Bin Taro
Bin Taro
Bin Taro
DIDI TARMADI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
AKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK BINTARO
(Cerbera manghas) TERHADAP LARVA NYAMUK
Aedes aegypti (DIPTERA: CULICIDAE)
DIDI TARMADI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ABSTRACT
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Didi Tarmadi
NIM B252100021
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2012 ialah
pemanfaatan ekstrak bahan alam sebagai larvasida, dengan judul Aktivitas
Larvasida Ekstrak Bintaro (Cerbera manghas) Terhadap Larva Nyamuk Aedes
aegypti (Diptera: Culicidae).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini,
M.Si dan Bapak Prof. (R). Dr. Sulaeman Yusuf, M.Agr selaku pembimbing, serta
kepada Ibu Dr.drh. Min Rahminiwati, MSi selaku penguji luar komisi. Ucapan
terima kasih disampaikan juga kepada Bapak Prof. Dr. drh. Singgih H. Sigit,
M.Sc, Ibu Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, M.Si, Ibu Dr. drh. Susi Soviana, M.Si,
Bapak Dr. drh. M. Amin, M.Sc yang selama ini telah memberikan ilmunya, juga
kepada para staf di Jurusan Parasitologi dan Entomologi Kesehatan (PEK) Ibu
Juju, Pak Heri, Alm. Pak Yunus, Pak Priyono, Bu Een dan Mas Budi Santoso
yang selama ini telah membantu penulis menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan.
Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kementrian Riset dan
Teknologi yang telah membiayai kuliah serta rekan-rekan kerja di Laboratorium
Pengendalian Serangga Hama dan Biodegradasi UPT Balai Litbang Biomaterial
LIPI yang telah banyak membantu selama penelitian ini. Seluruh keluarga tercinta
yang selalu memberikan dorongan moril maupun materiil sehingga penulis
berhasil menyelesaikan penelitian ini.
Tesis ini dapat terselesaikan juga atas dukungan dan dorongan berbagai
pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Oleh karena itu, penulis
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Didi Tarmadi
69
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lebak, 12 Januari 1980, dari ayah Jamsari dan Ibu Hj.
Sonah. Merupakan anak ke empat dari tiga bersaudara. Penulis menikah dengan
Lala Lusiana dan dikarunia dua orang anak bernama Keisya Adzkia Salsabila dan
Aditya Adzka Abimanyu.
Penulis Tamat Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Malingping tahun 1999
dan lulus Sarjana Kehutanan dari Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas
Kehutanan IPB tahun 2004. Kemudian melanjutkan studi ke Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Parasitologi dan Entomologi
Kesehatan tahun 2010.
Penulis bekerja sebagai staf peneliti di UPT Balai Penelitian dan
Pengembangan Biomaterial Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sejak tahun
2004 – sekarang.
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr.drh. Min Rahminiwati, M.Si
Judul Tesis : Aktivitas Larvasida Ekstrak Bintaro (Cerbera manghas)
Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti (Diptera:
Culicidae)
NIM : B252100021
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, M.Si Prof. (R). Dr. Sulaeman Yusuf, M.Agr
Ketua Anggota
Diketahui
Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, M.S Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Halaman
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................................ 1
Perumusan Masalah ..................................................................................... 2
Tujuan Penelitian ......................................................................................... 2
Hipotesa ....................................................................................................... 2
Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3
Halaman
1 Kandungan ekstraktif dari bagian pohon bintaro........................ ……... 25
2 Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak bintaro pengamatan
24 dan 48 jam…...................................................................................... 29
3 Kandungan ekstraktif pada fraksi n-heksan, etil asetat dan fraksi
tidak terlarut……………………………………………………….…. 30
4 Persentase mortalitas larva Ae. aegypti terhadap fraksi n-heksan,
etil asetat dan fraksi tidak …………….……………………..………… 31
5 Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) hasil fraksinasi daging buah
bintaro…………………………………………………………………. 31
6 Kandungan senyawa hasil analisis fitokimia pada ekstrak daging buah
bintaro…………………………………………………………………. 32
7 Persentase mortalitas larva Ae. aegypti terhadap sub fraksi
hasil kromatografi kolom …………………..………………………..... 34
8 Rendemen sub fraksi ………………………………………………......... 34
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Negara dengan resiko penularan dengue tahun 2008 ............................... 5
2 Telur Ae. aegypti ....................................................................................... 7
3 Larva nyamuk Ae. aegypti …………………..…………..……………... 8
4 Pupa nyamuk Ae. aegypti ........................................................................ 9
5 Nyamuk dewasa Ae. aegypti .................................................................... 10
6 Pohon bintaro ............................................................................................ 14
7 Bahan ekstrak dari tanaman bintaro .......................................................... 15
8 Diagram alir proses ekstraksi dan pengujian bioassay ............................. 16
9 Proses ekstraksi ........................................................................................ 17
10 Diagram alir tahapan fraksinasi dan uji bioassay...................................... 18
11 Pengocokan larutan ekstrak dan proses pemisahan larutan ...................... 19
12 Penetesan ekstrak pada plat silica dan chamber KLT ............................... 21
13 Diagram alir proses kromatografi kolom dan uji larvasida....................... 21
14 Proses pemisahan dengan kromatografi kolom dan proses pengeringan
eluen .......................................................................................................... 22
15 Penetesan telur nyamuk Ae. aegypt...................................................... …… 23
16 Pelarutan ekstrak menggunakan stirrer dan inkubasi................................ 24
17 Perbedaan warna dari bahan ekstrak yang diuji pada konsentrasi 1000
ppm ........................................................................................................... 26
18 Persentase mortalitas larva Ae. aegypti terhadap ekstrak kulit batang ..... 26
19 Persentase mortalitas larva Ae. aegypti terhadap ekstrak daging buah ..... 27
20 Persentase mortalitas larva Ae. aegypti terhadap ekstrak kulit buah ……. 27
21 Persentase mortalitas larva Ae. aegypti terhadap ekstrak kulit daun….... 28
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Hasil uji ekstrak metanol kulit batang bintaro terhadap mortalitas larva
Ae. aegypti ................................................................................................ 43
2 Hasil uji ekstrak metanol daging buah bintaro terhadap mortalitas larva
Ae. aegypti................................................................................................. 45
3 Hasil uji ekstrak metanol kulit buah bintaro terhadap mortalitas larva
Ae. aegypti……………………………………………………………… 47
4 Hasil uji ekstrak metanol daun bintaro terhadap mortalitas larva
Ae. aegypti ................................................................................................. 49
5 Hasil uji fraksi n-heksan terhadap mortalitas larva Ae. aegypti ............... 51
6 Hasil uji fraksi etil asetat terhadap mortalitas larva Ae. aegypti .............. 52
7 Hasil uji fraksi tidak terlarut terhadap mortalitas larva Ae. aegypti .......... 53
8 Hasil uji sub fraksi hasil kromatografi kolom terhadap mortalitas larva
Ae. aegypti ................................................................................................. 55
9 Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak kulit batang pada
pengamatan 24 jam ................................................................................... 57
10 Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak kulit batang pada
pengamatan 48 jam ................................................................................... 58
11 Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak daging buah pada
pengamatan 24 jam ................................................................................... 59
12 Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak daging buah pada
pengamatan 48 jam ................................................................................... 60
13 Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak kulit buah pada
pengamatan 24 jam ................................................................................... 61
14 Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak kulit buah pada
pengamatan 48 jam ................................................................................... 62
15 Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak daun pada
pengamatan 24 jam ................................................................................... 63
xxi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pohon ini termasuk ke dalam 50% pohon beracun yang menyebabkan 10% kasus
keracunan di Kerala India (Gaillard et al. 2004). C. manghas memiliki khasiat
sebagai anti kanker (Chang et al. 2000, Wang et al. 2010, Zhao et al. 2011).
Ekstrak biji bintaro dapat menghambat perkembangan serangga hama Eurema spp
(Utami 2010). Tarmadi et al. (2010) melaporkan bahwa ekstrak buah bintaro
sangat efektif terhadap rayap tanah Coptotermes gestroi dan memiliki potensi
untuk dikembangkan sebagai insektisida alami. Disamping itu, ekstrak biji
bintaro bersifat toksik terhadap serangga hama gudang Sitophilus oryzae (Tarmadi
et al. 2012).
Walaupun telah diketahui bahwa bintaro sebagai pohon beracun dan
memiliki aktivitas insektisida tetapi belum ada penelitian mengenai aktivitasnya
sebagai larvasida.
Perumusan Masalah
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
tahun 1998, tercatat 72.133 kasus DBD dengan jumlah kematian 1.414 orang
(Case Fatality Rate (CFR) 2,0%). Dari tahun ke tahun, area sebaran maupun
jumlah kasus DBD cenderung meningkat. Berdasarkan data Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, kejadian DBD lima tahun terakhir semakin
memprihatinkan. Pada tahun 2004 terjadi 79.462 kasus dengan jumlah kematian
957 orang. Tahun 2005, kasus DBD di 32 provinsi mencapai 91.089 kasus,
sebanyak 1.214 orang meninggal dunia (CFR 1,3%). Tahun 2006 korban demam
berdarah mencapai angka yang sangat menakutkan yaitu 114.656 kasus. Laporan
Departemen Kesehatan menyebutkan penyakit demam berdarah sudah menjadi
masalah yang endemik di 33 provinsi dan di 330 kotamadya/kabupaten. Pada
2007, jumlah kasus DBD melonjak menjadi 158.115 kasus dengan 1.599 korban
meningggal dunia, atau tertinggi dalam 10 tahun terakhir, yang menjadikan
Indonesia negara dengan kasus dan kematian akibat DBD terbesar di dunia. DKI
Jakarta tercatat sebagai daerah endemik DBD terbesar yaitu terdapat 31.836 kasus,
sementara tingkat kematian tertinggi yaitu di Jawa Timur sebanyak 372 orang.
Kasus DBD 2001-2007 jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan dekade 1990-
an. Sampai medio Juli 2008, kasus DBD di Indonesia sudah mencapai 73.488
kasus dengan kematian 542 jiwa (CFR 0,74%) (DEPKES 2008).
Penyakit DBD tergolong penyakit yang sangat berbahaya dan termasuk
kategori penyakit sangat menular (WHO 2003). Penyakit ini disebabkan oleh
virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti (WHO 2009). Virus
dengue tergolong genus Flavivirus, famili Flaviridae yang terdiri dari empat
serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 (Seema dan Jain 2005).
Selama masa inkubasi di tubuh manusia (intrinsik) yaitu sekitar 3-14 hari
maka akan timbul gejala awal penyakit secara mendadak, yang ditandai dengan
demam, pusing, myalgia dan berbagai tanda non spesifik lainnya. Nyamuk Ae.
aegypti lebih aktif mencari mangsanya di siang hari di banding nyamuk lain yang
cenderung menyerang manusia pada malam hari. Setelah menggigit tubuh
manusia, perut nyamuk akan terpenuhi darah kira-kira dua hingga empat miligram
atau sekitar 1,5 kali berat badannya (Kristina et al. 2004).
7
Larva. Jentik nyamuk tidak berlengan, dadanya lebih besar dari kepalanya.
Kepalanya berkembang baik dengan sepasang antena dan mata majemuk, serta
sikat mulut yang menonjol. Perutnya terdiri atas 9 ruas yang jelas, dan ruas
terakhir dilengkapi dengan tabung udara (sifon) yang bentuknya silinder (Hadi
dan Koesharto 2006). Stadium larva mengalami empat fase larva yaitu instar I, II,
III dan instar IV. Perubahan fase instar ditandai dengan proses pergantian kulit
(Bates 1970). Antena larva Ae. aegypti kira-kira setengah kepala dan tanpa spikula.
Pada sternit abdomen VIII terdapat sisir (comb) berjumlah 6-12 dan bentuknya
seperti trisula. Siphon berpigmen sedang dengan siphonal index sekitar 1.8-2.5
dan acus tidak berkembang. Pecten memiliki 8-22 gigi (Becker at al. 2003).
Waktu stadium larva berkisar 4-8 hari, persentase larva menjadi pupa mencapai
87.7% pada suhu 24-250C, 98.5% pada suhu 26-270C, 97.2% pada suhu 29-300C,
87.6% pada suhu 32-330C dan 74.2% pada suhu 34-350 (Mohammed dan Cadee
2011).
Pupa. Mendekati ekdisi akhir atau pupa larva menjadi gemuk. Larva
cenderung berhenti makan dan tetap saat istirahat di permukaan. Ketika pertama
kali muncul, pupa berwarna putih, tetapi dalam waktu singkat menunjukkan
perubahan pigmen (Christoper 1960). Pupa nyamuk bergerak aktif seperti
kebanyakan pupa serangga lainnya (Bates 1970). Pupa nyamuk berbentuk seperti
koma, kepala dan dadanya bersatu dilengkapi dengan sepasang trompet
pernapasan. Stadium pupa tidak makan dan bila terganggu, pupa akan bergerak
9
naik turun di dalam wadah air. Dalam kurun waktu lebih dari dua hari dari pupa
akan munculah nyamuk dewasa (Hadi dan Koesharto 2006).
Proses Ekstraksi
harus bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen bahan, pelarut
harus mempunyai titik didih yang seragam, harga pelarut harus serendah mungkin
dan tidak mudah terbakar (Guenther 1988)
Menurut Kristanti et al. (2006) berdasarkan bentuk campuran yang
diekstraksi, dapat dibedakan dua macam ekstraksi yaitu:
1. Ekstraksi padat-cair jika substansi yang diekstraksi terdapat didalam
campuran yang berbentuk padat. Proses ini paling banyak ditemukan dalam
usaha mengisolasi suatu substansi yang terkandung di dalam suatu bahan
alam.
2. Ekstraksi cair-cair jika substansi yang diekstraksi terdapat didalam
campuran yang berbentuk cair.
Berdasarkan proses pelaksanaannya, ekstraksi dapat dibedakan sebagai
berikut:
1. Ekstraksi yang berkesinambungan (continous extraction)
Dalam ekstraksi ini pelarut yang sama dipakai berulang-ulang sampai
proses ekstraksi selesai
2. Ekstraksi bertahap (bath extraction)
Dalam ekstraksi ini setiap tahap ekstraksi selalu dipakai pelarut yang baru
sampai proses ekstraksi selesai
Ekstraksi dapat dikerjakan dengan pelarut organik seperti eter, aseton,
benzena, etanol, diklorometana atau campuran larutan tersebut (Achmadi 1990).
Menurut Kristanti et al. (2006) maserasi adalah suatu contoh metode ekstraksi
padat-cair bertahap yang dilakukan dengan jalan membiarkan padatan terendam
dalam suatu pelarut. Proses perendaman dalam usaha mengekstraksi suatu
substansi dari bahan alam ini bisa dilakukan tanpa pemanasan (suhu kamar),
dengan pemanasan atau bahkan pada titik didih. Sesudah disaring, tidak terlarut
dapat diekstraksi kembali menggunakan pelarut yang baru. Pelarut yang baru
dalam hal ini tidak berarti harus berbeda zat dengan pelarut yang terdahulu, tetapi
bisa berasal dari pelarut yang sama. Proses ini bisa diulang beberapa kali sesuai
kebutuhan.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses ekstraksi menurut Yuliani
dan Rusli (2003) adalah sebagai berikut: persiapan bahan, pemilihan pelarut,
12
metode ekstraksi, proses penyaringan, dan proses pemekatan. Bahan yang akan
diekstraksi sebelumnya dikeringkan terlebih dahulu, pengeringan tanaman yang
digunakan untuk pestisida nabati sebaiknya sampai kadar air mencapai 10 %
dengan suhu kurang dari 50 ºC agar bahan aktif yang terkandung tidak rusak.
Sebelum ekstraksi bahan perlu dikeringkan agar tidak terlalu banyak terjadi
perubahan kimia dan suhu rendah bertujuan agar komponen tertentu yang
diinginkan tidak rusak selama ekstraksi.
indica (Atawodi 2009), Carica papaya (Ahmad et al. 2011), dan lidah buaya
(Subramaniam et al. 2012) memiliki aktivitas yang tinggi terhadap larva nyamuk
Ae. aegypti. Komponen flavonoid Poncirus trifoliate juga memiliki pengaruh
terhadap mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti (Rajkumar dan Jebanesan 2008).
Ekstrak benzen fraksi daun Citrullus vulgaris Schrad lebih efektif terhadap larva
nyamuk A.stephensi daripada A. aegypti (Mulaii et al. 2008).
Tarmadi et al. (2010) menunjukkan ekstrak buah bintaro sangat efektif terhadap
rayap tanah Coptotermes gestroi dan memiliki potensi untuk dikembangkan
sebagai insektisida alami. Disamping itu, ekstrak buah bintaro bersifat racun
terhadap serangga hama gudang Sitophilus oryzae (Tarmadi et al. 2012).
Bahan ekstrak yang digunakan yaitu daun, kulit batang, kulit buah dan
daging buah bintaro yang diperoleh dari sekitar Bogor. Daun yang digunakan
yaitu daun yang sudah tua. Kulit batang diambil dari bagian batang bebas cabang
dari pohon bintaro yang sudah masak tebang dengan diameter 20 – 30 cm. Kulit
buah diambil dari buah yang sudah tua (berwarna ungu kemerahan dan hijau tua).
Daging buah yang digunakan berasal dari buah yang sudah tua. Bagian daging
buah diambil dengan cara membelah buah menggunakan gergaji mesin.
A B
C D
Gambar 7. Bahan ekstrak dari tanaman bintaro: daun (A), kulit batang (B),
kulit buah (C), daging buah (D)
16
Serangga Uji
Uji bioassay menggunakan larva instar III-IV nyamuk Ae. aegypti yang
merupakan hasil rearing insektarium Laboratorium Parasitologi dan Entomologi
Kesehatan FKH IPB.
Metode penelitian
Prosedur Ekstraksi
Daun, kulit batang, kulit buah dan daging buah bintaro terlebih dahulu
dikeringkan dan dihaluskan menjadi serbuk dengan ukuran 40 mesh. Masing-
masing serbuk diekstrak dengan pelarut metanol dengan metode maserasi.
Ekstraksi dilakukan sampai berwarna bening. Ekstrak metanol diperoleh dengan
menyaring residu dengan ekstraknya menggunakan kertas saring Whatman.
Larutan ekstrak dievaporasi menggunakan rotavapor pada suhu 40 oC kemudian
dikeringkan di atas waterbath untuk mendapatkan ekstrak kering.
Metanol
Larutan ekstrak
metanol
Evaporasi
Ekstrak kering
Uji larvasida
Ekstrak terbaik
A B
C D
Gambar 9. Proses ekstraksi: ekstraksi menggunakan metode maserasi (A),
penyaringan larutan ekstrak (B), larutan ekstrak hasil penyaringan
(C), evaporasi (D).
Prosedur Fraksinasi
Tahap fraksinasi dilakukan hanya pada bagian ekstrak bintaro yang paling
tinggi aktivitasnya terhadap larva nyamuk Ae. aegypti. Sebanyak 175 gram
ekstrak kering hasil ekstraksi kemudian ditambahkan aquades sampai diperoleh
300 ml ekstrak. Ekstrak kemudian dimasukkan dalam corong pisah 1000 ml dan
diekstraksi dengan pelarut berikutnya yaitu n-heksana sebanyak 300 ml (1:1).
Ekstrak dalam corong pisah dikocok agar aquades dan n-heksana berinterksi lalu
diamkan beberapa saat sampai ada pemisahan yang jelas antara kedua pelarut.
Pada tahap ini diperoleh fraksi terlarut n-heksana dan tidak terlarutnya. Fraksi
tidak terlarut diekstraksi kembali dengan pelarut berikutnya yaitu etil asetat.
18
Tahap ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh ekstrak n-heksana dan etil
asetat yang jernih. Larutan ekstrak hasil fraksinasi kemudian dievaporasi
menggunakan rotavapor pada suhu 40 oC kemudian dikeringkan di atas waterbath
untuk mendapatkan ekstrak kering. Rendemen tiap ekstrak dihitung dengan
rumus:
dimana:
BKA = Berat kering ekstrak padat yang diperoleh (gram)
BKS = Berat kering serbuk yang diekstraksi (gram)
n-heksan
Uji larvasida
Fraksi aktif
A B
Gambar 11. Pengocokan larutan ekstrak dalam corong pisah (A), proses
pemisahan larutan (B)
Penapisan Fitokimia
diperoleh spot yang pekat. Plat KLT dimasukkan dalam bejana kromatografi.
Setelah pelarut mencapai batas atas KLT (0.5 cm dari tepi atas) lalu pelat KLT
diangkat. Spot yang terbentuk diamati dengan sinar UV 254 nm dan serium sulfat.
Selanjutnya Eluen terbaik akan digunakan pada kromatografi kolom.
A B
Gambar 12. Penetesan ekstrak pada plat silica (A), chamber KLT (B)
Kromatografi Kolom
Kolom dipasang pada statif secara tegak lurus. Bagian dasar kolom
dimasukkan glass wol secukupnya dan diatas glass wol dimasukkan Sea sand
sebagai penahan glass wol. Eluen dimasukkan dalam kolom sebanyak 1/3 bagian
kolom. Silika dilarutkan dalam eluen hingga menjadi bubur silika. Bubur silika
dimasukkan dalam kolom sedikit demi sedikit. Cerat kolom dibuka dan dialirkan
eluen sampai diperoleh silika yang homogen di dalam kolom. Ekstrak
dihomogenkan dengan cellite dan dimasukkan dalam kolom. Ekstrak yang keluar
dari kolom ditampung tiap 20 ml dalam botol. Senyawa dalam tiap botol dilihat
spotnya dengan KLT, Senyawa yang memiliki nilai R f yang sama disatukan
menjadi satu fraksi.
Gambar 13. Diagram alir proses kromatografi kolom dan uji larvasida
22
A B
Gambar 14. Proses pemisahan dengan kromatografi kolom (A)
dan proses pengeringan eluen (B)
Uji Bioassay
A B
Analisis Data
Uji statistik menggunakan SPSS 10.0 dan minitab 14. Analisis data
menggunakan uji ANOVA. Uji lanjut menggunakan uji Least Significant
Difference (LSD) untuk mengetahui kelompok perlakuan yang paling berbeda.
Penentuan konsentrasi efektif LC 50 , LC 90 menggunakan EPA Probit Analysis
Program Versi 1.5.
25
Kandungan ekstrak terbanyak pada pohon bintaro diperoleh dari kulit buah
yaitu sebesar 12,98 % sedangkan kandungan terendah diperoleh dari ekstrak daun
yaitu sebesar 8,46 % (Tabel 1). Banyaknya kandungan ekstrak dalam suatu
bagian pohon tidak berbanding lurus dengan tingkat aktivitasnya, tetapi tingkat
aktivitas lebih ditentukan oleh senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak
tersebut.
Tabel 1. Kandungan ekstraktif dari bagian pohon bintaro
Hasil Uji Larvasida Ekstrak Kulit Batang, Daging Buah, Kulit Buah,
dan Daun Bintaro
A B C D
Gambar 17. Perbedaan warna dari bahan ekstrak yang diuji pada kosentrasi 1000
ppm: kulit batang (A), daun (B), daging buah (C), kulit buah (D)
100
Tingkat mortalitas larva (%)
90 5000 ppm
80 4000 ppm
70 3000 ppm
60
50 2000 ppm
40 1000 ppm
30 500 ppm
20
250 ppm
10
0 100 ppm
0 6 12 24 48 50 ppm
Gambar 18. Persentase mortalitas larva Ae. aegypti terhadap esktrak kulit batang
Dari Gambar diatas terlihat bahwa ekstrak metanol kulit batang bintaro
hampir tidak memiliki aktivitas terhadap mortalitas larva Ae. aegypti pada
konsentrasi 1000 ppm ke bawah. Aktivitas larvasida baru terlihat pada konsentrasi
2000 ppm ke atas. Aktivitas tertinggi terjadi pada konsentrasi 5000 ppm dengan
tingkat mortalitas larva sebesar 96,8% pada pengamatan ke-48 jam. Hal ini
mengindikasikan bahwa senyawa yang bersifat toksik terhadap larva hanya sedikit
terkandung dalam kulit bintaro sehingga untuk memberikan tingkat mortalitas
27
larva membutuhkan konsentrasi yang besar. Hal yang sangat berbeda terlihat pada
uji bioassay dari ekstrak daging buah (Gambar 19).
100
Tingkat mortalitas larva (%) 90 5000 ppm
80 4000 ppm
70
3000 ppm
60
50 2000 ppm
40 1000 ppm
30 500 ppm
20 250 ppm
10
100 ppm
0
0 6 12 24 48 50 ppm
Air + tween 0.5 ml
Waktu pengamatan (jam)
Gambar 19. Persentase mortalitas larva Ae. aegypti terhadap esktrak daging buah
100
Tingkat mortalitas larva (%)
90 5000 ppm
80 4000 ppm
70
3000 ppm
60
50 2000 ppm
40 1000 ppm
30 500 ppm
20
250 ppm
10
0 100 ppm
0 6 12 24 48 50 ppm
air + tween 0.5 ml
Waktu pengamatan (jam)
Gambar 20. Persentase mortalitas larva Ae. aegypti terhadap ekstrak kulit buah
28
Aktivitas larvasida ekstrak metanol kulit buah (Gambar 20) dan daun
(Gambar 21) hampir sama dengan ekstrak metanol kulit batang yaitu
menunjukkan aktivitas yang rendah. Pada ekstrak metanol kulit buah konsentrasi
1000 ppm hanya memberikan rata-rata persentase mortalitas larva sebesar 21,6%
dan pada ekstrak metanol daun bintaro sebesar 13,6 %. Walaupun demikian,
hampir pada semua bahan ekstrak yang diuji memiliki pola yang seragam.
Semakin tinggi konsentrasi maka rata-rata persentase mortalitas larva juga
meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa mortalitas yang lebih tinggi bisa dicapai
oleh ekstrak metanol kulit batang, kulit buah dan daun bintaro dengan konsentrasi
yang tinggi. Menurut Yang et al. (2004) ekstrak Cinnamomum cassia, buah
Illicium verum, buah Zanthoxylum piperitum, dan rimpang Kaempferia pada
konsentrasi 100 ppm menyebabkan mortalitas larva Ae. aegypti > 90%,
sedangkan buah Piper nigrum menyebabkan mortalitas larva Ae. aegypti 100%
pada konsentrasi 5 ppm.
100
Tingkat mortalitas larva (%)
90 5000 ppm
80 4000 ppm
70 3000 ppm
60
50 2000 ppm
40 1000 ppm
30 500 ppm
20
250 ppm
10
0 100 ppm
0 6 12 24 48 50 ppm
Waktu pengamatan (jam) air + tween 0.5 ml
Gambar 21. Persentase mortalitas larva Ae. aegypti terhadap ekstrak daun
Aktivitas Larvasida Fraksi n-Heksan, Etil asetat dan Fraksi Tidak Terlarut
dengan ekstrak kulit batang, kulit buah dan daun. Oleh karena itu tahapan
fraksinasi dilakukan dari ekstrak daging buah. Agar didapatkan rendemen yang
cukup banyak maka kembali dilakukan ekstraksi dengan menggunakan metode
maserasi. 2000 mg serbuk kering daging buah bintaro kemudian diekstraksi dan
dihasilan 210,97 gram ekstrak kering. Kemudian sebanyak 175 gram ekstrak
metanol daging buah dipartisi dengan menggunakan dua pelarut dengan tingkat
kepolaran yang berbeda yaitu pelarut n-heksan (pelarut non polar) dan etil asetat
(semi polar). Hal ini dilakukan untuk memisahkan senyawa yang bersifat non
polar dan semi polar. Dari hasil fraksinasi didapatkan tiga fraksi yaitu fraksi n-
heksan, fraksi etil asetat dan fraksi tidak terlarut. Kandungan zat ekstraktif hasil
partisi disajikan pada Tabel 3. Hasil ekstrak yang diperoleh dipengaruhi oleh sifat
– sifat bahan alam dan bahan yang diekstraksi. Metode ekstraksi padat-cair
menghasilkan ekstraksi yang lebih sempurna (Kristanti et al. 2006). Dari hasil
tahapan fraksinasi diketahui bahwa zat ekstraktif dari daging buah bintaro lebih
banyak terlarut pada pelarut polar.
Tabel 3. Kandungan ekstraktif pada fraksi n-heksan, etil asetat dan fraksi tidak
terlarut
Kandungan zat ekstraktif
Jenis Fraksi Berat(g) Rendemen (%)
Fraksi terlarut n-heksana 45,48 25.99
Fraksi terlarut etil asetat 13,05 7.46
Fraksi tidak terlarut 116,47 66.55
Aktivitas larvasida dari ketiga fraksi yaitu fraksi n-heksan, fraksi etil asetat
dan fraksi tidak terlarut memiliki nilai yang berbeda. Fraksi n-heksan
menyebabkan mortalitas larva 100% pada konsentrasi 1000 ppm sampai dengan
48 jam pengamatan (Tabel 4). Aktivitas tersebut kemudian menurun pada
konsentrasi 500 ppm yaitu sebesar 81,6%. Sedangkan pada konsentrasi 100 ppm
dan 50 ppm menyababkan mortalitas larva di bawah 50%.
31
Tabel 4. Persentase mortalitas larva Ae. aegypti terhadap fraksi n-heksan, etil
asetat dan fraksi tidak terlarut terhadap mortalitas larva Ae. agypti
Fraksi etil asetat memiliki aktivitas yang sangat tinggi terhadap larva Ae.
aegypti. Pada konsentrasi 1000 ppm menyebabkan tingkat mortalitas larva 100 %
dalam waktu 1 jam. Pada konsentrasi 500 ppm menyebabkan mortalitas 100 %
selama 6 jam. Pada konsentrasi 250 ppm, mortalitas larva 100% mampu dicapai
sampai dengan 24 jam pengamatan. Aktivitas tersebut kemudian menurun pada
konsentrasi 100 ppm dan 50 ppm yang mencapai 88,8 % dan 69,6%.
Tabel 5. Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) hasil fraksinasi daging buah bintaro
Analisis Fitokimia
Tabel 6. Kandungan senyawa hasil analisis fitokimia pada ekstrak daging buah
bintaro
Kelompok senyawa
Jenis ekstrak
Saponin, alkaloid, flavonoid, triterfenoid
Ekstrak metanol
glikosida, steroid
Saponin, alkaloid, flavonoid, triterfenoid
Fraksi n-hexan
glikosida
Alkaloid, flavonoid, triterfenoid, steroid,
Fraksi etil asetat
glikosida
Tabel 7. Persentase mortalitas larva Ae. aegypti terhadap sub fraksi hasil
kromatografi kolom
Dari hasil KLT diketahui bahwa sub fraksi 1, 7 dan 10 masih memiliki 3
spot. Hal yang sama juga terjadi pada fraksi 5, 6, 8, 9. Hal ini menunjukkan
35
1. Daging buah memiliki daya bunuh paling tinggi terhadap larva Ae. aegypti
dibandingkan dengan kulit batang, kulit buah dan daun.
2. Fraksi etil asetat memiliki daya bunuh paling tinggi terhadap larva Ae.
aegypti dibandingkan dengan fraksi n-heksan dan fraksi tidak terlarut
dengan nilai LC 50 34,6 ppm dan LC 90 95,1 ppm.
3. Dari 10 sub fraksi yang dihasilkan dari fraksi etil asetat ekstrak daging
buah diperoleh 3 sub fraksi yang memiliki potensi untuk dikembangkan
yaitu sub fraksi 1, 7 dan 10.
Saran
Perlu penelitian lanjutan untuk mengetahui kandungan senyawa yang
terkandung dalam fraksi 1, 7 dan 10.
38
39
DAFTAR PUSTAKA
Astuti EP. 2008. Efektivitas minyak buah Kamandarah (Croton tiglium) dan Jarak
Pagar (Jatropha curcas) sebagai larvasida, anti-oviposisi dan ovisida
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Tesis). Bogor : Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Atawodi SE. 2009. Azadirachta indica (neem): a plant of multiple biological and
pharmacological activities. Phytochem Rev 8:601–620.
Chang LC, Joell JG, Krishna PL, Lumonadio L, Norman RF, John MP, A.
Douglas K. 2000. Activity-Guided Isolation of Constituents of Cerbera
manghas with Antiproliferative and Antiestrogenic Activities. Bioorganic
& Medicinal Chemistry Letters 10: 2431-2434.
Christopers SSR. 1960. Aedes aegypti (L) The Yellow Fever Mosquito.
Cambridge at University Press. London.
Gubler DJ. 1997. Dengue and Dengue Haemorragic Fever. Dengue Bulletin Vol.
21. US Department of Health and Human Services.
Katade, Puspha VP, Radika DW, Nirmala. 2006. Sterculia guttata seeds
extractive-an affective mosquito larvacidea. Ind J Experimental Biology
44:662-665.
Pungitorea CR, Garcıa M, Gianelloa JC, Sosab ME, Tonn CE. 2005. Insecticidal
and antifeedant effects of Junellia aspera (Verbenaceae) triterpenes and
derivatives on Sitophilus oryzae (Coleoptera: Curculionidae). J Stored
Products Research 41: 433–443.
Siddiqui BS, Afshan F, Faizi S, Naeem UHNS, Tariq RM. 2002. Two new
triterpenoids from Azadirachta indica and their insecticidal activity. J Nat
Prod 65(8):1216–1218
Wang GF, Yue WG, Bo F, Liang L, Cai GH, Bing HJ. 2010. Tanghinigenin from
seeds of Cerbera manghas L. induces apoptosis in human promyelocytic
leukemia HL-60 cells. Environmental Toxicology and Pharmacology 30:
31–36.
[WHO]. World Health Organzation. 2004. Prevention and control of dengue and
dengue haemorrhagic fever.
[WHO]. World Health Organzation. 2005. Guidelines for laboratory and field
testing of mosquito larvicides. World Healt Organization Communicable
Desease Control, Prevention and Eradication WHO Pesticides Evaluation
Scheme. WHO/CDS/WHOPES/GCDPP/2005.13
Yuliani S dan Rusli S. 2003. Ekstraksi Pestisida Nabati. Bogor : Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat
Zhao Q, Yuewei G, Bo F, Liang L, Caiguo H, Binghua J. 2011. Neriifolin from
seeds of Cerbera manghas L. induces cell cycle arrest and apoptosis in
human hepatocellular carcinoma HepG2 cells. Fitoterapia 82: 735–741.
43
Lampiran 1. Hasil uji ekstrak metanol kulit batang bintaro terhadap mortalitas
larva Ae. aegypti
% Mortalitas
Konsentrasi
Ulangan Waktu pengamatan (jam)
(ppm)
6 12 24 48
1 48 64 88 96
2 40 72 84 96
3 40 68 88 100
5000
4 44 72 88 96
5 44 68 84 96
Rata-rata 43,2 68,8 86,4 96,8
1 36 48 64 92
2 32 48 64 88
3 40 44 60 92
4000
4 32 52 64 84
5 28 40 60 92
Rata-rata 33,6 46,4 62,4 89,6
1 12 24 44 48
2 20 24 40 52
3 12 28 44 52
3000
4 24 28 48 48
5 16 28 44 52
Rata-rata 16,8 26,4 44 50,4
1 4 4 8 16
2 4 12 12 20
3 8 8 16 16
2000
4 4 4 16 20
5 0 8 12 12
Rata-rata 4 7,2 12,8 16,8
1 0 12 12 12
2 0 0 4 12
3 4 4 4 12
1000
4 0 8 8 8
5 0 8 12 16
Rata-rata 0,8 6,4 8 12
1 0 0 8 8
2 0 4 4 4
3 0 4 4 8
500 4 0 0 4 8
5 4 4 8 12
1 0 0 0 4
2 0 0 4 4
3 0 0 0 4
250
4 0 0 4 4
5 0 4 4 8
Rata-rata 0 0,8 2,4 4,8
1 0 0 4 4
2 0 0 0 4
3 0 0 0 4
100
4 0 0 4 4
5 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 1,6 3,2
1 0 0 0 0
2 0 0 0 0
3 0 0 0 4
50
4 0 4 4 4
5 0 0 4 4
Rata-rata 0 0,8 1,6 2,4
1 0 0 0 0
2 0 0 0 0
Air + tween 3 0 0 0 4
0.5 ml 4 0 0 4 0
5 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 0,8 0,8
45
Lampiran 2. Hasil uji ekstrak metanol daging buah bintaro terhadap mortalitas
larva Ae. aegypti
% Mortalitas
Konsentrasi
Ulangan Waktu pengamatan (jam)
(ppm)
6 12 24 48
1 100 100 100 100
2 100 100 100 100
3 100 100 100 100
5000
4 100 100 100 100
5 96 100 100 100
Rat-rata 99,2 100 100 100
1 92 100 100 100
2 92 100 100 100
3 92 100 100 100
4000
4 96 100 100 100
5 92 100 100 100
Rata-rata 92,8 100 100 100
1 80 96 100 100
2 76 92 100 100
3 80 92 100 100
3000
4 76 96 100 100
5 76 92 100 100
Rata-rata 77,6 93,6 100 100
1 52 56 68 100
2 48 60 72 100
3 56 60 68 96
2000
4 52 64 76 100
5 48 60 76 92
Rata-rata 51,2 60 72 97,6
1 12 12 60 96
2 24 56 72 88
3 32 32 72 88
1000
4 24 40 64 84
5 16 40 68 80
Rata-rata 21,6 36 67,2 87,2
1 4 12 24 36
2 8 4 36 36
3 12 12 16 28
500 4 4 16 20 28
5 4 12 32 40
1 0 4 12 12
2 0 8 8 8
3 0 4 4 8
250
4 4 4 4 4
5 4 8 8 8
Rata-rata 1,6 5,6 7,2 8
1 4 4 4 8
2 4 4 4 4
3 0 0 4 4
100
4 0 4 4 8
5 0 0 0 8
Rata-rata 1,6 2,4 3,2 6,4
1 0 0 0 8
2 0 4 4 4
3 0 0 0 4
50
4 0 0 0 4
5 4 4 4 4
Rata-rata 0,8 1,6 1,6 4,8
1 0 0 0 0
2 0 0 0 0
air + tween 3 0 0 0 4
0.5 ml 4 0 0 4 0
5 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 0,8 0,8
47
Lampiran 3. Hasil uji ekstrak metanol kulit buah bintaro terhadap mortalitas larva
Ae. aegypti
% Mortalitas
Konsentrasi
Ulangan Waktu pengamatan (jam)
(ppm)
6 12 24 48
1 28 44 56 72
2 28 40 56 76
3 24 40 60 80
5000
4 24 44 60 80
5 24 40 56 72
Rata-rata 25,6 41,6 57,6 76
1 24 40 56 60
2 20 44 48 56
3 24 40 48 60
4000
4 16 36 44 56
5 12 40 44 56
Rata-rata 19,2 40 48 57,6
1 12 20 24 44
2 16 16 28 44
3 8 16 24 48
3000
4 12 16 24 44
5 12 20 28 40
Rata-rata 12 17,6 25,6 44
1 4 8 24 32
2 8 12 16 36
3 4 16 20 36
2000
4 8 12 16 28
5 8 12 16 28
Rata-rata 6,4 12 18,4 32
1 4 4 12 20
2 0 4 16 20
3 0 0 8 24
1000
4 0 4 12 24
5 0 0 16 20
Rata-rata 0,8 2,4 12,8 21,6
1 0 4 4 12
2 4 4 8 12
3 0 4 4 4
500 4 0 0 4 8
5 0 0 4 8
1 0 0 4 8
2 0 0 0 0
3 0 0 4 4
250
4 0 0 4 8
5 0 0 0 4
Rata-rata 0 0 2,4 4,8
1 0 0 0 0
2 0 0 4 4
3 0 0 0 4
100
4 0 0 4 4
5 0 0 0 4
Rata-rata 0 0 1,6 3,2
1 0 0 0 4
2 0 0 0 0
3 0 0 0 0
50
4 0 0 0 4
5 0 0 0 4
Rata-rata 0 0 0 2,4
1 0 0 0 0
2 0 0 0 0
Air + tween 3 0 0 0 4
0.5 ml 4 0 0 4 0
5 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 0,8 0,8
49
Lampiran 4. Hasil uji ekstrak metanol daun bintaro terhadap mortalitas larva Ae.
aegypti
% Mortalitas
Konsentrasi
Ulangan Waktu pengamatan (jam)
(ppm)
6 12 24 48
1 20 24 48 60
2 28 32 48 56
3 20 28 56 64
5000
4 20 28 60 64
5 16 20 48 56
Rata-rata 20,8 26,4 52 60
1 12 20 40 52
2 8 12 40 48
3 12 16 44 44
4000
4 12 20 40 48
5 12 16 44 44
Rata-rata 11,2 16,8 41,6 47,2
1 4 12 24 32
2 8 12 24 32
3 4 16 28 36
3000
4 8 12 28 40
5 12 12 32 40
Rata-rata 7,2 12,8 27,2 36
1 4 12 20 20
2 0 8 16 24
3 8 8 20 24
2000
4 8 8 20 28
5 8 12 16 28
Rata-rata 5,6 9,6 18,4 24,8
1 0 8 8 8
2 0 4 8 16
3 4 8 12 16
1000
4 0 4 4 12
5 8 8 12 16
Rata-rata 2,4 6,4 8,8 13,6
1 0 0 4 12
2 0 0 4 8
3 0 8 8 8
500 4 4 4 4 4
5 0 0 0 4
1 0 0 0 0
2 0 0 4 4
3 0 4 4 8
250
4 0 0 4 4
5 4 4 4 0
Rata-rata 0,8 1,6 3,2 3,2
1 0 0 4 4
2 0 4 4 4
3 0 0 0 0
100
4 0 0 0 0
5 0 0 8 8
Rata-rata 0 0,8 3,2 3,2
1 0 0 0 0
2 0 0 0 0
3 0 0 0 0
50
4 0 4 4 4
5 0 0 0 4
Rata-rata 0 0,8 0,8 1,6
1 0 0 0 0
2 0 0 0 0
Air + tween 3 0 0 0 4
0.5 ml 4 0 0 4 0
5 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 0,8 0,8
51
Lampiran 5. Hasil uji fraksi n-heksan terhadap mortalitas larva Ae. aegypti
% Mortalitas
Konsentrasi
Ulangan Waktu pengamatan (jam)
(ppm)
6 12 24 48
1 16 40 76 100
2 8 56 88 100
3 12 56 68 100
1000
4 8 60 80 100
5 8 56 88 100
Rata-rata 10,4 53,6 80 100
1 4 28 64 80
2 4 40 56 80
3 0 40 64 84
500
4 8 24 52 80
5 4 36 68 84
Rata-rata 4 33,6 60,8 81,6
1 4 4 16 60
2 4 20 24 68
3 0 20 20 68
250
4 0 8 16 56
5 4 4 28 72
Rata-rata 2,4 11,2 20,8 64,8
1 4 4 12 44
2 0 8 8 52
3 4 8 8 56
100
4 0 0 8 52
5 0 8 12 44
Rata-rata 1,6 5,6 9,6 49,6
1 0 4 8 36
2 0 0 8 40
3 4 4 4 44
50
4 0 4 4 36
5 0 4 4 36
Rata-rata 0,8 3,2 5,6 38,4
1 0 0 0 0
2 0 0 0 4
Air + 3 0 0 0 0
tween 4 0 0 0 0
5 0 0 0 4
Rata-rata 0 0 0 1,6
52
Lampiran 6. Hasil uji fraksi etil asetat terhadap mortalitas larva Ae. aegypti
% Mortalitas
Konsentrasi
Ulangan Waktu pengamatan (jam)
(ppm)
6 12 24 48
1 100 100 100 100
2 100 100 100 100
3 100 100 100 100
1000
4 100 100 100 100
5 100 100 100 100
Rata-rata 100 100 100 100
1 96 100 100 100
2 96 96 100 100
3 92 96 100 100
500
4 96 100 100 100
5 92 96 100 100
Rata-rata 94,4 97,6 100 100
1 80 92 100 100
2 88 88 100 100
3 80 84 100 100
250
4 88 96 100 100
5 84 88 100 100
Rata-rata 84 89,6 100 100
1 24 36 64 88
2 20 40 80 92
3 24 40 72 92
100
4 40 44 76 88
5 40 48 72 84
Rata-rata 29,6 41,6 72,8 88,8
1 12 12 12 64
2 12 16 36 72
3 24 24 36 72
50
4 16 20 24 76
5 12 12 24 64
Rata-rata 15,2 16,8 26,4 69,6
1 0 0 0 0
2 0 0 0 4
Air + 3 0 0 0 0
tween 4 0 0 0 0
5 0 0 0 4
Rata-rata 0 0 0 1,6
53
Lampiran 7. Hasil uji fraksi tidak terlarut terhadap mortalitas larva Ae. aegypti
% Mortalitas
Konsentrasi
Ulangan Waktu pengamatan (jam)
(ppm)
6 12 24 48
1 0 4 4 8
2 0 0 4 12
3 4 4 8 16
1000
4 0 8 8 16
5 0 0 0 12
Rata-rata 0,8 3,2 4,8 12,8
1 4 4 8 8
2 0 4 4 8
3 0 8 8 12
500
4 0 0 4 4
5 0 0 0 4
Rata-rata 0,8 3,2 4,8 7,2
1 0 4 4 8
2 0 0 4 8
3 0 0 0 4
250
4 0 0 0 0
5 0 0 0 4
Rata-rata 0 0,8 1,6 4,8
1 0 0 0 0
2 0 0 4 4
3 0 4 4 4
100
4 0 0 0 4
5 0 0 0 0
Rata-rata 0 0,8 1,6 2,4
1 0 0 0 4
2 0 4 4 4
3 0 0 0 0
50
4 0 0 0 0
5 0 0 0 0
Rata-rata 0 0,8 0,8 1,6
1 0 0 0 0
2 0 0 0 4
Air + 3 0 0 0 0
tween 4 0 0 0 0
5 0 0 0 4
Rata-rata 0 0 0 1,6
54
55
Lampiran 8. Hasil uji sub fraksi hasil kromatografi kolom terhadap mortalitas
larva Ae. aegypti
% Mortalitas
Sub
Ulangan Waktu pengamatan (jam)
fraksi
6 12 24 48
1 100 100 100 100
2 100 100 100 100
3 100 100 100 100
1
4 100 100 100 100
5 100 100 100 100
Rata-rata 100 100 100 100
1 36 52 72 80
2 36 52 80 88
3 32 44 72 80
2
4 36 52 64 80
5 36 52 72 80
Rata-rata 35,2 50,4 72 81,6
1 28 52 60 88
2 32 44 68 92
3 36 52 64 76
3
4 44 52 64 80
5 36 52 64 76
Rata-rata 35,2 50,4 64 82,4
1 12 32 52 72
2 8 36 56 72
3 28 40 52 68
4
4 24 28 56 72
5 8 36 56 72
Rata-rata 16 34,4 54,4 71,2
1 12 28 44 72
2 16 28 52 64
3 12 32 44 60
5
4 16 40 44 84
5 12 28 44 72
Rata-rata 13,6 31,2 45,6 70,4
1 40 52 80 100
2 32 40 76 100
3 20 56 72 100
6 4 16 44 76 100
5 20 56 72 100
Lampiran 9. Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak kulit batang pada
pengamatan 24 jam
Proportion
Observed Responding Predicted
Number Number Proportion Adjusted for Proportion
Conc. Exposed Resp. Responding Controls Responding
Lampiran 10. Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak kulit batang bintaro
pada pengamatan 48 jam
Proportion
Observed Responding Predicted
Number Number Proportion Adjusted for Proportion
Conc. Exposed Resp. Responding Controls Responding
Lampiran 11. Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak daging buah bintaro
pada pengamatan 24 jam
Proportion
Observed Responding Predicted
Number Number Proportion Adjusted for Proportion
Conc. Exposed Resp. Responding Controls Responding
Lampiran 12. Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak daging buah bintaro
pada pengamatan 48 jam
Proportion
Observed Responding Predicted
Number Number Proportion Adjusted for Proportion
Conc. Exposed Resp. Responding Controls Responding
Lampiran 13. Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak kulit buah bintaro
pada pengamatan 24 jam
Proportion
Observed Responding Predicted
Number Number Proportion Adjusted for Proportion
Conc. Exposed Resp. Responding Controls Responding
Lampiran 14. Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak kulit buah bintaro
pada pengamatan 48 jam
Proportion
Observed Responding Predicted
Number Number Proportion Adjusted for Proportion
Conc. Exposed Resp. Responding Controls Responding
Lampiran 15. Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak daun bintaro
pada pengamatan 24 jam
Proportion
Observed Responding Predicted
Number Number Proportion Adjusted for Proportion
Conc. Exposed Resp. Responding Controls Responding
Lampiran 16. Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak daun bintaro
pada pengamatan 48 jam
Proportion
Observed Responding Predicted
Number Number Proportion Adjusted for Proportion
Conc. Exposed Resp. Responding Controls Responding
Lampiran 17. Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari fraksi n-heksan pada
pengamatan 24 jam
Proportion
Observed Responding Predicted
Number Number Proportion Adjusted for Proportion
Conc. Exposed Resp. Responding Controls Responding
Lampiran 18. Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) fraksi n-heksan pada pengamatan
48 jam
Proportion
Observed Responding Predicted
Number Number Proportion Adjusted for Proportion
Conc. Exposed Resp. Responding Controls Responding
Lampiran 19. Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) fraksi etil asetat pada
pengamatan 24 jam
Proportion
Observed Responding Predicted
Number Number Proportion Adjusted for Proportion
Conc. Exposed Resp. Responding Controls Responding
Lampiran 20. Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) fraksi etil asetat pada
pengamatan 48 jam
Proportion
Observed Responding Predicted
Number Number Proportion Adjusted for Proportion
Conc. Exposed Resp. Responding Controls Responding