Mangunwijaya'S Design at The Holy Virgin Mary'S: The Architectural Tectonics of Y. B. Cage Complex in Sendangsono
Mangunwijaya'S Design at The Holy Virgin Mary'S: The Architectural Tectonics of Y. B. Cage Complex in Sendangsono
Mangunwijaya'S Design at The Holy Virgin Mary'S: The Architectural Tectonics of Y. B. Cage Complex in Sendangsono
Abstract - Apart from paying close attention to architecture as a constructional skill connected with material
structure and construction, tectonics also covers its expression. One of the architects closely associated with
tectonics is Y.B. Mangunwijaya, and in each of his works of architecture the tectonic content is put to the front or
highlighted. Referring to Kenneth Frampton’s definition of tectonics as the Art of Joinings, it may be quite
interesting to focus on the relationship between the three purposes to be found in a work of architecture, namely
spatial distribution, construction, and ornamention. One of the architectural works designed by Y.B. Mangunwijaya
that has given shape to these three objectives is the Gua Maria Complex devoted to Mother Mary in Sendangsono.
In Sendangsono there is a main route for pilgrims that is most commonly visited and passed by visitors to this sacred
place. The analysis of architectural tectonics in this research study has been limited based on the ordering of the
space passed via the main pilgrim route in Sendangsono. The spatial sequence consists of an entry, the Way of the
Cross (Via Crucis), a basin for holy water, a yard featuring the Cave of Mother Mary (Gua Maria), and finally the
yard across the river. Its scope includes the tectonics of space, structure, and ornamentation. The analysis indicates
that the architectural tectonics in this complex has been designed with the concept of oneness and respect for nature
in mind, so hat it has become one with the surrounding natural elements. The local materials used are environment-
friendly. The next step is to further refine the elements used for this spatial and structural lay-out by way of
ornamentation in order to enrich the Christian significance of it all.
Abstrak- Tektonika dalam arsitektur adalah suatu proses membangun sebuah rancangan menjadi bangunan,
sehingga tektonika erat kaitannya dengan material, struktur, dan konstruksi. Salah satu arsitek yang dikenal memiliki
pendekatan perancangan arsitektur dari sisi tektonika adalah Y. B. Mangunwijaya yang tercermin pada keindahan
1 Corresponding author:joshualeevianto@gmail.com
209
The Architectural Tectonics of Y. B. Mangunwijaya’s Design…
tektonika dalam karya-karya beliau. Berdasarkan studi tektonika yang dilakukan Frampton, tektonika juga memiliki
relasi dengan maksud dari bangunan, yaitu maksud dari distribusi ruang, maksud dari konstruksi, dan maksud dari
ornamen terhubung dengan tiga elemen utama arsitektur menurut Vitruvius, yaitu Utilitas, Firmitas, dan Venustas.
Tektonika pada Kompleks Gua Mari Sendangsono cukup unik karena mampu menyatu dengan lingkungan
sekitarnya. Kawasan ini pun diapresiasi oleh IAI pada tahun 1991 sebagai karya arsitektur terbaik untuk kategorinya.
Analisis tektonika arsitektur pada penelitian ini dibatasi berdasarkan urutan ruang yang dilewati oleh rute utama
peziarah di Sendangsono. Ruang lingkup tektonika arsitektur yang dianalisis dalam penelitian ini mencakup
tektonika ruang, tektonika struktur, dan tektonika ornamen. Penelitian menghasilkan bahwa tektonika arsitektur
pada Kompleks Gua Maria Sendangsono dirancang dengan konsep menyatu dan menghargai alam. Ruang terancang
mampu menyatu dengan alam sekitarnya. Material lokal digunakan untuk penyusun struktur ramah terhadap
lingkungan. Kemudian elemen penyusun ruang dan struktur tersebut diperhalus oleh ornamen yang kaya akan
makna Kristiani.
1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Tektonika dalam arsitektur adalah suatu proses/tata cara membangun sebuah rancangan
menjadi bangunan. Maka dari itu tektonika erat kaitannya dengan elemen material, struktur, dan
konstruksi pada bangunan. Namun sesungguhnya tektonika lebih menekankan pada aspek
estetika yang dihasilkan oleh suatu sistem struktur, atau ekspresi dari suatu konstruksi daripada
sisi keteknikannya. “Tectonics becomes the art of joinings”, (Frampton, 1995: 4).
Salah satu arsitek yang dikenal memiliki pendekatan perancangan arsitektur dari sisi
tektonika adalah Y. B. Mangunwijaya. Selama hidupnya, beliau telah mewariskan berbagai karya
arsitektur yang berharga. Karya-karya arsitektur Romo Mangun memiliki visi arsitektur yang
unik sehingga mampu melahirkan olahan rancangan arsitektur yang berkarakter dan otentik.
Kekhasan dan keotentikan karya Romo Mangun tercermin dalam keindahan tektonika pada
karya-karya beliau.
Romo Mangun pernah berkata melalui buku karyanya, Wastu Citra: “Arsitektur adalah
penciptaan suasana, perkawinan guna dan citra. Bukan dalam kemewahan bahan atau tinggi
teknologinya letak harganya. Bahan-bahan yang sederhana justru lebih mampu mencerminkan
refleksi keindahan puisinya, karena lebih bersih dari godaan maupun kepongahan”. Hal tersebut
menunjukkan bahwa beliau merupakan seorang arsitek yang mampu menjaga budaya tektonika,
yaitu dengan mengolah dan menata material lokal yang sederhana menjadi karya arsitektur yang
indah. “Karena tektonika adalah salah satu segi terkuat dari karya Romo Mangun, hampir seluruh
karyanya dibentuk dari sikap hormatnya pada bahan dan bagaimana dia memperlakukannya”
(Mahatmanto2, 1999:18).
Salah satu karya Y. B. Mangunwijaya yang menarik untuk dikaji tektonika arsitekturnya
adalah Gua Maria Sendangsono. Tektonika pada kawasan ini cukup unik karena menyesuaikan
dengan lingkungan alam dengan tapak yang berkontur. Banyak praktisi di bidang arsitektur
menilai Gua Maria Sendangsono memiliki rancangan tektonika yang berkonsep, jujur, dan
memiliki keunikan khas Romo Mangun. “Dalam merancang kawasan Sendangsono, Romo
2Ir. Mahatmanto adalah arsitek yang mengapresiasi pameran tektonika Arsitektur Y. B. Mangunwijaya yang diadakan oleh Cemeti
Art House pada tahun 1999
210
The Architectural Tectonics of Y. B. Mangunwijaya’s Design…
Mangun melakukan pengaturan kawasan dan bangunan secara cermat dan terpadu dengan alam
sekitarnya, serta menggunakan material lokal3”. Karya tersebut pun mendorong Ikatan Arsitek
Indonesia (IAI) untuk memberikan penghargaan IAI Award pada tahun 1991 sebagai karya
arsitektur terbaik untuk kategori penataan lingkungan bangunan khusus.
3 Pernyataan Erwinthon Napitupulu pada kata pengantar buku Wastu Citra (2009) karya Y. B. Mangunwijaya. Beliau merupakan
seorang arsitek yang mendokumentasikan karya-karya Y. B. Mangunwijaya.
211
The Architectural Tectonics of Y. B. Mangunwijaya’s Design…
metoda kualitatif. Metoda kualitatif dilakukan dengan mengamati dan mencatat berbagai elemen
yang berkaitan dengan tektonika pada objek, kemudian menganalisa dan menginterpretasinya.
Utilitas
Firmitas Venustas
212
The Architectural Tectonics of Y. B. Mangunwijaya’s Design…
3. PEMBAHASAN
3.1. DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
Sendangsono adalah tempat ziarah Katolik pertama di Pulau Jawa, di mana di sini
terdapat Goa Maria tempat para peziarah berdevosi menghaturkan sembah bakti kepada Bunda
Maria. Tempat ini merupakan tempat cikal bakal perkembangan umat Katolik di Jawa, di mana
di sini dilakukan pembaptisan umat pribumi pertama oleh Romo Van Lith.
Secara geografis, Sendangsono terletak di jalur pegunungan Menoreh, beralamatkan di
Dusun Semagung, Desa Banjaroya, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Sendangsono terletak di perbatasan antara Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Berjarak kurang lebih 25 km dari arah barat daya Yogyakarta, dan kira-kira 15 km dari
Kecamatan Muntilan.
Sejak tahun 1969, Romo Y.B. Mangunwijaya terlibat dalam perancangan pembangunan
Sendangsono. Sama halnya dengan karya-karya Romo Mangun lainnya, Gua Maria Sendangsono
dirancang menggunakan prinsip Guna dan Citra. Guna merujuk pada keuntungan, fungsi, dan
manfaat yang dapat diambil dari sebuah karya arsitektur. Sedangkan Citra merujuk
pada ”gambaran” (image), suatu kesan penghayatan yang dapat ditangkap dari karya arsitektur.
Penerapan Guna dan Citra pada Sendangsono saling terkait dan berhubungan. Hal
tersebut diungkapkan oleh Erwinthon Napitupulu pada kata pengantar buku Wastu Citra, “Ketika
berada di Sendangsono, kita seolah membaca rangkaian puisi atau cerita dari seorang sastrawan
yang disusun lewat permainan ruang-ruang yang mengalir menerus dan kekayaan gatra yang
muncul ketika sinar matahari menerobos pohon-pohon Sono, dan jatuh di dindingdinding
bertekstur motif grafis bermakna simbolik” (Mangunwijaya, 2009). Melalui pernyataan tersebut
dapat diketahui bahwa terdapat banyak makna dan cerita yang terkandung dalam setiap rangkaian
prosesi kegiatan ziarah di Sendangsono.
213
The Architectural Tectonics of Y. B. Mangunwijaya’s Design…
Sirkulasi di Sendangsono bersifat bebas, sehingga banyak sekali rute alternatif yang dapat
digunakan oleh pengunjung. Namun di Sendangsono tetap terdapat rute utama yang pada
umumnya digunakan oleh pengunjung untuk berziarah. Berdasarkan penuturan dari pengurus
Kompleks Gua Maria Sendangsono, flow of activity peziarah di Sendangsono pada umumnya
yaitu masuk melakukan prosesi jalan salib mengambil air suci berdoa di depan Gua
Maria pulang. Berdasarkan aktifitas tersebut didapatkan rute utama peziarah yang
digambarkan dengan garis berwarna merah. Ruang-ruang yang dilewati rute sekuensi utama
adalah:
Jalan masuk Jalan salib Tempat pengambilan air Pelataran Gua Maria Pelataran
seberang sungai
Selain rute utama, terdapat rute alternatif yang tidak terikat oleh aktifitas ziarah yang
digambarkan oleh panah berwarna biru. Semua rute alternatif mengarah pada pelataran salib,
sehingga rute ini biasa disebut rute pelataran salib. Dari pelataran salib jalur rute berlanjut menuju
ke pelataran Gua Maria syang merupakan area paling sakral di Sendangsono.
Analisis tektonika arsitektur Kompleks Gua Maria Sendangsono pada penelitian ini
didasarkan pada urutan ruang yang dilewati oleh rute utama peziarah.
214
The Architectural Tectonics of Y. B. Mangunwijaya’s Design…
Rute utama dimulai dari jalan masuk. Ruang di sini merupakan ruang yang berperan
sebagai jalan masuk utama. Pada area ini peziarah diarahkan menuju ke area lain seperti area
jalan salib dan area pelataran salib milenium. Seluruh ruang di sini tidak ternaungi oleh atap.
Pembatas ruang pada rute jalan masuk didominasi oleh dinding paving blok bermotif. Rute
berawal dari ruang jalan masuk, menuju ke jembatan, kemudian ke persimpangan.
215
The Architectural Tectonics of Y. B. Mangunwijaya’s Design…
Setelah jalan masuk rute utama berlanjut ke jalan salib. Berdasarkan fungsinya, area jalan
salib ini dibagi menjadi 2 ruang, yaitu jalan salib dan tempat peristirahatan. Ruang pada jalan
salib tidak ternaungi oleh atap, sedangkan ruang pada tempat peristirahatan terdapat bale istirahat
yang beratap.
Jalan Salib terdiri dari 3 segmen ruang yang berbeda, namun keempatnya memiliki pola
yang sama. Setiap segmen ruang terfokus pada stasi patung salib yang ternaungi oleh ornamen
atap kecil berlisplang warna merah. Pembatas ruang pada jalan salib terdiri dari dinding di sisi
belakang dengan vegetasi, sedangkan pada sisi samping tidak terdapat dinding. Dinding
pembatas bagian belakang terdiri dari susunan beton modular dengan motif mawar. Dinding
pembatas dapat ditemukan dari awal hingga akhir stasi jalan salib, yang menandakan awal dan
akhirnya jalan salib tersebut. Ruang pada jalan salib ini terbuka, tidak ternaungi oleh atap.
Keterangan:
2 1 1 = Segmen 1 (stasi 1-6)
2 = Segmen 2 (stasi 7-12)
3 = Segmen 3 (stasi 13-14)
4 4 = Ruang duduk
3 5 5
5 = Bale Istirahat
Segmen 1 stasi jalan salib terdiri dari stasi 1-6. Elemen penyusun dinding pembatas pada
segmen 1 terdiri dari susunan modul beton bermotif mawar, lis semen berwarna merah, dan
dinding bata putih bermotif garis vertikal. Elemen penyusun lantai dasar berupa paving blok dan
vegetasi.
216
The Architectural Tectonics of Y. B. Mangunwijaya’s Design…
Segmen 2 stasi jalan salib terdiri dari stasi 7-12. Elemen penyusun dinding pembatas pada
segmen 2 terdiri dari susunan modul beton bermotif mawar dan batu kali yang disusun secara
acak dan dibatasi oleh lis semen berwarna abu. Elemen penyusun lantai dasar berupa paving blok
dan vegetasi.
Segmen 3 stasi jalan salib terdiri dari stasi 13-14. Elemen penyusun dinding pembatas
pada segmen 3 berupa susunan modul beton bermotif mawar dan lis semen warna merah. Elemen
penyusun lantai dasar berupa tangga paving blok segi enam yang disusun bersilangan.
Area istirahat terdiri dari ruang duduk dan bale istirahat. Ruang duduk ternaungi oleh
vegetasi pepohonan yang rimbun, bersebelahan langsung dengan jalan setapak. Ruang pada bale
217
The Architectural Tectonics of Y. B. Mangunwijaya’s Design…
istirahat ternaungi oleh atap. Selain sebagai tempat istirahat, bale juga berperan sebagai pembatas
ruang antara area jalan salib dengan sungai di bawah.
Dinding pembatas
antara area
pengambilan air dengan
pelataran Gua Maria
Dinding pembatas
antara area
pengambilan air dengan
sungai
Bak Air
Setelah jalan salib rute utama berlanjut menuju tempat pengambilan air. Pembatas ruang
antara tempat pengambilan air dengan sungai berupa dinding batu kali dengan lis semen warna
merah di atasnya setinggi 45 cm. Karena pembatas yang pendek maka view area seberang sungai
dapat dilihat secara leluasa dari area ini.
Pembatas ruang antara area pengambilan air dengan pelataran Gua Maria berupa dinding
setinggi 3,3 meter. Pada dinding tersebut tertempel kran dan bak air yang terdiri dari susunan
modul beton bermotif mawar. Dinding setinggi 3,3 meter menjadi pusat visual di tempat ini,
karena memiliki skala yang paling tinggi. Dinding tersebut terdiri dari susunan batu kali dan
modul beton bermotif mawar yang menjadi daya tarik tersendiri.
218
The Architectural Tectonics of Y. B. Mangunwijaya’s Design…
Setelah melalui tempat pengambilan air, rute utama berlanjut ke pelataran Gua Maria.
Pelataran ini merupakan pusat dan area paling sakral di Kompleks Gua Maria. Area ini
menampung fungsi meditasi dan ziarah di Gua Maria. Pada pelataran ini terdapat Gua Maria, Kapel
Tritunggal Mahakudus, dan gazebo beratap joglo. Fokus visual pada rute ini adalah Gua Maria dan
Kapel Tritunggal Mahakudus.
Figur 18.Suasana Tangga menuju Gua Maria Figur 19.Suasana Gua Maria
Figur 20. Suasana Kapel Tritunggal Mahakudus Figur 21.Suasana Ruang pada Trap dengan
sudut pandang Trap Paling Atas
Setelah peziarah selesai berdoa dan beribadah di Gua Maria, pada umumnya mereka akan
pulang. Pelataran seberang sungai biasanya digunakan sebagai rute pulang utama bagi peziarah.
219
The Architectural Tectonics of Y. B. Mangunwijaya’s Design…
Pelataran ini juga merupakan jalur masuk para peziarah yang melakukan prosesi jalan salib
panjang dari Gereja Promasan. Pelataran ini terdiri dari bale istirahat, bangunan Seberang sungai,
pelataran, dan DPT berundak-undak yang mendominasi area
4 4
5
3
2
1
Elemen penyusun ruang pada jalan masuk terdiri dari dinding yang tersusun dari batu kali
dan paving blok, tangga, serta ramp. Material penutup tangga dan jalan yang datar berupa paving
blok, sedangkan material penutup ramp berupa kombinasi batu alam dengan lis semen yang
220
The Architectural Tectonics of Y. B. Mangunwijaya’s Design…
berbentuk anak panah mengarah ke area yang lebih tinggi. Hampir keseluruhan elemen lantai
dan anak tangga pada Sendangsono.
Rute utama berlanjut ke jembatan. Elemen penyusun ruang pada area ini adalah gerbang
dari batu kali, lantai jembatan yang terlapisi oleh paving blok, dan railing jembatan. Railing
jembatan tersusun oleh beton yang berbentuk seperti huruf H dan baja pipa.
Dinding pembatas
Tangga
Railing beton
Lantai paving
Rute utama dari jembatan berlanjut ke ruang persimpangan. Elemen penyusun ruang pada
area persimpangan adalah lantai, tangga, ramp, dan dinding pembatas. Susunan elemen penyusun
ruangdi sini tampak bertrap-trap karena menyesuaikan dengan elevasi kontur.
Ruang pada prosesi jalan salib terbagi menjadi 3 segmen. Segmen 1 terdiri dari stasi 1-6,
segmen 2 terdiri dari stasi 7-12, dan segmen 3 terdiri dari stasi 13-14. Masing-masing segmen
tersebut memiliki elemen penyusun ruang yang berbeda-beda.
221
The Architectural Tectonics of Y. B. Mangunwijaya’s Design…
DPT bagian 2
DPT bagian 1
Batu kali
222
The Architectural Tectonics of Y. B. Mangunwijaya’s Design…
Di area jalan salib terdapat bale istirahat. Struktur pada bale dibagi menjadi 2 bagian besar,
yaitu kaki bangunan dan badan bangunan. Badan bangunan juga berperan sebagai kepala
bangunan, karena ruang atap juga merupakan ruang utama yang digunakan untuk beraktifitas.
Bale istirahat pada area ini memiliki bentuk dan struktur yang sama persis dengan bale istirahat.
Keseluruhan struktur bale istirahat terbuat kayu, kecuali umpak yang terbuat dari beton.
DPT pada rute pengambilan air memiliki susunan yang serupa dengan DPT pada segmen
2 jalan salib. DPT di sini juga dibagi dalam segmentasi-segmentasi yang dibatasi oleh lis semen
warna abu, dan pada tiap segmentasi diisi oleh modul beton atau batu kali. Yang membedakan
DPT di sini dengan segmen 2 jalan salib adalah adanya bak air. Bak air terbuat dari beton, dan
pada permukaannya terdapat modul beton bermotif mawar.
223
The Architectural Tectonics of Y. B. Mangunwijaya’s Design…
Modul beton
bermotif mawar
Bak air
3
1
1 3
1
1 = Pelataran
2 = Kapel Tritunggal Mahakudus
3 = Susunan dinding dan DPT
Figur 35. Potongan Perspektif Area Pelataran Gua Maria
Pelataran Gua Maria terdiri dari tiga tingkat elevasi. Masing-masing tingkat elevasi
memiliki dinding pembatas yang serupa. Dinding pembatas tersebut tersusun dari dinding batu
bata yang dicat berwarna putih dan berpola garis vertikal, dan diatasnya terdapat lis semen
berwarna merah setebal 10 cm yang berperan sebagai aksen. Di bawah dinding pembatas terdapat
DPT yang tersusun dari batu kali. Batu kali dipilih sebagai material penyusun DPT yang berada
di paling bawah, karena batu kali memiliki bobot paling berat dan sifatnya yang sangat kuat tekan
dibandingkan batu bata sekalipun.
224
The Architectural Tectonics of Y. B. Mangunwijaya’s Design…
2
1
2
1
2
1 1 = Pelataran
2 = DPT
Figur 38. Elemen Penyusun Ruang Area Seberang Sungai
Pelataran di seberang sungai terdiri dari 3 tingkat elevasi. Lantai pada setiap tingkat elevasi
pelataran semuanya dilapisi oleh paving blok. Terdapat DPT pada ruang di antara tingkat elevasi pelataran.
DPT tersebut tersusun dari paving blok segi-enam dengan ukuran sisi 25 cm dan tinggi 12 cm. DPT
tersebut disusun secara diagonal dan bersilangan satu sama lain layaknya batu bata, sehingga memiliki
hubungan jepit yang semakin kuat. Di bawah paving blok tersebut terdapat DPT yang tersusun dari batu
kali.
225
The Architectural Tectonics of Y. B. Mangunwijaya’s Design…
Ukiran Tiga
Garis dan
Lingkaran
pada Paving Lokasi: Sepanjang dinding pembatas antara Kompleks Gua Maria dengan lingkungan
Blok luar.
Makna: Tiga garis melambangkan Allah Bapa, Allah Putra, dan Allah Roh Kudus.
Lingkaran melambangkan kesatuan. Jadi bila digabungkan, tiga garis dan lingkaran
melambangkan Allah Tritunggal.
5
10
15 5
5
Mawar pada 5
modul beton
Lokasi: Dinding pembatas jalan salib, dinding pembatas pada tangga beton di
pelataran Gua Maria, dinding pembatas tempat pengambilan air, dinding pembatas
pada area pelataran salib.
Makna: Bunga mawar melambangkan kasih dan sifat feminin wanita. Kasih yang
dimaksud adalah kasih Bunda Maria kepada Yesus, putra-Nya. Sifat feminin wanita
menyiratkan Bunda Maria sebagai ibu Yesus.
226
The Architectural Tectonics of Y. B. Mangunwijaya’s Design…
Stasi Jalan
Salib
40
Rumput Jalu
25
Mampang pada
modul beton Lokasi: Ampiteater pada Kapel Para Rasul, teras meditasi.
Makna: Rumput jalu mampang merupakan rumput liar yang dapat ditemukan di
mana-mana. Rumput tersebut melambangkan sikap yang merakyat dan rendah hati.
Rumput tersebut menyiratkan pesan bahwa setiap umat manusia memiliki tingkat
yang sederajat.
Tabel 2. Tektonika Ornamen
4 KESIMPULAN
Berdasarkan analisis penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan bahwa
Y. B. Mangunwijaya berhasil menerapkan konsep tektonika arsitektur dengan baik sehingga
Kompleks Gua Maria Sendangsono menjadi lingkungaan binaan yang padu, serasi, dan indah
apabila dipandang dari aspek tektonika ruang, struktur, dan ornamennya.
Tektonika arsitektur pada Kompleks Gua Maria Sendangsono dirancang dengan konsep
yang menyatu dan menghargai alam. Ruang-ruang terancang mampu menyatu dengan
lingkungan alam sekitarnya, semuanya berpadu dengan harmonis. Penggunaan warna pada ruang
terancang menggunakan warna-warna natural yang disediakan alam, sehingga tidak ada
rancangan ruang yang menonjol. Material penyusun strukturnya menggunakan material lokal dan
ramah lingkungan yang mudah ditemukan di lingkungan sekitar Sendangsono. Penyusunan
struktur tersebut didominasi oleh struktur stereotomic, artinya material struktur yang sejenis
disusun dengan cara ditumpuk. Penyusunan struktur stereotomic tersebut dirancang berdasarkan
karakteristik material penyusunnya. Elemen penyusun ruang dan struktur tersebut diperhalus
oleh elemen ornamen yang memperindah suasana Sendangsono. Ornamen pada Sendangsono
pun sarat akan makna-makna Kristiani yang mampu memperdalam pengalaman ziarah bagi para
peziarah di Sendangsono.
227
The Architectural Tectonics of Y. B. Mangunwijaya’s Design…
5. DAFTAR PUSTAKA
Frampton, Kenneth. (1995). Studies in Tectonic Culture. London: The MIT Press.
Frampton, Kenneth. (2002). Labour, Work, and Architecture. London: Phaidon Press.
Krier, Rob. (1988). Architectural Composition. London: Academy Edition.
Mangunwijaya, Y.B. (1988). Pengantar Fisika Bangunan. Jakarta: Djembatan.
Mangunwijaya, Y.B. (2009). Wastu Citra. Jakarta: Gramedia.
Prawoto, Eko & Mahatmanto. (1999). Tektonika Y.B. Mangunwijaya. Yogyakarta: Cemeti Art House.
228