Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Warehouse Receipt System: Between Expectation and Reality: Sistem Resi Gudang Di Indonesia: Antara Harapan Dan Kenyataan

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

SISTEM RESI GUDANG DI INDONESIA: ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN

Warehouse Receipt System: Between Expectation and Reality

Erma Suryani, Erwidodo, dan Iwan Setiadjie Anugerah


Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Jl. A.Yani No.70, Bogor 16161
E-mail: erma_pse@yahoo.com

Naskah diterima: 19 Februari 2014 Direvisi: 28 Maret 2014 Disetujui terbit: 2 Mei 2014

ABSTRACT

A common phenomenon in the trade of agricultural commodities is price fluctuation, namely price is falling during
harvest and spiking during the off season. A price stabilization policy for rice, which involves an active role of
Perum Bulog, is considered successful. However, the same policy is not immediately implemented for other
agricultural commodities because of the magnitude of government budget and consideration of BULOG's capacity
to execute them. Another attempt carried out by the government to help farmers to cope with price fluctuations is to
facilitate the implementation of Warehouse Receipt System (WRS). Although the Act WRS has been published in
2006, its establishment has not performed as expected. This paper aims to identify constraints and problems and
look for alternative strategies and policies needed to accelerate the establishment WRS. This study uses primary and
secondary data. Location of primary data collection was Indramayu and Subang Regencies, West Java. The results
show, among others, that: (i) understanding of WRS and its benefits is limited, (ii) WRS in Indramayu and Subang
only covered gabah and rice, (iii) the main users of WRS are traders, (iv) limited availability of warehouses that
meets the requirements, and (v) limited involvement and support of Local Government in the implementation and
establishment of the WRS. Problem in institutionalizing WRS for agricultural commodities is very complex,
because it involves many agencies and stakeholders. Alternative strategies are therefore needed that address those
complex problems and impediments.

Keywords: Warehouse Receipt System, problems, alternative strategy

ABSTRAK

Fenomena yang umum terjadi pada perdagangan komoditas pertanian adalah anjloknya harga pada saat panen raya
dan melonjaknya harga pada masa paceklik. Kebijakan stabilisasi harga untuk gabah dan beras, yang melibatkan
peran aktif Perum Bulog, dinilai cukup berhasil. Namun, kebijakan yang sama tidak segera dilakukan untuk
komoditas pertanian lain karena alasan besarnya anggaran yang diperlukan dan pertimbangan kemampuan Bulog
untuk melaksanakan. Upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk membantu petani dalam menghadapi fluktuasi
harga tersebut adalah merancang dan memfasilitasi penyelenggaraan Sistem Resi Gudang (SRG). Meskipun
Undang-Undang SRG telah diterbitkan tahun 2006, namun implementasinya di lapangan belum menunjukkan
kinerja seperti yang diharapkan. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan dan mencari alternatif
strategi dan kebijakan yang diperlukan untuk mengakselerasi SRG sehingga dapat dimanfaatkan petani produsen.
Kajian ini menggunakan data primer dan sekunder. Lokasi pengumpulan data primer difokuskan di Kabupaten
Indramayu dan Subang. Hasil kajian menunjukkan, antara lain: (i) masih terbatasnya pemahaman tentang SRG
berikut manfaatnya, (ii) jasa SRG di Indramayu dan Subang baru mencakup komoditas gabah dan beras, (iii)
pengguna jasa SRG lebih banyak pedagang, dan (iv) terbatasnya ketersediaan gudang yang memenuhi persyaratan,
dan (v) masih terbatasnya keterlibatan dan dukungan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan SRG.
Permasalahan melembagakan SRG untuk komoditas pertanian sangat komplek karena terkait dengan banyak
lembaga yang terlibat. Oleh karena itu, diperlukan strategi alternatif yang mampu mengatasi permasalahan dan
kendala komplek tersebut.

Kata kunci: Sistem Resi Gudang, permasalahan, strategi alternatif

SISTEM RESI GUDANG DI INDONESIA: ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN Erma Suryani, Erwidodo, dan Iwan Setiadjie
Anugrah
69
instabilitas harga dan sekaligus memberikan
PENDAHULUAN
alternatif pembiayaan untuk kegiatan produktif,
negara lain sudah lama menerapkan pola SRG.
Permasalahan utama dalam perdagangan Berdasarkan data dari konferensi Warehouse
komoditas pertanian adalah fenomena Receipt System (WRS) di Amsterdam pada
ketidakstabilan harga. Pada saat memasuki panen tanggal 9–11 Juli 2001 maka negara-negara
raya dengan pasokan barang melimpah, berkembang yang tercatat cukup berhasil
umumnya harga akan anjlok dan sebaliknya saat menerapkan sistem resi gudang ini adalah:
musim paceklik, secara perlahan suplai barang di Rumania, Hungaria, Afrika Selatan, Zambia,
pasaran berkurang, harga mulai merangkak naik. Ghana, Rusia, Slovakia, Bulgaria, Cesnia,
Kondisi tersebut tentu tidak menguntungkan Polandia, Kazakstan, Turki, dan Meksiko. Secara
petani sebagai produsen, terutama petani yang umum penerapan SRG mampu meningkatkan
berlahan sempit, karena jika hasil panennya pendapatan rumah tangga, meningkatkan posisi
dijual saat panen raya, maka harga yang diterima tawar petani, memotivasi petani untuk
petani cenderung rendah. Kondisi tersebut berproduksi lebih tinggi dan menjaga kualitas,
membuat petani tidak memperoleh keuntungan meningkatkan akses pembiayaan ke lembaga
maksimal. keuangan, membuka wawasan dan keterampilan
petani terkait teknologi informasi, dan
Ketidakstabilan harga khususnya untuk
gabah sebagai komoditas pangan utama, mengurangi intervensi pemerintah dalam
mengatur perdagangan komoditas pertanian
mendorong pemerintah melakukan upaya
stabilisasi harga dengan mengeluarkan kebijakan (Colter dan Onumah, 2002; IFAD, 2012;
Wikipedia, 2014).
penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP)
gabah yang bertujuan melindungi petani dari Undang-Undang SRG No. 9 Tahun 2006
anjloknya harga pada saat panen raya. Bulog mengatur dan melaksanakan SRG di Indonesia.
ditunjuk sebagai lembaga yang diberi wewenang Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa SRG
untuk melaksanakan kebijakan stabilisasi harga merupakan kegiatan yang berkaitan dengan
tersebut. Konsekuensi kebijakan tersebut, petani penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan
akan memperoleh harga gabah minimal sebesar penyelesaian transaksi resi gudang. Resi gudang
HPP. Jika harga gabah di pasaran berada di merupakan dokumen bukti kepemilikan atas
bawah HPP, maka kewajiban Bulog untuk barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan
membeli gabah petani dengan harga HPP. oleh Pengelola Gudang. Sesuai amanat UU,
Sebaliknya jika harga gabah di pasaran lebih sebagai penanggung jawab kegiatan SRG adalah
tinggi dari HPP, maka petani bebas menjual hasil Kementerian Perdagangan dan sebagai pengguna
panen gabahnya ke calon pembeli selain Bulog. SRG adalah Kementerian Pertanian. Dalam
pelaksanaan SRG, selanjutnya Kementerian
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa
petani umumnya menjual gabahnya pada saat Perdagangan membentuk Badan Pengawas SRG
yang selanjutnya disebut Badan Pengawas yaitu
panen. Kondisi ini dimanfaatkan para pedagang
untuk membeli gabah petani dengan harga sesuai unit organisasi di bawah menteri yang diberi
wewenang untuk melakukan pembinaan,
HPP. Selanjutnya pedagang dapat menjual gabah
pengaturan, dan pengawasan pelaksanaan SRG.
tersebut saat musim pasokan gabah di pasaran
mulai berkurang dengan harga lebih tinggi. Untuk mengefektifkan pelaksanaan SRG,
Kementerian Perdagangan selanjutnya
Strategi pedagang untuk menunda jual gabah
mampu memberikan margin keuntungan. mengeluarkan Permendag No. 26/M-
DAG/PER/6/2007 yang mengatur jenis barang
Harapan pemerintah, margin keuntungan tersebut
yang dapat memanfaatkan SRG. Diterbitkannya
dapat dinikmati sebagian besar petani. Oleh
karena itu, pemerintah merancang sistem yang UU SRG dan peraturan pendukungnya
diharapkan seluruh pelaku SRG tidak ragu
dapat membantu petani untuk melakukan tunda
jual hasil panennya dalam bentuk Sistem Resi melakukan kegiatan SRG.
Gudang (SRG). Secara konsepsi, SRG dapat
diimplementasikan di lapangan dan berpotensi
Fenomena fluktuasi harga pada
perdagangan komoditas pertanian juga dialami di memberikan keuntungan pada semua pelaku
SRG, khususnya sasaran akhir yaitu petani.
negara lain, terutama di negara-negara
berkembang. Untuk melindungi petani dari Namun, hasil penelusuran data sekunder
ditemukan bahwa pelaksanaan SRG berjalan

Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 12 No. 1, Juni 2014: 69-86

70
relatif lambat, terlihat dari perkembangan jumlah Pengumpulan data primer dilakukan
dan nilai resi gudang yang diterbitkan oleh secara berjenjang dengan metode wawancara
Pengelola Gudang selama periode 2008–2014. yang melibatkan seluruh stakeholder, yaitu Dinas
Pada awal beroperasinya SRG tahun 2008, Perdagangan, Dinas Pertanian, bank yang
jumlah dan nilai resi gudang (RG) masing- ditunjuk untuk memfasilitasi SRG, Pengelola
masing sebesar 16 RG dan Rp1,43 miliar, Gudang, dan kelompok tani/petani. Data dan
sedangkan pada tahun 2014 jumlah dan nilai RG informasi dari berbagai sumber tersebut
masing-masing sebesar 596 RG dan Rp124,97 diharapkan memberikan informasi pelaksanaan
miliar (Bappebti, 2014). Jumlah dan nilai RG SRG, permasalahan yang dihadapi, dan harapan
tersebut relatif kecil jika dikaitkan dengan jumlah keberlanjutan pengembangan SRG ke depan.
produksi komoditas pertanian. Selain itu, jenis
komoditas yang digudangkan relatif terbatas pada
komoditas gabah, beras, jagung, dan kopi, HASIL DAN PEMBAHASAN
meskipun menurut UU SRG dimungkinkan untuk
menyimpan beragam jenis komoditas. Pengertian dan Tata Kelola Sistem Resi
Pertanyaannya, mengapa pelaksanaan SRG Gudang
berjalan relatif lambat, tidak sesuai yang
diharapkan pemerintah? Pengertian Sistem Resi Gudang
Untuk mengetahui penyebab lambatnya Sistem Resi Gudang (SRG) merupakan kegiatan
implementasi dan penyebarluasan SRG, tujuan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan,
penelitian difokuskan untuk (1) mengetahui penjaminan, dan penyelesaian transaksi Resi
pelaksanaan SRG, khususnya di wilayah sentra Gudang (RG). Dalam UU SRG No. 9 tahun 2006
padi, mengingat padi merupakan komoditas dinyatakan bahwa RG merupakan dokumen bukti
dominan SRG, dan (2) menggali permasalahan kepemilikan atas barang yang disimpan di
yang terjadi di lapangan serta memberikan gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang.
alternatif pemecahannya. Ada dua macam RG, yaitu: (1) RG yang dapat
diperdagangkan ("negotiable warehouse receipt")
yaitu suatu resi gudang yang memuat perintah
METODE PENELITIAN penyerahan barang kepada siapa saja yang
memegang resi gudang tersebut atau atas suatu
Ada tiga aspek pokok yang menjadi pembahasan perintah pihak tertentu; dan (2) RG yang tidak
dalam kajian ini. Pertama, memaparkan potensi dapat diperdagangkan ("non-negotiable
keuntungan dan manfaat yang diperoleh dari warehouse receipt") yaitu resi gudang yang
pelaksanaan SRG yang mengacu pada dasar memuat ketentuan bahwa barang yang dimaksud
hukum Resi Gudang. Kedua, menyajikan fakta hanya dapat diserahkan kepada pihak yang
terkait kinerja penyelenggaraan SRG. Ketiga, namanya telah ditetapkan. Selain RG, juga bisa
memaparkan permasalahan dalam implementasi diterbitkan derivatif RG berupa warkat yang
SRG dan alternatif pemecahannya sehingga SRG keduanya dapat diperdagangkan di bursa
dapat berkembang dan menyebar secara luas. komoditi (Wikipedia, 2014).
Aspek pertama dijabarkan dengan Penerbitan RG hanya dilakukan oleh
memanfaatkan hasil-hasil penelitian/kajian Pengelola Gudang yang memperoleh persetujuan
sebelumnya. Aspek kedua, selain menganalisis Badan Pengawas, sedangkan derivatif RG
data sekunder, juga dilakukan survei ke lokasi diterbitkan oleh bank, lembaga keuangan
contoh (Kabupaten Indramayu dan Subang). nonbank, dan pedagang berjangka yang telah
Kegiatan survei difokuskan pada penggalian mendapat persetujuan Badan Pengawas. Sebagai
informasi terkait permasalahan penyelenggaraan dokumen kepemilikan barang, RG dapat
SRG. Pemilihan kabupaten Indramayu ditujukan dijadikan sebagai jaminan hutang tanpa harus
untuk melihat kinerja SRG yang melibatkan disertai agunan lainnya. RG dapat dialihkan dan
gudang milik BUMN (PT Pertani), sedangkan di dijadikan sebagai dokumen penyerahan barang.
Kabupaten Subang untuk melihat kinerja SRG
yang melibatkan gudang milik swasta (koperasi). Dasar Hukum Penyelenggaraan SRG
Aspek ketiga difokuskan pada pembahasan Pelaksanaan SRG di Indonesia diatur berdasar
terkait permasalahan implementasi SRG dan UU No. 9 Tahun 2006. Pelaksanaan amanat UU
alternatif pemecahannya. No. 9/2006 selanjutnya diatur dalam Peraturan

SISTEM RESI GUDANG DI INDONESIA: ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN Erma Suryani, Erwidodo, dan Iwan Setiadjie
Anugrah
71
Pemerintah No. 36 Tahun 2007. Pasal-pasal dan 10/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008 yang mengatur
ayat yang termuat dalam PP No. 36/2007 lebih tentang (i) Pedoman teknis pengalihan RG, (ii)
mengarah pada penjelasan teknis sehingga Pedoman teknis penjaminan RG, dan (iii)
diharapkan dapat mempermudah pengoperasian Pedoman teknis penyelesaian transaksi RG. Pada
SRG di lapangan. tahun 2009, telah dikeluarkan tiga peraturan
Bappebti No. 11, 12, dan 13/ BAPPEBTI/PER-
Beberapa peraturan pendukung UU No.
SRG/5/2009 yang mengatur tentang (i)
9/2006 antara lain Peraturan Menteri
Persyaratan keuangan bagi Pengelola Gudang,
Perdagangan (Permendag) No. 26/M-
(ii) Tata cara penyampaian laporan Pengelola
DAG/PER/6/2007 yang menjelaskan jenis
Gudang, Lembaga Penilaian Kesesuaian dan
komoditas yang dapat disimpan di gudang SRG,
Pusat Registrasi, dan (3) Tata cara pemeriksaan
yaitu gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada,
teknis kelembagaan dalam SRG.
karet, dan rumput laut. Pada tahun 2011,
Permendag No. 26/M-DAG/PER/6/2007 Untuk penilaian kualitas aktiva bank
dinyatakan tidak berlaku ketika diterbitkan umum berdasarkan peraturan Bank Indonesia No.
Permendag No.37/M-DAG/Per/11/2011 yang 9/6/PBI/2007. Dalam perjalanannya UU No. 9
menambahkan komoditas rotan dapat disimpan di Tahun 2006 mengalami beberapa perubahan pada
gudang SRG, selain delapan jenis komoditas beberapa pasal dan ayat, selanjutnya dilakukan
yang diatur sebelumnya. amandemen dengan UU No. 9/2011. Dasar
hukum SRG secara rinci telah dibahas oleh
Untuk pengaturan teknis penyelenggaraan
Herlindah (2013) dan Ashari (2011).
SRG selanjutnya diatur oleh Peraturan Kepala
Bappebti. Pada tahun 2007 telah dikeluarkan
Kelembagaan Sistem Resi Gudang
empat peraturan Bappebti No. 03, 04, 05,
06/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 yang mengatur Dalam UU No. 9/2006 dinyatakan bahwa
(i) Persyaratan umum dan persyaratan teknis Kebijakan umum terkait SRG ditangani oleh
gudang, (ii) Persyaratan dan tata cara untuk Menteri Perdagangan. Dalam operasionalnya,
memperoleh persetujuan sebagai lembaga penyelenggaraan SRG dijalankan oleh beberapa
penilaian kesesuaian dalam SRG, (iii) lembaga, yaitu: (1) Badan Pengawas, (2)
Persyaratan dan tata cara untuk memperoleh Pengelola Gudang, (3) Lembaga Penilaian
persetujuan sebagai Pusat Registrasi, dan (iv) Kesesuaian, dan (4) Pusat Registrasi.
Penetapan hari dalam SRG. Pada tahun 2008 Keterkaitan antar lembaga tersebut dapat dilihat
dikeluarkan tiga peraturan Bappebti No. 08, 09, pada Gambar 1.

Sumber: Bappebti (2011)


Gambar 1. Keterkaitan Lembaga Penyelenggara Sistem Resi Gudang

Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 12 No. 1, Juni 2014: 69-86

72
Badan Pengawas SRG ditangani oleh Proses Penerbitan Resi Gudang
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka
Berdasarkan Permendag No. 26/M-
Komoditi (Bappebti), unit Eselon-1 Kementerian
DAG/PER/6/2007, jenis komoditas yang dapat
Perdagangan, yang bertanggungjawab langsung
diresigudangkan diutamakan barang untuk ekspor
ke Menteri Perdagangan. Tugas pokok dan fungsi
dan untuk ketahanan pangan. Persyaratan
masing-masing lembaga sudah tertuang dalam
komoditas SRG, yaitu: (1) mempunyai usia
UU No. 9/2006 dan penjelasan secara rinci dapat
simpan yang cukup lama, minimal 3 bulan, (2)
ditelusuri pada beberapa sumber, seperti Putri
harga berfluktuasi, (3) mempunyai standar-mutu
(2010), Riana (2010), Bappebti (2011), dan
tertentu, (4) mempunyai pasar dan informasi
Ashari (2011).
harga yang jelas, dan (5) komoditi potensial dan
Pengelola Gudang memegang peranan sangat berperan dalam perekonomian daerah
penting dalam penyelenggaraan SRG karena setempat dan nasional. Jenis komoditas SRG
lembaga tersebut secara langsung berhubungan mencakup gabah, beras, jagung, kopi, kakao,
dengan pemilik barang dan menerbitkan lada, karet, dan rumput laut, dan tahun 2011
dokumen resi gudang. Pengelola Gudang ditambah rotan dan garam. Selain komoditas
memiliki tanggung jawab atas pemeliharaan tersebut, dapat juga disimpan di gudang dengan
barang yang disimpan dalam gudang dan mempertimbangkan rekomendasi dari Pemerintah
menanggung risiko jika terjadi kerusakan barang. Daerah, instansi terkait, atau asosiasi komoditas
Oleh karena itu, untuk menjaga kualitas barang, dengan tetap memerhatikan persyaratan
Pengelola Gudang mensyaratkan standar mutu komoditas yang diatur dalam Permendag.
barang yang akan dimasukkan dalam gudang.
Penerbitan RG memiliki beberapa tahapan
Dalam operasionalnya, Pengelola Gudang yang prosedurnya telah diatur oleh Bappebti.
bekerjasama dengan lembaga uji mutu barang Alur penerbitan RG disajikan pada Gambar 2.
dan lembaga penjamin barang. Besarnya tugas Prinsipnya, barang yang akan diresigudangkan
dan tanggung jawab Pengelola Gudang, sesuai harus memenuhi standar yang ditetapkan
dengan UU No. 9/2006, Pengelola Gudang harus Pengelola Gudang. Oleh karena itu, seluruh
badan usaha berbadan hukum dan telah mendapat barang harus melewati tahap uji mutu dan
persetujuan Bappebti. Persyaratan menjadi penjaminan barang. Dokumen RG akan
Pengelola Gudang diatur dalam Peraturan Kepala diterbitkan Pengelola Gudang setelah seluruh
Bappebti No. 01/Bappebti/Per-SRG/7/2007 dan persyaratan terpenuhi. Seluruh data yang terkait
No. 11/Bappebti/Per-SRG/5/2009 (Bappebti, dengan penerbitan RG akan masuk ke sistem
2011). informasi RG di Pusat Registrasi.
Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK)
Skema Pembiayaan Sistem Resi Gudang
merupakan salah satu lembaga dalam SRG yang
bertanggung jawab atas keterangan yang Dalam UU No. 9/2006 telah dinyatakan bahwa
tercantum dalam sertifikat untuk barang. LPK dokumen RG dapat dijadikan agunan ke bank
tidak bertanggung jawab atas perubahan mutu atau Lembaga Keuangan Non-Bank (LKNB)
barang yang diakibatkan oleh kelalaian Pengelola untuk memperoleh kredit. Ada dua jenis kredit
Gudang. Seluruh data yang dikeluarkan LPK yang bisa diakses pemilik RG, yaitu kredit
selanjutnya oleh Pengelola Gudang akan komersial dan kredit subsidi. Pengertian kredit
dikirimkan ke Bappebti. Lebih lanjut data komersial dengan jaminan RG adalah pemberian
tersebut akan dikirimkan ke Pusat Registrasi kredit kepada pemegang RG yang merupakan
untuk diberikan kode registrasi. Kode registrasi pemilik barang atau pihak yang menerima
tersebut selanjutnya akan diberikan ke Pengelola pengalihan dari pemilik barang atau pihak lain
Gudang. yang menerima pengalihan lebih lanjut.
Keberadaan Pusat Registrasi dalam SRG Sementara, kredit modal kerja skema subsidi resi
sangat penting karena lembaga ini bertanggung gudang (S-SRG) adalah kredit yang mendapat
jawab dalam penyimpanan data-data seluruh subsidi bunga dari Pemerintah dengan jaminan
barang yang diresigudangkan dan selanjutnya Resi Gudang yang diberikan bank kepada petani,
dapat diakses oleh lembaga perbankan dan kelompok tani, Gapoktan dan koperasi.
asuransi untuk kepentingan pemberian kredit dan
penjaminan barang.

SISTEM RESI GUDANG DI INDONESIA: ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN Erma Suryani, Erwidodo, dan Iwan Setiadjie
Anugrah
73
Sistem Informasi Resi Gudang
PUSAT REGISTRASI

Pemilik Barang

Uji Mutu Asuransi

Gudang

Dokumen
Resi Gudang

Agunan Jual-Beli Disimpan/tanda


ke Bank/LKNB • Pasar Lelang kepemilikan barang
• Jual langsung

Sumber: Bappebti (2011)


Gambar 2. Alur Penerbitan Resi Gudang

BRI (2011) memaparkan skim S-SRG dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu: (1)
meliputi: (1) kredit diperuntukkan bagi petani, public warehousing, (2) private warehousing,
kelompok tani, Gapoktan, dan koperasi; (2) pola dan (3) farmer focused approaches. Ketiga
kredit executing, sumber pendanaan 100 persen pendekatan tersebut memiliki sasaran yang
dana masyarakat; (3) peserta tidak sedang berbeda, namun tujuannya akhirnya memberi
memperoleh fasilitas kredit program dari keuntungan kepada seluruh pelaku SRG
pemerintah; (4) RG tercatat di Pusat Registrasi; (Mahanta, 2012).
(5) jenis komoditas mencakup gabah, beras,
jagung, kopi, kakao, lada, karet dan rumput laut; Infrastruktur Pendukung Sistem Resi Gudang
(6) plafon kredit sebesar 70 persen dari nilai RG, Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan SRG,
maksimal Rp75 juta per petani; (7) jangka waktu koneksi antarlembaga difasilitasi dengan jaringan
kredit maksimum 6 bulan dan tidak dapat beberapa sistem untuk mempermudah aktifitas
diperpanjang; (8) suku bunga kredit 6 persen, masing-masing lembaga yang terlibat SRG.
selisih tingkat bunga S-SRG dengan beban bunga Beberapa sistem tersebut, yaitu: (1) Sistem
peserta S-SRG merupakan subsidi Pemerintah; Informasi Resi Gudang (Is-Ware) dari Pusat
dan (9) provisi dan biaya komitmen tidak Registrasi, (2) Sistem prosedur pengelolaan
dikenakan. Dasar hukum skema S-SRG adalah gudang SRG dari Pengelola Gudang, (3) Sistem
UU No. 9/2006, PP No. 36/2007, Peraturan Pelayanan dari lembaga SRG lainnya seperti
Menteri Keuangan No. 171/PMK.05/2009 dan LPK, Asuransi, Lembaga Keuangan (Bank/non-
pelaksanaannya mengacu pada Permendag No. Bank), dan (4) Sistem tarif/biaya SRG yang
66/M-DAG/PER/12/2009 (BRI, 2011). Sebagai wajar & kompetitif di setiap tahapan proses SRG,
penyalur kredit bersubsidi (S-SRG) tidak hanya dan (5) Sistem informasi harga dari Bappebti.
bank pemerintah, tetapi bank swasta, LPDB
Kementerian Koperasi dan UKM, serta PKBL IS-WARE merupakan aplikasi sistem
PT Kliring Berjangka Indonesia juga dilibatkan. informasi di Pusat Registrasi yang dibangun
Dasar hukum skema S-SRG adalah UU No. untuk mempermudah akses data-data terkait SRG
9/2006, PP No. 36/2007, Peraturan Menteri yang dibutuhkan oleh pengguna, seperti lembaga
Keuangan No. 171/PMK.05/2009 dan perbankan atau lembaga penjamin untuk
pelaksanaannya mengacu pada Permendag No. melakukan verifikasi atau konfirmasi data.
66/M-DAG/PER/12/2009 (BRI, 2011). Sistem prosedur dibangun untuk memfasilitasi
Pengelola Gudang untuk memperlancar kegiatan
Pengalaman negara India untuk akses manajemen barang yang akan masuk-keluar
pembiayaan yang berbasis pergudangan, gudang. Selain itu, infrastruktur lain yang

Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 12 No. 1, Juni 2014: 69-86

74
disediakan adalah sistem pelayanan yang petani dapat memperoleh alternatif pembiayaan
memberikan akses lembaga SRG seperti LPK, untuk kegiatan produksi lebih lanjut.
Asuransi, Lembaga Keuangan (Bank/non-Bank).

Indramayu Beras &


Gabah

Jombang Gabah
http: //infoharga.bappebti.go.id

Banyumas Beras &


Gabah SMS Informasi harga
Gateway komoditas
Kakao & SMS request:
Makasar
Jagung 0813-1430-2222

Babel Lada
E-mail & Fax
(Mingguan): Bank,
Lampung Pengelola Gudang,
Kopi
Prosesor & Buyer

Surabaya Kedelai

Kontributor: Petani/Kelompok Tani

Sumber: Bappebti (2011)

Gambar 3. Sistem Informasi Harga Komoditas

Sistem tarif/biaya SRG juga telah dibangun, agar Potensi Manfaat Sistem Resi Gudang
tarif yang dikenakan ke pengguna memiliki
Rancangan SRG yang ditetapkan melalui UU No.
standar tertentu. Contoh, untuk tarif sewa
9/2006 dan beberapa peraturan pendukungnya
gudang, meskipun besarannya berbeda
memiliki manfaat, baik untuk petani sebagai
antarpemilik gudang, namun komponennya harus
sasaran utama maupun untuk stakeholder yang
sudah memperhitungkan biaya survei gudang,
terlibat dalam penyelenggaran SRG. Potensi
biaya asuransi gudang, biaya kantor (tagihan
manfaat SRG telah banyak ditulis pada
PLN, PAM, akses internet), biaya
penelitian/kajian sebelumnya (Bappebti, 2011;
kebersihan/sanitasi gudang, biaya keamanan
Ashari, 2011; Listiana dan Haryotejo, 2013;
gudang, biaya perawatan gudang, dan jasa
Berita, 2013; Herlindah, 2013; Wikipedia, 2014).
pemilik gudang (iPasar, 2011). Sistem lainnya
Secara umum penerapan SRG berpotensi
yang tidak kalah penting adalah sistem informasi
memberikan manfaat tidak hanya pada
harga yang dibangun Bappebti (Gambar 3).
petani/kelompok tani sebagai sasaran utama,
Melalui sistem informasi harga, pengguna tetapi juga bermanfaat dalam meningkatkan
dapat mengakses data harga komoditas yang perekonomian wilayah secara luas.
diperdagangkan, tetapi masih terbatas pada
Pengalaman penerapan SRG di beberapa
komoditas yang ditentukan melalui Permendag.
negara berkembang, hasil penelitian Coleman
Tersedianya infrastruktur pendukung terkait
and Valeri (2006) menunjukkan bahwa SRG
berbagai sistem secara online diharapkan dapat
mampu meningkatkan pendapatan petani,
mempermudah kegiatan SRG yang dilakukan
menekan aktivitas rentenir (money lender) karena
oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam
berperannya perbankan sebagai pemberi kredit.
penyelenggaraan SRG. Secara konsepsi,
Varangis and Larson (1998) yang melakukan
rancangan SRG cukup memadai untuk membantu
penelitian SRG di beberapa negara berkembang
petani pada saat menghadapi fluktuasi harga
menyatakan bahwa SRG berperan sangat penting
komoditas pertanian. Selain itu, melalui SRG
terutama dalam menghadapi pasar komoditas

SISTEM RESI GUDANG DI INDONESIA: ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN Erma Suryani, Erwidodo, dan Iwan Setiadjie
Anugrah
75
yang makin terbuka. SRG selain mampu pemerintah dalam pengendalian harga komoditas
meningkatkan pendapatan petani, juga mampu strategis, khususnya pangan seperti gabah, beras,
menjaga stabilitas harga, mendorong kredit ke dan jagung (Erwidodo, 2013a; Erwidodo, 2013b).
sektor pertanian, dan mengurangi peran Hal ini dimungkinkan karena petani yang selama
pemerintah dalam perdagangan. ini tidak memiliki posisi tawar akan mampu
menentukan jumlah pasokan komoditas di pasar,
sehingga harga komoditas juga dapat mereka
Harapan Penerapan Sistem Resi Gudang
kendalikan sendiri. Selain itu, ketidakakuratan
Pada paparan sebelumnya telah dijelaskan informasi ketersediaan pasokan dalam negeri
pengertian SRG, dasar hukum, tata kelola juga dapat dihindari, sehingga kebijakan impor
penyelenggaran SRG, dan potensi manfaat yang yang akan dilakukan pemerintah menjadi lebih
diperoleh dari implementasi SRG. Banyaknya tepat jumlah, tepat waktu, tepat lokasi, dan tepat
potensi manfaat yang akan diperoleh dalam sasaran. SRG juga berperan penting sebagai
penyelenggaraan SRG, menumbuhkan harapan sarana penyimpanan logistik dalam proses
pemerintah agar seluruh stakeholder dapat segera produksi, distribusi, dan konsumsi. Gudang-
merespon kebijakan SRG tersebut. Meluasnya gudang SRG tersebut dapat menjadi infrastruktur
penerapan SRG khususnya untuk komoditas penting dalam pengoperasian supply chain (mata
bahan pangan pokok diharapkan akan mampu rantai pasok) untuk penciptaan program
mengatasi masalah instabilitas harga yang pengadaan dan penyaluran logistik secara
seringkali muncul. nasional. Dengan demikian, peran Bulog sebagai
SRG diharapkan dapat menjadi salah satu stabilisator harga gabah dan beras secara
instrumen pengukuran ketersediaan stok nasional, perlahan akan berkurang seiring berkembangnya
khususnya terkait dengan bahan pangan seperti SRG (Erwidodo, 2013b).
beras, gabah, dan jagung. Hal ini dimungkinkan
karena data ketersediaan stok di setiap gudang
Kinerja Penyelenggaraan Sistem Resi Gudang
SRG terintegrasi melalui suatu Sistem Informasi
Resi Gudang (IS-WARE) yang dikelola oleh Hingga tahun 2014 penyelenggaran SRG di
Pusat Registrasi. Melalui IS-WARE, pemerintah Indonesia sudah memasuki tahun ke-6 sejak
dapat mengetahui ketersediaan komoditas di dioperasikan pertama kali pada tahun 2008
setiap wilayah lokasi gudang SRG sehingga dengan diresmikannya gudang percontohan di
dapat menjadi alat bantu bagi pemerintah dalam Jawa Tengah. Berdasarkan data dari Bappebti,
mengambil kebijakan terkait dengan penyebaran secara nasional pelaksanaan SRG masih terbatas,
(distribusi) dan penyediaan bahan pangan (impor) meskipun terjadi peningkatan cukup nyata dalam
di daerah-daerah dalam menciptakan ketahanan penerbitan RG selama tiga tahun terakhir (2011–
pangan nasional. 2014) seperti yang terlihat pada Gambar 4.
Dengan melembaganya SRG di seluruh Selama periode tahun 2008 hingga
wilayah, diharapkan mengurangi intervensi Desember 2014 dilaporkan sebanyak 1.812 RG

Sumber: Bappebti (2014)

Gambar 4. Perkembangan Jumlah dan Nilai RG Periode 2008–2014

Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 12 No. 1, Juni 2014: 69-86

76
telah diterbitkan dengan total nilai Rp362 miliar. yang sulit mendapatkan kepercayaan kredit dari
Dari total RG yang telah diterbitkan, sebanyak bank, karena tidak ada bukti kepemilikan hasil
1.544 RG (85,2%) diajukan untuk memperoleh produksi yang dapat dijadikan jaminan (agunan)
kredit dari lembaga keuangan/perbankan dengan untuk memperoleh kredit perbankan. Terbatasnya
total nilai kredit Rp226 miliar. ketersediaan gudang akan sangat menghambat
Dari perkembangan jumlah RG selama
pengembangan SRG.
periode tahun 2008–2014, terlihat pada tahun
2011 terjadi lonjakan jumlah RG sekitar lima kali Berdasarkan informasi dari Bappebti,
lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Lonjakan beberapa gudang yang berpotensi untuk dijadikan
jumlah RG diduga karena adanya penambahan gudang SRG, antara lain PT Pertani memiliki
pembangunan gudang SRG di lima provinsi 404 unit gudang yang tersebar di Sumatera, Jawa,
melalui Dana Alokasi Khusus (DAK), yaitu di Sulawesi, Bali, NTB, dan NTT. Sementara untuk
Provinsi Sumatera Utara (2 kabupaten), Lampung PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) memiliki 99
(5 kabupaten), Jawa Timur (2 kabupaten), Jawa unit gudang yang tersebar di Sumatera, Jawa,
Tengah (5 kabupaten), dan Gorontalo (1 Bali, NTB, dan Sulawesi, gudang PT PPI
kabupaten). Penambahan gudang SRG melalui sebanyak 108 unit. Selain itu, gudang milik
DAK dilanjutkan pada tahun 2012 di 11 provinsi Koperasi/KUD dan gudang swasta lainnya juga
yang tersebar di 14 kabupaten (Bappebti, 2011). berpotensi untuk dijadikan gudang SRG.
Penambahan jumlah gudang SRG berpengaruh Sebagaimana UU RG No. 9/2006,
pada peningkatan jumlah RG yang diterbitkan. penyelenggara SRG dapat dilakukan oleh
Berdasarkan jenis komoditas, jumlah dan BUMN, BUMD, perusahaan swasta, dan
nilai RG masih didominasi komoditas gabah. koperasi. Namun, data Bappebti memperlihatkan
Jumlah RG untuk komoditas lain seperti beras, masih sangat terbatasnya jumlah penyelenggara
jagung, dan kopi terlihat relatif rendah. Dari total jasa RG. Pada akhir tahun 2014 Bappebti
RG, 90,4 persen RG diterbitkan untuk komoditas melaporkan lima besar penyelenggara RG
gabah, 5,1 persen untuk komoditas beras, 3,7 menurut nilai RG yang diterbitkan, yakni PT
persen untuk komoditas jagung, dan 0,4 persen Pertani (Rp315 miliar), Koperasi Niaga Mukti
untuk komoditas kopi. Akumulasi persentase (Rp16,9 miliar), Koperasi Serba Usaha (KSU)
jumlah penerbitan dan pembiayaan RG hingga Annisa (Rp16,8 miliar), PT Bhanda Ghara Reksa
Desember 2014 berdasarkan jenis komoditas (Rp6,6 miliar), dan PT Food Station Cipinang
utama disajikan dalam Gambar 5. Jaya (Rp2,2 miliar). Atas dasar data tersebut,
dipilih penyelenggaraan SRG oleh PT Pertani di
Menurut Menteri Perdagangan (2013), baru
Kabupaten Indramayu dan SRG di Subang oleh
ada 81 unit gudang dan hanya mampu
KSU Annisa untuk mengetahui lebih rinci
menampung 5 persen kebutuhan pangan (beras)
operasionalisasi SRG di lapangan.
nasional. Kondisi ini sangat merugikan petani,

Sumber: Bappebti (2014)

Gambar 5. Persentase Penerbitan dan Pembiayaan Jumlah RG Menurut Komoditas, 2014

SISTEM RESI GUDANG DI INDONESIA: ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN Erma Suryani, Erwidodo, dan Iwan Setiadjie
Anugrah
77
Penyelenggaran SRG di Kabupaten Indramayu Lambatnya penyebarluasan SRG di
dan Subang Kabupaten Indramayu, salah satunya karena
ketersediaan gudang SRG relatif terbatas. Hal ini
Hasil survei di Kabupaten Indramayu
menyulitkan petani yang memiliki lahan sawah
menunjukkan bahwa penyelenggaraan SRG
relatif jauh dari gudang karena semakin jauh
belum maksimal, terlihat dari sebagian besar
jarak sawah ke gudang, beban biaya transportasi
petani yang masih enggan memanfaatkan SRG
makin mahal. Gudang SRG yang tersedia di
untuk mengatasi fluktuasi harga dan sekaligus
Kabupaten Indramayu masih terbatas pada
sebagai alternatif pembiayaan. Beberapa alasan
gudang PT Pertani yang berlokasi di Kecamatan
yang dikemukakan oleh Kepala Dinas Koperasi,
Haurgeulis. Kapasitas gudang Haurgeulis mampu
Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten
menampung dan menyimpan gabah sebanyak
Indramayu, antara lain: (1) petani keberatan
1.876 ton gabah. Namun, kapasitas terpasang
pembebanan ongkos untuk hal-hal yang berkaitan
gudang tidak berhasil digunakan sepenuhnya (full
pengemasan karena biaya tersebut tidak
capacity) karena belum tersedianya alat
diperhitungkan pada saat penentuan harga jual
pengangkat untuk menumpuk karungan gabah
gabah; (2) biaya transportasi atau angkutan dari
yang tingginya lebih dari 10 meter.
tempat panen ke lokasi gudang SRG yang
dibebankan ke petani, dirasakan sangat Untuk kasus di Kabupaten Subang,
memberatkan dan semakin jauh jarak lokasi penyelenggaraan SRG agak berbeda dengan di
panen ke gudang SRG akan semakin mahal Kabupaten Indramayu. Gudang pengelola SRG di
ongkos angkutnya; dan (3) kurangnya Subang dikelola oleh Koperasi Serba Usaha
pemahaman petani tentang SRG, khususnya (KSU) Annisa. Jenis komoditas yang
petani berlahan sempit (kurang 0,5 hektar). diresigudangkan adalah gabah ketan. Petani
Petani yang berlahan sempit umumnya berpikir cukup antusias terhadap program SRG, terlihat
praktis, ketika saat panen tiba menginginkan dari banyaknya petani yang memanfaatkan
segera menjual hasil panennya dan memperoleh gudang SRG pada saat panen raya. Banyaknya
uang tunai. Kebutuhan dana tunai yang ingin petani yang memanfaatkan SRG di Kabupaten
segera diperoleh petani berlahan sempit dan Subang didukung adanya peran aktif kelompok
banyaknya pedagang yang menawarkan sistem tani dalam memanfaatkan SRG. Ketua kelompok
tebasan mendorong petani yang berpikir praktis tani yang merangkap pengurus gudang SRG KSU
akan segera menjual hasil panennya dengan Annisa sangat aktif memanfaatkan peluang untuk
sistem tebasan tersebut. memperoleh keuntungan melalui kegiatan tunda-
jual. Oleh karena itu, kadangkala pengurus
Berkembangnya sistem tebasan dianggap
kelompok tani berperan sebagai pedagang dengan
menguntungkan bagi petani berlahan sempit
membeli gabah ketan dari luar kelompok untuk
karena petani akan langsung mendapat uang tunai
diresigudangkan. Karena kapasitas gudang yang
dan tidak dibebani biaya panen, ongkos angkut,
mencapai 1.000 ton yang dikelola KSU Annisa
dan ongkos pengemasan. Sistem tebasan di
tidak mampu menampung hasil panen petani,
Kabupaten Indramayu selama 3 tahun terakhir
KSU Annisa menambah tiga gudang dengan cara
menawarkan harga relatif bagus, setara HPP
sewa. Kondisi ini menunjukkan bahwa minat
gabah, artinya dari sisi perhitungan finansial
petani atau kelompok tani terhadap pemanfaatan
petani masih memperoleh keuntungan yang
SRG relatif tinggi.
memadai, sedangkan penebas (pedagang)
berpeluang memperoleh keuntungan dengan cara Pengguna jasa RG baik di Indramayu
tunda jual melalui pemanfaatan SRG. maupun Subang tidak hanya petani perorangan,
Terciptanya harga tebasan relatif bagus, akibat tetapi juga Kelompok tani (KT), Gapoktan,
persaingan penebas yang datang tidak hanya dari koperasi SBU, pedagang, dan perusahaan huller
Jakarta dan Bandung, tetapi juga dari Jawa Timur (RMU). Dari 78 RG yang dikeluarkan Pengelola
dan Jawa Tengah. Banyaknya jumlah penebas, Gudang di Indramayu, sekitar 10 persen (8 RG)
menyebabkan posisi tawar petani cukup kuat. di antaranya atas nama KSU. PT Pertani, sebagai
Kondisi tersebut mendorong para petani berlahan Pengelola Gudang, menerbitkan RG dengan
sempit yang berpikir praktis memilih segera volume (nilai) yang berbeda untuk masing-
menjual hasil panennya dengan sistem tebasan masing RG, disesuaikan jenis varietas gabah dan
daripada menggunakan SRG. status kepemilikan, yaitu: (i) 20 ton/RG untuk
varietas IR, (ii) 16-17 ton/RG untuk varietas
Pandan Wangi, (iii) 200 ton/RG untuk varietas IR

Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 12 No. 1, Juni 2014: 69-86

78
bagi Gapoktan, dan (iv) 400 ton/RG bagi KSU sama (Gambar 6). Pada prinsipnya sebelum
Bina Hasil Tani. Untuk kasus di Subang, barang masuk gudang penyimpanan, kualitas
kemasan minimum ditetapkan 10 ton/RG. Sistem barang harus memenuhi standar mutu yang
pengemasan masih diserahkan ke petani/pemilik ditetapkan Pengelola Gudang. Selanjutnya, gabah
barang, namun ke depan Pengelola Gudang SRG yang sudah kering dikemas dalam karung
di Indramayu dan Subang akan memberlakukan sebanyak 50 kg GKG/kemasan dan dijahit secara
karung kemasan yang seragam. mekanis. Sebelum masuk gudang, dilakukan uji
mutu oleh lembaga uji mutu dengan beberapa
SRG di Indramayu dan Subang umumnya
kriteria, salah satunya kadar air tidak boleh lebih
dimanfaatkan petani/pedagang/kelompok pada
dari 14 persen karena kandungan kadar air
saat musim panen raya, yaitu sekitar bulan April-
berpengaruh pada kualitas gabah. Pada proses
Mei. Jangka waktu RG atau lama penyimpanan
persiapan ini ketersediaan alat pengering (dryer)
yang berlaku adalah tiga bulan. Jangka waktu ini
sangat vital. Ketersediaan dryer yang dimiliki
disesuaikan dengan jangka waktu tibanya musim
gudang PT Pertani masih dirasakan kurang
panen berikutnya. Ketentuan ini bertujuan agar
memadai untuk menampung gabah yang akan
gudang RG sudah kosong saat musim berikutnya
diresigudangkan. Untuk gudang KSU Annisa,
panen tiba, di samping untuk menghindari
belum dilengkapi dryer hingga akhir 2014.
kerusakan/penyusutan serta turunnya harga jual
Informasi yang diperoleh dari Pengelola Gudang,
gabah yang disimpan di gudang.
pengadaan dryer masih dalam proses.
Pada proses penerbitan dokumen RG, ada
Sebelum barang masuk gudang, terlebih
beberapa tahapan yang harus dilakukan calon
dahulu dilakukan proses uji mutu barang oleh
pengguna RG. Secara umum alur penerbitan
Ujatasma (anak perusahaan Bulog), penaksiran
dokumen RG di Indramayu dan Subang hampir

Gabah Basah/Kering Panen milik


petani, kelompok, pedagang,
pengepul, penggilingan padi

Pengeringan dan Pengemasan

GKG milik Perorangan/


Kelompok

- Lulus uji mutu - Penaksiran harga


- Registrasi - Asuransi

Masuk Gudang PT Pertani

Persyaratan permohonan
RG terpenuhi

Penerbitan Resi Gudang

Jaminan Kredit
Bank BJB

Sumber: Gudang Pengelola SRG PT Pertani Kabupaten Indramayu (2014)

Gambar 6. Skema Alur Penerbitan Resi Gudang di Gudang PT Pertani, Kabupaten Indramayu

SISTEM RESI GUDANG DI INDONESIA: ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN Erma Suryani, Erwidodo, dan Iwan Setiadjie
Anugrah
79
nilai barang, asuransi, dan registrasi. Taksiran Berdasarkan Tabel 1, pangsa biaya
harga didasarkan pada harga pasar di wilayah pragudang ternyata lebih besar (5%)
tersebut. Setelah kelengkapan dokumen dibandingkan biaya gudang sebesar 1,5 persen.
administrasi terpenuhi, selanjutnya barang Komponen terbesar dari biaya pragudang terletak
diangkut ke gudang pengelola RG. Proses dari pada biaya pengeringan dari gabah basah ke
barang masuk gudang hingga penerbitan RG gabah kering. Proses pengeringan tidak
membutuhkan waktu kurang lebih 3 hari. diharuskan di dryer milik PT Pertani; petani
Selanjutnya, RG tersebut dapat digunakan boleh melakukan pengeringan sendiri asal
sebagai agunan untuk memperoleh kredit dari memenuhi standar mutu gudang (kadar air 14%).
bank. Dalam hal ini bank yang ditunjuk menjadi Pengelola Gudang hanya mewajibkan petani
rekanan untuk pengelolaan RG adalah Bank BJB untuk menjahit karung kemasannya di PT Pertani
KCP Haurgeulis. karena harus menggunakan jahit mesin agar
kemasan kuat dan tidak mudah rusak. Biaya
Biaya penyimpanan barang di gudang SRG
pragudang belum memperhitungkan ongkos
bervariasi tergantung lamanya waktu simpan.
angkut dari sawah petani ke gudang PT Pertani.
Untuk gudang PT Pertani di Indramayu biaya
gudang ditetapkan: Rp75/kg untuk 3 bulan, Untuk biaya gudang, terdapat beberapa
Rp90/kg untuk 4 bulan, Rp105/kg untuk 5 bulan, komponen yang harus dibayar pemilik barang.
dan Rp120/kg untuk 6 bulan (maksimum). Biaya Bongkar barang ditangani langsung oleh tenaga
gudang mencakup empat komponen, yaitu: (1) kerja PT Pertani. Uji mutu barang dilakukan
biaya bongkar sebesar Rp10/kg, (2) biaya uji lembaga di luar PT Pertani dengan biaya Rp5/kg
mutu sebesar Rp5/kg, (3) biaya psrg & asuransi GKG. Untuk barang yang akan diresigudangkan,
sebesar Rp10/kg, dan (4) biaya perawatan sebesar barang harus diregistrasi ke Kliring Berjangka
Rp10/kg. Namun, sebelum barang digudangkan, Indonesia (KBI) dan diasuransikan, dalam hal ini
proses pengeringan hingga pengemasan PT Pertani menggunakan rekanan PT Sinar Mas
memakan biaya Rp200/kg gabah basah atau sebagai penjamin risiko barang. Kegiatan
Rp250/kg GKG. registrasi dan asuransi tersebut dikenakan biaya
sebesar Rp5/kg. Biaya sewa gudang merupakan
Untuk memperoleh gambaran tentang
penerimaan PT Pertani atas jasa penyewaan
perhitungan resi gudang, berikut dijelaskan
gudang. Biaya keseluruhan dari pragudang
analisis biaya RG kasus penyimpanan barang
hingga diterbitkannya RG adalah sebesar 6,5
sebanyak 20 ton GKG varietas Ciherang dengan
persen dari nilai RG, dengan catatan biaya angkut
lama penyimpanan 3 bulan di Gudang PT
gabah dari sawah ke lokasi gudang belum
Pertani, Indramayu. Rincian perhitungannya
diperhitungkan. Biaya angkut gabah berbanding
dapat dilihat pada Tabel 1.
lurus dengan jarak; semakin jauh jarak sawah ke

Tabel 1. Analisis Biaya Sistem Resi Gudang Gabah di Indramayu, 2014


Pangsa thd. Nilai
No. Uraian Nilai (Rp)
Barang (%)
1. Nilai taksiran barang (Rp5.000/kg x 20 ton) 100.000.000 100,00
2. Biaya:
a. Biaya pra-gudang (pengeringan, pengemasan 5.000.000 5,00
dengan karung, jahit karung dengan mesin)
(Rp250/kg GKG x 20 ton)
b. Biaya gudang
- Biaya bongkar (Rp10/kg x 20 ton) 200.000 0,20
- Biaya uji mutu (Rp5/kg x 20 ton) 100.000 0,10
- Biaya registrasi & asuransi 200.000 0,20
(Rp10/kg x 20 ton)
- Biaya perawatan (Rp10/kg x 20 ton) 200.000 0,20
c. Jasa sewa gudang (Rp40/kg x 20 ton) 800.000 0,80
d. Total biaya (2a + 2b) 6.500.000 6,50
Sumber: Gudang PT Pertani Kabupaten Indramayu (2014)

Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 12 No. 1, Juni 2014: 69-86

80
gudang PT Pertani, maka ongkos angkut makin Permasalahan dan Alternatif Pemecahannya
mahal. Oleh karena itu, PT Pertani akan
Beberapa permasalahan yang menyebabkan
membatasi barang yang masuk ke gudang
lambannya penerapan SRG dapat dilihat dari
maksimal jarak dari lokasi sawah ke gudang
hasil kajian SRG di beberapa wilayah di
sekitar 40 km. Jika jaraknya lebih dari 40 km,
Indonesia. Ashari (2010 dan 2011) telah
maka disarankan untuk memanfaatkan gudang
menjelaskan berbagai kendala penerapan SRG
PT Pertani lainnya yang jaraknya dari lokasi
yang didasarkan dari hasil kajian Ariyani (2008),
sawah relatif lebih dekat. Proses penerbitan resi
BRI (2008), Riana (2010), dan Sadaristuwati
gudang rata-rata memakan waktu sekitar 3 hari.
(2008). Selain itu temuan Sanur (2008) dalam
Resi Gudang hanya dapat diterbitkan oleh melakukan kajian SRG di Cirebon, Jawa Barat
Pengelola Gudang yang telah memperoleh turut menambah masukan terkait permasalahan
persetujuan Bappebti. Resi gudang yang telah penerapan SRG di Indonesia. Secara ringkas,
diperoleh, selanjutnya dapat dijadikan agunan permasalahan penyelenggaraan SRG dapat
untuk memperoleh pinjaman dari bank, dalam hal dikelompokkan dalam beberapa aspek.
ini Bank BJB Indramayu. Sebelum kredit
dicairkan, akan dilakukan survei dengan cara (1) Pemahaman SRG Masih Terbatas
mengecek kondisi barang di gudang PT Pertani. Beberapa hasil kajian menyatakan bahwa
Secara paralel seorang Analis akan melakukan lambatnya pengembangan SRG di daerah
pengecekan dokumen RG ke kantor Kliring disebabkan kurangnya kegiatan sosialisasi pada
Berjangka Indonesia (KBI) melalui sistem online stakeholder (Riana, 2010; Listiani dan Haryotejo,
(IS-WARE). Melalui sistem online ini juga RG 2013; iPasar, 2011). Informasi yang diperoleh
yang akan dijaminkan didaftarkan ke KBI dari responden petani di Subang, kegiatan
sebagai resi yang mengajukan permohonan sosialisasi SRG kurang menekankan manfaat
kredit. finansial yang akan diperoleh petani, melainkan
Menurut informasi dari Bank BJB lebih menekankan pada penjelasan prosedur dan
Indramayu, pemberian kredit kepada pemilik resi tata cara SRG.
gudang atas nama kelompok maksimum 70 Atas dasar permasalahan tersebut, gerakan
persen dari nilai RG. Jika pemilik resi gudang sosialisasi SRG harus menjadi program prioritas
atas nama perorangan, nilai kredit yang diberikan Dinas Perdagangan di daerah. Kegiatan
maksimum Rp75 juta. Bank tidak mengenakan sosialisasi seyogyanya tidak hanya memberi
biaya administrasi untuk setiap permohonan pemahaman tata cara penyelenggaraan SRG,
pinjaman melalui agunan RG. Bahkan, pemilik tetapi lebih ditekankan pada potensi keuntungan
RG akan memperoleh subsidi bunga dari finansial yang akan diperoleh petani/kelompok
pemerintah, sehingga tingkat bunga yang tani/Gapoktan.
dibebankan pemilik RG relatif kecil. Tingkat
suku bunga SRG ditetapkan sebesar tingkat Bagi petani berlahan sempit (kurang 0,5
bunga pasar yang berlaku dengan ketentuan ha), adanya persyaratan Pengelola Gudang untuk
paling tinggi sebesar suku bunga penjaminan volume minimal per kemasan (10-20 ton/ha)
simpanan pada bank umum yang ditetapkan oleh telah mendorong petani untuk berkelompok. Hal
lembaga penjaminan simpanan ditambah 6,75 ini cukup merepotkan, apalagi masih dibebani
persen. Beban bunga kepada peserta SRG berbagai biaya untuk memperoleh RG dan harus
ditetapkan sebesar 6 persen. Selisih tingkat bunga menunggu beberapa waktu untuk memperoleh
SRG dengan beban bunga peserta SRG kebutuhan uang tunai. Selain itu, pada beberapa
merupakan subsidi pemerintah. Jika diasumsikan kasus petani seringkali terjerat pada pinjaman
nilai RG sebesar Rp100 juta (mengacu pada rentenir untuk kebutuhan dana, baik untuk
Tabel 1) dan barang disimpan selama 2 bulan produksi maupun konsumsi, sehingga petani
dengan tingkat bunga 6 persen/tahun, maka biaya berlahan sempit umumnya ingin segera
bank yang harus ditanggung pengguna sebesar memperoleh uang tunai segera setelah panen.
Rp700 ribu atau 0,7 persen dari nilai RG. Oleh karena itu, sistem jual lepas/tebasan ke
Penyaluran kredit resi gudang selama periode pedagang/kelompok tani dengan harga sesuai
tahun 2010–2012 berjalan lancar, namun pada HPP dianggap paling praktis dan rasional.
tahun 2013–2014 sedikit ada masalah. Perubahan pola perdagangan dari jual
langsung ke sistem tunda jual membawa
konsekuensi perubahan mindset petani.

SISTEM RESI GUDANG DI INDONESIA: ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN Erma Suryani, Erwidodo, dan Iwan Setiadjie
Anugrah
81
Perubahan ini membutuhkan waktu, tidak yang diinginkan. Di banyak lokasi pertanian
semudah membalik telapak tangan. Untuk (farm area) terlihat gabah hasil panen hanya
mengatasi permasalahan tersebut, langkah awal ditutup dengan terpal seadanya di dalam lumbung
pemerintah seyogyanya melakukan yang sudah rusak. Hal ini tentunya menyebabkan
pendampingan dan pengawalan hingga petani kualitas produk hasil panen menjadi rusak. Pada
siap menerapkan SRG. Di sisi lain, perlu aspek ini juga termasuk di dalamnya kendala
dilakukan penguatan modal kelompok tani untuk transportasi dan sarana jalan raya yang kurang
menampung hasil panen petani yang masih baik.
berkeinginan jual lepas ke kelompok tani. Sampai
Terbatas dan buruknya kondisi gudang
saat ini, kelompok tani yang berperan aktif
tidak terlepas dari aspek investasi pembangunan
memanfaatkan SRG. Dengan berjalannya waktu
gudang SRG yang relatif mahal. Belum
diharapkan petani akan tertarik mengadopsi SRG
meluasnya petani untuk memanfaatkan SRG,
dalam pemasaran hasil panennya.
membuat investor belum berani berinvestasi
Penguasaan informasi mengenai harga spot membangun gudang. Di Indramayu, sejauh ini,
produk hasil panen petani masih rendah, apalagi baru PT Pertani yang mempunyai gudang yang
terhadap harga prediksi di masa mendatang memenuhi syarat dan fasilitas yang memadai
(futures). Kondisi asymmetric information ini untuk menyelenggarakan jasa SRG. Pada kasus
mengakibatkan petani dalam posisi yang tidak di Subang, Pengelola Gudang KSU Annisa
diuntungkan. Kondisi ini disebabkan akses menggunakan gudang yang dibangun oleh
informasi harga yang masih terbatas dan Bappebti. Karena melihat besarnya potensi
kenyataan tingkat pendidikan sebagian besar keuntungan dalam menyelenggaran jasa SRG,
petani relatif rendah. Untuk mengatasi KSU Annisa berani berinvestasi dengan
permasalahan terkait penguasaan teknologi menambah gudang SRG dengan cara sewa.
informasi, diharapkan penyuluh lapangan dapat
Pada kasus di Surakarta, SRG tidak
berperan aktif membantu petani memberi
menguntungkan karena tidak seimbang antara
pemahaman terkait teknologi informasi.
besarnya investasi yang dikeluarkan, sementara
biaya yang dibebankan ke petani relatif kecil.
(2) Sarana dan Prasarana
Jenis komoditas yang potensial diresigudangkan
Prasarana jalan yang buruk menjadi kendala adalah padi, jagung, kedelai, dan ketela pohon
petani untuk mengangkut hasil panennya ke (Primartantyo, 2012).
gudang SRG karena berpengaruh pada biaya
Mengingat investasi pembangunan gudang
transportasi. Semakin buruk kondisi jalan, maka
dianggap relatif mahal, untuk menambah jumlah
biaya transportasi makin mahal. Hal ini terjadi di
gudang SRG terdapat beberapa alternatif, yaitu:
Kabupaten Tasikmalaya. Ketersediaan gudang
(1) Kementerian Perdagangan melalui Bappebti
SRG yang terbatas, juga menyulitkan petani jika
meningkatkan alokasi anggaran untuk
akan memanfaatkan SRG. Jauhnya jarak dari
pembangunan gudang SRG di wilayah sentra
sawah petani ke lokasi gudang SRG membawa
produksi; (2) pemerintah dapat memanfaatkan
konsekuensi mahalnya biaya transportasi. Hal ini
gudang-gudang milik BUMN yang ada di daerah;
secara langsung akan membebani petani dalam
(3) pemerintah memberikan subsidi kredit
pengurusan RG. Untuk mengatasi masalah
pembangungan gudang dan jasa pergudangan; (4)
infrastruktur jalan dan transportasi, pemerintah
pembangunan gudang SRG hendaknya diatur
diharapkan meningkatkan alokasi anggaran
sedemikian rupa sehingga satu gudang
pembangunan/rehabilitasi jalan dan transportasi,
menjangkau wilayah dengan radius tertentu,
khususnya di wilayah-wilayah sentra produksi
sehingga menekan biaya transportasi dari sawah
agar distribusi barang berjalan lancar baik
ke gudang pengelola yang umumnya ditanggung
menuju gudang SRG maupun ke pusat-pusat
petani; dan (5) melanjutkan program
pasar.
pemanfaatan DAK untuk membangun gudang
Kondisi pergudangan (warehousing) yang SRG seperti yang dilakukan di beberapa provinsi
tersedia, secara umum kurang memadai termasuk pada tahun 2011 dan 2012. Pembangunan gudang
di Indramayu dan Subang. Kondisi ini menjadi untuk SRG sebaiknya dilengkapi dengan sarana
kendala petani dalam menyimpan hasil panennya, pendukung, misalnya dryer dengan kapasitas
sebagai upaya tetap menjaga kondisi hasil yang memadai untuk gudang gabah. Dryer ini
penennya tetap baik sambil menunggu harga sangat dibutuhkan karena gabah yang akan

Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 12 No. 1, Juni 2014: 69-86

82
diresigudangkan harus memenuhi standar mutu musim panen terakhir (MK 2014) di mana
yang disyaratkan Pengelola Gudang SRG, salah beberapa RG di gudang Haurgeulis, Indramayu
satunya kadar air maksimal 14 persen. belum terjual padahal sudah melewati waktu
Ketersediaan teknologi penyimpanan di jatuh tempo, sehingga urusan kredit Bank BJB
gudang pengelola juga masih terbatas. Jenis belum selesai. Hal ini terjadi karena adanya
teknologi penyimpanan erat kaitannya dengan ‘over-estimasi’ nilai RG gabah yang disimpan
jenis barang yang akan diresigudangkan. setelah memperhitungkan harga pasaran gabah,
Mengingat teknologi penyimpanan gabah/beras biaya pengeringan, harga pengemasan, dan harga
relatif lebih sederhana dan murah, maka transportasi.
komoditas yg memanfaatkan SRG sebagian besar Banyaknya lembaga yang terlibat dalam
masih terbatas gabah/beras, meskipun dalam penerapan SRG, seperti Lembaga Uji Mutu,
Permendag dimungkinkan menyimpan komoditas Asuransi, Pusat Registrasi, Pengelola Gudang,
selain gabah/beras. Untuk mengatasi dan Perbankan, membuat rumit urusan birokrasi.
permasalahan tersebut, ke depan pemerintah Rantai birokrasi yang relatif panjang, tidak semua
perlu memfasilitasi Pengelola Gudang terkait petani memahaminya yang notabene sebagian
peningkatan kemampuan untuk menguasai besar tingkat pendidikannya lulus SD. Umumnya
teknologi penyimpanan barang nongabah/beras. pedagang lebih punya akses memanfaatkan SRG
Kegiatan pelatihan ke Pengelola Gudang dan karena mampu melihat ‘peluang’ untuk
stakeholder terkait merupakan strategi alternatif memperoleh keuntungan. Jika demikian halnya,
untuk meningkatkan kemampuan para pelaku maka tujuan SRG belum mencapai sasaran yang
SRG. diharapkan.
(3) Kelembagaan SRG dan Koordinasi antar Agar implementasi SRG dapat berjalan
Instansi lancar dan cepat meluas penyebarannya, maka
Keterlibatan Dinas Perdagangan dan Dinas seluruh lembaga yang berpartisipasi harus
Pertanian baru sebatas kegiatan sosialisasi. bersinergi menjalankan tugas masing-masing
Pemerintah daerah belum sepenuhnya memahami sesuai fungsinya. Menanggapi permasalahan
manfaat SRG yang berpotensi meningkatkan penyediaan LPK yang tidak merata di daerah
kesejahteraan petani. Alokasi anggaran daerah potensial SRG, pemerintah melalui Bappebti,
untuk mengawal kegiatan SRG belum terlihat, Kementerian Perdagangan seyogyanya
bahkan kasus di Subang, Gapoktan atau membantu dalam penyediaan LPK. Jumlah
Pengelola Gudang merasa ‘putus asa’ saat petugas LPK harus proporsional di setiap wilayah
melakukan usulan-usulan untuk kelancaran SRG.
penerapan SRG, kurang mendapat respon positif. Terkait perbankan, untuk penyelenggaraan
LPK/Petugas uji mutu barang belum SRG umumnya telah ditetapkan bank yang akan
tersedia di seluruh daerah (Riani, 2010). Jumlah mendukung pembiayaan melalui jaminan RG.
bank yang terlibat dalam pelaksanaan SRG masih Seyogyanya jumlah bank yang berpartisipasi
terbatas. Tidak seluruh bank bersedia menjadi dalam penerapan SRG tidak terbatas hanya satu
stakeholder SRG untuk memberikan fasilitas bank dalam satu wilayah SRG, sehingga petani
kredit. Untuk kasus di Indramayu dan Subang, mempunyai pilihan dalam mengajukan
bank yang bersedia menyalurkan kredit untuk permohonan kreditnya. Di sisi lain, kompetisi
SRG hanya Bank BJB. Kondisi ini membuat antarbank dalam memberikan layanan ke pemilik
tidak adanya kompetisi antarbank dalam RG akan mendorong kinerja perbankan lebih
memberikan layanan kepada pemiliki RG. Bagi optimal.
pemilik RG, hal ini kurang menguntungkan
karena tidak ada pilihan untuk mengajukan
KESIMPULAN DAN SARAN
kredit. Petani ‘terpaksa’ menerima semua aturan
yang diberikan bank terkait.
Kesimpulan
Permasalahan lain yang terkait perbankan
adalah terjadinya Non-Performing Loan (NPL) Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah
dan potensi NPL ketika barang di gudang belum dipaparkan, sebagai kesimpulan dapat
terjual saat jatuh tempo. Kasus ini terjadi pada dikemukakan sebagai berikut:

SISTEM RESI GUDANG DI INDONESIA: ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN Erma Suryani, Erwidodo, dan Iwan Setiadjie
Anugrah
83
(1) Penyelenggaraan SRG di Indonesia selama 6 sistem online untuk memperlancar akses
tahun, ternyata belum mampu menarik minat data dan informasi antarlembaga yang
bagi sebagian besar petani untuk terlibat dalam penyelenggaraan SRG.
memanfaatkan SRG sebagai alternatif
pemasaran hasil panen dan pembiayaan (2) Mengingat besarnya potensi dan manfaat
kegiatan usaha taninya sesuai amanat UU penyelenggaraan SRG, pemerintah perlu
No. 9/2006. Hal ini menyebabkan lebih serius untuk mempercepat
perkembangan SRG relatif masih lambat, perkembangan SRG ke seluruh wilayah
dilihat dari perkembangan jumlah dan nilai dengan cakupan komoditas yang lebih luas.
RG dibandingkan potensinya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, perlu
disusun peta-jalan (road map) untuk masing-
(2) Secara konseptual, SRG tidak hanya mampu
masing komoditas yang memuat langkah
meningkatkan kesejahteraan petani, tetapi
strategis dan taktis dalam jangka pendek,
juga dapat meningkatkan perekonomian
jangka menengah, dan jangka panjang.
wilayah secara luas. SRG akan
Konsekuensinya, pemerintah seyogyanya
membiasakan dan mendorong petani serta
meningkatkan alokasi anggaran untuk
pelaku lain untuk menghasilkan produk yang
pembenahan dan penyempurnaan fasilitas
memenuhi standar mutu. Namun secara
SRG agar biaya SRG yang ditanggung
operasional, masih banyak ditemukan
petani dapat ditekan serendah mungkin.
kendala dan permasalahan, tidak hanya pada
Kondisi ini diharapkan dapat menarik minat
keterbatasan pemahaman tentang SRG,
petani untuk memanfaatkan SRG.
tetapi juga sarana dan prasarana, lemahnya
koordinasi dan sinergitas antar kementerian, (3) Pengguna SRG umumnya adalah petani dan
serta masalah kelembagaan lainnya. Kendala pedagang, baik secara perorangan maupun
dan permasalahan tersebut mengakibatkan secara kolektif melalui kelompok tani dan
tujuan pemerintah untuk mempercepat gabungan kelompok tani (Gapoktan). Oleh
penyebarluasan penyelenggaraan SRG karena itu seyogyanya urusan
belum tercapai. penyelenggaraan SRG seperti pembinaan
(3) Untuk mengatasi permasalahan dalam dan penyuluhan kepada petani/kelompok
penyelenggaraan SRG, perlu segera tani, penyediaan sarana dan prasarana
dirumuskan alternatif pemecahan sesuai pergudangan, kelembagaan, dan
permasalahan yang dihadapi. Agar permodalan, tidak hanya dibebankan pada
permasalahan tidak berkelanjutan, kegiatan Kementerian Perdagangan sebagai penerima
pengawasan secara periodik perlu mandat penyelenggaran SRG sesuai UU No.
ditingkatkan dengan melibatkan Dinas 9/2006, tetapi juga melibatkan Kementerian
Perdagangan setempat sebagai instansi yang Pertanian, khususnya unit kerja yang
memperoleh mandat dalam penyelenggaran menangani aspek yang bersentuhan dengan
SRG di daerah. kegiatan SRG, misalnya Ditjen P2HP dapat
membantu dalam penanganan pascapanen,
peningkatan standar mutu, dan penyediaan
Saran
sistem informasi harga komoditas pertanian;
(1) Untuk mempercepat implementasi SRG, Direktorat Pembiayaan dapat menjadi
pemerintah agar lebih serius mendorong dan fasilitator untuk penguatan modal kelompok
memfasilitasi penyebarluasan SRG, tani dan Gapoktan dalam memanfaatkan
terutama di wilayah-wilayah potensial. kredit perbankan dan institusi keuangan
Tidak hanya meningkatkan gerakan lainnya; dan Badan SDM dapat membantu
sosialisasi ke seluruh pelaku SRG, tetapi kegiatan sosialisasi SRG melalui tenaga-
juga melakukan pembenahan kelembagaan tenaga lapangan dan penyuluh yang
dan kebijakan tata kelola SRG serta dikelolanya. Untuk menyukseskan kegiatan-
mendorong dan memfasilitasi pembangunan kegiatan tersebut, harus dilakukan
sarana dan prasarana penyelenggaraan SRG, koordinasi secara efektif dengan seluruh
misalnya melalui subsidi bunga untuk pemangku kepentingan baik di pusat
pembangunan sarana pergudangan. Selain maupun di daerah di mana SRG
itu, juga perlu dilakukan penyempurnaan diimplementasikan.

Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 12 No. 1, Juni 2014: 69-86

84
DAFTAR PUSTAKA Erwidodo, 2013b. Kebijakan Perdagangan
Mendukung Kemandirian dan Ketahanan
Pangan Nasional. hal. 137-161. Dalam M.
Ariyani, R.R. 2008. Sistem Resi Gudang akan Ariani, K. Suradisastra, N.S. Saad, R.
Diberlakukan Nasional. http:// www.tempo- Hendayana, dan E. Pasandarna (Eds.).
interaktif.com/hg/ekbis/2008/04/16/ Diversifikasi Pangan dan Transformasi
brk.20080416-121425.id.html/. (12 Maret Pembangunan Pertanian. Badan Penelitian dan
2014). Pengembangan Pertanian. IAARD Press.
Ashari. 2010. Prospek Sistem Resi Gudang (SRG) Jakarta.
sebagai Alternatif Pembiayaan Sektor Herlindah. 2013. Hukum Jaminan “Resi Gudang”.
Pertanian. ICASEPS Working Paper No. 102. http://herlindahpetir.lecture. ub.ac.id/files/
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan 2013/05/JAMINAN-RESI-GUDANG.pptx.pdf.
Pertanian. Bogor. (12 Februari 2014).
Ashari. 2011. Potensi dan Kendala Sistem Resi IFAD. 2012. Warehouse Receipts for Smallholders to
Gudang (SRG) untuk Mendukung Pembiayaan Access Credit and Increase Incomes.
Usaha Pertanian di Indonesia. Forum http://www.ifad.org/operations/projects/regions
Penelitian Agro Ekonomi 29(2): 129-143. /pf/seeds/5.htm. (20 Januari 2014).
Bappepti. 2011. Sistem Resi Gudang Sebagai iPasar. 2011. Implementasi Pelaksanaan Pasar Lelang
Instrumen Pembiayaan. Makalah disampaikan Dalam Mendukung Sistem Resi Gudang.
pada Workshop Penguatan Kelembagaan Makalah disampaikan pada Workshop
Sistem Resi Gudang dalam Mendukung Penguatan Kelembagaan Sistem Resi Gudang
Pembiayaan Sektor Pertanian. Menko dalam Mendukung Pembiayaan Sektor
Perekonomian. Jakarta, 7 Desember 2011. Pertanian. Menko Perekonomian. Jakarta , 7
Berita. 2013. Resi Gudang, Tingkatkan Kesejahteraan Desember 2011.
Petani. http://www. blitarkab.go.id/2013/04/ Mahanta, D. 2012. Review of Warehouse Receipt as
6465.html. (12 Februari 2014). an Instrument for Financing in India.
BRI. 2008. Sistem Resi Gudang: Peluang, International Journal of Scientific &
Tantangan, dan Hambatan. Makalah Technology Research 1(9): 42-45.
disampaikan pada Seminar Nasional Sistem Listiani, N. dan B. Haryotejo. 2013. Implementasi
Resi Gudang, Pengembangan Alternatif Sistem Resi Gudang pada Komoditi Jagung:
Pembiayaan Melalui Sistem Resi Gudang. Studi Kasus di Kabupaten Tuban, Provinsi
Jakarta, 4 November 2008. Jawa Timur. Buletin Ilmiah Litbang
BRI. 2011. Penjaminan Resi Gudang ke Bank Sebagai Perdagangan 7(2): 193-211.
Alternatif Pembiayaan. Makalah disampaikan Colter, J. and G. Onumah. 2002. The Role of
pada Workshop Penguatan Kelembagaan Warehouse Receipt Systems in Enhanced
Sistem Resi Gudang dalam Mendukung Commodity Marketing and Rural Livelihoods
Pembiayaan Sektor Pertanian. Best Western in Africa. Food Policy 27(4): 319–337.
Mangga Dua Hotel & Residence, 7 Desember
2011. Menko Perekonomian. Jakarta. Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 26/M-
DAG/PER/6/2007 tentang Barang yang Dapat
Coleman, A. and L.M. Valeri. 2006. Storage and Disimpan di Gudang dalam Penyelenggaraan
Warehouse Receipts as Financing Instruments. Sistem Resi Gudang. Sekretariat Jenderal
http://www. eea-esem.com/files/papers/EEA- Departemen Perdagangan. Jakarta.
ESEM/2006/2046/WR_mala guzzivaleri.pdf.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36
(4 Maret 2014).
Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-
Erwidodo. 2013a. Kebijakan Perdagangan Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem
Mendukung Upaya Peningkatan Dayasaing Resi Gudang. Tambahan Lembaran Negara
Komoditas Pangan di Era MEA 2015. hal. 138- Republik Indonesia Nomor 4735. Republik
164. Dalam B. Hurabarat, Hermanto, dan S.H. Indonesia. Jakarta.
Susilowati. Prosiding Seminar Nasional Hari
Prayitno, B. 2011. Resi Gudang. http://
Pangan Sedunia (HPS) ke-33 Optimalisasi
prayitnobambang.blogspot.com/2011_11_01_
Sumberdaya Lokal Melalui Diversifikasi
archive.html. (12 Maret 2014).
Pangan Menuju Kemandirian Pangan dan
Perbaikan Gizi Masyarakat Menyongsong Primartantyo, U. 2012. Penerapan Resi Gudang di
MEA 2015, Padang, 21-22 Oktober 2013. Solo Tak Menguntungkan. http://www.
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. tempo.co/read/news/2012/ 12/19/090449267/
Bogor. Penerapan-Resi-Gudang-di-Solo-Tak-
Menguntungkan. (20 Januari 2014).

SISTEM RESI GUDANG DI INDONESIA: ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN Erma Suryani, Erwidodo, dan Iwan Setiadjie
Anugrah
85
Putri, N.P. 2010. Sistem Resi Gudang Solusi Bagi Varangis, P. and D. Larson. 1998. How Warehouse
Petani. Badan Pengawas Perdagangan Receipts Help Commodity Trading and
Berjangka Komoditi. http://www.bappebti.go.id/ Financing. https://agriskmanagementforum.org/
id/edu/articles/detail/1044.html. (20 Januari sites/agriskmanagementforum.org/files
2014). /Documents/How%20warehouse%20receipts%
20help%20commodity%20trading%20and%20
Riana, D. 2010. Penggunaan Sistem Resi Gudang
finance.pdf. (4 Maret 2014).
Sebagai Jaminan Bagi Perbankan di Indonesia.
Tesis Program Magister, Universitas Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
Jakarta. 2006 tentang Sistem Resi Gudang. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
Sadarestuwati. 2008. Pentingnya Sistem Resi
59. Republik Indonesia. Jakarta.
Gudang bagi Petani. Makalah disampaikan
pada Seminar Nasional Sistem Resi Gudang, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
Pengembangan Alternatif Pembiayaan Melalui 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Sistem Resi Gudang. Jakarta, 4 November Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi
2008. Gudang. Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5231. Republik
Sanur, A.S. 2008. Strategi Pengembangan Sistem Resi
Indonesia. Jakarta.
Gudang. https://cireboninstitute. wordpress.com/
2008/12/15/strategi-pengembangan-sistem-resi- Wikipedia. 2014. Resi Gudang http://id.wikipedia.org/
gudang/. (4 Maret 2014). wiki/ Resi_gudang. (3 Maret 2014).

Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 12 No. 1, Juni 2014: 69-86

86

You might also like