This document discusses the authority and responsibilities of midwives in administering oxytocin injections to mothers during normal childbirth according to Indonesian Law No. 36 of 2009 on Health. It states that midwives are authorized to administer oxytocin injections during the second stage of labor to increase contractions, but administering it before the second stage exceeds their authority. If oxytocin administration results in postpartum hemorrhaging, midwives are responsible for providing material and immaterial compensation to patients in accordance with the Civil Code.
This document discusses the authority and responsibilities of midwives in administering oxytocin injections to mothers during normal childbirth according to Indonesian Law No. 36 of 2009 on Health. It states that midwives are authorized to administer oxytocin injections during the second stage of labor to increase contractions, but administering it before the second stage exceeds their authority. If oxytocin administration results in postpartum hemorrhaging, midwives are responsible for providing material and immaterial compensation to patients in accordance with the Civil Code.
This document discusses the authority and responsibilities of midwives in administering oxytocin injections to mothers during normal childbirth according to Indonesian Law No. 36 of 2009 on Health. It states that midwives are authorized to administer oxytocin injections during the second stage of labor to increase contractions, but administering it before the second stage exceeds their authority. If oxytocin administration results in postpartum hemorrhaging, midwives are responsible for providing material and immaterial compensation to patients in accordance with the Civil Code.
This document discusses the authority and responsibilities of midwives in administering oxytocin injections to mothers during normal childbirth according to Indonesian Law No. 36 of 2009 on Health. It states that midwives are authorized to administer oxytocin injections during the second stage of labor to increase contractions, but administering it before the second stage exceeds their authority. If oxytocin administration results in postpartum hemorrhaging, midwives are responsible for providing material and immaterial compensation to patients in accordance with the Civil Code.
Download as DOCX, PDF, TXT or read online from Scribd
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 13
PERTANGGUNGJAWABAN BIDAN DALAM PEMBERIAN SUNTIKAN
OKSITOSIN PADA IBU BERSALIN NORMAL KALA I DI PMB YANG
MENGAKIBATKAN PERDARAHAN MENURUT PASAL 23 UNDANG- UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
OLEH : IMELDA BR SEMBIRING, A.Md.Keb
ABSTRACT
Indonesian Law No. 36 of 2009 on article 23 about Health according health
personnel are authorized to organize health services. One midwife authority in making aid delivery by giving oxytocin injections were performed on the second stage of labor to increase contractions. So if she gives them injections of oxytocin before the second stage is an action that is not an authority. The use of oxytocin is one of them, used to induce or risk of oxytocin augmentation of labor at the time of delivery to the induction or augmentation (strengthening contractions) many events happening in the form of a tear of the uterus that can cause bleeding which can be fatal. The problems that exist in the study related to the violation of the midwife that is giving an injection of oxytocin in normal birth mothers who cause bleeding postpartum. Need enforcement of such measures as the legal consequences, because a midwife already have the authority and standards of practice of midwives in this case to limit the authority in accordance with applicable regulations The purpose of this study was to describe the authority of midwives perform an injection of oxytocin administration and accountability of midwives in the provision of an injection of oxytocin in normal birth mothers who cause bleeding. Framework in this study is rooted in the theory of legal state, injecting oxytocin administration theory, the theory of the concept of midwives and administrative sanctions. Results showed that administration of an injection of oxytocin in maternal an authority under Act No. 36 of 2009 Article 23, namely the injection of oxytocin in normal birth mother is the authority midwife who performed after the baby is born. Responsibility midwife in such cases is to provide compensation to patients both material and immaterial to the application of sanctions Article 1365 of the Civil Code which stipulates that any unlawful acts that bring harm to others, because it requires that the person who hurt replace those losses.
Keywords : Responsibility of Midwives , Oxytocin gift, Postpartum Hemorrhage
ABSTRAK
Menurut Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 disebutkan bahwa
tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Salah satu kewenangan bidan dalam melakukan pertolongan persalinan yaitu dengan memberikan suntik oksitosin yang dilakukan pada kala II persalinan untuk meningkatkan kontraksi. Sehingga apabila bidan memberikan suntik oksitosin sebelum kala II merupakan tindakan yang bukan menjadi kewenangannya. Penggunaan oksitosin salah satunya, digunakan untuk menginduksi atau augmentasi persalinan risiko pemberian oksitosin pada waktu persalinan untuk melakukan induksi atau augmentasi (memperkuat kontraksi) banyak terjadi kejadian berupa robekan rahim sehingga dapat menyebabkan perdarahan yang bisa berakibat kematian. Permasalahan yang ada dalam penulisan jurnal ini berkaitan dengan adanya pelanggaran bidan yakni pemberian suntikan oksitosin pada ibu bersalin n o r m a l yang mengakibatkan perdarahan postpartum. Perlu penegakkan dari tindakan tersebut sebagai akibat hukumnya, karena seorang bidan sudah mempunyai wewenang dan standar praktik bidan dalam hal ini guna membatasi wewenang bidan sesuai dengan peraturan yang berlaku Tujuan penulisan jurnal untuk memaparkan kewenangan bidan melakukan pemberian suntikan oksitosin dan pertanggungjawaban bidan dalam pemberian suntikan oksitosin pada ibu bersalin normal yang mengakibatkan perdarahan. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah bersumber pada teori negara hukum, teori pemberian suntik oksitosin, teori konsep bidan dan sanksi administrasi. Dari sumber penelitian diperoleh bahwa pemberian suntikan oksitosin pada ibu bersalin merupakan kewenangan bidan sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 23 yakni pemberian suntikan oksitosin pada ibu bersalin normal merupakan kewenangan bidan yang dilakukan setelah bayi lahir. Tanggungjawab bidan dalam kasus tersebut adalah dengan memberikan ganti rugi kepada pasien baik secara materil maupun nonmateril dengan penerapan sanksi Pasal 1365 KUHPerdata yang menentukan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya mengganti kerugian tersebut. Kata Kunci : Tanggungjawab Bidan, Pemberian Oksitosin, Perdarahan Postpartum
I. Pendahuluan is a fundamental human right. Selain
Hak atas pelayanan dan itu terdapat juga serangkaian perlindungan kesehatan bagi ibu konvensi internasional yang dan anak merupakan hak dasar ditandatangani oleh pemerintah sebagaimana termaksud dalam Indonesia yaitu UU No. 7 Tahun Undang–undang Dasar 1945. Pasal 1984 tentang Ratifikasi 28 H UUD 1945 menentukan bahwa Penghapusan segala bentuk setiap orang hidup sejahtera lahir diskriminasi terhadap perempuan, dan batin bertempat tinggal dan kesepakatan konvensi internasional mendapat lingkungan hidup yang tentang perempuan di Beijing tahun baik dan sehat serta berhak 1995. Adapun mengenai memperoleh pelayanan kesehatan. pembangunan kesehatan nasional Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 yang diatur dalam Pasal 173 menentukan bawha negara Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 bertanggung jawab atas penyediaan tentang Kesehatan. fasilitas pelayanan kesehatan dan Sebagai salah satu negara yang fasilitas pelayanan umum yang ikut menandatangani Deklarasi layak. Millennium Development Goals Pencantuman hak terhadap (MDGs), Indonesia mempunyai
pelayanan kesehatan tersebut, tidak komitmen menjadikan program-
lain bertujuan untuk menjamin hak- program MDGs sebagai bagian yang
hak kesehatan yang fundamental tidak terpisahkan dari program
seperti tertuang dalam Declaration pembangunan nasional baik dari
of Human Right 1948, bahwa health jangka pendek maupun jangka
menengah dan panjang. Termasuk dalam hal ini poin ke empat dan atau hampir setiap satu jam, dua ibu kelima dimana menurunkan angka melahirkan meninggal dunia yaitu kematian anak dan meningkatkan sebesar 359/100.000, sedangkan kesehatan maternal. angka kematian bayi (AKB) Angka kematian ibu mencapai 32 per 1000 kelahiran menunjukkan adanya kenaikan hidup. Kematian ini terjadi sehingga dalam perencanaan peningkatan bila dibandingkan pembangunan nasional (Bappenas) dengan hasil SDKI pada tahun 2007 bahwa Indonesia akan sulit yakni 228/100.000 kelahiran hidup mencapai target Millenium dan angka kematian bayi (AKB) Develompment Goal's (MDGs) untuk sebesar 32 per 1.000 kelahiran menurunkan AKI sampai ke angka hidup. 102 pada tahun 2015. Bappenas Berbagai faktor penyebab AKI memperkirakan bahwa pada tahun secara langsung diantaranya adalah 2015, AKI di Indonesia masih akan perdarahan 25%, sepsis 15%, berkisar di angka 163. Indonesia hipertensi dalam kehamilan 12%, tertinggal jauh dari Malaysia dan partus macet 8%, komplikasi aborsi Thailand yang angka AKI nya tidak aman 13%, dan sebab lain 8%. masing-masing 30 dan 24 kematian. Sedangkan penyebab tidak Perdarahan pada bidang langsung kematian ibu dan bayi
kebidanan tetap menjadi penyebab adalah tiga terlambat.
utama kematian ibu di negara Penggunaan oksitosin salah
berkembang, 10-30% kematian satunya, digunakan untuk
langsung ibu di negara berkembang menginduksi atau augmentasi
masih merupakan pertanyaan. Itu persalinan. Meskipun jarang ada
juga komponen utama morbiditas data tentang itu, pemberian oksitosin
berat pada ibu. Angka kematian ibu selama persalinan merupakan
dan bayi merupakan salah satu prosedur yang rutin di negara
indikator derajat kesehatan di suatu berkembang yang dilakukan di
negara. Menurut hasil Survey rumah sakit dengan fasilitas yang
Demografi Kesehatan Indonesia lengkap. Saat ini, yang berkembang
(SDKI) tahun 2012 tingkat kematian bahwa penggunaan oksitosin
ibu saat melahirkan masih tinggi, banyak di salah gunakan yang
dilakukan oleh bidan yang tidak pengetahuan, keterampilan dan alat mempunyai kewenangan. Seperti untuk memberikan pertolongan yang diketahui bahwa risiko pemberian aman dan bersih. oksitosin pada waktu persalinan PermenkesNo.572/PER/ untuk melakukan induksi atau Menkes/VI/96 yang memberikan augmentasi (memperkuat kontraksi) wewenang dan perlindungan bagi banyak terjadi kejadian berupa bidan dalam melaksanakan tindakan robekan rahim sehingga dapat penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru menyebabkan perdarahan yang bisa lahir. Menurut Pasal 23 Undang- berakibat kematian. Undang Nomor 36 Tahun 2009 Secara farmakologi oksitosin disebutkan bahwa tenaga kesehatan digunakan untuk menginduksi atau berwenang untuk augmentasi persalinan, namun menyelenggarakan pelayanan memperbanyak reseptornya, dengan kesehatan. Namun dalam ayat ini demikian dapat merusak mekanisme dijelaskan bahwa kewenangan yang oksitosin dan akan memberikan efek dimaksud dalam ayat ini adalah rusaknya kontraktilitas uterus kewenangan yang diberikan setelah persalinan dengan begitu berdasarkan pendidikannya setelah meningkatkan resiko terjadinya atoni melalui proses registrasi dan uteri yang mengakibatkan pemberian izin dari pemerintah perdarahan postpartum. sesuai dengan peraturan Sebagai seorang tenaga perundang-undangan. kesehatan yang langsung Salah satu kewenangan bidan memberikan pelayanan kesehatan dalam melakukan pertolongan kepada masyarakat, seorang bidan persalinan yaitu dengan memberikan harus melakukan tindakan dalam suntik oksitosin yang dilakukan pada praktik kebidanan secara etis, serta kala II persalinan untuk harus memiliki etika kebidanan yang meningkatkan kontraksi. Sehingga sesuai dengan nilai-nilai keyakinan apabila bidan memberikan suntik filosofi profesi dan masyarakat. oksitosin sebelum kala II merupakan Selain itu bidan juga berperan dalam tindakan yang bukan menjadi memberikan persalinan yang aman, kewenangannya. Artinya tindakan memastikan bahwa semua penolong tersebut bukan wewenang bidan persalinan mempunyai dalam melakukan praktiknya dan seharusnya dokter spesialis obstetri dengan kompetensinya. Dengan dan ginekologi (dr. Sp.OG) yang demikian, pelayanan kebidanan memberikan oksitosin melalui infus yang tidak sesuai dengan pada ibu bersalin, hal ini dilakukan kewenangannya, maka akan atas indikasi apabila ibu bersalin mendapat konsekuensi hukum akan tidak mengalami kemajuan muncul tatkala terjadi penyimpangan persalinan. kewenangan. Aspek hukum dan Menurut Keputusan Menteri keterkaitannya dengan praktek bidan Kesehatan No didasarkan pada klien yang datang 1464/MenKes/per/X/2010, Pasal 23 ke praktek bidan karena ayat (1) menentukan bahwa dalam membutuhkan pertolongan. Atas rangka pelaksanaan pengawasan dasar tersebut norma susila yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal telah ada lebih dikuatkan dengan 21, Menteri, Pemerintah daerah undang- undang, yang mana apabila provinsi dan pemerintah daerah apa yang telah dilakukan bidan kabupaten/ kota dapat memberian diduga ada kesalahan atau tindakan administratif kepada bidan mengakibatkan cacat, maka terkena yang melakukan pelanggaran sanksi hukum baik perdata maupun terhadap ketentuan pidana. penyelenggaraan praktik dalam Oleh karena itu, pentingnya peraturan ini. Ayat (2) dari pasal penelitian ini adalah dapat tersebut menentukan bahwa ditegakannya penegakan hukum tindakan administratif sebagaimana terhadap pelanggaran bidan dan dimaksud pada ayat (1) dilakukan akibat hukumnya, karena seorang melalui teguran lisan, teguran bidan sudah mempunyai wewenang tertulis, pencabutan SIKB/SIPB dan standar praktik bidan dalam hal untuk sementara paling lama 1 ini guna membatasi wewenang tahun; atau pencabutan SIKB/SIPB sesuai dengan peraturan yang selamanya. Dari sudut hukum, berlaku. Bidan mengetahui dan profesi tenaga kesehatan dapat dapat mengimplementasikan diminta pertanggungjawaban tanggung jawabnya sesuai dengan berdasarkan hukum perdata, hukum peraturan yang ada tanpa pidana maupun hukum administrasi. melampaui wewenang sesuai Oleh karena itu setiap tenaga kesehatan harus memperhatikan kebidanan standar yang berlaku di profesinya Penyelenggaraan praktik termasuk bidan, selain itu bidan juga kebidanan di Indonesia harus patuh pada Kode Etik mempunyai payung hukum Kebidanan. Kode etik Kebidanan yaitu didasarkan pada merupakan suatu pernyataan Undang-undang Nomor 36 komprehensif profesi yang tahun 2009 tentang memberikan tuntunan bagi bidan Kesehatan serta peraturan untuk melaksanakan praktek Menteri Kesehatan. Dalam kebidanan baik yang berhubungan perundang-undangan dengan kesejahteraan keluarga, tersebut disebutkan bahwa masyarakat, teman sejawat, profesi bidan termasuk bidang dan dirinya. profesi yang terintegrasi Berdasarkan latar belakang dengan tenaga kesehatan. yang telah diuraikan, maka yang Pada Pasal 23 disebutkan menjadi permasalahan adalah bahwa tenaga kesehatan Bagaimana mekanisme berwenang untuk pertanggungjawaban bidan atas menyelenggarakan terjadinya dugaan malpraktik dalam pelayanan kesehatan. pelayanan kesehatan, bagaimana Penyelenggaraan kesehatan peran Majelis Pertimbangan Etik tersebut dapat dilakukan oleh Bidan (MPEB) dan Majelis orang yang mempunyai Pembelaan Anggota keahlian di bidangnya, hal ini (MPA)/organisasi profesi bidan atas dicantumkan pada ayat (2) dugaan terjadinya pelanggaran yang berbunyi kewenangan hukum dalam manjalankan tugasnya untuk menyelenggarakan sebagai pemberi pelayanan pelayanan kesehatan kesehatan dan bagaimana urgensi sebagaimana dimaksud pada pengaturan profesi bidan dalam ayat (1) dilakukan sesuai undang-undang dihubungkan dengan bidang keahlian yang dengan pertanggungjawaban bidan. dimiliki. Untuk menyelenggaran pelayanan II. Pembahasan. kesehatan tersebut, tentu a. Penyelenggaraan praktik saja harus memiliki izin dari pemerintah dan selama e. Pas foto 4 x 6 cm memberikan pelayanan sebanyak 2 lembar. kesehatan tidka boleh f. SIPB berlaku sepanjang mengutamakan kepentingan STR belum habis masa yang bernilai materi. berlakunya dan dapat Ketentuan mengenai diperbaharui kembali. perizinan diatur dalam Kemudian dalam Pasal Peraturan Menteri kesehatan 24 disebutkan bahwa tenaga yaitu No kesehatan sebagaimana 1464/MenKes/per/X/2010 dimaksud dalam Pasal 23 tentang Praktik Kebidanan. harus memenuhi ketentuan Bidan yang menjalankan kode etik, standar profesi, hak praktek pada sarana pengguna pelayanan kesehatan atau dan kesehatan, standar perorangan harus memiliki pelayanan, dan standar SIPB dengan mengajukan prosedur operasional. permohonan kepada Kepala Ketentuan mengenai kode Dinas Kesehatan etik dan standar profesi telah Kabupaten/Kota setempat, diatur oleh organisasi profesi. dengan melampirkan Kemudian ketentuan persyaratan yang meliputi : mengenai hak pengguna a. Fotokopi STR yang masih pelayanan kesehatan, berlaku. standar pelayanan, dan b. Fotokopi ijazah bidan. standar prosedur operasional Surat persetujuan atasan, diatur dengan Peraturan bila dalam pelaksanaan Menteri. masa bakti atau sebagai Walaupun tujuan pegawai negeri atau pelayanan kesehatan tidak pegawai pada sarana berorientasi pada keuntungan kesehatan. yang bersifat materi semata c. Surat keterangan sehat namun pada pasa Pasal 27 dari dokter. disebutkan tenaga kesehatan d. Rekomendasi dari berhak mendapatkan imbalan organisasi profesi. dan pelindungan hukum dalam melaksanakan tugas melakukan kelalaian dalam sesuai dengan profesinya. menjalankan profesinya, Untuk meningkatkan kelalaian tersebut harus kompetensi dari tenaga diselesaikan terlebih dahulu kesehatan khususnya bidan, melalui mediasi. maka dalam melaksanakan b. Bidan Sebagai Profesi tugasnya berkewajiban Profesi adalah pekerjaan yang mengembangkan dan membutuhkan pelatihan dan meningkatkan pengetahuan penguasaan terhadap suatu dan keterampilan yang pengetahuan khusus. Suatu dimiliki. profesi biasanya memiliki Dalam pelayanan asosiasi profesi, kode etik, kebidanan, bidan sering serta proses sertifikasi dan dihadapkan pada masalah lisensi yang khusus untuk hukum yakni diduga adanya bidang profesi tersebut. kelalaian dalam menjalankan Sebagai anggota profesi, profesinya yang berhubungan bidan mempunyai ciri khas dengan pasien, sehingga yang khusus. Sebagai apabila suatu waktu terdapat pelayan profesional yang pengaduan pasien atas merupakan bagian integral pelayanan kebidanan, maka dari pelayanan kesehatan. pada Pasal 28 disebutkan Bidan mempunyai tugas untuk kepentingan hukum, yang sangat unik, yaitu: tenaga kesehatan wajib a. Selalu mengedepankan melakukan pemeriksaan fungsi ibu sebagai pendidik kesehatan atas permintaan bagi anak-anaknya. penegak hukum dengan b. Memiliki kode etik dengan biaya ditanggung oleh serangkaian pengetahuan negara. Pemeriksaan ilmiah yang didapat didasarkan pada kompetensi melalui proses pendidikan dan kewenangan sesuai dan jenjang tertentu dengan bidang keilmuan yang c. Keberadaan bidan diakui dimiliki. Pasal 29 Dalam hal memiliki organisasi tenaga kesehatan diduga profesi yang bertugas meningkatkan mutu mengatakan bahwa: setiap pelayanan kepada orang mempunyai hak yang masyarakat, sama dalam memperoleh d. Anggotanya menerima derajat kesehatan yang jasa atas pelayanan yang optimal, setiap dilakukan dengan tetap orang berkewajiban ikut serta memegang teguh kode dalam pemeliharaan kes etik profesi. perorang, keluarga juga Perilaku profesional bidan masyarakat. diantaranya adalah III. Kesimpulan. a. Bertindak sesuai a. Kewenangan bidan keahliannya melakukan pemberian b. Mempunyai moral yang suntikan oksitosin pada ibu tinggi bersalin normal di PMB c. Bersifat jujur dihubungan dengan d. Tidak melakukan coba- kompetensi bidan. coba Dasar kewenangan bidan e. Tidak memberikan janji sangat tegas dan kuat yang berlebihan karena telah diatur oleh f. Mengembangkan Undang-undang Nomor 36 kemitraan Tahun 2009 Pasal 23, dan g. Terampil berkomunikasi untuk pelaksanaan h. Mengenal batas teknisnya telah kemampuan didelegasikan melalui pasal i. Mengadvokasi pilihan ibu 23 ayat (5) undang-undang Setiap undang-undang selalu tersebut kepada Peraturan mengatur hak dan kewajiban, Menteri Kesehatan baik pemerintah maupun (Permenkes) warga masyarakatnya, Nomor1464/Menkes/Per/X/2 demikian dalam Undnag- 010 tentang Izin dan Undang nomor 36 tahun 2009 Penyelenggaran Praktik tentang kesehatan. Hak dan Bidan. Pemberian suntikan kewajiban berdasarkan pasal oksitosin pada ibu bersalin 4 dan 5 UU kesehatan normal merupakan kewenangan bidan yang Kesehatan karena dilakukan setelah bayi lahir. melanggar prinsip pada b. Pertanggungjawaban bidan Asuhan Persalinan Normal dalam pemberian suntikan (APN) yaitu memberikan oksitosin pada ibu bersalin suntikan oksitosin yang normal di PMB yang diberikan sebelum kala II mengakibatkan perdarahan pada persalinan normal. dihubungkan dengan Pasal Tanggung jawab bidan yaitu 23 Undang-Undang Nomor berupa sanksi perdata dan 36 Tahun 2009 tentang administrasi. Sanksi Kesehatan Pemberian perdata atas tanggungjawab suntikan oksitosin pada ibu bidan dalam kasus tersebut bersalin normal yang adalah dengan memberikan mengakibatkan perdarahan ganti rugi kepada pasien diakibatkan karena suntik baik secara materil maupun oksitosin tersebut diberikan immaterial dengan sebelum bayi lahir. penerapan sanksi Pasal Sehingga dengan demikian 1365 KUHPer yang bidan melakukan kelalaian menentukan bahwa tiap yang dapat mengakibatkan perbuatan melanggar hukum perdarahan pada ibu yang membawa kerugian Postpartum. Hal ini telah kepada orang lain, melanggar Pasal 23 mewajibkan orang yang Undang-Undang Nomor 36 karena salahnya mengganti Tahun 2009 tentang kerugian tersebut. DAFTAR PUSTAKA Universitas Jenderal Soedirman, hlm. 403 Iswandari, Dini Hargianti. Depkes RI, 2012. Pencapaian “Aspek Hukum Penyelenggaran Target Millenium Praktik Kedokteran: Suatu Develompment Goal's (MDGs) Tinjauan Berdasarkan Depkes RI, 2012. Hasil Survei Undang-Undang No.9/2004 Demografi Kesehatan Tentang Praktik Kedokteran”. Indonesia 2012 Jurnal Manajemen Pelayanan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Kesehatan, Vol 09 No 2 Juni Barat. Analisis Penyebab Kematian 2006. Universitas Gadjah Ibu tahun 2013. Mada Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Emmy Latifah, “Harmonisasi Kebijakan Pengentasan Kemiskinan di Indonesia Gomella TL, Cunningham MD, Eyal Yang Berorientasi Pada FG, Zenk KE. Neonatology, Millennium Development Management, procedures, on Goals”, Jurnal Dinamika call problems disease and Hukum, Vol. 11 No. 3 drugs. New York : Lange 2011, Purwokerto: Fakultas Hukum Books/Mc Graw-Hill, 2004; 247-50 Yanti dan W E Nurul, 2010, Etika Profesi Dan Hukum Hasil Wawancara dengan Pengurus Kebidanan, Yogyakarta: IBI Kabupaten Ciamis. Pukul Pustaka Rihama, hlm. 85 10.30 WIB Hari Kamis, tanggal 9 Juli 2015 PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN H. J. J. Lenan dan P. A. F. Lamintang. 1991. Pelayanan Keputusan Menteri Kesehatan Kesehatan dan Hukum : Nomor suatu studi Tentang Hukum 1464/Menkes/Per/X/2010 Kesehatan. Bandung: Rineka Tentang Izin Dan Cipta. Hlm. 34 Penyelenggaraan Praktik Bidan Saifuddin, 2012. Ilmu Kebidanan dan Kandungan. Yayasan Peraturan Pemerintah No. 39/1995 Bina Pustaka Sarwono Tentang Penelitian Prawirohardjo. Jakarta. Pengembangan Kesehatan Undang-Undang Kesehatan No. Sofyan, Mustika,dkk. 2007. Bidan 36/2009 Tentang Kesehatan Menyongsong Masa Depan. Jakarta: PP IBI. Hal.76
Tedi Sudrajat dan Agus Mardiyanto,
“Hak Atas Pelayanan dan Perlindungan Kesehatan Ibu dan Anak (Implementasi Kebijakan di Kabupaten Banyumas)”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 12 No. 2 Mei 2012, Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, hlm. 261-262