Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Fisioterapi Dada Dan Batuk Efektif Sebagai Penatalaksanaan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 7

Health Information : Jurnal Penelitian

Volume 11 no 1 Juni 2019 p-ISSN: 2085-0840: E-ISSN: 2622-5905

Fisioterapi Dada Dan Batuk Efektif Sebagai Penatalaksanaan Ketidakefektifan


Bersihan Jalan Nafas Pada Pasien TB Paru Di RSUD Kota Kendari

Rusna Tahir 1, Dhea Sry Ayu Imalia S 2, Siti Muhsinah3


123
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kendari

ABSTRACT

Backgorund: Pulmonary tuberculosis is an infection disease with the highest prevalence in the world
and being the third largest in Indonesia with 1.02 million cases. The core problem of pulmonary
tuberculosis patient is ineffective airway clearance characterized by dyspnea, ronchi, excessive
sputum, ineffective cough. Nursing intervention to manage the problem is chest physiotherapy and
effective coughing. Objective: This study aims to obtain an overview of the application of chest
physiotherapy and effective coughing as ineffective airway clearance management on pulmonary
tuberculosis patient. Method: Method used descriptive case study with structured interview, studies
document and observations. Participants in this study is pulmonary tuberculosis patient which is given
three days and twice a day session of chest physiotherapy and effective coughing. Results: Patency of
the airway is improve after chest physiotherapy and effective coughing which characterized by
normal respiratory frequencies, normal respiratory rythms, no ronchi and able to remove sputum from
airway. Conclusion: Chest physiotherapy and effective coughing is applicable as ineffective airway
clearance management on pulmonary tuberculosis patient.

Keywords : pulmonary tuberculosis, ineffective clearance airway, chest physiotherapy and effective
coughing

PENDAHULUAN Penyakit TB paru ditularkan melalui


Latar Belakang airborne yaitu inhalasi droplet yang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit mengandung kuman
menular yang menyebabkan kematian mycobacterium tuberculosis.
tertinggi kedua di dunia setelah HIV/AIDS Pasien TB paru akan mengeluh batuk yang
(WHO, 2015). World Health Organization disertai dahak dan atau batuk berdarah, sesak
(WHO) menunjukkan peningkatan prevalensi napas, nyeri pada daerah dada, keringat pada
kasus TB dari 9,6 juta menjadi 10,4 juta pada malam hari, penurunan nafsu makan.
tahun 2016. Indonesia menduduki peringkat Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda- tanda
kedua dunia dengan penyakit TB terbanyak berupa peningkatan frekuensi napas, irama nafas
yaitu 1,2 juta kasus dengan angka kematian tidak teratur, dan ronchi (Ardiansyah, 2012).
100.000 jiwa setiap tahun (Global Tuberculosis Merujuk pada manifestasi tersebut, masalah
Report, 2016). keperawatan yang umum terjadi pada pasien TB
Kejadian TB di Sulawesi Tenggara bukan paru adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas
yang tertinggi di Indonesia, akan tetapi (Herdman, 2018).
mengalami peningkatan jumlah setiap tahun. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Pada Tahun 2017 tercatat sebanyak 2.587 kasus adalah ketidakmampuan membersihkan sekresi
baru BTA positif, yang tersebar pada empat atau penyumbatan pada saluran nafas untuk
Kabupaten dengan penderita terbanyak yakni mempertahankan bersihan jalan nafas (Herdman,
Kota Kendari, Kabupaten Konawe, Kolaka, dan 2018). Obstruksi saluran napas disebabkan oleh
Bau-Bau. Di RSUD Kota Kendari sebagai salah menumpuknya sputum pada jalan napas yang
satu RS rujukan Provinsi, tercatat 545 penderita akan mengakibatkan ventilasi menjadi tidak
TB dalam rekam medis pernah menjalani adekuat. Untuk itu perlu dilakukan tindakan
perawatan di 2017 (Rekam Medik RSUD Kota memobilisasi pengeluaran sputum agar proses
Kendari, 2018). Angka ini diperkirakan terus pernapasan dapat berjalan dengan baik guna
mengalami lonjakan seiring dengan mencukupi kebutuhan oksigen tubuh (Endrawati,
bertambahnya populasi masyarakat yang tinggal Aminingsih S, & Ariasti D, 2014).
di Kota Kendari. Salah satu intervensi keperawatan yang
bisa diterapkan untuk membersihkan sputum
pada jalan napas adalah fisioterapi dada dan
1
Health Information : Jurnal Penelitian
Volume 11 no 1 Juni 2019 p-ISSN: 2085-0840: E-ISSN: 2622-5905

batuk efektif. Banyak penelitian yang telah


membuktikan fisioterapi dada dan dan batuk primer diperoleh dari pengkajian, observasi dan
efektif dapat membantu pasien mengeluarkan wawancara dengan pasien. Data sekunder
sputum (Nugroho, 2011 ; Kapuk, 2012 ; diperoleh dari rekam medis dan wawancara
Endrawati, Aminingsih S, & Ariasti D, 2014 ; dengan keluarga yang mendampingi pasien
Maidartati, 2014). Fisioterapi dada dan batuk selama menjalani perawatan.
efektif dinilai efektif karena bisa dilakukan oleh Pengkajian menggunakan format
keluarga, mudah dan bisa dilakukan kapan saja. pengkajian kebutuhan oksigenasi. Alat ukur
yang digunakan sebagai evaluasi tindakan adalah
Rumusan Masalah lembar observasi yang berisi SOP serta lembar
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, observasi penilaian merujuk pada Nursing
maka rumusan masalah pada studi kasus ini Outcome Clasification (NOC) serta buku
adalah bagaimana penerapan fisioterapi dada dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
batuk efektif sebagai penatalaksanaan untuk menilai kepatenan jalan napas yang
ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada pasien ditandai dengan frekuensi napas (16-20x/menit),
TB paru? irama napas reguler, kemampuan mengeluarkan
sputum, tidak ada suara napas tambahan.
Tujuan Kepatenan jalan napas dievaluasi dua kali
dalam sehari (pagi dan sore) selama tiga hari
Tujuan pelaksanaan studi kasus ini adalah berturut-turut setelah tindakan fisioterapi dada
untuk mengetahui gambaran penerapan dan batuk efektif (Tarwoto dan Wartonah, 2015
fisioterapi dada dan batuk efektif sebagai ; Kasanah, 2015 ; Laukhil, 2016). Fisioterapi
penatalaksanaan ketidakefektifan bersihan jalan dada dan batuk efektif dilakukan sebelum pasien
nafas pada pasien TB paru di RSUD Kota minum obat untuk mengurangi bias dalam studi
Kendari. kasus.
METODE Pengolahan, Analisis Data, Penyajian Data
Jenis Penelitian Data diperoleh dari hasil pengkajian,
Jenis penelitian ini adalah deskiftif dengan observasi, wawancara dan serta studi dokumen
pendekatan observasional melalui studi kasus berupa rekam medik. Data ditampilkan secara
untuk memperoleh gambaran penerapan tekstural atau narasi disertai dengan ungkapan
fisioterapi dada dan batuk efektif pada pasien TB verbal dan respon dari subjek studi kasus yang
paru. merupakan data pendukung penelitian. Data
menerangkan beragam aspek dari pasien
Lokasi dan Waktu Penelitian kemudian dibandingkan dengan data normal
sesuai rujukan referensi. Hasil analisa data-data
Studi kasus berlokasi di Ruang Lavender ditampilkan dalam bentuk tabel.
RSUD Kota Kendari. Studi kasus dilaksanakan
mulai bulan Maret – April 2019. HASIL
Populasi dan Sampel Hasil pengkajian didapatkan identitas
pasien berinisial Tn. D umur 36 tahun, suku
Sampel dalam studi kasus ini berfokus Tolaki, beragama Islam, pekerjaan Wirasuasta,
pada satu orang pasien yang menjalani pendidikan terakhir SMA, alamat Desa
perawatan di RSUD Kota Kendari dengan Lalonggombu Kecamatan Lainea Kabupaten
diagnosa medis TB paru dan diagnosa Kobawe Selatan. Keluhan utama saat masuk RS
keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan adalah demam, batuk berlendir disertai bercak
napas dengan kriteria yaitu pasien dengan darah, sesak nafas, nafsu makan menurun,
diagnosa medis TB paru tanpa disertai ronchi, wajah nampak pucat, mukosa bibir
hemaptoe, kesadaran komposmentis, tidak kering, TD 100/70 mmhg, Nadi 82x/menit,
mengalami gangguan pada thorax dan pernapasan tidak teratur dengan frekuensi (RR)
punggung atau tulang belakang. 27x/menit.
Penerapan fisioterapi dada dan batuk
Pengumpulan Data efektif dilaksanakan selama 3 hari, dengan
Data dalam studi kasus ini dibagi menjadi frekuensi latihan 2x dalam sehari pada pagi (P)
dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data
2
dan sore (S) hari. Hasil yang diperoleh sebagai
berikut :

a. Frekuensi pernapasan

Tabel 1. Frekuensi Pernafasaan Sebelum Dan Setelah Fisioterapi Dada Dan Batuk Efektif

Frekuensi Nafas (Kali/Menit)


No Hari Latihan Sebelum (P) Setelah Sebelum Setelah
(P) (S) (S)
1 Hari 1 27x/menit 27x/menit 27x/menit 27x/menit
2 Hari 2 27x/menit 26x/menit 26x/menit 25x/menit
3 Hari 3 25x/menit 24x/menit 24x/menit 24x/menit

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sesi pagi dan dari 26x/menit menjadi 25x/menit
setelah dilakukan tindakan fisioterapi dada dan pada sesi sore. Terjadi penurunan dari
batuk efektif terjadi penurunan RR dari 25x/menit menjadi 24x/menit (RR normal) pada
27x/menit menjadi 26x/menit pada hari kedua hari ketiga pada sesi pagi dan sore hari.

b. Suara napas tambahan

Tabel 2. Suara Napas Tambahan Sebelum Dan Setelah Fisioterapi Dada Dan Batuk Efektif

Suara Nafas tambahan


No Hari Latihan Sebelum Setelah Sebelum (S) Setelah
(P) (P) (S)
1 Hari 1 Ada(ronchi) Ada(ronchi) Ada(ronchi) Ada(ronchi)
2 Hari 2 Ada(ronchi) Ada(ronchi) Ada(tonchi) Tidak ada
3 Hari 3 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tidak terdengar lagi pada hari kedua sesi
setelah dilakukan tindakan fisioterapi dada dan sore sampai pada hari ketiga baik pada sesi pagi
batuk efektif suara napas tambahan (ronchi) maupun sore.

c. Irama napas

Tabel 3. Irama Pernapasan Sebelum Dan Setelah Fisioterapi Dada Dan Batuk Efektif

Irama Pernapasan
No Hari Latihan Sebelum Setelah Sebelum Setelah
(P) (P) (S) (S)
1 Hari 1 Tidak teratur Tidak Teratur Tidak teratur Tidak Teratur
2 Hari 2 Tidak teratur Tidak steratur Tidak teratur Teratur
3 Hari 3 Teratur Teratur Teratur Teratur

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa


setelah dilakukan tindakan fisioterapi dada dan
batuk efektif terjadi perubahan irama napas dari teratur menjadi teratur pada hari kedua
tidak sesi sore. Selanjutnya pada hari ketiga irama
napas normal baik pada sesi pagi maupun sore.
d. Kemampuan mengeluarkan sputum

Tabel 3. Kemampuan Mengeluarkan Sputum Sebelum Dan Setelah Fisioterapi Dada Dan Batuk
Efektif

Kemampuan mengeluarkan sputum


No Hari Latihan Sebelum Setelah Sebelum Setelah
(P) (P) (S) (S)
1 Hari 1 Tidak Mampu Mampu Mampu
Mampu
2 Hari 2 Mampu Mampu Mampu Mampu
3 Hari 3 Mampu Mampu Mampu Mampu

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa batuk efektif pasien mampu (M)
setelah dilakukan tindakan fisioterapi dada dan mengeluarkan sputum pada hari pertama sesi
pagi sampai hari ketiga.

e. Kepatenan jalan napas

Tabel 4. Kepatenan Jalan Napas Sebelum Dan Setelah Fisioterapi Dada Dan Batuk Efektif

KEPATENAN JALAN NAFAS


RR Irama Suara Nafas Kemampuan Kriteria
Hari (kali/menit) Pernafasan Tambahan Mengeluaran
Sekret
S.1 S.2 S.1 S.2 S1 S2 S.1 S.2 S.1 S.2
1 27 27 TT TT Ada Ada M M TP TP
2 26 25 TT T Ada Tidak ada M M TP P
3 24 24 T T Tidak ada Tidak ada M M P P

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa teknik batuk efektif (Bulechek, & Butcher,
setelah dilakukan tindakan fisioterapi dada dan 2013). Sedangkan keberhasilan intervensi ini
batuk efektif terjadi perubahan kepatenan jalan dinilai berdasarkan kepatenan jalan napas yang
napas pada hari kedua sesi sore hari yang terdiri dari empat kriteria hasil yaitu frekuensi
ditandai dengan RR normal (24x/menit), irama napas, irama napas, suara napas tambahan, dan
napas teratur, tidak ada ronchi, serta pasien kemampuan mengeluarkan sputum (Moorhead,
mampu mengeluarkan sputum. Kepatenan jalan S & Johnson, M, 2013). Pembahasan masing-
napad dapat dipertahankan sampai hari ketiga. masing kriteria hasil sebagai berikut :
PEMBAHASAN a. Frekuensi Pernapasan
Subjek studi kasus dalam hal ini adalah Pada hari pertama pelaksanaan tindakan
pasien TB paru mengalami masalah keperawatan fisioterasi dada dan batuk efektif, hasil yang
ketidakefektifan bersihan jalan napas. diperoleh yaitu terjadi penurunan RR pada hari
Berdasarkan Nursing Intervention Clasification kedua yaitu 26x/menit dan hari ketiga menjadi
(NIC), salah satu intervensi mandiri yang dapat normal (24x/menit). Hasil ini sejalan dengan
dilakukan perawat untuk mengatasi masalah penelitian Sitorus, Lubis dan Kristiani (2018)
tersebut adalah fisioterapi dada dan mengajarkan pada pasien TB paru dengan hasil yaitu suara
nafas normal/vesikuler, RR 24x/menit, TD yang bebas dari sekret yang menumpuk akan
100/70mmHg, N 89x/menit, S 37oC. Juga memudahkan transport oksigen dari saluran
didukung oleh penelitian Tarwoto dan Wartonah pernapasan menuju paru-paru. Kecukupan
(2015) melalui evaluasi pasien selama 3 hari suplay oksigen dalam tubuh ditandai dengan
setelah tindakan fisioterapi dada yaitu penurunan AGD dalam batas normal (McPhee & Ganong,
RR dari 27x/menit menjadi 22x/menit. 2010).
Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa
adanya kesesuaian terhadap hasil yang dicapai d. Kemampuan Mengeluarkan Sputum
yaitu frekuensi napas menjadi normal.
Mobilisasi sputum dari saluran napas Kemampuan mengeluarkan sekret pasien
setelah fisioterapi dada akan membuat rongga ditunjukkan pada hari pertama sampai hari
alveoli menjadi lebih lebar sehingga tekanannya terakhir pemberian tindakan fisioterapi dada dan
mengecil mengakibatkan pengembangan alveoli batuk efektif. Kemampuan mengeluarkan sekret
lebih maksimal. Pengembangan alveoli secara berkaitan dengan kemampuan pasien melakukan
maksimal akan mendukung ventilasi yang batuk efektif. Batuk yang efektif dapat
adekuat untuk dapat meningkatkan asupan mendorong sekret yang menumpuk pada jalan
oksigen yang lebih banyak keparu sehingga nafas untuk keluar. Setelah dilakukan latihan
mengurangi keluhan sesak napas pada pasien fisioterapi dada dan batuk efektif selama 3 hari
(Khotimah, 2013). maka didapatkan hasil bahwa pasien mampu
mengeluarkan sekret karena bisa melakukan
b. Suara Napas Tambahan batuk dengan efektif.
Hal ini ditunjang dengan teori yang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa menyebutkan bahwa dengan dilakukan batuk
setelah dilakukan latihan fisioterapi dada dan efektif akan membantu proses pengeluaran
batuk efektif suara napas tambahan (ronchi) sekret yang menumpuk pada jalan nafas
tidak terdengar lagi pada hari kedua sesi sore sehingga tidak ada lagi perlengketan pada jalan
sampai pada hari ketiga baik pada sesi pagi nafas sehingga jalan nafas paten dan sesak nafas
maupun sore. Bunyi ronchi disebabkan karena berkurang (Nugroho, 2011).
aliran udara melalui saluran nafas yang berisi
sputum atau eksudat. Sputum dijalan nafas dapat e. Kepatenan Jalan Napas
dimobilisasi keluar melalui fisioterapi dada dan
batuk efektif (Kusuma, 2015). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Keluarnya sputum membuat saluran setelah dilakukan tindakan fisioterapi dada dan
nafas bebas dari sputum sehingga tidak batuk efektif terjadi perubahan kepatenan jalan
terdengar lagi ronchi. Hal ini ditunjang dengan napas pada hari kedua sesi sore hari yang
teori yang menyebutkan bahwa batuk efektif ditandai dengan RR normal (24x/menit), irama
akan membantu proses pengeluaran sekret yang napas teratur, tidak ada ronchi, serta pasien
menumpuk pada jalan nafas sehingga tidak ada mampu mengeluarkan sputum. Kepatenan jalan
lagi perlengketan pada jalan nafas sehingga jalan napad dapat dipertahankan sampai hari ketiga.
nafas paten dan sesak nafas berkurang Indikator dari kepatenan jalan napas
(Nugroho, 2011). adalah RR normal, irama napas teratur, tidak ada
suara napas tambahan, serta pasien mampu
c. Irama Pernapasan mengeluarkan sputum dari jalan napas.
Kepatenan jalan napas dapat dicapai melaui
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan fisoterapi dada dan batuk efektif karena
setelah tindakan fisioterapi dada dan batuk tindakan ini dapat memobilisasi secret di saluran
efektif terjadi perubahan irama napas dari tidak napas yang meningkatkan fungsi respirasi
teratur menjadi teratur pada hari kedua sesi sore. (Maidartati, 2014 ; Laukhil, 2016). Jalan napas
Selanjutnya pada hari ketiga irama napas normal yang paten merupakan target luaran atau kriteria
baik pada sesi pagi maupun sore. Perubahan hasil dari diagnosa ketidakefektifan bersihan
irama napas terjadi seiring dengan normalnya jalan napas (Herdman, 2018).
frekuensi pernapasan. Berdasarkan hasil penelitian yang
Frekuensi nafas yang normal dan dilakukan oleh peneliti dengan ditunjang oleh
keteraturan irama pernafasan terjadi kerena teori dan hasil-hasil penelitian sebelumnya maka
kecukupan suplai oksigen dalam paru yang akan peneliti berasumsi bahwa fisioterapi dada dan
didistibusikan ke suluruh tubuh. Saluran napas batuk efektif dapat digunakan sebagai
penatalaksanaan ketidakefektifan bersihan jalan Laukhil, M. (2016). Penerapan Batuk Efektif
nafas pada pasien TB paru (Apriyadi, 2013 ; Pada Pasien Bronkopneumonia Dengan
Mardiono, 2013 ;) Masalah Keperawatan Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Nafasa Di Ruang Melatih
KESIMPULAN DAN SARAN Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya.
Surabaya : University Of Nahdlatul
Kesimpulan dari studi kasus ini adalah Ulama Surabaya repository : .
fisioterapi dada dan batuk efektif dapat http://repository.unusa.ac.id/id/eprint/126
digunakan sebagai penatalaksanaan 6
ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada pasien Maidartati. (2014). Pengaruh fisioterai dada
TB paru dengan kriteria hasil kepatenan jalan terhadap bersihan jalan napas pada anak
napas yang ditandai dengan frekuensi napas usia 1-5 tahun yang mengalami gangguan
normal, irama napas teratur, tidak ada suara bersihan jalan napas di Puskesmas Moch
napas tambahan, pasien mampu mengeluarkan Ramdhan Bandung. Jurnal Ilmu
sputum. Keperawatan. Volume 11
Peneliti berharap bahwa tenaga perawat Mardiono, S. (2013). Pengaruh Latihan Batuk
lebih banyak lagi menerapkan intervensi Eektif Terhadap Frekuensi Pernafasan
mandiri seperti fisioterapi dada dan batuk Pasien TB Paru di Instalasi Rawat Inap
efektif karena sudah terbukti secara empiris Penyakit Dalam Rumah Sakit Pelabuhan
(evidence based) bisa mengatasi masalah Palembang Tahun 2013. Jurnal Harapan
ketidakefektifan bersihan jalan napas khususnya Bangsa , 224- 229
pada pasien TB paru. McPhee, Stephen J dan Ganong, William F.
(2010). Patofisiologi penyakit:
DAFTAR PUSTAKA pengantar menujuh kedokteran
klinis/Stephen J. McPhee, William F.
Apriadi. (2013). Latihan nafas dalam dan batuk Ganong; ahli bahasa, Brahm U. Pendit.;
efektif. Jakarta: EGC editor bahasa Indonesia. Frans Dany,
Ardiansyah, M. (2012). Buku Ajar Medical Edisi 5. Jakarta: EGC
Bedah. Jakarta : Diva Pres Moorhead, S & Johnson, M. (2013). Nursing
Bulechek, GM & Butcher, HK. (2013). Nursing outcome classification. Jakarta : Elseiver
Intervention Classification. Jakarta: Global Rights
Elseiver Global Rights Nugroho Y A & Kristiani E E. (2011). Batuk
Endrawati, Aminingsih S, dan Ariasti D. 2014. Efektif Dalam Pengeluaran Dahak Pada
Pengaruh Pemberian Fisioterapi Dada Pasien Dengan Ketidakefektifan Bersihan
Terhadap Kebersihan Jalan Napas pada Jalan Napas di Instalasi 20 Rehabilitasi
Pasien ISPA di Desa Pucung Eromoko Medik Rumah Sakit Baptis Kediri. Jurnal
Wonogiri. Kosala. Volume 2 Nomor 2 STIKES RS Baptis Kediri Volume 4
September 2014. Hal: 28 Nomor 2.
Herdman, T. Heather. (2018). NANDA-I Tarwoto dan Wartonah. (2015). Kebutuhan
Diagnosis Keperawatan : defenisi dan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan
klasifikasi 2018-2020. Jakarta : EGC Edisi :4 .Jakarta
Kasanah. (2015) . Efektifitas batuk efektif dan Sitorus, Lubis, Kristiani. (2018). Penerapan
fisioterapi dada terhadap pengeluaran batuk efektif dan fisioterapi dada pada
sputum. Diakses tanggal 10 Mei 2019 pasien TB Paru yang mengalami
http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/inde ketidakefektifan bersihan jalan napas di
x.php/ilmukeperawatan/article/viewFile/4 RSUD Koja Jakarta Utara. JAKHKJ Vol.
47/447 4, No. 2
Khotimah, S. (2013). Latihan edurance World Heart Organization. (2016). Global
Meningkatkan Kualitas Hidup Lebih Baik Tuberculosis Report 2016. Diakses
Dari Pad Latihan Pernafasan Pada Pasien tanggal 10 Mei 2019
PPOK di BP4 Yogyakarta. Sport and https://apps.who.int/iris/bitstream/handle
Fitnes Journal. Juni 2013 : 1. No. 20-23 / 10665/250441/9789241565394-
Kusuma, H. (2015). Hand Book For Health eng.pdf;jsessionid=E23B023FD23385C17
Student. Yogyakarta : Mediaction 832D671AFB2D847?sequence=1
Publishing
Link : http://search.proquest.com
https://www.proquest.com/docview/2539883076/E1602268BE034B63TQ/2

You might also like