Dimensi-Dimensi Kontekstual Di Dalam Penulisan Buku Teks Pelajaran Bahasa Indonesia
Dimensi-Dimensi Kontekstual Di Dalam Penulisan Buku Teks Pelajaran Bahasa Indonesia
Dimensi-Dimensi Kontekstual Di Dalam Penulisan Buku Teks Pelajaran Bahasa Indonesia
Abstract
This article is about a study on what basically a lesson book is and how a
contextual teaching strategy is applied in writing a lesson book of the language
called Bahasa Indonesia. In involving students in language learning and literary
activity, a competency to be developed is related to how to guide them so that they
are motivated to learn through the lesson book. A basic principle to be paid
attention to is that students are able to build up experiences in language and literary
activities on the basis of their initial experience.
The study indicates the following results. First, a lesson book is a
handbook for students at a level of formal education and used as an instructional
medium related to a certain subject matter (such as Bahasa Indonesia). Second,
such a book occupies a very important position as a store of knowledge of various
aspects of life, has a meaningful role in students’ learning achievement, and
constitutes a source of reference for the teacher. Third, that book should contain a
foundation for a clear and contemporary viewpoint, materials that are adequate,
systematically and gradually composed, presented via methods and means able to
stimulate students to read books with interest, having enough depth providing
them with help in solving academic problems, and enabling them to have a chance
to ponder what they have learned, and also evaluation instruments enabling them
to know the competency they have achieved. Fourth, the curriculum contains
information of only the main competencies to be achieved and these still have to be
interpreted, clarified, broken down, completed, enriched, and put together through
a lesson book. Fifth, the students, teacher, teaching materials, ways of presenting
them, and exercises are the important components of learning to be accommodated
in a lesson book. Sixth, contextual teaching employs a strategy oriented to efforts
of aiding and inspiring students by linking a standard of competency with a real-
world situation. Seventh, the basic principles of a contextual teaching approach are
problem-based learning, context-based learning, difference-based learning,
learning based on individuals, learning based on groups, and learning based on
authentic evaluation. Eighth, a contextual teaching strategy could be manifested in
a lesson book of Bahasa Indonesia by providing such activities as investigation,
exploration, inquiry, model making, construction, and reflection. Ninth, an
application of such a strategy should be in a concrete form to enable students to
build up effective new experiences.
165
166
tertentu. Buku pelajaran merupakan buku belajar siswa. Pernyataan tersebut diperkuat
standar yang disusun oleh pakar dalam oleh Supriadi (1997) yang menyatakan bahwa
bidangnya, biasa dilengkapi sarana tingkat kepemilikan siswa akan buku
pembelajaran (seperti pita rekaman), dan berkorelasi positif dan bermakna dengan
digunakan sebagai penunjang program prestasi belajar. Di Filipina, peningkatan rasio
pembelajaran. kepemilikan buku siswa dari 1 : 10 menjadi 1 : 2
Kedudukan buku teks pelajaran di kelas 1 dan 2 secara signifikan meningkatkan
sangatlah penting, baik bagi siswa maupun hasil belajar siswa (World Bank, 1995).
guru. Karena tingkat kepentingan itulah buku Dipandang dari proses pembelajaran
teks pelajaran haruslah layak untuk dijadikan pun demikian. Jika tujuan pembelajaran adalah
tempat beroleh pengalaman. untuk menjadikan siswa memiliki berbagai
Buku teks pelajaran dapat dipandang kompetensi, untuk mencapai tujuan tersebut,
sebagai simpanan pengetahuan tentang siswa perlu menempuh pengalaman dan latihan
berbagai segi kehidupan (Pusat Perbukuan, serta mencari informasi. Alat yang efektif untuk
2005). Karena sudah dipersiapkan dari segi itu adalah buku teks pelajaran sebab
kelengkapan dan penyajiannya, buku teks pengalaman dan latihan yang perlu ditempuh
pelajaran itu memberikan fasilitas bagi dan informasi yang perlu dicari, begitu pula
kegiatan belajar mandiri, baik tentang tentang cara menempuh dan mencarinya,
substansinya maupun tentang caranya. Dengan disajikan dalam buku teks pelajaran secara
demikian, penggunaan buku teks pelajaran oleh terprogram.
siswa merupakan bagian dari budaya buku, Walaupun buku teks pelajaran
yang menjadi salah satu tanda dari masyarakat diperuntukkan bagi siswa, guru pun terbantu.
yang maju. Pada waktu mengajar guru dapat
Melalui kegiatan membaca buku, mempertimbangkan pula apa yang tersaji
seseorang dapat memperoleh pengalaman tak dalam buku teks pelajaran. Guru memiliki
langsung yang banyak sekali (Suryaman dan kebebasan dalam memilih, mengembangkan,
Utorodewo, 2006). Memang, dalam pendidikan dan menyajikan materi. Semua itu merupakan
merupakan hal yang berharga jika siswa dapat wewenang dan kewajiban profesionalnya.
mengalami sesuatu secara langsung. Akan Manfaat yang begitu besar tesebut
tetapi, banyak bagian dalam pelajaran yang tidaklah akan diperoleh manakala buku teks
tidak dapat diperoleh dengan pengalaman pelajaran yang disusun tidak layak. Artinya,
langsung. Karena itu, dalam belajar di sekolah, buku itu tidak mencerminkan manfaat-manfaat
dan sesungguhnya juga, dalam kehidupan di yang digambarkan tadi. Oleh karena itu, para
luar sekolah, mendapatkan pengalaman tidak penulis buku pelajaran harus merancang buku
langsung itu sangat penting. Menurut Rusyana secara serius dengan memperhatikan implikasi
dan Suryaman (2004) kemajuan peradaban paparan manfaat di atas berikut ini (Greene dan
masa sekarang banyak mendapat dukungan dari Petty, 1971).
kegiatan membaca buku. Karena itulah, Pertama, buku pelajaran haruslah
penyiapan buku teks pelajaran patut dilakukan memiliki landasan sudut pandang yang jelas
dengan sebaik-baiknya. dan mutakhir. Buku teks pelajaran yang baik
Dipandang dari hasil belajar, buku teks adalah buku yang memiliki suatu sudut
pelajaran itu mempunyai peran penting. pandang yang tangguh dan modern mengenai
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa suatu pengajaran dan buku yang memeragakan
buku pelajaran berperan secara maknawi dalam sesuatu bahan pengajaran secara aplikatif.
prestasi belajar siswa. Dalam Laporan World Kedua, buku pelajaran haruslah berisi
Bank (1995) mengenai Indonesia ditunjukkan materi yang memadai. Buku pelajaran yang
bahwa tingkat kepemilikan siswa akan buku baik adalah buku pelajaran yang menyajikan
dan fasilitas lain berkorelasi dengan prestasi materi yang kaya, bervariasi, mudah dibaca,
serta sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. terakomodasi oleh buku, baik disebabkan buku
Dampak dari buku yang demikian adalah itu memuat hal yang diperlukan siswa atau
menjadi sumber pemecahan masalah akademis, adanya petunjuk untuk mendapatkan rujukan-
memicu siswa untuk membaca, rujukan yang memungkinkan masalah itu
menyenangkan, menstimulasi kreativitas anak, terpecahkan.
dan sebagainya. Keenam, buku pelajaran haruslah berisi
Ketiga, buku teks pelajaran haruslah alat evaluasi yang memungkinkan siswa
berisi materi yang disusun secara sistematis dan mampu mengetahui kompetensi yang telah
bertahap. Sistematis dalam arti materi disajikan dicapainya. Tingkat pencapaian kompetensi
dengan memperhatikan kemudahan dapat dijadikan umpan balik bagi siswa apakah
pemahaman siswa dalam hal penjelasan, siswa harus memperdalam lagi bahan tersebut
penggambaran, dan pengorganisasian disusun atau melanjutkan kepada bahan berikutnya
secara sistematis; pengungkapan dilakukan yang lebih tinggi.
secara lugas (tidak berbelit-belit); istilah diberi Ketujuh, buku pelajaran haruslah berisi
penjelasan dan atau contoh; penggunaan kata bahan yang memungkinkan siswa memiliki
dan istilah dalam bahasa asing dan atau bahasa kesempatan untuk menggelitik mata hatinya
daerah yang tidak relevan dihindari; penyajian atas hal yang telah dipelajarinya. Manfaat apa
mendorong keaktifan siswa untuk berpikir dan yang diperoleh siswa setelah membaca bahan
belajar dengan cara bervariasi (misalnya: dan berlatih atas bahan itu, merupakan
ilustrasi, kuis, dan lain-lain); menantang siswa pertanyaan yang sebaiknya muncul pada diri
untuk mencari sumber-sumber belajar lain; siswa. Dengan kata lain, alat ini dapat dijadikan
diikuti dengan sumber rujukan yang lengkap. bahan refleksi siswa atas segala masalah
Bahan kajian yang berkaitan dihubungkan satu akademis yang selama ini dipelajarinya.
sama lain secara terpadu, baik intrapelajaran
maupun interpelajaran. Penempatan pelajaran C. P E N G E N A L A N B U K U T E K S
dalam keseluruhan buku dilakukan secara tepat. PELAJARAN
Bertahap dalam arti materi yang disajikan
Agar buku teks pelajaran dapat
diperhatikan dari segi urutan, seperti dari
digunakan dengan baik, perlulah dilakukan
mudah ke sulit, dari sederhana ke rumit, dari
pengenalan oleh siswa terhadap buku yang akan
umum ke khusus atau dari khusus ke umum,
dipelajarinya. Hendaknya disediakan waktu
dari bagian ke keseluruhan, dan sebagainya.
bagi para siswa untuk menelaah bagian-bagian
Keempat, buku teks pelajaran haruslah yang ada dalam buku teks pelajaran, mulai dari
berisi materi yang disajikan dengan metode dan judul buku itu, daftar isi, judul-judul setiap bab,
sarana yang mampu menstimulasi siswa untuk hingga bagian akhir dari buku itu. Setelah
tertarik membaca buku. Misalnya, disajikan menelaah, siswa mendiskusikannya dengan
gambar yang mampu merangsang siswa untuk sesamanya. Juga, mereka diminta untuk
menemukan jawaban dari suatu latihan, mengemukakan apa yang diharapkannya atau
memperkonkret pengalaman belajar siswa, dan diperkirakan dapat diketahui dari bab demi bab
memungkinkan siswa untuk membuktikannya buku itu.
di lingkungan sekitar atau melalui penelitian
Penelaahan sepintas tentang isi itu akan
sederhana.
menimbulkan perhatian para siswa untuk
Kelima, buku pelajaran haruslah berisi memahami isi buku itu. Dapat dianjurkan
materi yang mendalam sehingga kepada mereka untuk membaca bagian yang
memungkinkan siswa terbantu di dalam paling diminatinya.
memecahkan masalah-masalah akademis yang
Selanjutnya, untuk mempelajari bagian
dihadapinya. Misalnya, pada saat siswa
yang dipilih sebagai materi tertentu, dapat
mengerjakan tugas atau latihan, kedalaman
digunakan berbagai cara. Penulis dapat
pengerjaan atau pemecahan masalah
komponen yang lain mengakibatkan buku teks memiliki posisi yang sangat penting dalam
pelajaran lebih mengutamakan hasil, dan kelas. Oleh karena itu, buku teks pelajaran
mengabaikan proses. Orientasi yang berlebihan harus disusun seefektif dan seefisien mungkin
terhadap hasil malahan mengakibatkan Nilai sehingga siswa dan guru terbantu dalam belajar
Ebtanas Murni (NEM) pada masa lalu dan nilai dan mengajar di rumah maupun di kelas.
ujian nasional pada masa kini belum mencapai Penyajian materi merupakan tahap
harapan yang memuaskan. Buku teks pelajaran kedua setelah materi tersedia. Materi itu dapat
hanya difungsikan sebagai tempat yang meliputi pengetahuan seperti fakta, konsep,
mengandung materi bahan ajar yang dapat prinsip, dan prosedur; keterampilan, seperti
dihapalkan. Kemampuan siswa pun hanya kemampuan menerapkan prosedur; serta sikap,
sebatas kemampuan menghapal. Ketika seperti nilai. Ibarat seorang juru masak,
dihadapkan pada masalah yang berbeda, siswa penyediaan materi merupakan tahap awal
tidak mampu memecahkannya. Akhirnya, buku sebelum memasak. Rasa, aroma, dan kelezatan
teks pelajaran hanyalah memperkuat anggapan suatu masakan tergantung kepada cara
bahwa belajar berbahasa adalah belajar tentang pengolahan juru masak dan cara penyajian
pengetahuan bahasa, bukan belajar membaca, pramusaji. Antara juru masak yang satu dengan
menulis, berbicara, dan mendengarkan; belajar juru masak yang lain akan menghasilkan
bersastra adalah belajar tentang pengetahuan masakan dengan rasa, aroma, dan kelezatan
sastra, bukan belajar berapresiasi, berekspresi, yang berbeda sekalipun bahan sama. Semua
maupun berkreasi dengan sastra; dan tergantung kepada pengalaman, keterampilan,
sebagainya wawasan, dan sebagainya dari juru masak.
Pola penyusunan buku teks pelajaran Hal demikian terjadi pula di dalam
yang demikian dianggap tidak berhasil, bukan penyusunan buku pelajaran. Setelah bahan
disebabkan oleh kurikulum atau apapun, materi seperti dikemukakan di atas tersedia,
melainkan oleh ketidaksesuaiannya dengan penulis harus mengolahnya agar buku pelajaran
hakikat buku teks pelajaran. Pada hakikatnya yang disusunnya menghasilkan menu yang
buku teks pelajaran merupakan media mampu membangkitkan selera pembaca
pembelajaran. Sebagai media, buku itu harus (siswa). Kemampuan ini tampak ketika siswa
berisi materi bahan ajar, cara penyajian bahan dipermudah, dibangkitkan minatnya,
ajar, dan model latihan bahan ajar. Materi yang dikembangkan daya tariknya, dirangsang
dijadikan bahan ajar harus disajikan dengan skematanya, dikembangkan daya pikir dan
cara tertentu sehingga siswa memiliki ciptanya, ditumbuhkan aktivitas dan
kemampuan berkenaan dengan pemahaman, kreativitasnya, serta ditimbulkan keinginan
keterampilan, dan perasaan. Sebagai refleksi untuk mencoba oleh buku pelajaran. Tentu pula
atas kemampuan tersebut, siswa dapat buku yang ditulis oleh seseorang akan berbeda
memecahkan persoalan-persoalan yang dengan penulis yang lainnya. Hal ini tergantung
diajukan di dalam latihan. Begitupun bagi guru. kepada pengalaman, keterampilan, wawasan,
Buku teks pelajaran harus mampu membantu dan sebagainya dari penulis.
guru berkenaan dengan cara mengajarkan serta Berdasarkan paparan di atas tampak
menguji kemampuan siswa berkenaan dengan bahwa penyajian materi berkenaan dengan
materi tersebut. penataan materi di dalam buku pelajaran.
Secara teoretis, guru berpengalaman Penataan ini dimaksudkan agar mudah,
dapat mengajarkan materi tanpa buku teks menarik, membangkitkan minat, membangun
pelajaran. Akan tetapi, cara demikian tidak akan skema, mengembangkan daya pikir dan daya
berlangsung lama. Banyak guru yang tidak cipta, beragam, menimbulkan aktivitas dan
sempat untuk menulis materi pelengkap kreativitas, menimbulkan keinginan untuk
sehingga mereka hanya berpijak pada buku teks mencoba, dan sebagainya.
pelajaran. Artinya, buku teks pelajaran
itu dapat dipaparkan melalui penjelasan berikut kompetensi dasar. Standar kompetensi
ini. berbahasa dan bersastra adalah kualifikasi
Dalam pembelajaran berbahasa dan minimal peserta didik yang digambarkan
bersastra dikehendaki terjadinya kegiatan melalui penguasaan sikap, pengetahuan, dan
berbahasa dan bersastra, yakni kegiatan keterampilan berbahasa dan bersastra yang
menggunakan bahasa dan berapresiasi, harus dicapai pada setiap tingkat dan atau
berekspresi, serta berkreasi dengan karya semester (BSNP, 2006). Standar kompetensi ini
sastra. Jadi, berbagai unsur bahasa, seperti terdiri atas sejumlah kompetensi dasar sebagai
kosakata, bentuk serta makna kata, bentuk serta acuan baku yang harus dicapai dan berlaku
makna kalimat, bunyi bahasa, dan ejaan, secara nasional. Kompetensi dasar adalah
begitupun dengan berbagai unsur bersastra, sejumlah kemampuan yang harus dikuasai
seperti tokoh, latar, tema di dalam prosa dan peserta didik dalam berbahasa dan bersastra
drama atau unsur bentuk dan unsur isi di dalam sebagai rujukan di dalam penyusunan indikator
puisi tidaklah diajarkan secara berdiri sendiri kompetensi. Indikator kompetensi adalah
sebagai unsur-unsur yang terpisah, melainkan perilaku yang dapat diukur dan atau diobservasi
dijelaskan dalam kegiatan berbahasa dan untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi
bersastra. Kegiatan berbahasa mencakup dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian di
kegiatan mendengarkan (menyimak), kegiatan dalam berbahasa dan bersastra. Dengan
berbicara, kegiatan membaca, dan kegiatan demikian, dasar pertama penulis di dalam
menulis. Kegiatan bersastra mencakup kegiatan menyusun buku teks pelajaran bahasa
apresiasi, ekspresi, dan kreasi. Indonesia adalah standar kompetensi dan
Kegiatan mendengarkan, berbicara, kompetensi dasar. Kemudian, penulis
membaca, dan menulis serta kegiatan apresiasi, menerjemahkannya ke dalam indikator
ekspresi, dan kreasi itu digunakan dalam berdasarkan pandangan keilmuan terapan
berkomunikasi, yaitu oleh seseorang dalam berbahasa dan bersastra.
berhubungan dengan yang lainnya. Bahasa dan Penerjemahan tersebut, selain
sastra dalam berkomunikasi digunakan untuk berdasarkan keilmuan terapan berbahasa dan
bertukar pikiran, perasaan, pendapat, imajinasi, bersastra, harus pula didasarkan atas teori
dan sebagainya sehingga terjadi kegiatan belajar, khususnya dari segi perkembangan jiwa
sambut-menyambut. peserta didik. Cara pandang ini juga akan
Kegiatan berbahasa dan bersastra itu membantu penulis dalam hal tahapan
serempak dilakukan dalam kegiatan lain, baik kompetensi dasar yang tepat untuk siswa SD,
kegiatan jasmani maupun kegiatan rohani. SMP, maupun SMA. Artinya, kompetensi dasar
Kegiatan berbahasa dan bersastra dilakukan mungkin sama, tetapi indikator berbeda, yakni
serempak dengan kegiatan menggunakan disesuaikan dengan perkembangan kejiwaan
tangan, kaki, kepala, pancaindra, dan siswa.
sebagainya. Kegiatan berbahasa dan bersastra Para penulis haruslah menerjemahkan
pun dilakukan serempak dengan kegiatan standar kompetensi dan kompetensi dasar ke
merasa, berpikir, berimajinasi, dan sebagainya. dalam bahasa yang sederhana dan mudah
Kegiatan berbahasa, kegiatan bersastra, dan dipahami, seperti mendengarkan cerita,
kegiatan berbuat itu terjadi dalam konteks, memerankan percakapan, membaca cepat, atau
berupa tempat, waktu, dan suasana. Di membuat catatan harian. Penamaan ini dapat
dalamnya terdapat tanah, air, udara, cahaya, disusun melalui subjudul pada setiap bab atau
tumbuhan, binatang; manusia dengan pelajaran. Kemudian, istilah indikator dapat
masyarakat dan budayanya. kita susun melalui tujuan pembelajaran yang
Di dalam kurikulum pascakurikulum terletak setelah subjudul. Misalnya, untuk
1994 keilmuan terapan itu diformulasikan ke subjudul mendengarkan cerita terdapat tujuan
dalam istilah standar kompetensi dan yang berbunyi “Kamu akan menjelaskan
kejadian yang dialami pelaku di dalam cerita”; kenalilah organisasi dan struktur bacaan untuk
untuk subjudul membaca memindai terdapat memperkirakan letak kata atau istilah yang
tujuan yang berbunyi “Kamu akan diajak dicari. Lihat gambar, grafik, tabel, jika
mencari nomor telepon pada buku telepon”. disediakan. (Jika kita memindai buku, cobalah
Penerjemahan terhadap standar cari kata atau istilah itu melalui daftar isi dan
kompetensi dan kompetensi dasar dapatlah indeks). Ketiga, gerakkanlah mata dengan
didasarkan atas keilmuan terapan berbahasa cepat. Ada dua cara: (1) seperti anak panah
dan bersastra serta teori belajar. Artinya, buku langsung ke tengah bacaan dan meluncur ke
yang ditulis tetaplah mengandung keilmuan bawah atau (2) dengan cara pola S atau zig-zag.
terapan, baik itu berkenaan dengan sistem Keempat, setelah menemukan letak kata atau
membaca; menulis puisi; prinsip-prinsip istilah yang dicari, lambatkan kecepatan
jurnalistik atau ilmiah dalam mendengarkan membaca untuk memperoleh informasi yang
berita atau wawancara; dan sebagainya. dibutuhkan.
Namun, keilmuan itu haruslah aplikatif dan Melalui paparan seperti di atas tampak
mungkin tidak eksplisit dikenali sebagai sebuah bahwa teori membaca cepat tidak lagi berupa
keilmuan formal. penjelasan dalam bentuk definisi formal beserta
Sebagai contoh, dalam buku seperangkat penjelasannya, seperti ciri-ciri,
dikembangkan cara berlatih membaca cepat. klasifikasi, dan sebagainya, melainkan sudah
Cara berlatih, seperti mencari: nomor telepon, aplikatif. Bahkan, teori aplikatif itu bisa jadi
kata dalam kamus, jadwal siaran televisi, terdapat pada permintaan kepada siswa untuk
jadwal perjalanan, merupakan teori aplikatif melakukan sesuatu (latihan). Selain aplikatif,
untuk membaca memindai. Akan tetapi, ada siswa pun dikondisikan untuk dapat
pula cara membaca memindai prosa, yakni menemukan sendiri berdasarkan stimulus
mencari informasi topik tertentu dalam suatu (seperti petunjuk) yang diberikan. Cara
bacaan. Artinya, kita mencari informasi yang demikianlah yang menjadi strategi
dibutuhkan dengan mencari terlebih dahulu pembelajaran yang efektif di masa kini, yakni
bagian dari bacaan yang memuat informasi siswa mampu membangun pengetahuan dan
tersebut. pengalaman sendiri berdasarkan stimulus yang
Langkah-langkahnya adalah pertama, diberikan (konstruktif).
carilah kata kunci yang dibutuhkan. Kedua,
Contoh lain adalah stimulasi yang melalui pertanyaan yang akan membuat siswa
dapat membangun kembali pengalaman atau menemukan jawaban bagi persoalan yang
pengetahuan yang telah dimiliki siswa di dalam dihadapinya. Cara ini dikenal dengan strategi
menulis puisi. Saat akan membangun the copy of master (meniru adikarya).
kompetensi menulis puisi, misalnya, penulis Contoh lain, misalnya, di dalam
dapat meminta siswa mengidentifikasi pembelajaran menulis cerita pendek, penulis
peristiwa yang pernah diindranya (dilihat, dapat memberikan contoh cerpen. Mula-mula
didengar, dirasakan, dicium, diraba), catatan siswa membaca cerpen tersebut, membuat
pribadinya, atau cerita yang pernah dibacanya. bagan tokoh cerpen dilihat dari pola hubungan,
Cara demikian termasuk ke dalam penyediaan mengidentifikasi waktu dan tempat kejadian,
aktivitas belajar melalui investigasi. membuat ilustrasi visual setiap tokoh cerpen,
Melalui kompetensi dasar membaca menentukan apa yang dipermasalahkan, dan
intensif, misalnya, penulis dapat membuat sebagainya. Pada pertemuan berikutnya, siswa
stimulasi berupa mengamati bacaan, baik sudah diminta mengganti tokoh dengan tokoh-
berkenaan dengan judul, pengarang, atau tokoh dalam kehidupan sehari-harinya,
sumber rujukan. Berdasarkan hasil membuat bagan hubungan antartokoh jika
pengamatan, penulis dapat meminta siswa berbeda dengan bagan tokoh cerpen yang
untuk membuat daftar pertanyaan tentang kira- dibacanya, mengganti waktu dan tempat
kira isi yang ada di dalam bacaan tersebut. kejadian, mengganti permasalahan sesuai
Siswa pun kemudian mengajukan jawaban dengan yang dialami siswa, dan sebagainya.
sementara berdasarkan pandangan pribadi. Kemudian, diikuti dengan menguraikannya
Jawaban sementara ini menjadi hipotesis. secara naratif. Cara demikian merupakan
Untuk membuktikan apakah hipotesis itu benar penerapan modelling (pemodelan) di dalam
atau tidak, penulis meminta siswa untuk pembelajaran kontekstual.
membuktikannya melalui membaca Di dalam satu bab atau satu pelajaran
keseluruhan bacaan sambil membandingkan selalu terdiri atas beberapa kemampuan
dengan jawabannya (cara eksplorasi). Langkah berbahasa dan beberapa kemampuan bersastra.
terakhir adalah siswa menarik kesimpulan atas Penyajian seperti ini mengandung arti bahwa
pembuktian itu. Kemudian, menyajikan antara kemampuan berbahasa dengan
sintesisnya diikuti dengan diskusi antarhasil kemampuan bersastra saling terkait satu sama
temuan siswa lainnya. Stimulasi demikian, di lain, saling mendukung, saling melengkapi,
dalam istilah pembelajaran kontekstual, dikenal saling bersinergi untuk mengembangkan
dengan inkuiri (menemukan sendiri kompetensi yang lebih baik. Hal ini juga
berdasarkan stimulasi yang konkret dari guru). dimaksudkan agar keterpaduan menjadi cara
Setiap kegiatan yang harus efektif di dalam belajar berbahasa dan
dilaksanakan oleh siswa disertai dengan contoh bersastra. Namun, pada beberapa buku yang
dan pengertian mengenai tugas itu. Misalnya, terstandar konsep keterpaduan baru diartikan
jika siswa diminta untuk membuat rangkuman melalui penggunaan tema untuk setiap wacana
bacaan, pasti ada penjelasan terlebih dahulu, yang dijadikan contoh pembelajaran. Untuk itu,
baik berupa contoh atau definisi operasional penulis harus berupaya menerjemahkannya
tentang apa yang dimaksudkan dengan sehingga keterpaduan lebih bervariasi lagi.
rangkuman dan bagaimana contoh membuat Misalnya, materi membuat catatan harian
rangkuman yang baik. Jadi, selalu disertakan dijadikan dasar untuk menulis cerita pendek
contoh cara pembuatan rangkuman, cara atau puisi.
mencari gagasan paragraf atau teks, cara Perlu diperhatikan juga bahwa, dalam
mencari masalah, cara menandai penokohan kegiatan bersastra, tafsiran terhadap sebuah
dalam cerpen. Kemudian, siswa melakukan hal karya sastra, apakah itu puisi, cerpen, karya
yang sama berdasarkan contoh. Siswa dituntun terjemahan, atau drama, tidak hanya satu
kemungkinan tafsiran. Meskipun sudah hal yang telah dipelajarinya. Misalnya, melalui
disajikan sebuah contoh tafsiran, siswa harus pertanyaan “Apa yang kamu rasakan setelah
diberi kesempatan untuk menafsirkan karya mempelajari bab tertentu?”, “Apa yang
sastra tersebut sendiri. Masalahnya, tafsir setiap terbayang dalam diri kamu jika mampu menulis
orang saat membaca sebuah karya sastra pasti cerpen?”, “Apakah kamu juga terdorong untuk
tidak sama, sangat relatif berdasarkan mulai membaca beragam bacaan?”, “Mengapa
pengalaman pribadi setiap orang. Oleh sebab saya menyukai itu?”, “Bagaimana agar saya
itu, dalam menyajikan contoh penafsiran, bisa mengirimkan tulisan ke media massa?, dan
sebaiknya, disajikan juga alasan bagi tafsiran sebagainya. Jawaban-jawaban itu kemudian
itu. Misalnya, dengan mencuplik bagian dari dirangkai dalam satu tulisan, baik berupa
karya sastra itu, dengan merujuk kepada kamus, simpulan, saran, pendapat, dan sebagainya.
dan sebagainya. Cara demikian merupakan Cara ini merupakan bentuk refleksi atas hal
upaya penyediaan aktivitas berupa investigasi. yang telah dipelajarinya.
Penulis haruslah mengondisikan siswa Penulis haruslah mengondisikan siswa
untuk berkelompok, baik kelompok kecil agar terjadi penilaian antarsiswa, mengetahui
maupun besar. Kelompok ini penting agar siswa ada-tidaknya manfaat yang telah dipelajarinya,
dapat menggunakan buku teks pelajaran mengukur kompetensi dirinya, baik kognitif,
optimal di luar kelas. Selain itu, siswa dapat afektif, maupun psikomotorik, memberi tahu
memperkaya wawasannya dengan membagi bagaimana cara memublikasikan hasil, baik di
tugas dalam kelompok untuk mencari sumber papan majalah dinding, atau di media massa,
pengayaan lain. dan sebagainya. Berkenaan dengan
Pengelompokan juga amat berguna di keterampilan menulis, misalnya, penulis
dalam mencapai kompetensi mendengarkan. haruslah mengingatkan kembali atas hasil
Antarsiswa kegiatan mendengarkan dapat tulisan pada kompetensi sebelumnya sehingga
dilakukan. Misalnya, salah seorang teman di siswa sendiri mampu mengenali perkembangan
dalam kelompok belajar berperan menjadi kompetensi menulisnya.
pembaca berita. Teman lainnya mendengarkan
sambil mencatat hal-hal penting berkenaan H. PENUTUP
dengan berita, seperti apa, siapa, kapan, di Secara umum dimensi-dimensi
mana, mengapa, atau bagaimana. Untuk guru, kontekstual di dalam penulisan buku teks
wacana bahan mendengarkan di dalam buku pelajaran bahasa Indonesia akan
teks pelajaran dapat direkam kemudian siswa mengondisikan siswa belajar mandiri
mendengarkan rekaman tersebut. berkenaan dengan kegiatan berbahasa dan
Melalui pembelajaran pementasan bersastra. Tingkat ketergantungan kepada
drama, misalnya, penulis dapat menstimulasi orang lain dengan sendirinya akan menurun.
siswa melalui kelompok untuk melakukan Siswa pun akan merasakan betapa belajar
brainstorming intrakelompok tentang naskah melalui buku teks pelajaran bahasa Indonesia
drama yang akan dipentaskan. Mereka diminta menyenangkan. Arah belajar serta ketercapaian
untuk berbagi pengalaman. Di samping itu, kompetensi semakin jelas. Belajar berbahasa
mereka juga akan belajar membentuk suatu dan bersastra bukan lagi menjadi beban karena
organisasi dalam menciptakan kerja sama. Cara adanya manfaat dan makna yang dapat
demikian dikenal dengan penyediaan aktivitas diperoleh siswa. Karena belajar berbasis
berupa inkuiri, eksplorasi, dan investigasi masalah, siswa akan terdorong untuk belajar
melalui learning community (masyarakat memecahkan masalah, baik secara individu
belajar). maupun kelompok.
Pada setiap akhir penyelesaian suatu
bab atau pelajaran, siswa distimulasi untuk
merasakan, membayangkan, memikirkan hal-