Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Use of Antibiotics For Acute Respiratory Infection (ARI) in Puskesmas Karang Rejo, Tarakan

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Yarsi Journal of Pharmacology Vol 1, No.

1, January 2020
Use of Antibiotics for acute respiratory infection (ARI) in Puskesmas
Karang Rejo, Tarakan
Mirza Insani1* and Dharma Permana2
1
Faculty of Medicine, Yarsi University, Jakarta Pusat 10510
2
Departement of Pharmacology, Faculty of Medicine, Yarsi University, Jakarta Pusat 10510
* Correspondence : mirzainsani@gmail.com

ABSTRACT

Background: Acute respiratory infection (ARI) is a serious infection that prevents normal breathing
function. It usually begins as a viral infection in the nose, trachea (windpipe), or lungs. If the infection
is not treated, it can spread to the entire respiratory system. ARI prevents the body from getting
oxygen and can result in death. ARI is the most common diagnosis for which antibiotics are
prescribed and there are many reasons why primary care doctors prescribe antibiotics. The aim of this
study was to know the use of antibiotic drugs in ARI patients at Puskesmas Karang Rejo, Tarakan.
Methods: The research method is a descriptive with retrospective data collection by collecting
secondary data obtained from medical records at Puskesmas Karang RejoTarakan in the period of
January-April 2017.
Results: A total of 595 medical records were selected, there were 58.66% (n = 349) female and 41.34
% (n = 246) male, and most occurred in children aged 1-5 years 31.60% (n=188) and aged 6 -10 years
20.84% (n=124). The most common types of ARI were acute tonsillitis 33.61% (n=200), nonspecific
respiratory tract infection 32.77% (n=195) and pneumonia 13,94% (n=83. The antibiotic drugs used
were amoxicillin 73.11% (n=435), cotrimoxazole 22.02% (n=131), ciprofloxacin 2.52% (n=15),
cephadroxil 1.68% (n=10) and chloramphenicol 0.67% (n=4). Amoxicillin and cotrimoxazole were
the most commonly used antibiotic for treatment of patients with all types of ARI. Amoxicillin use
was highest in acute tonsillitis (94.00%, n=188) and nonspecific respiratory tract infection (85.13%,
n=166), while cotrimoxazole use was highest in pneumonia (90.36%, n=75).
Conclusion: Amoxicillin and cotrimoxazole were the mostly used antibiotics for treatment of patients
with ARI in Puskesmas Karang Rejo, Tarakan.

Keywords: Antibiotics, Acute respiratory infection , ARI, Puskesmas


---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

ABSTRAK

Latar Belakang: Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah infeksi yang mengganggu proses
pernafasan seseorang. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh virus yang menyerang hidung, trakea
(pipa pernafasan), atau bahkan paru-paru. ISPA menyebabkan fungsi pernapasan menjadi terganggu.
Jika tidak segera ditangani, infeksi ini dapat menyebar ke seluruh sistem pernapasan dan
menyebabkan tubuh tidak mendapatkan cukup oksigen. Kondisi ini bisa berakibat fatal, bahkan
sampai berujung pada kematian. ISPA secara umum diagnosis dan diberikan antibiotik dengan
beberapa pertimbangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan antibiotik pada pasien
ISPA di Puskesmas Karang Rejo, Tarakan.
Metode Penelitian: Metode penelitian merupakan penelitian deskriptif dengan pengambilan data
secara retrospektif dengan mengumpulkan data sekunder yang diperoleh dari medical record di
Puskesmas Karang Rejo Tarakan periode Januari-April 2017.
Hasil Penelitian: Hasil seleksi rekam medik didapatkan pasien ISPA sejumlah 595 pasien, terdiri dari
jenis kelamin perempuan 58,66% (n = 349) dan laki-laki 41,34% (n = 246), dan ISPA paling banyak
terjadi pada usia anak- anak usia 1-5 tahun 31,60% (n=188) dan 6-10 tahun 20,84% (n=124). Jenis
ISPA yang sering terjadi yaitu tonsilitis akut 33,61% (n=200), infeksi saluran pernafasan lain yang
tidak spesifik 32,77% (n=195) dan pneumonia 13,94% (n=83). Antibiotik yang digunakan adalah

15
Yarsi Journal of Pharmacology Vol 1, No. 1, January 2020

sebagai berikut: amoksisilin 73,11% (n=435), kotrimoksazol 22,02% (n=131), siproflosaksin 2,52%
(n=15), sefadroksil 1,68% (n=10) dan kloramfenikol 0,67% (n=4). Amoksisilin dan kotrimoksazol
merupakan antibiotik yang secara umum telah digunakan untuk terapi semua jenis ISPA. Amoksisilin
digunakan paling banyak untuk tonsilitis akut (94,00%, n=188) dan infeksi saluran pernafasan lain
yang tidak spesifik (85,13%, n=166) sedangkan kotrimoksazol digunakan paling banyak untuk
pneumonia (90,36%, n=75).
Kesimpulan: Amoksisilin dan kotrimoksazol merupakan antibiotik yang paling banyak digunakan
untuk terapi ISPA di Puskesmas Karang Rejo Tarakan.

Kata kunci : Antibiotik, Infeksi saluran pernapasan akut. ISPA, Puskesmas


----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

PENDAHULUAN kejadian resitensi antibiotik tersebut


(Janknegt et al, 2000).
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
Penelitian ini bertujuan untuk
adalah infeksi yang mengganggu proses
mengetahui penggunaan obat antibiotik
pernafasan seseorang. Infeksi ini
pada pasien Infeksi Saluran Pernapasan
umumnya disebabkan oleh virus yang
Akut (ISPA) di Puskesmas Karang Rejo,
menyerang hidung, trakea (pipa
Tarakan.
pernafasan), atau bahkan paru-paru. ISPA
menyebabkan fungsi pernapasan menjadi
terganggu. Jika tidak segera ditangani, METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan
infeksi ini dapat menyebar ke seluruh
merupakan penelitian deskriptif kuantitatif
sistem pernapasan dan menyebabkan
dengan mengunakan data rekam medik
tubuh tidak mendapatkan cukup oksigen.
pasien meliputi usia, jenis kelamin, jenis
Kondisi ini bisa berakibat fatal, bahkan
ISPA dan antibiotik yang digunakan.
sampai berujung pada kematian (WHO,
Populasi adalah seluruh data rekam
2007).
medik pasien ISPA di Puskesmas Karang
Berdasarkan data Riset Kesehatan
Rejo Tarakan periode Januari-April 2017
Dasar tahun 2013, prevalensi ISPA di
dan pengambilan sampel dilakukan secara
Indonesia adalah 25,0 %. ISPA
total sampling.
merupakan salah satu penyebab utama
Kriteria inklusi yaitu pasien ISPA
kunjungan pasien di sarana kesehatan.
yang mendapat terapi antibiotika dengan
Sebanyak 40-60 % kunjungan berobat di
data rekam medik yang lengkap dan jelas.
Puskesmas dan 15-30 % kunjungan
Kriteria eksklusi adalah pasien ISPA
berobat di bagian rawat jalan dan rawat
yang mendapat terapi antibiotik tetapi
inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA
tidak memiliki data rekam medik yang
(Depkes, 2013).
lengkap dan pasien ISPA yang mendapat
Sebagian besar penyebab ISPA
terapi antibiotik dengan data rekam medik
adalah virus dan pada kenyataannya
yang lengkap tetapi mendapatkan infeksi
antibiotika banyak diresepkan untuk
yang lainnya. Analisis data disajikan
mengatasi infeksi ini, sementara
secara deskriptif dengan mengunakan
antibiotika ditujukan untuk pengobatan
tabulasi dan dianalisis dengan menjelaskan
pada penyakit yang disebabkan oleh
karakteristik tiap variabel penelitian.
bakteri (Depkes, 2009). ISPA secara
umum diagnosis dan diberikan antibiotik
dengan beberapa pertimbangan. Pola HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari data rekam medis pasien di
penggunaan antibiotik yang tidak tepat
Puskesmas Karang Rejo Kota Tarakan
dapat berakibat pada resistensi antibiotik,
periode 1 Januari – 30 April 2017
sehingga perlu dilakukan strategi
didapatkan sebanyak 641 pasien ISPA dan
penggunaan antibiotik untuk mencegah

16
Yarsi Journal of Pharmacology Vol 1, No. 1, January 2020

yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak laki-laki lebih banyak menghabiskan


595 pasien. waktu di luar rumah sehingga resiko
kontak dengan agen penyakit lebih tinggi
Karakteristik Pasien dibanding anak perempuan (WHO, 2007
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dan Depkes 2009). Perbedaan hasil
penderita ISPA jenis kelamin perempuan penelitian ini dengan penelitian
58,66% (n = 349) dan laki-laki 41,34% (n sebelumnya, dimana ISPA lebih banyak
= 246). ISPA paling banyak terjadi pada terjadi pada jenis kelamin perempuan dan
anak usia 1-5 tahun 31,60% (n=188) dan hal ini mungkin disebabkan faktor lainnya
6-10 tahun 20,84% (n=124) (Tabel 1). seperti status gizi, pemberiaan ASI
Kasus ISPA di Puskesmas Karang ekslusif, status imunisasi, kepadatan
Rejo berdasarkan jenis kelamin rumah dan lainnya (WHO, 2007 dan Tutut,
menunjukkan bahwa ISPA lebih banyak 2011).
terjadi pada perempuan dibandingkan laki- Hasil penelitian di Puskesmas
laki dengan perbandingan yang signifikan Karang Rejo menunjukkan persentase
(1,42 : 1). Hasil penelitian ini tidak sejalan pasien ISPA anak lebih banyak
dengan penelitian Mairusnita (2007) di dibandingkan dengan pasien ISPA dewasa,
RSUD Kota Langsa Medan dimana terutama anak umur 1-5 tahun dan 6-10
penderita ISPA lebih banyak ditemukan tahun (Tabel 1). Penyakit ISPA
pada anak laki-laki yaitu sebesar 56,2% merupakan penyakit yang sering diderita
dibandingkan anak perempuan sebesar oleh anak-anak dan hal ini disebabkan
43,8%. Penelitian lain yang dilakukan karena daya tahan tubuh anak pada usia
Iskandar dkk., (2015) menunjukkan bahwa kurang dari lima tahun lebih rendah dari
58% anak laki-laki menderita ISPA dan anak usia diatasnya. Pada usia bayi dan
laki-laki beresiko menderita ISPA 1,839 anak anak saluran yang menghubungkan
kali dibandingkan dengan perempuan. antara hidung, telinga dan faring (tuba
Laki-laki lebih sering mengalami ISPA eustacius) belum terbentuk secara
dibanding perempuan dan hal ini sempurna sehingga balita sangat rentan
disebabkan adanya perbedaan perilaku dan terhadap penyakit infeksi terutama ISPA
lingkungan antara laki-laki dan (WHO, 2007, Williams, 2002 dan Bulla,
perempuan. Jenis kelamin mempengaruhi 1978).
terjadinya paparan agen infeksi dimana

Tabel 1. Karakteristik Pasien


n =595
Karakteristik ---------------------------------------------------
Jumlah Pasien Persentase (%)
Jenis kelamin
Laki laki 246 41,34%
Perempuan 349 58,66%
Usia
0-12 bulan 56 9,41%
1-5 tahun 188 31,60%
6-10 tahun 124 20,84%
11-15 tahun 58 9,75%
16-20 tahun 41 6,89%
21-25 tahun 23 3,86%
26-30 tahun 27 4,54%
31-40 tahun 51 8,57%
>40 tahun 27 4,54%

17
Yarsi Journal of Pharmacology Vol 1, No. 1, January 2020

Tabel 2. Jenis ISPA dan Distribusi antibiotik yang digunakan

Antibiotika
Jenis ISPA Amoksi Sefadro Kloramfe Siproflo Kotrimok Total (%)
silin ksil nikol saksin sazol

Tonsilitis Akut 188 2 0 4 6 200 (33,61%)


Infeksi Saluran 166 5 3 4 17 195 (32,77%)
Pernapasan Lain
Pneumonia 5 2 0 1 75 83 (13,94%)
Otitis Media 25 0 0 2 26 53 (8,90%)
Faringitis Akut 39 1 1 4 5 50 (8,40%)
Nasofaringitis Akut 12 0 0 0 2 14 (2,35%)
(Common Cold)
435 10 4 15 131 595
Total (%)
(73,11%) (1,68%) (0,67%) (2,52 %) (22,02 %) (100%)

Distribusi Pengunaan Antibiotik Pada bakteri pada ISPA (Mar, 2016, Mayor,
ISPA 2010 , Dipiro, 2008 dan Depkes, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan Kotrimoksazol merupakan antibiotik
jenis ISPA yang sering terjadi Tonsilitis spektrumnya luas, tersedia generik,
Akut 33,61% (n=200), Infeksi Saluran Australian pregnancy category C dan
Pernapasan Lain (Nonspecific Respiratory American pregnancy category D, dan
Infection) 32,77% (n=195) dan dan kotrimoksazol efektif untuk mengatasi
Pneumonia 13,94% (n=83). Antibiotik infeksi bakteri pada saluran nafas atas dan
yang paling banyak digunakan adalah bawah (Mar, 2016 dan Martha, 2008).
amoksisilin 73,11% (n=435) dan Tonsilitis akut umumnya
kotrimoksazol 22,02% (n=131) (Tabel 2). disebabkan infeksi virus (adenovirus,
Sebagian besar penyebab ISPA rhinovirus, influenza, coronavirus dan
adalah virus dan obat yang diberikatan RSV) dan 5% sampai 40% disebabkan
hanya analgetik-antipiretik, nasal infeksi bakteri. Bakteri penyebab tonsilitis
decongestan dan antihistamin untuk akut yang paling umum adalah group A
mengatasi gejala klinis ISPA. Pemberian streptokokus (Mayor S. 2010 dan Touw-
antibiotik pada ISPA tidak efektif dan Otten, 2002). Hasil penelitian didapatkan
dapat menimbulkan resistensi. Antibiotik 200 pasien menderita tonsilitis akut dan
hanya diberikan jika pada ISPA ditemukan 188 pasien (94,00%) diberikan
infeksi bakteri (Mar, 2016, Depkes 2005, Amoksisilin, 12 pasien (6,00%) diberikan
Martha, 2008, Saux, 2005, WHO, 2003 sefadroksil, siprofloksasin dan
dan Janknegt et al, 2000). Amoksisilin dan kotrimoksazol (Tabel 2). Amoksisilin
kotrimoksazol paling banyak digunakan di merupakan antibiotik pilihan pertama jika
Puskesmas Karang Rejo dan diberikan tonsilitis akut disebakan group A
pada semua jenis ISPA (Tabel 2). streptokokus. Sefalosforin dan makrolida
Amoksisilin merupakan antibiotik sebagai antibiotik alternatif yang baik
spektrumnya luas, tersedia generik, efek untuk tonsilitis akut (Mar, 2016 dan Touw-
samping minimal, pregnancy category B Otten, 2002).
dan merupakan antibiotik lini pertama Infeksi Saluran Pernapasan Lain
yang dianjurkan untuk mengatasi infeksi (Nonspecific Respiratory Infection)

18
Yarsi Journal of Pharmacology Vol 1, No. 1, January 2020

didiagnosa sebagai infeksi akut yang Faringitis Akut umumnya


umumnya disebabkan virus pada sinus disebabkan infeksi virus dan infeksi
(rhinosinusitis akut) dan pharyngeal bakteri umumnya disebabkan group A
(rhinopharyngitis akut), dan hanya 2% streptokokus. Infeksi bakteri terjadi pada
infeksi sekunder bakteri rhinosinusitis 25% anak anak dan 10% dewasa (Hildreth,
(Gozales, 2001). Hasil penelitian 2005). Hasil penelitian didapatkan 50
didapatkan 195 pasien didiagnosa Infeksi pasien menderita Faringitis akut dan 39
Saluran Pernapasan Lain dan 166 pasien pasien (78,00%,) diberikan amoksisilin, 11
(85,13%) diberikan amoksisilin, 29 pasien pasien (22,00%) diberikan sefadroksil,
(14,87%) diberikan sefadroksil, kloramfenikol, siprofloksasin dan
kloramfenikol, siprofloksasin dan kotrimoksazol. Jika faringitis akut
kotrimoksazol (Tabel 2). Pemberian disebakan group A streptokokus,
antibiotik pada Nonspecific Respiratory amoksisilin merupakan antibiotik pilihan
Infection tidak efektif dan komplikasi pertama dan antibiotik alternatif
jarang terjadi, dan antibiotik dapat sefalosforin dan makrolida (Mar, 2016 dan
menimbulkan resiko resistensi. Pengunaan Choby, 2009).
obat hanya untuk mengatasi gejala klinis Otitis Media merupakan
dan diberikan analgetik-antipiretik, nasal peradangan telinga bagian tengah yang
decongestan dan antihistamin (Gozales, biasanya disebabkan oleh penjalaran
2001). infeksi dari tenggorok (faringitis) dan
Pneumonia disebabkan oleh infeksi sering terjadi pada anak-anak. Penyebab
virus atau bakteri. Bakteri adalah penyebab otitis media akut dapat merupakan virus
paling umum dari pneumonia dapatan maupun bakteri. Bakteri penyebab otitis
masyarakat (CAP), dengan Streptococcus media yang banyak ditemukan adalah
pneumoniae berhasil diisolasi dalam Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh
hampir 50% kasus yang ada. Bakteri lain Haemophilus influenzae dan Moraxella
yang umum diisolasi mencakup termasuk: cattarhalis (WHO, 2007 dan Bulla, 1978).
Haemophilus influenzae dalam 20% kasus, Hasil penelitian didapatkan 53 pasien
Chlamydophila pneumoniae dalam 13% menderita Otitis Media dan diberikan
kasus, dan Mycoplasma pneumoniae antibiotik amoksisilin 47,17% (25 pasien),
dalam 3% kasus (Anevlavis, 2010, kotrimoksazol 49,06% (26 pasien) dan
Sharma, 2007 dan Patwari,1998). Hasil siprofloksasin 3,77% (2 pasien).
penelitian didapatkan 83 pasien menderita Amoksisilin merupakan antibiotik pilihan
pneumonia dan 75 pasien (90,36%,) pertama untuk Otitis Media (Venekamp,
diberikan kotrimoksazol. Amoksisilin 2013). Amoksisilin dan kotrimoksazol
hanya diberikan pada 5 pasien (6,02%) dan efektif terhadap bakteri Streptococcal
3 pasien lain (3,62%) diberikan sefadroksil pneumonia dan Haemophilus influenzae ,
dan siprofloksasin (Tabel 2). dan siprofloksasin efektif sebagai topikal
Kotrimoksazol merupakan antibiotik yang terapi (Venekamp, 2013 dan WHO, 2003).
digunakan penatalaksanan pneumonia Nasofaringitis Akut (Common
dibawah kontrol program ISPA di India, Cold) etiologi terbanyak disebabkan virus
dimana keberhasilan terapi kotrimoksazol pada saluran nafas atas terutama pada
(90,47%) dibandingkan amoksisilin hidung. Hasil penelitian didapatkan 14
(83,84%) (Rajesh, 2013). WHO pasien menderita Common Cold dan
merekomendasikan pemberian antibiotik diterapi dengan antibiotik amoksisilin
kotrimoksazol dan amoksisilin untuk terapi 85,71% (12 pasien) dan kotrimoksazol
pneumonia gejala ringan dan sedang. 14,29% (2 pasien). Antibiotik tidak efektif
Kedua antibiotik tersebut efektif terhadap terhadap virus penyebab common cold dan
bakteri Streptococcal pneumonia dan dapat menyebabkan resistensi. Pada
Haemophilus influenzae (WHO, 2014). common cold, terapi diutamakan dengan

19
Yarsi Journal of Pharmacology Vol 1, No. 1, January 2020
menggunakan obat simptomatis sesuai Gozales R et al. 2001. Principles of
dengan keluhan yang dialami oleh pasien. appropriate antibiotic use for treatment
Selain itu common cold juga biasanya akan of nonspecific upper respiratory tract
sembuh dengan sendirinya setelah 3-5 hari infection: Background. Annals of
(Kenealy, 2013). Internal Medicine 134(6):490-4.
Iskandar A, Tanuwijaya S and Yuniarti L.
2015. Hubungan Jenis Kelamin dan
KESIMPULAN Usia Anak Satu Tahun samapai Lima
Amoksisilin dan kotrimoksazol merupakan Tahun dengan Kejadian Infeksi
antibiotik yang paling banyak digunakan Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
untuk terapi ISPA di Puskesmas Karang Global Medical and Health
Rejo Tarakan. Communication 3(1): 1-6.
Kenealy T, Arroll B .2013. Antibiotics for
UCAPAN TERIMA KASIH the common cold and acute purulent
Terimah kasih kepada pihak rhinitis. The Cochrane Database of
Puskesmas Karang Rejo Tarakan yang Systematic Reviews. 6 (6): CD000247.
telah membantu dan memberikan Jankgnet, R., Lashof, A. O., Gould, I.M., Van
der Meer, J. W. M.,2000, Antibiotic
informasi yang diperlukan kepada peneliti. Use in Ducth Hospital 1991-1996.
Journal of Antimicrobial
DAFTAR PUSTAKA Chemotherapy 45, 251-256.
Anevlavis S .2010. Community acquired Mairusnita, 2007. Karakteristik penderita
bacterial pneumonia. Expert Opin infeksi saluran pernapasan akut (ispa)
Pharmacother. 11 (3): 361–74. pada balita yang berobat ke badan
Bulla A dan Hitze K. L. 1978. Acute pelayanan kesehatan rumah sakit
respiratory infections: a review. umum daerah Kota Langsa tahun
Bulletin of the World Health 2006. Skripsi Fakultas Kesehatan
Organization, 56 (3): 481498. Masyarakat, Universitas Sumatera
Choby BA. 2009 . Diagnosis and treatment of Utara.
streptococcal pharyngitis. Am Fam Mar C. D. 2016. Antibiotics for acute
Physician. respiratory tract infections in
79 (5): 383–90. primary care. BMJ
Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk 354:i3482
Penyakit Saluran Pernapasan. Martha L, Ozkurt Z, Erol S, Kadanali A, Ertek
Direktorat Bina Farmasi Komunitas M, Ozden K, Tasyaran MA. 2008.
dan Klinik Dirjen Bina Kefarmasian Changes in antibiotic use, cost and
dan Alat Kesehatan, Jakarta. consumption after an antibiotic
Depkes RI. 2009. Pedoman Pengendalian restriction policy applied by infectious
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan disease specialists. Jpn J Infect Dis.
Akut. Direktorat Jendral Pengendalian 58:338-43.
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Mayor S. 2010. Acute respiratory infections
Jakarta. are world’s third leading cause of
Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar death. BMJ
(RISKESDAS) 2013 dalam Laporan 341: 6360-6366
Nasional 2013. Badam Penelitian dan Patwari AK, Aneja S, MandaI RN, Mullick
Pengembangan Kesehatan Departemen DN. 1988. Acute respiratory infections
Kesehatan Republik Indonesia, in children: A hospital based report.
Jakarta. Indian Pediatr. 25:613–7
Dipiro, JT, et al. 2008. Pharmacotherapy A Saux, N.L dan Meadows, E. 2005. A
Pathophysiologic Approach. 7th New Systematic review of the effectiveness
York: Mc Graw Hill. of antimicrobial rinse-free
Flaherty, JF. 2002. Respiratory Tract Infection handsanitizers prevention of illness-
Therapeutics. University of California related absenteeism in elementary
San Fransisco. San Fransisco. pp. 61- school children. BMC Public Health :
86. New Zealand.
20
Yarsi Journal of Pharmacology Vol 1, No. 1, January 2020

Sharma, S; Maycher, B; Eschun, G (May WHO. 2003. Penanganan ISPA pada Anak di
2007). "Radiological imaging in Rumah Sakit. Penerbit Kedokteran
pneumonia: recent innovations". EGC: Jakarta.
Current Opinion in Pulmonary WHO. 2007. Pencegahan dan Pengendalian
Medicine. 13 (3): 159–69. Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Rajesh SM and Singhal V, 2013. Clinical (ISPA) yang Cenderung menjadi
Effectiveness of Co-trimoxazole vs. Epidemi dan Pandemi di Fasilitas
Amoxicillin in the Treatment of Non- Pelayanan Kesehatan. Organisasi
Severe Pneumonia in Children in Kesehatan Dunia (World Health
India: A Randomized Controlled Trial. Organization), Jenewa.
Int J Prev Med 4(10): 1162–1168. WHO, 2014. Revised WHO Classification and
Tutut R. 2011. Faktor-Faktor Yang Treatment of Pneumonia in Children
Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi at Health Facilities - NCBI Bookshelf.
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada WHO Guidelines Approved by the
Batita di RSUD dr. Wahidin Sudiro Guidelines Review Committee. World
Husodo Purwokerto Tahun 2011. Health Organization. 2014.
Fakultas Kedokteran Universitas ISBN 9789241507813.
Jendral Soedirman: Purwokerto. Williams BG, Gouws E, Boschi-Pinto C,
Touw-Otten FW, Johansen KS.1992. Bryce J, Dye C. 2002. Estimates of
Diagnosis, antibiotic treatment and world-wide distribution of child deaths
outcome of acute tonsillitis: report of a from acute respiratory infections.
WHO Regional Office for Europe Lancet Infect Dis. 2: 25-32.
study in 17 European countries. Fam Woldu MA, Suleman S, Workneh N, Berhane
Pract. 9 (3): 255–62. H. 2013. Retrospective Study of
Venekamp, RP; Sanders, S; Glasziou, PP; Del Pattern of Antibiotic Use in Hawssa
Mar, CB; Rovers, MM. 2013. University Referral Hospital Pediatric
"Antibiotics for acute otitis media in Ward, Southern Ethiopia. J. App.
children". The Cochrane database of Pharm Sci. 3(02):093-098.
systematic reviews. 1: CD000219.

21

You might also like