Praktik Konservasi Di Indonesia (Partisipasi Masyarakat Dan Etika Pelestarian Alam)
Praktik Konservasi Di Indonesia (Partisipasi Masyarakat Dan Etika Pelestarian Alam)
Praktik Konservasi Di Indonesia (Partisipasi Masyarakat Dan Etika Pelestarian Alam)
Pelestarian Alam)
( Conservation Practies in Indonesia (Community Participation and Nature
Preservation Ethics) )
Adelia Anggraini
1
Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 35141
*Email : dlnggrn@gmail.com
ABSTRACT
Community participation is defined as the active involvement of community members in the joint
decision-making process, planning and implementation of programs and community development, which
are carried out both within and outside the community on the basis of a sense of awareness and
responsibility. The basic principle of "deep ecology" is to save natural resources and the environment from
damage to human ethical and moral development. Therefore, building ethics and morals is very important
considering the role of natural resources and the environment as a buffer for living systems. In
conservation practice in Indonesia, there is a need for stakeholders. These stakeholders include:
pendapingan organizations (NGOs), government agencies or conservation organizations. Community
participation is very much needed for the sustainability of natural resources, both traditional and modern.
Likewise directly and indirectly. The purpose of this research is to find out and describe conservation
practices in Indonesia, to explore and analyze community participation with conservation values, both
cultural heritage (local wisdom) and modern, both directly and indirectly and to find and conclude the
benefits of community participation on resource conservation. forest or nature. The method used in this
research is literature study with problem-based learning techniques or collaborative learning and case
studies to collect information related to government institutions in the field of conservation, the form of
conservation areas and community participation in conservation, then discuss, analyze, solve problems
and conclude.
KEYWORDS
Participation, Companny, Conservation
INTISARI
Partisipasi masyarakat diartikan sebagai keterlibatan aktif warga masyarakat dalam proses
pembuatan keputusan bersama, perencanaan dan pelaksanaan program dan pembangunan
masyarakat, yang di laksanakan di dalam maupun di luar lingkungan masyarakat atas dasar
rasa kesadaran dan tanggungjawab. Prinsip dasar paham ”ekologi dalam” adalah
menyelamatkan SDA dan lingkungannya dari kerusakan pengembangan etika dan moral
manusia. Karena itu, membangun etika dan moral menjadi sangat penting mengingat peran
SDA dan lingkungan sebagai penyangga sistem kehidupan. Dalam praktik konservasi di
Indonesia perlu adanya stakeholder. Stakeholder tersebut antara lain : lembaga pendapingan
(LSM), instansi pemerintah ataupun lembaga konservasi. Partisipasi masyarakat sangat
dibutuhkan demi keberlanjutan lestarinya sumberdaya alam baik partisipasi adat maupun
modern. Begitupun secara langsung dan tidak langsung. Tujuan penelitian ini yaitu untuk
mengetahui dan mendeskripsikan praktik konservasi di Indonesia, melakukan eksplorasi dan
menganalisis partisipasi masyarakat yang bernilai konservasi baik yang bersifat warisan
budaya (kearifan lokal) maupun yang modern baik secara langsung dan tidak langsung serta
menemukan dan menyimpulkan manfaat partisipasi masyarakat terhadap konservasi
sumberdaya hutan atau alam. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi
literatur dengan teknik pembelajaran berbasis masalah atau colaborative learning dan studi
1
kasus untuk mengumpulkan informasi berkaitan dengan kelembagaan pemerintah bidang
konservasi, bentuk bentuk kawasan konservasi serta partisipasi masyarakat dalam konservasi,
kemudian berdiskusi, menganalisis, menyelesaikan masalah dan menyimpulkan.
KATA KUNCI
Partisipasi, Masyarakat, Konservasi
Pendahuluan
Kawasan hutan merupakan tempat bagi masyarakat untuk mencari sumber-sumber dalam
upaya pemenuhan kebutuhan hidup. Dalam konteks sosial masyarakat keberadaan kawasan hutan
menjadi penting sebagai pelindung desa dari banjir bandang maupun sebagai sumber air bagi
wilayahnya. Dari dua aspek penting ini maka keberadaan kawasan hutan ini menjadi sangat perlu dijaga
kelestariannya. Berdasarkan hal tersebut, peran serta masyarakat sebagai faktor yang sangat
berkepentingan terhadap manfaat dari keberadaan hutan sangat penting untuk menjaga kelestarian
ekosistem hutan dan ketersediaan air.
Salah satu fenomena yang cukup sering menjadi topik pembicaraan dalam dekade terakhir ini
adalah semakin meningkatnya keprihatinan masyarakat terhadap masalah- masalah yang berhubungan
dengan lingkungan hidup. Keprihatinan ini tidak saja bersifat nasional, tetapi telah, mencapai taraf
internasional. Hal ini berkaitan erat dengan semakin merosotnya kualitas lingkungan hidup di berbagai
wilayah dunia. Di Indonesia, pengelolaan sumberdaya alam yang terpusat di tangan pemerintah yang
dilaksanakan selama ini semakin disadari tidak sesuai dengan nilai- nilai pemanfaatan sumberdaya
alam yang berkerakyatan dan berkelanjutan. Kerusakan sumberdaya alam seperti hutan, pesisir dan laut
telah memasuki tingkat kerusakan yang sangat parah.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan mendeskripsikan praktik konservasi di
Indonesia, melakukan eksplorasi dan menganalisis partisipasi masyarakat yang bernilai konservasi baik
yang bersifat warisan budaya (kearifan lokal) maupun yang modern baik secara langsung dan tidak
langsung serta menemukan dan menyimpulkan manfaat partisipasi masyarakat terhadap konservasi
sumberdaya hutan atau alam.
2
Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi literatur dengan teknik pembelajaran
berbasis masalah atau colaborative learning dan studi kasus untuk mengumpulkan informasi berkaitan
dengan kelembagaan pemerintah bidang konservasi, bentuk bentuk kawasan konservasi serta
partisipasi masyarakat dalam konservasi, kemudian berdiskusi, menganalisis, menyelesaikan masalah
dan menyimpulkan.
Tabel 2.Partisipasi Masyarakat (Kearifan Lokal) dalam Bidang Konservasi di Indonesia Secara Tidak Langsung
Table 2. Indirect (Local Culture) Community Participation in Conservation in Indonesia
No Suku/Komunits Nama Kegiatan Deskripsi Peran Dalam Konservasi
Masyarakat
1 Badui Bera (sistem Putranto (1988) Metode peladangan berpindah
perladangan menjelaskan bahwa sistem secara tradisional dapat
berpindah) perladangan masyarakat menyediakan jasa ekosistem
Baduy adalah sistem penting serta melindungi
perladangan berpindah keanekaragaman hayati, kaya
masa bera 7 atau 9 atau 11 dengan cadangan karbon dan
tahun; namun sekarang ini resiko erosi tanah yang rendah.
masa bera nya hanya 5
tahun. Kegiatan berladang
ini dilaksanakan satu kali
dalam satu tahun, yang
kemudian di bera-kan
selama 5 tahun.
2. Masyarakat Tana Ulen Dalam tradisi lama, tana Pemanfaatan sumber daya alam
Dayak ulen adalah pemberian (SDA) di tana ulen harus lestari
kepada seorang bangsawan dan mempertimbangkan
sebagai hadiah ketersediaan berkelanjutan SDA
keberhasilan dalam itu. Artinya, kawasan tersebut
perang, misalnya, agar tidak boleh dibuka untuk
dikelola dengan baik membuat ladang atau untuk
untuk kepentingan eksploitasi skala besar (WWF
masyarakat banyak. Indonesia, 2012).
Sementara, sekarang
pengelolaan tana ulen
menjadi tanggung jawab
bersamapemilik adat
(umumnya Kepala Adat)
dengan lembaga adat, dan
dikelola berdasarkan
hukum adat (WWF
Indonesia, 2012).
3 Masyarakat Kei Hu Wear Hu Wear (daun kelapa Potensi perempuan dalam
muda/janur) adalah memelihara keutuhan
simbol penyatuan rumpun penghidupan, penyelamatan
komunitas Evav. Hu Wear generasi rumpun Kei terjadi turun
atau sasi, dalam fungsi temurun. Ini penting untuk
perlindungan (pembatasan meminimalkan resiko,
pengambilan), dimaknai mempertahankan kelanjutan
4
sebagai kehadiran reproduksi dan produktivitas
perempuan. Sasi akan alam, membentuk sistem nilai
dinilai semakin kuat, pada konstruksi sosial budaya di
sakral, atau tegas ketika Kei (WWF Indonesia, 2012).
pada lambangnya dipasang
sarung perempuan.
Sementara, perempuan
juga dimaknai sebagai sasi
yang hidup. Hu Wear dan
sasi menunjukkan
kekuatan perempuan
dalam beberapa kasus
sengketa perebutan
sumberdaya alam (WWF
Indonesia, 2012).
4. Masyarakat Bali Upacara Nandini di Yaitu Sejumlah lembu Peran dalam konservasi secara
Bali dirawat dalam kandang tidak langsung berupa
khusus, berbentuk pemahaman ajaran untuk
lingkaran dan diisi seekor menyayangi makhluk bumi yang
saja. Terutama untuk sudah sedikit jumlahnya
betina. Lembu adalah
wahana Dewa siwa yang
disebut nandini. Yang
dimaksud dengan nandini
adalah lembu putih.
Penggunaan lembu putih
sebagai Petulangan untuk
orang-orang yang sudah
disucikan atau sang
sulinggih (Purwita dalam
Purtwita dalam Kertiyasa,
2014)
5. Masyarakat Aceh Forsaka Keberadaan lembaga adat Tujuan Forsaka adalah
Besar FORSAKA sangat meningkatnya peranan
membantu masyarakat di masyarakat gampong-gampong di
ketiga gampong tersebut sekitar Krueng kaloek melalui
dalam pemenuhan sebuah wadah yang didukung
kebutuhan air bersih. oleh berbagai pihak untuk
FORSAKA atau singkatan melindungi dan menjaga
dari Forum Sayeung kelestarian sumber air dan
Krueng Kaloek yang terdiri keanekaragaman hayati di hutan
seluruh elemen sekitar Krueng kaloek,
masyarakat di Kemukiman menghindari terjadinya erosi di
Jantho termasuk lembaga kawasan Krueng Kaloek,
adatnya, saat ini menciptakan lapangan kerja demi
kemukiman Jantho terdiri bagi masyarakat disekitar Krueng
dari 13 Desa (Lestari dkk., Kalok dalam rangka peningkatan
2014). ekonomi masyarakat, dan
membangun kawasan Krueng
Kaloek dengan penanaman aneka
tanaman perkebunan dan
kehutanan (Lestari dkk., 2014).
Tabel 3. Partisipasi Masyarakat (Modern) dalam Bidang Konservasi di Indonesia Secara Langsung
Table 3. Direct Community Participation (Modern) in Conservation in Indonesia
No. Suku Nama Kegiatan Deskripsi Peran Dalam Konservasi
Masyarakat
1. Gayo Leus Pengawasan SDH Kekayaan sumber daya Melakukan pelestarian hutan
alam bisa diselamatkan dan kawasan penyangga
melalui pengelolaan hutan merupakan salah satu bentuk
secara berkelanjutan oleh daripada partisipasi ide atau
5
masyarakat setempat serta tanggapan masyarakat Gayo Leus
diciptakannya keamanan (Awang, 1999).
yang terjamin demi
kelangsungan hidup
masyarakat yang bertempat
tinggal di sekitar hutan
(Adhiprastyo, 2006).
2. Dayak Muka poyo atau Kegiatan membuka areal Sepakat untuk tidak melakukan
ngorima (merimba) perladangan baru pada perladangan berpindah atau
kawasan hutan yang sama- membuka areal baru di hutan
sekali belum pernah rimba di kedua kawasan
digarap/ diusahakan dan tersebut, baik secara perorangan
termasuk dalam watas maupun secara kelompok dan
ompuk suku/kelompok melakukan rbooisasi terhadap
tersebut (Simorangkir, lahan tersebut (Simorangkir,
2000). 2000).
Tabel 4. Partisipasi Masyarakat (Modern) dalam Bidang Konservasi di Indonesia Secara Tidak Langsung
Table 4. . Indirect Community (Modern) Participation in Conservation in Indonesia
No. Suku/Komunitas Nama Kegiatan Deskripsi Peran dalam Konservasi
Masyarakat
1. Masyarakat sekitar Program pelestarian Program pelestarian Perencanaan ini
Gunung Galunggung lingkungan lingkungan, dilakukan dalam dilakukan guna
beberapa tahapan yang meminimalisir
pertama adalah kemungkinan-
peremcanaan. Perencanaan kemungkinan yang akan
dilakukan oleh pihak terjadi dalam
pemerintah serta pihak-pihak pelaksanaan konservasi
yang berpengaruh di sekitar hutan gunung
kawasan gunung galunggung. Program
6
Galunggung. Kedua, yang sudah
pelaksanaan program- direncanakan secara
program. Dan yang terakhir matang kemudian di
adalah evaluasi (Mulyanie, E., aplikasikan dengan
2016). menurutsertakan
masyarakat di sekitar
kawasan hutan gunung
galunggung. Dalam
proses evaluasi ini akan
di bandingkan kawasan
memang di konservasi
serta kawasan yang di
eksploitasi. Masyarakat
tidak hanya diberi
informasi mengenai
keberadaan Hutan
Konservasi, tujuan serta
upaya konservasi yang
dilakukan, tetapi lebih
jauh mereka diajak
untuk berpartisipasi
dalam kegiatan
konservasi dan kegiatan
pengelolaan tersebut,
baik secara langsung
maupun secara tidak
langsung (Mulyanie, E.,
2016).
2. Masyarakat di sekitar Naturalist guide Menjadi pemandu wisata Melestarikan potensi
Pulau komodo alam (naturalist guide) keanekaragan hayati dan
merupakan salah satu bentuk sumber daya alam pulau
partisipasi masyarakat Desa komodo.
Komodo dalam usaha
ekowisata di Pulau Komodo
(Ziku, 2015).
Pada hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan beberapa contoh kegiatan partisipasi
masyarakat yang dilakukan dengan kearifan lokal yang ada atau biasa disebut dengan adat. Dalam hal
ini dilakukan penelitian patisipasi masyarakat dalam bidang konservasi, baik secara langsung maupun
10
tidak langsung. Setelah dilakukan eksplorasi didapatkan beberapa kegiatan masyarakat secara langsung,
diantaranya Masyarakat sekitar kawasan hutan Gilimanuk, Masyarakat desa Tiga Wasa Bali ,
Masyarakat sekitar hutan Kerinci, Masyarakat Ammatoa, Masyarakat sekitar kawasan hutan Gilimanuk
dan Masyarakat Kampung Kuta. Salah satunya pada masyarakat sekitar kawasan hutan Gilimanuk yaitu
melakukan kegiatan Pura Dang Kahyangan Dwijendra (dianggap sakral dan angker). Pura Dang
Kahyangan Dwijendra merupakan tempat beristirahat Dahyang Dwijendra di hutan Gilimanuk dan
disakralkan oleh masyarakat sekitar. Dengan adanya pura dikawasan hutan Gilimanuk dan dianggap
angker sehingga orang yang mau masuk hutan berpikir dulu, apalagi untuk merusak hutan (Manuaba.
P.LB dkk, 2012). Selanjutnya pada masyarakat masyarakat desa Tiga Wasa Bali yang melakukan kegiatan
Awig-awig. Kegiatan ini mendefinisikan pengelolaan hutan yang sepenuhnya dikelola oleh desa adat
yang dibantu oleh warga masyarakat. Pengelolaan terkait dengan hal pokok yakni (1) pengelolaan untuk
menentukan waktu pelaksanaan upacara di pura hutan, (2) pengelolaan tata cara mencari kayu, dan (3)
pembuatan batas-batas kawasan hutan dengan tegalan milik warga (Wijana. N, 2013).
Sedangkan pada partisipasi masyarakat secara tidak langsung dilakukan oleh beberapa
masyarakat diantaranya Badui, Masyarakat Dayak, Masyarakat Kei, Masyarakat Bali, dan Masyarakat
Aceh Besar. Pada masyarakat Badui dilakukannya kegaiatan Bera (sistem perladangan berpindah).
Putranto (1988) menjelaskan bahwa sistem perladangan masyarakat Baduy adalah sistem perladangan
berpindah masa bera 7 atau 9 atau 11 tahun; namun sekarang ini masa bera nya hanya 5 tahun. Kegiatan
berladang ini dilaksanakan satu kali dalam satu tahun, yang kemudian di bera-kan selama 5 tahun.
Metode peladangan berpindah secara tradisional dapat menyediakan jasa ekosistem penting serta
melindungi keanekaragaman hayati, kaya dengan cadangan karbon dan resiko erosi tanah yang rendah.
Selanjutnya ada kegiatan Tana Ulen yang dilakukan oleh masyarakat Dayak. Dalam tradisi lama, tana
ulen adalah pemberian kepada seorang bangsawan sebagai hadiah keberhasilan dalam perang,
misalnya, agar dikelola dengan baik untuk kepentingan masyarakat banyak. Sementara, sekarang
pengelolaan tana ulen menjadi tanggung jawab bersamapemilik adat (umumnya Kepala Adat) dengan
lembaga adat, dan dikelola berdasarkan hukum adat (WWF Indonesia, 2012). Pemanfaatan sumber daya
alam (SDA) di tana ulen harus lestari dan mempertimbangkan ketersediaan berkelanjutan SDA itu.
Artinya, kawasan tersebut tidak boleh dibuka untuk membuat ladang atau untuk eksploitasi skala besar
(WWF Indonesia, 2012).
Dalam bentuk partisipasi masyarakat modern dalam konservasi dapat dilakukan dengan
berbagai cara dilihat dari berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pada era sekarang.
Partisipasi ini juga dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Setelah dilakukan
eksplorasi dan studi literature didapatkan beberapa kegiatan yaitu pada masyarakat Gayo Leus, Dayak,
Masyarakat Desa Jeruk Selo. Selanjutnya kegiatan Save Indonesian Endangered Species (SEIS),
PROFAUNA Indonesia dan Jakarta Animal Aid Network. Pada kegiatan Save Indonesian Endangered
Species (SEIS) terdapat Elephant Food Farm. Kegiatan ini bertujuan untuk memulihkan gajah muda
yang terluka didaerah konflik dan melatih gajah untuk dapat membantu masyarakat sekitar. Pengaruh
11
dalam bidang konservasi adalah perawatan gajah muda yang terluka didaerah konflik (Winarno, 2018).
PROFAUNA Indonesia melakukan kegiatan konservasi penyu di Pulau Belambangan, Kabupaten Berau.
Kegiatan ini dilakukan sejak 2019 oleh YPI dan didukung oleh PROFAUNA Indonesia dan Turtle
Foundation untuk melestarikan penyu yang ada di Pulau Balambangan. Peran dalam konservasi yaitu
memelihara habitat penyu dan menjaga penyu serta telur-telur penyu dari curian (Halim, 1999).
Terakhir kegiatan Raptor Rescue And Rehabilitation, pada November 2004 Jakarta Animal Aid Network
bekerjasama dengan Tamana Nasional Kepulauan Seribu membentuk program penyelamatan dan
rehabilitas elang serta melakukan penyelamatan dan rehabilitas terhadap Elang Bondol (Danica, 2019).
Sedangkan partisipasi masyrakat modern secara tidak langsung dilakukan oleh masyarakat
sekitar Gunung Galunggung, masyarakat di sekitar Pulau komodo, masyarakat di Desa Mataindo,
masyarakat Cagar Alam Bubutan , Mahasiswa Pertanian Seluruh Indonesia, SMK Kehutanan Bakti
Rimba Bogor dan masyarakat Kalaodi : Tidore. Salah satu contoh kegiatan pada masyarakat sekitar
Gunung Galunggung yaitu program pelestarian lingkungan. Program pelestarian lingkungan, dilakukan
dalam beberapa tahapan. Perencanaan ini dilakukan guna meminimalisir kemungkinan-kemungkinan
yang akan terjadi dalam pelaksanaan konservasi hutan gunung galunggung. Program yang sudah
direncanakan secara matang kemudian di aplikasikan dengan menurutsertakan masyarakat di sekitar
kawasan hutan gunung galunggung. Dalam proses evaluasi ini akan di bandingkan kawasan memang di
konservasi serta kawasan yang di eksploitasi. Masyarakat tidak hanya diberi informasi mengenai
keberadaan Hutan Konservasi, tujuan serta upaya konservasi yang dilakukan, tetapi lebih jauh mereka
diajak untuk berpartisipasi dalam kegiatan konservasi dan kegiatan pengelolaan tersebut, baik secara
langsung maupun secara tidak langsung (Mulyanie, E., 2016). Berbeda pada masyarakat di sekitar Pulau
Komodo yang menjadi Naturalist Guide. Menjadi pemandu wisata alam (naturalist guide) merupakan
salah satu bentuk partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam usaha ekowisata di Pulau Komodo (Ziku,
2015). Program konservasi Maleo dibutuhkan partisipasi masyarakat sesuai kebutuhan kegiatan pada
tahap perencanaan, melalui tahapan-tahapan yang ditentukan oleh pihak lembaga non pemerintah
WCS-IP dan PALS maupun Pemerintah Desa dimulai dari pengalian gagasan dan ide yang dilaksanakan
di Desa Mataindo. Mengenai rencana kegiatan program konservasi maleo, bentuk partisipasi dan
tingkat partisipasi masyarakat dilakukan dalam tahap perencanaan. Adapun bentuk dan tingkat
partisipasi masyarakat adalah keaktifan mengikuti pertemuan tentang rencana program konservasi
maleo antara Lembaga Non Pemerintah (WCS-IP/PALS) dan Pemerintah Desa, dapat menyampaikan
saran/ide yang berkai-tan dengan program konservasi Maleo serta terlibat dalam pengambilan
keputusan mengenai program-program yang berkaitan dengan pembentukkan dan pendampingan dari
masyarakat (Balantukang B, dkk., 2015).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan, dilakukan perbandingan tiap-tiap
partisipasi masyrakat baik secara kearifan local maupun modern begitupula secara langsung dan tidak
langsung. Menganalisis hasil tersebut kedalam nilai konservasi yang bersifat ekologi, sosial, atau
pendanaan. Diambil beberapa contoh dalam untuk dilakukan analisis yaitu pada kegiatan Awig-Awig
12
yang memilki nilai konservasi ekologi. Begitupula pada kegiatan Pasang (Pedoman) Tugasa’na
Ammatoa Nolarangngi Annabbang Kaju Ri Borongnga dan Upacara Nandini. Selanjutnya ada kegiatan
Upacara Nguyuh, Tana Ulen, Elephant Food Farm, Komunitas Anak-Anak Pecinta Lingkungan dan
Raptor Rescue And Rehabilitation memiliki nilai konservasi ekologi dan juga sosial. Adapun kegiatan
yang mempunyai ketiga peran konservasi yaitu nilai ekologi, sosial, dan pendanaan. Yang mana
kegiatan tersebut diantaranya FORSAKA, Pemberdayaan masyarakat, Pengawasan SDH dan Program
Konservasi Maleo di Desa Mataindo. Pada kegiatan yang lainnya memiliki peran yang bermacam yaitu
kegiatan Naturalist Guide termasuk kedalam nilai sosial dan juga pendanaan. Terakhir kegiatan Muka
Poyo atau Ngorima (Marimba) yang hanya memiliki nilai pendanaan saja.
Kesimpulan
Dalam praktik konservasi di Indonesia perlu adanya stakeholder. Stakeholder tersebut antara
lain : lembaga pendapingan (LSM), instansi pemerintah ataupun lembaga konservasi lainnya.
Partisipasi masyarakat kearifan local yang bernilai konservasi dalam hal ini dibagi menjadi secara
langsung maupun tidak langsung. Secara langsung diantaranya kegiatan Pura Dang Kahyangan
Dwijendra (dianggap sakral dan angker), Awig-awig, Pasang (Pedoman) Tugasa’na Ammatoa
nolarangngi annabbang kaju ri borongnga, Pura Tirta Segara Rupek (dianggap sakral), dll. Sedangkan
secara tidak langsung yaitu Bera (sistem perladangan berpindah), Tana Ulen, HuWear, Upacara
Nandini di Bali, dan Forsaka. Begitu pula pada partisipasi masyarakat modern yang bernilai konservasi
dibagi menjadi dua. Pada praktik secara langsung yaitu Pengawasan SDH, Muka poyo atau ngorima
(merimba), Pemberdayaan Masyarakat, Elephant Food Farm, Raptors Rescue and Rehabilitation, dan
Konservasi Penyu Di Pulau Belambangan, Kabupaten Berau. Sedangkan pada praktik tidak langsung
diantaranya Program Pelestarian Lingkungan, Natualist Guide, Program konservasi Maleo di Desa
Mataindo. Dll. Salah satu manfaat partisipasi masyarakat terhadap konservasi sumberdaya hutan dan
alam adalah dengan membatasi perilaku manusia dalam setiap kegiatannya sesuai dengan isi yang
dimuat dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup tersebut, sehingga antara manusia dan alam terjalin
suatu keseimbangan yang senantiasa tetap terjaga dan terlestarikan. Perilaku manusia yang senantiasa
peduli lingkungan, salah satu aspeknya, dapat diwujudkan dengan memelihara kelas agar senantiasa
dalam keadaan rapi dan bersih. Dari beberapa potensi pembangunan yang perlu diperhatikan adalah
kondisi lingkungan sebagai tempat interaksinya manusia dengan makhluk hidup lainnya maupun
makhluk yang tidak hidup.
Daftar Pustaka
13
Balantukang, B., Dumais, J.N.K., Kumaat, R.M.2015.Partisipasi Masyarakat dalam Program Konservasi Maleo
(Macrocephalon maleo) di Desa Mataindo, Kecamatan Pinolosian Tengah, Kabupaten Bolaang
Mongondow Selatan.ASE.11 (2A) : 61-76.
Danica, N. N., Murtajiah, S. I., & Hardi, O. S. 2019. Upaya Konservasi Elang Bondol Di Pulau Kotok, Taman Nasional
Kepulauan Seribu, Provinsi Dki Jakarta. Jurnal Geografi Gea, 19(1), 48-54.
Halim, M. H., & Dermawan, A. 1999. Marine turtle research, management and conservation in Indonesia.
Istiawati, Fitri Novia. 2016. Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Kearifan Lokal Adat Ammatoa dalam
Menumbuhkan Karakter Konservasi. Cendekia. 10(1): 1-18.
Manuaba. P.L.B., Dewi, S.K.T., dan Kinasih, E.S. 2012 Mitos Masyarakat Adat dan Pelestarian Hutan. ATAVISME.
15 (2) : 235-245
Mulyanie, E.2016. Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Kawasan Konservasi Hutan DI Gunung Galunggung
Kabupaten Tasikmalaya.Jurnal Geografi.4 (1).
Purtanto, D. 1988. Mitologi dalam Kenyataan Orang Badui dari Inti Jagad. Bentara Budaya, Harian Kompas.
Etnodata Prosindo, Yayasan Budi Dharma Pradesa. Yogyakarta.
Purwita, I. 1990. Upacara Ngaben. Proyek Penerbitan Buku-buku Agama. Denpasar.
Sadono, Y. 2012. Peran Serta Masyarakat Adat Dalam Pengelolaan Taman Nasional Taman Nasional Gunung
Merbabu di Desa Jeruk Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota.
Vol 9 (1): 53-64.
Safrina. 2015. Partisipasi Masyarakat kalaodi Dalam Pengelolaan Wilayah tidore. Jurnal Hukum Lingkungan. 2(1) :
30-49.
Simorangkir, D. 2000. Pengelolaan Hutan oleh Masyarakat Adat di Wilayah Pengelolaan Kawasan Hutan
Partisipatif (PKHP) Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Prosiding Simposium Internasional. Jurnal
Antropologi Indonesia I. Makassar.
Titit, L., Agussabti, dan Alibansyah, R. 2014. Pastisipasi Masyarakat Adat dalam Konservasi Sumberdaya Hutan
Kecamatan Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan. 3 (2) : 506 - 517
hal.
Triwijananti, E., Susilowati, S. M. E., and Ngabekti, S. 2014. Pengembangan Modul Konservasi Materi
Keanekaragaman Hayati dan Keefektifannya dalam Pembelajaran di SMP. Unnes Journal of Biology
Education. 3(2): 130-139
Wijana Nyoman. 2013. Pengelolaan Hutan Berbasis Kearifan Lokal di Desa Tigawasa Kecamatan Banjar Kabupaten
Buleleng. Seminar Nasional FMIPA UNDISKHA. 3
Winarno, G. D., Febryano, I. G., & Yuwono, S. B. 2018. Mitigasi Konflik Gajah & Manusia Di Taman Nasional Way
Kambas.
WWF Indonesia. 2012. Masyarakat dan Konservasi 50 Kisah yang Menginspirasi dari WWF Indonesia. WWF
Indonesia.
Ziku, R.M.2015.Partisipasi Masyarakat Desa Komodo dalam Pengembangan Ekowisata di Pulau Komodo.JUMPA.2
(1) : 1-21.
14