Penerapan Prinsip-Prinsip Cognitive Behavior Therapy (BT) Untuk Meningkatkan Self-Esteem Pada Remaja Perempuan
Penerapan Prinsip-Prinsip Cognitive Behavior Therapy (BT) Untuk Meningkatkan Self-Esteem Pada Remaja Perempuan
Penerapan Prinsip-Prinsip Cognitive Behavior Therapy (BT) Untuk Meningkatkan Self-Esteem Pada Remaja Perempuan
net/publication/342152198
CITATIONS READS
0 625
2 authors, including:
Rini Hildayani
University of Indonesia
26 PUBLICATIONS 13 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Mother-child interaction in families of middle-to-low socioeconomic status - A descriptive status View project
All content following this page was uploaded by Rini Hildayani on 13 June 2020.
Abstract
This study aimed to determine effectiveness the principles of Cognitive
Behavior Therapy (CBT) to increase self-esteem. This study uses single-subject
research design. The participant of this study is a 13 years 8 months old girl who
has low self-esteem. Self-esteem was measured by a Coopersmith Self-Esteem
Inventory (CSEI) from Coopersmith (1967), adolescent’s behavior was measured
by Child Behavioral Checklist (CBCL), and supported by interview with adolescent
and parent. This intervention consists of three stages, such as the pre-
intervention that consists of one session, the intervention that consists of eight
sessions, and the post-intervention that consist of one session. The result of this
study indicates that CBT can increase self-esteem, especially in certain domains,
such as school and general self. Meanwhile, adolescent’s behavior also changes,
especially in thought problem aspect. However, other problem experienced by
adolescent can be obstacle to effectiveness the principles of Cognitive Behavior
Therapy (CBT) to increase self-esteem.
Keywords: Cognitive Behavior Therapy (CBT), Self-Esteem
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan prinsip-
prinsip Cognitive Behavior Therapy (CBT) untuk meningkatkan self-esteem.
Penelitian ini menggunakan single-subject research design. Partisipan dalam
penelitian ini adalah remaja perempuan berusia 13 tahun 8 bulan yang memiliki
self-esteem rendah. Self-esteem diukur dengan menggunakan skala Coopersmith
Self-Esteem Inventory (CSEI) dari Coopersmith (1967), perilaku remaja diukur
dengan menggunakan kuesioner Child Behavioral Checklist (CBCL), dan didukung
dari hasil wawancara dengan remaja dan orang tua. Intervensi ini terdiri dari tiga
tahapan. Tahap pertama yaitu pre-intervensi yang dilakukan sebanyak satu sesi,
tahap kedua yaitu tahap intervensi yang terdiri dari 8 sesi, dan tahap ketiga yaitu
post-intervensi yang dilakukan sebanyak satu sesi. Hasil penelitian ini
menunjukkan adanya peningkatan self-esteem pada domain sekolah dan general
self. Sementara itu, remaja juga mengalami perubahan perilaku, terutama pada
aspek thought problem. Akan tetapi, adanya masalah lain yang dialami remaja
dapat menjadi hambatan terhadap efektivitas penerapan prinsip-prinsip
Cognitive Behavior Therapy (CBT) untuk meningkatkan self-esteem.
Kata Kunci: Cognitive Behavior Therapy (CBT), Self-Esteem
Pendahuluan
Menurut Erikson, remaja masuk ke dalam tahap perkembangan psikososial identity
and repudiation versus identity diffusion (Miller, 2011). Pada tahap ini, remaja menyusun
kembali identitas dirinya yang disesuaikan dengan kebutuhan, keterampilan, dan
tujuannya di masa remaja. Identitas diri pada masa remaja adalah salah satu hal yang
penting dan penuh makna (Rezaee, 2016). Sejalan dengan hal tersebut, Erikson dan Harter
(dalam Luyckx et al., 2013) menyatakan bahwa tidak hanya identitas diri yang penting pada
masa remaja, namun self-esteem juga memegang peranan penting dalam transisi remaja
menuju kedewasaan. Identitas diri dan self-esteem adalah mekanisme yang saling
memperkuat dan bergantung satu sama lain untuk membentuk individu secara
keseluruhan (Leary & Tangney dalam Luyckx et al., 2013). Secara lebih spefisik, semakin
kuat identitas diri remaja, semakin banyak individu yang menyadari kekuatan dan
kelemahan diri, maka semakin kuat self-esteem mereka. Sebaliknya, semakin banyak
individu yang mengalami kebingungan mengenai identitas diri mereka, maka semakin
lemah self-esteem mereka (Luyckx et al., 2013). Oleh karena itu, self-esteem merupakan hal
penting untuk membantu remaja mencapai tahap perkembangan dan kesejahteraan
mereka.
Papalia, Olds, dan Feldman (2009) mendefinisikan self-esteem sebagai penilaian
menyeluruh individu terhadap diri mereka dan terhadap keberhargaan diri mereka. Sejalan
dengan hal tersebut, Shamloo menyatakan bahwa self-esteem adalah tingkat persetujuan,
konfirmasi, penerimaan, dan penilaian yang dimiliki individu mengenai dirinya sendiri,
kemudian perasaan tersebut dapat dibandingkan dengan orang lain (Rezaee, 2016).
Dengan demikian, self-esteem melibatkan perasaan penerimaan diri, berbeda dengan
penghargaan diri yang berlebihan atau membanggakan diri sendiri yang mencirikan
individu narsistik (Orth & Robins, 2014). Pada remaja, perkembangan self-esteem biasanya
terkait dengan hubungan pertemanan, daya tarik lawan jenis, dan kemampuan pekerjaan
atau prestasi mereka (Berk, 2012). Selain itu, self-esteem/harga diri pada remaja juga
berhubungan erat dengan kepuasan terhadap penampilan (Barker & Bornstein, 2010).
Bagi sebagian anak, self-esteem mereka mencerminkan persepsi yang tidak selalu
sesuai dengan kenyataan yang ada mengenai diri mereka (Krueger, Vohs, & Baumeister
dalam Santrock, 2010). Self-esteem yang rendah dapat mencerminkan persepsi yang akurat
Therapy (CBT) untuk meningkatkan self-esteem pada remaja berinisial D, terutama self-
esteem yang terkait dengan penampilan dan kemampuan akademiknya di sekolah yang
sudah diilustrasikan sebelumnya. Berdasarkan pemaparan yang sudah dijelaskan, maka
rumusan masalah yang akan dijawab pada penelitian ini adalah, Apakah penerapan prinsip-
prinsip Cognitive Behavior Therapy (CBT) efektif untuk meningkatkan self-esteem pada
remaja?
Berikut ini adalah model kognitif terkait self-esteem penampilan dan akademis D:
Pengalaman Awal
Pengalaman Awal
• Sejak kecil, kemampuan motorik • Pernah ditertawakan oleh teman saat
terlambat. presentasi materi di depan kelas.
• Saat bersekolah, malu dan iri pada teman • Saat diminta untuk mengerjakan soal di
yang dapat berlari cepat dan melompat. depan kelas, D salah menjawab dan
• Saat ini, D sering membandingkan ditertawakan teman sekelas.
penampilannya dengan teman lain. • Beberapa kali mendapat nilai
matematika yang di bawah standar.
Pembentukan Keyakinan
Pembentukan Keyakinan
yang Tidak Benar
yang Tidak Benar
• “Aku tidak pintar”
• “Aku jelek”, “Aku tidak cantik”
• “Aku udah belajar, tapi masih ada
• “Tubuhku gendut”
nilai yang jelek”
Peristiwa Kritis
Di-bully saat kelas 7 dengan dianggap Peristiwa Kritis
gendut dan tidak ada laki-laki yang Peringkat turun drastis dari peringkat
menyukainya. 2 ke peringkat 10.
Simtom Simtom
• Perilaku: Menarik diri, jarang • Perilaku: Terkadang menyerah
bergaul meski ada teman dekat saat belajar, menunda belajar
• Emosi: Sedih, kesepian, malu • Emosi: Sedih, merasa bersalah,
• Kognitif: Menyalahkan diri sendiri, cemas, malu
diri selalu dianggap buruk • Kognitif: Menyalahkan diri sendiri
• Fisiologis: Sulit tidur, melamun • Fisiologis: Sulit tidur
Metode
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel terikat, yaitu self-esteem dan
variabel bebas, yaitu Cognitive Behavior Therapy (CBT). Penjelasan dari variabel akan
dijelaskan sebagai berikut:
Berk (2012) menyatakan bahwa self-esteem adalah penilaian seseorang terhadap
dirinya dan perasaan yang terkait dengan penilaian tersebut. Self-esteem yang tinggi
berimplikasi pada penilaian realistis dari kompetensi seseorang, ditambah dengan adanya
penerimaan dan penghargaan diri (Berk, 2012). Self-esteem yang rendah dapat
mencerminkan distorsi/persepsi yang salah dan merasakan adanya kelemahan diri
(Santrock, 2010).
Cognitive Behavior Therapy (CBT) adalah sebuah metode yang mengkombinasikan
terapi pikiran dan perilaku, serta bertujuan untuk mengurangi distress psikologis dan
pikiran yang salah dengan cara mengetahui bagaimana integrasi pikiran, perasaan, dan
perilaku terhadap masalah yang terjadi (Cully & Teten, 2008; Teater, 2014). Cully dan Teten
(2008) menyatakan bahwa asumsi dasar pada CBT adalah perasaan/emosi sulit untuk
diubah secara langsung, sehingga CBT menyasar perasaan klien dengan cara mengubah
pikiran dan perilaku yang berkontribusi pada perasaan yang mengganggu atau membuat
stres. Oleh karena itu, CBT membuat serangkaian kemampuan yang memungkinkan
individu untuk menyadari pikiran dan perasaan; mengidentifikasi bagaimana situasi,
pikiran, dan perilaku memengaruhi perasaan/emosi; dan meningkatkan perasaan yang
lebih baik dengan mengubah pikiran dan perilaku yang salah (Cully & Teten, 2008).
Dalam pengaplikasiannya, Teater (dalam Teater, 2014) menyatakan bahwa CBT
meliputi tiga tahap, yaitu: 1) Asesmen, untuk mengetahui hubungan antara pikiran,
perasaan, dan perilaku klien yang berkontribusi terhadap munculnya masalah perilaku; 2)
Intervensi CBT dapat meliputi beberapa bentuk, seperti cognitive restructuring, teknik
relaksasi, pelatihan social-skills, assertion training dan kemampuan penyelesaian masalah,
systematic desensitization, dan reinforcement, modeling, dan role-plays; 3) Evaluasi, untuk
melihat perubahan perilaku klien setelah intervensi CBT diberikan, yaitu pada sebelum/pre
dan sesudah/post intervensi CBT. Hubungan variabel dalam penelitian ini dapat dijelaskan
pada bagan berikut:
Intervensi CBT:
Cognitive Restructuring
Intervensi CBT:
Problem Solving Skill
Orang
Tua
Intervensi CBT:
Role-play
Psikoedukasi:
Distorsi Kognitif
dan Self-esteem
Therapy (CBT) untuk meningkatkan self-esteem. Sama seperti kriteria pada single-subject
research design, peneliti juga menggunakan 1 orang sebagai subjek, yaitu remaja
perempuan berinisial D. Oleh karena itu, penelitian ini fokus pada perubahan perilaku dari
variabel terikat/dependent pada 1 subjek/klien yang terjadi sepanjang intervensi
(A hingga B) berdasarkan pemberian variabel bebas/independent, yaitu Cognitive Behavior
Therapy.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat ukur/kuesioner,
wawancara, dan observasi. Indikator keberhasilan pada penelitian ini adalah adanya
perubahan skor mentah/raw score pada kuesioner self-esteem dan CBCL, serta kualitas
pikiran, perasaan, dan perilaku subjek pada wawancara yang semakin baik. Kuesioner yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Coopersmith Self-Esteem Inventory (CSEI) untuk
mengukur self-esteem dan Child Behavioral Checklist (CBCL) untuk perubahan perilaku anak
yang diberikan sebelum dan sesudah intervensi.
CSEI adalah salah satu kuesioner self-report yang yang digunakan untuk mengukur
sikap terhadap diri sendiri dalam berbagai bidang, seperti keluarga, teman sebaya,
sekolah, dan aktivitas secara umum pada remaja dan orang dewasa (Coopersmith dalam
Potard, 2017). CSEI terdiri dari 50 item dan menghasilkan skor yang spesifik mengenai self-
esteem pada domain general self, hubungan sosial, orang tua di rumah, dan akademis di
sekolah, serta delapan item tambahan mengenai skala kebohongan/lie (Potard, 2017).
Pada penelitian ini, peneliti akan membandingkan perubahan self-esteem subjek dari
sebelum dan sesudah intervensi, spesifik pada beberapa domain self-esteem melalui skor
mentah/raw score. Intervensi dikatakan berhasil jika terjadi peningkatan skor mentah/raw
score self-esteem pada spesifik domain, yaitu sekolah dan general self.
Kuesioner lain yang digunakan adalah CBCL, yaitu kuesioner screening terstandar
yang digunakan secara internasional untuk mengidentifikasi masalah emosi/perilaku dan
kompetensi sosial pada anak dan remaja (usia 4 hingga 18 tahun) (Bordin et al., 2013). Pada
penelitian ini, peneliti akan membandingkan perubahan perilaku bermasalah, yaitu
thought problems dari sebelum dan sesudah intervensi. Intervensi ini dikatakan berhasil
jika terjadi penurunan skor mentah/raw score perilaku bermasalah (thought problems).
Secara lebih spefisik, peneliti menargetkan agar tidak ada perilaku bermasalah dalam
kuesioner CBCL yang masuk ke dalam borderline dan clinical range. Selain itu, pengumpulan
data juga dilakukan melalui metode wawancara, yaitu untuk mengetahui gambaran
mendalam mengenai pikiran, perasaan, dan perilaku subjek. Observasi juga dilakukan
dalam penelitian ini, yaitu untuk mendapatkan hal-hal yang tidak didapatkan melalui
kuesioner dan wawancara, seperti sikap dan perilaku non-verbal.
Berikut ini adalah penjabaran mengenai kuesioner yang diberikan kepada subjek
dan orang tua:
Hasil
Berdasarkan analisis hasil, intervensi Cognitive Behavior Therapy (CBT) yang
diberikan kepada D (remaja berusia 13 tahun 8 bulan) terbukti efektif untuk meningkatkan
self-esteem-nya. Hal ini terbukti dari data yang diperoleh melalui kuesioner, wawancara,
dan observasi selama melakukan intervensi. Pada kuesioner Coopersmith Self-Esteem
Inventory (CSEI), terjadi peningkatan skor self-esteem pada dua domain yang disasar, yaitu
domain sekolah dan general self. Pada kuesioner Child Behavior Checklist (CBCL), terjadi
penurunan skor perilaku bermasalah yang ditunjukkan oleh D, yaitu thought problems.
Selain itu, hasil wawancara menunjukkan bahwa terdapat kualitas yang lebih baik pada
pikiran, perasaan, dan perilaku D sebelum dan sesudah intervensi. D mengaku bahwa ia
sudah mengaplikasikan beberapa prinsip atau materi yang diberikan selama sesi intervensi
CBT ini. Berikut ini adalah hasil perbandingan dari aspek pikiran, perasaan, dan perilaku D
saat sebelum dan sesudah intervensi CBT dilakukan:
Tabel 3. Perbandingan Pikiran, Perasaan, dan Perilaku Sebelum dan Sesudah Intervensi
Aspek Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi
- D menyalahkan diri sendiri karena - D berusaha untuk tidak menyalahkan diri
kekurangannya dalam penampilan, yaitu tidak sendiri dan menerapkan positive self-talk
cantik dan gendut
- D berpikir bahwa ia memiliki kelemahan - D tidak berpikir bahwa ia lemah pada bidang
Pikiran
dalam bidang akademik (tidak pintar dan akademik dan terus berusaha untuk belajar
dapat nilai jelek)
- D lebih memilih untuk pasif di kelas karena - D mencoba untuk lebih aktif dengan
takut salah dan ditertawakan menjawab soal dan presentasi
- D sering merasa sedih dan kesepian saat - Saat D merasa sedih, ia mengalihkan dengan
berpikir kekurangannya dalam penampilan hal lain yang lebih bermanfaat, seperti
dan akademik membaca buku
- D sering merasa malu dan iri saat melihat - D tidak lagi merasa malu dan iri, serta sudah
Perasaan
temannya yang lebih langsing, cantik, dan lebih percaya diri dengan penampilannya
pintar
- D sering merasa tidak percaya diri karena - D percaya diri dengan kelebihan dan
tidak memiliki kelebihan mengurangi pikiran negatif
- D terkadang menarik diri dari lingkungannya - D berusaha untuk lebih banyak bergaul dan
dan menyendiri bercerita dengan ibu
Perilaku
- D sering sulit tidur karena berpikir mengenai - D tidak sulit tidur dan sering menerapkan
kekurangan dirinya teknik relaksasi pada CBT dan positive self-talk
dengan sasaran intervensi CBT ini, yaitu self-esteem pada ranah pikiran negatif mengenai
penampilan dan kemampuan akademis di sekolah. Dalam hal ini, penampilan masuk ke
dalam domain self-esteem general self. Pada domain sekolah, terjadi peningkatan sebesar
4 skor dari pre dan post-intervensi. Pada domain general self, terjadi peningkatan sebesar
6 skor pada domain. Sejalan dengan hal tersebut, domain kebohongan menurun 1 skor dari
pre dan post-intervensi. Akan tetapi, pada domain orang tua di rumah, terjadi penurunan 5
skor dari pre ke post-intervensi. Satu-satunya domain yang menurun ini akan dibahas lebih
lanjut pada sub-bab pembahasan. Walaupun terjadi peningkatan skor pada dua domain
yang disasar, yaitu sekolah dan general self, namun secara keseluruhan skor self-esteem D
masih berada pada kategori rendah. Hal ini akan dibahas lebih lanjut pada bagian
pembahasan.
Berikut ini adalah penjabaran skor mentah kuesioner self-esteem (CSEI):
16
14
12
10
8 Pre-test
6 Post-test
4
0
School (8 item) Social (8 item) General Self Home (8 item) Lie (8 item)
(26 item)
Tidak hanya perubahan yang positif pada kuesioner self-esteem, perubahan juga
tampak pada perilaku bermasalah dalam kuesioner child behavior checklist (CBCL) sebelum
dan sesudah intervensi. Skor CBCL sebelum intervensi menunjukkan bahwa pada ranah
tingkah laku bermasalah, yaitu thought problems, perilaku D tergolong ke dalam kategori
borderline range. Akan tetapi, terjadi penurunan perilaku setelah intervensi diberikan, yaitu
semua ranah masuk ke dalam kategori normal.
Pembahasan
acuan CBT dari Stallard (2002). Metode yang ditampilkan diusahakan agar dapat menarik
minat remaja untuk terlibat, seperti adanya role-play, contoh kasus, dan materi singkat.
Faktor kelima, peran orang tua, yaitu ibu juga sangat penting terhadap intervensi ini. Hal
tersebut karena salah satu sesi intervensi CBT ini melibatkan peran orang tua, yaitu
psikoedukasi terkait dengan self-esteem anak. Pada penelitian ini, ibu dari D dapat
kooperatif dengan hadir saat sesi dengan orang tua berlangsung.
Selain adanya faktor yang mendukung pelaksanaan intervensi CBT ini, terdapat
pula faktor yang menghambat efektivitas intervensi yang diberikan. Faktor penghambat
tersebut adalah hubungan orang tua dengan anak. Pada penelitian ini, total skor global
self-esteem dari kuesioner Coopersmith Self-esteem Inventory (CSEI) menunjukkan
bahwa self-esteem D masih tetap rendah. Hal tersebut disebabkan karena menurunnya
skor self-esteem secara drastis pada domain orang tua di rumah (home), dari skor 5 (pre-
test) ke skor 0 (post-test). Pada saat pelaksanaan intervensi CBT, hubungan D dengan
orang tuanya mengalami masalah karena orang tua akan bercerai. Berdasarkan hasil
kuesioner CSEI dan wawancara, kondisi tersebut sangat memengaruhi D. Saat ini, D
merasa bahwa ia dan orang tuanya tidak lagi bersenang-senang bersama, ia merasa
mudah kesal/kecewa di rumah, dan orang tua tidak mempertimbangkan perasaannya.
Selain itu, D juga merasa bahwa tidak ada yang memberi perhatian pada D di rumah dan
orang tuanya tidak mengerti kondisi D saat ini. Hal tersebut sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Raboteg-Šarić, Merkaš, dan Miljević (2018) bahwa hubungan remaja
dengan orang tua sangat berkontribusi terhadap global self-esteem pada remaja. Peran
orang tua dalam kehidupan remaja sangat penting sebagai penentu global self-esteem
mereka (Raboteg-Šarić, Merkaš, dan Miljević, 2018). Pada D, terjawab bahwa salah satu
hal penting yang menyebabkan ia tetap memiliki global self-esteem yang rendah adalah
karena adanya masalah dengan orang tua saat sesi intervensi CBT berlangsung.
Simpulan
Intervensi Cognitive Behavior Therapy (CBT) yang dilakukan pada penelitian ini
terbukti efektif untuk meningkatkan self-esteem pada remaja yang menjadi subjek
penelitian ini (inisial D, usia 13 tahun 8 bulan). Hal tersebut spefisik pada sasaran CBT
yang diberikan, yaitu self-esteem mengenai penampilan dan kemampuan akademik.
Hasil menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pada skor Coopersmith Self-esteem
Persona: Jurnal Psikologi Indonesia
ISSN. 2301-5985 (Print), 2615-5168 (Online) Page | 132
Persona: Jurnal Psikologi Indonesia Volume 7, No. 2, Desember 2018
ISSN. 2301-5985 (Print), 2615-5168 (Online)
Inventory (CSEI), yaitu pada domain sekolah dan general self-esteem. Terdapat beberapa
hal yang mendukung proses intervensi ini, seperti terapis yang sudah memeriksa klien
secara lebih mendalam, sikap kooperatif yang ditunjukkan klien, klien yang menyadari
masalahnya, dan modul yang sesuai untuk D. Sementara itu, terdapat faktor penting
yang menghambat meningkatnya global self-esteem D yaitu hubungan D dengan orang
tuanya yang sedang mengalami masalah. Rekomendasi terhadap penelitian selanjutnya
adalah sebaiknya intervensi CBT diberikan saat anak sedang tidak mengalami masalah
lain di luar dari masalah/target CBT yang dilakukan.
Referensi
Alnahdi, G. H. (2015). Single-subject designs in special education: advantages and
limitations. Journal of Research in Special Educational Needs, 15(4), 257-265.
Barker, E. T., & Bornstein, M. H. (2010). Global self-esteem, appearance satisfaction, and
self-reported dieting in early adolescence. The journal of early adolescence, 30(2),
205-224.
Berk, L. E. (2012). Child development. Pearson.
Bordin, I. A., Rocha, M. M., Paula, C. S., Teixeira, M. C. T., Achenbach, T. M., Rescorla, L.
A., & Silvares, E. F. (2013). Child Behavior Checklist (CBCL), Youth Self-Report
(YSR) and Teacher's Report Form (TRF): an overview of the development of the
original and Brazilian versions. Cadernos de Saúde Pública, 29, 13-28.
Cully, J. A., & Teten, A. L. (2008). A therapist’s guide to brief cognitive behavioral
therapy. Houston: Department of Veterans Affairs South Central MIRECC.
Henderson, D. A., & Thompson, C. L. (2015). Counseling children. Cengage Learning.
Isomaa, R., Väänänen, J. M., Fröjd, S., Kaltiala-Heino, R., & Marttunen, M. (2013). How
low is low? Low self-esteem as an indicator of internalizing psychopathology in
adolescence. Health Education & Behavior, 40(4), 392-399.
James, K. P. (2016). Single-subject research method: The needed simplification. British
Journal of Education, 4(6), 68-95.
Kennerley, H., Kirk, J., & Westbrook, D. (2016). An introduction to cognitive behaviour
therapy: Skills and applications. Sage.
Luyckx, K., Klimstra, T. A., Duriez, B., Van Petegem, S., Beyers, W., Teppers, E., &
Goossens, L. (2013). Personal identity processes and self-esteem: Temporal
sequences in high school and college students. Journal of Research in
Personality, 47(2), 159-170.
Masselink, M., Van Roekel, E., & Oldehinkel, A. J. (2018). Self-esteem in early adolescence
as predictor of depressive symptoms in late adolescence and early adulthood:
the mediating role of motivational and social factors. Journal of youth and
adolescence, 47(5), 932-946.
McManus, F., Waite, P., & Shafran, R. (2009). Cognitive-behavior therapy for low self-
esteem: a case example. Cognitive and Behavioral Practice, 16(3), 266-275.
Miller, P. H. (2011). Theories of developmental psychology. Macmillan.
Moksnes, U. K., & Espnes, G. A. (2012). Self-esteem and emotional health in adolescents–
gender and age as potential moderators. Scandinavian Journal of Psychology, 53,
483–489.
Moksnes, U. K., & Espnes, G. A. (2013). Self-esteem and life satisfaction in adolescents—
gender and age as potential moderators. Quality of Life Research, 22(10), 2921-
2928.
Orth, U., & Robins, R. W. (2014). The development of self-esteem. Current Directions in
Psychological Science, 23(5), 381-387.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development. USA: Mc Graw
Hill.
Potard, C. (2017). Self-Esteem Inventory (Coopersmith). Encyclopedia of Personality and
Individual Differences, 1-3.
Raboteg-Šarić, Z., Merkaš, M., & Miljević, T. (2018). Family Relations and Relationships
with Peers as Determinants of Self-Esteem in Adolescents. Central European
Journal of Paediatrics, 14(2), 190-200.
Rezaee, A. (2016). Relation between self-esteem and identity styles with mental health
of students majoring in Psychology, University of Payame Noor, Mahabad
center. World Scientific News, (33), 122-134.
Santrock, J. W. (2010). Child development. Belmont, CA: McGraw-Hill Higher Education.
Stallard, P. (2002). Think good-feel good: A cognitive behaviour therapy workbook for
children and young people. John Wiley & Sons.
Teater, B. (2014). An introduction to applying social work theories and methods. McGraw-
Hill Education (UK).
Van Orden, L. (2011). Internalizing behavior, externalizing behavior and social support in
relation to self-concept in children. Magistarski rad. Sveuĉilište u Tulburugu.
Preuzeto s: http://arno. uvt. nl/show. cgi.
Wanders, F., Serra, M., & de Jongh, A. (2008). EMDR versus CBT for children with self-
esteem and behavioral problems: a randomized controlled trial. Journal of EMDR
Practice and Research, 2(3), 180-1