Studi Eksplorasi Penatalaksanaan Hipertensi Pada Wanita Melahirkan
Studi Eksplorasi Penatalaksanaan Hipertensi Pada Wanita Melahirkan
Studi Eksplorasi Penatalaksanaan Hipertensi Pada Wanita Melahirkan
Melahirkan
Sulastri1
1
Program Studi Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta
sulastri@ums.ac.id
Abstrac
Hypertension is one of the main causes of death for mothers, fetuses, and neonates.
Hypertension in pregnancy is characterized by a blood pressure of more than 140/90 mmHg.
The management of hypertension in pregnancy consists of two types, non-pharmacological
management and pharmacological management, such as giving antihypertensives. This study
aims to explore the use of antihypertensive in pregnant women. The method used is descriptive
observational, retrospective data collection with the purposive sampling method. The study was
conducted at Pandan Arang Boyolali Hospital in June-July 2020. The subjects in this study were
all pregnant women with hypertension. A sample of 39 patients who met the inclusion criteria.
The results showed that the distribution of treatment obtained by pregnant women in the study,
all respondents received electrolyte therapy (RL), 35 respondents (89.74%) received
antihypertensive Nifedipine tablets, 18 respondents (46.15%) received Methyldopa, 28
respondents (71, 79%) received an anti-convulsant injection of MgSO4, besides that, they also
received anti-inflammatory therapy, vitamins, supplements, antibiotics, and hormone
administration.
Keyword: Hypertension, Pharmacological Management, Pregnancy
Abstrak
Hipertensi merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu, janin, maupun neonatus.
Hipertensi pada kehamilan ditandai dengan tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg.
Penatalaksanaan hipertensi pada kehamilan terdiri dari dua jenis yaitupenatalaksanaannon
farmakologis dan penatalaksanaan farmakologis seperti pemberian antihipertensi. Penelitian ini
bertujuan untuk melakukan eksplorasi penggunaan obatantihipertensi pada ibu hamil. Metode
yang digunakan berupa deskriptif secara observasional, pengambilan data secara retrospektif
dengan metode purposive sampling.Penelitiandilakukan di RSUD Pandan Arang Boyolali pada
bulan Juni-Juli 2020.Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil dengan hipertensi.
Sampel sebanyak39 pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian didapatkan
distribusi pengobatan yang didapatkan ibu hamil dalam penelitian yaitu seluruh responden
mendapatkan terapi elektrolit (RL), 35 responden (89,74%) mendapatkan anthihipertensi
Nifedipin tablet, 18 responden (46,15%) mendapatkan Metildopa, 28 responden (71,79%)
mendapatkan injeksi anti konvulsan MgSO4, selain itu juga mendapatkan terapi antiinflamasi,
vitamin, suplemen, antibiotik, dan pemberian hormon.
Kata kunci: Hypertension, Pharmacological Management, Pregnancy
LATARBELAKANG
Pre-eklampsia adalah masalah kesehatan global yang semakin penting dan perlunya
pengawasan bagi ibu maternal. Insiden pre- eklampsia meningkat berkaitan dengan faktor usia
ibu, obesitas, status reproduksi ibu, komorbiditas medis yang menjadi faktor predisposisi pre-
eklampsia seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit ginjal (Townsend, Brien, & Khalil,
2016).Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tahun 2017, AKI di
duniamencapai jumlah angka289.000 jiwa. Jumlah kejadian kematian ibu di Indonesiasebanyak
190 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2017).
Di Kabupaten Boyolali pada tahun 2018 terdapat sebanyak 15angka kematian ibuatau
angka kematian ibu 108/100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu di kabupaten Boyolali
berdasarkan masa kejadian adalah kematian ibu dalam masa kehamilan sebanyak 4 kasus
(27%), kematian ibu masa persalinan sebanyak 5 kasus (33%) dan kematian ibu pada masa nifas
sebanyak 6 kasus (40%).Kematian ibu disebabkan oleh kategori penyebab lain sebanyak 40%,
disusul oleh penyebab eklampsia yaitu sebanyak 33,40%,perdarahan13,30%, dan emboli
sebanyak 13,30% (Dinas Kesehatan Kab Boyolali, 2018).
Penatalaksanaan hipertensi kehamilan dapat dilakukan secara farmakologis dan non
farmakologis. Penatalaksanaan farmakologis terdiri atas pemberian obat antihipertensi pada ibu
dengan tekanan darah lebih dari 140/80 mmHg. Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat
dilakukan terdiri atas Dietary Aproaches to Stop Hipertension (DASH), mengurangi asupan
natrium, hindarimerokok, alkoho, dan stress. Dalam pelaksanaan tatalaksana hipertensi
kehamilan, maka perlu memperhatikan risiko yang dapat terjadi pada ibu dan bayinya
seminimal mungkin (Kuswadi, 2019).
Dalam rangka mendukung program Pemprov Jateng 2019 dalam upaya menekan angka
kematian ibu dan angka kematian bayi dengan program 5 Ng (JateNg GayeNg NginceNg WoNg
MeteNg), salah satu inovasi program yang diluncurkan Pemkab Boyolali adalah “Eradikasi Pre-
eklampsia” maka diperlukannya kerja sama antar instansi dan tatanan dalam peningkatan derajat
kesehatan ibu baik pada fase sebelum hamil, kehamilan, persalinan dan fase nifas (Survivalina,
2019). Pentingnya melakukan deteksi dini, pencegahan, dan intervensi penatalaksanaan yang
tepat menjadi upaya menurunkan angka kematian ibu oleh penyakit pre- eklampsia atau
hipertensi kehamilan.Berdasarkan pemaparan tersebut,peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Studi Eksplorasi Penggunaan Obat Pada Ibu Hamil Dengan
Hipertensi”.
METODE
Metode yang peneliti gunakan adalah deskriptif observasional atau non eksperimental, data
diambil secara retrospektif dengan metode purposive sampling.Penelitiandilakukan di RSUD
Pandan Arang Boyolali pada bulan Juni-Juli 2020.Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh
ibu hamil dengan hipertensi kehamilan yang dirawat inap di RSUD Pandan Arang Boyolali dari
tahun 2019 yang diambil secara consecutive sampling. Sampelterdiri dari 157 pasien yang di
diagnosa hipertensi pada masa kehamilan, dari sampel didapatkan 39 pasien yang memenuhi
kriteria inklusi. Kriteria inklusi: ibu hamil dengan diagnosa hipertensi pada kehamilan dan
dirawat inap di RSUD Pandan Arang Boyolali periode tahun 2019. Kriteria eksklusiadalah
pasien hipertensi dengan penyakit lainnya dan pasien hamil dengan hipertensi rawat jalan.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah ceklist berupa tabel dengan kolom yang berisi usia
ibu, usia kehamilan, riwayat penyakit sebelum hamil, penyakit penyerta/ komplikasi kehamilan
yang dialami, data laboratorium pemeriksaan proteinuria, edema dan kejang, data terapi obat
yang diberikan pada pasien hipertensi kehamilan.
Distribusi usia ibu hamil yang mengalami hipertensi dari penelitian didapatkan sebagian
besar 20 responden (51.28%) ibu berusia 20-35 tahun, 12 responden (30.76%) ibu berusia 35
tahun, dan 7 responden (17,95%) ibu berusia < 20 tahun. Tingginya presentase usia ibu hamil
dapat dipengaruhi dari banyaknya ibu yang hamil berada di usia produktif (20-35 tahun). Hasil
penelitian B.Ikhoulfiria (2017) juga mendapatkan hasil yang sama persentase hipertensi ibu
hamil paling tinggi pada usia 26-35 sebanyak 15 pasien (30,77%). Tekanan darah tinggi
padamasa kehamilan terjadipeningkatan pada usia ibu saat hamil<20 tahun hal ini dikarenakan
kontraksi pembuluh darah arteriole mengalami penurunan/berhenti sacara tiba-tiba menuju
organ-organ penting dalam tubuh hingga menimbulkan terjadinya gangguan metabolisme
jaringan dan gangguan peredaran darah, selain itu pada usia < 20 tahun organ-organ yang
mendukung dalam kehamilanbelum sempurna(Manuaba 1998 dalam Alfalasifah, 2017).Risiko
terjadinya tekanan darah tinggi juga terjadi pada usia >35 tahun hal ini dikarenakan jaringan di
dalam kandungan terjadi perubahandan jalan lahir tidak elastis lagi, sehingga penyakit yang
berhubungan dengan kehamilan juga akan meningkat (Ristyaningsih, 2018).
Distribusi usia kehamilan ibu yang mengalami hipertensi dari penelitian didapatkan
sebagian besar 34 responden (87.18%) dalam usia aterm (> 37 minggu) dan 5 responden yang
usia kehamilannya preterm (< 37 minggu). Ketika kehamilan memasuki 20 minggu atau lebih
kemungkinan muncul preeklamsia berat atau hipertensi gestasional, seiring usia kehamilan
bertambah maka semakin meningkatkan risiko mengalami hipertensi (Depkes, 2006). Hasil
penelitian lain juga menyebutkan umur kehamilan >37 minggu pada kelompok kasus (77,1%)
lebih banyak dari pada kelompok kontrol (45,7%), hal ini disebabkan karena pemeriksaan ANC
ibu selama hamil yang tidak rutin dan lengkap, sehingga ibu tidak dapat mengenali secara dini
komplikasi seperti preeklampsia yang mungkin terjadi selama kehamilan hingga menjelang
persalinan (Muzalfah, 2018).
Distribusi status gravida pada ibu yang mengalami hipertensi dari penelitian didapatkan
paling banyak 25 responden (64,10%) mutigravida, 10 responden (25,64%) primigravida, dan 4
responden (10,26%) dalam status grandegravida. Hasil penelitian tidak sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Nelawati (2014) dimana dari faktor paritas didapatkan kejadian hipertensi
paling banyak terjadi pada primipara, dan juga sekitar 85% hipertensi pada ibu hamil terjadi
pada kehamilan pertama. Jika dilihat dari terjadinya hipertensi pada ibu hamil, graviditas paling
aman adalah kehamilan kedua sampai ketiga (Katsiki N et al., 2010).Pada multipara juga
beresiko mengalami preeklamsia dikarenakan lingkunganendometriumtempat terjadinya
implantasi tidak terlalu sempurna sehingga endometrium kurang siap menerima hasil konsepsi,
menyebabkan pemberian nutrisi dan oksigenisasi kepada hasil konsepsi kurang sempurna dan
pertumbuhan hasil konsepsi akan terganggu(Wiknjosastro, 2008 dalam Muzalfah,
2018).Tingginya kejadian hipertensi pada multigravida pada penelitian juga dapat dipengaruhi
dari kepatuhan ibu dalam melakukan Antenatal Care (ANC) sehingga tanda-tanda hipertensi
tidak dapat segera ditangani.
Distribusi jenis hipertensi yang dialami ibu hamil didapatkan paling banyak 25 responden
(64,10%) ibu mengalami hipertensi berat, 11 responden (28,21%) ibu mengalami hipertensi
sedang, 2 responden (5,13) ibu mengalami hipertensi ringan, 1 responden (2,56%) ibu
mengalami hipertensi gestasional dan tidak ada ibu yang mengalami eklampsia. Hasil penelitian
B.Ikhoulfiria (2017) juga menunjukkan hasil yang sama dimana preeklamsia berat merupakan
diagnosis paling banyak yaitu sebanyak 71,79%(28 pasien) dan sebanyak 28,21% (11 pasien)
mengalami hipertensi gestasional. Tingginya distribusi hipertensi berat dapat diakibatkan dari
beberapa faktor resiko yang mempengaruhi seperti umur ibu, status kehamilan, riwayat
keluarga, dan riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya. Menurut data yang didapatkan
(64,10%) ibu dalam status kehamilan mutigravida dimana terdapat kemungkinan ibu mengalami
hipertensi dikehamilan sebelumnya.
Distribusi hasil protein dalam urin pada ibu yang mengalami hipertensi dari penelitian
didapatkan 28 responden (71,79%) memiliki hasil positif (+) atau mengalami proteinuria dan 11
responden (28,21%) memiliki hasil negatif (-).Jika didapatkan produksi protein urin secara
kuantitatif > 300 mg/24 jam proteinuria dapat ditegakkan, namun jika pemeriksaan secara
kuantitatif tidak bisa dilakukan, maka pemeriksaan semikuantitatif dapat dilakukan dengan
metode dipstik urin > 1+ (POGI, 2016).
Distribusi jenis persalinan pada ibu yang mengalami hipertensi dari penelitian didapatkan
25 responden (64,10%) ibu menjalani persalinan Sectio Caesaria, 11 responden (28,21%)
menjalani persalinan spontan, 3 responden (7,69%) menjalani persalinan Vacum Ekstraktor.
Pengobatan untuk mengatasi preeklampsia adalah persalinan, namunapabila janin diperkirakan
pada usia gestasi kurang bulan, maka kehamilan cenderung dipertahankanbeberapa minggu
untuk menurunkan terjadinya risiko kematian pada neonatus (POGI, 2016).
Distribusi pengobatan yang didapatkan ibu hamil dalam penelitian yaitu seluruh responden
mendapatkan terapi elektrolit berupa Ringer Laktat (RL), 35 responden (89,74%) mendapatkan
anthihipertensi Nifedipin tablet dan 18 responden (46,15%) mendapatkan anthihipertensi
Metildopa. Beberapa responden sebanyak 28 responden (71,79%) mendapatkan terapi injeksi
anti konvulsan MgSO4, selain itu beberapa responden juga mendapatkan terapi antiinflamasi,
vitamin, suplemen, antibiotik, dan pemberian hormon.
Cairan kristaloid jenis ringer laktat (RL) mengandung kalium,kalsium,natrium,laktat,
klorida, dan juga air.Ringer laktat biasanya digunakan untuk mengganti cairan tubuh yang
hilang ketika terjadi cedera,luka,atau selama proses operasi yang secara cepat
mengakibatkanbanyak kehilangan darah.Selain itu, ketika sedang dalam perawatan RL juga
dapat digunakan untuk cairan pemeliharan.
Antihipertensi diresepkan jika TD sistolik >160 mmHg atau diastolik >110 mmHg.
Antihipertensi nefidipin 10 mg dapat menjadi pilihan. Jika setelah 1 jam,tekanan darah belum
mengalami perubahan pemberikan nifedipin dapat diulangandengan jarak satu jam, kemudian
dua jam, dan seterusnyajika masih dibutuhkan (Wantania, 2016). Penggunaan nifedipin lebih
banyakdibanding penggunaan metildopa, metildopa dapat menyebabkan terjadinya hipotensi
pada bayi baru lahir, sedangkan penggunaan nifedipin oral efek yang timbulkan lebih rendah
dibanding antihipertensi lain. Pada hipertensi ringan penggunaan metildopa lebih efektif,
sedangkan untuk mengontrol hipertensi sedang dan berat kombinasi metildopa dan nifedipin
sangat efektifpada ibu yang mengalami preeklamsia (Rezaei, et all 2011).
Dalam upaya pencegahan dan pengurangan angka terjadinya eklamsia, mengurangi tingkat
mortalitas dan mordibitas selama masa kehamilan dan dalam proses persalinan magnesium
sulfat dapat diberikan. Mekanisme kerja magnesium sulfatyaitu dapat menyebabkan terjadinya
vasodilatasi akibatterrelaksasinya otot polos,uterus, dan pembuluh darah perifer. Selain dalam
perannya untuk mengatasi terjadinya kejang, magnesium sulfat dapat digunakan untuk
antihipertensi dan juga tokolitik (POGI,2016).
Asam mefenamat (obat yang tergolong NSAID) yang diberikan pada ibu hamil semasa
kehamilan atau pada masa trimester akhir (akan melahirkan) tidak dianjurkan, karena obat jenis
ini dapat mengakibatkan kontraksi pada rahim terhambat dan bisa mempengaruhi janin (Sager
et al, 2013). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Lidya Indhayani (2018) didapatkan
hasilpenggunaan jenis obat tertinggi adalahanalgesik yang biasanya digunakan sebagai pereda
nyeri setelah persalinan secara operasi ataupun spontan. Selain analgesik golongan obat yang
banyak diresepkan adalah antibiotik, yang digunakan sebagai penanganan infeksiselama masa
kehamilan ataupun setelah persalinan. Dari hasil penelitian terdapat 1 ibu (2.56%) yang
mendapatkan obat asam mefenamat dan 3 ibu (7,69%) mendapatkan antibiotik injeksi
cefotaxime.
Pemberian vitamin baik C ataupun E dalam dosis tinggi tidak dapat menurunkan risiko
terjadinya preeklampsia, hipertensi gestasional,eklampsia pada ibu, dan berat badan
lahirrendah, bayi kecil atau kematian perinatal pada bayi (POGI, 2016). Penelitian lain
menyebutkanvitamin C berperan dalam membantu pembentukan hemoglobin dan penyerapan
zat besi yang bersumber dari makanan(Alfalasifah, 2017). Suplemen Fe juga dapat diresepkan
gunapencegahanterjadinya anemia selama masa kehamilan dan untuk pencegahan kejadian
IUGR pada janin (Indhayani, 2018). Pada penelitian terdapat 1 responden (2,56%) yang
mendapatkan vitamin C, terdapat 3 responden (7,69%) mendapatkan suplemen Ferro Sulfat (Fe)
dan 1 responden (2,56%) mendapatkan suplemen asam folat.
Penggunaan kortikosteroid pada masa antenatal bertujuan untuk mempercepat
perkembangan paru pada janin sebelum usia kehamilan mencapai 38 minggu. Terapi ini
diberikan dengan tujuan agar proses persalinan dapat segera dilakukan, dikarenakan
penatalaksana terakhir dari hipertensi dalam kehamilan adalah persalinan (Indhayani,
2018),dengan pemberian hormon kontraksi uterus dapat meningkatsehingga mempercepat
terjadinya perubahan pada serviks dan janin akan menurun ke jalan lahir (Cunningham,2005).
Dalam penelitian terdapat ibu yang mendapatkan obat golongan kortikosteroid injeksi
dexsamethasone sebanyak 6 responden (15,38%) dan yang mendapatkan injeksi hormon
oksitosin sebanyak 2 responden (5,12%). Pemeberian obat selain antihipertensipada pasien bisa
dipengaruhi oleh kondisi ibu dan janin selama kehamilan, untuk membantu proses persalinan
ataupun pengobatan pada penyakit penyerta selama kehamilan.
Tabel 3. Distribusi tindakan non farmakologi pada pasien hamil dengan hipertensi
Tindakan Keperawatan Jumlah Presentase (%) N=39
Rendam kaki menggunakan air hangat 3 7.69
Relaksasi dengan aromaterapi 21 53.85
Menggunakan keduanya 3 7.69
Tidak melakukan keduanya 12 30.77
Ketepatan pemberian obat dilihat dari beberapa indikator seperti tepat pasien, tepat
indikasi, tepat jenis obat, dan tepat dosis obat. Hasil dari penelitian didapatkan 21 responden
(53,84%) yang pemberian obatnya sudah tepat indikasi. Antihipertensidapat diresepkan
apabilatekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau jika tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg. Pada
hipertensi ringan antihipertensi tidak perlu diberikan dikarenakan setelah melahirkan tekanan
darahakan normal kembali. Kondisi pasien akan membaik dalam waktu 42 hari setelah
melahirkan (Szczepaniakl, 2012). Pada penelitian terdapat 18 responden (46,15%) yang
pemberian obatnya tidak tepat indikasi, obat antihipertensi kemungkinan diresepkan pada TD
sistolik < 160 mmHg ataupun TD sistolik > 160 mmHg tidak mendapatkan antihipertensi.
Tepat pasien. Ketepatan pemberian obat kepada pasien dapat diidentifikasi dariobat apakah
sudah tepat dengan kondisi ibu baik secara patologis ataupun fisiologis dengan melihat adanya
kontraindikasi pada pasien. Hasil penelitian didapatkan 39 responden (100%) tepat pasien.
Antihipertensi yang didapatkan ibu pada penelitian ini adalah nefidipin tablet dan metildopa.
Pemberian nifedipin oral dapat meningkatkan indeks kardiak yang berguna pada preeklampsia
berat dan dibandingkan dengan injeksi labetalol, nefidipin oral dapat menurunkan tekanan darah
lebih cepat kurang lebih 1 jam setelah awal pemberian(POGI, 2016).
Tepat jenis obat. Ketepatan obat antihipertensi yang diberikan akan disesuaikan dengan
standart pelayanan medik dan guideline ACOG. Hasil penelitian didapatkan 39 responden
(100%) tepat obat. Pemberian antihipertensi disarankan pada preeklampsia dengan tekanan
darah sistolik >160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg. Antihipertensi nifedipin oral short
acting,labetalol parenteral, dan hidralazine dapat menjadi pilihan pertama sedangkan
antihipertensilabetalol, metildopa, dan nitogliserin dapat menjadi terapi alternatif (POGI, 2016).
Metildopa bekerja secara terpusat dengan menurunkan tonus simpatis, dan karenanya dapat
memiliki banyak efek samping, termasuk sedasi dan gangguan pola tidur. Salah satu efek
samping potensial adalah peningkatan enzim hati, yang dapat menyebabkan kebingungan
diagnosis sindrom HELLP. Methyldopa dapat dikombinasikan dengan antihipertensi lain,
seperti diuretik, untuk mencapai nilai tekanan darah yang ditargetkan (Kattah et al, 2013).
Tepat dosis obatdapat diidentifikasidengan membandingkan dosis yang diberikan dengan
dosis yang direkomendasikan pada penelitian ini menggunakan standar guideline ACOG. Data
pada pasien didapatkan dosis obat antihipertensi (nefidipin dan metildopa) yang diberikan
sesuai dengan standar.
KESIMPULAN
Distribusi pengobatan yang didapatkan ibu hamil dalam penelitian, seluruh responden
mendapatkan terapi elektrolit berupa Ringer Laktat (RL), anthihipertensi yang diberikan berupa
Nifedipin tablet dan Metildopa. Beberapa responden juga mendapatkan terapi injeksi anti
konvulsan MgSO4, dan beberapa responden juga mendapatkan terapi antiinflamasi, vitamin,
suplemen, antibiotik, dan pemberian hormon, selain terapi farmakologi pasien dalam penelitian
juga mendapatkan terapi non farmakologi aromaterapi dan rendam kaki dengan air hangat.
Dalam evaluasi pemberian terapi farmakologi 100 % tepat pasien, jenis obat, dan dosis obat,
akan tetapi ada sebanyak 18 dari 39 responden yang tidak tepat indikasi.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih diberikan kepada kepala Rumah Sakit Pandan Arang Boyolali dan staff
yang membantu atas ijin dan data terkait penelitian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Alfalasifah, B.I., (2017). Evaluasi Ketepatan Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Ibu Hamil
Di Instalasi Rawat Inap Rsud Pandan Arang Boyolali Periode Januari-September
Tahun 2016. http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/53697
Benson, & Pernol Martin. (2009). Buku Saku Obstetri & Ginekologi (9th ed.). Jakarta: EGC.
Cunningham, F. G. (2005). Obsetetri Williams : Gangguan Hipertensi Dalam Kehamilan. Edisi
21. Jakarta : EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia., (2006). Pharmaceutical care untuk penyakit
hipertensi, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Jakarta.
Dinkes Kab Boyolali. (2018). Kabupaten Boyolali Tahun 2018.
Indhayani, L., (2018). Studi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Wanita Hamil Yang
Didiagnosis Hipertensi Di Rumah Sakit Pmi Kota Bogor. JSTFI Indonesian Journal of
Pharmaceutical Science and
Technology.https://ejournal.stfi.ac.id/index.php/jstfi/article/view/70
Kattah, A. G., & Garovic, V. D. (2013). The management of hypertension in
pregnancy. Advances in chronic kidney disease, 20(3), 229–
239.https://doi.org/10.1053/j.ackd.2013.01.014
Katsiki, N., Godosis, D., Komaitis, S., Hatzitolios. A. (2010). Hypertension in pregnancy:
classification, diagnosis, and treatment. Medical Journal. Greece: Aristotle University
of Thessaloniki;37(2):hlm. 9- 18.
http://ejournals.lib.auth.gr/aumj/article/view/4709/4810
Kianpour, M., Mansouri, A., Mehrabi, T., & Asghari, G. (2016). Effect of lavender scent
inhalation on prevention of stress, anxiety, and depression in the postpartum period.
Iranian journal of nursing and midwifery research, 21(2), 197–
201.https://doi.org/10.4103/1735-9066.178248
Kuswadi, I. (2019). Penatalaksanaan Hipertensi pada Kehamilan dan Laktasi.
https://sardjito.co.id/2019/08/28/penatalaksanaan-hipertensi-pada-kehamilan-dan-
laktasi/
Muzalfah, R., Santik, Y. D., & Wahyuningsih, A. (2018). Kejadian Preeklampsia pada Ibu
Bersalin. HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development), 2(3), 417-
428. https://doi.org/10.15294/higeia.v2i3.21390
POGI., (2016). Diagnosis Dan Tata Laksana Preeklamsia. Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal.
Rakhshani, A., Nagarathna, R., Mhaskar, R., Mhaskar, A., Thomas, A., & Gunasheela, S.
(2012). The effects of yoga in the prevention of pregnancy complications in high-
riskpregnancies : A randomized controlled trial. PreventiveMedicine,55(4),333–340.
https://doi.org/10.1016/j.ypmed.2012.07.020
Rezaei, Z., Sharbaf, F. R., Pourmojieb, M., Youefzadeh-Fard, Y., Motevalian, M., Khazaeipour,
Z., & Esmaeili, S. (2011). Comparison of the efficacy of nifedipine and hydralazine in
hypertensive crisis in pregnancy. Acta Medica Iranica, 49(11), 701–
706.https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22131238/
Ristyaningsih, A., Yasin, N.M., &Kurniawati, F., (2018). Studi Eksplorasi Penatalaksanaan
Hipertensi pada Wanita Hamil. JMPF Vol. 8 No. 4 : 189 –
199.https://www.researchgate.net/publication/331191910_Explorative_Study_on_Hipe
rtension_Treatment_among_Pregnant_Women
Rohani, Saswita, R., & Marisah. (2011). Asuhan Kebidanan pada Masa Persalinan. Jakarta:
Salemba Medika.
Rustanti, I.Y., Khayati, N., &Nugroho, H.A., (2020). Penurunan Tekanan Darah Pada Ibu
dengan Preeklamsi Berat Dengan Terapi Rendam Kaki Air Sereh. Ners Muda. Ners
Muda, Vol 1 No 2, Agustus 2020 e-ISSN: 2723-
8067https://doi.org/10.26714/nm.v1i2.5798
Sager, P., Heilbraun, J., Turner, J.R., Gintant, G. and Geiger, M.J., (2013). Assessment of drug-
induced increases in blood pressure during drug development: Report from the Cardiac
Safety Research Consortium. American Heart Journal, 165(4), pp.477–488.
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23537963/
Setyarini. (2016). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal. Jakarta Selatan: Pusdik SDM
Kesehatan.
Sidani, M., & Siddik-sayyid, S. M. (2015). Preeclampsia, a new perspective in 2011 I-
Introduction-Definitions. (June 2011).
Survivalina. (2019, November 12). Artikel Tekan AKI dan AKB, Dinkes Boyolali Gencarkan
Eradikasi Pre-eklampsia. Pemkab Boyolali. Retrieved from
https://www.boyolali.go.id/detail/10971/tekan-aki-dan-akb-dinkes
Szczepaniak-Chicheł, L., & Tykarski, A. (2012). Leczenie nadciśnienia tetniczego w ciazy w
świetle aktualnych wytycznych Polskiego Towarzystwa Nadciśnienia Tetniczego z
2011 roku [Treatment of arterial hypertension in pregnancy in relation to current
guidelines of the Polish Society of Arterial Hypertension from 2011]. Ginekologia
polska, 83(10), 778–783.https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23383565/
Townsend, R., Brien, P. O., & Khalil, A. (2016). Current best practice in the management of
hypertensive disorders in pregnancy. 79–94.
Ummiyati, M., & Asrofin, B. (2019). Efektifitas Terapi Air Hangat Terhadap Penurunan.
(Ciastech), 163–170.
Wantania, John J. E., (2016). Hipertensi Dalam Kehamilan. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK
UNSRAT Manado.
http://repo.unsrat.ac.id/1590/1/18._Hipertensi_Dalam_Kehamilan.pdf
World Health Organization (WHO). (2017). Commission on Ending Childhood Obesity.
Geneva, World Health Organization, Departement of Noncommunicable disease
surveillance.