Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, Dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Agresivitas Pajak
Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, Dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Agresivitas Pajak
Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, Dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Agresivitas Pajak
1 Maret 2019
ISSN 2337-7313 e-ISSN 2597-8624
Abstract : This research is using quantitative study aimed to see whether there are influences of
Corporate Social Responsibility Disclosure, Leverage, and Managerial Ownership on Tax
Aggressiveness. In this research, tax aggressiveness is measured using Cash Effective Tax Rates,
corporate social responsibility disclosure is measured using Corporate Social Responsibility Index,
leverage is measured using Debt to Total Assets, and Managerial Ownership is measured using
dummy variable. This research uses consumer goods industry sector in manufacturing companies
listed in Indonesia Stock Exchange for the 2015-2017 financial year. Number of observation of 81
samples obtained through non-probability sampling method is purposive sampling method. Testing
the hypothesis in this study was used Multiple Linear Regression Analysis using SPSS 25 analysis
tool with a significant level of 5% (0,05). The results of these tests indicate that (1) corporate social
responsibility disclosure has a positive significant influence on tax aggressiveness, (2) leverage has
no significant influence on tax aggressiveness, (3) managerial ownership has a negative influence
on tax aggressiveness
Keywords : Tax Aggressiveness, Corporate Social Responsibility Disclosure, Leverage, Managerial
Ownership
55
Wijaya, D. et al./Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, dan …/ Vol.6 No.1 Maret 2019 pp 55 - 76
dibalik itu, tindakan agresivitas pajak yang dan pemeliharaan fasilitas-fasilitas publik
dilakukan perusahaan dipandang oleh yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini
masyarakat sebagai tindakan yang tidak dapat mengubah persepsi masyarakat
bertanggung jawab. Pembayaran pajak terhadap perusahaan menjadi negatif,
yang dilakukan oleh perusahaan dianggap dimana perusahaan tersebut dianggap tidak
oleh masyarakat luas sebagai kontribusi menjalankan Corporate Social
perusahaan dalam membangun Responsibility dengan baik (Ratmono dan
kesejahteraan masyarakat melalui Sagala, 2015).
penyediaan, pembangunan, pengembangan
56
Wijaya, D. et al./Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, dan …/ Vol.6 No.1 Maret 2019 pp 55 - 76
pajak dari PPh pasal 25/29 Badan tahun Corporate Social Responsibility
2016 mengalami penurunan dibandingkan merupakan bentuk tanggung jawab
dengan tahun sebelumnya. Pada tahun perusahaan kepada semua stakeholder-nya
2015, Direktorat Jenderal Pajak menerima dan pajak merupakan salah satu bentuk
total jumlah pajak dari jenis pajak PPh pasal tanggung jawab sosial perusahaan kepada
25/29 Badan sebesar Rp 185,20 Triliun salah satu stakeholder-nya yaitu
namun di tahun 2016 hanya menerima total pemerintah. Perusahaan yang melakukan
jumlah pajak dari PPh 25/29 Badan sebesar tindakan agresivitas pajak dipandang
Rp 172,01 Triliun. Artinya penerimaan sebagai perusahaan yang tidak bertanggung
jenis pajak PPh 25/29 Badan mengalami jawab secara sosial (Lanis dan Richardson,
penurunan sebesar 13,19 Triliun. Yang 2012). Namun disisi lain, banyak
mana penerimaan PPh 25/29 Badan pada perusahaan yang menjadikan kegiatan
tahun 2016 didominasi oleh industri pertanggungjawaban sosialnya sebagai
manufaktur. upaya untuk memanipulasi pajak dengan
Indikasi kasus agresivitas pajak dalih peningkatan kondisi lingkungan,
yang dilakukan oleh industri manufaktur di peningkatan kapasitas SDM, peningkatan
Indonesia telah terjadi beberapa kali. Salah kesejahteraan para pekerja, pemberdayaan
satunya adalah PT. Coca Cola Indonesia ekonomi lokal, dan rehabilitasi lingkungan
(CCI) yang termasuk dalam kelompok (Mumtahanah dan Septiani, 2017).
Coca Cola Company. Menurut Edward Leverage suatu perusahaan juga
Sianipar (2014) selaku perwakilan dapat dikaitkan dengan agresivitas pajak.
Direktorat Jenderal Pajak, menyatakan Leverage merupakan rasio yang
bahwa tahun 2014 PT. Coca Cola Indonesia menunjukkan besarnya modal eksternal
terindikasi melakukan penghindaran pajak yang digunakan untuk membiayai aktivitas
senilai Rp 49,24 Milyar. Kasus ini terjadi operasinya. Apabila perusahaan memiliki
untuk tahun pajak 2002, 2003, 2004, dan sumber dana pinjaman tinggi, maka
2006, dimana berdasarkan hasil perusahaan akan membayar beban bunga
penelusuran Direktorat Jenderal Pajak, yang tinggi kepada kreditur. Dimana beban
Kementerian Keuangan menemukan ada bunga merupakan pengurang laba tahun
pembengkakan biaya yang besar pada berjalan yang akan berdampak pada
tahun-tahun tersebut. Beban biaya ini pengurangan beban pajak dalam satu
antara lain adalah beban iklan produk Coca periode berjalan (Brigham dan Houston,
Cola dalam rentang waktu 2002-2006. Hal 2010 hlm.141). Namun apabila
ini berdampak pada penurunan penghasilan dihubungkan dengan Debt Covenant
kena pajak PT. Coca Cola Indonesia Hypothesis, perusahaan yang memiliki
sebesar Rp 49,24 Miliar dikarenakan tingkat leverage tinggi akan cenderung
adanya perbedaan hasil perhitungan untuk mempertahankan laba periode
penghasilan kena pajak yang dilakukan berjalan dikarenakan perusahaan harus
oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan PT membayar beban bunga yang timbul dan
Coca Cola Indonesia. Hal ini menunjukkan juga mendapatkan pengawasan dari pihak
bahwa masih adanya tindakan agresivitas kreditur. Hal ini akan mempengaruhi beban
pajak yang dilakukan oleh perusahaan- pajak perusahaan dimana perusahaan akan
perusahaan yang ada di Indonesia. tidak agresif terhadap pajak.
Dalam konteks pembangunan, Selain itu juga, kepemilikan
keberhasilan suatu perusahaan tidak hanya manajerial dipandang sebagai salah satu
diukur dari keuntungan bisnis perusahaan, faktor yang dapat mempengaruhi
melainkan juga dilihat dari sejauh mana agresivitas pajak. Kepemilikan manajerial
kepeduliaan perusahaan terhadap aspek merupakan kepemilikan saham oleh pihak
sosial dan lingkungan atau yang dikenal manajemen, dimana pihak manajemen
dengan Corporate Social Responsibility. secara aktif ikut terlibat dalam pengambilan
57
Wijaya, D. et al./Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, dan …/ Vol.6 No.1 Maret 2019 pp 55 - 76
58
Wijaya, D. et al./Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, dan …/ Vol.6 No.1 Maret 2019 pp 55 - 76
pengaruh Leverage terhadap Agresivitas masyarakat dan para pelaku pasar saham
Pajak, dan pengaruh Kepemilikan (Rengganis dan Putri, 2018).
Manajerial terhadap Agresivitas Pajak.
Teori Keagenan
TELAAH LITERATUR Menurut Jensen and Meckling (1976),
Teori Legitimasi Teori Keagenan atau Agency Theory
Pada umumnya organisasi berusaha diartikan sebagai teori yang terkait dengan
untuk menciptakan sebuah sistem nilai kontrak dimana satu atau beberapa orang
perusahaan yang dapat berjalan sesuai (principal) mempekerjakan orang lain
dengan sistem nilai sosial yang lebih besar (agent) untuk melaksanakan sejumlah jasa
dimana organisasi tersebut merupakan dan mendelegasikan wewenang untuk
bagian dari sistem tersebut. Hal ini mengambil keputusan kepada agen
bertujuan agar organisasi tersebut tersebut. Menurut Ross et al (2016,
mendapatkan legitimasi dari masyarakat hlm.10), teori keagenan menjelaskan
guna mempertahankan kelangsungan hubungan yang terjadi antara pemegang
hidupnya. Menurut Dowling dan Pfeffer saham dengan manajemen, dimana
(1975), teori legitimasi didasarkan pada pemegang saham sebagai principal
adanya fenomena kontak sosial antara mempekerjakan orang lain sebagai
sebuah organisasi dan masyarakat, dimana manajemen (agent) yang bertindak untuk
tujuan organisasi harus selaras dengan mewakili kepentingannya. Hubungan yang
nilai-nilai yang ada didalam sebuah terjadi antara pemegang saham (principal)
masyarakat Salah satu bentuk legitimasi dengan manajemen (agent) ini disebut
yang dilakukan oleh organisasi adalah sebagai Agency Relationship sedangkan
aktivitas tanggung jawab sosial atau yang konflik kepentingan yang mungkin terjadi
sering disebut dengan Corporate Social antara pemegang saham (principal) dengan
Responsibility (Ratmono dan Sagala, manajemen (agent) disebut sebagai Agency
2015). Menurut Prasista dan Setiawan Problem.
(2016), teori legitimasi merupakan teori
yang menjelaskan bahwa pengungkapan Teori Akuntansi Positif
tanggung jawab sosial perusahaan Menurut Andhari dan Sukartha
dilakukan untuk mendapatkan legitimasi (2017), teori akuntansi positif menjelaskan
dari masyarakat dimana perusahaan berada perilaku manajemen dalam melaksanakan
sehingga perusahaan dapat menjalankan pembuatan laporan keuangan. Teori ini
kegiatan usahanya. Perusahaan secara tidak memberikan kebebasan kepada manajemen
langsung mempunyai kontrak dengan untuk memilih alternatif dari beberapa
masyarakat untuk melakukan kegiatan- prosedur akuntansi yang ada dengan tujuan
kegiatannya berdasarkan nilai-nilai meminimalisir biaya kontrak dan
keadilan (justice) yang berkembang di meningkatkan nilai perusahaan
masyarakat. Teori ini juga menyatakan (Adisamartha dan Noviari, 2015). Pihak
bahwa perusahaan bukan hanya manajemen diberi kebebasan untuk
memperhatikan hak-hak investor tetapi memilih prosedur-prosedur akuntansi yang
juga memperhatikan hak-hak publik relevan dengan mengikuti standar-standar
sebagai salah satu tanggung jawabnya. akuntansi yang terus mengalami
Selain itu, legitimasi sosial dipandang perkembangan dari masa ke masa.
sebagai hal yang sangat diinginkan oleh Menurut Watts and Zimmerman (1986),
perusahaan guna meningkatkan kekuatan terdapat tiga hipotesis yang dikembangkan
keuangannya secara maksimal untuk terkait dengan teori akuntansi positif:
jangka waktu panjang melalui respon - The Debt Covenant Hypothesis
positif yang diterima perusahaan dari Apabila perusahaan mempunyai rasio
antara utang dan ekuitas yang besar, maka
59
Wijaya, D. et al./Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, dan …/ Vol.6 No.1 Maret 2019 pp 55 - 76
manajer di dalam perusahaan akan dengan cara legal, ilegal, atau keduanya
cenderung memilih dan menggunakan (Lanis and Richardson, 2012). Selain itu,
metode-metode akuntansi yang akan Frank et al (2009) mendefinisikan
membuat laba periode berjalan yang agresivitas pajak sebagai suatu tindakan
dilaporkan menjadi lebih tinggi (Scott, yang dirancang guna mengurangi
2012 hlm.307). Menurut Adisamartha dan penghasilan kena pajak perusahaan melalui
Noviari (2015), semakin tingginya tindakan perencanaan pajak (tax planning)
hubungan perusahaan dengan pihak ketiga baik dengan menggunakan cara yang
(kreditur) maka perusahaan akan lebih tergolong legal yaitu penghindaran pajak
menjaga laba periode berjalan guna (tax avoidance) maupun cara yang
menjaga stabilitas kinerja perusahaan. Hal tergolong ilegal yaitu penggelapan pajak
ini terjadi karena semakin tinggi (tax evasion). Tindakan agresivitas pajak
kepentingan perusahaan terhadap kreditur dapat terbagi menjadi dua, yaitu:
maka semakin tinggi pula pengawasan yang - Penghindaran Pajak
dilakukan oleh kreditur dalam rangka Menurut Sumarsan (2012, hlm.118),
memastikan kelangsungan pinjaman modal penghindaran pajak adalah tindakan yang
- The Bonus Plan Hypothesis dirancang dimana wajib pajak tidak secara
Pihak manajer di dalam perusahaan jelas melanggar undang-undang meskipun
cenderung memilih dan menggunakan terkadang dengan menafsirkan undang-
metode-metode akuntansi yang akan undang yang tidak sesuai dengan maksud
membuat laba periode berjalan yang dan tujuan pembuat undang-undang.
dilaporkan menjadi lebih tinggi. Apabila - Penggelapan Pajak
kompenasi atau bonus ditentukan oleh laba Penggelapan pajak adalah tindakan
periode berjalan yang dilaporkan, maka perlawanan pajak dalam bentuk perlawanan
manajer perusahaan akan berusaha untuk terhadap undang-undang yang berlaku
meningkatkan laba periode berjalan dengan maksud melepaskan diri dari pajak
semaksimal mungkin. Salah satunya adalah atau mengurangi dasar penetapan pajak
dengan memilih kebijakan akuntansi yang dengan cara menyembunyikan sebagian
tepat dan relevan dalam meningkat laba dari penghasilannya.
periode berjalan. Hal ini terjadi karena
manajer akan cenderung berorientasi Tindakan agresivitas pajak yang dilakukan
terhadap bonus atau kompensasi manajerial perusahaan dapat memberikan marginal
(Scott, 2003 hlm.307). benefit dan marginal cost bagi perusahaan
- The Political Cost Hypothesis (Fahriani dan Priyadi, 2016). Marginal
Semakin besar perusahaan, maka semakin benefit yang mungkin saja diperoleh
besar kemungkinan perusahaan tersebut perusahaan dari tindakan agresivitas pajak
untuk memilih metode akuntansi yang adalah adanya penghematan pajak (tax
bertujuan untuk menurunkan laba (Scott, saving) yang signifikan bagi perusahaan,
2003 hlm.308). Hal ini dilandaskan oleh manajer juga bisa mendapatkan
alasan bahwa laba yang tinggi akan kompensasi yang lebih tinggi atas
mendorong pemerintah untuk segera kinerjanya yang baik dalam hal
mengambil tindakan terkait dengan penghematan pajak serta keuntungan
kebijakan kenaikan pajak pendapatan pribadi dengan menyusun laporan
sehingga perusahaan akan berusaha keuangan yang agresif atau dikenal dengan
menurunkan labanya guna menekan rent extraction. Selain itu, marginal cost
besaran pajak pendapatannya. juga dapat ditanggung oleh perusahaan
akibat tindakan agresivitas pajaknya.
Agresivitas Pajak Marginal cost yang mungkin saja terjadi
Agresivitas pajak merupakan keinginan dan adalah penalty atau sanksi administrasi
tindakan meminimalkan beban pajak yang dikenakan oleh petugas pajak akibat
60
Wijaya, D. et al./Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, dan …/ Vol.6 No.1 Maret 2019 pp 55 - 76
dilakukannya audit terhadap perusahaan dalam kegiatan usahanya masih tetap dapat
dan ditemukannya kecurangan-kecurangan memperoleh keuntungan. Tetapi untuk
dibidang perpajakan pada perusahaan. jangka panjang, perusahaan akan
mengalami kesulitan untuk
Pengungkapan Corporate Social mempertahankan eksistensinya (Azheri,
Responsibility 2011 hlm.128). Dalam Undang-Undang
Menurut World Bank, Corporate Social Nomor 40 Tahun 2007 pasal 66 ayat 2c
Responsibility didefinisikan sebagai dijelaskan bahwa semua perseroan
komitmen perusahaan untuk berkontribusi diharuskan melaporkan pelaksanaan
terhadap kinerja pembangunan ekonomi tanggung jawab sosial dan lingkungan
yang berkelanjutan dengan karyawan dan dalam laporan tahunan. Ketentuan
perwakilan mereka dalam komunitas mengenai pengungkapan Corporate Social
setempat serta masyarakat secara luas guna Responsibility di Indonesia menggunakan
meningkatkan kualitas hidup, dengan cara konsep dari Global Reporting Initiative
yang baik untuk dunia usaha dan juga untuk (GRI) sebagai acuan dalam proses
pembangunan. Corporate Social penyusunan pelaporan CSR serta
Responsibility juga dapat diartikan pengungkapan tanggung jawab sosial dan
bagaimana suatu perusahaan lingkungan didalam laporan tahunan. Pada
memperhitungkan dampak sosial dan tahun 2013, khususnya di Indonesia, GRI-
lingkungan dalam melaksanakan aktivitas G3 mengalami perkembangan menjadi
operasi perusahaan, yakni memaksimalkan GRI-G4 sebagai standar pengungkapan.
manfaat dan meminimalkan kerugian GRI-G4 merupakan pembaruan dari
(Lanis dan Richardson, 2012). John generasi sebelumnya yang memberikan
Elkington (1997) dalam Busyra Azheri penekanan terhadap kebutuhan organisasi
(2011, hlm.25) menjelaskan bahwa CSR tentang fokus dalam proses pelaporan dan
lebih menekankan sejauh mana suatu laporan final yang berisi topik-topik yang
perusahaan mengindahkan kewajibannya material bagi bisnis dan pemangku
terhadap konsumen, karyawan, pemegang kepentingan mereka. Dalam pedoman GRI-
saham, masyarakat, dan ekologis dalam G4, terdapat beberapa kategori
semua aspek aktivitasnya. Berkaitan pengungkapan yaitu Ekonomi,
dengan hal ini, CSR dikelompokkan Lingkungan, dan Sosial dengan 91 item
menjadi tiga aspek yang dikenal dengan indikator pengungkapan.
Triple Bottom Line (3BL) yaitu
kesejahteraan atau kemakmuran ekonomi Leverage
(Economic Prosperity), peningkatan Leverage merupakan rasio yang
kualitas lingkungan (Environmental menunjukkan besarnya modal pinjaman
Quality), dan keadilan sosial (Social eksternal yang digunakan perusahaan untuk
Justice). melakukan aktivitas operasinya
Menurut Ratmono dan Sagala (Adisamartha dan Noviari, 2015). Rasio
(2015), pengungkapan CSR merupakan Leverage menandakan seberapa besar aset
proses penyediaan dan pengkomunikasian yang dimiliki perusahaan berasal dari
informasi terkait dengan dampak sosial dan modal pinjaman perusahaan. Selain itu,
lingkungan dari kegiatan ekonomi yang rasio leverage menunjukkan besarnya
dilakukan perusahaan terhadap pihak-pihak utang yang dimiliki oleh perusahaan untuk
yang berkepentingan terutama masyarakat membayai aktivitas operasinya, dimana
secara luas. Penerapan dan pengungkapan dalam penggunaannya menimbulkan biaya
Corporate Social Responsibility dapat tetap bagi perusahaan (Mayangsari, 2015).
memberikan nilai tambah bagi perusahaan Apabila perusahaan memiliki sumber dana
meskipun perusahaan yang mengabaikan pinjaman tinggi, maka perusahaan akan
persoalan sosial, ekonomi, dan lingkungan menimbulkan beban bunga yang tinggi
61
Wijaya, D. et al./Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, dan …/ Vol.6 No.1 Maret 2019 pp 55 - 76
kepada kreditur. Leverage terbagi menjadi manajerial merupakan salah satu cara yang
dua yaitu: dapat digunakan oleh perusahaan untuk
- Operating Leverage mengatasi agency problem. Perusahaan
Operating Leverage adalah penggunaan meningkatkan kepemilikan manajerial
aktiva yang menyebabkan perusahaan guna mensejajarkan kedudukan para
harus menanggung biaya operasi tetap. direksi/manajer dengan para pemegang
Semakin tinggi operating leverage saham.
perusahaan, semakin besar laba akan
berubah mengikuti persentase perubahan HIPOTESIS
dari penjualan (Keown et al, 2017 Pengaruh Pengungkapan Corporate
hlm.438). Social Responbility Terhadap Agresivitas
- Financing Leverage Pajak
Financial Leverage adalah pembiayaan Rohman dan Pradnyadari (2015)
sebagian aset perusahaan dilakukan dengan menyatakan bahwa lingkungan dan
sekuritas yang mengandung tingkat masyarakat mempengaruhi kinerja suatu
pengembalian tetap (berupa bunga) dengan perusahaan. Corporate Social Reponsibility
tujuan dalam rangka meningkatkan (CSR) merupakan salah satu bentuk
pengembalian kepada pemegang saham. hubungan komunikasi antara perusahaan
dengan lingkungan masyarakat yang sesuai
Kepemilikan Manajerial dengan teori legitimasi. Teori legitimasi
Fadhila dkk (2017) mendefinisikan menuntut perusahaan untuk
kepemilikan manajerial sebagai mengungkapkan tanggung jawab sosial
kepemilikan saham oleh manajemen yang perusahaan dimana perusahaan dikatakan
diukur dari persentase saham biasa yang sukses melaksanakan legitimasi apabila
dimiliki oleh manajemen yang secara aktif dapat memenuhi harapan masyarakat
terlibat dalam pengambilan keputusan melalui pelaksanaan tanggung jawab sosial
perusahaan. Selain itu, kepemilikan perusahaan. Menurut teori legitimasi,
manajerial juga didefinisikan sebagai pengungkapan CSR yang dilakukan
kepemilikan saham biasa oleh insider atau perusahaan bertujuan untuk mendapatkan
pihak manajemen yang terlibat aktif dalam legitimasi/pengakuan dari masyarakat
pengambilan keputusan di dalam dimana perusahaan berada (Ratmono dan
perusahaan (Hartadinata dan Tjaraka, Sagala, 2015). Legitimasi yang diperoleh
2013). Semakin besar proporsi kepemilikan akan membuat perusahaan terhindar dari
saham manajerial di dalam perusahaan, hal-hal yang tidak diinginkan sehingga
maka pihak manajemen cenderung lebih akan berdampak pada peningkatan nilai
giat untuk memperhatikan kepentingan perusahaan tersebut. Dalam praktiknya,
pemegang saham dan membuat risiko perusahaan umumnya akan merasa
perusahaan semakin kecil. Hal ini terbebani dengan banyaknya tanggung
dikarenakan apabila terdapat keputusan jawab yang ada sehingga tindakan
yang salah, manajemen baik secara meminimalkan pajak menjadi salah satu
langsung maupun tidak langsung akan pilihan untuk meminimalkan tanggung
menanggung konsekuensinya dengan jawab. Namun, pada dasarnya tindakan
saham-saham yang diinvestasikan di dalam meminimalkan pajak tidak sesuai dengan
perusahaan. harapan masyarakat dan memiliki dampak
Hubungan antara pemegang saham negatif bagi masyarakat dikarenakan akan
dengan direksi/manajer perusahaan sangat mempengaruhi kemampuan pemerintah
rentan terhadap konflik kepentingan atau dalam menyediakan barang publik bagi
yang sering disebut dengan agency masyarakat (Lanis dan Richardson, 2012).
problem. Menurut Hartadinata dan Tjaraka Prasista dan Setiawan (2016) memandang
(2013), peningkatan kepemilikan bahwa apabila perusahaan peduli terhadap
62
Wijaya, D. et al./Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, dan …/ Vol.6 No.1 Maret 2019 pp 55 - 76
63
Wijaya, D. et al./Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, dan …/ Vol.6 No.1 Maret 2019 pp 55 - 76
pelaporan hasil kinerjanya. Hal ini Dengan adanya kepemilikan saham oleh
dikarenakan pihak kreditur akan selalu pihak manajemen di dalam perusahaan
melakukan pemantauan terhadap kinerja maka tindakan agresivitas pajak di
perusahaan secara keseluruhan sehingga perusahaan akan menurun (Pramudito dan
memaksa perusahaan sebagai debitur untuk Sari, 2015). Hal ini dikarenakan
melakukan transparansi, salah satunya kepemilikan saham manajerial di dalam
adalah melaporkan kewajiban perusahaan akan cenderung membuat
perpajakannya. Kondisi ini mengartikan manajer untuk lebih mempertimbangkan
bahwa partisipasi pihak kreditur dalam kelangsungan hidup perusahaan, salah
mengawasi kinerja perusahaan secara tidak satunya adalah melalui penciptaan laba
langsung membantu pihak otoritas fiskal perusahaan dimana akan berdampak juga
dalam mengawasi kewajiban terhadap kewajiban perpajakannya. Selain
perpajakannya. Perusahaan debitur akan itu, pihak manajemen juga akan lebih
mengupayakan kinerja yang terbaik untuk berhati-hati dalam mengambil suatu
ditampilkan kepada pihak kreditur, salah keputusan dikarenakan apabila keputusan
satunya adalah melalui peningkatan laba yang diambil salah, maka pihak manajemen
yang juga akan berdampak terhadap juga akan ikut menanggung kerugian baik
kewajiban perpajakannya. Maka dari itu, secara langsung maupun tidak langsung.
perusahaan dengan tingkat leverage yang Sebaliknya, apabila keputusan yang
tinggi umumnya berusaha untuk menjaga diambil benar, maka manajemen juga akan
stabilitas laba periode berjalan guna merasakan manfaatnya baik secara
meningkatkan kepercayaan pihak kreditor langsung maupun tidak langsung
dan investor. Artinya perusahaan yang (Novitasari, 2017).
memiliki tingkat leverage yang tinggi tidak Hartadinata dan Tjaraka (2013)
akan agresif dalam hal perpajakan karena menjelaskan bahwa dengan adanya
perusahaan tersebut akan cenderung kepemilikan saham manajerial, manajer
mempertahankan laba tahun berjalan perusahaan akan cenderung untuk
mereka. mempertimbangkan kelangsungan
H2:Leverage berpengaruh signifikan usahanya sehingga tidak akan mengambil
negatif terhadap Agresivitas Pajak. risiko terkait dengan permasalahan
perpajakan. Dimana permasalahan
Pengaruh Kepemilikan Manajerial perpajakan yang mungkin dialami
Terhadap Agresivitas Pajak perusahaan akan memberikan citra buruk
Agency Theory adalah teori yang baik dari negara maupun masyarakat yang
menggambarkan proses kontrak antara dua tentu saja akan mempengaruhi
pihak atau lebih, dimana setiap pihak yang kelangsungan hidup perusahaan. Artinya
berada didalam kontrak berusaha untuk kepemilikan saham manajerial cenderung
mendapatkan kesepakatan terbaik bagi mendorong pihak manajemen untuk tidak
dirinya masing-masing (Scott, 2003 melakukan tindakan agresivitas pajak guna
hlm.298). Agency theory juga menjelaskan mempertahankankan kelangsungan
bahwa pihak manajemen (agent) di dalam usahanya. Artinya dengan adanya
suatu perusahaan mempunyai tanggung kepemilikan manajerial di dalam suatu
jawab yang besar terhadap pemilik perusahaan maka tindakan agresivitas pajak
perusahaan (principle) sehingga yang dilakukan oleh perusahaan akan
manajemen dituntut untuk mengoptimalkan semakin rendah.
profit perusahaan yang nantinya akan H3:Kepemilikan Manajerial berpengaruh
dilaporkan di dalam laporan keuangan signifikan negatif terhadap Agresivitas
perusahaan (Prasetyo dan Pramuka, 2018). Pajak.
64
Wijaya, D. et al./Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, dan …/ Vol.6 No.1 Maret 2019 pp 55 - 76
Fenomena:
- Penurunan persentase realisasi penerimaan pajak tahun 2012-2016.
- Penurunan Tax Ratio Indonesia tahun 2013-2016 dan Tax Ratio Indonesia
tahun 2017 masih dibawah standar negara-negara ASEAN dan OECD.
- Penurunan penerimaan PPh 25/29 Badan tahun 2016, dimana didominasi
oleh perusahaan manufaktur.
- Kasus indikasi penghindaran pajak sebesar Rp 49,24 Milyar yang dilakukan
oleh PT. Coca Cola Indonesia.
65
Wijaya, D. et al./Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, dan …/ Vol.6 No.1 Maret 2019 pp 55 - 76
dihitung untuk memperoleh jumlah item kompleks sehingga diharapkan akan lebih
yang diungkapkan perusahaan. Adapun mampu menggambarkan keadaan
rumusnya: perusahaan di Indonesia.
CSRI = Jumlah item CSR yang diungkapkan perusahaan
Sampel dalam penelitian ini adalah
91 item pengungkapan yang disarankan
(2) perusahaan manufaktur sektor industri
Leverage merupakan kemampuan barang konsumsi yang terdaftar di Bursa
perusahaan untuk memenuhi kewajibannya Efek Indonesia yang dipilih sesuai dengan
baik itu kewajiban jangka pendek maupun kriteria tertentu (Purposive Sampling).
jangka panjang (Andhari dan Sukartha, Adapun kriteria-kriteria pengambilan
2017). Leverage dalam penelitian ini diukur sampel:
dengan menggunakan) rasio Debt to Total - Selama periode penelitian (2015-
Asset Ratio (DAR) yaitu dengan 2017), perusahaan mempublikasikan
membandingkan total kewajiban laporan keuangan tahunan yang telah
perusahaan dengan total aset perusahaan. diaudit oleh auditor independen dan
Semakin besar rasio leverage maka laporan tahunan (annual report). Hal
semakin besar proporsi aset perusahaan ini dikarenakan peneliti menggunakan
yang dibiayai oleh hutang-hutangnya. informasi yang diperoleh dari laporan
Adapun rumusnya: keuangan tahunan dan laporan tahunan
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 perusahaan periode 2015-2017.
LEV = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 (3) - Selama periode penelitian (2015-
2017), perusahaan tidak mengalami
Kepemilikan Manajerial merupakan delisting dari Bursa Efek Indonesia.
kepemilikan saham oleh manajemen Hal ini dikarenakan perusahaan yang
dimana pihak manajemen tersebut terlibat menjadi objek penelitian merupakan
secara aktif untuk ikut dalam pengambilan perusahaan yang terlisting di Bursa
keputusan perusahaan (Fadhila dkk, 2017). Efek Indonesia selama tahun 2015
Kepemilikan Manajerial dalam penelitian sampai dengan tahun 2017 sehingga
ini diukur dengan menggunakan diharapkan akan menggambarkan
pengukuran yang dilakukan oleh Atari kondisi perusahaan yang
(2015) yaitu dummy variable. Adapun sesungguhnya dan dapat
dummy variable yang digunakan untuk diperbandingkan dari tahun ke tahun.
mengukur kepemilikan manajerial adalah - Selama periode penelitian (2015-
dengan memberikan nilai 1 untuk 2017), perusahaan tidak mengalami
perusahaan yang terdapat kepemilikan oleh kerugian. Hal ini dikarenakan
pihak manajemen (agent) di dalam perusahaan yang mengalami rugi fiskal
komposisi pemegang sahamnya dan nilai 0 akan menimbulkan distorsi di dalam
untuk perusahaan yang tidak terdapat penelitian. Perusahaan yang
kepemilikan oleh pihak manajemen (agent) mengalami kerugian umumnya tidak
di dalam komposisi pemegang sahamnya. memiliki beban pajak penghasilan,
melainkan akan memperoleh
Populasi dan Sampel kompensasi rugi fiskal. Kompensasi
Populasi yang digunakan dalam tersebut akan memunculkan Deferred
penelitian ini adalah perusahaan Tax Assets yang dapat menyebabkan
manufaktur sektor industi barang konsumsi Book Tax Differences.
(Consumer Goods Industry) yang listing di - Perusahaan memiliki data-data yang
Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2017. lengkap terkait dengan variabel yang
Adapun alasan memilih perusahan diteliti yaitu Agresivitas Pajak,
manufaktur sebagai populasi penelitian Pengungkapan Corporate Social
adalah karena permasalahan yang ada di Responsibility, Leverage, dan
dalam perusahaan manufaktur lebih Kepemilikan Manajerial. Hal ini
66
Wijaya, D. et al./Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, dan …/ Vol.6 No.1 Maret 2019 pp 55 - 76
67
Wijaya, D. et al./Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, dan …/ Vol.6 No.1 Maret 2019 pp 55 - 76
68
Wijaya, D. et al./Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, dan …/ Vol.6 No.1 Maret 2019 pp 55 - 76
Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat ditolak, yang artinya data residual telah
bahwa nilai Kolmogorov-Smirnov adalah berdistribusi secara normal sehingga
0,098 dan nilai signifikansinya sebesar membuktikan bahwa model regresi telah
0,051. Karena nilai signifikansinya lebih memenuhi asumsi normalitas.
dari 0,05 maka H0 diterima sedangkan Ha
69
Wijaya, D. et al./Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, dan …/ Vol.6 No.1 Maret 2019 pp 55 - 76
70
Wijaya, D. et al./Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, dan …/ Vol.6 No.1 Maret 2019 pp 55 - 76
t hitung > t tabel (2,004 > 1,991) dengan maka akan meningkatkan tindakan
nilai signifikansi kurang dari 0,05 (0,049 < agresivitas pajak yang dilakukan oleh
0,05). Dengan demikian, penelitian ini perusahaan. Teori legitimasi menjelaskan
menerima hipotesis pertama (H1) yang bahwa tujuan organisasi harus selaras
menyatakan bahwa Pengungkapan dengan nilai-nilai yang ada di dalam sebuah
Corporate Social Responsibility masyarakat (Dowling dan Pfefer, 1975).
berpengaruh signifikan negatif terhadap Dalam teori legitimasi, perusahaan akan
Agresivitas Pajak namun hasilnya senantiasa untuk mengungkapkan
sebaliknya dimana semakin besar nilai pertanggungjawaban sosialnya guna
indeks pengungkapan corporate social menunjukkan kepada publik bahwa
responsibility perusahaan atau semakin perusahaan tidak hanya memperhatikan
banyak pengungkapan corporate social kepentingan perusahaan tetapi juga turut
responsibility yang dilakukan perusahaan memperhatikan kepentingan publik.
71
Wijaya, D. et al./Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, dan …/ Vol.6 No.1 Maret 2019 pp 55 - 76
hutang atau dana pihak ketiga untuk dilihat dari hasil uji hipotesis dimana t
membiayai operasi perusahaan tidak hitung > t tabel (2,409 > 1,991) dengan
mempengaruhi indikasi tindakan nilai signifikansi kurang dari 0,05 (0,018 >
agresivitas pajak yang dilakukan 0,05). Dengan demikian, penelitian ini
perusahaan. Hal ini terjadi karena banyak menerima hipotesis ketiga (H3) yang
perusahaan-perusahaan yang memiliki menyatakan bahwa Kepemilikan
tingkat leverage tinggi tidak dapat Manajerial berpengaruh signifikan negatif
memanfaatkan beban bunga yang terhadap Agresivitas Pajak. Artinya
ditanggungnya untuk mengurangi laba dengan adanya kepemilikan manajerial di
bersih, dimana perusahaan juga harus dalam perusahaan maka akan menurunkan
mempertahankan laba periode berjalan tindakan agresivitas pajak yang dilakukan
dalam kondisi yang baik. Salah satu perusahaan. Dalam Agency Theory,
contohnya adalah PT. Indofood Sukses dijelaskan bahwa pihak manajemen
Makmur Tbk, dimana perusahaan ini (agent) di dalam suatu perusahaan
memiliki tingkat leverage yang besar dan mempunyai tanggung jawab yang besar
cenderung menurun namun diikuti dengan terhadap pemilik perusahaan (principle)
laba sebelum pajak yang juga tinggi dan sehingga manajemen dituntut untuk
cenderung menurun. Namun, perusahaan mengoptimalkan profit perusahaan yang
yang memiliki nilai leverage yang besar nantinya akan dilaporkan di dalam laporan
belum tentu memiliki tingkat pembayaran keuangan perusahaan. Adanya pemisahan
pajak yang juga besar. Salah satunya hak dan tanggung jawab antara pihak
adalah PT. Mayora Indah Tbk, dimana manajer (agent) dengan pemilik
perusahaan tersebut memiliki nilai perusahaan (principle) seringkali
leverage yang besar dan cenderung menimbulkan konflik yang dikenal dengan
menurun dengan diikuti nilai CETR yang agency conflict. Menurut Jensen and
kecil dan cenderung meningkat. Selain itu, Meckling (1976), kepemilikan manajerial
dikarenakan hasil penelitian mengenai merupakan salah satu cara yang dapat
pengaruh leverage terhadap agesivitas diterapkan untuk meminimalisir terjadinya
pajak adalah tidak berpengaruh signifikan. agency conflict di dalam perusahaan.
Maka hasil penelitian ini tidak mendukung Dengan adanya kepemilikan manajerial di
teori akuntansi positif yaitu political cost dalam perusahaan, pihak manajemen akan
hypothesis dan debt covenant hypothesis. memiliki peran ganda yaitu sebagai agent
Artinya perusahaan yang memiliki nilai dan principle. Hal ini akan membuat pihak
leverage yang besar belum bisa manajemen untuk lebih berhati-hati dalam
memanfaatkan keuntungan yang diperoleh mengambil keputusan karena apabila
dari beban bunga dan perusahaan yang keputusan yang diambil salah maka pihak
memiliki nilai leverage yang besar tidak manajemen juga akan ikut menanggung
cenderung memiliki laba sebelum pajak dampak yang timbul baik langsung
yang besar. Hasil penelitian ini didukung maupun tidak langsung. Pihak manajemen
oleh penelitian yang dilakukan oleh pada perusahaan yang terdapat
Adisamartha dan Noviari (2015), kepemilikan manajerial di dalam
Hartadinata dan Tjaraka (2013), Tiaras dan komposisi pemegang sahamnya akan
Wijaya (2015), dan Windaswari dan cenderung lebih mempertimbangkan
Merkusiwati (2018). kelangsungan hidup perusahaan, salah
Hasil uji regresi linear berganda satunya adalah melalui penciptaan laba
menunjukkan bahwa kepemilikan perusahaan yang tentu saja akan
manajerial berpengaruh signifikan positif berdampak terhadap kewajiban
terhadap CETR yang artinya Kepemilikan perpajakannya. Dengan demikian,
Manajerial berpengaruh signifikan negatif perusahaan yang terdapat kepemilikan
terhadap Agresivitas Pajak. Hal ini dapat saham oleh pihak manajemen (agent) di
72
Wijaya, D. et al./Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, dan …/ Vol.6 No.1 Maret 2019 pp 55 - 76
74
Wijaya, D. et al./Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, dan …/ Vol.6 No.1 Maret 2019 pp 55 - 76
16. Fadli, I., Pengaruh Likuiditas, 23. Jessica, dan Toly, A.A., Pengaruh
Leverage, Komisaris Independen, Pengungkapan Corporate Social
Manajemen Laba, dan Kepemilikan Responsibility Terhadap Agresivitas
Institusional Terhadap Agresivitas Pajak, Tax & Accounting Review,
Pajak Perusahaan (Studi pada Volume IV Nomor 1, hlm. 1-16, 2014.
perusahaan manufaktur yang 24. Kementerian Keuangan Republik
terdaftar di Bursa Efek Indonesia Indonesia, Media Keuangan
periode 2011-2013), JOM Fekon, Transparansi Informasi Kebijakan
Volume III Nomor 1, hlm. 1.205- Fiskal, Edisi Maret 2017, Jakarta:
1.219, 2016. Kementerian Keuangan Republik
17. Fahriani, M., dan Priyadi, M.P., Indonesia, 2017.
Pengaruh Good Corporate 25. Keown, A.J., Martin, J.D., and Petty,
Governance terhadap Tindakan Pajak J.W., Foundations of Finance, 9th
Agresif pada Perusahaan Edition, Harlow: Pearson Education
Manufaktur, Jurnal Ilmu dan Riset Limited, 2017.
Akuntansi, Volume V Nomor 7, hlm. 26. Lanis, R. and Richardson, G.,
1-20, 2016. Corporate Social Responsibility And
18. Ghozali, I., Aplikasi Analisis Tax Agressiveness: An Empirical
Multivariate dengan Program IBM Analysis, J. Account Public Policy,
SPSS 25, Edisi 9, Semarang: Badan Volume XXXI, pp. 86-108, 2012.
Penerbit Universitas Diponegoro, 27. Mayangsari, C., Pengaruh
2018. Kompensasi Eksekutif, Kepemilikan
19. Global Reporting Initiative, G4 Saham Eksekutif, Preferensi Risiko
Pedoman Pelaporan Keberlanjutan, Eksekutif, dan Leverage Terhadap
Amsterdam: Global Reporting Penghindaran Pajak, JOM Fekon,
Initiative, 2013. Volume II Nomor 2, hlm.1-15, 2015.
20. Hartadinata, O.S., dan Tjaraka, H., 28. Mumtahanah, S.N., dan Septiani, A.,
Analisis Pengaruh Kepemilikan Pengaruh Pengungkapan Corporate
Manajerial, Kebijakan Hutang, dan Social Responsibility Terhadap
Ukuran Perusahaan terhadap Tax Agresivitas Pajak dengan Moderasi
Agressiveness pada Perusahaan Kepemilikan Saham oleh Keluarga,
Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Diponegoro Journal of Accounting,
Periode Tahun 2008-2010, Jurnal Volume VI Nomor 4, hlm. 1-13, 2017.
Ekonomi dan Bisnis, Volume XXIII 29. Novitasari, S., Pengaruh Manajemen
Nomor 3, hlm. 48-59, 2013. Laba, Corporate Governance, dan
21. Hartarto, A., Kemenperin: Industri Intensitas Modal Terhadap
Manufaktur Penyumbang Pajak Agresivitas Pajak Perusahaan, JOM
Terbesar, diakses pada 10 September Fekon, Volume IV Nomor 1, hlm.
2018, dari 1.901-1.914, 2017.
https://ekonomi.kompas.com/read/20 30. Pramudito, B.W., dan Sari, M.M.R.,
18/01/09/211727326/kemenperin- Pengaruh Konservatisme Akuntansi,
industri-manufaktur-penyumbang- Kepemilikan Manajerial, dan Ukuran
pajak-terbesar, 2018. Dewan Komisaris Terhadap Tax
22. Jensen, M.C., and Meckling, W.H., Avoidance, Volume XIII Nomor 3,
Theory of the Firm: Managerial hlm. 705-722, 2015.
Behavior, Agency Costs, and 31. Prasetyo, E., dan Pramuka, B.A.,
Ownership Structure, Journal of Pengaruh Kepemilikan Institusional,
Financial Economics, Volume III, pp. Kepemilkan Manajerial, dan Proporsi
305-360, 1976. Dewan Komisaris Independen
Terhadap Tax Avoidance, Jurnal
75
Wijaya, D. et al./Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Leverage, dan …/ Vol.6 No.1 Maret 2019 pp 55 - 76
Ekonomi, Bisnis, dan Akuntansi 40. Sumarsan, T., Tax Review dan
(JEBA), Volume XX Nomor 2, hlm. Strategi Perencanaan Pajak, Jakarta:
1-15, 2018. PT. Indeks, 2012.
32. Prasista, P.M., dan Setiawan, E., 41. Suyanto, K.D., dan Supramono.,
Pengaruh Profitabilitas dan Pengaruh Likuiditas, Leverage,
Pengungkapan Corporate Social Komisaris Independen,dan
Responsibility Terhadap Agresivitas Manajemen Laba Terhadap
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Agresivitas Pajak Perusahaan, Jurnal
Badan, E-Jurnal Akuntansi Keuangan dan Perbankan, Volume
Universitas Udayana, Volume XVII XVI Nomor 2, hlm. 167-177, 2012.
Nomor 3, hlm. 2.120-2.144, 2016. 42. Tiaras, I., dan Wijaya, H., Pengaruh
33. Ratmono, D. dan Sagala, W.M.,, Likuiditas, Leverage, Manajemen
Analisis Pengaruh Pengungkapan Laba, Komisaris Independen, dan
Corporate Social Responsibility Ukuran Perusahaan Terhadap
Terhadap Agresivitas Pajak, Agresivitas Pajak, Jurnal Akuntansi,
Diponegoro Journal of Accounting, Volume XIX Nomor 3, hlm. 380-397,
Volume IV Nomor 3, hlm. 1-9, 2015. 2015.
34. Rengganis, R.R.M.Y.D., dan Putri, 43. Windaswari, K.A., dan Merkusiwati,
I.G.A.M.A.D., Pengaruh Corporate N.K.L.A., Pengaruh Koneksi Politik,
Governance dan Pengungkapan Capital Intensity, Profitabilitas,
Corporate Social Responsibility Leverage, dan Ukuran Perusahaan
Terhadap Agresivitas Pajak, E-Jurnal pada Agresivitas Pajak, E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana, Akuntansi Universitas Udayana,
Volume XXIV Nomor 2, hlm. 871- Volume XXIII Nomor 3, hlm. 1980-
898, 2018. 2008, 2018.
35. Rohman, A. dan Pradnyadari, I.D.A.I.,
Pengaruh Pengungkapan Corporates
Social Responsibility Terhadap
Agresivitas Pajak, Diponegoro
Journal of Accounting, Volume IV
Nomor 2, hlm. 1-9, 2015.
36. Ross, S.A., Westerfield, R.W., Jordan,
B.D., Lim, J., and Tan, R.,
Fundamental of Corporate Finance,
Asian Global Edition, 2nd Edition,
New York: McGraw Hill Education,
2016.
37. Scott, W.R., Financial Accounting
Theory, 3rd Edition. New Jersey:
Pearson Canada Inc, 2003.
38. Scott, W.R., Financial Accounting
Theory, 6th Edition. Ontario: Pearson
Canada Inc, 2012.
39. Sianipar, E., Coca-Cola Diduga Akali
Setoran Pajak, diakses pada 10
September 2018, dari
https://ekonomi.kompas.com/read/20
14/06/13/1135319/CocaCola.Diduga.
Akali.Setoran.Pajak, 2014.
76