Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Patofisiologi Biomolekular Neuropati Diabetes: Tinjauan Pustaka

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Tinjauan Pustaka

 
PATOFISIOLOGI BIOMOLEKULAR NEUROPATI DIABETES
BIOMOLECULAR PATHOPHYSIOLOGY OF DIABETIC NEUROPATHY

Shahdevi Nandar Kurniawan*

ABSTRACT
Introduction: Diabetes is a chronic disease that is common in almost all countries, the death rate from
diabetes was 3.9 million people worldwide in 2010 and remains a major problem in each country. Approximately 60%
to 70% of people with diabetes have mild to severe forms of nervous system damage. More than half of all individuals
with diabetes suffer neuropathy with risk of amputation of one or more of the lower limb is estimated to reach 15%. The
definition of distal symmetric diabetic polyneuropathy (DPN) is the internationally agreed symptoms and/or signs of
peripheral nerve dysfunction in diabetes patient after exclusion of other causes. Confirmation of diagnosis is done by
quantitative electrophysiological testing of motor, sensory, and autonomic functions.
Discussion: In this paper we discuss the pathways as the cause of diabetic neuropathy, in which these
pathways are stress oxidative/nitratif, integrins and cytokines, advanced glycation end-products (AGE) and receptor for
advanced glycation end products (RAGE), ROS and mitochondrial, reactive oxygen species/reactive nitrogen species
(ROS/RNS) in diabetic neuropathy, polyol pathway, hexosamine pathway, the pathway protein kinase C (PKC) and
Poly-ADP Ribose polymerase (PARP) pathway. However, it seems that the most important pathway in the onset of
diabetic neuropathy are accumulation of advanced glycation end products (AGE), the activity of the polyol pathway
and activation of protein kinase C (PKC).
Keywords : AGE, diabetes, metabolic, neuropathy, oxidative stress, polyol pathway.

ABSTRAK
Pendahuluan: Diabetes adalah penyakit kronis yang umum di hampir semua negara, angka kematian akibat
diabetes adalah 3,9 juta penderita di seluruh dunia pada tahun 2010 dan tetap menjadi masalah besar di tiap negara.
Sekitar 60% sampai 70% orang dengan diabetes memiliki bentuk ringan sampai berat dari kerusakan sistem saraf.
Lebih dari setengah dari semua individu dengan diabetes menderita neuropati dengan risiko amputasi satu atau lebih
ekstremitas bawah diperkirakan mencapai 15%. Definisi dari polineuropati diabetes simetris distal (DPN) yang
disepakati secara internasional adalah adanya gejala dan/atau tanda-tanda disfungsi saraf perifer pada penderita diabetes
setelah ekslusi penyebab lain. Konfirmasi dapat ditegakkan dengan pengujian kuantitatif elektrofisiologi terhadap
fungsi motorik, sensorik, dan otonom.
Diskusi: Pada makalah ini dibicarakan jalur-jalur sebagai penyebab timbulnya neuropati diabetes, dimana
jalur-jalur tersebut adalah stres oksidatif/nitratif, integrin dan sitokin, advanced glycation end-products (AGE) dan
receptor for advanced glycation end products (RAGE), ROS dan mitokondria, reactive oxygen species/reactive
nitrogen species (ROS/RNS) pada neuropati diabetes, jalur poliol, jalur hexosamine, jalur protein kinase C (PKC) dan
jalur Poli-ADP ribose polymerase (PARP). Akan tetapi sepertinya jalur yang paling penting dalam timbulnya neuropati
diabetes adalah akumulasi produk lanjut akhir glikasi (AGE), aktivitas dari jalur poliol dan aktivasi protein kinase C
(PKC).
Kata kunci : AGE, diabetes, metabolik, neuropati, poliol, stres oksidatif

*Staf Pengajar SMF/Lab Neurologi FK Universitas Brawijaya/RS Saiful Anwar, Malang


Korespondensi: shahdevinandar@yahoo.com.

PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang umum ditemukan di hampir semua negara.
Diperkirakan ada sekitar 285 juta orang dewasa dengan diabetes pada tahun 2010, jumlah ini akan terus
meningkat secara global karena adanya penuaan populasi, pertumbuhan ukuran populasi, urbanisasi, dan
tingginya prevalensi obesitas dan perubahan gaya hidup.1 Diperkirakan angka kematian akibat diabetes
adalah 3,9 juta penderita di seluruh dunia pada tahun 2010 dan tetap menjadi masalah besar di tiap negara.2-8
Di Indonesia sendiri diperkirakan 7 juta penderita diabetes pada tahun 2010, menjadi nomor 9 terbanyak di
seluruh dunia.9 Sekitar 60% sampai 70% orang dengan diabetes memiliki bentuk ringan sampai berat dari
kerusakan sistem saraf. Kerusakan yang terjadi antara lain, gangguan sensasi atau nyeri pada kaki atau
tangan, lambatnya pencernaan makanan di lambung, carpal tunnel syndrome, disfungsi ereksi, atau masalah
saraf lainnya. Hampir 30% orang dengan diabetes berusia 40 tahun atau lebih tua memiliki gangguan sensasi

Neurona Vol. 29 No. 4 Agustus 2012  


Tinjauan Pustaka
 
di kaki, setidaknya satu ekstremitas yang tidak memiliki gangguan sensasi. Gangguan yang berat pada saraf
akibat diabetes adalah penyebab utama amputasi ekstremitas bawah.10 Pada penelitian lain di India
menujukkan prevalensi neuropati diabetes adalah 26,1% dari penderita diabetes, dan di Bangladesh sekitar
19,7%.11,12
Polineuropati diabetes adalah gangguan saraf perifer yang simetris dan sebagian besar kronis, ditandai
oleh kelainan sensorik dan motorik, yang mengenai ekstremitas bagian distal. Menurut definisi,
polineuropati melibatkan beberapa saraf dan dapat menyebabkan gangguan sensorik berupa nyeri neuropatik
dan atau gangguan motorik. Nyeri neuropatik diketahui mempengaruhi fungsi pasien dan kualitas hidup atau
quality of life (QOL). Biasanya gejala awal hanya ringan, tanda-tanda awal dari polineuropati diabetes adalah
gangguan sensoris yaitu nyeri atau kesemutan di tangan dan kaki. Setelah beberapa tahun, tanda-tanda ini
dapat diikuti oleh kelemahan otot pada kaki dan lengan.13
Definisi dari polineuropati diabetes simetris distal yang disepakati secara internasional adalah adanya
gejala dan/atau tanda-tanda disfungsi saraf perifer pada orang dengan diabetes setelah ekslusi penyebab lain.
Namun, diagnosis tidak dapat dibuat tanpa pemeriksaan klinis yang teliti dari anggota badan bagian bawah.
Definisi ini menyampaikan pesan penting bahwa tidak semua pasien dengan disfungsi saraf perifer memiliki
neuropati diabetes. Konfirmasi dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif elektrofisiologi, sensorik,
dan fungsi otonom.14,15
KLASIFIKASI
Tabel 1 menggambarkan klasifikasi neuropati diabetes. Tanda-tanda, gejala, dan defisit neurologis
bervariasi tergantung pada jenis serabut saraf yang terlibat. Neuropati dapat berupa sensorik atau motor dan
bisa melibatkan serabut saraf kecil atau besar. Kerusakan saraf serat kecil biasanya (walaupun tidak selalu)
mendahului kerusakan serat saraf besar dan dimanifestasikan pertama di anggota tubuh bagian bawah,
dengan rasa sakit dan hiperalgesia, diikuti dengan hilangnya sensitivitas suhu dan berkurangnya sentuhan
ringan serta sensasi nyeri. Ketika rasa nyeri timbul, konduksi saraf atau nerve conduction velocity (NCV)
sering normal atau hanya sedikit berkurang. Neuropati serat besar ditunjukkan dengan berkurangnya sensasi
getaran, rasa posisi, kelemahan, pengecilan otot, dan refleks tendon menghilang.
Tabel 1. Klasifikasi neuropati diabetes18
A. Fokal
1. Mononeuritis
2. Sindrom jebakan
B. Difus
1. Neuropati proksimal
2. Distal simetris polineuropati
a. Serat besar
b. Serat kecil

Neuropati diabetes di perifer yang paling banyak adalah campuran dan bervariasi, kombinasi antara
serat saraf besar dan serat kecil. Pada populasi pasien rawat jalan terdapat 15% pasien dengan gejala
neuropati tidak memiliki tanda-tanda obyektif dan 63,7% pasien dengan tanda positif tidak bergejala.14,16-18
Keterlibatan sistem saraf otonom dapat terjadi pada awal tahun pertama setelah diagnosis dan dapat
mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Kelainan kardiovaskuler subklinis dan fungsi pencernaan dapat
ditemukan, atau bahkan pada pasien remaja dengan DM. Gambaran klinis sering tak terduga dan mungkin
tidak terdeteksi. Gejala ini meliputi takikardia saat istirahat dengan aktivitas masih baik, hipotensi ortostatik,
gangguan berkeringat dan regulasi aliran darah kulit, tidak sadar karena hipoglikemik, pengosongan lambung
tertunda, diare bergantian dengan sembelit, atonia kandung kemih, dan impotensi pada pasien laki-laki.18,19
PATOFISIOLOGI
Neuropati diabetes adalah suatu kondisi heterogen yang mencakup berbagai disfungsi dan yang timbul
karena diabetes melitus. Bentuk yang paling umum dari neuropati diabetes adalah polineuropati simetris
distal, yang dapat mempengaruhi sensorik somatik atau saraf motorik dan sistem saraf otonom. Secara
umum, progresifitas berjalan lambat dan kecenderungan untuk keterlibatan awal dari akson yang panjang.
Dengan demikian, gejala sering dimulai pada kaki dan selanjutnya proksimal melibatkan tangan, sehingga

Neurona Vol. 29 No. 4 Agustus 2012  


Tinjauan Pustaka
 
kerusakan pada serabut saraf vagal mendahului serat simpatik atau sistem saraf yang lebih pendek. Bentuk
fokal atau multifokal sering asimetris dan mempengaruhi saraf kranial, tubuh, atau persarafan anggota tubuh.
Gambaran yang paling mencolok dari histopatologis adalah hilangnya serabut saraf yang mempengaruhi
saraf paling jauh dari tubuh.18,20,21
Hilangnya sensasi merupakan awal dari ulserasi, infeksi, dan kehilangan anggota tubuh yang akan
mengakibatkan morbiditas yang tinggi. Setelah sistem saraf otonom terlibat, maka angka kematian dapat
mencapai 50% dalam waktu 5 tahun, yang merupakan komplikasi serius. Gangguan tersebut dapat
merupakan gejala yang jelas, atau dapat menjadi subklinis, dimana kelainan terdeteksi hanya dengan tes
khusus. Sering diagnosis neuropati diabetes sulit dibuat karena manifestasi yang tidak spesifik dan dapat
terjadi dalam beberapa kondisi lain. Neuropati tidak terbatas pada satu jenis DM, tetapi dapat terjadi pada
tipe 1 dan tipe 2 dan dalam berbagai bentuk DM yang didapat. Meskipun ada ketidakpastian mengenai
prevalensi neuropati diabetes pada populasi, secara umum neuropati adalah komplikasi yang paling umum
dan utama, dan sering sulit untuk ditangani.18
Gambar 1 menunjukkan patogenesis neuropati diabetik, menggambarkan beberapa etiologi, termasuk
metabolisme, pembuluh darah, autoimun, dan defisiensi faktor pertumbuhan neurohormonal. Meskipun ada
bukti patogenesis neuropati diabetik terdiri dari beberapa mekanisme, teori utama akibat hiperglikemia
persisten adalah hipotesis metabolik. Hiperglikemia persisten meningkatkan aktivitas jalur poliol dengan
akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam saraf, merusak dengan mekanisme yang belum diketahui. Hal ini
disertai dengan penurunan serapan mio-inositol dan penghambatan Na+/K+-adenosin trifosfatase (ATPase),
menghasilkan retensi Na+, edema, pembengkakan mielin, disjungsi aksoglial, dan degenerasi saraf.
Kekurangan asam linoleik gama (GLA) serta N-asetil-L-karnitin juga telah terlibat. Penelitian terakhir telah
pada stres oksidatif /nitratif dan peran protein kinase C (PKC).18

Gambar 1. Teori patogenesis dan terapi dari neuropati diabetes.18

STRES OKSIDATIF/NITRATIF
Banyak studi populasi diabetes melitus dan komplikasi jangka panjang mendukung gagasan bahwa
ada hubungan antara diabetes dan stres oksidatif. Belum jelas apakah stres oksidatif berkontribusi pada
pengembangan komplikasi jangka panjang atau hanya mencerminkan proses terkait yang terkena diabetes.
Neuropati diabetes adalah salah satu komplikasi yang diakui berhubungan dengan meningkatnya stres

Neurona Vol. 29 No. 4 Agustus 2012  


Tinjauan Pustaka
 
oksidatif. Peningkatan stres oksidatif dapat terjadi karena baik peningkatan produksi radikal bebas atau
penurunan pertahanan antioksidan. Banyak teori tentang asal-usul stres oksidatif pada diabetes, termasuk
akumulasi radikal bebas yang berkaitan dengan glikasi protein, konsumsi NADPH (nicotinamide adenine
dinucleotide phosphate) melalui jalur poliol, glukosa autoksidasi, dan hiperglikemia yang diinduksi
pseudohipoksia, atau aktivasi PKC.
Monosit pada diabetes juga memiliki peningkatan kemampuan menghasilkan anion superoksida.
Superoksida dismutase memiliki peran penting sebagai penetral radikal superoksida, berkurang di jaringan
saraf perifer diabetes, sehingga terjadi peningkatan pembentukan radikal bebas. Bila tidak terjadi dengan
benar, anion superoksida dapat berinteraksi dengan NO yang diproduksi oleh endotel pembuluh darah atau
saraf nitrergik untuk membentuk peroksinitrit, yang akan menghasilkan pengurangan vasorelaksan
endotelium - dependen dan neurotransmisi nitrergik. Peroksinitrit mudah menjadi nitrosilat protein,
berpotensi mengubah fungsi, atau memecah memberikan radikal hidroksil yang sangat reaktif yang bersifat
sitotoksik.18,22,23
Insufisiensi mikrovaskular telah disepakati sejumlah peneliti sebagai kemungkinan penyebab
neuropati diabetes. Kerusakan mikrovaskular neuropati diabetes dihasilkan dari studi yang menyatakan
bahwa iskemia absolut atau relatif akan mengubah fungsi di pembuluh darah vena endoneurial atau
epineurial. Studi histopatologis menunjukkan adanya derajat yang berbeda mikrovaskulopati endoneurial dan
epineurial, terutama penebalan dinding pembuluh darah atau oklusi. Sejumlah gangguan fungsional juga
telah ditunjukkan dalam mikrovaskulatur dari saraf yang mengalami diabetes.
Penelitian telah menunjukkan penurunan aliran darah saraf, resistensi pembuluh darah meningkat,
penurunan PO2, dan gangguan permeabilitas vaskular akibat hilangnya penghalang daya anionik dan
penurunan daya selektivitas. Kelainan aliran darah kulit berhubungan dengan neuropati, menunjukkan bahwa
ada kelainan klinis untuk insufisiensi mikrovaskular yang dapat dijadikan menjadi tes noninvasif sederhana
disfungsi serabut saraf kecil.18,24,25
Hiperglikemia yang persisten meningkatkan aktivitas jalur poliol dengan akumulasi produk glikasi
sorbitol, fruktosa, dan produk akhir glikasi advance (AGEs) yang selanjutnya merusak saraf. Hal ini terkait
dengan gangguan aktivitas PKC, kemungkinan besar semua terlibat dalam patogenesis neuropati dengan
mekanisme yang belum terdefinisi. Alternatifnya hiperglikemia menyebabkan kadar diasilgliserol (DAG)
meningkat mengaktivasi PKC, yang kemudian memodulasi aktivitas Na+/K+- ATPase di kedua neuron dan
sel Schwann (SS). Elemen saraf dan glia dari sistem saraf perifer mempertahankan homeostasis mereka
dengan interaksi dua arah, baik sebagai kontak langsung atau melalui lokal pelepasan mediator autokrin dan
parakrin seperti sitokin.18,26,27
Perubahan aktivitas PKC atau Na+/K+-ATPase mengubah ekspresi berbagai gen, termasuk sitokin.
Telah ditunjukkan bahwa gangguan aktivitas Na+/K+-ATPase akan meningkatkan aktivitas PKC mengarah
pada upregulation dari sitokin inflamasi, interleukin (IL-II), faktor tumor nekrosis (TNF-α) dan ekspresi gen
dalam mononuklear sel.18
Hal ini jelas bahwa stres oksidatif dengan penurunan antioksidan endogen berperan dalam penuaan
dan dampaknya pada sistem saraf perifer. Oksida nitrat (nitric oxide = NO) diperkirakan sebagai jembatan
antara metabolisme dan hipotesis vaskular. Salah satu cara kerja sitokin adalah induksi iNOS (inducible
nitric oxide synthase) dan produksi NO. Hal ini terbukti dari respons sel Schwann terhadap sitokin berupa
peningkatan iNOS dan menghasilkan NO. Pada sel endotel, penurunan Na+/K+-ATPase menyinergikan efek
dari pro inflamasi dan imun sitokin terhadap induksi iNOS serta induksi molekul adhesi (cell adhesion
molecules = CAMs) di berbagai sel. Inefektifitas relatif aldosa reduktase inhibitor (ARIS) dan kegagalan
kontrol glikemik yang ketat untuk mengurangi progesifitas neuropati menunjukkan bahwa mekanisme
alternatif untuk patogenesis neuropati harus dicari.
Tingkat sirkulasi sitokin IL-6 lebih tinggi pada pasien diabetes dengan neuropati daripada non-
neuropatik pasien diabetes, dan ada nilai prediksi peningkatan kadar CAM selektin p- berhubungan dengan
pengembangan atau perkembangan neuropati diabetes atau keduanya, independen dari kontrol
glikemik.18,22,23
INTEGRIN DAN SITOKIN
Regenerasi dan remyelinasi dari saraf perifer dimediasi oleh sel Schwann aksonal yang berhubungan
melalui matriks ekstrasel, yang membentuk lamina basal, dan ligan membran yang sesuai SS, yaitu CAM.
Sinyal yang diperlukan untuk proses ini mungkin dihasilkan oleh kontak langsung antara SS dan akson, atau
dengan mediator larut seperti sitokin. Sitokin memodulasi fungsi penting sel glial, seperti induksi faktor
pertumbuhan, sitokin lain, matriks ekstrasel dan CAM, serta perlindungan dari apoptosis. IL-6, misalnya,

Neurona Vol. 29 No. 4 Agustus 2012  


Tinjauan Pustaka
 
mampu berperan dalam neurotoksisitas dari serum pasien dengan DM tipe 1 pada sel neuroblastoma secara
in vitro. Dengan demikian pleiotropic sitokin dapat berfungsi dalam neurodegenerasi baik dalam regenerasi
dan perlindungan saraf.
Ketika saraf rusak akibat trauma, racun atau infeksi, maka produksi sitokin oleh SS, makrofag, sel
mast, dan neuron akan meningkat. Ini termasuk sitokin proinflamasi (misalnya IL-1, IL-6, dan TNF-α),
sitokin imunomodulator seperti TGF-I, dan sitokin imun, seperti IL-2 dan interferon-I. Dengan sinyal yang
luas dari efek seluler autokrin, parakrin, dan langsung, sitokin dapat memberikan efek besar pada SC
berkaitan dengan produksi metriks sekstrasel, ekspresi CAM, produksi trofik dan faktor pertumbuhan, serta
produksi sitoskeleton.18
Pada saraf perifer, tiga kompartemen anatomis matriks ekstrasel dapat dibedakan menjadi epineurium,
perineurium, dan endoneurium. Epineurium melingkari lapisan dalam perineurial dari fasikula dan berisi
kolagen tipe 1, fibroblas, sel lemak, pembuluh darah, dan limfatik. Perineurium ini terdiri dari sel perineurial
gepeng yang ditutupi oleh membran basal dan anyaman fibril kolagen dan tenascin c. Sel-sel ini
dihubungkan dengan sambungan ketat yang merupakan penghalang vaskular dan saraf. Endoneurium berisi
kolagen tipe 1 dan 3 yang membungkus pembuluh darah dan SS aksonal, makrofag, dan fibroblas. Membran
basal terdiri dari protein matriks ekstrasel yang disekresikan oleh SS.
Tergantung pada sifat dari neuritis, sel T dan imunoglobulin ditemukan dengan komponen yang
berbeda, dan mungkin ada aspek karakteristik dari neuropati yang berbeda. Eksperimenta neuritis alergi
(EAN) adalah neuropati inflamasi demielinasi akut yang diinduksi dengan imunisasi aktif oleh protein mielin
perifer atau melalui transfer adaptif sel neuritogenik T. Ekspresi integrin SS berhubungan dengan perubahan
histopatologi didefinisikan dalam EAN yang menyerupai neuropati. Secara in vitro, baik sitokin dan
perakitan dari lamina basal mempengaruhi pola ekspresi integrin yang dialami oleh SS.18
AGE DAN RAGE
Produk akhir dari glikasi (advanced glycation end-products = AGEs) adalah produk dari reaksi
nonenzimatik glukosa, α-oxoaldehydes, dan turunan sakarida lainnya dengan protein, lipid, dan nukleotida.
Hiperglikemia akan meningkatkan pembentukan AGE, stres oksidatif, stres karbonil, dan menunda
pergantian makromolekul. Sebagai salah satu konsekuensi diabetes terdapat akumulasi AGE di intraseluler
dan ekstraseluler di basal perineurial lamina, akson, SC, endoneurial dan epineurial microvessels, serta
perineurium. Immunoreaktivitas AGE juga meningkat dengan durasi dan tingkat keparahan diabetes serta
berkorelasi dengan pengurangan densitas serat mielin. Suatu hubungan langsung antara diabetes dan
akumulasi AGE di perifer saraf ditunjukkan oleh menurunnya AGE di saraf siatik tikus diabetes setelah
transplantasi sel islet pankreas.28,29,30
Konsekuensi fungsional dari deposisi AGE masih sulit dipahami. Pembentukan AGE terjadi pada
protein berumur panjang, seperti mielin dimana mempromosikan penyerapan mielin oleh makrofag dan
demielinasi, demikian juga, AGE meningkatkan penyerapan ekstraseluler matriks protein, sehingga
mengganggu permeabilitas selular, interaksi sel, dan adhesi. Pembentukan AGE intraselular mungkin
mempengaruhi perakitan dari sitoskeleton (rentan terhadap glikasi nonenzimatik dalam sistem saraf perifer),
membuat agregasi protein, dan memodifikasi protein dan asam nukleat.

Neurona Vol. 29 No. 4 Agustus 2012  


Tinjauan Pustaka
 
Gambar 2. Interaksi AGE–RAGE dalam patogenesis neuropati diabetes.28

Selain mengubah struktur dan fungsi makromolekul, pembentukan AGE mempromosikan stres
oksidatif, mengurangi mekanisme pertahanan antioksidan selular dan menginduksi disfungsi selular melalui
pengikatan reseptor di permukaan selular (Gambar 2). Dengan demikian, konsekuensi akumulasi AGE di
neurovaskular adalah mengubah struktural makromolekul yang ireversibel dan mengaktivasi metabolisme
selular dan jalur sinyal yang tidak terkendali. Aktivasi selular sebagai konsekuensi dari pengikatan
makromolekul AGE pada reseptor permukaan sel, yang dinamakan scavenger receptor, galectin-3, dan
RAGE yang saat ini dianggap mencirikan reseptor AGE.28-31
ROS DAN MITOKONDRIA
Dalam proses fosforilasi oksidatif, energi yang dibawa oleh elektron digunakan oleh kompleks I, III,
dan IV untuk memompa proton keluar dari matriks. Gradien elektrokimia yang dihasilkan membran dalam
mitokondria digunakan oleh ATP sintase untuk mendorong sintesis ATP dari adenin difosfat (ADP). Dalam
mitokondria, peningkatan sintesis ATP diatur oleh uncoupling protein (UCP). Setelah aktivasi UCP, proton
bocor melewati membran dalam dan uncouple metabolisme oksidatif dari ATP sintase, yang menyebabkan
turunnya produksi ATP. Hiperglikemia menginduksi pembentukan reactive oxygen species (ROS) di ganglia
akar dorsal neuron sensorik dengan UCP berlebih.
Permeabilitas membran mitokondria meningkat melalui aktivasi UCP oleh O2-, mengakibatkan
penurunan potensial elektrokimia dan selanjutnya mengurangi pembentukan O2-. Efek perlindungan dari
UCP dapat terlihat oleh terjadinya depolarisasi ringan mitokondria. Depolarisasi ini akan membatasi
akumulasi kalsium dan mengurangi pembentukan reaktif spesies, yaitu dengan membatasi oksida nitrat
sintase (NOS). ROS mitokondria juga diatur oleh NO, gas dissusible yang dihasilkan oleh NOS. NOS pada
mitokonria (Mt-NOS) berhubungan dengan bentuk matriks membran dalam mitokondria. Aktivitas Mt-NOS
diatur oleh konsentrasi Ca2+ intramitokondria, [Ca2+]m. Mt-NOS juga terlibat dalam disfungsi mitokondria.
Nitrasi dari residu protein tirosin dan protein S-nitrosasi dari tiol sangat penting dalam reaksi
mitokondria.32,33
ROS/RNS DAN NEUROPATI DIABETES
Pada kondisi normal, neuron mempunyai kapasitas dalam menetralisir ROS dan reactive nitrogen
species  (RNS). Karena O2- dan H2O2 adalah produk normal dari rantai transpor elektron mitokondria, SOD,
katalase, dan glutation biasanya cukup untuk menghapus produk sampingan metabolik. Namun,
hiperglikemia meningkatkan aktivitas mitokondria dan selanjutnya produksi O2-. Kelebihan produksi ROS
primer mitokondria menyebabkan terbentuknya RNS. Aktivitas mitokondria yang berlebihan menyebabkan
produksi berlebihan ROS dan RNS dalam neuron yang dengan stres oksidatif menghasilkan metabolik dan
inflamasi. Penumpukan ROS/RNS di neuron disertai dengan ketidakmampuan neuron mendetoksifikasi
kelebihan ROS dan RNS menyebabkan disfungsi progresif organel, membran, dan nukleus.22,34,35

Gambar 3. Mekanisme yang memungkinkan produksi ROS yang diinduksi oleh hiperglikemia.36

Neurona Vol. 29 No. 4 Agustus 2012  


Tinjauan Pustaka
 
JALUR POLIOL
Jalur poliol mengkonversi glukosa menjadi fruktosa melalui dua langkah reduksi/oksidasi; yang
pertama, aldosa reduktase mereduksi glukosa menjadi sorbitol, dan kemudian sorbitol dehidrogenase
mengoksidasi sorbitol menjadi fruktosa (Gambar 3). Baik kedua aldosa reduktase dan sorbitol dehidrogenase
muncul di jaringan akibat komplikasi diabetes. Jalur aldosa reduktase rentan terhadap aktivasi berlebihan
dari efek hiperglikemia, yang menghasilkan ketidakseimbangan jalur metabolit, NADPH, dan sorbitol.
Kelebihan glukosa yang mengalir melalui jalur ini menyebabkan konsumsi dari NADPH, yang diperlukan
untuk regenerasi kurangnya glutation. Menipisnya glutation sekunder dari meningkatnya aktivitas aldosa
reduktase sehingga membuat sel peka terhadap stres oksidatif, seperti dibahas di atas. Peningkatan produksi
sorbitol menyebabkan lingkungan intraseluler menjadi hipertonik, dan mengarah ke efluk osmolit lain seperti
myo-inositol (MI, penting dalam sinyal transduksi) dan taurin (sebuah antioksidan). Hiperglikemia yang
meningkatkan produksi fruktosa mempromosikan glikasi dan lebih lanjut menipisnya NADPH.
Akhirnya, aktivasi aldosa reduktase juga dapat meningkatkan pembentukan diasilgliserol, yang
mengaktifkan perusakan protein kinase jalur C. Beberapa studi tentang polimorfisme gen aldosa reduktase
mengungkapkan adanya kaitan dengan kerentanan terhadap komplikasi diabetes. Pasien dengan ekspresi
genotip aldosa reduktase tinggi, umumnya memiliki neuropati diabetes awal, sementara pasien dengan
ekspresi genotip reduktase aldosa rendah kurang rentan terhadap neuropati. Jalur poliol telah dan terus
menjadi sasaran obat intervensi dalam pengobatan neuropati diabetik.34,37,38
JALUR HEKSOSAMIN
Seperti jalur poliol, kelebihan glukosa menyebabkan peningkatan aksi influx melalui jalur
heksosamin. Dalam keadaan normal, sejumlah kecil glikolitik intermediate fruktosa-6 fosfat didorong dari
glikolisis ke jalur heksosamin. Pada jalur hexosamine fruktosa-6 fosfat diubah menjadi glukosamin-6 fosfat
oleh glutamin fruktosa-6 fosfat amidotransferase. Glukosamine-6 fosfat kemudian diubah menjadi uridin-
difosfat N-asetil glukosamin (UDP-GlcNAc), yang merupakan substrat penting untuk O-GlcNAc transferase,
menempelkan O-GlcNAc ke residu serin dan treonin dari faktor transkripsi dan mengubah ekspresi gen.
Dengan demikian, peningkatan hiperglikemia melalui jalur influks menghasilkan abnormalitas dalam
ekspresi gen. Peningkatan pemahaman biologi O-GlcNAc juga menunjukkan bahwa O-GlcNACcylation
mengatur peran peran nutrisi dari jalur heksosamin dan memiliki peran dalam resistensi insulin dan
komplikasi makrovaskuler.34,39,40
JALUR PKC
Hiperglisemia merangsang aktivasi berlebihan jalur PKC dengan meningkatkan sintesis diasilgliserol
(DAG), yang mengaktifkan PKC. PKC β-isoform khususnya telah dikaitkan dengan terjadinya retinopati,
nefropati, dan penyakit kardiovaskular. Stimulasi berlebihan dari PKC menyebabkan ekspresi berlebihan
dari protein angiogenik, faktor pertumbuhan vaskular endotel (VEGF), plasminogen activator inhibitor-1
(PAI-1), nuclear factor kappa-light-chain-enhancer of activated B cells (NF-­‐Kβ), dan   transforming growth
factor beta (TGF-β). Kesemua itu akan mendukung peran aktivasi PKC dalam patogenesis neuropati
diabetes (Gambar 3).
Studi pada tikus diabetes dilaporkan penghambat PKC-β akan meningkatkan hasil pengukuran di
neuropati diabetes, termasuk aliran darah siatik dan kecepatan konduksi saraf. Masih perlu studi lebih lanjut
tentang mekanisme kontribusi PKC-β sendiri terhadap neuropati diabetes, yaitu PKC yang diinduksi oleh
vasokonstriksi, terganggunya permeabilitas kapiler, hipoksia, dan penebalan membran basal saraf. Ekspresi
PKC isoform yang berlebihan juga langsung menginduksi resistensi insulin yang dapat lebih berkontribusi
terhadap terjadinya neuropati diabetik. Pengobatan pasien rawat jalan neuropati diabetik simptomatik dengan
penghambat PKC, ruboxistaurin, tidak menghasilkan perbaikan klinis.26,27,34,41
JALUR POLI-ADP RIBOSE POLYMERASE (PARP)
PARP, sebuah enzim nukleus yang berhubungan dengan stres oksidatif-nitrosatif diekspresikan di
neuron sensoris, SS dan sel endotel. Saat hiperglikemia, radikal bebas dan oksidan menstimulasi aktivasi
PARP, sehingga menyebabkan stres oksidatif. PARP memotong jalur dinukleotida adenine nikotinamid
(NAD+) ke nikotinamid, dan juga menghilangkan residu ADP-ribose yang menempel di protein nukleus.
Aktivitas katalitik PARP menyebabkan penghilangan beberapa efek, termasuk perubahan ekspresi gen,
meningkatkan radikal bebas, dan konsentrasi oksidan, deplesi NAD+, mendorong intermediate glikolitik ke

Neurona Vol. 29 No. 4 Agustus 2012  


Tinjauan Pustaka
 
jalur patologis yang menyebabkan aktivasi PKC dan formasi AGE. Pada eksperimen diabetes, efek yang
bervariasi ini menyebabkan abnormalitas neurovaskular, neuropati dan turunnya kecepatan hantar saraf,
hiperalgesia suhu dan mekanik, serta alodinia taktil. Beberapa studi menggarisbawahi aktivasi PARP sebagai
target baru untuk terapi.39,42
INFLAMASI
Protein inflamasi di dalam darah yang meningkat termasuk protein reaktif C dan tumor necrosis
factor-α (TNF-α) berhubungan dengan neuropati. Hsp 27, bagian dari jalur sinyal TNF-α menyebabkan
lepasnya mediator inflamasi seperti siklooksigenase 2 (Cox-2). Interleukin (IL-6, IL-8) yang ditemukan di
studi Eurodiab, meningkat di darah pada pasien dengan neuropati diabetes. Aktivitas berlebihan dari mediasi
glukosa, heksokinase, dan jalur PKC menghasilkan aktivitas sinyal intermediate dan perubahan faktor
transkripsi, sehingga meningkatkan TGF-β dan NF-kB. Hampir sama, formasi metilglikosal AGE mengubah
faktor transkripsi yang menyebabkan penyimpangan ekspresi protein inflamasi khususnya penekan
angiotensin II, Sp3. Meningkatnya angiotensin II mengaktifkan sel endotel vaskular. Sel endotel yang
teraktivasi di endoneurium mengikat sel inflamasi, memproduksi sitokin, mengurangi aliran darah, dan
menghasilkan ROS.34,43
NK-Kβ berhubungan dengan siklus inflamasi, baik menginduksi dan diinduksi oleh iNOS. NO yang
diproduksi oleh iNOS yang berlebihan akan merusak mikrovaskular dengan berkurangnya suplai darah untuk
saraf. Sehingga, NO membuat degenerasi akson dan myelin, merusak tonjolan pertumbuhan, dan terlibat
dalam nyeri neuropatik.34,43 NF-Kβ terlihat sebagai kunci utama dalam jalur timbulnya neuropati diabetes.
Aktivasi kronik NF-kB membuat neuron dan pembuluh vena lebih rentan terhadap kerusakan iskemia dan
reperfusi. Infiltrasi makrofag yang ekstensif mengakibatkan NF-kB menstimulasi lepasnya sitokin dari sel
endotel, neuron dan SC. Aktivasi makrofag yang membuat lepasnya sitokin, seperti protease dan ROS, akan
membuat rusaknya mielin, kerusakan oksidatif selular, dan gangguan regenerasi saraf. Oleh karena itu,
penurunan reaksi inflamasi akibat NF-kB menjadi target terapi untuk menghambat terjadinya neuropati
diabetes.30,34,43
KESIMPULAN
Telah dibicarakan dalam tulisan ini jalur-jalur sebagai penyebab timbulnya neuropati diabetes, dimana
jalur-jalur tersebut adalah stres oksidatif/nitratif, integrin dan sitokin, AGE dan RAGE, ROS dan
mitokondria, ROS/RNS pada neuropati diabetes, jalur poliol, jalur hexosamine, jalur PKC, jalur poli-ADP
ribose polymerase (PARP), inflamasi dan sinyal kalsium di neuron pada neuropati diabetes. Akan tetapi
sepertinya jalur yang paling penting dalam timbulnya neuropati diabetes adalah akumulasi AGE, aktivitas
dari jalur poliol dan aktivasi PKC.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ping Z, Xinzhi Z, Brown J, et al. Diabetes atlas global healthcare expenditure on diabetes for 2010 and 2030.
Diabetes Res and Clin practice 2010;87:293–301.
2. Tamara P, Pavlic-Renar I and Metelko Z. Obesity in type 2 diabetes: prevalence, treatment trends and dilemmas,
obesity and type 2 diabetes mellitus, coll. Antropol 2011;35(3):829–34.
3. Aekplakor W, Chariyalertsak S, Kessomboon P, Sangthong R, et al. Prevalence and management of diabetes and
metabolic risk factors in Thai adults. Diabetes Care Sep 2011; 34(9); ProQuest pg. 1980.
4. Alqurashi KA, Aljabri KS, Bokhari SA. Prevalence of diabetes mellitus in a Saudi community. Ann Saudi Med
2011;31(1):19-23.
5. Shah BR, Cauch-Dudek K, Pigeau L. Diabetes prevalence and care in the métis population of Ontario. Canada
Diabetes Care 2011;34(12):ProQuest pg. 2555.
6. Gupta SK, Zile S, Anil JP, M Kar, DR Vedapriya, P Mahajan, et al. Diabetes prevalence and its risk factors in
rural area of Tamil Nadu. Indian Journal of Community Medicine, 2010;35:3.
7. Gardete-Correia JM, JF Raposo, AC Mesquita, C Fona, R Carvalho and Massano-Cardoso. First diabetes
prevalence study in Portugal: PREVADIAB study. Journal compilation a 2010 Diabetes UK, Diabetic Medicine,
2010;27:879-81.
8. Chang CH, WY Shau, YD Jiang, et al. Type 2 diabetes prevalence and incidence among adults in Taiwan during
1999–2004: a national health insurance data set study. Journal compilation a 2010 Diabetes UK, Diabetic
Medicine, 2010;27:636-43.
9. Roglic Gojka. Estimates of the global and regional burden of diabetes, IDF ATLAS, International Diabetes
Federation, 2010.

Neurona Vol. 29 No. 4 Agustus 2012  


Tinjauan Pustaka
 
10. Centers for Disease Control and Prevention. National diabetes fact sheet: national estimates and general
information on diabetes and prediabetes in the United States, Atlanta. US Department of Health and Human
Services. 2011.
11. Pradeepa R, Rema M, J Vignesh, M Deepa, R Deepa, V Mohan. Prevalence and risk factors for diabetic
neuropathy in an urban south Indian population: the Chennai Urban Rural Epidemiology Study (CURES-55).
Journal compilation, Diabetes UK, Diabetic Medicine, 2008;25:407-12.
12. Mørkrid K, Liaquat A, Akhtar H. Risk factors and prevalence of diabetic peripheral neuropathy: A study of type 2
diabetic outpatients in Bangladesh. Int J Diab Dev Ctries, 2008;30:1.
13. Geerts M, Bours GJJW, deWit R, SANT Landewé, A van Haarlem, NC Schaper. Prevalence and impact of pain in
diabetic neuropathy. Eur Diabetes Nursing, 2009; 6(2):58-64.
14. Andrew JM, Arthur IV, Joseph CA, Vera Bril, et al. Diabetic neuropathies: a statement by the American Diabetes
Association. Diabetes Care, 2005;28:4.
15. Tesfaye S, Boulton A, Dyck P, Freeman R, Horowitz M. Diabetic neuropathies: update on definitions, diagnostic
criteria, estimation of severity, and treatments. Diabetes Care, 2010:2285-93.
16. Thomas, P. Classification, differential diagnosis, and staging of diabetic peripheral neuropathy. Diabetes, suppl.
Current State and Perspectives of Diabetes Research, 1997;S5:4-7.
17. Varkonyi T and Peter K. Diabetic neuropathy: new strategies for treatment Diabetes, obesity and metabolism,
2008;10:99-108.
18. Vinik AI, Gary LP, Patricia B, Anahit M. Diabetic neuropathies: an overview of clinical aspects, pathogenesis,
and treatment. Dalam: Diabetes mellitus: a fundamental and clinical text. LeRoith, editor. Edisi ketiga. Lippincott
Williams & Wilkins. 2004.
19. Aaron IV, Raelene EM, Braxton DM, Roy F. Diabetic autonomic neuropathy. Diabetes Care, 2003;26:5.
20. Valls-Canals J, Povedano M, Montero J, Pradas J. Diabetic polyneuropathy, axonal or demyelinating?
Electromyogr Clin Neurophysiol, 2003;42(1):3-6
21. Said, G, Baudoin D, Toyooka K. Sensory loss, pains, motor deficit and axonal regeneration in length-dependent
diabetic polyneuropathy. J of Neurology, 2008; 11:693-702.
22. Maritim AC, Sanders RA, and Watkins JB. Diabetes, oxidative stress, and antioxidants: a review. J Biochem
Molecular Toxicology, 2002;17:1.
23. Opara EC. Role of oxidative stress in the etiology of type 2 diabetes and the effect of antioxidant supplementation
on glycemic control, J of Investigative Medicine, 2004;52(1):19-23.
24. Dean HJ and Sellers EA. Comorbidities and microvascular complications of type 2 diabetes in children and
adolescents. Pediatr Diabetes, 2007;9:35-41.
25. Krishnan ST, Baker NR, Carrington AL, Rayman G. Comparative roles of microvascular and nerve function in
foot ulceration in type 2 diabetes. Diabetes Care, 2004;27(6):1343-8.
26. Nakamura J, Kato K, Hamada Y, Nakayama M, Chaya S, et al. A protein kinase C-beta-selective inhibitor
ameliorates neural dysfunction in streptozotocin-induced diabetic rats.  Diabetes, 1999;48(10):2090-5.
27. Sasase T, Morinaga H, Abe T, Miyajima K, et al. Protein kinase C beta inhibitor prevents diabetic peripheral
neuropathy, but not histopathological abnormalities of retina in spontaneously diabetic torii rat. Diabetes Obes
Metab, 2009;11:1084-7.
28. Lukic IK, Humpert PM, Nawroth PP, Bierhaus A. The RAGE pathway: activation and perpetuation in the
pathogenesis of diabetic neuropathy. Ann N Y Acad Sci, 2008;1126: 76-80.
29. Misur I, Zarković K, Barada A, Batelja L, Milicević Z, Turk Z. Advanced glycation endproducts in peripheral
nerve in type 2 diabetes with neuropathy. Acta Diabetol, 2004;41(4):158-66.
30. Sugimoto K, Yasujima M, Yagihashi S., Role of advanced glycation end products in diabetic neuropathy. Curr
Pharm Des, 2008;14(10):953-61.
31. Huebschmann AG, Regensteiner JG, Vlassara H, Reusch JE. Diabetes and advanced glycoxidation end products.
Diabetes Care, 2006;29(6):1420-32.
32. Vincent AM, Edwards JL, McLean LL, Hong Y, Cerri F, Lopez I, Quattrini A, Feldman EL. Mitochondrial
biogenesis and fission in axons in cell culture and animal models of diabetic neuropathy. Acta Neuropathol,
2010;120(4):477-89.
33. Leinninger GM, Edwards JL, Lipshaw MJ, Feldman EL. Mitochondria in DRG neurons undergo hyperglycemic
mediated injury through Bim, Bax and the fission protein Drp1. Neurobiol Dis, 2006;23(1):11-22.
34. Figueroa-Romero C, Sadidi M, Feldman EL. Mechanisms of disease: the oxidative stress theory of diabetic
neuropathy. Rev Endocr Metab Disord, 2008;9(4): 301-14..
35. Andersen H, Gjerstad MD, Jakobsen J. Atrophy of foot muscles: a measure of diabetic neuropathy. Diabetes Care,
2004;27(10):2382-5.
36. Yamagishi S, and Tsutomu I. Vascular complications: pathophysiology, biochemical basis and potential
therapeutic strategy. Current pharmaceutical Design, 2005;11:2279-99.
37. Sango K, Suzuki T, Yanagisawa H, Takaku S, Hirooka H, Tamura M, Watabe K. High glucose-induced activation
of the polyol pathway and changes of gene expression profiles in immortalized adult mouse Schwann cells IMS32.
J Neurochem, 2006;(2):446-58.

Neurona Vol. 29 No. 4 Agustus 2012  


Tinjauan Pustaka
 
38. Uehara K, Yamagishi S, Otsuki S, Chin S, Yagihashi S. Effects of polyol pathway hyperactivity on protein kinase
C activity, nociceptive peptide expression, and neuronal structure in dorsal root ganglia in diabetic mice. Diabetes
2004;53(12):3239-47.
39. Maria GB. Hexosamines, insulin resistance and the complications of diabetes: current status. Am J Physiol
Endocrinol Metab 2006; 290(1): E1–E8.
40. Schleicher ED, Weigert C. Role of the hexosamine biosynthetic pathway in diabetic nephropathy. Kidney Int
Suppl 2000;77:S13-8.
41. Curtis TM, Major EH, Trimble ER, Scholfield CN. Diabetes-induced activation of protein kinase C inhibits store-
operated Ca2+ uptake in rat retinal microvascular smooth muscle. Diabetologia 2003;46(9):1252-9.
42. Obrosova IG, Li F, Abatan OI, Forsell MA, et al. Role of poly(ADP-ribose) polymerase activation in diabetic
neuropathy. Diabetes 2004;53(3):711-20.
43. Smit AJ and Lutgers HL. The clinical relevance of advanced glycation endproducts (AGE) and recent
developments in pharmaceutics to reduce AGE accumulation. Current Medicinal Chemistry 2004;11:2767-84.

Neurona Vol. 29 No. 4 Agustus 2012  

You might also like