Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Kesantunan Berbahasa Dalam Perspektif Pragmatik: Sadapotto - Andi@yahoo - Co.id

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

ISBN: 978-602-361-045-7

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM PERSPEKTIF PRAGMATIK

Andi Sadapotto, Muhammad Hanafi


STKIP MUHAMMADIYAH SIDRAP
Sadapotto.andi@yahoo.co.id

ABSTRACT: The diversity of form and function of pragmatic in politeness strategies is delivered
through a variety of politeness. Based on some of politeness strategies, the authors highlight the
use of strategies from the perspective of sustainability. This is in line with the views Wijana
(2010) which suggests that the strategy of delivering the speech act can be realized through
imperative, declarative and interrogative, or nonliteral literal meaning, and direct or indirect
speech.
Various forms of Politeness through formal linguistics as well as a variety of pragmatic functions
can not be separated from the context of its use. That context includes (a) knowledge, (b) the
situation and knowledge, (c) the situation and text, and (d) knowledge of the situation, and text. In
sosiopragmatics, the context of politeness can be classified into three parts. First, the context is the
context of the situation wherethe talks were going on in certain situations with the use of the
language according to the situation. Second, the context is the context of the occurrence of event
or course of linguistic interaction in one or more forms of speech that involves two parties, ie the
speaker and hearer with the principal speech at the time, place, and specific situations. Third, the
context of the speech act is the basic unit of communication as an analytical tool. The context of
this speech acts can be acts assertive, directive, commissive, expressive, and declarative.

Keywords: modesty, language, pragmatic

ABSTRAK: Keragaman wujud formal serta fungsi pragmatik kesantunan berbahasa disampaikan
melalui beragam strategi kesantunan berbahasa. Berdasarkan beberapa strategi kesantunan,
penulis menyorot penggunaan strategi dari sudut pandang kelangsungannya. Hal ini sejalan
dengan pandangan Wijana (2010) yang mengisyaratkan bahwa strategi penyampaian tindak tutur
dapat diwujudkan melalui tuturan bermodus imperatif, deklaratif, dan interogatif, bermakna literal
atau nonliteral, dan langsung atau tidak langsung.
Kesantunan berbahasa melalui berbagai wujud formal linguistik serta berbagai fungsi
pragmatiknya tidak dapat dilepaskan dari konteks penggunaannya. Konteks tersebut meliputi (a)
pengetahuan, (b) situasi dan pengetahuan, (c) situasi dan teks, dan (d) pengetahuan, situasi, dan
teks. Secara sosiopragmatik, konteks kesantunan berbahasa dapat diklasifikasikan menjadi tiga
bagian. Pertama, konteks situasi tutur ialah konteks pembicaraan yang terjadi dalam situasi
tertentu dengan penggunaan bahasa sesuai dengan situasi itu. Kedua, konteks peristiwa tutur ialah
konteks terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih
yang melibatkan dua pihak yaitu penutur dan mitra tutur dengan satu pokok tuturan di dalam
waktu, tempat, dan situasi tertentu. Ketiga, konteks tindak tutur merupakan unit dasar komunikasi
sebagai perangkat analisis. Secara ilokutif, konteks tindak tutur ini dapat berupa tindak asertif,
direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif.

Kata kunci: kesantunan, berbahasa, pragmatic

LATAR BELAKANG dilaksanakan dari perspektif pragmatik dan


Kesantunan berbahasa merupakan sosiolinguistik. Hal ini didasarkan pada
bagian yang tak terpisahkan dari kajian kenyataan bahwa kesantunan berbahasa
pragmatik. Ellen (2006) menegaskan bahwa berkaitan dengan penggunaan bahasa yang
kesantunan berbahasa merupakan salah satu menjamin pengklasifikasiannya dalam
cabang pragmatik kontemporer yang lebih pragmatik.
populer dan merupakan peranti yang digunakan Penggunaan pragmatik dalam
secara luas dalam berbagai kajian komunikasi menganalisis kesantunan berbahasa berdasarkan
antarbudaya. Bahkan, dalam tradisi Anglo pandangan bahwa untuk mengungkapkan wujud,
Saxon, penelitian kesantunan berbahasa fungsi, dan strategi kesantunan berbahasa hanya

548
The Progressive and Fun Education Seminar

dapat dilakukan dengan cara memahami makna merupakan bidang linguistik yang
atau maksud tuturan tersebut. Leech (1993) dan dianaktirikan, terutama oleh para linguis di
Wijana (1996:6) menjelaskan bahwa pragmatik Amerika. Dengan munculnya tulisan Austin
adalah studi kebahasaan yang terikat konteks. (1962), Searle (1969), dan Grice (1975)
Pragmatik menyangkut makna dalam beberapa linguis mulai mengintegrasikan
hubungannya dengan hal-hal yang berkaitan pragmatik ke dalam teori tata bahasa
dengan situasi tutur. Dalam pandangan mereka. Perhatian terhadap bidang
pragmatik, komunikasi merupakan gabungan pragmatik juga dipercepat dengan
antara fungsi ilokusi dan fungsi sosial. perkembangan di bidang sosiolinguistik,
Komunikasi bukan hanya harus lancar, psikolinguistik, inteligensi artifisial, dan
melainkan juga harus memenuhi tuturan sosial. ilmu kognitif pada umumnya.
Untuk memahami kesantunan berbahasa dalam Verhaar (1980) mengemukakan
tinjauan pragmatik, maka pada bagian berikut bahwa pragmatik sebagai salah satu cabang
akan dipaparkan konsep dasar yang terkait linguistik mulai berkumandang dalam
dengan pengembangan pragmatik. percaturan dunia linguistik Amerika sejak
tahun 1970-an. Pada tahun-tahun
PEMBAHASAN sebelumnya, khususnya tahun 1930-an,
a. Sejarah Perkembangan Pragmatik linguistik dianggap hanya mencakup fonetik,
Istilah pragmatik digunakan dalam morfologi, dan fonemik. Di era lingusitik itu
linguistik sejak tahun 1938 ketika Charles yang lazim disebut dengan linguistik era
Morris mengembangkan linguistik semiotik. Bloomfield, kajian sintaksis dengan segala
Morris mengemukakan bahwa dalam sesuatu yang berkaitan dengan makna
semiotik dibedakan tiga cabang kajian yaitu dikesampingkan karena dianggapnya
(a) syntactics yang mengkaji hubungan terlampau sulit untuk diteliti dan dilibatkan
formal antara tanda yang satu dengan tanda dalam proses analisis.
lainnya, (b) semantics yang mengkaji Dengan berkembangnya teori
hubungan antara tanda dengan objek yang linguistik oleh Chomsky pada tahun 1960-
ditandai, dan (c) pragmatics yang mengkaji an, sintaksis mulai mendapatkan tempat di
hubungan antara tanda dengan dalam linguistik. Linguis yang berlatar
pemakaiannya. Dalam kajian semiotik ini belakang filsafat ini menegaskan bahwa
bahasa termasuk dalam sistem tanda. sintaksis merupakan bagian linguistik yang
Pengertian semantik yang dikemukakan oleh sifatnya sentral. Gagasan ini kemudian
Morris ini menyarankan cakupan kajian melahirkan paradigma baru di dalam dunia
yang luas. Dalam pengertian hubungan linguistik. Sekalipun linguistik Chomsky
antara bahasa dengan pemakaiannya ini, ia sering dianggap relatif lebih maju
mengaitkan pragmatik dengan teori semantik dibandingkan dengan linguistik era
behaviorisme. Dikatakannya bahwa untuk sebelumnya, bagi tokoh ini masalah makna
memahami pengertian dan ciri-ciri masih dianggapnya sulit dilibatkan dalam
pragmatik secara mendalam perlu diketahui proses analisis (Rahardi, 2005:44).
bahwa pragmatik mengkaji fenomena- Pada awal tahun 1970-an, pragmatik
fenomena psikologi, biologi, dan sosiologi mulai berkumandang di belahan bumi
bahasa. Dengan demikian, linguistik terapan Amerika. Para linguis yang bernuansa
yang dikenal sekarang seperti transformasi generatif seperti Ross dan
Psikolinguistik, Sosiolinguistik, dan Lakoff menyatakan bahwa kajian sintaksis
neurolinguitik termasuk dalam kajian tidak dapat memisahkan diri dengan
pragmatik. Pengertian pragmatik yang konteksnya, sehingga dapat dikatakan bahwa
dikemukakan oleh Morris ini merupakan dengan munculnya tokoh-tokoh tersebut,
dasar bagi pengembangan lebih lanjut oleh tanda runtuhnya hipotesis dan teori bahasa
ahli-ahli ilmu bahasa yang lain (Syafi’ie, yang berkembang di masa-masa
1989:70). sebelumnya. Maka, pada masa inilah sosok
Soemarmo (1988) menegaskan pragmatik mulai mendapat tempat di bumi
bahwa pragmatik pada tahun 1930-an linguistik (Purwo, 1990:10).

549
ISBN: 978-602-361-045-7

Lain halnya di belahan bumi bahasa dengan konteksnya yang


Eropah, kegiatan menelaah bahasa dengan ditatabahasakan atau dikodekan dalam
mempertimbangkan makna dan situasi struktur pemakaian bahasa. Yule (2006)
(misalnya aliran Praha, aliran Firth) sudah memandang pragmatik dalam empat ruang
berkembang sejak tahun 1940-an. Aliran lingkup. Pertama, pragmatik merupakan
Firth tersebut dikenal dengan nama Firthian studi tentang maksud penutur. Kedua,
Linguistics dengan basis di Inggris yang pragmatik adalah studi tentang makna
ditopang aliran Praha (Prague School) kontekstual. Ketiga, pragmatik adalah studi
dengan basis di Checozlovakia. Aliran Praha tentang bagaimana agar lebih banyak yang
ditokohi oleh Mathesius, Trubetzkoy, disampaikan daripada yang dituturkan.
Roman Jakobson, Vachek, dan beberapa Keempat, pragmatik adalah studi tentang
kawan lainnya. Pada tahun 1960-an M.A.K. ungkapan dari jarak hubungan.
Halliday mengembangkan teori sosial Wijana (1996) mendefinisikan
mengenai bahasa, maka semakin jelaslah pragmatik sebagai studi kebahasaan yang
bahwa linguistik tidak dapat dipisahkan dari terikat konteks. Artinya, pragmatik sebagai
masyarakat dengan segala latar belakang studi bahasa mempelajari kondisi
sosiokultural yang mewadahi dan penggunaan bahasa manusia yang
melatarbelakanginya (Rahardi, 2000:44-45) ditentukan oleh konteks yang mewadahi dan
Firth (dalam Halliday dan Hasan, melatarbelakangi bahasa itu. Konteks
1994:11) mengemukakan bahwa kajian tersebut meliputi konteks yang bersifat sosial
bahasa tidak dapat dilakukan tanpa dan sosietal. Konteks sosial merupakan
mempertimbangkan konteks situasi yang konteks yang timbul sebagai akibat dari
meliputi pelibat (participants), tindakan munculnya interaksi antaranggota
pelibat (baik tindak tutur maupun bukan masyarakat dalam suatu masyarakat tutur
tutur), ciri-ciri situasi lain yang relevan dan budaya tertentu. Konteks sosietal
sepanjang hal itu mempunyai sangkut paut dibangun oleh kedudukan anggota
tertentu dengan hal yang sedang masyarakat dalam institusi-institusi sosial
berlangsung, dan dampak-dampak tindak yang ada di dalam masyarakat dan budaya
tutur yang diwujudkan dengan bentuk- tertentu.
bentuk perubahan yang ditimbulkan oleh Morris (dalam Syafi’ie, 1989:70)
hal-hal yang dituturkan oleh pelibat dalam memberikan batasan bahwa pragmatik
situasi. merupakan studi bahasa yang mempelajari
Perhatian terhadap bidang kajian hubungan antara tanda dengan penuturnya.
pragmatik ini diresmikan pada tahun 1977 Dalam hal ini pragmatik dipandang sebagai
dengan timbulnya sebuah majalah “Journal studi tentang makna yang disampaikan oleh
of Pragmatics” yang menerbitkan karya- penutur dan ditafsirkan oleh pendengar.
karya tulis bernuansa pragmatik. Pada saat Oleh karena itu, studi ini lebih banyak
itu terbentuk pula suatu organisasi IPRA berhubungan dengan analisis tentang apa
(International Pragmatics Associaation) dan yang dimaksudkan orang dengan tuturan-
konferensi yang membahas soal pragmatik tuturannya daripada dengan makna terpisah
juga mulai timbul. Namun, majalah dan dari kata atau frasa yang digunakan dalam
konferensi-konferensi itu tidak memberikan tuturan itu sendiri. Studi ini perlu melibatkan
gambaran yang jelas tentang bidang kajian penafsiran tentang apa yang dimaksudkan
yang termasuk penelitian pragmatik orang di dalam suatu konteks khusus dan
(Soemarmo, 1988:160). bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap
b. Batasan Pragmatik apa yang dikatakan. Artinya, diperlukan
Pada dasarnya pragmatik suatu pertimbangan mengenai bagaimana
merupakan studi tentang hubungan antara cara penutur mengatur apa yang ingin
bentuk-bentuk linguistik dengan pemakaian mereka katakan yang disesuaikan dengan
bentuk-bentuk itu. Levinson (1983:9) orang yang mereka ajak bicara, di mana,
mendefinisikan pragmatik sebagai studi kapan, dan dalam keadaan apa.
bahasa yang mempelajari hubungan antara

550
The Progressive and Fun Education Seminar

Parker (dalam Rahardi, 2010:48-49) Berdasarkan beberapa batasan di


menyatakan bahwa pragmatik adalah cabang atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik
ilmu bahasa yang mempelajari struktur adalah ilmu bahasa yang mempelajari
bahasa secara eksternal. Adapun yang tentang penggunaan bahasa manusia yang
dimaksud dengan hal itu adalah cara pemaknaannya ditentukan oleh konteks yang
bagaimana satuan lingual tertentu digunakan melatarbelakangi bahasa itu. Konteks itu
dalam komunikasi yang sebenarnya. Pakar dapat bersifat sosial maupun sosietal.
ini membedakan pragmatik dengan studi tata Konteks sosial adalah konteks yang timbul
bahasa yang dianggapnya sebagai studi seluk akibat munculnya interaksi antaranggota
beluk bahasa secara internal. Menurutnya, masyarakat dalam suatu masyarakat sosial
studi tata bahasa tidak perlu dikaitkan dan budaya tertentu. Konteks sosietal adalah
dengan konteks, sedangkan studi pragmatik konteks yang didasarkan pada kedudukan
mutlak dikaitkan dengan konteks. Berkenaan anggota masyarakat dalam institusi-institusi
dengan hal tersebut, makla studi tata bahasa sosial yang ada di dalam masyarakat sosial
dapat dianggap sebagai studi yang bebas dan budaya tertentu. Dengan demikian,
konteks (context independent). Sebaliknya, dapat dikatakan bahwa dasar munculnya
studi pemakaian tata bahasa dalam konteks sosietal adalah adanya kekuasaan
komunikasi yang sebenarnya mutlak (power), sedangkan dasar dari konteks sosial
dikaitkan dengan konteks yang adalah adanya solidaritas (solidarity).
melatarbelakangi dan mewadahinya. Studi c. Konteks Situasi Tutur
bahasa yang demikian dapat disebut sebagai Pada bagian terdahulu telah
studi yang terikat konteks (context dijelaskan bahwa pragmatik adalah studi
dependent). bahasa yang mendasarkan analisisnya pada
Selanjutnya, Rahardi (2010:50) konteks. Konteks yang dimaksud adalah
menegaskan bahwa pragmatik mengkaji segala latar belakang pengetahuan yang
maksud penutur dalam menuturkan sebuah dimiliki bersama oleh penutur dan mitra
satuan lingual tertentu pada sebuah bahasa. tutur serta yang menyertai dan mewadahi
Oleh karena yang dikaji dalam pragmatik sebuah pertuturan. Dengan mendasarkan
adalah makna, dapat dikatakan bahwa pada gagasan Leech (1983) konteks yang
pragmatik dalam banyak hal sejajar dengan semacam itu dapat disebut dengan konteks
semantik yang juga mengkaji makna. situasi tutur (speech situational contexts).
Perbedaan antara keduanya adalah bahwa Konteks situasi tutur menurutnya mencakup
pragmatik mengkaji makna satuan lingual aspek-aspek berikut: 1) penutur dan lawan
secara eksternal, sedangkan semantik tutur, 2) konteks tuturan, 3) tujuan tuturan,
mengkaji makna satuan lingual secara 4) tuturan sebagai bentuk tindakan atau
internal. Makna yang dikaji dalam pragmatik aktivitas, dan 5) tuturan sebagai produk
bersifat terikat konteks, sedangkan makna tindak verbal.
yang dikaji dalam semantik bersifat bebas Secara singkat setiap aspek situasi
konteks. Makna yang dikaji dalam semantik tutur itu dapat diuraikan sebagai berikut.
bersifat diadik, sedangkan makna yang 1) Penutur dan lawan tutur di dalam
dikaji dalam pragmatik bersifat triadik. beberapa literatur, khususnya dalam
Pragmatik mengkaji bentuk bahasa untuk Searle (1983) lazim dilambangkan
memahami maksud penutur, sedangkan dengan S (speaker) yang berarti
semantik mempelajari bentuk bahasa untuk pembicara atau penutur dan H
memahami makna satuan lingual itu. (hearer) yang dapat diartikan
Berkenaan dengan makna diadik pendengar atau mitra tutur.
dan triadik di atas, Wijana (1996) 2) Konteks tuturan telah diartikan
menyebutkan bahwa makna jenis pertama bermacam-macam oleh para linguis.
dapat dirumuskan dengan pertanyaan “Apa Konteks dapat mencakup aspek-aspek
makna x itu?”, sedangkan makna jenis kedua tuturan yang relevan baik secara fisik
dirumuskan dengan pertanyaan “Apakah maupun nonfisik. Konteks dapat pula
yang Anda maksud dengan berkata x itu?”. diartikan sebagai semua latar belakang

551
ISBN: 978-602-361-045-7

pengetahuan yang diasumsikan sama- Speech Act An Essay in the Philosophy of


sama dimiliki penutur dan mitra tutur Language.
serta yang mendukung interpretasi Chaer (2010) menjelaskan bahwa
mitra tutur atas apa yang dimaksudkan tindak tutur merupakan proses atau kegiatan
penutur itu di dalam proses bertutur. berkomunikasi yang melibatkan kemampuan
3) Tujuan tutur berkaitan erat dengan berbahasa penutur. Sejalan dengan hat
bentuk tuturan seseorang. Dikatakan tersebut, Richards (1995:6-7) menegaskan
demikian karena pada dasarnya tuturan bahwa aktivitas bertutur atau berujar
itu terwujud karena dilatarbelakangi merupakan sebuah tindakan. Dengan
oleh maksud dan tujuan tutur yang demikian, semua kegiatan bertutur
jelas dan tertentu sifatnya. Secara merupakan tindak tutur. Dalam pandangan
pragmatik, satu bentuk tutur dapat ini, tindak tutur dapat diartikan sebagai unsur
memiliki maksud dan tujuan yang terkecil dalam aktivitas bertutur yang
bermacam-macam. Demikian mempunyai fungsi tertentu.
sebaliknya, satu maksud atau tujuan Hymes (1974) menjelaskan bahwa
tutur dapat diwujudkan dengan bentuk tindak tutur harus dibedakan dari kalimat.
tuturan yang berbeda-beda. Di sinilah Perbedaan itu dapat dilihat dari bentuk
dapat dilihat perbedaan mendasar tindak tutur yang memiliki keragaman dan
antara pragmatik yang berorientasi hanya dapat dikenali melalui konteks yang
fungsional dengan tata bahasa yang melingkupinya. Secara formal sebuah
berorientasi formal atau struktural. tuturan dapat diidentifikasi berdasarkan
4) Tuturan sebagai bentuk tindakan atau konteks linguistik dan nonlinguistik. Dari
aktivitas merupakan bidang yang segi linguistik, sebuah tuturan dapat berisi
ditangani pragmatik. Pragmatik serangkaian kalimat dan dapat pula berisi
mempelajari tindak verbal yang kata yang memiliki konteks nonlinguistik
terdapat dalam situasi tutur tertentu, seperti situasi, partisipan, waktu dan tempat,
dapat dikatakan bahwa yang tujuan, dan sebagainya. Dengan demikian,
dibicarakan di dalam pragmatik itu sebuah kata dapat dipandang sebagai tuturan
bersifat konkret karena jelas asalkan memiliki konteks yang
keberadaan siapa peserta tuturnya, di melingkupinya.
mana tempat tuturnya, kapan waktu Austin (dalam Searle, 1969)
tuturnya, dan seperti apa konteks menjelaskan bahwa tindak tutur dalam
situasi tuturnya secara keseluruhan. situasi tuturan secara keseluruhan
5) Tuturan dapat dipandang sebagai merupakan satu-satunya fenomena aktual
sebuah produk tindak verbal. Dapat yang kita lakukan sehari-hari. Bahasa yang
dikatakan demikian karena pada kita gunakan baru bermakna jika
dasarnya tuturan yang ada di dalam diwujudkan dalam tuturan. Bahasa tersebut
sebuah pertuturan itu adalah hasil digunakan dengan melibatkan penutur dalam
tindak verbal para peserta tutur dengan situasi, sehingga memungkinkan tuturan
segala pertimbangan konteks yang tersebut bermakna bagi penutur tersebut.
melingkupi dan mewadahinya. Sehubungan dengan hal tersebut,
d. Tindak Tutur Sebagai Media Ekspresi Halliday (1987) menyatakan bahwa bahasa
Kesantunan Berbahasa sebagai sarana sosial berfungsi melayani
Istilah tindak tutur pertama kali kebutuhan penuturnya untuk mencapai
diperkenalkan oleh Austin, seorang guru tujuan-tujuan komunikasi. Tujuan-tujuan
besar di Universitas Harvard pada tahun komunikasi tersebut menunjukkan bahwa
1959. Teori yang berasal dari materi kuliah bahasa itu digunakan untuk memenuhi
itu kemudian dibukukan oleh J.O. Urmson kebutuhan tertentu dan bersifat sosial.
(1959) dengan judul How to do Things with Kebutuhan sosial tersebut merupakan makna
Word? Namun, teori tersebut baru menjadi yang mendasari tindak tutur itu.
terkenal dalam studi linguistik setelah Searle Selanjutnya Searle (1969)
(1969) menerbitkan buku yang berjudul menyatakan bahwa dalam praktik

552
The Progressive and Fun Education Seminar

penggunaan bahasa terdapat tiga macam mengikat penutur pada kebenaran proposisi
tindak tutur. Ketiga macam tindak tutur itu yang diungkapkan, misalnya menyatakan
berturut-turut dapat dijelaskan sebagai (stating), menyarankan (suggesting),
berikut: (1) tindak lokusioner (locutionary membual (boasting), mengeluh
acts), (2) tindak ilokusioner (illocutionary (complaining), dan mengklaim (claiming).
acts), (3) tindak perlokusioner (2) Direktif (directives) yakni bentuk tutur
(perlocutionary acts). yang dimaksudkan penuturnya untuk
Tindak lokusioner adalah tindak membuat pengaruh agar mitra tutur
bertutur dengan kata, frasa, kalimat sesuai melakukan tindakan, misalnya memesan
dengan makna yang dikandung oleh kata, (ordering), memerintah (commanding),
frasa, dan kalimat itu. Tindak tutur ini dapat memohon (requesting), menasihati
disebut the act of saying something. Dalam (advising), dan merekomendasi
tindak lokusioner tidak dipermasalahkan (recommending). (3) Ekspresif
maksud dan fungsi tuturan yang (ekspressives) adalah bentuk tuturan yang
disampaikan oleh si penutur. Jadi, tuturan berfungsi untuk menyatakan atau
tanganku gatal misalnya, semata-mata menunjukkan sikap psikologis penutur
hanya dimaksudkan untuk memberi tahu si terhadap suatu keadaan, misalnya berterima
mitra tutur bahwa pada saat tuturan itu kasih (thanking), memberi selamat
dimunculkan tangan penutur sedang dalam (congratulating), meminta maaf
keadaan gatal. (pardoning), menyalahkan (blaming),
Tindak ilokusioner adalah tindak memuji (praising), dan berbelasungkawa
melakukan sesuatu dengan maksud dan (condoling). (4) Komisif (commissives)
fungsi tertentu pula. Tindak tutur ini dapat yakni bentuk tutur yang berfungsi untuk
dikatakan sebagai the act of doing menyatakan janji atau penawaran, misalnya
something. Tuturan tanganku gatal yang berjanji (promising), bersumpah (vowing),
diucapkan penutur bukan semata-mata dan menawarkan sesuatu (offering). (5)
dimaksudkan untuk memberi tahu si mitra Deklarasi (declarations) yakni bentuk tutur
tutur bahwa pada saat dituturkannya tuturan yang menghubungkan isi tuturan dengan
itu rasa gatal sedang bersarang pada tangan kenyataannya, misalnya berpasrah
penutur. Namun, lebih dari itu bahwa (resigning), memecat (dismissing),
penutur menginginkan mitra tutur membabtis (christening), memberi nama
melakukan tindakan tertentu berkaitan (naming), mengangkat (appointing),
dengan rasa sakit gatal pada tangannya itu. mengucilkan (excommunicating), dan
Tindak perlokusi adalah tindak menghukum (sentencing).
menumbuhkan pengaruh (affect) kepada Satu hal mendasar dari
mitra tutur. Tindak tutur ini dapat disebut penggolongan tindak tutur ke dalam bentuk-
dengan the act of affecting someone. Tuturan bentuk tuturan menurut tokoh ini adalah
tanganku gatal misalnya, dapat digunakan bahwa satu tindak tutur dapat memiliki
untuk menumbuhkan pengaruh rasa takut maksud dan fungsi yang bermacam-macam.
kepada mitra tutur. Rasa takut itu muncul Lain halnya dengan Leech (1983, Blum-
karena yang menuturkan tuturan itu Kulka (1987), justru menyatakan hal yang
berprofesi sebagai seorang tukang pukul sebaliknya yakni bahwa satu maksud atau
yang kesehariannya sangant erat dengan fungsi bahasa dapat dinyatakan dengan
kegiatan memukul dan melukai orang lain. bentuk tuturan yang bermacam-macam.
Selanjutnya, Searle dalam Rahardi Menyuruh (commanding) misalnya,
(2010) menggolongkan tindak tutur ilokusi dapat dinyatakan dengan berbagai macam
itu ke dalam lima macam bentuk tuturan cara seperti (1) dengan kalimat imperatif
yang masing-masing memiliki fungsi “Tutup jendela itu”, (2) dengan kalimat
komunikatif. Kelima macam bentuk tuturan performatif eksplisit “Saya minta Saudara
yang menunjukkan fungsi itu dapat menutup jendela itu”, (3) dengan kalimat
dirangkum sebagai berikut. (1) Asertif performatif berpagar “Sebenarnya saya mau
(assertives) yakni bentuk tutur yang minta Saudara menutup jendela itu”, (4)

553
ISBN: 978-602-361-045-7

dengan pernyataan keharusan “Saudara Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa.


harus menutup jendela itu”, (5) dengan Jakarta: Rineka Cipta.
pernyataan keinginan “Saya ingin jendela Ellen, Gino. 2006. Kritik Teori Kesantunan.
itu ditutup”, (6) dengan rumusan saran Terjemahan oleh Abdul Syukur Ibrahim
“Bagaimana kalau jendla itu ditutup”, (7) (Peny.). Surabaya: Airlangga University
dengan persiapan pertanyaan “Saudara Press.
dapat menutup jendela itu?”, (8) dengan Grice, J. 1975. The Thread of Discourse. The
isyarat yang kuat “Dengan jendela seperti Hangue: Mouton.
itu, saya kedinginan”, dan (9) dengan isyarat Halliday, M.A.K. 1987. Language Stucture and
halus “Saya kedinginan”. Language Fungtion dalam John Lyons
et.al. New Horizonin Linguistics.
KESIMPULAN London: Penguin.
Berdasarkan berbagai cara menyatakan Halliday, M.A.K. dan Hasan, Ruqaiya. 1985.
suruhan dapat digarisbawahi dua hal pokok Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek
yakni (1) adanya tuturan langsung dan (2) Bahasa dalam Pandangan Semiotik
adanya tuturan tidak langsung. Tingkat Sosial. Terjemahan oleh Asruddin
kelangsungan tuturan itu dapat diukur Barori Tou. 1994. Yogyakarta: Gadjah
berdasarkan besar kecilnya jarak tempuh. Mada University Press.
Artinya, jarak antara titik ilokusi yang ada dalam Hymes, Dell. 1974. Foundation in
diri penutur dengan titik tujuan ilokusi yang Sociolinguistics: An Etnographic
terdapat dalam diri si mitra tutur. Semakin jauh Approach. Philadelphia: University of
jarak tempuhnya, semakin tidak langsunglah Pennsylvan Press, Inc.
tuturan itu. Demikian pula sebaliknya, semakin Leech, Geoffrey. 1983. Principles of Pragmatics.
dekat jarak tempuhnya akan semakin London: Logman.
langsunglah tuturan itu. Leech. Geoffrey. 1983. Prinsip-Prinsip
Tingkat kelangsungan tuturan dapat pula Pragmatik. Terjemahan oleh M.D.D.
diukur berdasarkan kejelasan pragmatiknya. Oka. 1993. Jakarta: Universitas
Artinya, semakin tembus pandang maksud Indonesia (UI Press)
sebuah tuturan akan semakin langsunglah Levinson, Stephen C. 1983. Pragmatic. London:
maksud tuturan tersebut. Sebaliknya, semakin Cambridge University Press.
tidak tembus pandang maksud sebuah tuturan Rahardi, Kunjana. 2000. Imperatif dalam
akan semakin tidak langsunglah maksud tuturan Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Duta
itu. Apabila kejelasan pragmatik itu dikaitkan Wacana University Press.
dengan kesantunan, semakin jelas maksud Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik: Berkenalan
sebuah tuturan akan semakin tidak santunlah dengan Ilmu Bahasa.
tuturan itu. Sebaliknya, semakin tidak tembus Malang: Dioma.
pandang maksud suatu tuturan akan menjadi Rahardi, Kunjana. 2010. Pragmatik: Kesantunan
semakin santunlah tuturan itu. Impertaif Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga.
DAFTAR PUSTAKA Searle, John. R. 1983. Speech Act: An essay in
Austin, J.L. 1962. How to Do Things with the Philosophy of Language.
Words. Cambridge: Harvard University Cambridge: Cambridge University
Press Press.
Blum-Kulka, Shoshana. 1987. The Soemarmo, Marmo. 1988. Pragmatik dan
Metapragmatics of Politeness in Israel Perkembangan Mutakhirnya. PELLBA
Society, in Richard Watts, S. Ide, K. I: 43-54.
Ehlich (Eds.). Politeness in Language: Sumarsono. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta:
Studies in its History, Theory and Sabda
Practise. Berlin: Mouton de Gruyter. Syafi’ie, Imam. 1989. Pragmatik dalam
Brown, P.dan Yule, George. 1983. Discourse Pengajaran Bahasa Indonesia.
Analysis.Cambridge: CUP Kumpulan Karangan Ilmiah IKA IKIP
Malang. Malang: IKA IKIP Malang.

554
The Progressive and Fun Education Seminar

Verhaar, J.W.M. 1980. Teori Linguistik dan


Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Yayasan
Kanisius.
Wijana, I Dewa Putu dan Rohmadi, Muhammad.
2010. Pragmatik: Kajian Teori dan
Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar
Pragmatik. Yogyakarta: Andi Ofset.
Yule, George. 2006. Pragmatik. Terjemahan
oleh Indah Fajar Wahyuni. Yogyakarta.
Pustaka Pelajar.

555

You might also like