121-Article Text-229-1-10-20190614
121-Article Text-229-1-10-20190614
121-Article Text-229-1-10-20190614
Abstract
Background: Currently filariasis is one of the priority diseases to be eliminated. WHO
in 2000 declared the Global Goal of the Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public
Health Problem by the Year 2020. The Indonesian government's policy is to gradually
implement Filariasis Elimination Program through Filariasis Provision of Mass Drug
Prevention (POPM) programs in filariasis-endemic districts / cities and management of
filariasis clinical cases. Filariasis cases in Central Java in 2013 - 2016 tended to
increase, including in Boyolali Regency. If this condition is not immediately treated
properly, it can make it possible to end up with filariasis. Methods: Materials and
methods. This research is a survey research with mixedresearch or mixed research
approach. Respondents were patients and families of filariasis sufferers, government
stakeholders, and health stakeholders. Data was obtained through in-depth interviews,
focus group discussions, and field observations. Results: Filariasis risk factors found
were (1) lack of knowledge of patients and families about the treatment and prevention
of transmission of filariasis (2) mosquito vector control has not been done well (3)
Home environment conditions (3) Still found gaps or gaps between health sector
stakeholders (4) There are still filariasis patients who have not carried out filariasis
treatment properly. Conclusion: Risk factors for filariasis are individual factors, lack of
efforts to control mosquito vectors, environmental factors, and the existence of gaps
between health stakeholders.
75
76 Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 8, No 1, Mei 2019, hlm 01-129
tahun berturut-turut, akan tetapi hanya 26 faktor pendukung dari pemerintahan, dan
kabupaten/ kota yang lulus tahap evaluasi bidang kesehatan yang dapat dipakai
(TAS) dan 22 kabupaten/ kota gagal sebagai dasar upaya eliminasi filariasis.
dalam tahap evaluasi, sehingga harus
melaksanakan POPM tambahan selama 2 METODE PENELITIAN
tahun berurut-turut untuk selanjutnya Penelitian dilakanakan mulai bulan
dilakukan evaluasi kembali (Depkes RI, Januari sampai bulan Oktober 2018.
2010).2 Kasus Filariasis di Jawa Tengah Penelitian berupa penelitian kombinasi
pada tahun 2013 – 2016 terdapat di 20 kuantitatif dan kualitatif (study mixed
Kabupaten yaitu Kota Semarang, research). Bertujuan mengetahui faktor
Surakarta, Pekalongan, Pati, Brebes, resiko filariasis di wilayah kerja
Jepara, Magelang, Kebumen, Demak, Puskesmas Ngemplak Kabupaten
Wonogiri, Grobogan, Kendal, Boyolali, Boyolali. Data diperoleh dari pasien dan
Batang, Sukoharjo, Blora, Wonosobo, keluarga, stakeholder bidang kesehatan
Sragen, Banjarnegara. Kasus Filariasis ini dan pemerintahan melalui wawancara
tiap tahun mengalami peningkatan dari 10 mendalam, FGD, dan observasi lapangan.
kasus menjadi 22 kasus, kemudian Data dianalisis secara kuantitatif dan
meningkat lagi menjadi 27 kasus. kualitatif (mixed research)
Penemuan kasus terbaru pada tahun 2016
di Jawa Tengah adalah di Demak 14 HASIL PENELITIAN
kasus, Boyolali 4 kasus, Kota Semarang 3 Tabel 1. Karaktersitik Pasien Filariasis di
kasus, Brebes 2 kasus, dan yang Kota Puskesmas Ngemplak Boyolali
lainnya masing – masing 1 kasus yaitu di Kategori f %
Wonogiri, Grobogan, Sukoharjo, Umur
20 - 30 0 0
Banjarnegara 31 - 40 0 0
Upaya pemberantasan filariasis 41 - 50 5 83,33
tidak bisa dilakukan oleh pemerintah >50 1 16,67
semata, peran masyarakat melalui kader Pendidikan
kesehatan dan tokoh masyarakat sangat SD 5 83,33
SMP 0 0
dibutuhkan. Berdasar penelitian-peneitian SMA 1 16,67
tersebut di atas, upaya eliminasi filariasis Diploma 0 0
membutuhkan data-data faktor resiko Sarjana 0 0
yang ada di wilayah masing-masing Tinggal Serumah
sehingga dapat dilakukan upaya Ya 6 100
Tidak 0 0
perbaikan. Padahal di wilayah Kecamatan Status
Ngemplak Boyolali belum pernah Janda 0 0
dilakukan survey atau penelitian tentang Duda 0 0
faktor resiko yang dapat meningkatkan Jumlah responden pasien filariasis
resiko terjadinya lariasis. Penelitian ini adalah 7 (tujuh) pasien, dimana 6 (enam)
berusaha mencari data-data tentang faktor- pasien masih hidup dan 1 (satu) pasien
faktor resiko filariasis di wilayah sudah meninggal dunia. Tabel 4.1.
Kecamatan Ngemplak Boyolali. Melalui memberikan gambaran dari segi umur
penelitian ini diharpakan dapat diketahui paling banyak pada ketegori umur 41 – 50
faktor resiko yang ada dimasyarakat, tahun sebanyak 83,33%, tingkat
Athanasia Budi Astuti, Analisis Faktor Resiko Filariasis 77
pleh peran petugas kesehatan dan ada faktor resiko genetik pada pasien
masyarakat secara umum.Hasil penelitian filariasis di wilayah kerja Puskesmas
yang hampir sama adalah dari penelitian Ngemplak Boyolali.
Kumar, Anil (2014) tentang peran
masyarakat dalam cakupan pengobatan Faktor Resiko Terkait Perilaku
MDA yang membuktikan bahwa Perilaku kesehatan dipengaruhi
keberhasilan eliminasi limfaktik filariasis oleh beberapa faktor yang secara langsung
dengan program MDA perlu peningkatan maupun tidak langsung akan membentuk
peran masyarakat karena MDA harus tindakan dan kebiasaan individu
dilakukan dalam waktu yang lama dan (Notoatmodjo, 2010). Sesuai konsep
kontinyu.6 rantai infeksi, penyakit infeksi dapat
Selain itu pasien dan keluarga juga menular dipengaruhi oleh tiga komponen,
belum melakukan upaya pencegahan yaitu agent, host, dan environment
penularan penyakit filariasis secara baik. (lingkungan). Demikian juga dengan
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian penyakit filariasis, sumber penularan
Agustianingsih (2013) yang juga utama (hospes reservoir) penyakit ini
menunjukkan karakterisitik inividu yang adalah manusia yang mengandung
mempunyai hubungan dengan praktik mikrofilaria dalam darahnya. Pada
pencegahan filariasis yaitu tingkat dasarnya setiap orang dapat tertular
pendidikan (p=0,041), jenis pekerjaan (p= filariasis apabila digigit oleh nyamuk
0,047), tingkat pengetahuan (p=0,000), infektif (mengandung larva stadium 3).
sikap (p=0,000), persepsi (p=0,000). Faktor resiko filariasis terkait perilaku
Dilihat dari keberadaan pasien saat yang ditemukan pada penelitian ini adalah
ini semua pasien atau 100% tinggal kebiasaan sering berada di luar rumah
serumah dengan pasangan (istri atau (kebun, halaman, gang/jalan dll) pada
suami) dan tinggal dalam keluarga malam hari (pukul 21.00 – 03.00). Hasil
bersama anggota keluarga yang lain yaitu wawancara dengan pasien dan keluarga
anak dan atau menantu. Berdasarkan diperoleh data bahwa sebelum terjangkit
status perkawinan, semua pasien masih penyakit filariasis, mayoritas atau 57,14%
hidup dengan pasangan masing-masing responden sering atau terbiasa melakukan
(suami atau istri). “Saya dan suami saya kegiatan atau aktivitas di luar rumah
tidak tahu kalau terkena penyakit seperti begadang (jagongan) di kebun,
filariasis, karena awalnya kaki hanya halaman, gang/jalan dll. Hal ini dilakukan
terasa gatal kok kemudian bertambah hampir setiap malam, karena sekedar
besar. Penyakit ini hanya saya yang mengisi waktu. Selain itu karena kamar
mengalami, sedang bapak, ibu, ataupun tidur juga tidak ditutup kelambu, dan tidak
yang lain tidak ada yang sakit seperti ini” ada kawat kasa pada ventlasi rumah
(R-PK) sangat memugkinkan nyamuk dapat
Berdasar wawancara mendalam masuk ke rumah pada malam sampai dini
dengan anggota keluarga seperti tersebut hari. Hal ini diperkuat dengan hasil
di atas, membuktikan tidak ditemukan wawancara mendalam “Saya memang
riwayat anggota keluarga terdahulu yang sering keluar rumah pada malam hari,
mempunyai penyakit atau gejala penyakit karena untuk jagongan dan saya memang
yang sama. Data ini menunjukkan tidak senang begadang di halaman dan jalan
Athanasia Budi Astuti, Analisis Faktor Resiko Filariasis 81
dekat kampung. Saya biasanya masuk beristirahat pada kandang ternak karena
rumah kalau sudah mulai ngantuk, sekitar suhu kelembaban kandang ternak
jam 12 atau jam 01 malam, kadang malah sangat cocok untuk nyamuk. Hasil
lebih”. (R-PK) penelitian Setiani dan Hanani (2012)
Kebiasaan ini meningkatkan resiko menunjukkan tempat istirahat nyamuk
terkena atau menularkan penyakit sebagai vektor filariasis barada di semak-
filariasis, karena secara daur hidup larva semak, kandang ternak, pakaian yang
filariasis akan berada pada pembuluh dara digantung. Hasil analisa univariat
tepi pada malam sampai dini hari pada menunjukkan bahwa proporsi kejadian
waktu tidak ada sinar matahari. “Saya filariasis pada kelompok kasus lebih besar
kurang begitu paham tentang cara pada kelompok kasus yang memiliki
penularan penyakit kaki gajah, yang saya tempat istirahat nyamuk (68,8%)
tahu katanya oleh nyamuk. Tapi saya dan dibandingkan pada kelompok kontrol
keluarga memang jarang perhatian (31,2%). Kondisi tersebut ditemukan pada
dengan kebersihan lingkungan. Maklum saat penelitian dimana 100% atau semua
kami kan keluarga tidak punya, sehingga rumah dan kamar tidur pasien tidak
waktunya ya dipakai untuk cari rejeki. dipasang sarana pencegah masuknya
Apalagi untuk beli kelambu dan pasang nyamuk, padahal 57,14% lingkungan
jaring kasa, untuk beli beras dan gula rumah pasien terdapat saluran
saja kadang kurang”. (R-PK) pembuangan air (got atau kalen) dengan
Faktor resiko lain terkait perilaku aliran air tidak lancar atau menggenang,
manusia adalah kurangnya kebiasaan 71% di sekitar rumah pasien terdapat
membersihkan semak belukar yang ada di semak-semak tempat nyamuk hidup dan
sekitar rumah. Sesuai hasil penelitian berkembang biak, dan 71% rumah pasien
terlihat keberadaan semak-semak sebagai terdapat banyak nyamuk pada malam hari
tempat hidup dan berkembang biaknya dang menjelang dini hari (pukul 21.00 –
nyamuk filarasis 85,71 % ada dan hanya 03.00 WIB. Kondisi tersebut
14,29 yang tidak ada. Namun sayangnya memungkinkan resiko untuk digigit
hanya 28,57 % yang terbiasa nyamuk secara berulang sangat tinggi.
membersikannya, sedangkan 71,43 jarang Hasil wawancara secara lebih mendalam,
atau tidak pernah membersihkan semak- diperoleh data kondisi tersebut sudah ada
semak di sekitar rumah. Hasil atau angka sebelum pasien terdiagnosa filariasis,
yang sama adalah pada kategori sehingga dapat dianalisis kalau faktor
keberadaan saluran air (got) yang airnya lingkungan yang ada pada pasien dapat
menggenang di sekitar rumah. Dari meningkatkan resiko terkena penyakit
seluruh pasien, 85,71% di sekitar filariasis. Di sisi lain, kondisi lingkungan
rumahnya ada saluran pembuangan pasien filariasis saat ini juga sangat
limbah air (got atau kalen) dengan air memungkinkan terjadinya resiko
yang tidak lancar (menggenang), hanya penularan filariasis ke orang lain.
28,57% yang sering membersihkannya.
Peran Stakeholder Pemerintahan
Karakterisitik Lingkungan sebagai Hasil penelitian melalui Focus
Faktor Resiko Filariasis Group Discussion (FGD) dapat
Di luar rumah, nyamuk juga suka disimpulkan stakeholder pemerintahan
82 Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 8, No 1, Mei 2019, hlm 01-129