Dialektologi Bahasa Biak: (Dialectology of Biak Language) Yohanis Sanjoko
Dialektologi Bahasa Biak: (Dialectology of Biak Language) Yohanis Sanjoko
Dialektologi Bahasa Biak: (Dialectology of Biak Language) Yohanis Sanjoko
Yohanis Sanjoko
Balai Bahasa Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat
Jalan Yoka, Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura, Papua
Ponsel: 081344528976,
Pos-el: triojoko55@yahoo.com
Suharyanto
Balai Bahasa Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat
Jalan Yoka, Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura, Papua
Ponsel: 081344528976,
Pos-el: triojoko55@yahoo.com
Eli Marawuri
Balai Bahasa Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat
Jalan Yoka, Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura, Papua
Ponsel: 081344528976,
Pos-el: triojoko55@yahoo.com
Abstract
BIAK language is genetically one of West Papua New Guinea family, a sub-group
of language cluster of the Austronesia, Austronesian-Melayu Polinesian-Central
Eastern-Eastern Melayu-Polinesian-South Halmahera-West New Guinea-West New
Guinea-Cenderawasih Bay-Biak. This paper discusses the Biak language from
the dialectology perspective. The purpose of this paper is to describe the distinctive
elements of language contained in the Biak language variants, particularly at
the level of phonological and lexical; to describe the spreading pattern of the
linguistic elements differences; and to determine the status of each variant
contained in Biak language as well as its usage boundaries. Determination of
the status of a variant to the level of language, dialect, subdialect, or different
speech was done by a quantitative approach using dialectometry method. The
analysis of the data uses both intralingual match method and extralingual match
method. The results shows that the Biak language is divided into six variants
which each of them stands as subdialect. Biak language variants show differences
at the level of phonology and lexical.
Key words: dialectology, phonology, lexical
Abstrak
BAHASA Biak adalah salah satu kelompok bahasa yang secara genetis termasuk dalam
kerabat keluarga bahasa West Papua New Guinea, subgrup rumpun bahasa Austronesia,
Austronesian-Melayu Polinesian-Central Eastern-Eastern Melayu-Polinesian-South
Halmahera-West New Guinea-West New Guine-Cenderawasih Bay-Biak. Tulisan ini
membahas bahasa Biak berdasarkan tinjauan dialektologi. Tujuan tulisan ini adalah
untuk mendeskripsikan perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang terdapat di dalam
varian-varian bahasa Biak, terutama pada tataran fonologi dan leksikal; mendeskripsikan
pola penyebaran perbedaan unsur-unsur kebahasaan tersebut; dan menentukan status
tiap-tiap varian yang terdapat dalam bahasa Biak serta batas-batas wilayah pakainya.
131
Metalingua, Vol. 14 No. 1, Juni 2016:131—144
Penentuan status sebuah varian ke dalam tingkatan bahasa, dialek, subdialek, atau
beda wicara dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif
dilaksanakan dengan metode dialektometri. Analisis data penelitian ini menggunakan
metode padan intralingual (PI) dan metode padan ekstralingual (PE). Hasil pembahasan
menunjukkan bahwa bahasa Biak terbagi ke dalam enam varian dan keenamnya
berstatus sebagai subdialek. Pada tataran fonologi dan leksikal varian-varian bahasa
Biak memperlihatkan perbedaan.
Kata kunci: dialektologi, fonologi, leksikal
Penantian yang lama kadang-kadang mendorong Daerah sebaran bahasa Biak yang sangat
orang Biak untuk mencari ke luar, terutama ke luas itu disebabkan oleh sebaran penduduk Biak,
arah barat. Sebagai contoh, orang Biak mendiami baik ke timur maupun ke barat. Hidup bersama
sebagian besar pulau-pulau dan pesisir sebelah dengan kelompok etnis yang berbeda tentu saling
utara bagian barat Tanah Papua sampai ke daerah memengaruhi. Pengaruh timbal balik membawa
Ternate, Tidore, Kepulauan Raja Ampat, akibat tertentu pula di bidang linguistik, yakni
Manokwari, Sulawesi Utara, bahkan ada pula munculnya variasi dialektal. Demikian halnya
yang berlayar ke Pulau Jawa. perkembangan bahasa Biak saling memengaruhi
dengan lingkungan yang dimasuki.
D. Peristiwa Kurabesi Sampai saat ini, menurut pengamatan penulis,
penelitian yang membahas keragaman bahasa
Kurabesi atau Gurabesi adalah seorang Biak dari tinjauan dialektologi masih sangat
mambri atau pahlawan yang terkenal di Biak terbatas. Beberapa buku memang sudah
mulai dari Numbay sampai ke Tidore, Ternate, menyebutkan adanya variasi dialektal dalam
dan sekitarnya. Kurabesi terkenal bahasa Biak, seperti yang sudah diuraikan di atas.
keperkasaannya. Ia pernah membantu Sultan Dari perspektif waktu, seandainya pendapat yang
Tidore dalam peperangan melawan Sultan Jailolo. menyatakan adanya variasi dialektal dalam bahasa
Sebagai penghargaan, Sultan Tidore memberi Biak tersebut mengandung kebenaran, rentang
hadiah harta, pangkat, dan gelar kepada Kurabesi waktu antara tahun 1977, tahun pertama diadakan
dan pembantu-pembantunya. Sejak itu hubungan penelitian, sampai dengan tahun 2014 ini sudah
antara Tidore-Jailolo dan Biak mulai terjalin memberikan ruang yang cukup bagi timbulnya
dengan erat. Hubungan dalam berbagai sektor perkembangan variasi dialektal dalam bahasa
mulai terjalin, misalnya hubungan perdagangan, Biak. Dengan mempertimbangkan berbagai
perkawinan, dan sosial budaya lainnya. Terjadilah permasalahan yang sudah disebutkan di atas,
migrasi secara alamiah ke arah barat dengan penulis memutuskan untuk melihat kembali secara
berbagai keperluan. Migrasi itu berjalan dalam lebih saksama variasi-variasi bahasa yang terdapat
waktu yang cukup lama dan terus-menerus. dalam bahasa Biak berdasarkan tinjauan
Sambil mencari penghidupan di daerah itu, dialektologi.
harapan orang Biak untuk bertemu dengan Koreri
pun berjalan terus.
Keempat peristiwa tersebut memberikan 1.2 Masalah
dampak yang baik bagi masyarakat Biak dalam Berdasarkan uraian di atas, masalah dalam
kehidupan dan perhubungan mereka dengan dunia penelitian ini adalah (1) bagaimanakah perbedaan
luar, yaitu hubungan dengan Tidore, Ternate, unsur-unsur kebahasaan yang terdapat dalam
Sangir Talaud, Jawa, dan dunia barat. Jika dilihat varian-varian bahasa Biak pada tataran fonologi
dari daerah sebaran, bahasa Biak diperkirakan dan leksikon; (2) bagaimanakah pola penyebaran
memiliki jumlah penutur sebanyak 50.000— perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang
70.000 orang. Daerah pakainya terbentang dari terdapat dalam varian-varian bahasa Biak; dan
sebelah utara Papua New Guinea sampai (3) bagaimanakah status tiap-tiap varian yang
Kepulauan Raja Ampat hingga ke Halmahera dan terdapat dalam bahasa Biak dan batas-batas
sekitarnya. Jumlah ini sangatlah membanggakan daerah pakainya?
karena penuturnya terdiri atas penutur asli bahasa
Biak (etnis Biak) dan penutur amber (nonetnis 1.3 Tujuan
Biak; etnis nusantara-pendatang) yang fasih
menggunakan bahasa Biak di samping bahasa Penelitian ini bertujuan untuk (1)
daerahnya dan bahasa Indonesia (Warami, 2013; mendeskripsikan perbedaan unsur-unsur
bd. Silzer, 1991, Fautngil dan Rumbrawer, 2002). kebahasaan yang terdapat di dalam varian-varian
134
YOHANIS SANJOKO ET AL.: DIALEKTOLOGI BAHASA BIAK ...
bahasa Biak, terutama pada tataran fonologi dan leksikon, sintaksis, dan semantis. Menurut
leksikal; (2) mendeskripsikan pola penyebaran Mahsun (1995:25), perbedaan pada tataran
perbedaan unsur-unsur kebahasaan tersebut; dan fonologi muncul sebagai akibat dari perbedaan
(3) menentukan status tiap-tiap varian yang dalam merefleksikan prafonem/protofonem yang
terdapat dalam bahasa Biak serta batas-batas terdapat pada prabahasa atau protobahasa.
wilayah pakainya. Sementara itu, perbedaan pada tataran leksikal
terjadi sebagai akibat digunakannya kata yang
1.4 Metode berbeda untuk menandai sebuah konsep yang
sama pada beberapa daerah pakai yang berbeda.
Penelitian ini menggunakan tiga tahapan Perubahan bunyi yang terjadi di antara
strategis yang dilakukan secara beruntun. Ketiga dialek-dialek/subdialek-subdialek dalam
tahapan tersebut adalah tahap penyediaan data, merefleksikan bunyi-bunyi yang terdapat pada
tahap menganalisisan data, dan tahap penyajian prabahasa, menurut Crowly (1992:38—59),
hasil analisis data (Sudaryanto, 1993:5). Data dapat meliputi aferisis, sinkope, apokepe,
penelitian dialektologi bahasa Biak ini diambil dari protesis, epentesis, paragoge, asimilasi, desimilasi,
10 daerah pengamatan. Pemilihan kesepuluh metatesis, dan kontraksi. Sementara itu, menurut
daerah pengamatan tersebut didasarkan pada Mahsun (1995:28—29), perubahan dapat berupa
pertimbangan keterwakilan tiap-tiap wilayah perubahan dari satu fonem menjadi fonem yang
dialek Biak yang disebutkan oleh peneliti-peneliti lain, perubahan yang berupa pelesapan,
terdahulu, yang meliputi dialek Var Risen, dialek perubahan yang berupa penambahan, perubahan
Swamdiwe, dialek Var Awer, dialek Var yang berupa split, dan perubahan yang berupa
Swandivru, dialek Var Numfor, dan dialek Var merger. Perubahan bunyi tersebut ada yang
Eramber. bersifat teratur dan ada yang bersifat tidak teratur.
Secara garis besar data penelitian ini terdiri Perubahan bunyi yang muncul secara teratur
atas dua macam, yaitu data sekunder dan data disebut korespondensi, sedangkan perubahan
primer. Data sekunder penelitian ini diperoleh dari bunyi yang muncul secara sporadis disebut variasi.
data yang telah dikumpulkan oleh tim peneliti dari Kekorespondensian suatu kaidah perubahan
tim Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa bunyi berkaitan dengan dua aspek, yaitu aspek
Jakarta dalam rangka Penelitian Kekerabatan linguistik dan aspek geografi. Dari aspek linguistik,
dan Pemetaan Bahasa di Indonesia. Sementara perubahan bunyi yang berupa korespondensi itu
itu, data primer diperoleh dengan terjun langsung terjadi dengan persyaratan linguistik tertentu.
ke daerah penelitian. Data yang telah terkumpul Oleh karena itu, data tentang kaidah yang berupa
tersebut selanjutnya dianalis. Analis data penelitian korespondensi itu tidak terbatas jumlahnya. Dari
ini menggunakan metode padan intralingual (PI) aspek geografis, perubahan bunyi yang berupa
dan metode padan ekstralingual (PE). Hasil korespondensi itu terjadi apabila daerah sebaran
analisis data penelitian ini disusun dengan metode leksem-leksem yang menjadi realisasi kaidah
formal dan metode informal (Sudaryanto, perubahan itu terjadi pada daerah pengamatan
1993:145). Metode penyajian formal berupa yang sama. Ada 3 tingkatan korespondensi suatu
penyajian dengan tanda dan lambang-lambang, kaidah, yaitu korespondensi sangat sempurna jika
sedangkan metode penyajian informal berupa perubahan bunyi itu berlaku untuk contoh yang
penyajian dengan kata-kata. disyarati secara linguistis dan daerah sebaran
geografisnya sama; korespondensi sempurna jika
2. Kerangka Teori perubahan itu berlaku pada semua daerah yang
disyarati secara linguistis, tetapi beberapa contoh
Varian dialektal dalam suatu bahasa muncul memperlihatkan daerah sebaran geografisnya
sebagai akibat adanya perbedaan pada tataran tidak sama; dan korespondensi kurang sempurna
kebahasaan, seperti tataran fonologi, morfologi, jika perubahan itu tidak terjadi pada semua bentuk
135
Metalingua, Vol. 14 No. 1, Juni 2016:131—144
136
YOHANIS SANJOKO ET AL.: DIALEKTOLOGI BAHASA BIAK ...
dan [r] pada daerah pengamatan 1, 2, 3, 4, pengamatan 8, sedangkan [O] pada daerah
5, 6, 7, 8, dan 9. Variasi ini muncul pada pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 9. Variasi
kata yang bermakna ‘datang’. ini muncul pada kata yang bermakna
[ama] [rama] ‘datang’ ‘sempit’.
[fyas] [fyOs] ‘sempit’
2) Variasi Berupa Perubahan dari Satu
Bunyi ke Bunyi yang Lain (6) [a] [E]/#K—
(1) [i] [e]/—K# Variasi ini disebut substitusi. Daerah
Variasi ini disebut substitusi. Daerah sebaran variasi ini adalah [a] pada daerah
sebaran variasi ini adalah [i] pada daerah pengamatan 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, dan 10,
pengamatan 1, 2, 3, 4, 7, 9, dan 10, sedangkan [E] pada daerah pengamatan 5.
sedangkan [e] pada daerah pengamatan 6 Variasi ini muncul pada kata yang bermakna
dan 8. Variasi ini muncul pada kata yang ‘didik (me-)’.
bermakna ‘bulan’. [farkOr] [fErkOr] ‘didik (me-)’
[paik] [paek] ‘bulan’
(7) [a] [u]/— K#
(2) [i] [O]/#—K Variasi ini disebut substitusi. Daerah
Variasi ini disebut substitusi. Daerah sebaran variasi ini adalah [a] pada daerah
sebaran variasi ini adalah [i] pada daerah pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, dan 10,
pengamatan 1, sedangkan [O] pada daerah sedangkan [u] pada daerah pengamatan 6.
pengamatan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10. Variasi ini muncul pada kata yang bermakna
Variasi ini muncul pada kata yang bermakna ‘itu’.
‘satu’. [iwa] 4 [iwu] ‘itu’
[isEr] [OsEr] ‘satu’
(8) [i] [e]/— K#
(3) [a] [e]/#K— Variasi ini disebut substitusi. Daerah
Variasi ini disebut substitusi. Daerah sebaran variasi ini adalah [i] pada daerah
sebaran variasi ini adalah [a] pada daerah pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, dan 10,
pengamatan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9, sedangkan [e] pada daerah pengamatan 7.
sedangkan [e] pada daerah pengamatan 1 Variasi ini muncul pada kata yang bermakna
dan 10. Variasi ini muncul pada kata yang ‘jatuh’.
bermakna ‘berat’. [sapi] 4 [sape] ‘jatuh’
[marvak] [mervak(?)] ‘berat’
(9) [p] [t]/#—V
(4) [a] [O]/#K—K Variasi ini disebut substitusi. Daerah
Variasi ini disebut substitusi. Daerah sebaran variasi ini adalah [p] pada daerah
sebaran variasi ini adalah [a] pada daerah pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9,
pengamatan 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10, sedangkan [t] pada daerah pengamatan 10.
sedangkan [O] pada daerah pengamatan 2. Variasi ini muncul pada kata yang bermakna
Variasi ini muncul pada kata yang bermakna ‘ekor’.
‘batu’. [puray] [turay] ‘ekor’
[(k)aru(y)] [kOru] ‘batu’
(10) [w] [b]/#—V
Variasi ini disebut susbtitusi. Daerah
(5) [a] [O] /#—K sebaran variasi ini adalah [w] pada daerah
Variasi ini disebut substitusi. Daerah pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, dan 10,
sebaran variasi ini adalah [a] pada daerah sedangkan [b] pada daerah pengamatan 7.
138
YOHANIS SANJOKO ET AL.: DIALEKTOLOGI BAHASA BIAK ...
Variasi ini muncul pada kata yang bermakna daerah pengamatan 1, sedangkan [i] pada
‘kata (ber-)’. daerah pengamatan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,
[wOse] [bOse] ‘kata (ber-)’ dan 10. Variasi ini muncul pada kata yang
bermakna ‘kulit’.
(11) [n] [m]/—# [kefe] [(k)if] ‘kulit’
Variasi ini disebut substitusi. Daerah
(2) [r] [k]/#V—V
sebaran variasi ini adalah [n] pada daerah
Variasi ini disebut assimilasi regresif.
pengamatan 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, dan 9,
Daerah sebaran variasi ini adalah [r] pada
sedangkan [m] pada daerah pengamatan 4
daerah pengamatan 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9,
dan 10. Variasi ini muncul pada kata yang
sedangkan [k] pada daerah pengamatan 10.
bermakna ‘jalan’.
Variasi ini muncul pada kata yang bermakna
[mbrane] [mbram] ‘jalan’
‘kerongkongan’.
[(k)arOrEn] [kakOrEm] ‘kerongkongan’
(12) [w] [y] /V—V
Variasi ini disebut substitusi. Daerah
(3) [n] [m]/V—#
sebaran variasi ini adalah [w] pada daerah
Variasi ini disebut asimilasi regresif.
pengamatan 6, sedangkan [y] pada daerah
Daerah sebaran variasi ini adalah [n] pada
pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, dan 10.
daerah pengamatan 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9,
Variasi ini muncul pada kata yang bermakna
sedangkan [m] pada daerah pengamatan 10.
‘muntah’.
Variasi ini muncul pada kata yang bermakna
[bawOrEm] [bayOrEm] ‘muntah’
‘kerongkongan’.
[(k)arOrEn] [kakOrEm] ‘kerongkongan’
(13) [dw] [rw]/#—V
Variasi ini disebut substitusi. Daerah
(4) [r] [w]/#—V
sebaran variasi ini adalah [dw] pada daerah
Variasi ini disebut assimilasi progresif.
pengamatan 1, 2, 6, 10, sedangkan [rw]
Daerah sebaran variasi ini adalah [r] pada
pada daerah pengamatan 3, 4, dan 9. Variasi
daerah pengamatan 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9,
ini muncul pada kata yang bermakna ‘larang
dan 10, sedangkan [w] pada daerah
(me-)’.
pengamatan 4. Variasi ini muncul pada kata
[dwarEk(?)] [rwarEk] ‘larang (me-)’
yang bermakna ‘dengar’.
[rOwEr] [wOwEr] ‘dengar’
3) Variasi Berupa Desimilasi [n] [m]/
V—#
5) Variasi Berupa Metatesis
Variasi ini disebut desimilasi. Daerah
(1) [k] [m]/—#
sebaran variasi ini adalah [n] pada daerah
Pada proses ini terjadi pertukaran posisi
pengamatan 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, dan 10,
antara [k] dan [m] pada posisi ultima yang
sedangkan [m] pada daerah pengamatan 5.
terjadi pada beberapa daerah pengamatan.
Variasi ini muncul pada kata yang bermakna
Satu hal yang perlu mendapat perhatian dalam
‘makan’.
kasus ini adalah kaidah primer yang terjadi
[nan] [nam] ‘makan’
pada daerah pengamatan 8 yang berupa
pelesapan [k] pada posisi ultima. Dalam
4) Variasi Berupa Asimilasi kaitannya dengan proses metatesis yang
(1) [e] [i]/#K— dibicarakan ini [k] pada posisi ultima yang
Variasi ini disebut asimilasi progresif. terdapat pada beberapa daerah pengamatan
Daerah sebaran variasi ini adalah [e] pada lain akan lesap pada daerah pengamatan 8.
139
Metalingua, Vol. 14 No. 1, Juni 2016:131—144
Daerah sebaran variasi ini adalah [k] pada 6) Variasi Berupa Kontraksi
daerah pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9,
dan 10, sedangkan [m] pada daerah Pada proses ini terjadi pelesapan suku kata
pengamatan 8. Variasi ini muncul pada kata yang terjadi pada beberapa daerah pengamatan.
yang bermakna ‘hijau’. Proses kontraksi dapat dijumpai pada kata
[rumEk] [ru Em] ‘hijau’ bermakna ‘sayap’. Proses pelesapan suku kata
ini terjadi pada daerah pengamatan 6, 7, 8, dan
9. Sementara itu, daerah pengamatan 1, 2, 3, 4,
(2) [k] [r]/—#
5, dan 10 tidak mengalami peristiwa tersebut.
Pada proses ini terjadi pertukaran posisi [vrapere] [prEr] ‘sayap’
antara [r] dan [k] pada posisi ultima yang
terjadi pada beberapa daerah pengamatan.
Seperti sudah disebutkan sebelumnya, 3.2 Deskripsi Perbedaan Unsur Leksikal
terdapat kaidah primer yang terjadi pada Variasi leksikal terjadi sebagai akibat
daerah pengamatan 8 yang berupa digunakannya kata yang berbeda untuk menandai
pelesapan [k] pada posisi ultima. Dalam sebuah konsep yang sama pada beberapa daerah
kaitannya dengan proses metatesis yang pakai yang berbeda. Menurut Mahsun
dibicarakan ini [k] pada posisi ultima yang (1995:119), dalam analisis perbedaan unsur
terdapat pada beberapa daerah pengamatan kebahasaan pada tataran leksikal, perbedaan
lain akan lesap pada daerah pengamatan 8. fonologis dan morfologis harus dikesampingkan.
Daerah sebaran variasi ini adalah [k] pada Leksikal yang berbeda secara fonologis maupun
daerah pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, morfologis harus dikelompokkan ke dalam satu
dan 10, sedangkan [r] pada daerah jenis varian karena perbedaan fonologis maupun
pengamatan 8. Variasi ini muncul pada kata perbedaan morfologis bukanlah perbedaan
yang bermakna ‘gunung’. leksikal. Analisis data berhasil mengidentifikasi
[(w)urEk] [u Er] ‘gunung’ 178 perbedaan unsur kebahasaan pada tataran
leksikal ini. Berikut akan disajikan beberapa
(3) [k] [p]/—# contoh perbedaan kebahasaan pada tataran
Pada proses ini terjadi pertukaran posisi leksikal beserta daerah sebarannya.
antara [k] dan [p] pada posisi ultima yang Tabel 1 Perbedaan Unsur Kebahasaan pada
terjadi pada beberapa daerah pengamatan. Tataran Leksikal
Seperti halnya pada daerah pengamatan 8, No. Glos Berian Daerah Pengamatan
pada daerah pengamatan 6 juga terdapat 1 Awan wame 1, 2
mandEp 3, 4, 5, 8, 10
gejala pelesapan [k] pada posisi ultima rEp 6, 9
meskipun sifatnya masih sporadis. Dalam avyO 7
kaitannya dengan proses metatesis yang 2 buru (ber-) raswan 1
dibicarakan ini [k] pada posisi ultima yang maraf 2, 4, 10
terdapat pada beberapa daerah pengamatan mandaf 3
mbrafe 5
lain akan lesap pada daerah pengamatan 6. sam 6, 9
Daerah sebaran variasi ini adalah [k] pada frar 7
daerah pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, rasir 8
dan 10, sedangkan [p] pada daerah 3 hisap sOsEf 1, 2, 3, 4, 7, 9
pengamatan 6. Variasi ini muncul pada kata Sore 1, 5
rOme 6
yang bermakna ‘tipis’. wOb 8
[mbrEpEk] [mbrE Ep] ‘tipis’ pam 10
140
YOHANIS SANJOKO ET AL.: DIALEKTOLOGI BAHASA BIAK ...
141
Metalingua, Vol. 14 No. 1, Juni 2016:131—144
sebelah barat laut, berbatasan dengan subdialek berbatasan dengan subdialek Opiaref-Soon di
Opiaref-Soon di sebelah timur dan utara. sebelah utara. Subdialek Samber-Sopen-Dwar
Subdialek Kajasbo dipisahkan dari subdialek- dipisahkan dari subdialek-subdialek di sekitarnya
subdialek di sekitarnya dengan tingkat persentase dengan tingkat persentase perbedaan leksikal
perbedaan leksikal sebesar 33,81%. sebesar 33,75%.
Subdialek Sorido berbatasan dengan Tiga dari enam varian bahasa Biak yang
subdialek Yenures-Mokmer di sebelah selatan, berstatus subdialek tersebut memiliki anggota
berbatasan dengan subdialek Samber-Sopen- varian yang berstatus beda wicara. Subdialek
Dwar di sebelah barat, berbatasan dengan Yenures-Mokmer beranggotakan beda wicara
subdialek Nermnu di sebelah utara, berbatasan Yenures dan beda wicara Mokmer. Kedua beda
dengan subdialek Kajasbo di sebelah timur. wicara ini dipisahkan dengan tingkat persentase
Subdialek Sorido dipisahkan dari subdialek- perbedaan leksikal sebesar 28,68%. Subdialek
subdialek di sekitarnya dengan tingkat persentase Opiaref-Soon beranggotakan beda wicara
perbedaan leksikal sebesar 39,69%. Opiaref dan beda wicara Soon. Kedua beda
Subdialek Nermnu berbatasan dengan wicara ini dipisahkan dengan tingkat persentase
subdialek Sorido dan subdialek Kajasbo di perbedaan leksikal sebesar 25,52%. Subdialek
sebelah selatan, berbatasan dengan subdialek Samber-Sopen-Dwar beranggotakan beda
Samber-Sopen-Dwar di sebelah barat sampai wicara Samber, beda wicara Sopen dan beda
utara, dan berbatasan dengan subdialek Opiaref- wicara Dwar. Beda wicara Samber dipisahkan
Soon di sebelah timur. Subdialek Nermnu dari beda wicara Sopen dengan tingkat
dipisahkan dari subdialek-subdialek di sekitarnya persentase perbedaan leksikal sebesar 28,42%
dengan tingkat persentase perbedaan leksikal dan beda wicara Sopen dipisahkan dari beda
sebesar 36,12%. wicara Dwar dengan tingkat persentase
Subdialek Yenures-Mokmer berbatasan perbedaan leksikal sebesar 27,89%.
dengan subdialek Samber-Sopen-Dwar di sebelah Daerah pakai masing-masing varian bahasa
barat, berbatasan dengan subdialek Sorido dan Biak beserta batas-batasnya disajikan dalam peta
subdialek Kajasbo di sebelah utara, dan berbatasan peragaan berikut.
dengan subdialek Opiaref-Soon di sebelah selatan.
Subdialek Yenures-Mokmer dipisahkan dari
subdialek-subdialek di sekitarnya dengan tingkat
persentase perbedaan leksikal sebesar 33,75%.
Subdialek Opiaref-Soon merupakan satu di
antara enam subdialek bahasa Biak yang daerah
pakainya berada di bagian timur daerah penelitian.
Oleh karena itu, subdialek Opiaref-Soon hanya
berbatasan dengan subdialek-subdialek lain yang
berada di sebelah baratnya. Subdialek tersebut
adalah subdialek Yenures-Mokmer di bagian
selatan, subdialek Kajasbo di bagian tengah, dan 4. Penutup
subdialek Samber-Sopen-Dwar di bagian utara. 4.1 Simpulan
Subdialek Opiaref-Soon dipisahkan dari
Pendapat peneliti terdahulu yang
subdialek-subdialek di sekitarnya dengan tingkat
mengklasifikasikan bahasa Biak ke dalam enam
persentase perbedaan leksikal sebesar 32,84%.
dialek, yaitu dialek Var Risen, dialek Swamdiwe,
Subdialek Samber-Sopen-Dwar berbatasan
dialek Var Awer, dialek Var Swandivru, dialek
dengan subdialek Yenerus-Mokmer di sebelah
Var Numfor, dan dialek Var Eramber tidak
timur, berbatasan dengan subdialek Sorido dan
terkonfirmasi oleh hasil penelitian ini. Tidak satu
subdialek Kajasbo di sebelah selatan, dan
142
YOHANIS SANJOKO ET AL.: DIALEKTOLOGI BAHASA BIAK ...
Daftar Pustaka
Ayatrohaedi.1979. Dialektologi: Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2008. Peta Bahasa-Bahasa di Indonesia. Jakarta:
Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.
Crowley, Terry. 1992. An Introduction to Historical Linguistics. Auckland: Oxford University Press.
Fautngil, Christ, et al. 1988. Fonologi Bahasa Biak. Jayapura: Kantor Wilayah Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Provinsi Irian Jaya.
Fautngil, Christ, et al. 1992. Morfologi Bahasa Biak. Jayapura: Kantor Wilayah Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Provinsi Irian Jaya.
Fautngil, Christ dan Frans Rumbrawer. 2002. Tata Bahasa Biak. Jakarta: Yayasan Servas Mario.
Fautngil, Christ, et al. 1998. Sintaksis Bahasa Biak. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.
Fautngil, Christ, et al. 2007. Kamus Bahasa Indonesia-Bahasa Biak. Jayapura: Dinas Kebudayaan
Provinsi Papua.
Lauder, Multamia R.M.T.1993. Pemetaan dan Distribusi Bahasa-Bahasa di Tangerang. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Mahsun.1995. Dialektologi Diakronis: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
143
Metalingua, Vol. 14 No. 1, Juni 2016:131—144
Mahsun. 2006. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Rumbrawer, Frans, et al. 1994-1995. Kamus Bahasa Indonesia-Bahasa Biak. Jayapura: Kantor Wilayah
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Irian Jaya.
Soeparno. 1976. Kamus Bahasa Indonesia-Biak. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Steinhauer, Hein. 1985. Number in Biak: Counterevidence to Two Alleged Language Universal.
Bijdagen. Tot de Taal Land-en Volkenkunde.
Sudaryanto.1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana
Kebudayaan Secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Summer Institute of Linguistic. 2006. Bahasa-Bahasa di Indonesia. Jakarta: SIL Internasional Cabang
Indonesia.
Warami, Hugo. 2013. “Makna Un ‘Bawa’ dalam Bahasa Biak-Papua: Kajian Metabahasa Semantik
Alami.” Dalam Jurnal Kibas Cenderawasih Volume 10 Nomor 2 Oktober 2013. Jayapura:
Balai Bahasa Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
144