Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Penerapan Model Pembelajaran VCT Di SDN Cimanis

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

JURNAL PENDIDIKAN & PENGAJARAN GURU SEKOLAH DASAR Volume 01, Nomor 01, September 2018, Hal.

31-38
http://journal.unpak.ac.id/index.php/jppguseda, e-ISSN: 2623-0232 ; p-ISSN: 2623-0941

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VCT (VALUE CLARIFICATION


TECHNIQUE) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA
PADA MATA PELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR NEGERI CIMANIS 2
SOBANG PANDEGLANG
Zerri Rahman Hakim1), M. Taufik1), Mia Atharoh1)
1)
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten, Indonesia
e-mail korespondensi : zerri.rahmanh@gmail.com
diterima: 02 Juli 2018; direvisi: 24 Juli 2018; disetujui: 19 September 2018

Abstract. This study attempts to know what the of the application of VCT (Value Clarification Technique) learning
model to the problem solving skills of V A as a class experimentation and class V B as a class control use the model
learning directly to sdn attack 2 years lessons 2016/2017 on the subjects of science social especially in competence basic
2.4 appreciate the struggle of the characters in defending freedom. Methods used in research this is the method quasi
ekperimen type nonequivalent control group design. Based on the results of research, show that there is a difference in
problem-solving abilities between students using VCT learning models and students using direct learning models, can be
seen from uji-t two parties namely 2,57 > 2,013, then H 0 rejected Ha accepted. Problem-solving skills among students
using a VCT learning model is higher than students who use learning model directly , can be seen from uji-t one parties
that 2,57 > 1,673, so H0 rejected Ha accepted. So it will be concluded that there are differences in problem-solving
abilities between students using VCT (value clarification technique) learning models with students using direct learning
model.
Keywords: Problem Solving, Value Clarification Technique Learning Model.

I. PENDAHULUAN pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, dan mampu hidup di


masyarakat dan mengembangkan diri sesuai dengan bakat,
Pendidikan merupakan sarana penting untuk
minat, kemampuan yang dimilikinya yang sejalan dengan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam
nilai-nilai yang ada dalam lingkungan di mana ia berada.
menjamin keberlangsungan pembangunan suatu bangsa.
Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan
Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) jauh
yang baik, pendekatan yang sesuai dan model belajar serta
lebih mendesak untuk segera direalisasikan terutama dalam
pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai,
menghadapi era persaingan global. Oleh karena itu,
pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha
peningkatan kualitas SDM sejak dini merupakan hal penting
bersama sekolah.
yang harus dipikirkan secara sungguh-sungguh. Jika
Pendidikan hendaknya melihat jauh ke depan dan
pendidikan merupakan salah satu instrument utama
memikirkan apa yang akan dihadapi oleh siswa di masa yang
pengembangan SDM, tenaga pendidik dalam hal ini guru
akan datang. Menurut Buchori dalam Trianto [2] bahwa
sebagai salah satu unsur yang berperan penting di dalamnya,
pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya
memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan tugas dan
mempersiapkan para siswanya untuk sesuatu profesi atau
mengatasi segala permasalahan yang muncul.
jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
Menurut Danim [1] pendidikan adalah suatu proses
dihadapinnya dalam kehidupan sehari-hari.
pembaharuan pengalaman. Proses itu bisa terjadi di dalam
Masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan
pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan anak-
formal (sekolah) adalah masih rendahnya daya serap siswa.
anak, yang terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk
Hal ini tampak dari rerata hasil belajar siswa yang senantiasa
menghasilkan kesinambungan sosial. Proses ini melibatkan
masih memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan
pengendalian dan pengembangan bagi orang yang belum
hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensonal
dewasa dan kelompok di mana dia hidup. Pendidikan akan
dan tidak menyentuh ranah dimensi siswa itu sendiri, yaitu
berakhir ketika peradaban manusia berhenti total, di mana
bagaimana sebenarnya belajar itu (belajar untuk belajar).
semua manusia telah enyah dari muka bumi ini, entah kapan.
Dalam arti yang lebih substansial, bahwa proses
Secara individual pendidikan berlangsung sejak manusia
pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan akses
dalam buaian hingga akhir hayatnya.
bagi siswa untuk berkembang secara mandiri melalui
Tujuan akhir pendidikan dasar adalah diperolehnya
penemuan dalam proses berpikirnya.
pengembangan pribadi anak yang membangun dirinya dan
Berdasarkan hasil observasi terhadap rendahnya hasil
ikut serta bertanggung jawab terhadap pengembangan
belajar siswa yang disebabkan oleh pembelajaran
kemajuan bangsa dan Negara, mampu melanjutkan
konvensional. Dalam proses pembelajaran konvensional,

- 31 -
JURNAL PENDIDIKAN & PENGAJARAN GURU SEKOLAH DASAR Volume 01, Nomor 01, September 2018, Hal. 31-38
http://journal.unpak.ac.id/index.php/jppguseda, e-ISSN: 2623-0232 ; p-ISSN: 2623-0941

guru masih menyampaikan materi secara langsung tanpa menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan
melibatkan siswa. Pada pembelajaran ini suasana kelas bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan/
cenderung teacher-centered atau pembelajaran yang masih diaplikasikan pada situasi baru.
berpusat pada guru sehingga siswa menjadi pasif. Dalam Oleh karenanya, harus dilakukan secara bersama oleh
pembelajaran ini siswa tidak diajarkan bagaimana cara semua guru dan unsur pimpinan sekolah, melalui semua
belajar memecahkan masalah dan belajar berpikir kreatif. mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan
Meskipun demikian, guru lebih suka menerapkan model dari budaya sekolah termasuk di dalamnya mata pelajaran
tersebut, sebab tidak memerlukan alat dan bahan praktik, IPS. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan sebuah nama mata
cukup dengan menjelaskan konsep-konsep yang ada pada pelajaran integrasi dari mata pelajaran Sejarah, Geografi,
buku ajar atau referensi lain. Dalam hal ini, siswa tidak dan Ekonomi serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya. Oleh
diajarkan strategi belajar yang dapat memahami bagaimana karena itu IPS di tingkat sekolah pada dasarnya bertujuan
belajar, berpikir dan memotivasi diri sendiri (self motivation), untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga
padahal aspek-aspek tersebut merupakan kunci keberhasilan Negara yang menguasai pengetahuan (knowledge),
dalam suatu pembelajaran. Masalah ini banyak dijumpai keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudies and values)
dalam kegiatan proses beajar mengajar di kelas, oleh karena yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk
itu, perlu menerapkan model pembelajaran yang dapat memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial serta
membantu siswa untuk memahani materi ajar dan aplikasi kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam
serta relevansinya dalam kehidupan sehari-hari. berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga
Dalam menyampaikan materi pembelajaran, guru negara yang baik.
masih menggunakan metode ceramah. Metode ceramah Berdasarkan tujuan utama mata pelajaran IPS tersebut,
merupakan metode yang tidak terlepas dalam suatu kegiatan jelas bahwa mata pelajaran IPS sangat erat kaitannya dengan
pembelajaran,karena melalui ceramah guru mengarahkan pembentukan karakter pada siswa. Untuk mengajarkan nilai
langkah-langkah dalam suatu pembelajaran kepada siswa, karakter dalam pembelajaran, tentunya tidak bisa diajarkan
tetapi dalam penggunaannya jangna terlalu didomonasi oleh dengan pendekatan pengajaran fakta (ceramah), tetapi harus
metode ceramah, karena akan mengakibatkan siswa tidak digunakan pendekatan-pendekatan yang cocok sehingga
terlibat aktif dalam pembelajaran. memungkinkan siswa memahami, menghayati, dan
Partisipasi siswa dalam pembelajaran juga tergolong menginternalkan nilai-nilai positif ke dalam dirinya. Salah
rendah, ini terbukti bahwa partisipasi siswa hanya muncul satu upaya untuk mencapai tujuan mata pelajaran IPS,
ketika guru melontarkan pertanyaan, itupun hanya beberapa diperlukan suatu proses pembelajaran. Agar pembelajaran
siswa saja yang aktif dalam menjawab pertanyaan. dapat lebih bermakna atau bernilai tinggi, guru dapat
Pertanyaan yang dilontarkan oleh guru juga masih yang menggunakan metode yang dapat menginternalisasi nilai-
bersifat hafalan. Dalam pembelajaran tersebut juga nilai di dalamnya, yaitu model value clarification. Dalam
ditemukan bahwa ada beberapa siswa yang bermain-main Aptama [3] Model pembelajaran VCT (Value Clarification
sendiri ketika pembelajaran berlangsung. Penggunaan media Technique) adalah “model pengajaran untuk membantu
ketika proses pembelajaran juga masih kurang. Guru hanya siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang
menggunakan buku paket dan LKS (Lembar Kerja Siswa) dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui
dalam proses pembelajaran. Penggunaan media sangat proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam
penting dalam membantu pemahaman siswa mengenai dalam diri siswa”.
materi pembelajaran. Model pembelajaran VCT yang diperkenalkan oleh
Selain itu, dalam menyampaikan materi guru juga Jhon Jarolimek pada tahun 1974 dalam Aptama [3] adalah
sudah mencoba menggunakan media CD interaktif. Guru salah satu model pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan
juga menjelaskan bahwa kendala yang dihadapi dalam pendidikan nilai. VCT menekankan bagaimana sebenarnya
penggunaan media CD interaktif yaitu tersitanya waktu seseorang membangun nilai yang menurut anggapannya baik,
untuk mempersiapkan perlengkapan,sehingga pembelajaran yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut akan mewarnai
dianggap kurang efisien. Model diskusi merupakan salah perilakunya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
satu model yang pernah digunakan dalam menyampaikan Karakteristik VCT sebagai suatu model dalam strategi
materi, meskipun ketika ditanya guru masih jarang pembelajaran sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan
menggunakannya, karena terdapat kendala dalam melakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya
diskusi. Guru tersebut mengemukakan bahwa, ketika diskusi dalam diri siswa kemudian menyelaraskannya dengan nilai-
siswa cenderung bermain sendiri dan suasana kelas menjadi nilai baru yang hendak ditanamkan.
kurang kondusif, sehingga proses pembelajaran kurang Tujuan model VCT adalah untuk melatih siswa untuk
efektif. menilai, menerima, serta mengambil keputusan terhadap
Pada kenyataannya di Sekolah siswa hanya suatu persoalan dalam hubungannya dengan kehidupan
menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep seharihari di masyarakat. Dengan begitu, ketika anak didik
tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang memiliki kelemahan dalam mengapresiasikan nilai,
yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Lebih jauh pengetahuan tentang VCT dapat menjadi salah satu cara
lagi bahkan siswa kurang mampu menentukan masalah dan untuk menyelesaikan masalah itu). Apabila siswa mampu
merumuskannya. Sebagian besar siswa kurang mampu menerima nilai-nilai baru yang dianggapnya baik dan sesuai

- 32 -
JURNAL PENDIDIKAN & PENGAJARAN GURU SEKOLAH DASAR Volume 01, Nomor 01, September 2018, Hal. 31-38
http://journal.unpak.ac.id/index.php/jppguseda, e-ISSN: 2623-0232 ; p-ISSN: 2623-0941

dengan nilai yang ada dalam dirinya melalui penyelesaian aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data,
suatu masalah, maka siswa akan dapat bersikap sesuai dan akhirnya menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran
dengan nilai yang diyakininya tanpa adanya keraguan. diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Ketiga, pemecahan
Karena itu, pada prosesnya model pembelajaran VCT masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan
berfungsi untuk: a) mengukur atau mengetahui tingkat berpikir secara ilmiah.
kesadaran siswa tentang suatu nilai; b) membina kesadaran Berdasarkan paparan latar belakang di atas, banyak
siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif hal yang bisa siswa dapatkan dalam proses pembelajaran
maupun yang negatif untuk kemudian dibina kearah yang akan membantu siswa lebih termotivasi dalam proses
peningkatan atau pembetulannya; c) menanamkan suatu nilai pembelajaran sehingga dapat mempengaruhi peningkatan
kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa kemampuan pemecahan masalah siswa pada mata pelajaran
sebagai milik pribadinya. IPS. Untuk itu peneliti terdorong untuk mengangkat model
Adapun Soekamto dalam Trianto [2] mengemukakan pembelajaran Value Clarificatin Technique ( VCT) sebagai
maksud dari model pembelajaran adalah kerangka penelitian dengan judul: “Penerapan Model Pembelajaran
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam VCT (Value Clarification Technique)Terhadap Kemampuan
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai Pemecahan Masalah Siswa pada Mata Pelajaran IPS SDN
tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi Cimanis 2 Sobang Pandeglang ”.
para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam
merencanakan aktivitas belajar mengajar. Hal ini berarti
II. METODE PENELITIAN
model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi
guru untuk mengajar. Fungsi model pembelajaran adalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
sebagai pedoman bagi pengajar dan para guru dalam adalah penelitian kuasi eksperimen. Kuasi eksperimen
melaksanakan pembelajaran. Salah satunya yaitu dengan menurut Sugiyono [5], kuasi eksperimen digunakan karena
model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT). kelompok kontrol tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk
Penggunaan model pembelajaran yang mengasah mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dirasa masih pelaksanaan eksperimen.
kurang. Mata pelajaran IPS bukan hanya menghafal konsep- Penelitian kuasi eksperimen (quasi eksperimental
konsep yang berkaitan dengan kehidupan sosial, namun juga research) ini bertujuan untuk mengungkapkan hubungan
siswa dituntut untuk memiliki kemampuan dasar yang salah sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol
satu dari kemampuan itu adalah kemampuan dalam disamping kelompok eksperimen, namun pemilahan kedua
memecahkan masalah. Menurut Sapriya [4] Pembelajaran kelompok tersebut tidak dengan teknik random. Penelitian
IPS juga membantu perkembangan siswa dari berbagai ini membandingkan kemampuan belajar siswa antara dua
aspek kemampuan dasar, khususnya kemampuan berpikir model pembelajaran yang berbeda yaitu kelas yang
dalam memecahkan masalah. menggunakan model pembelajaran VCT (Value
Kemampuan memecahkan masalah pada siswa dirasa Clarification Technique) dan kelas yang menggunakan
masih kurang. Hal tersebut dapat diamati ketika dalam model pembelajaran langsung (direct instruction)
kegiatan diskusi. Dalam kegiatan diskusi beberapa siswa Desain penelitian yang digunakan adalah
sering bertanya kepada guru. Beberapa siswa masih masih Nonequivalent Control Grup Design. Menurut Sugiyono [6]
terlihat kebingungan mengenai tugas yang diberikan oleh Nonequivalent Control Grup Designini di dalamnya terdapat
guru. Kerjasama dan partisipasi yang dilakukan antara dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok
anggota kelompok juga masih kurang. Hal tersebut terlihat kontrol dimana dua kelompok tersebut tidak dipilih secara
ketika siswa melakaukan diskusi kelompok, beberapa random. Desain penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1
kelompok didominasi oleh siswa-siswi tertentu. berikut ini.
Guru lebih sering menggunakan ceramah, karena
menurut guru ceramah lebih efektif dalam menyampaikan
materi. Penggunaan model diskusi merupakan salah satu Pretest Perlakuan Postest
cara untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah, karena dengan metode diskusi siswa O1 X1 O2
secara berkelompok dihadapkan oleh masalah yang dituntut O3 X2 O4
untuk diselesaikan. Pemecahan masalah dapat diartikan
sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan
kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara Gambar 1. Desain Penelitian Sugiyono (2015: 116)
ilmiah. Menurut Polya dalam Sapriya [4] pemecahan Keterangan :
masalah merupakan rangkaian aktifitas pembelajaran, X1 = Pembelajaran model Problem Prompting
artinya dalam implementasi pemecahan masalah ada X2 = Pembelajaran model pembelajaran langsung
O1 = pretest untuk kelas Eksperimen
sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Pemecahan
O2 = posttest untuk kelas Eksperimen
masalah tidak mengharapkan siswa hanya sekadar O3 = pretest untuk kelas Kontrol
mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi O4 = posttest untuk kelas Kontrol
pelajaran, akan tetapi melalui pemecahan masalah siswa ----- = Garis ini dimaksud kelompok tidak dilakukan secara acak, namun
menggunakan kelas yang sudah ada.

- 33 -
JURNAL PENDIDIKAN & PENGAJARAN GURU SEKOLAH DASAR Volume 01, Nomor 01, September 2018, Hal. 31-38
http://journal.unpak.ac.id/index.php/jppguseda, e-ISSN: 2623-0232 ; p-ISSN: 2623-0941

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas konsep yang diberikan selama perlakuan berlangsung.
obyek-obyek yang mempunyai aktivitas dan karakteristik Lembar tes digunakan untuk mengetahui kemampuan
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan pemecahan masalah pada aspek kognitif. Lembar tes akan di
kemudian ditarik kesimpulannya [6]. Populasi dalam uji cobakan pada siswa kelas V A dan V B SDN Cimanis 2
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SDN Cimanis 2 Sobang Pandeglang. Uji coba lembar tes dilakukan pada
Sobang Semester Genap Tahun Ajaran 2016/2017. kelompok yang sedang atau yang telah mempelajari materi
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karateristik yang akan dijadikan penelitian. Setelah lembar tes di uji
yang dimiliki oleh populasi tersebut [6]. Adapun cobakan, lembar tes tersebut akan diuji validitas, reliabilitas,
penggunaan sampel yang peneliti gunakan yaitu teknik taraf kesukaran dan daya beda soal. Tes ini bertujuan untuk
Purposive Sampling. Purposive Sampling adalah teknik mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa antara
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu [6]. Teknik yang tinggi, sedang dan rendah dalam menyelesaikan soal-
Purposive Sampling ini digunakan berdasarkan soal. Soal uraian (essay) di sini merupakan soal untuk
pertimbangan bahwa kedua kelompok sampel memiliki mengukur kemampuan pemecahan siswa berdasarkan
kemampuan rata-rata yang sama. indikator yang telah ada.
Sampel dalam penelitian ini yaitu kelas IV A sebagai Setelah melihat hasil tes kemampuan pemecahan
kelas eksperimen sebanyak 25 siswa dan kelas IV B sebagai masalah maka peneliti menganalisis bagaimana kemampuan
kelas kontrol sebanyak 24 siswa. pemecahan masalah siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu sedang dan rendah. Adapun pedoman penskoran yang
tes tertulis berupa pre-test dan post-test. Non tes berupa digunakan dapat dilihat pada tabel 3.3
observasi, wawancara dan dokumentasi.
Tes adalah alat ukur yang diberikan kepada peserta Tabel 1. Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Pemecahan
didik untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang diharapkan Masalah
[7]. Tes dilakukan untuk mengukur kemampuan belajar
siswa pada aspek kognitif yang terdiri dari penilaian pretest No
Aspek yang
Masalah Skor
dan posttest. Tes diberikan kepada semua sampel sesuai dinilai
1 Memahami Tidak memahami soal/ tidak 0
dengan konsep yang diberikan selama perlakuan masalah ada jawaban
berlangsung. Pendistribusian alat tes pada sampel dan waktu Cara interpretasi soal kurang 1
pelaksanaan pengambilan data (penelitian) dilakukan sesuai tepat
dengan jadwal pembelajaran IPS di sekolah. Tes dalam Memahami soal dengan baik 2
bentuk pretest dan posttest. 2 Merencanakan Tidak ada rencana strategi 0
strategi penyelesaian
Sudijono [8] menyatakan bahwa pretest dilaksanakan penyelesaian Strategi yang direncanakan 1
dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana materi atau masalah kurang tepat
bahan pelajaran yang akan di ajarkan telah dapat dikuasi Menggunakan satu strategi 2
oleh peserta didik. Jadi, tes awal adalah tes yang tertentu tetapi mengarah pada
jawaban yang salah
dilaksanakan sebelum bahan pelajaran diberikan kepada Menggunakan satu strategi 3
peserta didik. Pretest ini dilakukan untuk mengetahui varian tertentu tetapi tidak dapat
sampel penelitian. dilanjutkan
Sedangkan Post-test menurut Sudijono [8] Menggunakan beberapa strategi 4
yang benar dan mengarah pada
menyatakan bahwa posttest atau tes akhir dilaksanakan
jawaban yang benar
dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi 3 Melaksanakan Tidak ada penyelesaian 0
pelajaran yang tergolong penting sudah dapat dikuasai rencana Ada penyelesaian, tetapi 1
dengan sebaik-baiknya oleh siswa. Soal tes akhir ini adalah penyelesaian prosedur tidak jelas
bahan-bahan pelajaran yang terpenting, yang telah diajarkan masalah Menggunakan satu prosedur 2
kepada para peseta didik, naskah tes akhir dibuat sama tertentu dan mengarah pada
jawaban yang benar
dengan naskah tes awal. Menggunakan satu prosedur 3
Dengan demikian dapat diketahui apakah tes akhir tertentu yang benar tetapi salah
lebih baik, sama, ataukah lebih jelek daripada hasil tes awal. dalam menuliskan jawaban
Jika hasil tes akhir itu lebih baik dari pada tes awal, maka Menggunakan prosedur 4
tertentuyang benar dan hasil
dapat diartikan bahwa program pengajaran telah berjalan dan benar
berhasil dengan sebaik-baiknya. 4 Memeriksa Tidak ada pemeriksaan 0
Tes kemampuan pemecahan masalah menggunakan kembali jawaban
tes objektif berupa esay sebanyak 7 soal yang diberikan Pemeriksaan hanya pada proses 1
sebelum pembelajaran (pretest) dan setelah pembelajaran Pemeriksaan pada proses dan 2
(postest). jawaban
Instrumen dan Analisis Instrumen pada penelitian ini (Yuanari,2011:214)
dengan Tes yang akan digunakan dalam mengukur
kemampuan pemecahan masalah siswa berbentuk soal esay. Teknis analisis data pada penelitian ini yang
Soal tes diberikan kepada semua sampel sesuai dengan digunakan disesuaikan dengan jenis instrumen yang

- 34 -
JURNAL PENDIDIKAN & PENGAJARAN GURU SEKOLAH DASAR Volume 01, Nomor 01, September 2018, Hal. 31-38
http://journal.unpak.ac.id/index.php/jppguseda, e-ISSN: 2623-0232 ; p-ISSN: 2623-0941

dikumpulkan. Salah satunya instrumen tes yang terdiri dari posttest. Data hipotesis tersebut digunakan untuk menjawab
pretest dan posttest. Dalam menindaklanjuti analisis data tes rumusan masalah. Berikut adalah nilai-nilai tes kemampuan
tersebut menggunakan perhitungan uji statistik deskriptif dan pemecahan masalah siswa pada kelas eksperimen dan kelas
statistik inferensial. kontrol.
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan Pertama, peneliti menyajikan data nilai untuk pretest
untuk mengalisis data dengan cara mendeskripsikan atau dan posttest kelas eksperimen. Berikut adalah nilai pretest
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana kelas eksperimen yaitu terdiri dari 51, 42, 78, 25, 28, 31, 34,
adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku 34, 34, 74, 71, 51, 60, 60, 60, 60, 45, 65, 68, 57, 54, 54, 57,
umum atau generalisasi [6]. Analisis deskriptif 40, 42. Selanjutnya nilai posttest kelas eksperimen yaitu
menggunakan statistik deskriptif, seperti tabel, grafik, teridiri dari 86, 52, 82, 31, 31, 65, 45, 60, 21, 98, 85, 65, 65,
perhitungan, dan lain sebagainya. 77, 78, 80, 46, 73, 74, 59, 62, 56, 72, 46, 51.
Data kuantitatif diperoleh dari penskoran hasil Kedua, peneliti menyajikan data nilai untuk pretest
kemampuan berpikir kritis setiap siswa, berikut ini rumus dan posttest kelas kontrol. Berikut adalah nilai pretest kelas
untuk mengolah tes subyektif atau uraian : kontrol yaitu terdiri dari 47, 39, 53, 24, 37, 57, 19, 20, 53, 27,
34, 53, 42, 32, 23, 28, 60, 20, 42, 36, 49, 34, 50, 39.
Selanjutnya nilai posttest kelas kontrol yaitu terdiri dari 53,
Nilai = x 100
50, 71, 35, 50, 65, 30, 27, 63, 43, 52, 60, 66, 54, 30, 40, 79,
38, 51, 52, 64, 40, 72, 43.
Untuk menghitung rata-rata keseluruhan nilai siswa Kemudian selanjutnya nilai-nilai tes kemampuan
dapat menggunakan rumus sebagai berikut: pemecahan masalah siswa tersebut diolah menggunakan
analisis deskriptif dan analisis inferensial.
Data tes kemampuan pemecahan masalah IPS
Σfxᵢ diperoleh dari data pretest dan posttest. Data tes kemampuan
x̅ = pemecahan masalah IPS didapat dengan mencari selisih
n antara nilai pretest dan posttest kemudian dibandingkan
dengan selisih nilai maksimum dan nilai pretest pada
Keterangan : masing-masing kelas. Soal yang diberikan pada saat pretest
̅ = Nilai rata-rata dan postest merupakan soal yang sama terdiri dari 7 butir
= jumlah nilai seluruh siswa soal yang berbentuk uraian.
= banyaknya siswa Adapun hasil perhitungan rata-rata, nilai terendah,
nilai tertinggi, standar deviasi dan varians untuk nilai pretest
dan posttest kemampuan pemecahan masalah IPS siswa pada
III. HASIL DAN PEMBAHASAN kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel
berikut.
Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 24 Juli 2017
dan berakhir pada 29 Juli 2017. Hasil tes kemampuan
Tabel 2. Statistik Deskriptif Nilai Pretest dan Posttest
pemecahan masalah IPS yang diteliti mengenai pokok
Kemampuan Pemecahan Masalah
bahasan perjuangan para tokoh dalam mempertahankan
kemerdekaan pada siswa SDN Cimanis 2, dengan kelas Kelas
Kelas Kontrol
eksperimen yaitu kelas V A berjumlah 25 siswa dan kelas Statistik Eksperimen
kontrol yaitu kelas V B yang berjumlah 24 siswa. Kelas Pretest Posttest Pretest Posttest
eksperimen adalah kelas yang menggunakan model Banyak
pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dan 25 25 24 24
siswa (N)
kelas kontrol adalah kelas yang menggunakan model Nilai
pembelajaran langsung (Direct Intruction). 25 21 19 27
terendah
Instrumen penelitian berupa tes kemampuan Nilai
pemecahan masalah, diberikan sebelum pembelajaran dan 78 98 60 79
tertinggi
setelah pembelajaran. Tes kemampuan pemecahan masalah Rata-rata
50,24 61,84 37,7 50,12
sebelum pembelajaran dinamakan pretest dan tes ( ̅)
kemampuan pemecahan masalah setelah pembelajaran Simpangan
dinamakan postest. Pretest dan postest dilakukan pada kelas 13,96 19,75 11,50 14,12
Baku (S)
eksperimen dan kelas kontrol. Data hasil pretest dan posttest Varians
dianalisis untuk memperoleh hasil penelitian tentang 194,94 390,39 132,34 199, 41
(S2)
perbedaan dan perbandingan tes kemampuan pemecahan
Sumber: Pretest yang dilaksanakan pada 24 Juli 2017 dan
masalah IPS siswa yang menggunakan model pembelajaran Posttest yang dilaksanakan pada 29 Juli 2017
VCT (Value Clarification Technique) dengan model
pembelajaran langsung(Direct Intruction). Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa pretest pada
Data yang dianalisis pada penelitian ini adalah data kelas eksperimen memperoleh nilai rata-rata sebesar 50,24
kemampuan pemecahan masalah siswa dari skor pretest dan

- 35 -
JURNAL PENDIDIKAN & PENGAJARAN GURU SEKOLAH DASAR Volume 01, Nomor 01, September 2018, Hal. 31-38
http://journal.unpak.ac.id/index.php/jppguseda, e-ISSN: 2623-0232 ; p-ISSN: 2623-0941

dengan jumlah siswa sebanyak 25, nilai terendah 25 dan Adapun rata-rata nilai posttest pada kelas eksperimen
tertinggi 78. Sedangkan pada kelas kontrol memperoleh nilai dan kelas kontrol dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
rata-rata sebesar 37,7 dengan jumlah siswa sebanyak 24,
nilai terendah 19 dan tertinggi 60. Nilai rata-rata pretest pada
kelas eksperimen dan kontrol tidak jauh berbeda dan hasil Chart Title
yang diperoleh dari kedua kelas tersebut tidak terdapat
perbedaan. Hal ini menunjukkan bahwa hasil tes dari kedua

Kemampuan Pemecahan
kelas pada data awal adalah sama. Dibuktikan dari analisis 100
tahap data tahap awal yang dilakukan oleh peneliti. Data 61,84

Nilai Rata-rata
50,12 Kelas
pretest yang diperoleh berdistribusi normal dan homogen. Eksperimen

Masalah
50
Untuk posttest pada kelas eksperimen memperoleh
Kelas Kontrol
nilai rata-rata sebesar 61,84 dengan jumlah siswa 25, nilai
terendah 21 dan tertinggi 98. Sedangkan pada kelas kontrol 0
rata-rata sebesar 50,12 dengan jumlah siswa 24, nilai Data Postest
terendah 27 dan tertinggi 79.
Dilihat dari deskripsi tes kemampuan belajar akhir
siswa (posttest) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
terlihat perbedaan, yaitu data tes kemampuan siswa pada Gambar 3. Diagram Nilai Rata-Rata Posttest Kemampuan
kelas eksperimen dengan model pembelajaran VCT (Value Pemecahan Masalah Siswa
Clarification Technique) lebih tinggi jika dibandingkan
dengan kelas kontrol dengan model pembelajaran langsung Pada nilai rata-rata posttest yang terdapat pada
(Direct Intruction). Hal ini dibuktikan dari analisis data gambar 3 terlihat bahwa kelas eksperimen dan kontrol
posttest yang dilakukan peneliti dengan menguji beda rata- memiliki perbedaan nilai untuk kelas eksperimen 61,84 dan
rata dengan uji-t dua pihak dan uji satu pihak kanan. Data kelas kontrol 50,12. Jika diperhatikan perbedaan nilai
posttest yang diperoleh adalah data normal dan homogen. keduanya sekitar 13,83, meningkat lebih tinggi dibanding
Dari data tabel 2 di atas dapat kita simpulkan pada pretest.
gambar 2 dan gambar 3. Terlihat perbedaan yang signifikan Penelitian dilakukan di SDN Cimanis 2 dengan
dari kedua kelas sebelum dan setelah diberi perlakuan sampel penelitian kelas V A dan kelas V B dengan jumlah
dengan melihat nilai rata-rata. Adapun rata-rata nilai pretest siswa masing-masing kelas eksperimen sebanyak 25 siswa
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada dan kelas control sebanyak 24 siswa. Materi pembelajaran
diagram di bawah ini. yang diajarkan sama mengenai perjuangan para tokoh dalam
mempertahankan kemerdekaan yang dilakukan selama 2x
pertemuan setiap kelasnya. Setiap pertemuan dilakukan
selama 2 x 35 menit atau 2 jam pelajaran. Perbedaannya
Kemampuan Pemecahan

60 50,24 terletak pada perlakuan yang digunakan di kelas V A dan


kelas V B. Kelas V A sebagai kelas eksperimen diberi
Nilai Rata-rata

37,7 perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran VCT


40
Masalah

Kelas
(Value Clarification Technique) sedangkan kelas V B
Eksperimen
sebagai kelas kontrol diberi perlakuan dengan menerapkan
20 Kelas Kontrol model pembelajaran langsung (Direct Intruction).
Pada penelitian ini data tes kemampuan pemecahan
0 masalah siswa pada mata pelajaran IPS diperoleh tes awal
(pretest) dan tes akhir (posttest).
Data Pretest
Sebelum dilakukan pembelajaran di kelas eksperimen
dan kelas kontrol diberikan pretest untuk mengetahui
kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran dilakukan.
Gambar 2 Diagram Nilai Rata-Rata Pretest Kemampuan Pretest ini diberikan di hari pertama penelitian sebelum
Pemecahan Masalah Siswa pembelajaran dilakukan dan diperoleh nilai rata-rata pada
kelas eksperimen yaitu 51 dan di kelas kontrol 38,25. Tujuan
Diagram di atas menunjukkan nilai rata-rata pretest dan diberikan pretest adalah untuk membuktikan bahwa kedua
posttest tes kemampuan pemecahan masalah kelas kelompok yang diteliti adalah kelompok yang sama. Dilihat
eksperimen sebagai kelas yang menggunakan model dari analisis data homogenitas pretest kelas eksperimen dan
pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dan kelas kontrol yaitu Fhitung < Ftabel atau 1,47 < 2,00 dan dapat
kelas kontrol sebagai kelas yang menggunakan model disimpulkan bahwa kedua kelompok sampel berasal dari
pembelajaran langsung. Berdasarkan gambar 2, tampak nilai populasi yang sama atau homogen. Karena dari hasil pretest
rata-rata pretest kemampuan pemecahan masalah kelas didapatkan kedua kelas homogen, maka penelitian ini tidak
eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol yaitu kelas dipengaruhi oleh intelegensi siswa. Artinya siswa kedua
eksperimen 50,24 dan kelas kontrol 37,7. kelas tersebut mempunyai intelegensi yang sama. Diperkuat
pula dengan hasil uji-t bahwa thitung < ttabel atau 3,45 < 2,014

- 36 -
JURNAL PENDIDIKAN & PENGAJARAN GURU SEKOLAH DASAR Volume 01, Nomor 01, September 2018, Hal. 31-38
http://journal.unpak.ac.id/index.php/jppguseda, e-ISSN: 2623-0232 ; p-ISSN: 2623-0941

sehingga dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen dan Posttest diberikan setelah proses pembelajaran di
kelas kontrol pada tes awal berkemampuan tidak sama. masing-masing kelas. Posttest diberikan untuk mengetahui
Setelah diberikan pretest dilanjutkan dengan pencapaian akhir tes kemampuan pemecahan masalah siswa
pemberian materi baik pada kelas eksperimen maupun pada pada mata pelajaran IPS. Kelas eksperimen diberi perlakuan
kelas kontrol. dengan model pembelajaran VCT (Value Clarification
Pada pembelajaran di kelas eksperimen digunakan Technique) dan kelas kontrol diberi perlakuan model
model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique). pembelajaran langsung (Direct Intruction). Hasil tes
Pembelajaran diawali dengan salam, berdo’a dan mengecek kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen
kehadiran siswa serta memberikan motivasi dan apersepsi. memperoleh nilai rata-rata 62,36 sedangkan untuk kelas
Selanjutnya tahap pertama guru menggali pengetahuan kontrol memperoleh nilai rata-rata 51,16. Dilihat dari
siswa dengan bertanya jawab mengenai tokoh-tokoh analisis data posttest dengan menggunakan uji-t dua pihak
perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan sekaligus menunjukkan bahwa thitung > ttabel atau 2,57 > 2,013, maka
penyampaian materi. Tahap kedua guru membagi kelompok H0 ditolak artinya penerimaan Ha yaitu terdapat perbedaan
siswa sesuai kondisi jumlah siswa. Tahap ketiga guru yang signifikan antara kemampuan memecahkan masalah
memberikan penjelasan materi secara singkat tentang siswa yang menggunakan model pembelajaran VCT (Value
bagaimana sikap menghargai jasa dan peranan tokoh Clarification Technique) dengan kemampuan memecahkan
pejuang dalam persiapan kemerdekaan Indonesia. Tahap masalah siswa yang menggunakan model pembelajaran
keempat guru memberikan stimulus dengan memberikan langsung (Direct Intruction). Sedangkan pada pengujian
cerita/berita mengenai kemerdekaan Indonesia kepada hipotesis dengan menggunakan uji satu pihak (uji pihak
masing-masing kelompok. Tahap kelima proses klarifikas. kanan) menunjukkan bahwa harga thitung > ttabel atau 2,57 >
Dimana guru membimbing siswa untuk memikirkan pilihan 1,673, maka H0 ditolak Ha diterima. Kriteria tersebut
yang mana yang akan dipilih siswa dengan pertimbangan menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah antara
baik buruknya atau layak dan tidak layaknya dalam cerita siswa yang menggunakan model pembelajaran VCT (Value
tersebut. Tahap keenam siswa menganalisis nilai-nilai dalam Clarification Technique) lebih tinggi daripada siswa yang
cerita yang telah dibagikan guru kepada masing-masing menggunakan model pembelajaran langsung (Direct
kelompok. Tahap ketujuh siswa menggaris bawahi Intruction).
berita/cerita yang baik atau pantas dengan
mempertimbangkan pikiran, alasan dengan teman IV. SIMPULAN
sekelompoknya. Tahap kedelapan setiap kelompok
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penelitian
mempersentasikan hasil dengan temannya di depan kelas.
di SDN Cimanis 2 Sobang diperoleh simpulan sebagai berikut:
Tahap terakhir pembelajaran, guru dan siswa bersama-sama
1. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah
menyimpulkan pembelajaran, selanjutnya guru menutup
siswa yang menggunakan model pembelajaran VCT
pembelajaran dengan menyuruh siswa memimpin do’a.
(Value Clarification Technique) dengan siswa yang
Langkah-langkah pembelajaran tersebut sesuai dengan
menggunakan model pembelajaran langsung (Direct
pendapat Sanjaya [9] alam model pembelajaran VCT (Value
Intruction). Hal ini dibuktikan dari hasil perhitungan
ClarificationTechnique) dapat disimpulkan bahwa model
dengan menggunakan uji-t data normal dan homogen,
pengajaran ini untuk membantu siswa dalam mencari dan
yaitu thitung = 2,57 dengan dk = n1 – 1 atau dk = 25 – 1 =
menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam
menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis 24,  = 0,05 didapatkan nilai ttabel = 2,013. Sehingga
untuk uji dua pihak thitung > ttabel atau 2,57 > 2,013,
nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.
Penelitian Sanjaya [9] menemukan hasil bahwa model maka H0 ditolak Ha diterima.
pembelajran VCT ini hasil penelitian menunjukkan bahwa 2. Kemampuan pemecahan masalah antara siswa yang
menggunakan model pembelajaran VCT (Value
aktivitas guru, siswa, kesadaran nilai menghargai, dan
Clarification Technique) lebih tinggi dari pada siswa yang
respon siswa selama pembelajaran mengalami peningkatan
menggunakan model pembelajaran langsung (Direct
yang signifikan selama tiga siklus dengan masing-masing
Intruction). Hal ini dibuktikan dari hasil perhitungan
prosentase ketuntasan.
Pada pembelajaran di kelas kontrol digunakan model dengan menggunakan uji-t data normal dan homogen,
pembelajaran langsung. Materi yang diberikan pada kelas yaitu thitung = 2,57 dengan dk = n1 – 1 atau dk = 25 – 1 =
kontrol sama dengan materi yang diberikan pada kelas 24,  = 0,05 didapatkan nilai ttabel = 1,673. Sehingga
eksperimen yaitu tentang perjuangan para tokoh dalam untuk uji satu pihak thitung > ttabel atau 2,57 > 1,673,
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Model maka H0 ditolak Ha diterima.
pembelajaran langsung adalah model pembelajaran dengan
guru lebih mendominasi dalam proses pembelajaran. dalam REFERENSI
pelaksanaan pembelajaran di kelas kontrol pembelajarannya
lebih menitik beratkan pada proses mentransfer pengetahuan [1] Danim, Sudarwan. Pengantar Kependidikan. Bandung :
yang dimiliki guru kepada peserta didik. Guru lebih banyak Alfabeta. 2010.
menjelaskan sehingga kegiatan peserta didik kelas kontrol [2] Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-
dalam proses pembelajaran pasif. Progresif, Jakarta: Prenada Media. 2009.

- 37 -
JURNAL PENDIDIKAN & PENGAJARAN GURU SEKOLAH DASAR Volume 01, Nomor 01, September 2018, Hal. 31-38
http://journal.unpak.ac.id/index.php/jppguseda, e-ISSN: 2623-0232 ; p-ISSN: 2623-0941

[3] Aptama, Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Edisi


kedua. Jakarta: UI Press. 387. 2010.
[4] Sapriya. Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran.
bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2014.
[5] Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung:
Alfabeta. 2010.
[6] Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan
Kuantitaif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
2015.
[7] Sudjana, Nana dan Ibrahim. Penelitian dan Penilaian
Pendidikan, Bandung: Sinar Baru Algensindo: 100.
2007.
[8] Sudijono. Dasar-dasar Statistik. Bandung: Alfabetha:
69. 2011.
[9] Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group. 2006.

- 38 -

You might also like