial yang ada
gambaran awal tingkat partisipasi masyarakat dalam komunitas warga di Kampung Cibuntu
terhadap upaya pengurangan risiko bencana Kelurahan Cibeunying Kecamatan Cimenyan
tanah longsor, yaitu: 1) Gambaran tingkat Kabupaten Bandung, terkait dengan
partisipasi masyarakat dalam meng- peningkatan partisipasi masyarakat terhadap
organisasikan diri dalam upaya pengurangan risiko bencana tanah longsor. Peningkatan
risiko bencana tanah longsor. 2) Mengetahui partisipasi yang dimaksud adalah peningkatan
faktor pendorong partisipasi masyarakat pengetahuan masyarakat mengenai potensi
terhadap upaya pengurangan risiko bencana dan risiko bencana, tingkat partisipasi
144
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

masyarakat mengorganisasi diri dalam menyatakan bahwa penelitian tindakan


mengurangi risiko bencana, dan peningkatan merupakan upaya menguji cobakan ide-ide
kemampuan masyarakat dalam menyiapkan kedalam praktik untuk memperbaiki atau
mekanisme pengurangan risiko bencana tanah mengubah sesuatu agar memperoleh dampak
longsor berbasis penguatan ekonomi. nyata dari situasi. Selanjutnya Kemmis dan
Taggart dalam Nurul Zuriah (2006) juga
Keterbatasan dalam penelitian adalah sebagai menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah
berikut: a) Penelitian kualitatif yang dilakukan suatu bentuk penelitian reflektif diri yang
tidak dapat digeneralisasikan pada kondisi secara kolektif dilakukan peneliti dalam
yang berbeda karekteristik dengan objek yang situasi sosial untuk meningkatkan penalaran
diteliti. b) Penelitian ini menggunakan dan keadilan praktik dan terhadap situasi
penelitian kualitatif di tingkat kampung yang tempat dilakukan praktik-praktik tersebut.
spesifik, oleh karena itu hasil temuannya tidak
dapat digeneralisasikan pada daerah lain yang Secara umum menurut Nurul Zuriah
memiliki karakteristik berbeda, disamping itu (2005:75) langkah-langkah atau prosedur
penelitian ini berbasiskan pada kegiatan penelitian tindakan meliputi 8 (delapan)
praktikum yang telah dilakukan sebelumnya tahapan: 1) Tahapan I: Identifikasi-evaluasi-
sehingga hasil temuannya belum tentu dapat formulasi masalah yang dipandang kritis, 2)
direplikasikan di tempat lain. Tahap II: Diskusi pendahuluan dan
perundingan diantara kelompok yang
Metode Penelitian berminat dan terlibat yang berakhir dengan
suatu draf usulan dan persoalan- persoalan
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yang perlu dijawab, 3) Tahap III: Kajian
dengan maksud untuk memperoleh informasi pustaka, jurnal penelitian yang relevan
secara mendalam tentang partisipasi dengan sasaran, prosedur, dan masalahnya, 4)
masyarakat lokal secara detail dan mendalam Tahap IV: Modifikasi atau redefinisi rumusan
terhadap risiko bencana. Hal ini karena pada awal masalah, 5) Tahap V: pemilihan
tingkat masyarakat lokal yang dibutuhkan prosedur penelitian, penetapkan sampel,
informasi yang sangat spesifik sehingga administrasi penelitian dan tindakannya,
digunakan pendekatan penelitian kualitatif. pemilihan bahan, alokasi sumber daya dan
Penelitian kualitatif merupakan penelitian tenaga, 6) Tahap VI: Pemilihan prosedur
yang meneliti pada kondisi obyek yang evaluasi, melaksanakan prinsip kontinuitas,
alamiah dimana peneliti adalah sebagai dan menetapkan penelitian tindakan, 7) Tahap
instrumen kunci, teknik pengumpulan data VII: Melaksanakan proyek penelitian
dilakukan secara triangulasi (gabungan), tindakan, 8) Tahap VIII: Pemaknaan data,
analisis data bersifat induktif, dan hasil penarikan inferensi dan penilaian seluruh
penelitian kualitatif lebih menekankan pada proyek penelitian. Sedangkan operasional
makna daripada generalisasi (Sugiyono:2005). tindakan (Tahap VII ) dijabarkan menjadi 4
(empat).
Jenis penilitian yang digunakan adalah Penjelasan Istilah: (1) Peningkatan Partisipasi
penelitian tindakan (action research). Masyarakat adalah tingkat keikutsertaan
Penelitian tindakan dipilih karena penelitian masyarakat dalam upaya pengurangan risiko
ini dimulai dengan adanya refleksi awal dari bencana termasuk tekanan sosial ekonomi
hasil penelitian sebelumnya (model awal) yang dihadapinya, kesadaran masyarakat
yang selanjutnya dilakukan tahap perencanaan dalam mengorganisasi diri dalam mengurangi
kemudian tindakan observasi dari kegiatan risiko, serta kemampuan masyarakat dalam
yang telah direncanakan hingga tersusun belajar dan beradaptasi menyiapkan
suatu model peningkatan partisipasi mekanisme pengurangan risiko bencana tanah
masyarakat terhadap risiko bencana. Menurut longsor di Kelurahan Cibeunying. (2)
Kemmis dalam Nurul Zuriah (2006) Pengurangan Risiko Bencana (PRB) adalah

145
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

Upaya mitigasi untuk mengurangi risiko


bencana dan timbulnya konsekuensi yang Sumber data: (1) Sumber data primer. Sumber
merusak atau kerugian yang sudah data primer dalam penelitian ini adalah
diperkirakan (hilangnya nyawa, cederanya sumber yang langsung memberikan data
orang-orang, rusaknya harta benda, kepada peneliti. Data yang langsung diperoleh
terganggunya penghidupan, dan aktivitas peneliti di lapangan dari warga yang tinggal di
ekonomi atau rusaknya lingkungan) yang daerah rawan bencana tanah longsor di
diakibatkan oleh interaksi antara bahaya yang Kelurahan Cibeunying Kecamatan Cimenyan
ditimbulkan alam atau diakibatkan manusia Kabupaten Bandung, dengan menggunakan
serta kondisi yang rentan. (3) Risiko bencana berbagai teknik pengumpulan data. Sumber
adalah potensi kerugian yang ditimbulkan data dipilih secara purposive, artinya terwakili
akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun sesuai tujuan penelitian.
waktu tertentu yang dapat berupa kematian,
luka, sakit jiwa terancam, hilangnya rasa Dalam penelitian ini sumber data primer
aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan adalah Tokoh Masyarakat, Pengurus RW dan
harta, dan gangguan kegiatan masyarakat (4) RT, pengurus PKK, pengurus LPM serta pihak
Tanah Longsor adalah perpindahan material yang mempunyai keterkaitan dalam
pembentuk lereng berupa batuan, bahan pengurangan risiko bencana tanah longsor. (2)
rombakan, tanah, atau material campuran Data sekunder merupakan sumber yang tidak
tersebut, bergerak kebawah atau keluar lereng langsung memberikan data kepada peneliti.
yang ada di Kelurahan Cibeunying. Sumber data diperoleh lewat dokumen seperti
laporan hasil praktikum yang telah dilakukan
Penentuan Lokasi Penelitian sebelumnya, profil dan data kelurahan,
laporan hasil penelitian, buku-buku literatur
Penelitian ini akan dilakukan di Kelurahan yang relevan dengan partisipasi. Data
Cibeunying Kecamatan Cimenyan Kabupaten sekunder digunakan sebagai referensi untuk
Bandung. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan proses penelitian di lapangan,
pertimbangan bahwa Kelurahan ibeunying untuk menganalisa data dan untuk merancang
termasuk dalam kategori daerah menengah model intervensi.
tinggi untuk kejadian gerakan tanah (longsor) Penentuan informan dalam penelitian ini
menurut data PVMBG. Peneliti akan masuk menggunakan teknik purposive. Teknik
dalam dimensi partisipasi masyarakat terhadap purposive adalah teknik penentuan informan
risiko bencana tanah longsor di Kelurahan yang dilakukan dengan pertimbangan dan
Cibeunying kecamatan Cimenyan kabupaten tujuan tertentu. Adapun pertimbangan dan
Bandung. Hal ini dilakukan untuk melihat tujuan tertentu dipilih berdasarkan kriteria
pengetahuan masyarakat terhadap risiko antara lain: pertama, pengurus kampung siaga
bencana tanah longsor termasuk tekanan bencana di Kampung Cibuntu Kelurahan
sosial ekonominya, kemampuan masyarakat Cibeunying. Kedua, aparat kelurahan, PKK
dalam mengorganisasi diri dan kemampuan serta tokoh masyarakat yang berada di
masyarakat belajar dan beradaptasi dalam Kelurahan Cibeunying.
menyiapkan mekanisme pengurangan risiko
bencana tanah longsor. Karakteristik partisipan dalam penelitian ini
adalah Aparat Kelurahan Cibeunying, tokoh
Penetapan Kampung Cibuntu sebagai lokasi masyarakat, kader PKK, dan beberapa warga
penelitian dengan alasan bahwa lokasi yang tinggal di wilayah rawan longsor. Para
tersebut merupakan tempat wilayah rawan partisipan tersebut adalah orang-orang yang
bencana tanah longsor. peneliti anggap sebagai pihak yang benar-
benar memahami tentang masyarakat
Kelurahan Cibeunying khususnya warga
Sumber Data

146
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

masyarakat yang tinggal di wilayah rawan pengurus RT, pengurus PKK, pengurus LPM
bencana tanah longsor di Kampung Cibuntu. untuk mendapatkan informasi secara lengkap.
Berdasarkan karakteristik diatas dapat (3) Studi dokumentasi dilakukan dengan
diketahui bahwa para partisipan dalam meneliti berbagai laporan dan catatan yang
penelitian ini adalah orang-orang yang relevan dengan karakteristik, profil dan
dipandang representatif karena pemahaman masalah yang dihadapi oleh komunitas. Studi
serta pengalaman mereka terkait dengan dokumentasi juga dilakukan untuk menelaah
permasalahan penelitian. Beberapa tokoh referensi yang berkaitan dengan bencana tanah
masyarakat dan aparat kelurahan merupakan longsor, partisipasi masyarakat, sekaligus
tokoh kunci yang seringkali dipercaya oleh membandingkannya dengan kondisi riil
masyarakat untuk turut andil dalam dilokasi penelitian. (4) Diskusi Kelompok
menyelesaikan berbagai permasalahan yang Terfokus atau Focus Group Discussion
muncul dalam masyarakat. (FGD)/ Diskusi kelompok dilakukan dengan
tujuan mengungkap pandangan warga
Teknik Pengumpulan Data mengenai masalah dan kebutuhan yang
dihadapi dalam kehidupannya sehari-hari.
Teknik Pengumpulan Data: (1) Observasi
berperan serta (participant observation) yaitu Diskusi juga bertujuan untuk mengungkap
teknik melalui pengamatan langsung terhadap pandangan warga mengenai kekuatan dan
obyek-obyek tertentu yang terkait dengan peluang yang bisa digunakan untuk
pengumpulan data tentang permasalahan yang meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap
akan diteliti. Data diperoleh peneliti dengan risiko bencana tanah longsor. Selain untuk
mengikuti kegiatan sehari-hari warga mengungkap pandangan warga, salah satu
Cibeunying khususnya yang tinggal di daerah tujuan diskusi adalah untuk melakukan
rawan bencana tanah longsor. Obyek yang verifikasi dan menguji keabsahan beberapa
diamati dalam proses penelitian antara lain jenis data.
sikap dan perilaku perangkat kelurahan dan
warga, budaya, bentuk-bentuk relasi dan Pembahasan
komunikasi diantara warga, interaksi dalam Berdasarkan profil Kelurahan Cibeunying dan
kehidupan sehari-hari dan partisipasi warga hasil observasi/ pengamatan peneliti,
dalam kegiatan komunitas. (2) Wawancara Kelurahan Cibeunying memiliki topografi
mendalam (in-depth interview). Wawancara dataran tinggi bergelombang dengan
dilakukan secara langsung dengan mengajukan kemiringan yang bervariasi, ada wilayah yang
pertanyaan-pertanyaan kepada partisipan. Hal cukup datar, sedikit berbukit bahkan terdapat
ini dilakukan untuk menggali dan beberapa wilayah yang memiliki kemiringan
mendapatkan informasi yang lebih mendalam yang cukup tinggi.
tentang pemahaman warga terhadap risiko
bencana tanah longsor, kemampuan warga Kelurahan Cibeunying memiliki curah hujan
dalam mengorganisasi diri dalam mengurangi cukup tinggi hingga 2.500 Mm dan mengalami
risiko serta kemampuan warga dalam musim penghujan cukup lama hingga 8 bulan.
menyiapkan mekanisme pengurangan risiko Rata-rata ketinggian daratan di Kelurahan
bencana tanah longsor. Cibeunying mencapai 700 Mdpl. Terdapat 17
RW di Kelurahan Cibeunying yang memiliki
Penilaian warga terhadap intervensi yang potensi Tanah longsor. Data ini tentu cukup
pernah dilakukan pada saat penelitian dan penting bagi praktikan untuk bisa
kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan warga ditindaklanjuti sebagai salah satu wilayah
untuk peningkatan partisipasi masyarakat. rawan bencana.
Wawancara dapat dilakukan secara perorangan
kepada warga Kampung Cibuntu, Tokoh Pola pemukiman warga di Kelurahan
Masyarakat, Ketua Forum RW, Pengurus RW, Cibeunying tersebar di beberapa titik mulai

147
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

dari daerah yang berada di jalur-jalur jalan melek huruf dan banyak yang lulusan SMA
Kabupaten yang relatif datar dengan hingga Sarjana.
membentuk kumpulan perumahan yang
akhirnya membentuk sebuah RT/RW, Mata pencaharian penduduk Kelurahan
kampung atau komplek perumahan seperti Cibeunying adalah karyawan perusahaan
komplek Awiligar, Apartemen Awiligar, suasta dan Pensiunan yang mencapai hingga
komplek perumahan masyarakat dan 31,4% dari total keseluruhan jumlah penduduk
perumahan umum lainnya. Kampung- yang memiliki mata pencaharian. Dari hasil
kampung yang ada pada umumnya dihuni oleh pengamatan yang praktikan lakukan, PNS,
warga yang masih memiliki hubungan TNI, Polri, dan Pensiunan banyak
keluarga atau pertalian darah sehingga rumah- terkonsentrasi di RW 08 dan RW 09 dan
rumah merekapun relatif berdekatan bahkan sebagian kecilnya menyebar di RW sekitarnya.
saling menempel tanpa jarak. Ada juga Petani dan Buruh menjadi jumlah mayoritas
kelompok warga yang tinggal di kawasan dari setiap RW.
perbukitan dan daerah lereng perbukitan.
Sejalan dengan perkembangan penduduk Kondisi alam Kelurahan Cibeunying yang
dimana kebutuhan masyarakat akan subur dan udara yang sejuk menjadikan
perumahan semakin banyak maka berbagai jenis tanaman sayuran dan buah-
menyebabkan daerah yang memang tidak buahan dapat tumbuh dengan mudah dan baik
diperuntukkan sebagai pemukiman dipaksakan di wilayah ini. Kondisi ini yang kiranya
menjadi wilayah pemukiman warga. Kondisi menjadi salah satu mata pencaharian
geografis yang rawan ditambah dengan pola masyarakat Kelurahan Cibeunying sebagai
pembangunan yang kurang mengindahkan petani baik itu di lahan sendiri maupun
standar hunian akhirnya menjadi pemicu sebagai buruh tani. Di samping itu masyarakat
terjadinya kerusakan lingkungan bahkan Kelurahan Cibeunying juga memelihara ternak
terjadi bencana. seperti sapi, kambing dan ayam tetapi jumlah
lahan dan usaha peternakan dan pertanian
Tingkat pendidikan masyarakat yang sangat minim oleh karena itu warga
terbanyak adalah lulusan SD sebanyak 7883 cibeunying banyak memilih menjadi tenaga
atau 30% dari jumlah penduduk Kelurahan kerja di berbagai perusahaan dan dilapangan
Cibeunying, kemudian disusul oleh SMP kerja lainnya.
yakni sebanyak 2512 atau 13,3% dan SMA
sebanyak 2116 atau 12,3% dari jumlah Masyarakat Kelurahan Cibeunying sebagian
penduduk Kelurahan Cibeunying. Namun jika besar adalah Suku Sunda yang masih
lulusan D1 hingga Sarjana digabung, maka memegang tradisi dan nilai-nilai seperti
jumlah lulusan D1 hingga Sarjana memiliki kebanyakan masyarakat Sunda lainnya.
jumlah komposisi penduduk terbanyak yakni Demikian juga dari sisi keagamaan,
1203 atau 17,1% dari jumlah penduduk masyarakat Cibeunying masih terlihat nilai-
Kelurahan Cibeunying. Dengan kondisi nilai religius mewarnai kehidupan Kelurahan
geografis yang strategis dimana Kelurahan yang sebagian masyarakatnya beragama Islam.
Cibeunying terletak dekat dengan Pusat
Pemerintahan Kecamatan Cimenyan maka Pengetahuan Mayarakat tentang Risiko
warga Kelurahan Cibeunying menjadi mudah Bencana Tanah Longsor
dalam mengakses pendidikan yang ada dengan
Peneliti mengawali penelitian dengan meneliti
mudah baik di lingkup Kelurahan Cibeunying
gambaran awal partisipasi masyarakat
maupun Kecamatan Cimenyan. Hal ini
terhadap upaya pengurangan risiko bencana
berpengaruh pada tingkat pendidikan
tanah longsor. Beberapa hal yang diteliti
penduduk Kelurahan Cibeunying yang
antara lain: Pengetahuan masyarakat tentang
komposisi penduduknya mayoritas sudah
potensi dan risiko bencana tanah longsor.

148
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

Dari pertanyaan yang telah diajukan oleh tentang partisipasi masyarakat yakni berupa
peneliti kepada partisipan, terdapat beberapa pengetahuan masyarakat tentang risiko
keterangan yang berhasil diperoleh antara lain bencana tanah longsor, kemampuan
yang pertama: warga kurang memahami masyarakat mengorganisasi diri, dan
tentang potensi tanah longsor sama risiko kemampuan adaptasi masyarakat dalam
longsor. Sosialisasi dari pemerintah yang menyiapkan mekanisme menghadapi bencana
menginformasikan tentang potensi dan tanah longsor.
risiko longsor juga belum bisa memberikan
pemahaman kepada masyarakat karena Adapun hasil penelitian tersebut antara lain:
diadakan jarang sekali. Pengetahuan masyarakat tentang risiko
bencana tanah longsor. Berdasarkan hasil
Warga masyarakat kebanyakan masih wawancara dan FGD bersama masyarakat
kurang memiliki pengetahuan tentang diketahui bahwa pengetahuan masyarakat
potensi bencana longsor di daerahnya, hal tentang risiko bencana tanah longsor masih
senada juga diutarakan oleh partisipan yang rendah. John Twigg (2007) menjelaskan bahwa
lain, memang masyarakat masih kurang komponen-komponen yang membentuk
memahami bahkan tidak tahu apa itu partisipasi masyarakat salah satunya adalah
pengurangan risiko bencana, dengan harapan pengetahuan dan pendidikan. Aspek-aspek
masyarakat ingin mendapatkan pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan dan
tentang itu, dengan begitu kami masyarakat pendidikan antara lain: (a) Kesadaran,
menjadi memahami dengan memahami kami pengetahuan dan keterampilan-keterampilan
bisa sadar akan pentingnya penanganan publik (b) Manajemen dan pertukaraan
permasalahan yang kami hadapi kalau kami informasi (c) Pendidikan dan pelatihan (d)
sudah memahami dan menyadari bahwa itu Budaya, sikap, motivasi (e) Pembelajaran dan
penting bagi kami sebagai masyarakat tentu penelitian. Untuk membentuk partisipasi
partisipasi untuk saling membantu dan masyarakat diperlukan peningkatan
memelihara lingkungan sekitar semakin pengetahuan masyarakat tentang risiko
meningkat, pemikiran partisipan ini sesuai bencana tanah longsor. Peningkatan
dengan apa yang diharapkan oleh kebanyakan pengetahuan masyarakat berarti meningkatkan
masyarakat, partisipan berharap bisa kesadaran masyarakat, melakukan pertukaran
membentuk suatu kelompok yang bergerak informasi, pendidikan dan pelatihan,
dibidang itu khususnya penanggulangan perubahan budaya, sikap, motivasi dan
bencana dalam upaya pengurangan risiko, pembelajaran. Semua hal yang harus dilakukan
sebelum partisipan mengetahui kelompok- diatas, penting untuk mengubah pola pikir
kelompok yang bergerak di bidang bencana masyarakat yang belum memandang penting
tentu hal ini sudah diinformasikan oleh upaya penanggulangan bencana.
peneliti bahwa masyarakat sekitar wilayah
yang rawan perlu memiliki kelompok Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang
kampung siaga bencana, peneliti risiko bencana tanah longsor berarti
menerangkan bahwa kelompok kampung mengindikasikan rendahnya kesadaran
siaga bencana akan lebih efektif jika masyarakat, kurangnya pertukaran informasi,
kelompok ini di bentuk di tiap titik kerawanan kurangnya pendidikan dan pelatihan
sehingga upaya pengurangan risiko bencana penanggulangan bencana, budaya masyarakat
bisa diminimalisir sebab masyarakat sekitar belum mendukung budaya masyarakat siaga
itulah yang lebih mengetahui bagaimana bencana, sikap, motivasi masyarakat dalam
karakteristik daerahnya sehingga bisa dikelola penanggulangan bencana belum terbentuk
dengan baik. dengan baik.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah Pendapat John Twigg (2007) ini sesuai dengan
dilakukan terdapat beberapa gambaran awal hasil penelitian di lapangan dimana

149
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

masyarakat belum memiliki kesadaran yang Kesadaran masyarakat terhadap


tinggi untuk melakukan penanggulangan penanggulangan bencana alam memberi
bencana. Masyarakat juga masih kurang dampak positif terhadap masyarakat itu
memperoleh pertukaran informasi seputar sendiri, hal tersebut diperkuat dengan
penanggulangan bencana. Berdasarkan terbentuknya Kampung Siaga Bencana (KSB)
pernyataan partisipan dalam hasil penelitian Kampung Cibuntu Kelurahan Cibeunying,
juga menjelaskan bagaimana masyarakat melalui wadah itu juga mereka banyak
masih belum memperoleh pendidikan dan melakukan hal-hal yang positif dan menjadi
pelatihan penanggulangan bencana. Budaya wadah silaturahmi antar anggota kelompok,
yang ada di masyarakat juga belum juga sebagai pendidikan bagi masyarakat agar
mendukung kondisi masyarakat siaga bencana. masyarakat terbiasa berorganisasi, tidak
Menurut Coastal Community Resiliance sedikit informasi tentang apa yang terjadi
(CCR) dalam How Resilientis Your Coastal diluar daerahnya didapatkan oleh anggota
Community USAID (2007) terdapat delapan kelompok dari wadah yang ada atau lebih
elemen dasar yang dapat mendukung dikenal dengan sebutan KSB.
meningkatnya partisipasi masyarakat. Salah
satu elemen dasar tersebut adalah Kampung Siaga Bencana (KSB) juga pernah
pengetahuan tentang risiko. Dengan dibentuk ditingkat kelurahan tetapi tidak
pengetahuan tentang risiko, pemimpin dan berjalan, sesuai dengan wawancara dengan
anggota masyarakat mengetahui tentang beberapa tokoh masyarakat bahwa KSB
bahaya dan risiko serta mempergunakannya tingkat kelurahan itu dianggap tidak efektif
dalam pengambilan keputusan. karena selain luas wilayah mempengaruhi
partisipasi masyarakat, kepentingan masing-
Melihat hasil penelitian, rendahnya masing masyarakat dalam mencari nafkah
pengetahuan masyarakat tentang risiko juga mempengaruhi untuk berpartisipas,
bencana tanah longsor mengindikasikan bahwa dengan alasan itu serta analisis kebutuhan
partisipasi masyarakat masih rendah. masyarakat terhadap penanggulangan bencana
Mengambil pendapat CCR, pengetahuan yang dilakukan bersama peneliti dan
tentang risiko menjadi faktor yang sangat masyarakat menyatakan KSB ditingkat RW
penting agar pemimpin dan anggota dan pada titik kerawanan lebih efisien, sebab
masyarakat dapat mengambil keputusan yang dari segi jarak dan waktu serta pengetahuan
tepat dan sesuai dengan kebutuhan tentang kondisi wilayah sekitar menentukan
masyarakat. dalam upaya pengurangan risiko bisa di
minimalisir.
Partisipasi Masyarakat dalam Upaya
Pengurangan Risiko Bencana Tanah Terbentuknya KSB tingkat RW ini terbentuk
Longsor disebabkan kesadaran masyarakat terhadap
penanggulangan bencana meningkat, dengan
Meningkatnya partisipasi masyarakat bisa meningkatnya kesadaran masyarakat,
terlihat apabila ada perubahan kesadaran partisipasi juga sejalan dapat terlihat sebelum
masyarakat yang tergabung dalam kelompok dan sesudah terbentuknya KSB, hal tersebut
kampung siaga bencana yang akan terbentuk diperkuat adanya pemeliharaan lingkungan
disetiap titik kerawanan, kelompok ini akan oleh masyarakat setempat, seperti pengelolaan
difasilitasi dengan ilmu pengetahuan dasar sampah, pembuangan air limbah rumah
tentang penanggulangan bencana melalui tangga dengan seiringnya waktu, tahap demi
penyuluhan dan dibagikan buku saku tentang tahap lingkungan ditata kembali agar tidak
kampung siaga bencana sehingga mereka memberi dampak yang buruk ketika musim
kedepannya bisa memberikan informasi hujan tiba, sampah tidak menyebabkan sungai
kepada masyarakat yang lebih luas tentang dan parit tersumbat sehingga bisa
pentingnya penanggulangan bencana. menimbulkan air tergenang yang bisa meng-

150
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

akibatkan terjadinya tanah longsor, KSB juga forum penanggulangan bencana Kampung
tidak hanya focus melaksanakan kegiatan Cibuntu. b) Memanfaatkan program-program
penanggulangan bencana saja tetapi ikut serta yang disusun untuk pembangunan kelurahan
pada kegiatan lain seperti gotong royong agar dialokasikan bagi penanggulangan
memperbaiki rumah tidak layak huni baik bencana di wilayah rawan bencana. c)
dilingkungan tempat tinggal maupun di Memanfaatkan program kelurahan siaga PKK
lingkungan RW lain yang berada dalam kelurahan Cibeunying untuk sharing
lingkungan pemerintahan Kelurahan pengalaman bersama forum penanggulangan
Cibeunying. bencana dalam kegiatan penanggulangan
bencana.
Semua rangkaian kegiatan program, dari
nama sampai dengan tujuan program Kekuatan dan Ancaman. Strategi memanfaat-
dirembug dengan warga dengan begitu kan kekuatan untuk mengatasi ancaman dalam
masyarakat memiliki rasa tanggungjawab dan analisis SWOT di atas, maka dilakukan
rasa memiliki sehingga program yang beberapa hal sebagai berikut: a) Adanya
berkaitan dengan upaya pengurangan risiko semangat warga dalam mengikuti kegiatan dan
bencana tanah longsor berjalan dengan baik komitmen dari pemerintah desa bisa
dan berkelanjutan, untuk mengetahui program mengurangi ancaman tidak adanya kerjasama
yang akan dijalankan sesuai dan bisa antara organisasi kelurahan dengan Kampung
berkelanjutan peneliti menganalisa program Siaga bencana. b) Terbentuknya struktur
dengan menggunakan analisis SWOT. organisasi yang sesuai kebutuhan dan adanya
kejelasan mengenai tugas pokok dan fungsi
Kekuatan dan Peluang Strategi memanfaatkan pengurus membantu mengingatkan dan
kekuatan untuk menangkap peluang dari menyegarkan skema penanggulangan bencana
analisis SWOT diatas adalah sebagai berikut: yang telah dibentuk.
a) Memanfaatkan semangat warga dalam
mengikuti kegiatan untuk menarik peran yang Kelemahan dan Ancaman. Strategi
lebih besar dari organisasi lembaga kelurahan mengurangi kelemahan dan ancaman dari
yang ada di Kelurahan Cibeunying terlibat analisis SWOT diatas, maka dilakukan
dalam kegiatan penanggulangan bencana. b) beberapa hal sebagai berikut: a) Belum
memanfaatkan dukungan dari tokoh banyaknya pengalaman forum penanggulang-
masyarakat untuk meminta organisasi lembaga an bencana dalam penanggulangan bencana
desa menyusun program-program dapat dilakukan dengan melanjutkan kegiatan
pembangunan kelurahan berbasis forum sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
penanggulangan bencana. c) Memanfaatkan yang telah ditetapkan. b) Komitmen
komitmen dari pemerintah kelurahan untuk pemerintah kelurahan untuk terlibat dalam
terlibat dalam kegiatan penanggulangan penanggulangan bencana dapat dimanfaatkan
bencana. Pemerintah kelurahan melakukan dengan meminta kelurahan memasukan dana
pemantauan kegiatan dan memberikan alokasi khusus untuk penanggulangan
support terhadap kegiatan-kegiatan bencana. c) Kerjasama yang telah dibangun
penanggulangan bencana yang dilakukan oleh perlu dijaga dengan adanya pertemuan rutin
masyarakat. antara pengurus Kampung Siaga bencana
dengan organisasi kelurahan seperti PKK,
Peluang dan Kelemahan. Strategi memanfaat- LPM dan Pemerintah Kelurahan Cibeunying.
kan peluang untuk mengatasi kelemahan dari
analisis SWOT di atas dilakukan beberapa hal Adapun program yang dirancang dalam upaya
sebagai berikut: a) Memanfaatkan organisasi pengurangan risiko bencana tanah longsor
lembaga desa yang ada untuk memberikan antara lain: (1) Penyuluhan tentang
pelatihan dan keterampilan dalam penanggulangan bencana sebab akibat
penanggulangan bencana kepada organisasi bencana dan simulasi PP. (2) Pembuatan jalur

151
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

Evakuasi/ pengecoran jalan, (3) Memperbaiki tingkat partisipasi masyarakat dimana RW


parit dengan sistem semen beton, (4) yang sudah memiliki kelompok kampung
Membuat benteng agar tebing tidak gampang siaga bencanaa lebih siap dan berpartisipasi
longsor dengan memasang karung berisi pasir, dibandingkan dengan RW yang belum
semua kegiatan diatas dimotori oleh terbentuk atau RW yang belum memiliki
kelompok kampung siaga bencana dibantu KSB. Pengetahuan tentang penanggulangan
oleh masyarakat sekitar. bencana juga termasuk aspek yang
membedakan antara kedua masyarakat yang
Simpulan dimaksud, dari segi pengetahuan juga dapat
mendorong masyarakat dalam berpartisipasi
Penelitian action research yang dilakukan dalam upaya pengurangan risiko bencana,
mengenai peningkatan partisipasi masyarakat apabila aspek-aspek yang membedakan
dalam upaya pengurangan risiko bencana antarar RW diatas bisa menjadi faktor
tanah longsor melalui Kampung Siaga penghambat masyarakat dalam berpartisipasi
Bencana di Kampung Cibuntu Kelurahan sebab belum mengerti dan memahami
Cibeunying Kecamatan Cimenyan Kabupaten sehingga kesadaran akan hal itu kurang
Bandung, dilaksanakan sebagai kelanjutan akibatnya partisipasi terhambat.
dari model awal yang dihasilkan pada
kegiatan penelitian dalam program Partisipasi masyarakat bisa meningkat apabila
peningkatan partisipasi masyarakat dalam memahami suatu masalah atau program yang
upaya pengurangan risiko bencana melalui dilaksanakan sihingga masyarakat mengetahui
Kampung Siaga Bencana telah berhasil kebutuhan dalam melakukan partisipasi hal
meningkatkan partisipasi masyarakat. Hal tersebut sudah terlihat bahwa masyarakat
tersebut diperkuat dari hasil evaluasi akhir mulai merasakan karena partisipasi
terhadap pelaksanaan dan pencapaian merupakan kebutuhan bagi kehidupan
program yang dilaksanakan bersama bermasyarakat dengan begitu permasalahan
masyarakat, baik masyarakat yang tergabung yang dihadapi bisa diselesaikan secara
dalam kelompok kampung siaga bencana berpartisipasi.
maupun masyarakat diluar kelompok atau
masyarakat yang menjadi sasaran program. Pelaksanaan program untuk mejawab
kebutuhan dan permasalahan dari masyarakat
Kampung Siaga Bencana (KSB) ditingkat dalam upaya mengurangi risiko bencana
RW lebih efektif dalam melakukan kegiatan terlaksana dengan baik dan tepat sasaran,
penanggulangan bencana dalam upaya sehingga dapat dikatakan model yang
pengurangan risiko, baik dari segi waktu, dilaksanakan dalam meningkatkan partisipasi
jarak, dan pengetahuan yang berkaitan dengan masyarakat dalam upaya pengurangan risiko
karakteristik wilayah, dengan adanya bencana melalui kampung siaga bencana
kelompok kampung siaga bencana ditingkat dirasakan bermanfaat bagi peningkatan
RW yang sudah terbentuk bisa membedakan partisipasi masyarakat.

Daftar Pustaka

Ach. Wazir WS dkk. 1999. Penguatan Manajemen Lembaga Lokal Swadaya Masyarakat. Jakarta:
Sekretariat Bina Desa

Adi Fahrudin, dkk. Pemberdayaan Partisipasi & Penguatan Kapasitas Masyarakat. Bandung:
Humaniora Utama Press

152
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016

Aribowo. 2009. Praktik Pekerjaan Sosial Masyarakat dalam Pengembangan Kapital Sosial Bagi
Penanggulangan Bencana, Strategi Pengurangan Resiko Bencana, Pusat Kajian Bencana dan
Pengungsi STKS Bandung

Bastian Affel Tranger, dkk. 2007. Hidup Akrab dengan Bencana. MPBI.

BNPB. 2008. Himpunan Peraturan Perundangan tentang Penaggulangan Bencana. Jakarta

BNPB. 2010. Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014 Republik Indonesia. Jakarta

Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral. 2005. Laporan Workshop Penanganan Bencana Gerakan Tanah di Daerah Bandung

Edi Suharto. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: Refika Aditama

John Twigg, dialih bahasakan oleh Theresia Wuryantari. 2007. Karakteristik Masyarakat yang
Tahan Bencana. Oxfam GB dan Plan Internasional

Nurjanah, dkk. 2012. Manajemen Bencana. Bandung: Alfabeta

Nurul Zuriah. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitaf Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Tukino. 2009. Kebijakan Nasional Pengurangan Resiko Bencana di Indonesia, Strategi


Pengurangan Risiko Bencana. Pusat Kajian Bencana dan Pengungsi STKS Bandung

Sumber lain:

IDEP Foundation Org/ppbm. 2005. Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat


Lembaga Penelitian STKS Bandung. 2004. Model Peningkatan Manajemen Penanggulangan
Bencana (Studi Kasus di Provinsi Jawa Barat)
MPBI. Pengurangan Risiko Bencana 2005-1015. 2005. Membangun Ketahanan Bangsa dan
Komunitas
Sendai. 2015. Kerangka Kerja untuk Pengurangan Risiko Bencana. 2015-1030
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
UNISDR (United Nation International Strategy Disaster Reduction). 2009. Terminologi
Pengurangan Risiko Bencana. Indonesia. Asian Disaster Reduction

153

You might also like