Perkembangan Pengaturan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Dalam Rangka Perlindungan Hukum Buruh/Pekerja
Perkembangan Pengaturan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Dalam Rangka Perlindungan Hukum Buruh/Pekerja
Perkembangan Pengaturan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Dalam Rangka Perlindungan Hukum Buruh/Pekerja
ISSN 1978-5186
abstract
Each worker/workers face the risks of social-economic and social security
can cope with the risks of the socio-economic. Setting social security law for
labors has been started since the days of the Dutch East Indies colonial rule
until the time of independence of the Republic of Indonesia both early era of
independence as well as in the reform era. Therefore, this paper intends to
study the development of legal regulation of social security. Social security
arrangements colonial era the Netherlands East Indies, set in the Civil Code
and Regulations Accident or Ongevallen-Regelling 1939, but the laborers /
workers unprotected. New on the independence of the Republic of
Indonesia, especially after the enactment of legislation in the field of social
security such as: Law Number 3 of 1992 on Social Security of Labor, Law
20 of 2004 on National Social Security System and the Law 24 of 2011 on
Social Security Organizing Body, laborers / workers obtain legal protection
in the field of social security, which programnyapun not only guarantees
compensation for workplace accidents alone, but includes work accident
insurance program, program life insurance, security program today old,
pension insurance programs, and health care insurance program.
abstrak
Setiap buruh/pekerja menghadapi resiko-resiko sosial-ekonomis dan jaminan
sosial tenaga kerja dapat mengatasi resiko-resiko sosial-ekonomis tersebut.
Pengaturan hukum jaminan sosial tenaga kerja telah di mulai sejak zaman
penjajahan pemerintahan Hindia Belanda sampai zaman kemerdekaan
Republik Indonesia baik era awal kemerdekaan maupun di era reformasi.
Oleh karena itu, tulisan ini bermaksud mengkaji perkembangan pengaturan
hukum jaminan sosial tenaga kerja. Pengaturan jaminan sosial tenaga kerja
zaman penjajahan pemerintahan Hindia Belanda, di atur dalam KUH Perdata
dan Peraturan Kecelakaan atau Ongevallen-Regelling 1939, tetapi
buruh/pekerja tidak terlindungi. Baru pada masa kemerdekaan Republik
Indonesia terutama setelah diberlakukannya peraturan perundangan dibidang
53
Perkembangan Pengaturan Jaminan Sosial Tenaga Kerja dalam Rangka… Dede Agus
jaminan sosial tenaga kerja seperti : UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja, UU No. 20 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial, buruh/pekerja memperoleh jaminan perlindungan hukum di bidang
jaminan sosial tenaga kerja, yang programnyapun tidak hanya jaminan ganti-
rugi karena kecelakaan kerja saja, tetapi meliputi program jaminan
kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan hari tua,
program jaminan pension, dan program jaminan pemeliharaan kesehatan.
A. Pendahuluan
Manusia dalam hidupnya menghadapi ketidakpastian, baik
ketidakpastian yang sifatnya spekulasi maupun ketidakpastian murni yang
selalu menimbulkan kerugian. Ketidakpastian yang sifatnya murni disebut
dengan resiko. Resiko terdapat dalam berbagai bidang, dan dapat
digolongkan dalam dua kelompok utama, yaitu resiko fundamental dan
resiko khusus. Resiko fundamental bersifat kolektif dan dirasakan oleh
seluruh masyarakat, seperti resiko politis, sosial-ekonomis, hankam, dan
internasional. Resiko khusus lebih bersifat individual karena dirasakan oleh
perorangan, seperti resiko terhadap harta benda, resiko terhadap diri pribadi,
dan resiko terhadap kegagalan usaha1. Begitu pula buruh/pekerja
menghadapi resiko-resiko. Setiap buruh/pekerja dan juga setiap orang pasti
pada suatu saat akan mencapai hari tua. Produktivitas kerja suatu saat akan
menurun, sehingga perlu diganti dengan buruh/pekerja yang lebih muda,
dengan demikian, buruh/pekerja tersebut akan diberhentikan dari
pekerjaannya, yang tentu hal ini membawa akibat penghasilannya berhenti
pula. Seorang buruh/pekerja juga dapat pula mengalami kecelakaan kerja
sehingga dapat mengganggu kelancaran penerimaan penghasilannya.
Buruh/pekerja juga dapat menderita sakit mulai dari yang ringan sampai
yang berat dan harus dirawat di rumah sakit, perawatan itu memerlukan
pembiayaan yang akan memberatkan gaji atau upahnya. Terlebih apabila
seorang buruh/pekerja sebagai pencari nafkah meninggal dunia, dan
penghasilannya dihentikan, maka keluarga yang ditinggalkan akan
kehilangan sumber penghasilannya.
Oleh karena resiko-resiko di atas selalu dihadapi oleh setiap
buruh/pekerja dan bersifat universal, maka diperlukan suatu instrumen atau
alat yang dapat menanggulangi atau setidak-tidaknya dapat mencegah atau
1
Zainal Asikin dk, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta: RadjaGrafindo Persada, 2006),
hlm. 77.
54
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 8 No. 1, Januari-Maret 2014. ISSN 1978-5186
2
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja masih tetap
berlaku meskipun telah berlaku Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pada saat mulai beroperasinya BPJS
Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua,
jaminan pensiun, dan jaminan kematian (paling lambat 1 Juli 2015), Undang-undang No. 3
Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi
(Pasal 69 UU No. 24 Tahun 2011).
3
Keterangan Pemerintah Atas RUU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja.
55
Perkembangan Pengaturan Jaminan Sosial Tenaga Kerja dalam Rangka… Dede Agus
B. Pembahasan
1. Perkembangan Pengaturan Jaminan Sosial Tenaga Kerja pada
Zaman Penjajahan Pemerintahan Hindia Belanda
Dasar hukum pengaturan jaminan sosial tenaga kerja pada zaman
penjajahan pemerintahan Hindia Belanda adalah Kitab Undang-undang
Hukum Perdata (KUH Perdata) yang sudah dinyatakan berlaku di Hindia
Belanda sejak tanggal 1 Mei 1848, dan disusul kemudian dengan keluarnya
Peraturan Kecelakaan atau Ongevallen-Regelling tahun 1939.
Dalam KUH Perdata jaminan sosial tenaga kerja akibat dari adanya
kewajiban majikan (pengusaha) untuk mengatur tempat kerja, alat-alat kerja
serta memberikan petunjuk tentang cara-cara dan sikap yang aman dalam
56
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 8 No. 1, Januari-Maret 2014. ISSN 1978-5186
57
Perkembangan Pengaturan Jaminan Sosial Tenaga Kerja dalam Rangka… Dede Agus
4
Zainal Asikin dk, Op.cit.., hlm. 82.
5
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Djambatan, 2003), hlm. 140.
58
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 8 No. 1, Januari-Maret 2014. ISSN 1978-5186
6
F.X. Djumialdji, Perjanjian Kerja, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 63-64.
7
Iman Soepomo, Op.cit, hlm.140.
59
Perkembangan Pengaturan Jaminan Sosial Tenaga Kerja dalam Rangka… Dede Agus
dasar hukum pengaturan jaminan sosial tenaga kerja khususnya Pasal 10 dan
Pasal 15. Pasal l0 merumuskan bahwa :
Pemerintah membina perlindungan tenaga kerja yang mencakup:
a) norma keselamatan kerja;
b) norma kesehatan kerja dan hygiene perusahaan;
c) norma kerja; dan
d) pemberian ganti kerugian, perawatan, dan rehabilitasi dalam
hal kecelakaan kerja.
Sedangkan Pasal 15 merumuskan bahwa: “pemerintah mengatur
penyelenggaraan pertanggungan sosial dan bantuan sosial bagi tenaga kerja
dan keluarganya”. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa:
Cara yang paling tepat ialah dengan mengadakan pertanggungan
sosial yang dipikul oleh semua pihak yang kelak akan diatur oleh
peraturan perundangan. Sudah selayaknya jika dalam badan dan
lembaga yang menyelenggarakan pertanggungan sosial ini semua
pihak turut duduk.
Jaminan dan bantuan sosial tersebut meliputi antara lain jaminan
sakit, hamil, bersalin, hari tua, meninggal dunia, cacat dan,
mengganggur bagi seluruh tenaga kerja termasuk tani dan nelayan.
Untuk melaksanakan ketentuan UU No. 14 Tahun 1969 khususnya
Pasal 10 dan 15 maka diberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun
1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) dan Peraturan
Pemerintah Nomor 34 Tahun 1977 tentang Perum ASTEK. Dengan
demikian, pembayaran ganti kerugian menjadi tanggung jawab Perum
ASTEK dan kemudian PT. ASTEK (Persero) berdasarkan pada ketentuan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-05/MEN/1993 tentang Petunjuk
Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan,
dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pasal 1 angka 1 yang
menyebutkan bahwa :“badan penyelenggara adalah PT. ASTEK (Persero)”.
Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang
Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
menjadi PT. Jamsostek (Persero). Jaminan yang diberikan menurut PP No.
33 Tahun 1977 dan PP No. 34 Tahun 1977 tidak hanya ganti kerugian
karena kecelakaan kerja saja, tetapi meliputi pula jaminan kematian dan
jaminan hari tua, yang dikenal dengan program jaminan kecelakaan kerja,
jaminan kematian dan jaminan hari tua. Dengan demikian terjadi pergeseran
pembayaran ganti kerugian, yang semula ditanggung langsung oleh
pengusaha menjadi menggunakan mekanisme asuransi.
Pelaksanaan lebih lanjut Undang-undang No. 14 Tahun 1969
khususnya Pasal 10 dan 15 sekaligus memberikan dasar hukum yang kuat
tentang jaminan sosial tenaga kerja maka diberlakukan Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Peraturan
60
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 8 No. 1, Januari-Maret 2014. ISSN 1978-5186
61
Perkembangan Pengaturan Jaminan Sosial Tenaga Kerja dalam Rangka… Dede Agus
8
Lukman Diah Sari, ‘‘BPJS Ketenagakerjaan Harus Bisa Beroperasi Tahun Ini 2014”
http://www.jamsostek.co.id/[21/02/2014].
9
http://www.jamsosindonesia.com, 2013
62
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 8 No. 1, Januari-Maret 2014. ISSN 1978-5186
63
Perkembangan Pengaturan Jaminan Sosial Tenaga Kerja dalam Rangka… Dede Agus
12
Ibid., hlm.35.
13
Ibid.
64
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 8 No. 1, Januari-Maret 2014. ISSN 1978-5186
65
Perkembangan Pengaturan Jaminan Sosial Tenaga Kerja dalam Rangka… Dede Agus
C. Penutup
Pengaturan jaminan sosial tenaga kerja sudah dimulai sejak zaman
penjajahan pemerintahan Hindia Belanda, yaitu dalam KUH Perdata dan
Peraturan Kecelakaan atau Ongevallen-Regelling 1939, namun baik dalam
KUH Perdata maupun Peraturan Kecelakaan atau Ongevallen-Regelling
Tahun 1939 belum memberikan jaminan perlindungan hukum bagi
buruh/pekerja di bidang jaminan sosial tenaga kerja. Baru pada masa
kemerdekaan Republik Indonesia terutama setelah diberlakukannya
peraturan perundangan dibidang jaminan sosial tenaga kerja, buruh/pekerja
memperoleh jaminan perlindungan hukum di bidang jaminan sosial tenaga
kerja. Program-programnyapun tidak hanya jaminan ganti-rugi karena
kecelakaan kerja saja, tetapi meliputi program jaminan kecelakaan kerja
(JKK), program jaminan kematian (JKM), program jaminan hari tua (JHT),
dan program jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK). Kemudian
kemanfaatan program jaminan sosial tenaga kerja semakin bertambah
dengan adanya jaminan pensiun (JP) oleh Undang-undang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (UU No. 40 Tahun 2004) juncto Undang-undang Nomor 24
Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Jaminan
kecelakaan kerja memberikan jaminan dan santunan yang berupa uang
apabila tenaga kerja mengalami kecelakaan kerja. Jaminan kematian adalah
jaminan yang diberikan kepada keluarga ahli waris tenaga kerja yang
meninggal bukan akibat kecelakaan kerja, guna meringankan beban keluarga
14
“Program Jaminan Pensiun”, 2013.http:
//www.jamsosindonesia.com/sjsn/Program/program_jaminan_pensiun
66
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 8 No. 1, Januari-Maret 2014. ISSN 1978-5186
dalam bentuk santunan kematian dan biaya pemakaman. Jaminan hari tua
adalah jaminan yang memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang
diberikan sekaligus atau berkala pada saat tenaga kerja mencapai hari tua
(usia 55 tahun) atau memenuhi persyaratan tertentu. Jaminan pemeliharaan
kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja
sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya
kesehatan dibidang penyembuhan (kuratif). Jaminan pensiun adalah jaminan
yang memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang diberikan selama
tenaga kerja pensiun.
Daftar Pustaka
A. Buku
Asikin, Zainal, dkk., 2006, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, Jakarta: Radja
Grafindo Persada.
Djumialdji, F.X., 1992. Perjanjian Kerja, Jakarta: Bumi Aksara.
Hakim, Abdul, 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia:
Berdasarkan UU No, 13 Tahun 2003, Bandung: Citra Aditya Bakti.
Husni, Lalu, 2007. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta:
Radja Grafindo Persada.
Maimun, 2004. Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta: Pradnya Paramita.
Muharam, Hidayat, 2006. Hukum Ketenagakerjaan Serta Pelaksanaannya di
Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti.
Ramli, Lanny, 1997. Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia, Surabaya:
Airlangga University Press.
Soedarjadi, 2008. Hukum Ketenagakerjaan, Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Soepomo, Iman, 2003. Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta: Djambatan.
B. Majalah
Sentanoe Kertonegoro, “JPK Perlu Proses Panjang”, Majalah ASTEK ,
Tahun IX, No. 3, Agustus 1993.
C. Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
67
Perkembangan Pengaturan Jaminan Sosial Tenaga Kerja dalam Rangka… Dede Agus
D. Website
http://www.jamsostek.co.id.http://www.jamsosindonesia.com.
68