Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Dialektologi Bahasa Biak: (Dialectology of Biak Language) Yohanis Sanjoko

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

YOHANIS SANJOKO ET AL.: DIALEKTOLOGI BAHASA BIAK ...

DIALEKTOLOGI BAHASA BIAK

(DIALECTOLOGY OF BIAK LANGUAGE)

Yohanis Sanjoko
Balai Bahasa Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat
Jalan Yoka, Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura, Papua
Ponsel: 081344528976,
Pos-el: triojoko55@yahoo.com

Suharyanto
Balai Bahasa Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat
Jalan Yoka, Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura, Papua
Ponsel: 081344528976,
Pos-el: triojoko55@yahoo.com

Eli Marawuri
Balai Bahasa Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat
Jalan Yoka, Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura, Papua
Ponsel: 081344528976,
Pos-el: triojoko55@yahoo.com

Tanggal naskah masuk: 29 April 2016


Tanggal revisi terakhir: 31 Mei 2016

Abstract
BIAK language is genetically one of West Papua New Guinea family, a sub-group
of language cluster of the Austronesia, Austronesian-Melayu Polinesian-Central
Eastern-Eastern Melayu-Polinesian-South Halmahera-West New Guinea-West New
Guinea-Cenderawasih Bay-Biak. This paper discusses the Biak language from
the dialectology perspective. The purpose of this paper is to describe the distinctive
elements of language contained in the Biak language variants, particularly at
the level of phonological and lexical; to describe the spreading pattern of the
linguistic elements differences; and to determine the status of each variant
contained in Biak language as well as its usage boundaries. Determination of
the status of a variant to the level of language, dialect, subdialect, or different
speech was done by a quantitative approach using dialectometry method. The
analysis of the data uses both intralingual match method and extralingual match
method. The results shows that the Biak language is divided into six variants
which each of them stands as subdialect. Biak language variants show differences
at the level of phonology and lexical.
Key words: dialectology, phonology, lexical

Abstrak
BAHASA Biak adalah salah satu kelompok bahasa yang secara genetis termasuk dalam
kerabat keluarga bahasa West Papua New Guinea, subgrup rumpun bahasa Austronesia,
Austronesian-Melayu Polinesian-Central Eastern-Eastern Melayu-Polinesian-South
Halmahera-West New Guinea-West New Guine-Cenderawasih Bay-Biak. Tulisan ini
membahas bahasa Biak berdasarkan tinjauan dialektologi. Tujuan tulisan ini adalah
untuk mendeskripsikan perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang terdapat di dalam
varian-varian bahasa Biak, terutama pada tataran fonologi dan leksikal; mendeskripsikan
pola penyebaran perbedaan unsur-unsur kebahasaan tersebut; dan menentukan status
tiap-tiap varian yang terdapat dalam bahasa Biak serta batas-batas wilayah pakainya.

131
Metalingua, Vol. 14 No. 1, Juni 2016:131—144

Penentuan status sebuah varian ke dalam tingkatan bahasa, dialek, subdialek, atau
beda wicara dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif
dilaksanakan dengan metode dialektometri. Analisis data penelitian ini menggunakan
metode padan intralingual (PI) dan metode padan ekstralingual (PE). Hasil pembahasan
menunjukkan bahwa bahasa Biak terbagi ke dalam enam varian dan keenamnya
berstatus sebagai subdialek. Pada tataran fonologi dan leksikal varian-varian bahasa
Biak memperlihatkan perbedaan.
Kata kunci: dialektologi, fonologi, leksikal

1. Pendahuluan kelainan-kelainan, terutama dengan bahasa-


bahasa di Austronesia Barat. Ditegaskan pula
1.1 Latar Belakang
bahwa bahasa Biak memiliki wilayah penyebaran
Bahasa Biak merupakan salah satu yang paling luas bila dibandingkan dengan
kelompok bahasa yang secara genetis termasuk penyebaran bahasa-bahasa lainnya di Papua.
dalam kerabat keluarga bahasa West Papua New Masyarakat Biak-Numfor hanya mengenal satu
Guinea, subgrup rumpun bahasa Austronesia, bahasa, yakni bahasa Biak meskipun terdiri atas
yakni Austronesian-Melayu Polinesian-Central beberapa dialek, yaitu dialek Biak Kota, dialek
Eastern-Eastern Melayu-Polinesian-South Korem, dialek Manwor, dialek Menyoswar,
Halmahera-West New Guinea-West New Guine- dialek Numfor, dialek Ron, dialek Sopen, dialek
Cenderawasih Bay-Biak (Steinhauer, 1985:462 Sor, dialek Sorido, dialek Sowek, dialek
dalam Warami). Sebagai bagian dari rumpun Urembori, dan dialek Repi.
Austronesia dalam klasifikasi rumpun bahasa di Pusat Bahasa, kini Badan Pengembangan
Papua, bahasa Biak telah menyebar di Kepulauan dan Pembinaan Bahasa (2008:215), hanya
Biak, Supiori, dan Numfor sebagai pulau besar, menyebut bahasa Biak sebagai bahasa tersendiri
di samping pulau-pulau kecil lainnya serta daerah dengan persentase perbedaan berkisar antara
migran etnis Biak. Bahasa Biak dipakai oleh 99,25%—100% dengan bahasa-bahasa lain di
penuturnya dengan berbagai ragam atau dialek Papua. Tim Pemetaan Badan Pengembangan dan
bahasa yang terdiri atas 12 dialek yang terbagi Pembinaan Bahasa juga tidak menyebutkan
atas 9 dialek utama di Pulau Biak-Numfor dan adanya dialek atau subdialek yang dimiliki oleh
sekitarnya dan 3 dialek menyebar di daerah bahasa Biak.
migran. Sementara itu, menurut Wurm dalam SIL Fautngil dan Rumbrawer (2002)
(2006) disebutkan bahwa bahasa Biak memiliki mengemukakan bahwa bahasa Biak memiliki
28 dialek, yaitu dialek Ariom, dialek Boo, dialek enam dialek, yaitu dialek Var Risen, dialek Var
Dwar, dialek Fairi, dialek Jenerus, dialek Korim, Swandiwe, dialek Var Awer, dialek Var
dialek Mandusir, dialek Mofu, dialek Opif Padoa, Swandivru, dialek Var Numfor, dan dialek Var
dialek Penasifu, dialek Samberi, dialek Mokmer, Eramber yang masing-masing dialek memiliki
dialek Sor, dialek Sorendidori, dialek Sundei, beberapa subdialek dan setiap subdialek itu
dialek Wari, dialek Wadibu, dialek Sorido, dialek memiliki kelompok penuturnya berdasarkan desa.
Bosnik, dialek Korido, dialek Warsa, dialek Lebih jauh Fautngil dan Rumbrawer (2002)
Wardo, dialek Kamer, dialek Mapia, dialek Mios menyatakan ada empat faktor yang
Num, dialek Rumberpon, dialek Monoarfu, dan memungkinkan adanya penyebaran bahasa Biak.
dialek Vogelkop. Keempat faktor itu berkaitan erat dengan
Pernyataan lain tentang bahasa Biak terjadinya peristiwa-peristiwa penting dalam
dikemukakan pula oleh Soeparno (1976) yang masyarakat Biak, yaitu Peristiwa Naga di Korem,
mengatakan bahwa bahasa Biak termasuk Peristiwa Madira dan Makmeser, Peristiwa
kelompok bahasa Austronesia yang memiliki Manarmakeri, serta Peristiwa Kurabesi.
132
YOHANIS SANJOKO ET AL.: DIALEKTOLOGI BAHASA BIAK ...

A. Peristiwa Naga di Korem suatu makhluk aneh putih cemerlang menuruni


Sejak dahulu penduduk Pulau Biak cukup tangga itu. Madira pun segera menyergap
banyak. Mereka bermukim di Biak Utara, mahkluk aneh itu. Mahkluk itu bernama
tepatnya di Kampung Korem. Kampung itu Makmeser. Madira menahan Makmeser hingga
merupakan tempat pemukiman pertama atau mengabulkan permintaannya. Makmeser hendak
tempat asal-usul orang Biak yang sekarang memberitahukan rahasia kehidupan kekal, tetapi
tersebar ke seluruh kampung di Pulau Biak, Madira menolaknya. Madira menginginkan
Supiori, Numfor, dan pulau-pulau Padaido, rahasia penangkapan ikan dalam jumlah yang
bahkan sampai ke Kepulauan Raja Ampat. Konon banyak, rahasia peperangan, perkebunan,
kabarnya di pinggir Kampung Korem itu berdiam perburuan, kemaritiman dan astronomi, dan
pula seekor naga raksasa yang sangat buas. rahasia kekuasaan/kewibawaan. Akhirnya,
Sewaktu-waktu naga itu menyerang dan menelan Makmeser mengabulkan semua rahasia itu dan
semua yang dilihatnya, terutama manusia. Saat dengan segala tata caranya kepada Madira. Dalam
seperti itu masyarakat Korem merasa sebagai satu cerita ini mulai terjalin hubungan orang Biak
bencana yang sangat dasyat dan menakutkan. dengan kehidupan luar, baik vertikal maupun
Masyarakat tidak mampu lagi mengatasi buasnya horizontal.
naga itu. Mereka menghindar dengan memilih
pindah tempat secara perlahan dan bertahap C. Peristiwa Manarmakeri
melalui darat dan laut menuju ke arah timur, barat,
dan selatan. Peristiwa Manarmakeri adalah kejadian
ketiga yang sangat popular di Biak dan sekitarnya.
Peristiwa itu terjadi di Sopendi Biak Barat,
B. Peristiwa Madira dan Makmeser sebagai lanjutan dari peristiwa Makmeser di Soor
Setelah peristiwa naga yang Biak Utara. Manarmakeri artinya si lelaki yang
menceraiberaikan pemukiman pertama di berkudis. Suatu nama panggilan penghinaan
Kampung Korem, peristiwa kedua ini untuk orang tua yang berkudis, kadas, borok, dan
menyebabkan pula persebaran masyarakat Biak kotor yang menyebabkan banyak orang jijik.
ke seluruh penjuru Pulau Biak dan sekitarnya. Setelah Manarmakeri diberikan kuasa, lalu
Dahulu di Kampung Soor, Yawosi pernah terjadi membuat tanda-tanda mujizat. Ia dapat
suatu peristiwa pergumulan Madira Iryou dengan menggantikan kulitnya yang berkudis, kadas, dan
Makmeser. Makmeser berjuluk Sampari si borok itu menjadi makanan dan harta kekayaan
Bintang Pagi. Julukan itu adalah sebutan tabu yang berlimpah ruah. Di tengah-tengah
orang Biak untuk mahkluk penguasa dunia, masyarakat kadang-kadang ia dihina, tetapi
penghuni dunia atas ‘nanki’ atau surga, yaitu sebaliknya sewaktu-waktu ia dipuja sebagai juru
tempat bertakhta Tuhan dan malaikat. Dikisahkan selamat. Orang Biak memberi julukan kepadanya
bahwa Madira Iryou pernah menyadap satu Mansar Mankundi; Manseren Koreri.
pohon kelapa di Yawosi. Setiap malam hasil Manarmakeri telah melihat dan mendapat rahasia
sadapannya itu selalu habis. Ia mencurigai koreri (kehidupan kekal). Karena sikap orang-
masyarakat di kampungnya, tetapi tidak ada satu orang Biak yang selalu cenderung pada kelaliman,
orang pun yang mengetahui atau mengakui hal itu. ketidakadilan, ketidakjujuran, nafsu duniawi, serta
Oleh karena itu, Madira pun bersiasat dengan suka membunuh, ia meninggalkan orang-orang
membuat pagar betis untuk membekuk pelaku. Biak dan pergi ke dunia barat bersama rahasia
Singkat cerita, setelah lepas tengah malam, sesaat korerinya. Namun, ia berjanji akan kembali pada
Madira sedang terjaga, terasalah seluruh pohon suatu saat apabila orang-orang Biak meninggalkan
kelapa itu bergoyang. Suatu tangga turun dari sifat dan kebiasaan keduniawian. Orang-orang
langit bertumpu pada pelepah kelapa, tepat di Biak harus hidup rukun, damai, saling mengasihi
depan Madira. Madira menatap dan didapati sesama orang Biak dan suku bangsa lain.
133
Metalingua, Vol. 14 No. 1, Juni 2016:131—144

Penantian yang lama kadang-kadang mendorong Daerah sebaran bahasa Biak yang sangat
orang Biak untuk mencari ke luar, terutama ke luas itu disebabkan oleh sebaran penduduk Biak,
arah barat. Sebagai contoh, orang Biak mendiami baik ke timur maupun ke barat. Hidup bersama
sebagian besar pulau-pulau dan pesisir sebelah dengan kelompok etnis yang berbeda tentu saling
utara bagian barat Tanah Papua sampai ke daerah memengaruhi. Pengaruh timbal balik membawa
Ternate, Tidore, Kepulauan Raja Ampat, akibat tertentu pula di bidang linguistik, yakni
Manokwari, Sulawesi Utara, bahkan ada pula munculnya variasi dialektal. Demikian halnya
yang berlayar ke Pulau Jawa. perkembangan bahasa Biak saling memengaruhi
dengan lingkungan yang dimasuki.
D. Peristiwa Kurabesi Sampai saat ini, menurut pengamatan penulis,
penelitian yang membahas keragaman bahasa
Kurabesi atau Gurabesi adalah seorang Biak dari tinjauan dialektologi masih sangat
mambri atau pahlawan yang terkenal di Biak terbatas. Beberapa buku memang sudah
mulai dari Numbay sampai ke Tidore, Ternate, menyebutkan adanya variasi dialektal dalam
dan sekitarnya. Kurabesi terkenal bahasa Biak, seperti yang sudah diuraikan di atas.
keperkasaannya. Ia pernah membantu Sultan Dari perspektif waktu, seandainya pendapat yang
Tidore dalam peperangan melawan Sultan Jailolo. menyatakan adanya variasi dialektal dalam bahasa
Sebagai penghargaan, Sultan Tidore memberi Biak tersebut mengandung kebenaran, rentang
hadiah harta, pangkat, dan gelar kepada Kurabesi waktu antara tahun 1977, tahun pertama diadakan
dan pembantu-pembantunya. Sejak itu hubungan penelitian, sampai dengan tahun 2014 ini sudah
antara Tidore-Jailolo dan Biak mulai terjalin memberikan ruang yang cukup bagi timbulnya
dengan erat. Hubungan dalam berbagai sektor perkembangan variasi dialektal dalam bahasa
mulai terjalin, misalnya hubungan perdagangan, Biak. Dengan mempertimbangkan berbagai
perkawinan, dan sosial budaya lainnya. Terjadilah permasalahan yang sudah disebutkan di atas,
migrasi secara alamiah ke arah barat dengan penulis memutuskan untuk melihat kembali secara
berbagai keperluan. Migrasi itu berjalan dalam lebih saksama variasi-variasi bahasa yang terdapat
waktu yang cukup lama dan terus-menerus. dalam bahasa Biak berdasarkan tinjauan
Sambil mencari penghidupan di daerah itu, dialektologi.
harapan orang Biak untuk bertemu dengan Koreri
pun berjalan terus.
Keempat peristiwa tersebut memberikan 1.2 Masalah
dampak yang baik bagi masyarakat Biak dalam Berdasarkan uraian di atas, masalah dalam
kehidupan dan perhubungan mereka dengan dunia penelitian ini adalah (1) bagaimanakah perbedaan
luar, yaitu hubungan dengan Tidore, Ternate, unsur-unsur kebahasaan yang terdapat dalam
Sangir Talaud, Jawa, dan dunia barat. Jika dilihat varian-varian bahasa Biak pada tataran fonologi
dari daerah sebaran, bahasa Biak diperkirakan dan leksikon; (2) bagaimanakah pola penyebaran
memiliki jumlah penutur sebanyak 50.000— perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang
70.000 orang. Daerah pakainya terbentang dari terdapat dalam varian-varian bahasa Biak; dan
sebelah utara Papua New Guinea sampai (3) bagaimanakah status tiap-tiap varian yang
Kepulauan Raja Ampat hingga ke Halmahera dan terdapat dalam bahasa Biak dan batas-batas
sekitarnya. Jumlah ini sangatlah membanggakan daerah pakainya?
karena penuturnya terdiri atas penutur asli bahasa
Biak (etnis Biak) dan penutur amber (nonetnis 1.3 Tujuan
Biak; etnis nusantara-pendatang) yang fasih
menggunakan bahasa Biak di samping bahasa Penelitian ini bertujuan untuk (1)
daerahnya dan bahasa Indonesia (Warami, 2013; mendeskripsikan perbedaan unsur-unsur
bd. Silzer, 1991, Fautngil dan Rumbrawer, 2002). kebahasaan yang terdapat di dalam varian-varian

134
YOHANIS SANJOKO ET AL.: DIALEKTOLOGI BAHASA BIAK ...

bahasa Biak, terutama pada tataran fonologi dan leksikon, sintaksis, dan semantis. Menurut
leksikal; (2) mendeskripsikan pola penyebaran Mahsun (1995:25), perbedaan pada tataran
perbedaan unsur-unsur kebahasaan tersebut; dan fonologi muncul sebagai akibat dari perbedaan
(3) menentukan status tiap-tiap varian yang dalam merefleksikan prafonem/protofonem yang
terdapat dalam bahasa Biak serta batas-batas terdapat pada prabahasa atau protobahasa.
wilayah pakainya. Sementara itu, perbedaan pada tataran leksikal
terjadi sebagai akibat digunakannya kata yang
1.4 Metode berbeda untuk menandai sebuah konsep yang
sama pada beberapa daerah pakai yang berbeda.
Penelitian ini menggunakan tiga tahapan Perubahan bunyi yang terjadi di antara
strategis yang dilakukan secara beruntun. Ketiga dialek-dialek/subdialek-subdialek dalam
tahapan tersebut adalah tahap penyediaan data, merefleksikan bunyi-bunyi yang terdapat pada
tahap menganalisisan data, dan tahap penyajian prabahasa, menurut Crowly (1992:38—59),
hasil analisis data (Sudaryanto, 1993:5). Data dapat meliputi aferisis, sinkope, apokepe,
penelitian dialektologi bahasa Biak ini diambil dari protesis, epentesis, paragoge, asimilasi, desimilasi,
10 daerah pengamatan. Pemilihan kesepuluh metatesis, dan kontraksi. Sementara itu, menurut
daerah pengamatan tersebut didasarkan pada Mahsun (1995:28—29), perubahan dapat berupa
pertimbangan keterwakilan tiap-tiap wilayah perubahan dari satu fonem menjadi fonem yang
dialek Biak yang disebutkan oleh peneliti-peneliti lain, perubahan yang berupa pelesapan,
terdahulu, yang meliputi dialek Var Risen, dialek perubahan yang berupa penambahan, perubahan
Swamdiwe, dialek Var Awer, dialek Var yang berupa split, dan perubahan yang berupa
Swandivru, dialek Var Numfor, dan dialek Var merger. Perubahan bunyi tersebut ada yang
Eramber. bersifat teratur dan ada yang bersifat tidak teratur.
Secara garis besar data penelitian ini terdiri Perubahan bunyi yang muncul secara teratur
atas dua macam, yaitu data sekunder dan data disebut korespondensi, sedangkan perubahan
primer. Data sekunder penelitian ini diperoleh dari bunyi yang muncul secara sporadis disebut variasi.
data yang telah dikumpulkan oleh tim peneliti dari Kekorespondensian suatu kaidah perubahan
tim Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa bunyi berkaitan dengan dua aspek, yaitu aspek
Jakarta dalam rangka Penelitian Kekerabatan linguistik dan aspek geografi. Dari aspek linguistik,
dan Pemetaan Bahasa di Indonesia. Sementara perubahan bunyi yang berupa korespondensi itu
itu, data primer diperoleh dengan terjun langsung terjadi dengan persyaratan linguistik tertentu.
ke daerah penelitian. Data yang telah terkumpul Oleh karena itu, data tentang kaidah yang berupa
tersebut selanjutnya dianalis. Analis data penelitian korespondensi itu tidak terbatas jumlahnya. Dari
ini menggunakan metode padan intralingual (PI) aspek geografis, perubahan bunyi yang berupa
dan metode padan ekstralingual (PE). Hasil korespondensi itu terjadi apabila daerah sebaran
analisis data penelitian ini disusun dengan metode leksem-leksem yang menjadi realisasi kaidah
formal dan metode informal (Sudaryanto, perubahan itu terjadi pada daerah pengamatan
1993:145). Metode penyajian formal berupa yang sama. Ada 3 tingkatan korespondensi suatu
penyajian dengan tanda dan lambang-lambang, kaidah, yaitu korespondensi sangat sempurna jika
sedangkan metode penyajian informal berupa perubahan bunyi itu berlaku untuk contoh yang
penyajian dengan kata-kata. disyarati secara linguistis dan daerah sebaran
geografisnya sama; korespondensi sempurna jika
2. Kerangka Teori perubahan itu berlaku pada semua daerah yang
disyarati secara linguistis, tetapi beberapa contoh
Varian dialektal dalam suatu bahasa muncul memperlihatkan daerah sebaran geografisnya
sebagai akibat adanya perbedaan pada tataran tidak sama; dan korespondensi kurang sempurna
kebahasaan, seperti tataran fonologi, morfologi, jika perubahan itu tidak terjadi pada semua bentuk
135
Metalingua, Vol. 14 No. 1, Juni 2016:131—144

yang disyarati secara linguistis, tetapi sekurang- A. Korespondensi


kurangnya terdapat pada dua contoh yang Penelitian ini berhasil mengidentifikasi lima
memiliki sebaran geografis yang sama. macam korespondensi yang dapat dikategorikan
Penentuan status sebuah varian ke dalam sebagai korespondensi kurang sempurna. Kaidah
tingkatan bahasa, dialek, subdialek, atau beda korespondensi beserta daerah sebarannya secara
wicara dapat dilakukan dengan pendekatan terperinci disampaikan dalam uraian berikut.
kuantitatif. Menurut Revier (dalam Lauder, 1) [k] [Ø]/#--V
1993:32), pendekatan kuantitatif menentukan Daerah sebaran kaidah korespondensi ini
status suatu varian berdasarkan persentase adalah [k] pada daerah pengamatan 1, 2, 3, 4,
perbedaan realisasi berian pada setiap titik 5, 7, 9, dan 10, sedangkan [Ø] pada daerah
pengamatan. Pendekatan kuantitatif dilaksanakan pengamatan 6 dan 8. Kaidah korespondensi ini,
dengan metode dialektometri. Rumus yang misalnya, muncul pada kata yang bermakna
digunakan untuk penghitungan dialektometri ‘tunjuk’, ‘tiga’, dan ‘pantat’.
adalah
Contoh:
(S x 100) = d%, dengan ketentuan
n [kure] [ure] ‘tunjuk’
S adalah jumlah beda dengan daerah [kyOr] [yOr] ‘tiga’
pengamatan lain, [k(r)OdOn] [OdOn] ‘pantat’
n adalah jumlah peta yang diperbandingkan,
dan
2) [k] [Ø]/—V#
d adalah jarak kosakata dalam persentase.
Daerah sebaran kaidah korespondensi ini
Hasil yang diperoleh berupa persentase jarak adalah [k] pada daerah pengamatan 1, 2, 4,
unsur-unsur kebahasaan di antara daerah-daerah 5, dan 10, sedangkan [Ø] pada daerah
pengamatan itu selanjutnya digunakan untuk pengamatan 8. Kaidah korespondensi ini,
menentukan hubungan antardaerah pengamatan misalnya, muncul pada kata yang bermakna
dengan kriteria perbedaan >81% dianggap ‘anjing’, ‘benar’, dan ‘didik (me-)’.
perbedaan bahasa, perbedaan 51--80% Contoh:
dianggap perbedaan dialek, perbedaan 31--50%
[makey] [maey] ‘anjing’
dianggap perbedaan subdialek, perbedaan 21--
30% dianggap perbedaan wicara, dan perbedaan [kaku(y)] [a u] ‘benar’
< 20% dianggap tidak ada perbedaan. [farkOr] [far Or] ‘didik (me-)’

3. Hasil dan Pembahasan 3) [k] [?]/V–#


3.1 Deskripsi Perbedaan Unsur Daerah sebaran kaidah korespondensi ini
Fonologi adalah [k] pada daerah pengamatan 1, 2, 3, 4, 5,
Berdasarkan analisis data kebahasaan yang 7, 8, dan 9, sedangkan [?] pada daerah
ada, dapat diidentifikasi perbedaan-perbedaan pengamatan 10. Kaidah korespondensi ini,
unsur kebahasaan yang terdapat pada tiap-tiap misalnya, muncul pada kata yang bermakna
daerah pengamatan. Pada tataran fonologi dapat ‘bintang’, ‘main’, dan ‘berat’.
diidentifikasi perbedaan yang berupa Contoh:
korespondensi dan perbedaan yang berupa [mak] [ma?] ‘bintang’
variasi beserta daerah persebarannya. Perbedaan [fnak] [fna?] ‘main’
unsur kebahasaan yang berupa korespondensi [ma(e)rvak] [merva?] ‘berat’
dan variasi secara terperinci disampaikan dalam
uraian berikut.

136
YOHANIS SANJOKO ET AL.: DIALEKTOLOGI BAHASA BIAK ...

4) [r] [Ø]/#—V 4 dan [b] pada daerah pengamatan 1, 2, 5,


6, 7, 8, 9, dan 10. Variasi ini muncul pada
Daerah sebaran kaidah korespondensi ini kata yang bermakna ‘tawa (ter-)’.
adalah [r] pada daerah 2, sedangkan [Ø] pada [mrif] [mbrif] ‘tawa (ter-)’
daerah pengamatan 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10.
Kaidah korespondensi ini, misalnya, muncul pada (3) [Ø] [t] [k]/#—V
kata yang bermakna ‘dada’, ‘dahi’. Variasi ini tergolong dalam jenis
Contoh: perubahan aferisis. Daerah sebaran variasi
ini adalah [Ø] pada daerah pengamatan 6,
[randEr] [andEr(e)] ‘dada’
8, [t] pada daerah pengamatan 1dan [k]
[randar] [andar] ‘dahi’ pada daerah pengamatan 2, 3, 4, 5, 7, 9,
dan 10. Variasi ini muncul pada yang kata
5) [v] [Ø]/—V# bermakna ‘tali’.
[avray] [tavray] [kavray] ‘tali’
Daerah sebaran kaidah korespondensi ini
adalah [v] pada daerah 1, 2, 3, 4, 5, dan 7, (4) [Ø] [k]/#—K
sedangkan [Ø] pada daerah pengamatan 9. Variasi ini tergolong dalam jenis
Kaidah korespodensi ini, misalnya, muncul pada perubahan aferisis. Daerah sebaran variasi
kata yang bermakna ‘tangan’, ‘kakak’, dan ini adalah [Ø] pada daerah pengamatan 6
‘ketiak’. dan [k] pada daerah pengamatan 1, 2, 3, 4,
Contoh: 5, 7, 8, 9, dan 10. Variasi ini muncul pada
[vramin] [ramin] ‘tangan’ kata yang bermakna ‘ayah’.
[vEba(h)] [iba] ‘kakak’ [amam] [kamam] ‘ayah’
[vravap] [ravap] ‘ketiak’
(5) [Ø] [n]/V—#
B. Variasi Variasi ini tergolong dalam jenis
perubahan apokop. Daerah sebaran variasi
Menurut Mahsun (1995:28–29), variasi
ini adalah [Ø] pada daerah pengamatan 5
adalah perubahan bunyi yang muncul secara tidak
dan [n] pada daerah pengamatan 1, 2, 3, 4,
teratur atau sporadik. Variasi fonologis yang
6, 7, 8, 9, dan 10. Variasi ini muncul pada
ditemukan dalam penelitian ini adalah sebagai
kata yang bermakna ‘nyanyi’.
berikut.
[dise] [disEn] ‘nyanyi’
1) Variasi Berupa Pelesapan Bunyi
(1) [Ø] [a]/K—K (6) [Ø] [G]/V—#
Variasi ini tergolong dalam jenis Variasi ini tergolong dalam jenis
perubahan sinkop. Daerah sebaran variasi perubahan apokop. Daerah sebaran variasi
ini adalah [Ø] pada daerah pengamatan 1, ini adalah [Ø] pada daerah pengamatan 2,
3, 6, 8,10, dan [a] pada daerah pengamatan 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 dan [G] pada daerah
2, 4, 7. Variasi ini muncul pada kata yang pengamatan 1. Variasi ini muncul pada kata
bermakna ‘napas’. yang bermakna ‘daun’.
[mnay] [manay] ‘napas’ [rame] [ramEG]‘daun’

(2) [Ø] [b]/K—K (7) [Ø] [r]/#—K


Variasi ini tergolong dalam jenis Variasi ini tergolong dalam jenis
perubahan sinkop. Daerah sebaran variasi perubahan aferisis. Daerah sebaran variasi
ini adalah [Ø] pada daerah pengamatan 3, ini adalah [Ø] pada daerah pengamatan 10
137
Metalingua, Vol. 14 No. 1, Juni 2016:131—144

dan [r] pada daerah pengamatan 1, 2, 3, 4, pengamatan 8, sedangkan [O] pada daerah
5, 6, 7, 8, dan 9. Variasi ini muncul pada pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 9. Variasi
kata yang bermakna ‘datang’. ini muncul pada kata yang bermakna
[ama] [rama] ‘datang’ ‘sempit’.
[fyas] [fyOs] ‘sempit’
2) Variasi Berupa Perubahan dari Satu
Bunyi ke Bunyi yang Lain (6) [a] [E]/#K—
(1) [i] [e]/—K# Variasi ini disebut substitusi. Daerah
Variasi ini disebut substitusi. Daerah sebaran variasi ini adalah [a] pada daerah
sebaran variasi ini adalah [i] pada daerah pengamatan 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, dan 10,
pengamatan 1, 2, 3, 4, 7, 9, dan 10, sedangkan [E] pada daerah pengamatan 5.
sedangkan [e] pada daerah pengamatan 6 Variasi ini muncul pada kata yang bermakna
dan 8. Variasi ini muncul pada kata yang ‘didik (me-)’.
bermakna ‘bulan’. [farkOr] [fErkOr] ‘didik (me-)’
[paik] [paek] ‘bulan’
(7) [a] [u]/— K#
(2) [i] [O]/#—K Variasi ini disebut substitusi. Daerah
Variasi ini disebut substitusi. Daerah sebaran variasi ini adalah [a] pada daerah
sebaran variasi ini adalah [i] pada daerah pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, dan 10,
pengamatan 1, sedangkan [O] pada daerah sedangkan [u] pada daerah pengamatan 6.
pengamatan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10. Variasi ini muncul pada kata yang bermakna
Variasi ini muncul pada kata yang bermakna ‘itu’.
‘satu’. [iwa] 4 [iwu] ‘itu’
[isEr] [OsEr] ‘satu’
(8) [i] [e]/— K#
(3) [a] [e]/#K— Variasi ini disebut substitusi. Daerah
Variasi ini disebut substitusi. Daerah sebaran variasi ini adalah [i] pada daerah
sebaran variasi ini adalah [a] pada daerah pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, dan 10,
pengamatan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9, sedangkan [e] pada daerah pengamatan 7.
sedangkan [e] pada daerah pengamatan 1 Variasi ini muncul pada kata yang bermakna
dan 10. Variasi ini muncul pada kata yang ‘jatuh’.
bermakna ‘berat’. [sapi] 4 [sape] ‘jatuh’
[marvak] [mervak(?)] ‘berat’
(9) [p] [t]/#—V
(4) [a] [O]/#K—K Variasi ini disebut substitusi. Daerah
Variasi ini disebut substitusi. Daerah sebaran variasi ini adalah [p] pada daerah
sebaran variasi ini adalah [a] pada daerah pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9,
pengamatan 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10, sedangkan [t] pada daerah pengamatan 10.
sedangkan [O] pada daerah pengamatan 2. Variasi ini muncul pada kata yang bermakna
Variasi ini muncul pada kata yang bermakna ‘ekor’.
‘batu’. [puray] [turay] ‘ekor’
[(k)aru(y)] [kOru] ‘batu’
(10) [w] [b]/#—V
Variasi ini disebut susbtitusi. Daerah
(5) [a] [O] /#—K sebaran variasi ini adalah [w] pada daerah
Variasi ini disebut substitusi. Daerah pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, dan 10,
sebaran variasi ini adalah [a] pada daerah sedangkan [b] pada daerah pengamatan 7.
138
YOHANIS SANJOKO ET AL.: DIALEKTOLOGI BAHASA BIAK ...

Variasi ini muncul pada kata yang bermakna daerah pengamatan 1, sedangkan [i] pada
‘kata (ber-)’. daerah pengamatan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,
[wOse] [bOse] ‘kata (ber-)’ dan 10. Variasi ini muncul pada kata yang
bermakna ‘kulit’.
(11) [n] [m]/—# [kefe] [(k)if] ‘kulit’
Variasi ini disebut substitusi. Daerah
(2) [r] [k]/#V—V
sebaran variasi ini adalah [n] pada daerah
Variasi ini disebut assimilasi regresif.
pengamatan 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, dan 9,
Daerah sebaran variasi ini adalah [r] pada
sedangkan [m] pada daerah pengamatan 4
daerah pengamatan 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9,
dan 10. Variasi ini muncul pada kata yang
sedangkan [k] pada daerah pengamatan 10.
bermakna ‘jalan’.
Variasi ini muncul pada kata yang bermakna
[mbrane] [mbram] ‘jalan’
‘kerongkongan’.
[(k)arOrEn] [kakOrEm] ‘kerongkongan’
(12) [w] [y] /V—V
Variasi ini disebut substitusi. Daerah
(3) [n] [m]/V—#
sebaran variasi ini adalah [w] pada daerah
Variasi ini disebut asimilasi regresif.
pengamatan 6, sedangkan [y] pada daerah
Daerah sebaran variasi ini adalah [n] pada
pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, dan 10.
daerah pengamatan 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9,
Variasi ini muncul pada kata yang bermakna
sedangkan [m] pada daerah pengamatan 10.
‘muntah’.
Variasi ini muncul pada kata yang bermakna
[bawOrEm] [bayOrEm] ‘muntah’
‘kerongkongan’.
[(k)arOrEn] [kakOrEm] ‘kerongkongan’
(13) [dw] [rw]/#—V
Variasi ini disebut substitusi. Daerah
(4) [r] [w]/#—V
sebaran variasi ini adalah [dw] pada daerah
Variasi ini disebut assimilasi progresif.
pengamatan 1, 2, 6, 10, sedangkan [rw]
Daerah sebaran variasi ini adalah [r] pada
pada daerah pengamatan 3, 4, dan 9. Variasi
daerah pengamatan 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9,
ini muncul pada kata yang bermakna ‘larang
dan 10, sedangkan [w] pada daerah
(me-)’.
pengamatan 4. Variasi ini muncul pada kata
[dwarEk(?)] [rwarEk] ‘larang (me-)’
yang bermakna ‘dengar’.
[rOwEr] [wOwEr] ‘dengar’
3) Variasi Berupa Desimilasi [n] [m]/
V—#
5) Variasi Berupa Metatesis
Variasi ini disebut desimilasi. Daerah
(1) [k] [m]/—#
sebaran variasi ini adalah [n] pada daerah
Pada proses ini terjadi pertukaran posisi
pengamatan 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, dan 10,
antara [k] dan [m] pada posisi ultima yang
sedangkan [m] pada daerah pengamatan 5.
terjadi pada beberapa daerah pengamatan.
Variasi ini muncul pada kata yang bermakna
Satu hal yang perlu mendapat perhatian dalam
‘makan’.
kasus ini adalah kaidah primer yang terjadi
[nan] [nam] ‘makan’
pada daerah pengamatan 8 yang berupa
pelesapan [k] pada posisi ultima. Dalam
4) Variasi Berupa Asimilasi kaitannya dengan proses metatesis yang
(1) [e] [i]/#K— dibicarakan ini [k] pada posisi ultima yang
Variasi ini disebut asimilasi progresif. terdapat pada beberapa daerah pengamatan
Daerah sebaran variasi ini adalah [e] pada lain akan lesap pada daerah pengamatan 8.

139
Metalingua, Vol. 14 No. 1, Juni 2016:131—144

Daerah sebaran variasi ini adalah [k] pada 6) Variasi Berupa Kontraksi
daerah pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9,
dan 10, sedangkan [m] pada daerah Pada proses ini terjadi pelesapan suku kata
pengamatan 8. Variasi ini muncul pada kata yang terjadi pada beberapa daerah pengamatan.
yang bermakna ‘hijau’. Proses kontraksi dapat dijumpai pada kata
[rumEk] [ru Em] ‘hijau’ bermakna ‘sayap’. Proses pelesapan suku kata
ini terjadi pada daerah pengamatan 6, 7, 8, dan
9. Sementara itu, daerah pengamatan 1, 2, 3, 4,
(2) [k] [r]/—#
5, dan 10 tidak mengalami peristiwa tersebut.
Pada proses ini terjadi pertukaran posisi [vrapere] [prEr] ‘sayap’
antara [r] dan [k] pada posisi ultima yang
terjadi pada beberapa daerah pengamatan.
Seperti sudah disebutkan sebelumnya, 3.2 Deskripsi Perbedaan Unsur Leksikal
terdapat kaidah primer yang terjadi pada Variasi leksikal terjadi sebagai akibat
daerah pengamatan 8 yang berupa digunakannya kata yang berbeda untuk menandai
pelesapan [k] pada posisi ultima. Dalam sebuah konsep yang sama pada beberapa daerah
kaitannya dengan proses metatesis yang pakai yang berbeda. Menurut Mahsun
dibicarakan ini [k] pada posisi ultima yang (1995:119), dalam analisis perbedaan unsur
terdapat pada beberapa daerah pengamatan kebahasaan pada tataran leksikal, perbedaan
lain akan lesap pada daerah pengamatan 8. fonologis dan morfologis harus dikesampingkan.
Daerah sebaran variasi ini adalah [k] pada Leksikal yang berbeda secara fonologis maupun
daerah pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, morfologis harus dikelompokkan ke dalam satu
dan 10, sedangkan [r] pada daerah jenis varian karena perbedaan fonologis maupun
pengamatan 8. Variasi ini muncul pada kata perbedaan morfologis bukanlah perbedaan
yang bermakna ‘gunung’. leksikal. Analisis data berhasil mengidentifikasi
[(w)urEk] [u Er] ‘gunung’ 178 perbedaan unsur kebahasaan pada tataran
leksikal ini. Berikut akan disajikan beberapa
(3) [k] [p]/—# contoh perbedaan kebahasaan pada tataran
Pada proses ini terjadi pertukaran posisi leksikal beserta daerah sebarannya.
antara [k] dan [p] pada posisi ultima yang Tabel 1 Perbedaan Unsur Kebahasaan pada
terjadi pada beberapa daerah pengamatan. Tataran Leksikal
Seperti halnya pada daerah pengamatan 8, No. Glos Berian Daerah Pengamatan
pada daerah pengamatan 6 juga terdapat 1 Awan wame 1, 2
mandEp 3, 4, 5, 8, 10
gejala pelesapan [k] pada posisi ultima rEp 6, 9
meskipun sifatnya masih sporadis. Dalam avyO 7
kaitannya dengan proses metatesis yang 2 buru (ber-) raswan 1
dibicarakan ini [k] pada posisi ultima yang maraf 2, 4, 10
terdapat pada beberapa daerah pengamatan mandaf 3
mbrafe 5
lain akan lesap pada daerah pengamatan 6. sam 6, 9
Daerah sebaran variasi ini adalah [k] pada frar 7
daerah pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, rasir 8
dan 10, sedangkan [p] pada daerah 3 hisap sOsEf 1, 2, 3, 4, 7, 9
pengamatan 6. Variasi ini muncul pada kata Sore 1, 5
rOme 6
yang bermakna ‘tipis’. wOb 8
[mbrEpEk] [mbrE Ep] ‘tipis’ pam 10

140
YOHANIS SANJOKO ET AL.: DIALEKTOLOGI BAHASA BIAK ...

3.3 Pola Penyebaran Perbedaan


Unsur-Unsur Kebahasaan
Perbedaan unsur kebahasaan yang telah
diidentifikasi pada bagian sebelumnya, selanjutnya
akan ditampilkan dalam peta peragaan.
Penampilan perbedaan unsur kebahasaan pada
peta peragaan ini bertujuan agar variasi bentuk
tersebut terlihat dalam perspektif geografis, dalam
arti daerah pakai dan wujud bentuk-bentuk yang
berbeda tersebut dapat terlihat di atas peta
geografis. Pada bagian ini secara berturut-turut
peta peragaan itu akan disajikan mulai dari peta
korespondensi kurang sempurna, peta variasi, dan
peta leksikal.
Peta Korespondensi Kurang Sempurna
3.4 Status Varian-Varian Bahasa
Biak
Penentuan status varian-varian bahasa Biak
dilakukan dengan pendekatan kuantitatif metode
dialektometri. Penghitungan perbedaan unsur
kebahasaan dilakukan dengan teknik segitiga
antardaerah pengamatan. Untuk keperluan
penghitungan dengan teknik segitiga antardaerah,
daerah-daerah pengamatan yang saling
dihubungkan adalah Opiaref—Soon, Opiaref—
Kajasbo, Opiaref—Mokmer, Kajasbo—Soon,
Kajasbo—Mokmer, Kajasbo—Sorido,
Kajasbo—Nermnu, Soon—Dwar, Sorido—
Nermnu, Sorido—Samber, Nermnu—Dwar,
Nermnu—Sopen, Nermnu—Samber, Samber—
Peta Variasi Sopen, Sopen—Dwar, Yenures—Mokmer,
Yenures—Kajasbo, Yenures—Sorido,
Yenures—Samber, dan Nermnu—Soon.
Dari hasil penghitungan segitiga antardaerah
pengamatan terhadap 380 kosakata, diketahui
bahwa sepuluh daerah pengamatan dalam
penelitian ini terbagi ke dalam enam daerah pakai
varian dengan status tiap-tiap varian sebagai
subdialek. Varian tersebut adalah subdialek
Kajasbo, subdialek Sorido, subdialek Nermnu,
subdialek Yenures-Mokmer, subdialek Opiaref-
Soon dan subdialek Samber-Sopen-Dwar.
Subdialek Kajasbo berbatasan dengan
subdialek Yenures-Mokmer di sebelah selatan,
berbatasan dengan subdialek Sorido di sebelah
Peta Leksikal
barat, berbatasan dengan subdialek Nermnu di

141
Metalingua, Vol. 14 No. 1, Juni 2016:131—144

sebelah barat laut, berbatasan dengan subdialek berbatasan dengan subdialek Opiaref-Soon di
Opiaref-Soon di sebelah timur dan utara. sebelah utara. Subdialek Samber-Sopen-Dwar
Subdialek Kajasbo dipisahkan dari subdialek- dipisahkan dari subdialek-subdialek di sekitarnya
subdialek di sekitarnya dengan tingkat persentase dengan tingkat persentase perbedaan leksikal
perbedaan leksikal sebesar 33,81%. sebesar 33,75%.
Subdialek Sorido berbatasan dengan Tiga dari enam varian bahasa Biak yang
subdialek Yenures-Mokmer di sebelah selatan, berstatus subdialek tersebut memiliki anggota
berbatasan dengan subdialek Samber-Sopen- varian yang berstatus beda wicara. Subdialek
Dwar di sebelah barat, berbatasan dengan Yenures-Mokmer beranggotakan beda wicara
subdialek Nermnu di sebelah utara, berbatasan Yenures dan beda wicara Mokmer. Kedua beda
dengan subdialek Kajasbo di sebelah timur. wicara ini dipisahkan dengan tingkat persentase
Subdialek Sorido dipisahkan dari subdialek- perbedaan leksikal sebesar 28,68%. Subdialek
subdialek di sekitarnya dengan tingkat persentase Opiaref-Soon beranggotakan beda wicara
perbedaan leksikal sebesar 39,69%. Opiaref dan beda wicara Soon. Kedua beda
Subdialek Nermnu berbatasan dengan wicara ini dipisahkan dengan tingkat persentase
subdialek Sorido dan subdialek Kajasbo di perbedaan leksikal sebesar 25,52%. Subdialek
sebelah selatan, berbatasan dengan subdialek Samber-Sopen-Dwar beranggotakan beda
Samber-Sopen-Dwar di sebelah barat sampai wicara Samber, beda wicara Sopen dan beda
utara, dan berbatasan dengan subdialek Opiaref- wicara Dwar. Beda wicara Samber dipisahkan
Soon di sebelah timur. Subdialek Nermnu dari beda wicara Sopen dengan tingkat
dipisahkan dari subdialek-subdialek di sekitarnya persentase perbedaan leksikal sebesar 28,42%
dengan tingkat persentase perbedaan leksikal dan beda wicara Sopen dipisahkan dari beda
sebesar 36,12%. wicara Dwar dengan tingkat persentase
Subdialek Yenures-Mokmer berbatasan perbedaan leksikal sebesar 27,89%.
dengan subdialek Samber-Sopen-Dwar di sebelah Daerah pakai masing-masing varian bahasa
barat, berbatasan dengan subdialek Sorido dan Biak beserta batas-batasnya disajikan dalam peta
subdialek Kajasbo di sebelah utara, dan berbatasan peragaan berikut.
dengan subdialek Opiaref-Soon di sebelah selatan.
Subdialek Yenures-Mokmer dipisahkan dari
subdialek-subdialek di sekitarnya dengan tingkat
persentase perbedaan leksikal sebesar 33,75%.
Subdialek Opiaref-Soon merupakan satu di
antara enam subdialek bahasa Biak yang daerah
pakainya berada di bagian timur daerah penelitian.
Oleh karena itu, subdialek Opiaref-Soon hanya
berbatasan dengan subdialek-subdialek lain yang
berada di sebelah baratnya. Subdialek tersebut
adalah subdialek Yenures-Mokmer di bagian
selatan, subdialek Kajasbo di bagian tengah, dan 4. Penutup
subdialek Samber-Sopen-Dwar di bagian utara. 4.1 Simpulan
Subdialek Opiaref-Soon dipisahkan dari
Pendapat peneliti terdahulu yang
subdialek-subdialek di sekitarnya dengan tingkat
mengklasifikasikan bahasa Biak ke dalam enam
persentase perbedaan leksikal sebesar 32,84%.
dialek, yaitu dialek Var Risen, dialek Swamdiwe,
Subdialek Samber-Sopen-Dwar berbatasan
dialek Var Awer, dialek Var Swandivru, dialek
dengan subdialek Yenerus-Mokmer di sebelah
Var Numfor, dan dialek Var Eramber tidak
timur, berbatasan dengan subdialek Sorido dan
terkonfirmasi oleh hasil penelitian ini. Tidak satu
subdialek Kajasbo di sebelah selatan, dan
142
YOHANIS SANJOKO ET AL.: DIALEKTOLOGI BAHASA BIAK ...

pun hubungan antardaerah pengamatan yang 4.2 Saran


menunjukkan persentase perbedaan 51%—80% Bahasa Biak merupakan bahasa daerah yang
sebagai kriteria penentuan sebuah dialek. Hasil berpenutur banyak dengan persebarannya yang
penelitian ini menunjukkan bahwa sepuluh daerah sangat luas di Tanah Papua. Oleh karena itu, perlu
pengamatan tersebut terbagi ke dalam enam mendapatkan perhatian yang sungguh-sunguh,
varian dengan status tiap-tiap varian sebagai baik oleh masyarakat penutur bahasa itu maupun
subdialek. Varian tersebut adalah subdialek pemerintah daerah sebagai penentu kebijakan di
Kajasbo, subdialek Sorido, subdialek Nermnu, bidang kebahasaan. Benteng terakhir untuk
subdialek Yenures-Mokmer, subdialek Opiaref- pemertahanan bahasa daerah adalah keluarga.
Soon, dan subdialek Samber-Sopen-Dwar. Penggunaan bahasa daerah di lingkungan keluarga
Subdialek-subdialek yang terdapat dalam perlu digalakkan. Hal lain yang perlu dilakukan
bahasa Biak memperlihatkan perbedaan unsur untuk pengembangan dan pembinaan bahasa
kebahasaan, terutama pada tataran fonologi dan Biak, yaitu (1) membuat perda tentang bahasa
leksikon. Pada tataran fonologi, perbedaan unsur daerah; (2) menjadikan bahasa Biak sebagai
kebahasaan ini meliputi perbedaan yang berwujud mata pelajaran di sekolah dasar; (3) melakukan
korespondensi dan variasi. Perbedaan yang pendokumentasian terhadap bahasa Biak.
berupa korespondensi, yaitu berupa lima Pendokumentasian dapat berupa penelitian,
korespondensi kurang sempurna. Sementara itu, terutama kajian morfosintaksis; (4) penyusunan
perbedaan yang berwujud variasi berjumlah 29 kamus bahasa Biak—bahasa Indonesia; dan (5)
buah, meliputi 2 apokop, 2 sinkop, 3 aferensis, standarisasi bahasa Biak.
13 substitusi, 1desimilasi, 4 asimilasi, 3 metatesis,
dan 1 kontraksi. Pada tataran leksikal, perbedaan
varian-varian tersebut terlihat dari
diketemukannya 178 perbedaan leksikal.

Daftar Pustaka
Ayatrohaedi.1979. Dialektologi: Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2008. Peta Bahasa-Bahasa di Indonesia. Jakarta:
Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.
Crowley, Terry. 1992. An Introduction to Historical Linguistics. Auckland: Oxford University Press.
Fautngil, Christ, et al. 1988. Fonologi Bahasa Biak. Jayapura: Kantor Wilayah Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Provinsi Irian Jaya.
Fautngil, Christ, et al. 1992. Morfologi Bahasa Biak. Jayapura: Kantor Wilayah Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Provinsi Irian Jaya.
Fautngil, Christ dan Frans Rumbrawer. 2002. Tata Bahasa Biak. Jakarta: Yayasan Servas Mario.
Fautngil, Christ, et al. 1998. Sintaksis Bahasa Biak. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.
Fautngil, Christ, et al. 2007. Kamus Bahasa Indonesia-Bahasa Biak. Jayapura: Dinas Kebudayaan
Provinsi Papua.
Lauder, Multamia R.M.T.1993. Pemetaan dan Distribusi Bahasa-Bahasa di Tangerang. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Mahsun.1995. Dialektologi Diakronis: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

143
Metalingua, Vol. 14 No. 1, Juni 2016:131—144

Mahsun. 2006. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Rumbrawer, Frans, et al. 1994-1995. Kamus Bahasa Indonesia-Bahasa Biak. Jayapura: Kantor Wilayah
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Irian Jaya.
Soeparno. 1976. Kamus Bahasa Indonesia-Biak. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Steinhauer, Hein. 1985. Number in Biak: Counterevidence to Two Alleged Language Universal.
Bijdagen. Tot de Taal Land-en Volkenkunde.
Sudaryanto.1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana
Kebudayaan Secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Summer Institute of Linguistic. 2006. Bahasa-Bahasa di Indonesia. Jakarta: SIL Internasional Cabang
Indonesia.
Warami, Hugo. 2013. “Makna Un ‘Bawa’ dalam Bahasa Biak-Papua: Kajian Metabahasa Semantik
Alami.” Dalam Jurnal Kibas Cenderawasih Volume 10 Nomor 2 Oktober 2013. Jayapura:
Balai Bahasa Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

144

You might also like