Level of Adoption of GAP (Good Agricultural Practices) Gayo Arabica Coffee Cultivation by Farmers in Central Aceh District
Level of Adoption of GAP (Good Agricultural Practices) Gayo Arabica Coffee Cultivation by Farmers in Central Aceh District
Level of Adoption of GAP (Good Agricultural Practices) Gayo Arabica Coffee Cultivation by Farmers in Central Aceh District
Level of Adoption of GAP (Good Agricultural Practices) Gayo Arabica Coffee Cultivation
by Farmers in Central Aceh District
Universitas Malikussaleh
1
2
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB
Abstract
Enhancement of coffee production and quality is carried out through the adoption of the arabica coffee cultivation Good
Agricultural Practices (GAP) as recommended by P4S. This study aimed to analyze perceptions of innovation factors and
cultivation adoption rates and factors that influence the level of adoption of GAP coffee Arabica coffee cultivation. The study was
conducted in Atu Lintang, with 60 farmers as samples according to the recommended GAP cultivation technique. The study was
conducted from May to July 2017 by used multiple descriptive and linear regression analysis. The results showed that farmers’
assessment of the innovative GAP coffee cultivation characteristics of Gayo arabica included: planting of improved varieties,
Gayo cultivation pruning, planting and pruning, making rorak, soil splattering and organic fertilization in Atu Lintang, Aceh
Tengah Regency, and this was considered positive. The rate of adoption of high yielding varieties and the manufacture of rorak
holes was included in the medium category. Pruning koker, protective planting, soil bursts was included in the high category,
while the organic fertilization was in low category. The benefit level of innovation and profit was relatively significantly positive,
while the number of family dependents significantly affects the level of adoption GAP coffee cultivation Arabica Gayo in a
negative way.
Abstrak
Peningkatan produksi dan mutu kopi melalui penerapan adopsi Good Agricultural Practices (GAP) budidaya kopi arabika sesuai
rekomendasi P4S. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis persepsi terhadap ciri inovasi dan tingkat adopsi budidaya, serta
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi GAP budidaya kopi Arabika Gayo. Penelitian dilakukan di
Kecamaan Atu Lintang dengan sampel sebesar 60 orang petani yang menerapkan GAP budidaya anjuran. Penelitian dilaksanakan
dari bulan Mei-Juli 2017, dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan
penilaian petani tentang ciri inovasi GAP budidaya kopi arabika Gayo anjuran meliputi: penanaman varietas unggul, pemangkasan
koker Goyo, penanaman dan pemangkasan pelindung, pembuatan lubang rorak, penggemburan tanah dan pemupukan organik
di Kecamatan Atu Lintang Kabupaten Aceh Tengah termasuk positif. Tingkat adopsi penanaman varietas unggul dan pembuatan
lubang rorak termasuk pada kategori sedang. Pemangkasan koker, penanaman pelindung, penggemburan tanah termasuk pada
kategori tinggi, sedangkan pada pemupukan secara organik berada pada kategori sangat rendah. Tingkat kemanfaatan inovasi dan
keuntungan relatif berpengaruh nyata positif, sedangkan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh nyata negatif terhadap tingkat
adopsi budidaya GAP kopi arabika Gayo.
Kata kunci: adopsi Good Agricultural Practices, arabika Gayo, budidaya, petani kopi
Selain itu terdapat perubahan persepsi positif terkait efisiensi usahatani kopi rakyat di Aceh Tengah
manfaat kopi bagi kesehatan (Indonesian Internasional menyatakan bahwa, luas lahan telah melampaui titik
Coffee Symposium: IICS 2014). efisiensi, sehingga untuk meningkatkan produksi salah
satunya dengan peremajaan tanaman dan penggunaan
Salah satu Kabupaten di Provinsi Aceh sebagai sentral bibit unggul. Senada dengan itu, solusi yang tepat
penghasil kopi arabika adalah Kabupaten Aceh Tengah. meningkatkan produksi adalah dengan mengubah cara
Kabupaten Aceh Tengah memiliki luas perkebunan budidaya yang berkembang di masyarakat.
kopi rakyat sebesar 48.320 ha dengan jumlah produksi
29.239 ton/tahun (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Upaya yang dilakukan petani di Kecamatan Atu
Aceh Tengah 2015). Berbagai upaya telah dilakukan Lintang melalui Pusat Pelatihan Pertanian dan
pemerintah Daerah guna meningkatkan produktivitas Perdesaan Swadaya (P4S) “Maju Bersama” dengan
kopi, terlebih setelah terbitnya Hak Indikasi Geografis praktik budidaya GAP (Good Agricultural Practices)
(IG) bernomor ID G 000000005 tanggal 28 April kopi arabika Gayo, cara ini merupakan modifikasi
2010. Salah satunya mengusulkan pelepasan kopi dari cara-cara lama yang berkembang di masyarakat,
arabika sebagai varietas unggul dan pendistribusian diantaranya: penanaman varitas unggul sesuai anjuran,
bibit tersebut kepada masyarakat (GAEKI, 2015). pemangkasan koker (model Gayo), penanaman dan
Upaya tersebut belum cukup, mengingat pertanian pemangkasan pelindung (naungan), pembuatan lubang
berkontribusi besar maka harus selalu berinovasi rorak, penggemburan tanah dan pemupukan secara
mengikuti perkembangan dan kebutuhan. Hal ini organik.
diperkuat oleh informasi media massa (Antaraaceh.
com. 2014 Oktober 14) yang mengutip pernyataan Usaha mengadopsi teknik budidaya kopi arabika Gayo
Gubernur Aceh yang menyatakan, “... bukan berarti oleh masyarakat setempat belum sepenuhnya diadopsi
usaha perkebunan dan bisnis kopi selalu berjalan sesuai anjuran. Adopsi mengandung pengertian
mulus, tetapi juga mengalami beberapa hambatan yang kompleks dan dinamis, karena pada proses
misalnya sistem perkebunan dan pengolahan kopi adopsi menyangkut pengambilan keputusan, dimana
yang belum modernt...”. banyak faktor yang mempengaruhinya, agar dapat
memperkirakan sejauh mana suatu teknologi dapat
Karim (2014) menyatakan beberapa faktor yang dipahami oleh penggunanya, maka dapat dilihat dari
menyebabkan kualitas citarasa dan produksi kopi beberapa faktor, diantaranya: karakteristik individu,
arabika dataran Tinggi Gayo berdaya saing rendah, sifat inovasi, dukungan eksternal (Rogers 2003;
diantaranya karena pemeliharaan belum optimal, Soekartawi 2005). Rogers (2003) menjelaskan untuk
kesuburan tanah menurun, sumberdaya manusia dapat memperkirakan sejauh mana suatu inovasi
kurang, kelembagaan petani lemah, kopi sudah tua, dipahami oleh penggunanya, maka perlu diperhatikan
varietas bercampur, pengolahan buah kopi belum karakteristik dari inovasi tersebut. Suatu inovasi dapat
seragam dan rantai pemasaran terlalu panjang. Karim dilihat dari lima ciri inovasi diantaranya: keuntungan
juga menambahkan agar memudahkan penanganan relatif (relative advantage), kesesuaian (compatibily),
permasalahan tersebut perlu dirinci menjadi masalah- kerumitan (complexity), kemudahan dicoba (triabilitiy)
masalah yang lebih detil, sehingga program revitalisasi dan kemudahan diamati (observability). Kondisi
terfokus menghasilkan produktifitas kopi arabika. tersebut merupakan masalah yang harus dipecahkan
Menurut Saragih (2013) peningkatan produksi kopi sehingga kesesuaian adopsi praktik budidaya GAP
arabika dapat dicapai dengan strategi intensifikasi kopi arabika Gayo anjuran dapat menjadi salah satu
melalui optimalisasi penggunaan lahan dan tenaga kerja alternatif peningkatan produksi dan mutu kualitas.
keluarga yang digunakan serta penerapan GAP (Good
Agricultural Practices) yang didalamnya terdapat Berdasarkan latar belakang tersebut tujuan penelitian
penanaman pohon rindang (naungan) yang sesuai ini adalah menganalisis penilaian petani terhadap ciri
dengan jumlah tanaman utama, pemupukan dengan inovasi, menganalisis tingkat adopsi budidaya GAP
sistem organik, pemangkasan cabang tidak produktif, kopi arabika Gayo dan mengidentifikasi faktor yang
konservasi lahan dan pengendalian hama. Penelitian berpengaruh terhadap adopsi GAP budidaya kopi
Fatma (2011) tentang analisis fungsi produksi dan arabika Gayo anjuran oleh petani.
309
Jurnal Penyuluhan, September 2018 Vol. 14 No. 2
310
Jurnal Penyuluhan, September 2018 Vol. 14 No. 2
Tabel 1. Sebaran Karakteristik Individu Petani Kopi di Kecamatan Atulintang Kabupaten Aceh Tengah
Persentase
No Karakteristik Individu Kategori Jumlah (orang)
(%)
1 Umur (tahun) Usia muda (19-32 tahun) 18 30,0
(Rataan = 38,7 tahun) Usia sedang (33-45 tahun) 27 45,0
(Max= 70) Usia tua (46-58 tahun) 12 20,0
(Min=19) Usia lanjut (≥59 tahun) 3 5,0
2 Pendidikan formal (tahun) Sangat rendah (6thn/SD) 26 43,3
(Rataan = 9,7 tahun) Rendah (9 thn/SMP) 12 20,0
(Max= 16) Tinggi (12 thn/SMA) 21 35,0
(Min= 6) Sangat tinggi (PT) 1 1,6
3 Pendidikan nonformal
(Rataan = 5,55 kali) Rendah (≤4 kali) 29 48,3
(Max= 15 ) Sedang (5-9 kali) 22 36,6
(Min= 0) Tinggi (≥10 kali) 9 15,0
4 Pengalaman berusahatani
(Rataan= 13,7 tahun) Rendah (2-10 tahun) 29 48,3
(Max= 40) Sedang (11-18 tahun) 28 46,6
(Min= 2) Tinggi (≥19 tahun) 3 5,0
5 Tanggungan keluarga Kecil (≤3 jiwa/kk) 13 21,6
(Rataan= 4 jiwa/kk) Sedang (4-6 jiwa/kk) 37 61,6
(Max = 11) Besar (7-9 jiwa/kk) 7 11,6
(Min= 2) Sangat besar (≥10 jiwa/kk) 3 5,0
6 Luas Lahan
(Rataan 1.49 ha) Sempit (≤1,5 ha) 46 76,6
(Max=4 ha) Sedang (≤3 ha) 11 18,3
(Min=0,5 ha) Luas (>3 ha) 3 5,0
7 Tingkat manfaat inovasi Rendah (0-25) 13 21,6
(Max=100 Sedang (26-50) 11 18,3
(Min=0 Tinggi (51-75) 34 56,6
(Median= 62.5) Sangat tinggi (76-100) 2 3,3
pendidikan formal tidak terlalu dibutuhkan bila hanya besar petani termasuk pada kategori rendah. Rata-
menjadi petani. Rendahnya pendidikan formal yang rata petani hanya mengikuti 5,5 kali pelatihan selama
dimiliki petani menyebabkan pelaksanakan adopsi 3 tahun terakhir. Rendahnya pendidikan formal
inovasi relatif lebih lambat karena tingkat kemampuan petani karena mayoritas pelatihan hanya diikuti oleh
kognitif dan intelegensi daya pikirnya yang rendah. Hal pengurus inti kelompok (ketua, bendahara, sekretaris)
tersebut sejalan dengan apa yang di sampaikan Suryani dan beberapa petani maju. Disamping itu, program
et al. (2017) mengatakan bahwa tingkat pendidikan kerja BPP saat ini lebih difokuskan pada tanaman
menentukan perilaku seseorang dan mempengaruhi holtikultura dan tanaman jeruk serta pengadaan
pertimbangan rasional dalam menerima informasi bantuan sarana produksi (bibit, pupuk, dan mulsa).
maupun pengambilan keputusan teknologi. Semestinya penambahan pengetahuan dapat dilakukan
dengan intensitas mengikuti pendidikan nonformal,
Pada penelitian ini pendidikan nonformal merupakan baik berupa pelatihan, khursus tani sehingga petani
jumlah keikutsetaan petani mengikuti pelatihan/ kursus bertambah wawasan dan pemahaman bertani.
tani/ sekolah lapang yang berkaitan dengan usahatani Sebagaimana Herman et al. (2006) menyatakan
budidaya kopi arabika dalam kurun waktu tiga tahun bahwa pendidikan nonformal seperti program sekolah
terakhir. Hasil analisis (Tabel 1) menunjukkan bahwa lapang mempercepat proses perubahan pengetahuan
pendidikan nonformal yang diikuti oleh sebahagian dan pemahaman, dimana petani belajar sekaligus
311
Jurnal Penyuluhan, September 2018 Vol. 14 No. 2
312
Jurnal Penyuluhan, September 2018 Vol. 14 No. 2
eksternal lainnya yang mempengaruhi adopsi inovasi. penyuluhan berdasarkan kebutuhan. Keberhasilan
Faktor eksternal merupakan ciri-ciri yang dapat kegiatan penyuluhan juga tidak terlepas dari peran
menekan seseorang yang berasal dari luar. Faktor aktif penyuluh membantu pada setiap kegiatan. Oleh
eksternal pada penelitian ini adalah: (1) tingkat karenanya, menurut Tjitropranoto (2003) penyuluh
dukungan penyuluhan, (2) tingkat dukungan pasar, (3) pertanian dituntut tidak hanya sekedar sebagai
tingkat dukungan informasi dan (4) tingkat dukungan penyampai (desiminator) teknologi dan informasi,
tenaga kerja. Hasil analisis tingkat dukungan faktor tetapi lebih kearah sebagai motivator, dinamisator,
eksternal disajikan pada Tabel 2. pendidik, fasilitator dan konsultan bagi petani.
Hasil analisis menunjukkan tingkat dukungan Hasil analisis menunjukkan tingkat dukungan pasar
penyuluh berada pada kategori sedang (Tabel 2). Hal ini berada pada kategori sedang (Tabel 2). Dukungan
mengindikasikan bahwa kegiatan penyuluhan belum pasar dilihat dari ketersediaan tempat menjual dan
berjalan efektif. kegiatan penyuluhan biasa dihadiri kemudahan untuk memasarkan hasil panen bagi
oleh pengurus inti kelompoktani, yaitu ketua, sekretaris sebahagian besar petani tidak menjadi kendala, karena
dan bendahara kelompok. Metode yang sering petani biasa menjual hasil panennya ke pedagang
digunakan penyuluh terhadap transfer pengetahuan pengumpul yang ada di desa, namun harga jual yang
melalui materi ruang dalam bentuk ceramah dan diterima petani cenderung fluktuatif. Hal senada seperti
diskusi di lokasi Kantor BPP, sedangkan demontrasi yang diungkapkan Putri et al. (2013) bahwa akibat
dilakukan di lahan petani yang bersedia dijadikan struktur pasar oligopsoni yang terbentuk, harga kopi
tempat praktik. Upaya adopsi budidaya GAP kopi arabika Gayo cenderung di dominasi oleh eksportir
arabika Gayo harus ditekankan pada pendampingan sebagai pembeli, perubahan harga yang terjadi tidak
yang intensif, serta metode yang tepat, sehingga mempengaruhi harga kopi di tingkat petani, petani
materi dapat dimengerti, diterima dan dilaksanakan cenderung sebagai penerima harga. Semestinya salah
oleh petani khalayak sasaran penyuluhan. Menurut satu yang mendukung penerapan inovasi dapat berjalan
Amanah (2006) keberhasilan kegiatan penyuluhan baik adalah harga yang diterima petani terhadap produk
tidak terlepas dari keikutsertaan petani sebagai subjek pertaniannya yang tinggi, dan harga jual yang diterima
perubahan, dan penyuluh sebagai pendamping dengan seharusnya dapat memberikan jaminan kepada petani
mendesain secara sistematis materi, media, metode kopi di Kabupaten Aceh Tengah sehingga para petani
Tabel 2. Tingkat Dukungan Faktor Eksternal terhadap Adopsi GAP Budidaya Kopi Arabika Gayo di Kecamatan
Atu Lintang
313
Jurnal Penyuluhan, September 2018 Vol. 14 No. 2
tidak perlu khawatir harga jual anjlok disaat panen Burhansyah (2014) bahwa percepatan adopsi inovasi
tiba, dengan harga yang terjamin, petani akan semakin sangat dipengaruhi secara nyata oleh jarak pemukiman
termotivasi mengadopsi inovasi budidaya secara lokasi usahatani, dan jarak pemukiman ke sumber
intensif dan mendorong dalam peningkatan produksi. informasi.
Sebagaimana disampaikan Lailida et al. (2015) bahwa
semakin tinggi harga jual yang diterima, maka semakin Tingkat dukungan tenaga kerja termasuk dalam
tinggi motivasi mengusahakan usahatani kopi. kategori rendah (Tabel 2). Rendahnya tingkat
dukungan tenaga kerja karena pada kegiatan usahatani
Tingkat dukungan informasi dilihat dari ketersedian budidaya kopi, kebutuhan tenaga kerja mayoritas
sumber informasi, kemudahan mengakses dan berasal dari anggota keluarga yang terlibat membantu
intensitas kunjungan belajar petani ke P4S sebagai usaha. Kegiatan usahatani kopi yang dilakukan
lahan kopi percontohan. Hasil analisis menunjukkan masyarakat jarang menggunakan tambahan tenaga
tingkat dukungan informasi termasuk dalam kategori kerja dari luar keluarga. Pada bidang-bidang tertentu
rendah (Tabel 2). Rendahnya tingkat dukungan yang membutuhkan tambahan tenaga kerja, petani
informasi ini dikarenakan ketua P4S sekaligus pelopor menyikapi kebutuhan tambahan tenaga kerja dengan
inovasi lebih banyak melakukan pembinaan kepada membangun kelompok kerja secara gotong royong
kelompok-kelompok tani di luar daerah. Menurut saling membantu dalam kegiatan usahatani. Hal
Rasak dan Amusat (2012) ketersediaan sumber tersebut sejalan dengan hasil penelitian Nuryanti
relevan memudahkan petani mengakses informasi dan Swastika (2011) peran kelompok sangat besar
yang berkaitan dengan usahataninya. Kecepatan suatu pengaruhnya terhadap percepatan adopsi teknologi
inovasi juga dipengaruhi sumber informasi yang melalui forum belajar dan wahana berkerjasama serta
tersedia, sedangkan untuk ke kemudahan mengakses unit produksi usahatani.
petani hanya perlu menempuh sekitar ± 8 km untuk
mengakses informasi bagi desa yang terjauh dengan Ciri Inovasi Budidaya GAP Kopi Arabika Gayo
lokasi P4S dan ±6 km ke Kantor BPP Kecamatan.
Ketersedian informasi sebagai pusat belajar Ciri inovasi budidaya GAP kopi arabika Gayo
masyarakat, sangat dibutuhkan oleh petani untuk anjuran meliputi: keuntungan relatif, kesesuaian,
menambah pengetahuan dan keterampilan petani kerumitan, kemudahan dicoba dan kemudahan diamati.
dalam berusahatani. Hal ini di dukung oleh penelitian Hasil analisis penilaian petani terhadap ciri inovasi
Tabel 3. Hasil Analisis Penilaian Petani terhadap Ciri Inovasi Budidaya GAP Kopi Arabika Gayo Anjuran di
Kecamatan Atu Lintang
Ciri inovasi
Keuntungan
Kesesuaian
Kerumitan
Kemudaha
Kemudaha
Total
No Sub Peubah Kategori
diamati
relatif
dicoba
Skor
1 Varietas unggul anjuran 80,0 58,3 62,2 67,7 71,1 67,88 Sedang
2 Pemangkasan koker 76,1 79,4 66,1 73,8 80,0 75,11 Sedang
3 Penanaman dan Pemangkasan pelindung 71,1 72,7 56,1 72,7 74,7 69,44 Sedang
4 Pembuatan lubang Rorak 68,3 68,3 60,0 63,3 69,4 65,88 Sedang
5 Penggemburan tanah 61,1 69,4 67,2 60,5 65,5 64,77 Sedang
6 Pemupukan organik 55,0 58,8 58,8 54,4 61,1 57,66 Sedang
Keterangan: Skor (0 - 25): Sangat rendah Skor (26 - 50): Rendah
Skor (51 - 75): Sedang Skor (76 - 100): Tinggi
314
Jurnal Penyuluhan, September 2018 Vol. 14 No. 2
budidaya GAP kopi arabika Gayo anjuran disajikan berbuah. Teknik pemangkasan koker mudah dicobakan.
pada Tabel 3. Pengamatan dari pemangkasan koker Gayo bagi
petani baru terlihat pada saat munculnya bunga bakal
Penilaian petani tentang varietas unggul anjuran buah di masa generatif. Berdasarkan pengamatan,
berada pada kategori sedang (Tabel 3). Petani menilai pemangkasan produksi dilakukan dengan membuang
bahwa menerapkan varietas unggul menguntungkan. tunas air, cabang cacing, cabang balik dan cabang liar.
Hasil wawancara bersama petani varietas anjuran Setelah dua sampai dengan tiga bulan, pemangkasan
menghasilkan buah yang besar, varietas ini tahan ringan ini akan diulang kembali sehingga terbentuk
terhadap penyakit karat daun dan hama penggerek cabang produksi, sedangkan pada pemangkasan berat
batang kopi. Berdasarkan pengamatan, varietas atau sering disebut pemangkasan peremajaan berlaku
unggul yang dominan petani tanami adalah varietas setelah panen, dengan membuang cabang-cabang yang
arabika Gayo 1 (varietas Timtim). Walaupun pada telah pernah berbuah, cabang balik dan cabang kering
dasarnya terdapat dua jenis varietas unggul anjuran, untuk dikembalikan kepada pembentukan cabang
namun untuk varietas Gayo 2 (varietas borbon) kurang produksi kembali.
diminati petani dengan lahan berada pada ketinggian
1200-1300 mdpl. Sebagaimana penelitian Salima et Penialaian petani terhadap penanaman dan
al. (2012) bahwa produksi dan mutu fisik biji tertinggi pemangkasan pohon pelindung berada pada
kopi Arabika Gayo 2 diperoleh pada ketinggian tempat kategori sedang (Tabel 3). Artinya petani merasakan
lebih dari 1.400 mdpl dengan lereng 0-8 %. Penilaian keuntungan dari adanya penanaman pelindung dan
petani terhadap kesesuaian varietas unggul anjuran pemangkasannya. Tanaman pelindung diyakini sebagai
bagi petani cukup sesuai, alasan yang dikemukakan penghasil bahan organik, pengatur intensitas cahaya
petani karena varietas ini dapat dibudidayakan pada matahari yang diterima tanaman kopi juga penghasil
ketinggian 1300-1700 mdpl sesuai dengan lokasi bahan organik dari banyaknya daun yang dihasilkan.
masyarakat berusahatani. Petani menilai bahwa Disamping itu, dengan adanya penaung dapat menekan
varietas unggul tidak rumit dibudidayakan serta dapat pertumbuhan gulma, sehingga persaingan tanaman
diamati perbedaannya dengan varietas lokal lainnya terhadap perebutan unsur hara dapat diminimalisir.
berdasarkan ciri marfologi tanaman, dari daun, batang Sebagaimana dikemukakan Prawoto (2008) Lamtoro
dan bentuk buah. (Leucaena sp.) yang ditanam rapat dengan jarak
tanaman antar baris satu meter mampu menghasilkan
Penilaian petani terhadap sistem pemangkasan pupuk hijau yang dapat menambah kesuburan tanah,
koker Gayo berada pada kategori sedang (Tabel murah dan tidak mengganggu lingkungan. Berdasarkan
3). Petani menilai pemangkasan koker merupakan wawancara bersama petani, pemilihan pohon
salah satu teknik budidaya yang berkaitan dengan pelindung disesuaikan dengan keadaan lingkungan
penyediaan cabang-cabang untuk menghasilkan dan jenis penaung yang dapat tumbuh, seperti lamtoro
buah kopi. Sebagaimana yang disampaikan Hulupi (Leucaena), dadap dan gamal (Gliricidia). Menurut
et al. (2013) prinsip pada pemangkasan koker Gayo petani penaungan yang berlebihan berdampak kurang
yakni pemangkasan bentuk dan pemangkasan lepas baik bagi pertumbuhan tanaman kopi, terlihat dari
panen bertujuan mempertahankan kerangka tanaman berkurangnya produksi yang dihasilkan. Sebaliknya
yang diperoleh dari pemangkasan bentuk dengan apabila tanaman kopi tidak memiliki penaung maka
cara menghilangkan cabang-cabang tidak produktif, tanaman kopi mudah mengalami pembuahan lebat,
dilakukan sebelum masa pembungaan dan setelah yang menyebabkan tanaman kopi mengering dan
selesai pemanenan. Pemangkasan koker bagi petani mati setelah berproduksi, serta kerentanan tanaman
sesuai dengan kebutuhan dan cara pemangkasan kopi terhadap serangan penyakit. Hal senada seperti
umumnya yang berkembang dimasyarakat, yakni yang disampaikan Saragih (2013) dampak positif dari
pemangkasan produksi dan pemangkasan lepas panen. tanaman penaung sebagai penyedia unsur hara dari
Hasil wawancara sistem pemangkasan koker bagi banyaknya kompos yang terbentuk, namun dampak
sebahagian petani sedikit rumit dilakukan, karena pada negatif dari penaung tanpa perawatan, produksi akan
pemangkasan ini membutuhkan ketelitian pemilihan menurun karena proses pembungaan berkurang dan
percabangan untuk mengurangi resiko kegagalan berpotensi meningkatkan hama dan penyakit.
315
Jurnal Penyuluhan, September 2018 Vol. 14 No. 2
Petani menilai bahwa penanaman dan pemangkasan Petani menilai bahwa tingkat kerumitan pelaksanaan
penaung tidak bertentangan dengan teknik budidaya pembuatan rolak pada perbaikan lubang-lubang
kopi yang berkembang dimasyarakat. Hasil wawancara rorak yang mengalami penimbunan tanah akibat
tingkat kerumitan dirasakan pada pemangkasan hujan. Menurut petani pembuatan lubang rorak dapat
penaung, petani harus menggunakan tangga untuk dicobakan pada sekala kecil, namun pada sekala besar
menjangkau batang dan memilih cabang yang akan pengerjaannya membutuhkan tenaga keja tambahan.
dipotong. Menurut petani penanaman dan pemangkasan Adannya kerjasama yang terbentuk dari keterlibatan
penaung dapat dicobakan. Keteramatan dari fungsi petani dalam kelompok sangat membantu proses
penaung dan pemangkasannya dilihat dari daya pengerjaan pembuatan lubang rorak baru disekitar
tumbuh tanaman kopi di lokasi kebun. Lahan yang tanaman kopi. Keteramatan lubang rorak dapat dilihat
kurang penaung tingkat kesuburan tanahnya berbeda dari lubang-lubang galian pada area sekitar tanaman
dengan lahan yang diberi penaung. Sebagaimana kopi dan keteramatan fungsi lubang rorak oleh petani
hasil penelitian Sobari et al. (2010) tanaman penaung dilihat dari tingkat kesuburan pertumbuhan tanaman
berfungsi memberikan tambahan sejumlah hara dan kopi. Apabila tanaman kopi tumbuh subur pembuatan
mendistribusikan cahaya secara optimal yang mampu lubang rorak berfungsi dengan baik begitu juga
meningkatkan persentase pembuahan tanaman kopi. sebaliknya.
Tanaman penaung yang ditanami tanpa dilakukan
pengontrolan dengan pemangkasan, produksi kopi yang Penilaian petani terhadap penggemburan tanah
dihasilkan rendah. Hal ini karena kurangnya asupan berada pada kategori sedang (Tabel 3). Keuntungan
cahaya yang diterima tanaman kopi sebagai proses relatif dari kegiatan penggemburan tanah sebagai
fotosintesis dan pertumbuhan tanaman kopi lebih besar penunjang peningkatan produksi karena terjadi
untuk pertumbuhan vegetatif. Oleh karenanya petani peremajaan perakaran tanaman kopi dan proses
menanam jenis penaung yang dapat tumbuh baik pada pencampuran humus yang berada di lapisan atas
daerah tersebut serta memilih pohon pelindung yang tanah. Romano (2009) menyatakan penggemburan
minim perawatan, misalnya jenis lamtoro (Leucaena) pada awal musim penghujan meningkatkan produksi
yang dalam bahasa lokal disebut pete jemen dan pete karena memperbaiki aerasi tanah dan merangsang
ilang pocok. pertumbuhan mikrobiologi serta menambah unsur
hara melalui air hujan. Penggemburan tanah sesuai
Penilaian petani terhadap pembuatan lubang rorak dengan kebutuhan dan tidak bertentangan dengan
berada pada kotegori sedang (Tabel 3). Petani teknik pemeliharaan kopi yang berkembang
merasakan keuntungan relatif dari pembuatan lubang dimasyarakat. Hasil wawancara bersama petani
rorak. Menurut petani, lubang yang dibuat disekitar kerumitan penggemburan tanah pada pelaksanaannya,
batang tanaman kopi selain sebagai tempat cadangan yang harus menunggu musim penghujan. Pelaksanaan
makanan berfungsi juga sebagai pengatur kelembaban pada saat musim kemarau mengakibatkan tanah
tanah. Menurut Erfandi (2013) pembuatan lubang menjadi kering karena terjadi penguapan air tanah
diantara tanaman berfungsi sebagai resapan air, yang berakibat pada matinya tanaman kopi. Oleh
menampung serasah tanaman dan penghambat karenanya penggemburan baru dilakukan disaat akan
aliran permukaan. Lubang rorak oleh masyarakat musim penghujan. Menurut petani penggemburan
difungsikan sebagai tempat proses pembentukan tanah mudah dicobakan. Pengerjaannya biasa
bahan organik dari sisa dedaunan, gulma dan kulit dikerjakan bersamaan dengan kegiatan pemupukan.
cherry kopi, yang berpengaruh baik terhadap tanaman Keteramatan hasil dari penggemburan ini dapat dilihat
kopi. Pretty et al. (2011) mengemukakan bahwa dari pertumbuhan tanaman kopi diperiode berikutnya
pengomposan yang terjadi secara alami dari daun, biji dengan munculnya tunas dan bakal cabang baru pada
kacang-kacangan dan semak-semak yang membusuk tanaman kopi.
untuk membantu memperbaiki Nitrogen dalam tanah,
sehingga mengurangi kebutuhan pupuk anorganik Penilaian petani terhadap pemupukan organik tergolong
pada tanaman. Pembuatan lubang rorak sesuai dengan pada kategori sedang (Tabel 3). Hal ini terlihat dari
kebutuhan dan tidak bertentangan dengan teknik pernyataan penilaian keuntungan relatif ketersediaan
pemeliharaan kopi yang berkembang dimasyarakat. sumber bahan baku organik. Menurut petani bahan
316
Jurnal Penyuluhan, September 2018 Vol. 14 No. 2
baku organik cukup tersedia terutama pada saat musim tidak dan belum dilepas) pada satu hamparan lahan
panen, bahan baku organik didapatkan dari kulit buah seperti varetas Ateng Super, Ateng Jalok, varietas
kopi (cherry kopi). Selain itu bahan baku organik P88 dan beberapa varietas lokal lainnya. Hal ini
didapatkan juga dari hasil pemangkasan penaung dan sesuai seperti yang disampaikan Romano (2009)
pembersihan gulma menggunakan mesin pemotong yang mengungkapkan terdapat lebih dari 12 varietas
rumput. Bagi petani penggunaan pupuk organik tidak dengan keragaman lebih dari 100 hasil persilangan
bertentangan dengan teknik budidaya yang berkembang di dataran tinggi Gayo, jenis kopi yang digemari
di masyarakat setempat. Kerumitan pupuk organik masyarakat adalah jenis Ateng Super yang memiliki
menurut petani, saat pengangkutan bahan organik biji bulat dan besar yang dapat berbuah setelah dua
cherry merah kopi dari tempat penggilingan ke lokasi tahun tanam. Penanaman beberapa jenis varietas
kebun. Hal ini yang membuat petani terkadang enggan dalam satu hamparan kebun, bagi petani memberikan
melakukan pemupukan secra organik, selain itu waktu keuntungan yang lebih besar dari besarnnya produksi
pembuatannya menjadi kompos yang relatif lama dan yang dihasilkan, dari pada usahatani kopi dengan pola
efek hasil aplikasi yang terlihat lamban dibanding monokultur. Padahal menurut Karim (2014) salah satu
pupuk anorganik. Sifat lainnya yang diunggulkan dari penyebab kualitas citarasa dan produksi kopi arabika
ketercobaan pemupukan secara organik, pemberiannya dataran Tinggi Gayo berdaya saing rendah varietas
dapat dilakukan tanpa mengenal waktu (musim hujan yang ditanam bercampur dalam satu hamparan.
dan musim kemarau) hanya saja saat bahan organik
yang masih berupa kulit merah tidak boleh langsung Tabel 4. Sebaran Petani Kopi menurut Tingkat Adopsi
ditumpuk terlalu dekat dengan batang tanaman kopi, Budidaya GAP Kopi Arabika Gayo
karena dapat membuat tanaman kopi mati akibat
terjadinya proses reaksi panas yang dihasilkan dari No Inovasi Menerapkan Skor Kategori
kulit kopi, sehingga pembuatan lubang rorak oleh 1 Varietas unggul 33 55 Sedang
petani, dibuat tidak terlalu dekat dengan batang 2 Pemangkasan 60 100 Tinggi
tanaman kopi. Menurut petani hasil dari penggunaan koker
pupuk organik dapat diamati, namun reaksinya terlihat 3 Penanaman dan 45 75 Sedang
lambat terhadap perkembangan tanaman dibandingkan pemangkasan
pelindung
dengan pemberian pupuk anorganik.
4 Pembuatan rorak 34 56,6 Sedang
Tingkat Adopsi GAP Budidaya Kopi Arabika Gayo 5 Penggemburan 50 83,3 Tinggi
tanah
6 Pemupukan 12 20 Sangat
Hasil analisis sebaran petani kopi menurut tingkat
organik rendah
penerapan adopsi GAP budidaya kopi arabika Gayo
anjuran P4S dapat dilihat pada Tabel 4. Keterangan:
Skor (0 - 25): Sangat rendah Skor (26 - 50): Rendah
Skor (51 - 75): Sedang Skor (76 - 100): Tinggi
Tabel 4 menunjukan bahwa tingkat adopsi petani
terhadap varietas anjuran pada kategori sedang.
Sekitar 55 persen petani sudah menerapkan varietas Tingkat adopsi pemangkasan koker berada pada
anjuran pada lahan mereka dengan baik dan sesuai kategori tinggi. Besarnya jumlah petani yang
anjuran. Hal ini menunjukkan bahwa sebahagian besar menerapkan pemangkasan koker Gayo (Tabel 4),
petani di lokasi penelitian sudah mengetahui jenis mengindikasikan bahwa tingkat adopsi petani terhadap
varietas anjuran dan jarak tanam yang digunakan serta sistem pemangkasan koker Gayo sudah sangat baik
keunggulan dari varietas anjuran. Menurut Sudaryati dilakukan petani. Menurut petani tanpa pemangkasan
(2004) berdasarkan efisiensi teknis dan efisiensi tanaman kopi produksi yang dihasilkan tidak maksimal.
alokatif, pengaturan jumlah dan jarak tanam sangatlah Dilihat dari kemampuan terhadap pemangkasan kopi
penting untuk mendapatkan produksi yang lebih tinggi. oleh petani, tidak jarang dari petani menjadi tenaga
Meskipun varietas unggul anjuran adalah varietas upahan mengerjakan pemangkasan pada lahan-lahan
Gayo 1 (Timtim) dan varietas Gayo 2 (Borbon), akan lain yang membutuhkan jasa pemangkasan kopi.
tetapi petani juga menanam varietas lokal lain (yang Hal ini didasari dari kemampuan petani yang sudah
317
Jurnal Penyuluhan, September 2018 Vol. 14 No. 2
terampil melakukan pemangkasan. Artinya teknik Tingkat adopsi penggemburan tanah berada pada
pemangkasan koker sudah diadopsi dengan baik dan kategori tinggi. Pada kegiatan penggemburan tanah
penerapannya berhasil ditularkan kepada petani lain. hampir seluruhnya petani responden mengadopsi
Penyebarluasan inovasi teknik pemangkasan koker ini, (Tabel 4). Hasil pengamatan penggemburan tanah
melalui interaksi intensif sesama petani pada kegiatan dilakukan dengan menggunakan cangkul disekitar
usahatani kopi. Sebagaimana disampaikan Nuryanti batang tanaman kopi. Jarak yang diupayakan
dan Swastika (2011) bahwa kelompok peran sebagai serentang kanopi daun. Pada penggemburan tanah
upaya mempercepat dan memperkuat adopsi teknologi tanaman kopi dibersihkan dari gulma dan sisa-sisa
melalui forum belajar, wahana berkerjasama dan unit daun, caranya dengan mencangkul tanah sekeliling
produksi usahatani. tanaman serentang kanopi daun. Penggemburan tanah
dilakukan awal musim hujan dan dikerjakan setelah
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat adopsi selesai masa panen. Umumnya petani melakukan
petani terhadap penanaman dan pemangksan pohon penggemburan tanah ini bersamaan dengan proses
pelindung pada kategori sedang (Tabel 4). Mayoritas pemupukan. Menurut Mawardi et al. (2008) olah
petani sudah menerapkan penanaman pohon pelindung tanah perlu dilakukan karena tanah dibawah tajuk kopi
dengan baik. Hal ini tidak terlepas dari penilaian petani setelah 2 tahun menjadi padat dan keras, sehingga
tentang manfaat pohon pelindung yang memberikan secara berkala tanah dibawah tajuk perlu digemburkan.
perlindungan terhadap tanaman kopi dan sumber bahan Berdasarkan besarnya jumlah petani yang melakukan,
organik. Menurut Evizal et al. (2012) Pohon pelindung mengindikasikan bahwa inovasi penggemburan tanah
menentukan produktivitas buah kopi berkaitan dengan sudah diadopsi dengan baik oleh petani.
peran pohon pelindung sebagai penghasil seresah
dari daun yang gugur dan siklus unsur hara dalam Tingkat adopsi terhadap pemupukan organik berada
agroekosistem tanaman kopi. pada kategori sangat rendah (Tabel 4). Hanya 20
persen dari total petani responden di lokasi penelitian
Selain itu tanaman penaung yang ditanam bernilai menerapkan pemupukan organik. Petani mengetahui
ekonomi terhadap pendapatan rumahtangga. Petani dan memahami fungsi pupuk organik, namun petani
menanam tanaman lainnya sebagai tanaman penaung tidak yakin terhadap kemampuan pupuk organik tanpa
seperti jeruk, alpukat, kasmak, kulitmanis, pisang yang penambahan pupuk kimia. Penyebab lainnya adalah
menghasilkan kayu, kulit serta buah yang dapat dijual, kekawatiran petani terhadap resiko menurunnya
konsumsi dan dimanfaatkan oleh petani sendiri. Hal ini produksi yang dihasilkan. Secara umum petani telah
menunjukan bahwa penanaman pohon sudah sangat mengetahui manfaat dari pemupukan organik, namun
baik diadopsi petani di lokasi penelitian. pada penerapannya pemupukan scara organik masih
belum sepenuhnya diadopsi dengan baik, karena dasar
Tingkat adopsi pembuatan rorak berada pada kategori kebiasaan penggunaan pupuk kimia yang telah lama
sedang. Lebih dari setengah responden melakukan dikerjakan.
pembuatan lubang-lubang rorak di area tanaman kopi
(Tabel 4). Pembuatan lubang rorak oleh petani lebih Oleh karenanya sangatah dibutuhkan informasi
difungsikan sebagai tempat pembentukan kompos. yang berkaitan dengan teknis pemupukan dan
Fungsi lubang rorak juga sebagai pengatur kelembaban pendampingan tentang penerapan pemupukan yang
tanah sekitar tanaman kopi dan pencegahan erosi. baik dan benar, sehingga pengetahuan petani tentang
Menurut Idjudin (2011) lubang rorak merupakan penerapan pemupukan organik meningkat dan proses
lubang penampungan atau peresapan air, bertujuan adopsi inovasi dapat berjalan dengan baik.
untuk memperbesar peresapan air ke dalam tanah
dan menampung tanah yang tererosi. Pengerjaan Faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat
pembuatan lubang rorak biasa dikerjakan secara Adopsi Budidaya GAP Kopi Arabika Gayo
gotong-royong sesama petani dengan membentuk
kelompok-kelompok kerja secara bergantian. Hal ini Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa ke
menunjukan bahwa inovasi pembuatan rorak sudah tiga peubah bebas yakni karakteristik petani, faktor
cukup baik diadopsi di tingkat petani. eksternal dan ciri inovasi secara bersama-sama
318
Jurnal Penyuluhan, September 2018 Vol. 14 No. 2
(simultan) berpengaruh terhadap tingkat adopsi adopsi budidaya GAP kopi arabika Gayo. Umur
budidaya GAP kopi arabika Gayo, dengan nilai R berhubungan dengan pengalaman, artinya semakin
square sebesar 0,618. Artinya keragaman sebahagian tua usia maka semakin berpengalaman petani terhadap
besar dapat dijelaskan oleh model sebesar 61,8 persen usahatani yang dikelolannya, tingkat pengetahuan
pengaruh peubah bebas terhadap peubah terikat Y. yang dimiliki juga semakin bertambah. Petani
Sisanya 38.2 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar yang berpangalaman mampu berfikir maju dalam
model. mengembangkan usahataninya dan mencari solusi
terhadap berbagai masalah yang dihadapi. Umur petani
Pengaruh peubah bebas secara sendiri-sendiri (parsial) di lokasi penelitian tergolong muda sampai dengan
terhadap peubah terikat menunjukkan bahwa (Tabel sedang. Begitu juga dengan pengalaman berusahatani
5), tingkat manfaat adopsi inovasi dan keuntungan responden sebahagian besar pada kategori rendah dan
relatif berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi sedang.
budidaya GAP kopi arabika Gayo, sedangkan jumlah
tanggungan keluarga berpengaruh nyata, namun Tingkat pendidikan formal tidak berpengaruh nyata
pengaruhnya negatif terhadap tingkat adopsi budidaya terhadap tingkat adopsi budidaya GAP kopi arabika
GAP kopi arabika Gayo. Persamaan regresi yang Gayo. Tingkat pendidikan formal petani mayoritas
diperoleh dari peubah bebas terhadap tingkat adopsi hanya menempuh pendidikan setingkat SD dan SMA
budidaya GAP kopi arabika Gayo yaitu: (rendah dan tinggi). Walaupun tingkat pendidikan
formal petani pada kategori tersebut, tetapi tingkat
Y= 54.327 – 0.293X1.5 + 0.298X1.7 + 0.344X3.1 R2 = adopsi terhadap budidaya GAP kopi arabika Gayo pada
0.618 komponen pemangkasan koker, penggemburan tanah
dan penanaman serta pemangkasan pelindung sudah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor umur dan di adopsi cukup baik oleh sebahagian besar petani.
pengalaman tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat Tingkat pendidikan nonformal tidak berpengaruh nyata
Tabel 5. Hasil Uji Regresi Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Adopsi Budidaya GAP Kopi
Arabika Gayo
Sub Peubah β t-hit t-tabel Sig
Karakteristik petani
- Umur 0,283 1,770 2,01 0,084
- Tingkat pendidikan formal -0,010 -0,076 2,01 0,940
- Tingkat Pendidikan nonformal 0,026 0,239 2,01 0,812
- Pengalaman berusahatani -0,102 -0,624 2,01 0,536
- Jumlah tanggungan keluarga -0,293* -2,529 2,01 0,015
- Luas lahan -0,042 -0,371 2,01 0,713
- Tingkat manfaat inovasi 0,298* 2,448 2,01 0,019
319
Jurnal Penyuluhan, September 2018 Vol. 14 No. 2
terhadap tingkat adopsi budidaya kopi arabika Gayo. tingkat dukungan pasar, tingkat dukungan informasi
Hal ini karena kegiatan yang diadakan penyuluh hanya dan tingkat dukungan tenaga kerja tidak berpengaruh
diikuti oleh pengurus inti kelompok (ketua, bendahara, nyata terhadap tingkat adopsi budidaya GAP kopi
sekertaris) dan beberapa petani maju mengingat arabika Gayo. Tingkat dukungan penyuluhan tidak
keterbatasan dana yang dimiliki. berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi budidaya
GAP kopi arabika Gayo. Hal ini menunjukkan bahwa
Luas lahan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kegiatan penyuluhan selama ini belum berjalan efektif.
adopsi GAP budidaya kopi arabika Gayo. Artinya Berdasarkan pengamatan dan wawancara bersama
bahwa semakin luas lahan yang diusahakan petani petani kegiatan penyuluhan berupa pertemuan di
semakin baik tingkat adopsi terhadap usahatani kopi. Kantor BPP hanya diikuti oleh pengurus inti kelompok
Mayoritas petani memiliki luasan lahan pada kategori dan beberapa petani aktif, sedangkan kegiatan
sempit antara 0.5 sampai dengan 1.5 ha. Hal senada pendampingan baru dilaksanakan petugas penyuluh
seperti yang di ungkapkan Daniel (2002) semakin saat program yang diusulkan disetujui oleh Dinas
sempit lahan usaha, semakin tidak efisien usahataninya, Pertanian, dan petugas penyuluh lebih mengutamakan
kecuali bila kegiatan usahatani dijalankan dengan tertib tugas-tugas administrasi di kantor.
manajemen serta penggunaan teknologi yang tepat.
Tingkat dukungan pasar tidak berpengaruh nyata
Hasil penelitian menunjukkan (Tabel 5) jumlah terhadap tingkat adopsi budidaya GAP kopi arabika
tanggungan keluarga berpengaruh nyata negatif Gayo. Berdasarkan pengamatan di lapangan hal ini
terhadap tingkat adopsi budidaya GAP kopi. Pengaruh disebabkan karena petani lebih banyak menjual hasil
negatif ini mengindikasi semakin sebesar jumlah panen kopi kepada pedagang pengumpul yang ada
anggota keluarga semakin rendah tingkat adopsi di desa. Pedagang pengumpul langsung mendatangi
budidaya GAP kopi arabika Gayo. Jumlah tanggungan petani saat musim panen tiba. Alasan petani
keluarga terlalu besar menjadikan pengusahaan melakukan penjualan hasil produk kepada pedagang
usahatani tidak terpokus karena besarnya pengeluaran pengumpul, karena lebih cepat memperoleh uang dari
dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Hal senada seperti hasil penjualan kopi dan kadang-kadang petani terikat
hasil penelitian Rahman et al. (2011) yang menyatakan penjualan disebabkan pinjaman uang kepada pedagang
jumlah tanggungan keluarga besar kebutuhan hidup pengumpul. Disatu sisi dengan adannya pengumpul
juga akan besar, pengaruh yang ditimbulkan pekerjaan di desa memudahkan petani melakukan penjualan
tidak terfokus karena besarnya biaya dikeluarkan untuk produk pertaniaannya, namun disisi lain petani tidak
kebutuhan hidup. dapat menentukan harga jual terhadap produk yang
dihasilkan.
Tingkat manfaat inovasi merupakan salah satu dari
dua faktor peubah karakteristik yang berpengaruh Tingkat dukungan informasi tidak berpengaruh nyata
nyata terhadap tingkat adopsi budidaya GAP kopi terhadap tingkat adopsi budidaya GAP kopi arabika
arabika Gayo. Artinya semakin tinggi manfaat Gayo. Ketersediaan sumber informasi dan kemudahan
inovasi petani semakin besar tingkat adopsi oleh diakses bukan sebuah faktor penentu inovasi dapat
petani. Walaupun berusahatani kopi merupakan usaha diterima apabila intensitas belajar petani ke sumber
keluarga yang diwariskan secara turun-temurun. Motif informasi rendah. Berdasarkan pendapat petani
utama menerapkan inovasi keinginan kuat untuk informasi budidaya GAP tersedia di P4S dan mudah
meningkatkan produksi dan mutu yang dihasilkan untuk diakses, hanya saja petani pelopor inovasi yang
sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan sulit ditemui karena saat ini lebih banyak melakukan
pendapatan. Hal senada seperti yang diungkapkan pembinaan kepada kelompok-kelompok tani di luar
Suryani et al. (2017) bahwa motivasi utama mengelola daerah.
lahan pekarangan adalah untuk memenuhi kebutuhan
pangan keluarga dan menambah pendapatan keluarga. Tingkat dukungan tenaga kerja tidak berpengaruh
nyata terhadap tingkat adopsi GAP kopi arabika Gayo.
Tabel 5 menunjukkan bahwa secara keseluruhan faktor Hal ini disebabkan karena tenaga kerja petani kopi di
eksternal diantarannya: tingkat dukungan penyuluhan, desa-desa penelitian tidak tergantung pada ketersediaan
320
Jurnal Penyuluhan, September 2018 Vol. 14 No. 2
tenaga kerja yang berasal dari luar, melainkan lebih jam 10.58]
menggunakan tenaga kerja yang berasal keluarga dan Amanah S. 2006. Penyuluh Perikanan. Jurnal
tenaga kerja anggota kelompok secara gotong royong Penyuluhan. 2 (4)
sebagai tambahan tenaga kerja. Burhansyah R. 2014. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Adopsi Inovasi Pertanian pada Gapoktan Puap
Tingkat kesesuaian, kerumitan, kemudahan dicoba dan dan Non Puap di Kalimantan Barat (studi
kemudahan diamati tidak berpengaruh nyata terhadap kasus:Kabupaten Pontianak dan Landak).
tingkat adopsi budidaya GAP kopi arabika Gayo. Informatika Pertanian. 23 (1): 65-74.
Hal ini karena, pada penerapan usaha budidaya kopi Daniel M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian.
arabika, petani masih mempertahankan pola budidaya Jakarta (ID): PT Bumi Aksara.
lama, dan praktik- praktik budidaya GAP anjuran [DITJENBUN] Kementrian
belum sepenuhnya dikerjakan dengan baik dan benar Pertanian- Derektorat Jendral Perkebunan.
dan kecendrungan petani lebih memilih komponen 2014. Derektorat tanaman rempah dan
budidaya dari GAP yang pekerjaan tidak rumit, ringan penyegar. Prospek kopi dunia masih cerah.
dikerjakan tetapi mendapatkan hasil yang tinggi dan [internet]. [diunggah 2014 November 27]
menguntungkan. tersedia pada: http://ditjenbun.pertanian.
go.id.
Kesimpulan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Propinsi
Aceh. 2015. Rekapitulasi Perkembangan Luas
Penilaian petani tentang ciri inovasi budidaya GAP kopi Area dan Produksi Komoditas P e r k e b u n a n
arabika Gayo anjuran meliputi: penanaman varietas unggul, Rakyat Kabupaten Aceh Tengah.
pemangkasan koker Goyo, penanaman dan pemangkasan Erfandi D. 2013. Teknik Konservasi Tanah Lahan
pelindung, pembuatan lubang rorak, penggemburan Kering untuk Mengatasi Degradasi Lahan pada
tanah dan pemupukan organik di Kecamatan Atulintang Desa Mojorejo, Lamongan. Jurnal bumi lestari.
Kabupaten Aceh Tengah termasuk positif. 13 (1): 91-97
Effendy, Hanani N, Setiawan B,
Tingkat adopsi penanaman varietas unggul dan Muhaimin AW. 2013. Effect Characteristics
pembuatan lubang rorak termasuk pada kategori of Farmers on the Level of Technology
sedang. Pemangkasan koker, penanaman pelindung, Adoption Side-Grafting in Cocoa Farming at Sigi
penggemburan tanah termasuk pada kategori tinggi, Regency-Indonesia. JAS. 5 (12): 72.doi:10.5539
sedangkan pada pemupukan secara organik berada Evizal R, Tohari, Prijambada ID, Widada J. 2 0 1 2 .
pada kategori sangat rendah. Peranan Pohon Pelindung dalam Menentukan
Produktivitas Kopi. Jurnal agrotropika 17(1):
Tingkat kemanfaatan inovasi dan keuntungan 19-23
relatif berpengaruh nyata positif, sedangkan jumlah Fatma Z. 2011. Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi
tanggungan keluarga berpengaruh nyata negatif Usahatani Kopi Rakyat di Aceh Tengah. [tesis].
terhadap tingkat adopsi budidaya GAP kopi arabika Bogor (ID) Sekolah Pasca Sarjana IPB.
Gayo [GAEKI]. Gabungan Eksportir Kopi
Indonesia. 2015. Area dan Produksi. [internet].
Daftar Pustaka [diunduh 2015 maret 01] tersedia pada: http://
gaeki.or.id/areal-dan-produksi/.
[AEKI]. Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia. 2 0 1 5 . Herman M, Hutagaol P, Surjono H S, Rauf
Industri Kopi Indonesia. [internet]. [diunduh 2015 A, Priyarsono D S. 2006. Analisis Faktor- Faktor
Maret 01] tesedia pada: http://www.aeki-aice. org/ yang Mempengaruhi Adopsi
page/ industri-kopi/ id. Teknologi Pengendalian Hama Penggerek B u a h
Antaraaceh.com 2014. Kopi Gayo yang Mendunia. Kakao: Studi Kasus di Sulawesi Barat.
Opini. unggah di] Pelita Perkebunan. 22 (3) 222- 236
http: //aceh. antaranews.com/ berita/ 20041/ kopi- Hulupi R, Nugroho D, Yusianto. 2013. K e r a g a a n
goyo-yang-mendunia [2015 oktober 14 minggu Beberapa Varietas Lokal Kopi Arabika di Dataran
321
Jurnal Penyuluhan, September 2018 Vol. 14 No. 2
Tinggi Gayo. Pelita Perkebunan. 29 (2): 69-81 Pretty J, Toulmin C, Williams S. 2011. Sustainable
Hulupi R, Martini E. 2013. Pedoman Budi Daya dan Intensification in African Agriculture. IJAS 9 (1):
Pemeliharaan Tanaman Kopi di Kebun Campur. 5-24. doi:10.3763.
Bogor (ID): World Agroforestry Centre (ICRAF) Rogers E M. 2003. Diffusion of Innovations. Fifth
Southeast Asia Regional Program. Edition. New York:The Free Press.
[IICS]. Indonesian Internasional Coffee Romano. 2009. Kajian Sistem Agribisnis Kopi Organik
Symposium 2014. Banda Aceh. PERHEPI e- di Daerah Pegunungan Gayo. Jurnal Aplikasi
news. Rubik opini: (hal 2). Manajemen. 7 (1)
Idjudin AA. 2011. Peranan Konservasi Lahan dalam Rahman SMA, Haque A, Rahman ASM. 2011. Impact
Pengelolaan perkebunan. Jurnal sumberdaya of Fish Farming on Household Income: A Case
lahan 5 (2) Study from Mymensingh District. JSS. 7 (2): 127-
Karim A. 2014. Pengembangan Ekonomi Lokal 131.
melalui Revitalisasi Kebun Kopi Rakyat di Rasak OB, Amusat AS. 2012. Perceived Efficacy
Dataran Tinggi Gayo. Jurnal Ekonomi dan of Radio Agricultural Commodities Trend
Pembangunan. 3 (1) Programme Among Farmers in Oyo State, Nigeria.
Lailida JA, Sunartomo AF, Hariyati Y. 2015. Motivasi JMCS. 4(3): 46. doi: 10.5897
Petani dan Strategi Pengembangan Usahatani Saragih JR. 2013. Socioeconomic and Ecological
Kopi Arabika Rakyat di Kecamatan Sumber Dimension of Certified and conventional arabica
Waringin Kabupaten Bondowoso. Berkala Ilmiah Coffee Production in North Sumatra, Indonesia.
Pertanian 1 (1): 1-7. AJARD.3 (3): 93-107
Marios k, Olga. 2013. Factors Motivating Farmers Salima R, Karim A, Sugianto. 2012. Evaluasi Kriteria
to Adoption diferent Agri Food Systems: A Case Kesesuaian Lahan Kopi Arabika Gayo 2
Study of Two Rural Communities in Greece. di Dataran Tinggi Gayo. Jurnal Manajemen
Rural society. 23 (1): 32-45. Sumberdaya Lahan. 1 (2): 194-206.
Mawardi S, Hulupi R, Wibawa A, Wiryadiputra S, Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian.
Yusianto. 2008. Panduan Budidaya dan Jakarta. (ID): UI-Press.
Pengolahan Kopi Arabika Gayo. (ID): Pusat Sudarko. 2012. Tingkat Kemampuan Anggota
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia & Kelompok Tani dalam Penerapan T e k n o l o g i
Indonesian Coffee and Cocoa Research Institute Usahatani Kopi Rakyat. JSEP. 6 (1)
(ICCRI). Sudaryati E. 2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Nurhardjo B. 2012. Karakteristik dan Kinerja Produksi Kopi Rakyat di Kabupaten Temanggung:
Buruh Wanita pada Gudang Tembakau Gmit di Kasus di Kecamatan Candiroto, Kabupaten
Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Bisma jurnal Temanggung. [tesis]. Semarang (ID) Universitas
bisnis dan Manajemen. 6 (1): 55 - 68. Diponegoro.
Nuryanti S, Swastika DKS. 2011. Peran Kelompoktani Sumardjo. 1999. Transformasi Model Penyuluh
dalam Penerapan Teknologi Pertanian. Forum Pertanian Menuju Pengembangan Kemandirian
Penelitian Agro Ekonomi. 29 (2): 115-128. Petani: kasus di Provinsi Jawa Barat. [disertasi].
Putri MA, Fariyanti A, Kusnadi N. 2013. struktur dan Bogor (ID) Institut Pertanian Bogor.
Integrasi Pasar Kopi Arabika Gayo di Kabupaten Suryani A. Fatchiya A, Susanto D. 2017. Keberlanjutan
Aceh Tengah dan Bener Meriah. Bulletin RISTRI. Penerapan Teknologi Pengelolaan Pekarangan
4(1): 47-54 oleh Wanitatani Di Kabupaten Kuningan. Jurnal
[PERMENTAN] Peraturan Menteri Pertanian Penyuluhan. (13) 1
Nomor: 3/ Permentan/ PP.410/ 1/ 2010. Tentang Sobari I, Sakiroh, Purwanto EH. 2012. Pengaruh
Pedoman Pembinaan Kelembagaan Pelatihan Jenis Tanaman Penaung terhadap Pertumbuhan
Pertanian Swadaya. dan Persentase Tanaman Berbuah Pada Kopi
Prawoto A A. 2008. Hasil kopi dan siklus hara Arabika Varietas Kartika 1. Buletin RISTRI. 3 (3):
mineral dari pola tanam kopi dengan 2017-222
beberapa spesies tanaman kayu industri. Pelita Tjitropranoto P. 2003. Penyuluh Pertanian Masakini
Perkebunan 224 (1): 1-21. Dan Masa Depan. dalam: Ida Yustina dan Adjat
322
Jurnal Penyuluhan, September 2018 Vol. 14 No. 2
323