Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

DX by Usg

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 59

DIAGNOSA ULTRASONOGRAFI UNTUK MENDETEKSI

KELAINAN PADA ORGAN URINARIA KUCING


(Felis catus)

TRI WIJAYANTI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
ABSTRACT

TRI WIJAYANTI. Diagnostic Ultrasound for Scanning Urinary Organ


Abnormality in Cats (Felis catus). Supervised by DENI NOVIANA and
CHUSNUL CHOLIQ.

The purpose of this study was to detect and learn urinary organ
abnormality in cats (Felis catus) by ultrasonography approach as diagnostic
supporting tool. This examination was performed by using sector scanner and
linear array type transducer of 3,5-7,5 MHz frequency in dorsal or lateral
recumbency. The diagnosis was confirmed by the alteration of shape, size,
position and echogenicity. Two dimensional USG were used for the examination
of nineteen cats. Based on sonogram interpretation, twelve cases were renal
abnormalities and fifteen cases were urinary bladder abnormalities.
Abnormalities in the renal were six cases nephritis that was shown by thickening
of renal cortex with hyperechoic structure. Six cases hydronephrosis was shown
by anechoic structure that filled the renal pelvic and renal medulla, this
condition lead to renal pelvic dilatation along with distal acoustic enhancement.
Abnormalities in urinary bladder are six cases thickening of urinary bladder wall
caused by inflammation, neoplasia and hypertrophy of urinary bladder. Wall
thickening case caused by neoplasia, shown by mixed-echogenic mass. One case
chronic cystitis was described by hyperechoic mass of fibrinous form and
fibrous tissue in the lumen of urinary bladder. Seven cases crystallize particles
sedimentation was characterized by hyperechoic particles sediment that lies
among urin. One case urolithiasis was shown by hyperechoic structure along
with acoustic shadowing. Ultrasonography utilization as diagnostic supporting
tool for the urinary organ abnormality in cats giving a high accuracy.

Keyword: abnormality, cat, diagnose, ultrasound, urinary organ.


ABSTRAK

TRI WIJAYANTI. Diagnosa Ultrasonografi untuk Mendeteksi Kelainan pada


Organ Urinaria Kucing (Felis catus). Dibimbing oleh DENI NOVIANA dan
CHUSNUL CHOLIQ.

Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari kelainan


organ urinaria kucing dengan menggunakan ultrasonografi (USG) sebagai
penunjang diagnosa. Pemeriksaan ini menggunakan transducer berfrekuensi
3,5-7,5 MHz tipe sector scanner dan linear array transducer dengan posisi
dorsal atau lateral recumbency. Hasil pemeriksaaan USG menunjukkan adanya
perubahan bentuk, ukuran, letak dan derajat echogenisitas. Pemeriksaan USG
dilakukan terhadap sembilan belas kucing dengan menggunakan alat USG dua
dimensi. Berdasarkan interpretasi sonogram didapatkan dua belas kasus pada
ginjal dan lima belas kasus pada vesika urinaria. Kelainan yang ditemukan pada
ginjal antara lain enam kasus nefritis menunjukkan adanya penebalan korteks
renalis dengan area hyperechoic. Enam kasus mengarah kepada hidronefrosis
terlihat sebagai struktur anechoic yang mengisi ruangan pelvis renalis dan
medula sehingga pelvis renalis terlihat menggelembung disertai distal acoustic
enhancement. Kelainan yang ditemukan pada vesika urinaria antara lain enam
kasus penebalan dinding vesika urinaria yang kemungkinan dapat disebabkan
oleh peradangan, neoplasia atau hipertropi. Kasus penebalan dinding yang
disebabkan oleh neoplasia menunjukkan adanya bentukan massa mixed-
echogenic. Satu kasus cystitis kronis memperlihatkan adanya bentukan fibrin
dan jaringan ikat yang bersifat hyperechoic di dalam lumen vesika urinaria.
Tujuh kasus pengendapan partikel kristal terlihat dengan adanya sedimen
partikel hyperechoic diantara urin. Satu kasus urolithiasis menunjukkan struktur
hyperechoic yang disertai dengan acoustic shadowing. Penggunaan USG
sebagai alat bantu diagnosa terhadap kelainan organ urinaria kucing
menunjukkan tingkat akurasi yang baik.

Kata kunci: diagnosa, kelainan, kucing, organ urinaria, ultrasonografi.


DIAGNOSA ULTRASONOGRAFI UNTUK MENDETEKSI
KELAINAN PADA ORGAN URINARIA KUCING
(Felis catus)

TRI WIJAYANTI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Judul : Diagnosa Ultrasonografi untuk Mendeteksi Kelainan pada
Organ Urinaria Kucing (Felis catus)
Nama : TRI WIJAYANTI
NRP : B04104081

Disetujui

Dr. Drh. Deni Noviana Drh. Chusnul Choliq, MS,


MM Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini


Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal lulus:
PRAKATA

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya
bagi seluruh alam semesta serta atas bimbingan ruhani sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir berupa penulisan skripsi guna memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada Institut Pertanian Bogor.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. drh. Deni Noviana selaku dosen pembimbing akademik sekaligus
pembimbing skripsi atas segala bimbingan, nasihat dan
pengarahannya.
2. Drh. Chusnul Choliq, MS, MM selaku dosen pembimbing skripsi
atas segala bimbingan, nasihat dan pengarahannya.
3. Dr. drh. Amrozi selaku dosen penguji dan Dr. drh. Agus Wijaya,
MSc selaku dosen penilai atas saran, kritik dan penilaiannya.
4. Ayah dan ibu, mba yuli, dewi, dan adikku ria dan adit atas doa dan
dukungan yang selalu diberikan.
5. Aa ery yang selalu setia menemani dan membantu penulis dari awal
penyusunan tugas akhir sampai terselesaikannya skripsi ini.
6. Kawan-kawan tercinta ‘Vet Angel’ ay2, inge, atha, dhe, chamut, na
untuk dorongan semangatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir skripsi dengan baik.
7. Teman-teman seperjuangan atha, dhimut dan bibin yang selalu
bersemangat hingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.
8. Drh. Ulum, drh. Yoli, kak Riki dan staf Klinik Bagian Bedah dan
Radiologi yang telah banyak membantu terselesaikannya penelitian
ini.
9. Teman-teman Asteroidea ’41 yang selalu kompak dan terus berjuang
untuk wisudanya.
10. Seluruh pihak yang tak dapat disebutkan satu per satu namun tak
mengurangi rasa terima kasih dan penghargaan penulis.
Akhir kata penulis ucapkan semoga skripsi ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan dan membutuhkannya.

Bogor, Agustus 2008

Tri Wijayanti
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Pada tanggal 1 Agustus 1986, penulis dilahirkan di kota Jakarta sebagai


anak ke empat dari pasangan bernama Drs. Tugiyo Siswoprasetyo dan Dra. Hj.
Sri Untari, MM.
Penulis memasuki Sekolah Dasar Negeri (SDN) Beji VII Depok pada
tahun 1992 selanjutnya penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama
Negeri (SMPN) 211 Jakarta Selatan pada tahun 1998 dan pada tahun 2001
penulis melanjutkan pada Sekolah Menengah Atas negeri (SMAN) 38 Jakarta
Selatan. Hingga akhirnya pada tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Fakultas
Kedokteran Hewan. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan
dan kepengurusan organisasi Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan
Kesayangan dan Satwa Akuatik, Komunitas Seni Teater Ilmiah (STERIL).
Penulis juga aktif sebagai panitia pada kegiatan dalam dan luar kampus.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
Hewan, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul:
“Diagnosa Ultrasonografi untuk Mendeteksi Kelainan pada Organ
Urinaria Kucing (Felis catus)” dibimbing oleh Dr. drh. Deni Noviana dan drh.
Chusnul Choliq, MS, MM.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
Latar Belakang .................................................................................... 1
Tujuan ................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
Klasifikasi Kucing (Felis catus) .......................................................... 3
Karakteristik Kucing ........................................................................... 3
Anatomi dan Fisiologi Organ Urinaria Kucing ................................... 5
Ginjal .................................................................................... 5
Ureter .................................................................................... 7
Vesika Urinaria .................................................................... 7
Uretra .................................................................................... 8
Ultrasonografi (USG) .......................................................................... 9
Pengertian Dasar Ultrasonografi (USG) .............................. 9
Interaksi Ultrasound dengan Jaringan ................................. 10
Tipe Transducer ................................................................... 10
Karakteristik Gelombang Suara ........................................... 11
Prinsip Interpretasi Gambar ................................................. 12
Penerapan USG untuk Pemeriksaan Organ Urinaria ........... 13
Normal USG Organ Urinaria Kucing .................................. 14
Teknik Pengambilan Gambar ............................................... 16
Posisi dan Daerah Orientasi ..................................... 16
Arah Transducer ...................................................... 16
Penyakit Klinis Organ Urinaria ........................................................... 17
Nefritis .................................................................................. 18
Hidronefrosis ........................................................................ 19
Neoplasia .............................................................................. 20
Cystitis ................................................................................. 21
Urolithiasis ........................................................................... 22
BAHAN DAN METODE ........................................................................... 24
Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 24
Bahan Penelitian .................................................................................. 24
Metode Penelitian ................................................................................ 24
Pengambilan Gambar ........................................................... 24
Interpretasi Sonogram .......................................................... 27
Halaman
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 28
Kasus Nefritis ...................................................................................... 29
Kasus Hidronefrosis ............................................................................ 31
Kasus Penebalan Dinding Vesika Urinaria ......................................... 34
Kasus Cystitis Kronis .......................................................................... 37
Kasus Pengendapan Partikel Kristal ................................................... 39
Kasus Urolithiasis ............................................................................... 41
SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 43
Simpulan ............................................................................................. 43
Saran .................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 44
DAFTAR TABEL

Halaman
1 Hasil pengamatan kelainan organ ginjal yang didiagnosa
dengan USG ..................................................................................... 28
2 Hasil pengamatan kelainan organ vesika urinaria yang didiagnosa
dengan USG ..................................................................................... 33
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Sistem urinaria kucing ...................................................................... 5
2 Gambaran tiga jenis zona pada sonogram ........................................ 12
3 Gambar USG ginjal normal kucing dengan arah
transducer sagital .............................................................................. 14
4 Gambar USG vesika urinaria normal kucing dengan
` arah transducer transversal .............................................................. 15
5 Tiga arah transducer yang digunakan pada pengambilan
gambar USG organ urinaria ............................................................. 17
6 Posisi hewan dan arah transducer .................................................... 25
7 Ultrasonografi tipe Sonoscape SSI 1100 ......................................... 26
8 Ultrasonografi tipe Aloka Pro Sound SSD 4000 .............................. 26
9 Ultrasonografi tipe Aloka SSD 550 ................................................. 26
10 Ultrasonografi tipe Kaixin KX 5100 V ............................................ 26
11 Tipe transducer ................................................................................ 26
12 Sonogram kasus nefritis dengan arah transducer sagital ................. 29
13 Sonogram kasus hidronefrosis dengan arah transducer sagital ....... 31
14 Sonogram kasus penebalan dinding vesika urinaria dengan arah
transducer transversal ...................................................................... 34
15 Sonogram kasus penebalan dinding vesika urinaria yang
disebabkan oleh neoplasia dengan arah transducer transversal ....... 36
16 Sonogram kasus cystitis kronis dengan arah transducer
transversal ....................................................................................... 38
17 Sonogram kasus pengendapan partikel kristal dengan arah
transducer transversal ...................................................................... 39
18 Sonogram kasus urolithiasis dengan arah transducer transversal .... 41
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kucing merupakan hewan yang dikenal
sebagai binatang peliharaan yang selalu dekat dengan manusia. Seiring dengan
berkembangnya minat masyarakat untuk memelihara kucing sebagai hewan
kesayangan, maka semakin tinggi pula kepedulian dan perhatian masyarakat
terhadap kesejahteraan dan kesehatan hewan peliharaannya.
Jenis pasien yang paling sering ditemukan di klinik, rumah sakit dan
praktek hewan kecil adalah kucing. Hal ini disebabkan tingginya minat
masyarakat untuk memelihara kucing yang juga memerlukan perawatan lebih
dari pemiliknya. Perubahan perilaku kucing akan membuat pemilik hewan
kesayangan segera datang ke tempat praktek dokter hewan. Apabila hewan
kesayangan menderita maka siklus kegiatan sehari-hari pemilik hewan akan
terganggu sehingga mengakibatkan terjadinya stres (Dharmajono 2001).
Kucing sejak dahulu dikenal sebagai salah satu hewan kesayangan yang
paling banyak digemari oleh manusia. Kelincahan dan kelenturan tubuh kucing
menyebabkan manusia menjadikan mereka sebagai hewan untuk bermain
sekaligus untuk mengurangi tekanan hidup dan stres. Sejarah mencatat kucing
memiliki hubungan yang dekat dengan kehidupan manusia sejak ribuan tahun
lalu melalui proses domestikasi (Suwed & Budiana 2006). Beberapa tindakan
medis sering dilakukan pada kucing baik untuk perawatan maupun persembuhan
dan penanganan kesehatan. Keinginan dokter hewan untuk membantu
penanganan kesehatan kucing semakin tinggi apabila rasa percaya pemilik
kepada dokter hewan yang menangani kucingnya pun semakin tinggi.
Dalam penegakan suatu diagnosa untuk mendapatkan prognosa yang
akurat dan tepat seorang dokter hewan harus melakukan pemeriksaan yang teliti,
sehingga bisa dilakukan pengawasan, pencegahan dan pengobatan terhadap
suatu penyakit. Untuk mendiagnosa secara tepat, cepat dan akurat, dokter hewan
membutuhkan alat bantu penunjang diagnosa, salah satunya adalah
ultrasonografi (USG).
Ultrasonografi lazim digunakan dalam kegiatan medis baik kedokteran
manusia ataupun hewan untuk mendiagnosa berbagai penyakit. Diagnostik
ultrasound merupakan sebuah teknik diagnostik penggambaran organ
menggunakan gelombang suara berfrekuensi sangat tinggi. Menurut Widmer et
al. (2004), USG digunakan untuk mengevaluasi adanya penyakit- penyakit
saluran urinaria bagian atas yaitu ginjal serta ureter dan bagian bawah yaitu
vesika urinaria serta uretra. Ultrasonografi memiliki banyak keuntungan dalam
penggunaannya diantaranya tidak membahayakan kesehatan dokter atau
operator maupun pasien karena tidak ada efek radiasi seperti pada alat
Roentgen, lebih jauh lagi USG bersifat non-invasive serta tidak membutuhkan
restraint yang berlebihan pada hewan (Goddard 1995).
Seiring dengan perkembangan teknologi, keberadaan USG menjadi
sangatlah penting bagi seorang dokter hewan dalam mendiagnosa berbagai
penyakit pada kucing, sehingga tata cara dan teknik penggunaan maupun
interpretasi USG harus dipelajari dengan benar dan cermat. Ultrasonografi dapat
digunakan sebagai alat penunjang diagnosa yang akurat dan lengkap, terutama
jika dikombinasikan dengan hasil pengamatan radiografi dan penemuan klinis.
Penyakit-penyakit yang banyak dialami oleh hewan kecil khususnya kucing
adalah penyakit yang berkaitan dengan saluran urinaria, hal ini kemungkinan
dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak benar, kurangnya minum
(dehidrasi), infeksi bakteri serta virus, toksin dan faktor-faktor predisposisi
lainnya yang memicu timbulnya penyakit saluran urinaria. Dengan terus
meningkatnya kasus-kasus saluran urinaria maka penggunaan USG sangat
dibutuhkan dalam mendiagnosa penyakit-penyakit tersebut.

Tujuan
Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari kelainan pada
organ urinaria kucing dengan menggunakan ultrasonografi (USG) sebagai
penunjang diagnosa.
TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Kucing (Felis catus)


Kucing merupakan salah satu hewan kesayangan yang sering dijadikan
sebagai peliharaan karena memiliki karakter yang unik dan berbeda
dibandingkan dengan hewan kesayangan lainnya. Kucing adalah sejenis
karnivora kecil dari famili felidae yang telah dijinakkan selama ribuan tahun
(Suwed & Budiana 2006). Klasifikasi kucing menurut Linnaeus (1758) yaitu
sebagai berikut: Kingdom : Animalia
Superphylum : Deuterostomia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Infraphylum : Gnathostomata
Superclass : Tetrapoda
Class : Mamalia
Ordo : Karnivora
Subordo : Feliformia
Family : Felidae
Subfamily : Felinae
Genus : Felis
Spesies : Felis catus

Karakteristik Kucing
Kucing merupakan hewan yang fleksibel dalam ketergantungannya pada
manusia, karena pada umumnya kucing mampu bertahan hidup di lingkungan
liar. Hubungan antara kucing dan manusia adalah hubungan saling
menguntungkan atau simbiosis. Kucing memperoleh tempat berteduh,
ketersediaan makanan, dan perawatan kesehatan sedangkan kita sebagai pemilik
kucing memperoleh pengendali rodensia dan sebagai teman bermain. Tidak
seperti anjing, kucing tidak selalu menganggap manusia sebagai bagian dari
kelompok sosialnya sendiri (Meadows & Flint 2006).
Perkembangan evolusi keluarga kucing terbagi dalam 3 kelompok, yaitu
Panthera, Acinonyx, dan Felis. Felis adalah sejenis kucing kecil, salah satunya
Felis sylvestris yang kemudian berkembang menjadi kucing modern (Suwed &
Budiana 2006). Kucing memilliki kelenjar keringat yang kecil dan terletak pada
dagu, bibir (daerah wajah), bagian antara kuku dan sole serta daerah anus. Selain
itu, kucing memiliki kelenjar keringat yang menghasilkan feromon digunakan
sebagai penanda teritorial untuk menemukan pasangan dan sebagai alat
komunikasi (Royal Canin 2004).
Kucing merupakan binatang karnivora sejati yang dilengkapi dengan cakar
yang kuat dan struktur gigi taring yang besar, melengkung dan berbentuk pisau
belati serta gigi geraham yang kecil dan agak runcing (Ensiklopedia Indonesia
2003). Kucing memiliki struktur tulang yang ramping dengan ukuran panjang
serta lebar tubuhnya seimbang dan proporsional yang ditunjang oleh tulang yang
kuat membuat gerakannya semakin lincah dan mampu berlari kencang (Suwed
& Budiana 2006). Indra penciuman kucing sangat tajam dilengkapi dengan alat
khusus yaitu organ vomeronasal atau organ jacobson yang membantunya
mendeteksi bau (Meadows & Flint 2006).
Kucing mempunyai penglihatan stereoskopis yang baik dengan
kemampuan mendeteksi cahaya tiga sampai delapan kali lebih baik daripada
kemampuan manusia. Selain itu, kucing memiliki struktur khusus yaitu tapetum
cellulosum yang memantulkan kembali cahaya ke dalam retina sehingga mampu
melihat dengan baik dalam keadaan gelap (Meadows & Flint 2006). Ketika
cahaya yang ada terlalu sedikit untuk melihat, kucing akan menggunakan
misainya (vibrissae) untuk membantunya menentukan arah, mendeteksi
perubahan angin yang amat kecil dan menjadi alat indera tambahan
(Ensiklopedia Indonesia 2003).
Meadows dan Flint (2006) menyatakan bahwa kucing amat sensitif pada
bunyi frekuensi tinggi yaitu 60 kHz, yang dapat mendeteksi pekikan ultrasonik
rodensia. Selain memiliki pendengaran yang tajam, kucing juga memiliki
detektor getaran dalam kakinya yang membuatnya dapat mendeteksi bunyi 200-
400 Hz namun hanya untuk periode waktu yang pendek.
Anatomi dan Fisiologi Organ Urinaria Kucing
Sistem urinaria merupakan proses perjalanan yang penting dalam
pembersihan produk-produk yang tidak berguna dalam tubuh. Proses
pembersihan tersebut meliputi semua produk yang larut di dalam darah,
mentransport semua material keluar dari tubuh dan juga mengeliminasi
kelebihan air dalam tubuh (Colville 2002). Sistem urinaria pada hewan kecil
terdiri dari beberapa bagian yaitu dua ginjal, dua ureter, vesika urinaria dan
uretra, seperti pada gambar 1.

Gambar 1 Sistem urinaria kucing (Sumber: Royal Canin 2006).

Ginjal
Ganong (2001) menyatakan bahwa ginjal ialah organ tubuh yang
menjalankan proses filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus dan sekresi tubulus.
Cairan yang menyerupai plasma difiltrasi melalui dinding kapiler glomerulus ke
tubulus renalis di ginjal. Dalam perjalanannya sepanjang tubulus ginjal, volume
cairan filtrat akan berkurang dan susunannya berubah akibat proses reabsorpsi
tubulus untuk membentuk urin yang akan disalurkan ke dalam pelvis renalis.
Filtrasi glomerulus berdasarkan faktor-faktor hemodinamik dan osmotik. Kucing
dalam kondisi normal menghasilkan total kuantitas urin per hari sebesar 10-15
ml per kg berat badan (Royal Canin 2004).
Carlton dan McGavin (1995) menyatakan bahwa fungsi utama ginjal dapat
disimpulkan dalam lima komponen dasar yaitu pembentukan urin untuk
mengeleminasi sisa metabolit; regulasi asam-basa; regulasi keseimbangan
cairan; fungsi endokrin melalui pembentukan eritropoietin, renin dan vitamin D
serta mempertahankan konsentrasi normal ion potassium extracellular melalui
reabsorpsi di dalam tubulus proksimal dan sekresi tubular dalam tubulus distal
di bawah pengaruh aldosteron. Jika ginjal mengalami kegagalan untuk
membuang substansi dari plasma, maka konsentrasi cairan plasma dapat
meningkat ke level toksik dan dapat menyebabkan kematian hewan (Colville
2002).
Organ ginjal diselimuti oleh kapsul jaringan ikat fibrosa. Parenkim ginjal
terdiri dari korteks dan medula, dengan rasio perbandingan korteks-medula
sekitar 1:2 atau 1:3 (Carlton dan McGavin 1995). Bagian-bagian dari ginjal
terdiri dari hilus yang merupakan area di sisi medial ginjal dan relatif luas berisi
darah dan buluh limfe, saraf dan ureter yang masuk dan keluar ginjal. Hilus
terbuka ke arah sinus ginjal (Getty 1975). Di dalam hilus terdapat pelvis renalis
yang berbentuk seperti corong. Pelvis renalis merupakan kamar koleksi urin
yang merupakan bentuk awal dari ureter. Bagian luar dari ginjal dinamakan
korteks renalis, berwarna coklat kemerahan dan berbentuk kasar, granular.
Bagian dalam di sekitar pelvis renalis ialah medula renalis yang memiliki
permukaan yang halus dengan area luar berwarna ungu tua sampai ke korteks
dan area dalam berwarna abu-abu-merah pucat yang meluas sampai ke pelvis
renalis (Colville 2002).
Bagian medula ginjal terbagi menjadi beberapa massa jaringan berbentuk
kerucut yang disebut piramida ginjal. Dasar dari setiap piramida dimulai pada
perbatasan antara korteks dan medula serta diakhiri pada papila yang menonjol
ke dalam ruang pelvis renalis (Guyton & Hall 1997). Ginjal kucing dan anjing,
termasuk tipe unipiramidal atau unilobar yang tersusun atas satu piramida
renalis dengan ujung apexnya yaitu papila renal yang masuk ke dalam pelvis
renalis (Getty 1975).
Ukuran ginjal kucing termasuk besar, berwarna merah cerah atau merah
tua kehitaman, tebal dan berbentuk kacang dengan permukaan dorsal yang
sedikit rata. Ukuran panjang 38-44 mm dengan lebar 27-31 mm dan tebalnya
20-25 mm. Beratnya bervariasi antara 15-30 gram dengan letak simetris.
Letak topografi
hampir sama dengan anjing yaitu terletak retroperitoneal dan berlokasi di
sublumbar pada kedua sisi dari aorta dan vena cava caudalis, kedua ginjal
extrathoracic. Ginjal kanan terletak ventral pada processus transversus
vertebrae lumbalis I-IV dan ginjal kiri pada processus transversus vertebrae
lumbalis II-V (Getty 1975). Menurut Crouch dalam Getty (1975), ginjal kucing
terletak retroperitoneal dengan hanya permukaan ventral ginjal yang tertutupi
oleh peritoneum, keduanya melekat pada kapsula adiposa dan lebih terfiksir
bebas oleh fascia renalis daripada ginjal anjing.

Ureter
Setiap ginjal memiliki saluran yang disebut ureter terdapat di hilus dan
merupakan saluran berotot yang mengangkut urin dari ginjal menuju vesika
urinaria. Ureter terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan luar fibrosa, lapisan otot
tengah yang dibentuk oleh otot halus dan lapisan dalam epitel transisional.
Ureter merupakan lanjutan dari pelvis renalis. Tiap ureter meninggalkan ginjal
di hilus. Epitel transisional menyebabkan ureter meregang ketika dilewati oleh
urin sampai ke vesika urinaria (Colville 2002). Lapisan otot halus pada ureter
adalah lapisan yang fungsional, menggunakan gerak peristaltik untuk
memindahkan urin, sama seperti kontraksi usus. Gerak peristaltik adalah suatu
kontraksi gelombang otot untuk menggerakkan isi saluran dalam satu arah.
Dalam hal ini, urin didorong untuk pembukaan bagian dasar vesika urinaria
(Dyce et al. 2002).
Ukuran ureter bervariasi, ureter kanan sedikit lebih panjang karena letak
ginjal kanan yang lebih cranial (Mc Farland dalam Getty 1975). Ureter kucing
merupakan tubulus otot fibrosa. Menurut Crouch dalam Getty (1975), bagian
dorsal ureter kucing menuju ke arah peritoneum parietal dan bagian ventralnya
ke arah otot psoas dan ke pembuluh darah circumflexa iliaca profundal. Ureter
kucing memasuki vesika urinaria melalui dinding secara obliqus.

Vesika Urinaria
Vesika urinaria menampung urin yang diproduksi dan mengeluarkannya
secara periodik dari tubuh. Vesika urinaria memiliki dua bagian yaitu kantung
otot dan leher yang terlihat seperti balon. Ukuran dan posisi vesika urinaria
bervariasi
berdasarkan jumlah urin yang terkandung di dalamnya. Vesika urinaria dilapisi
oleh epitel trasisional yang meregang ketika berisi urin. Ketika otot
berkontraksi, vesika urinaria tertekan dan urin akan keluar (Colville 2002). Otot
polos vesika urinaria disebut otot detrusor (Guyton & Hall 1997).
Leher vesika urinaria merupakan lanjutan caudal dari vesika urinaria
menuju uretra. Pada leher vesika urinaria terdapat otot halus yang bercampur
dengan banyak jaringan elastik yang berfungsi sebagai otot sphincter internal
(Reece 2006). Kontraksi dan relaksasi otot sphincter di bawah kontrol
kesadaran, membuka dan menutup jalan urin meninggalkan vesika urinaria dan
memasuki uretra (Colville 2002).
Secara struktural vesika urinaria karnivora (anjing dan kucing) merupakan
membran muscular dan berbentuk seperti buah pear (Getty 1975). Menurut
Crouch dalam Getty (1975), vesika urinaria kucing terletak di bagian ventral
rongga abdomen diantara dinding tubuh ventral dan colon descenden. Vesika
urinaria memiliki leher caudal yang panjang melewati bagian dorsal menuju
symphysis ischiatic dan pubis dalam rongga pelvis. Vesika urinaria dibungkus
oleh peritoneum dan terfiksir pada lehernya oleh ligamentum medial dan lateral.

Uretra
Uretra adalah lanjutan dari leher vesika urinaria yang berjalan melalui
ruang pelvis menuju lingkungan luar (Reece 2006). Uretra dilapisi oleh epitel
transisional yang menyebabkan uretra dapat meluas. Uretra jantan berjalan
sepanjang pusat penis, membawa urin dari vesika urinaria sampai ke lingkungan
luar. Uretra jantan juga mempunyai fungsi sebagai alat reproduksi. Vas deferens
dan kelenjar asesoris masuk ke uretra melalui ruang pelvis. Sedangkan pada
uretra betina hanya memiliki fungsi urinaria saja. Menurut Dyce et al. (2002),
uretra betina berjalan secara caudal di atas lantai pelvis di bawah saluran
reproduksi.
Uretra betina relatif pendek menghubungkan vesika urinaria menuju
sphincter uretra eksternal. Sedangkan pada jantan relatif lebih panjang, saluran
tersebut berjalan melalui kelenjar prostat dan berjalan sepanjang penis sebelum
mencapai sphincter eksternal. Sphincter uretra eksternal bekerja di bawah
kesadaran (voluntarily) dan direlaksasikan ketika waktu dan tempat yang cocok
untuk urinasi telah ditentukan (Colville 2002). Sphincter eksternal terletak di luar
vesika urinaria, tersusun dari otot rangka yang melingkari uretra (Reece 2006).

Ultrasonografi (USG)
Pengertian Dasar Ultrasonografi (USG)
Ultrasound adalah gelombang suara yang memiliki frekuensi sangat tinggi
dengan kisaran 2-10 MHz atau lebih dan memiliki frekuensi yang lebih besar
daripada frekuensi suara yang dapat didengar oleh manusia yaitu 20-20000 Hz
(Widmer et al. 2004). Diagnostik ultrasound ialah suatu teknik mendiagnosa
gambaran organ yang dihasilkan oleh interaksi antara gelombang suara
berfrekuensi tinggi dengan organ tersebut (Barr 1990).
Ultrasound menurut Goddard (1995), ialah seperti suara biasa, tidak dapat
ditransmisikan dalam ruang hampa (vacuum) dan transmisi dalam gas sangat
rendah. Ultrasound memerlukan suatu medium cairan untuk berpindah melalui
jaringan. Cairan merupakan medium terbaik untuk transmisi ultrasound dan
ditransmisikan via kompresi atau penghalusan gelombang-gelombang.
Ultrasound tidak dapat berpindah melalui medium udara atau yang disebut juga
acoustic barrier.
Diagnostik ultrasound menggunakan prinsip pulse-echo. Ultrasound
ditransmisikan melalui transducer dan berpindah menembus jaringan tubuh.
Transducer mempunyai kemampuan untuk mengubah gelombang listrik
menjadi gelombang suara (acoustic power). Refleksi/echo yang terjadi pada
jaringan atau organ interface akan kembali ke transducer, kemudian akan
dibentuk suatu signal listrik. Gelombang suara yang ditangkap kembali oleh
transducer akan diolah dan pada akhirnya akan terbentuk tampilan gambar
berupa kumpulan titik-titik pada monitor yang disebut sonogram dalam dua
dimensi (England dan Allend 1990). Derajat kontras dari setiap gambar
menunjukkan kekuatan echo yang kembali dari jaringan.
Interaksi Ultrasound dengan Jaringan
Penampilan sistem ultrasound menghadirkan sebuah interpretasi dari
kembalinya sinyal ultrasound. Kekuatan refleksi (echo) dari gelombang suara
tergantung beberapa faktor, namun faktor yang paling utama adalah perbedaan
acoustic impedance tiap jaringan yang dijumpai (Goddard 1995). Barr (1990)
menyatakan bahwa gelombang suara akan dilepaskan menuju jaringan tubuh
ketika transducer kontak dengan permukaan tubuh. Setiap jaringan memiliki
derajat resistensi berbeda untuk dapat dilalui oleh gelombang suara atau yang
disebut juga acoustic impedance. Ketika gelombang suara bertemu suatu
interface dengan acoustic impedance berbeda, maka sebagian gelombang
tersebut akan direfleksikan dan sebagian lagi akan diteruskan menuju jaringan
yang lebih dalam. Kecepatan rata-rata gelombang suara melewati jaringan lunak
1540 m/s, melewati tulang 4000 m/s dan melewati udara 300 m/s.
Gelombang ultrasound mengalami atenuasi (kehilangan intensitasnya)
ketika gelombang tersebut bergerak melalui jaringan. Atenuasi gelombang
ultrasound terjadi melalui beberapa kombinasi cara yaitu reflection
(pemantulan), scatter (berpencar) dan absorption (penyerapan) (Barr 1990).
Karakter refleksi sinyal tergantung dari rasio ukuran reflector dan panjang
gelombang. Kecepatan gelombang ultrasound dalam berbagai jaringan lunak
memiliki densitas antara 1500-1600 m/s (Goddard 1995).

Tipe Transducer
Barr (1990) menyatakan bahwa di dalam sebuah transducer terdapat kristal
yang menentukan frekuensi gelombang suara yang keluar. Diameter kristal
bervariasi tergantung tujuan penggunaan transducer. Diameter kristal yang
semakin luas memberikan frekuensi yang lebih tinggi sehingga gambar yang
dihasilkan lebih fokus.
Menurut Barr (1990), terdapat dua tipe utama transducer ultrasound yaitu:
1 Linear array transducer
Transducer ini memiliki antara 60-256 kristal yang sejajar menyusun suatu
garis. Keuntungan pemakaian transducer jenis ini adalah daerah pandang
yang luas sehingga dapat memudahkan untuk mengetahui struktur organ dan
dapat
membedakan batas organ target dengan daerah sekitarnya lebih jelas.
Sedangkan kerugian yang utama adalah membutuhkan kontak area yang
relatif luas dengan permukaan tubuh.
2 Sector transducer
Transducer ini memiliki antara 60-256 kristal yang menghasilkan lapangan
pandang menyerupai kerucut. Kerucut dengan sudut yang besar akan
memberikan lebih banyak struktur yang terlihat tetapi resolusi gambar yang
dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan kerucut sudut kecil. Ada 2
macam sector transducer yaitu mechanical sector scanner dan phased array
sector. Keuntungan menggunakan kedua jenis transducer ini adalah
ukurannya yang kecil dan mudah untuk digunakan, selain itu hanya
membutuhkan kontak area dengan kulit yang tidak terlalu luas. Sedangkan
kelemahan yang dimiliki adalah resolusi gambar yang dihasilkan rendah
serta sulit mengenali dan membedakan struktur organ yang berdekatan.

Karakteristik Gelombang Suara


Kristal pada transducer memproduksi gelombang suara dengan
karakteristik frekuensi. Semakin tinggi frekuensi ultrasound yang dihasilkan
oleh transducer maka resolusi gambar yang dihasilkan akan semakin tinggi,
tetapi atenuasi yang dihasilkan juga semakin besar sehingga daya penetrasinya
rendah. Transducer dengan frekuensi tinggi dipilih ketika detail resolusi yang
baik menjadi pertimbangan utama tetapi tidak diperlukan untuk penetrasi bagian
yang lebih dalam. Transducer dengan frekuensi yang tinggi (7,5-10 MHz)
dipergunakan untuk superficial imaging seperti mata, sedangkan frekuensi yang
rendah (2,5-5 MHz) dipergunakan untuk penetrasi bagian yang lebih dalam
yaitu memeriksa bagian toraks dan rongga abdomen pada anjing besar (Barr
1990).
Menurut Barr (1990), fokus gelombang suara yang dihasilkan oleh kristal
pada transducer, memiliki tiga zona yaitu:
1 Fresnel zone merupakan gambaran area yang memiliki gelombang suara
dekat dengan jaringan sehingga terjadi pola-pola difraksi komplek dan
resolusi gambar yang dihasilkan kurang fokus.
2 Focal zone merupakan gambaran area yang memiliki gelombang suara
paling fokus sehingga resolusi gambar yang dihasilkan paling baik.
3 Fraunhofer zone merupakan gambaran area yang memiliki gelombang suara
mulai mengalami diversi sehingga resolusi gambar yang dihasilkan
berkurang.
Gambaran tiga zona pada sonogram dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2 Gambaran tiga zona pada sonogram. (Sumber: Barr 1990).

Prinsip Interpretasi Gambar


Menurut Barr (1990), terdapat berbagai echo yang dapat dilihat pada hasil
gambar USG (sonogram) yaitu sebagai berikut:
1 Hyperechoic; echogenic
Echo yang dihasilkan terang (echogenisitas tinggi), terlihat warna putih pada
hasil scan (sonogram). Hyperechoic menunjukkan highly-reflective
interface, contoh: tulang, udara, kolagen dan lemak.
2 Hypoechoic; echopoor
Echo yang dihasilkan sedikit, terlihat warna abu-abu pada hasil scan
(sonogram). Hypoechoic menunjukkan intermediate reflection/ transmission,
contoh: jaringan lunak.
3 Anechoic; echolucent
Tidak ada echo yang dihasilkan, terlihat warna hitam pada hasil scan
(sonogram). Anechoic menunjukkan complete transmission dari gelombang
suara, contoh: cairan.
Cairan termasuk anechoic walaupun kehadiran suatu partikulat di
dalamnya akan menyebabkan terbentuknya echo. Tulang dan udara mampu
menghambat gelombang suara. Pada interface antara jaringan lunak-udara,
sekitar 99% gelombang suara akan direfleksikan. Pada interface antara jaringan
lunak-tulang, sekitar 30% gelombang suara direfleksikan sisanya akan diserap
oleh tulang. Oleh karena itu pada kedua jenis interface tersebut, echo yang
dihasilkan oleh permukaan sangat kuat tapi struktur yang berada di bawah
interface tidak akan tampak (Barr 1990).

Penerapan USG untuk Pemeriksaan Organ Urinaria


Ultrasound pertama kali digunakan untuk mendiagnosa kebuntingan, tetapi
saat ini sudah sering digunakan untuk mendiagnosa penyakit abdomen seperti
pemeriksaan saluran urinaria (Goddard 1995). Diagnostik ultrasound telah
berkembang cepat dan diterima praktisi dokter hewan sejak 15 tahun lalu
sehingga banyak praktisi yang sudah memiliki peralatan ultrasonografi sendiri.
Pengetahuan dasar tentang USG telah diajarkan kepada mahasiswa kedokteran
hewan dan para praktisi untuk mengembangkan kemampuan interpretasi organ
(Widmer et al. 2004).
Menurut Widmer et al. (2004) saluran urinaria sangat mudah diperiksa
dengan USG dan umumnya dievaluasi ketika tanda-tanda klinis kasus saluran
urinaria terdeteksi atau selama pemeriksaan USG abdomen yang rutin.
Ultrasonografi digunakan untuk memeriksa adanya penyakit saluran urinaria
bagian atas (ginjal dan ureter) dan bagian bawah (vesika urinaria dan uretra).
Pemeriksaan USG ginjal, ureter atau vesika urinaria memberikan informasi
mengenai ukuran, bentuk, lokasi, struktur, marginasi, keragaman echogenisitas
dan internal tekstur dari organ urinaria. Pemeriksaan USG tidak dapat digunakan
sebagai pengganti pemeriksaan fisik, urinalisis maupun radiografi survei.
Normal USG Organ Urinaria pada Kucing
Pengambilan gambar USG pada kucing dan anjing yang berukuran kecil
dan untuk struktur superficial direkomendasikan menggunakan transducer 7,5
MHz, sedangkan transducer 5 MHz sangat tepat digunakan untuk anjing
berukuran medium. Menurut Lamb (1995), gambaran USG ginjal bervariasi
tergantung arah pengambilan, frekuensi transducer dan lemak.
Ginjal kucing memiliki gambaran sonografi yang mirip dengan ginjal
anjing. Pada potongan coronal ginjal normal memiliki batas luar yang halus dan
berbentuk oval atau kacang merah (gambar 3). Menurut Widmer et al. (2004)
ginjal normal kucing berukuran antara 3,8-4,4 cm. Korteks renalis terlihat
hypoechoic dan bertekstur granular (Barr 1990). Korteks renalis berukuran
sekitar 0,2-0,5 cm. Menurut Widmer et al. (2004), korteks renalis terlihat lebih
hypoechoic jika dibandingkan dengan hati. Corticomedulla junction biasanya
dipisahkan oleh echo yang tipis dan terlihat hyperechoic yang menampilkan
diverticula pelvis renalis dan interlobar vessel. Bagian ujung cranial ginjal
kanan berbatasan dengan lobus caudalis hati. Pada hewan tertentu seperti
kucing, ginjal dan hati terlihat isoechoic.

Gambar 3 Sonogram ginjal normal pada kucing dengan arah transducer sagital.
(a) menunjukkan korteks renalis (terlihat hypoechoic), (b)
menunjukkan medula renalis (terlihat anechoic), sedangkan (c)
menunjukkan pelvis renalis (terlihat hyperechoic).
Bar (garis putih) = 1 cm. (Sumber: Noviana et al. 2008).

Medula renalis terlihat anechoic terletak di dalam korteks renalis dan


biasanya dipisahkan menjadi potongan-potongan oleh diverticula dan pembuluh
darah. Pelvis renalis terlihat sebagai massa echogenic yang irregular pada
bagian
hilus ginjal. Echogenisitas pelvis renalis dipengaruhi oleh tingginya lemak dan
jaringan fibrosa pada daerah tersebut (Barr 1990). Banyaknya lemak pada pelvis
renalis dapat menyebabkan acoustic shadowing terutama pada kucing atau pada
penggunaan transducer yang berfrekuensi tinggi (Widmer et al. 2004).
Ureter normal bagian proksimal tidak terlihat dalam USG. Tapi bagian
terminal ureter dan papila ureter (vesikoureter junction) dapat divisualisasikan
dengan transducer berfrekuensi tinggi. Vesika urinaria yang berdistensi mudah
terlihat sebagai bentuk oval dengan dinding batas echogenic dan lumen anechoic
yang besar, dapat lihat pada gambar 4. Ketebalan dinding vesika urinaria
bervariasi dan menurun jika terjadi penambahan distensi vesika urinaria
(Widmer et al. 2004). Ketebalan normal dinding vesika urinaria adalah 1-2 mm
dan memperlihatkan dinding yang tipis (Lamb 1995). Pada kucing normal
secara klinis, ketebalan dinding vesika urinaria berkisar antara 1,3-1,7 mm
(Widmer et al. 2004). Menurut Barr (1990), vesika urinaria yang penuh pada
kucing memiliki batas yang jelas dan garis luar yang halus (gambar 4).

a b

A a B

Gambar 4 Gambar A dan B merupakan sonogram vesika urinaria normal pada


kucing dengan arah transducer transversal. (a) menunjukkan lumen
vesika urinaria terlihat anechoic. Dinding vesika urinaria terlihat
hyperechoic ditunjukkan oleh (b). Bar (garis putih) = 1 cm. (Sumber:
Noviana et al. 2008).
Teknik Pengambilan gambar
Posisi dan Daerah Orientasi
Menurut Barr (1990), pengambilan gambar ginjal lebih mudah melalui
daerah flank dengan ginjal diposisikan agak superficial di bawah dinding
abdomen pada masing-masing sisi. Pengambilan gambar ginjal dapat juga
dilakukan melalui dinding abdomen bagian ventral. Lamb (1995) menyatakan
bahwa ginjal kiri dapat ditemukan dengan scanning limpa bagian caudal sampai
dorsal. Ginjal kiri terletak di caudal tulang rusuk terakhir. Pada kucing dan
anjing kecil, kedua ginjal dapat terlihat dari pendekatan ventral sedangkan pada
anjing yang gemuk atau memiliki toraks yang dalam sering digunakan
pendekatan lateral. Menurut Barr (1990), ginjal kanan dapat diamati melalui
scanning lebih dari dua rongga intercostal terakhir biasanya memposisikan
transducer pada intercostal space yang ke-11 dan 12.
Vesika urinaria dapat diperiksa dalam keadaan berdiri atau dalam posisi
berbaring dorsal atau lateral. Vesika urinaria dapat dilihat melalui tepi pubis
sampai umbilikal pada garis tengah tubuh (untuk hewan betina) dan pada hewan
jantan sampai preputium (Barr 1990).

Arah Transducer
Widmer et al. (2004) menyatakan bahwa visualisasi USG bervariasi
tergantung arah pengambilan. Ginjal dapat diamati dalam tiga arah pengambilan
yaitu arah sagital, dorsal dan transversal, dapat dilihat pada gambar 5.
Pengambilan gambar dari arah dorsal memperlihatkan ginjal dalam bentuk
kacang merah yang nyata dengan sinus renalis pada lapang pandang yang jauh,
medula pada bagian tengah dan korteks pada lapang pandang dekat. Pada
pengambilan arah middorsal, ginjal terbagi menjadi dua bagian yang sama besar.
Pengambilan gambar dari arah sagital membagi ginjal menjadi dua bagian yang
tidak sama besar dan sejajar sumbu tubuh, maka sinus renalis tidak akan terlihat
kecuali transducer digeser ke garis tengah hewan. Diverticula renalis dan
pembuluh darah interlobar terlihat sebagai echo yang lebar terletak dekat
dengan corticomedullary junction. Pada pengambilan gambar arah transversal
(membagi organ menjadi dua bagian dengan cara berlawanan sumbu tubuh),
ginjal terlihat sebagai bentuk oval
sampai bundar dengan korteks renalis terlihat pada lapang pandang dekat, sinus
renalis dan crest renal pada lapang pandang jauh.

Gambar 5 Tiga arah transducer yang digunakan pada pengambilan gambar USG
organ urinaria (Sumber: Widmer et al. 2004).

Pengambilan gambar vesika urinaria dapat dilakukan melalui arah


transversal (berlawanan arah sumbu tubuh) dan sagital (searah sumbu tubuh)
(Barr 1990). Vesika urinaria dapat lebih mudah ditemukan pada arah sagital
dengan cara mengorientasikan transducer dan mendorongnya secara dorsal atau
ventral (Widmer et al. 2004).

Penyakit-Penyakit Klinis Organ Urinaria


Pemeriksaan USG pada organ urinaria dilakukan apabila terjadi kelainan
pada ginjal atau vesika urinaria yang dapat dipalpasi, hasil laboratorium yang
menunjukkan penyakit pada saluran urinaria (analisis serum biokimia dan
urinalisis), stranguria, hematuria, visualisasi yang buruk pada ginjal atau suspect
urolithiasis pada pengambilan gambar radiografi dan masalah-masalah yang
timbul setelah trauma (Widmer et al. 2004). Kelainan pada ureter tidak dapat
terlihat melalui pemeriksaan USG karena ukurannya yang sangat kecil dan tidak
dapat dipalpasi sehingga hanya kelainan pada ginjal dan vesika urinaria yang
dapat terdeteksi. Barr (1990) menyatakan bahwa ureter normal bagian proksimal
tidak dapat terlihat dalam USG. Namun menurut Widmer et al. (2004), dengan
mengunakan USG Doppler Colour Flow aliran ureteral dapat terlihat sebagai
gerakan peristaltik urin dalam ureter masuk ke ruangan vesika urinaria.
Penyakit-penyakit klinis saluran urinaria yang sering dijumpai pada hewan
kecil khususnya kucing yaitu
Nefritis
Nefritis adalah peradangan ginjal yang dapat terjadi di glomerulus, pyelum
ataupun tubulus. Bakteri-bakteri yang umumnya menyebabkan terjadinya infeksi
saluran urinaria pada anjing dan kucing ialah Escherichia coli, Staphylococcus,
Streptococcus, Klebsiela pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Proteus dan
Enterobacter (Birchard & Sherding 2000). Kerusakan primer tubuli yang
disebabkan oleh disfungsi glomerulus dapat menyebabkan perubahan pada
ginjal atau yang disebut juga tubulointerstisial nefritis. Sedangkan disfungsi
glomerulus yang menyebabkan perubahan pada ginjal dikenal sebagai
glomerulonefritis (Carlton & McGavin 1995).
Carlton dan McGavin (1995) menyatakan bahwa interstisial nefritis
merupakan hasil dari septisemia bakteri dan virus, dimana agen infeksius
tersebut menginfeksi tubulus ginjal dan mendorong terjadinya respon
peradangan di interstisium. Penyebab interstisial nefritis pada hewan domestik
adalah serovar Leptospira interogans. Jubb et al. (1993) menyatakan bahwa
nefritis ditinjau dari segi patogenesa dapat terjadi secara hematogen atau urogen.
Selain itu peradangan pada ginjal dapat bersifat supuratif dan non supuratif;
akut, subakut atau kronis dan focal atau general. Menurut Underwood (1992),
faktor etiologi interstisial nefritis ialah toksin, immunological, metabolik,
physical dan neoplasia.
Glomerulonefritis merupakan kelainan paling umum yang menyebabkan
penyakit glomerulus pada kucing dan anjing. Faktor etiologi penyakit
glomerulonefritis diantaranya infeksi sistemik atau proses peradangan
menghasilkan imun kompleks yang melekat pada glomerulus, infeksi virus dan
bakteri (Carlton & McGavin 1995). Menurut Birchard dan Sherding (2000),
gejala klinis terjadinya glomerulonefritis ialah inappetence, muntah dan diare
(dapat terjadi pada hewan yang menderita chronic renal failure), tanda klinis
yang merupakan hasil dari hipoalbuminenia antara lain berat badan turun, edema
perifer dan ascites.
Diagnosa penyakit nefritis dapat diperoleh melalui anamnese, gejala klinis,
pemeriksaan urinalisis seperti pemeriksaan volume dan BJ urin, pemeriksaan
kimia darah seperti kadar ureum dan kreatinin (kadar ureum normal kucing
antara 30-65 mg/dl sedangkan kadar kreatinin normal antara 0,5-1,5 mg/dl), urin
kultur dan pemeriksaan USG serta radiografi (Birchard & Sherding 2000).

Hidronefrosis
Hidronefrosis adalah pembesaran atau distensi pelvis renalis oleh urin yang
terjadi akibat obstruksi ureter (Widmer et al. 2004). Menurut Underwood
(1992), dilatasi dari ruangan pelvis renalis terjadi akibat kompresi atropi
jaringan ginjal. Gejala klinis hidronefrosis antara lain minum dan urinasi yang
berlebihan, sakit pada bagian abdomen, hematuria, stranguria, muntah, letargi,
diare, inappetence (Daniel dalam Birchard & Sherding 2000).
Hidronefrosis diklasifikasikan ke dalam empat kategori yaitu functional
dilatation, dilatation with stasis, mild dilatation dan advance dilatation (Felkai
et al. 1995). Pada hidronefrosis tahap advanced terjadi penebalan dinding ginjal
sebesar 2-3 mm, kantung berisi cairan yang disebabkan oleh dilatasi pelvis
renalis dan degenerasi, atropi yang berat dan fibrosis parenkim renalis (Carlton
& McGavin 1995). Salah satu penyebab hidronefrosis ialah parasit ginjal yang
besar (Dioctophyma renale).
Menurut Birchard dan Sherding (2000), kejadian hidronefrosis dapat
disebabkan oleh beberapa faktor etiologi, yaitu:
a Neoplasia (tumor ureteral primer termasuk leiomyosarcoma dan leiomyoma,
perluasan tumor dari vesika urinaria dan prostat).
b Urolith dalam ginjal yang masuk ureter sehingga menyebabkan
obstruksi. c Blood clots yang terletak pada ureter sampai hematuria renal.
d Strictura akibat kongenital atau efek sekunder dari peradangan atau operasi.
Diagnosa penyakit hidronefrosis dapat diperoleh melalui anamnese,
palpasi abdomen, gejala klinis, pemeriksaan kimia darah seperti kadar ureum
dan kreatinin, pemeriksaan USG serta radiografi. Pemeriksaan USG dapat
dilakukan sebagai penunjang diagnosa yang cepat den tepat untuk menentukan
prognosa suatu penyakit.
Neoplasia
Ginjal dan saluran urinaria bagian bawah merupakan organ target dari
neoplasia, kejadiannya tidak umum tetapi paling sering terjadi pada anjing,
kucing dan sapi (Jubb et al. 1993). Neoplasia yang terjadi pada saluran urinaria
bagian bawah ialah epithelial tumor dan mesenchymal tumor (Carlton &
McGavin 1995). Neoplasia vesika urinaria yang paling umum terjadi pada
kucing ialah transitional cell carcinoma dan malignant epithelial tumor
(Birchard & Sherding 2000).
Menurut Birchard dan Sherding (2000), kejadian renal neoplasia dapat
disebabkan oleh beberapa faktor etiologi, yaitu:
1 Primary tumors
▪ Renal cell carcinoma, transitional cell carcinoma dan embryonal
nephroblastoma yang merupakan primary renal tumors pada anjing.
▪ Renal cell carcinoma merupakan primary renal tumor paling umum pada
kucing.
▪ Renal tumor pada anjing dan kucing biasanya malignant.
2 Metastatic tumor
▪ Metastatic neoplasia lebih umum daripada primary renal neoplasia.
▪ Hemangiosarcomas, melanomas, mast cell tumors dan carcinomas dapat
mengalami metastase ke ginjal.
Menurut Jubb et al. (1993) tumor renal primer tersusun atas 1% dari
keseluruhan neoplasma anjing dan mungkin sekitar 0,5% neoplasma kucing.
Prevalensi kejadian tumor vesika urinaria hanya 0,5% dari semua neoplasma
anjing, begitu juga pada kucing. Gejala klinis yang ditunjukkan oleh hewan
yang menderita renal neoplasia adalah letargi, anoreksia, penurunan berat badan
secara progresif dan hematuria. Selain itu juga muntah, polyuria atau polydipsia
bisa terjadi pada pasien yang mengalami gagal ginjal renal failure (Birchard &
Sherding 2000). Sedangkan hewan yang menderita neoplasia pada vesika
urinaria ditunjukkan oleh gejala-gejala klinis antara lain hematuria, pollakiuria,
stranguria dan dysuria (Carlton & McGavin 1995).
Diagnosa penyakit neoplasia dapat diperoleh melalui anamnese, palpasi
abdomen, gejala klinis, urinalisis seperti pemeriksaan zat warna darah,
pemeriksaan kimia darah seperti kadar ureum dan kreatinin, urin kultur,
pemeriksaan USG serta radiografi. Biopsi dapat dilakukan untuk menentukan
jenis sel tumor (neoplasia) yang berada dalam ginjal maupun vesika urinaria
(Birchard & Sherding 2000).

Cystitis
Cystitis ialah peradangan pada vesika urinaria yang umum terjadi pada
hewan domestik sebagai bagian dari infeksi saluran urinaria (Carlton &
McGavin 1995). Gejala klinis dari penyakit cystitis yaitu sakit abdomen bagian
bawah, dysuria (hewan menunjukkan tanda-tanda sakit nyeri pada setiap usaha
miksi) dan hematuria. Pada beberapa hewan yang menderita cystitis terjadi
general malaise dan pyrexia (Underwood 1992). Jubb et al. (1993) menyatakan
bahwa kejadian cystitis lebih banyak diderita oleh hewan betina karena
berhubungan dengan uretra yang pendek. Cystitis dibedakan menjadi bentuk
akut dan kronis tetapi lesi dan penyebabnya sangat saling melengkapi.
Pada keadaan cystitis terjadi penebalan dinding mural vesika urinaria
(Widmer et al. 2004). Menurut Birchard dan Sherding (2000), kejadian cystitis
dapat disebabkan oleh beberapa faktor etiologi, yaitu:
a Bakterial cystitis yang disebabkan oleh Escherichia coli, Staphylococcus spp.,
Streptococcus spp., Enterobacter spp.
b Fungal cystitis yang disebabkan oleh yeast dan fungi yaitu Candida albicans
dan Torulopsis spp., Blastomyces dan Crytococcus. Infeksi Candida albicans
dan Torulopsis spp. terjadi pada hewan yang resisten terhadap infeksi
saluran urinaria atau pada hewan immunocompromised. Pada keadaan
tertentu fungi dapat terdeteksi dalam urin hewan yang menderita penyakit
polysystemic fungal.
c Parasitik cystitis yang disebabkan oleh adanya Dioctophyma renale (parasit
ginjal). Capillaria plica dapat ditemukan pada vesika urinaria anjing dan
kucing serta Capillaria feliscati pada kucing.
Diagnosa penyakit cystitis dapat diperoleh melalui anamnese, palpasi
abdomen, pemeriksaan fisik, gejala klinis, urinalisis dengan pemeriksaan
sedimen, pemeriksaan kimia darah seperti kadar ureum dan kreatinin, urin
kultur, uroendoscopy dan pemeriksaan USG serta radiografi. Widmer et al.
(2004)
menyatakan bahwa biopsi dapat pula dilakukan untuk membedakan cystitis
dengan penyakit lainnya seperti neoplasia.

Urolithiasis
Menurut Birchard dan Sherding (2000), urolithiasis merupakan suatu
keadaan terdapatnya urolith di dalam ruangan urinaria sampai saluran ekskretori
dan biasanya diklasifikasikan menurut komposisi mineralnya. Pada anjing dan
kucing urolith lebih banyak ditemukan di dalam vesika urinaria atau uretra,
dapat juga ditemukan di dalam pelvis renalis namun kejadiannya sangat jarang
(kurang dari 10%).
Kejadian dan komposisi urolith dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu spesies, ras, jenis kelamin, umur, makanan, abnormalitas anatomi, infeksi
organ urinaria, pengobatan dan pH urin (Hoppe 1998). Kalkuli urinari (urolith)
dapat terjadi pada kedua jenis kelamin tetapi cenderung lebih umum terjadi pada
hewan jantan dan rata-rata terlihat pada hewan yang berumur sedang meskipun
dapat juga terlihat dalam berbagai umur. Kalkuli yang kecil dapat mengisi urin
tetapi dapat pula terjepit dalam uretra yang umumnya terjadi pada hewan jantan
(Jubb et al. 1993).
Gejala klinis dari penyakit urolithiasis ialah hematuria, nyeri abdomen
bagian bawah, muntah dan sakit pada saat urinasi atau urinasi yang frekuen
(Underwood 1992). Urolith paling utama ditemukan pada anjing di saluran
urinaria bagian bawah. Empat mineral yang umum ditemukan pada urolith
anjing dan kucing ialah magnesium ammonium phosphate (struvite), oxalate,
cystine dan ammonium urate (Hoppe 1998). Tetapi pada kucing tipe kalkuli
yang paling umum ialah struvite calculi. Urolith terdapat dalam berbagai ukuran
mulai dari kumpulan partikel seperti pasir sampai batu tunggal yang mengisi
vesika urinaria dan pelvis renalis (Jubb et al. 1993). Cystic kalkuli dapat single
ataupun multiple dan ukurannya bervariasi mulai dari 2 mm sampai 10 cm
(Carlton & McGavin 1995).
Menurut Birchard dan Sherding (2000), faktor-faktor etiologi kejadian
urolithiasis yaitu sebagai berikut :
a Infeksi saluran urinaria oleh bakteri hidrolisasi urea (contohnya
Staphylococcus dan Proteus), yang paling umum menyebabkan struvite
urolithiasis pada anjing dan kucing.
b Kelainan metabolik yang menyebabkan ekskresi urin secara berlebihan yang
mengandung sedikit bahan terlarut dapat menjadi faktor predisposisi urate
urolithiasis pada anjing.
c Faktor makanan, misalnya makanan yang mengandung kalsium dan asupan
fosfor secara berlebihan dapat menyebabkan kalsium fosfat urolith.
d Kondisi idiophatic sering menyebabkan urolithiasis.
Diagnosa penyakit urolithiasis dapat diperoleh melalui anamnese,
pemeriksaan fisik, gejala klinis, urinalisis dengan evaluasi sedimen,
pemeriksaan kimia darah seperti kadar ureum dan kreatinin, urin kultur, urolith
analisis, pemeriksaan USG serta radiografi abdomen (Birchard & Sherding
2000). Diagnostik laboratorium menggunakan analisis kuantitatif dilakukan
untuk menentukan jenis atau tipe kalkuli yang spesifik (Hostutler et al. 2005).
BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian


Studi kasus ini dilakukan di Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen
Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor, Rumah Sakit Hewan Jakarta, Klinik My Vets Kemang, Klinik N2N
Bumi Serpong Damai dan Rumah Sakit Hewan Pendidikan IPB.
Studi kasus berlangsung mulai dari bulan Juni 2006 sampai dengan Juni
2008.

Bahan penelitian
Hewan yang digunakan dalam studi kasus ini ialah sembilan belas kucing
pasien rujukan Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi
dan Patologi IPB, Rumah Sakit Hewan Jakarta, Klinik My Vets Kemang, Klinik
N2N Bumi Serpong Damai dan Rumah Sakit Hewan Pendidikan IPB.
Bahan-bahan yang digunakan dalam studi kasus ini yaitu gel USG sebagai
media transmisi gelombang suara untuk mendapatkan kontak yang optimal
antara kulit dan transducer.
Alat-alat yang digunakan ialah alat USG dua dimensi yang terdiri dari tipe
portable yaitu Kaixin KX 5100 V, Aloka SSD 550 dan tipe stasioner yaitu
Aloka Pro Sound SSD 4000, Sonoscape SSI 1100; transducer dengan frekuensi
3,5-7,5 MHz tipe sector scanner dan linier array transducer; gunting; clipper;
tissue; alas hewan; disket, USB flash disk dan video recorder yang digunakan
untuk menyimpan data; kamera digital dan handycam untuk
mendokumentasikan hasil percobaan serta printer.

Metode Penelitian
Pengambilan Gambar
Pemeriksaan dengan menggunakan USG dilakukan terhadap hewan-hewan
yang memiliki tanda-tanda klinis dan mengarah kepada kelainan sistem urinaria
berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang telah dilakukan pada klinik asalnya.
Metode pengambilan gambar dimulai dari penentuan titik orientasi sesuai
dengan
letak organ yang akan diperiksa. Dilanjutkan dengan pencukuran rambut hewan
agar terjadi kontak yang optimal antara kulit dengan transducer. Setelah itu
pengambilan gambar dapat dilakukan dengan posisi hewan baik dorsal maupun
lateral recumbency (gambar 6). Agar kontak antara kulit dan transducer optimal
maka permukaan kulit tempat meletakkan transducer (titik orientasi) diberikan
gel USG. Kemudian dilakukan pembacaan hasil gambaran USG (sonogram)
terhadap perubahan bentuk, ukuran, letak dan echogenisitas secara real time.
Hasil sonogram disimpan dalam disket atau flashdisk dan didokumentasikan
menggunakan kamera digital ataupun handycam.

A B

C D

Gambar 6. Posisi hewan dan arah transducer


(A) menunjukkan posisi dorsal recumbency dan arah transducer sagital,
(B) menunjukkan posisi dorsal recumbency dan arah transducer
transversal,
(C) menunjukkan posisi lateral recumbency dan arah transducer
transversal,
(D) menunjukkan posisi lateral recumbency dan arah transducer sagital.
Jenis-jenis alat USG dua dimensi dan transducer yang digunakan dalam studi
kasus dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 7 USG tipe Sonoscape Gambar 8 USG tipe Aloka Pro


Sound SSI 1100 SSD 4000

Gambar 9 USG tipe Aloka SSD 550 Gambar 10 USG tipe Kaixin KX 5100 V

Gambar 11 Tipe transducer:


Linier array transducer (A)
Sector scanner (B)

AB
Interpretasi Sonogram
Data kasus yang telah didapat dari hasil pemeriksaan ultrasonografi (USG)
tersebut langsung diamati secara real time terhadap perubahan bentuk, ukuran,
letak dan echogenisitas. Kemudian dilakukan interpretasi sonogram dengan
membahas hasil dan dibandingkan dengan keadaan normalnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh berdasarkan pengamatan melalui pemeriksaan USG


terhadap kelainan-kelainan pada organ urinaria kucing (Felis catus) antara lain
12 kasus pada ginjal yaitu 6 kasus nefritis dan 6 kasus hidronefrosis serta 15
kasus pada vesika urinaria yaitu 6 kasus penebalan dinding vesika urinaria, 1
kasus cystitis kronis, 7 kasus pengendapan partikel kristal dan 1 kasus
urolithiasis. Data lengkapnya dapat dilihat pada tabel 1 dan 2.
Tabel 1 Hasil pengamatan kelainan organ ginjal yang didiagnosa dengan USG

Kasus Signalement Interpretasi USG Diagnosa USG


1 Mobi/jantan/2thn Penebalan korteks Nefritis
2 Putih/betina/6thn Dilatasi pelvis Hidronefrosis
renalis dan
medula (anechoic)
3 Howie/3bln Penebalan Nefritis
korteks
(hyperechoic)
Hidronefrosis
4 Dame/betina Pelvis renalis
dan medula
meluas Hidronefrosis
(anechoic)
5 Davinci/jantan Pelvis renalis
dan medula Nefritis
meluas
(anechoic) Nefritis
6 Simba/jantan Penebalan korteks
(hyperechoic) Hidronefrosis
7 Grudi/jantan Penebalan korteks
(hyperechoic)
8 Jakson/jantan Pelvis renalis
dan medula
meluas
(anechoic)

9 Jaboh/jantan Penebalan korteks Nefritis


10 Syoga/jantan Pelvis renalis Hidronefrosis
dan medula
meluas
(anechoic)
11 Putu Eka/jantan Penebalan korteks Nefritis
12 Kitty/betina/15thn Pelvis renalis Hidronefrosis
dan
medula meluas
(anechoic)
Kasus Nefritis
Pada kasus 1; 3; 6; 7; 9 dan 11 (tabel 1) melalui pemeriksaan USG ginjal
dengan transducer arah sagital (searah sumbu tubuh), memperlihatkan adanya
penebalan korteks renalis dan kapsula renalis terlihat lebih echogenic. Selain itu
juga terlihat gambaran batas korteks dan medula yang tidak jelas dan bentuk
yang tidak beraturan. Penebalan korteks renalis dan kapsula renalis yang terlihat
hyperechoic, menunjukkan adanya echogenisitas tinggi berupa kumpulan
jaringan ikat (fibrosis) dan ditambah dengan kehadiran sel-sel debris peradangan
(gambar
12 A). Menurut Widmer et al. (2004), peningkatan echogenisitas dapat
disebabkan oleh akumulasi dari kristal oksalat dan nekrosa tubular.
Pada kasus 3 (gambar 12 A), berdasarkan hasil sonogram menunjukkan di
bagian ventral dari ginjal terlihat struktur anechogenic. Hal tersebut merupakan
keadaan patologis yang disebut ascites atau peritoneum efusi. Salah satu
penyebab ascites adalah adanya kerusakan dari glomerulus yang akan
berpengaruh pada ginjal sehingga menyebabkan terlepasnya protein dalam urin
(proteinuria) yang dikenal sebagai protein-losing nephropathies (Carlton &
McGavin 1995). Ascites dapat juga disebabkan oleh infiltrasi dari sel-sel radang
pada ginjal.

a
b a
c
b
d

A B
Gambar 12 Sonogram kasus nefritis dengan arah transducer sagital.
(A) Sonogram kasus 3 yaitu kasus nefritis. (a) menunjukkan medula
renalis tidak terlihat jelas, (b) menunjukkan penebalan korteks
renalis, (c) menunjukkan kapsula renalis hyperechoic dan (d)
menunjukkan ascites atau peritoneum efusi.
Bar (garis putih) = 1 cm.
(B) Sonogram kasus 1 yaitu kasus nefritis. (a) menunjukkan medula
renalis mengecil dan (b) menunjukkan penebalan korteks renalis.
Bar (garis putih) = 1 cm.
Melalui hasil pemeriksaan USG didapatkan penegakkan diagnosa yang
diarahkan pada nefritis. Hasil sonogram 12 (A) menunjukkan adanya penebalan
korteks renalis dan kapsula renalis terlihat hyperechoic. Adanya penebalan
korteks renalis disertai dengan kapsula renalis yang terlihat lebih hyperechoic
terjadi karena adanya sel-sel radang yang menerima sinyal adanya infeksi dan
kemudian berkembang membentuk jaringan ikat atau fibrosis yang tebal. Proses
peradangan ditandai dengan terjadinya panca radang yang meliputi dolor (rasa
nyeri), kalor (suhu tinggi), rubor (kemerahan), tumor (bengkak) dan fungsiolesa
(gangguan fungsi lokal) (Slausan 1990). Gambar 12 (A) memperlihatkan ginjal
kehilangan struktur normalnya dimana terjadi penebalan korteks dengan area
hyperechoic dan medula terlihat mengecil. Kasus nefritis juga terlihat pada
gambar 12 (B), dari hasil sonogram terlihat adanya penebalan korteks renalis
namun kapsula renalis tidak terlihat echogenic seperti pada gambar 12 (A). Hal
ini kemungkinan disebabkan nefritis yang terjadi masih dalam tahap awal atau
akut.
Nefritis adalah peradangan ginjal yang dapat terjadi di glomerulus, pyelum
ataupun tubulus. Bakteri-bakteri yang umumnya menyebabkan terjadinya infeksi
saluran urinaria pada anjing dan kucing ialah Escherichia coli, Staphylococcus,
Streptococcus, Klebsiela pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Proteus dan
Enterobacter (Birchard & Sherding 2000). Selain disebabkan oleh bakteri,
nefritis juga disebabkan oleh virus. Jenis virus yang menyebabkan nefritis pada
kucing ialah Feline leukemia virus. Kerusakan primer tubuli yang disebabkan
oleh disfungsi glomerulus dapat menyebabkan perubahan pada ginjal atau yang
disebut juga tubulointerstisial nefritis. Sedangkan disfungsi glomerulus yang
menyebabkan perubahan pada ginjal dikenal sebagai glomerulonefritis (Carlton
& McGavin 1995).
Nefritis dapat terjadi dalam bentuk akut, subakut dan kronis yang
keseluruhannya berhubungan dengan infiltrasi lymphoplasmacytic. Nefritis
kronis berhubungan dengan fibrosis ginjal (Carlton & McGavin 1995). Kasus
nefritis biasanya disertai dengan gejala klinis berupa muntah, diare, nafsu makan
berkurang, berat badan turun, ascites dan edema (Birchard & Sherding 2000).
Kasus Hidronefrosis
Pada kasus 2; 4; 5; 8; 10 dan 12 (tabel 1) melalui pemeriksaan USG
menggunakan transducer dengan arah sagital atau searah sumbu tubuh, terlihat
adanya struktur anechoic yang berwarna hitam. Struktur anechogenic yang
terbentuk merupakan cairan yang mengisi ruangan pelvis renalis dan medula
sehingga pelvis renalis terlihat menggelembung. Pada sonogram gambar 13 (A)
dan (B) terlihat sruktur normal echo yang kuat dari lemak pelvis renalis dan
jaringan ikat hilang secara keseluruhan akibat adanya akumulasi cairan yang
mengisi ruangan pelvis renalis.

a
a b
c
b d

c A B

Gambar 13 Sonogram kasus hidronefrosis dengan arah transducer sagital.


(A) Sonogram kasus 2 yaitu kasus hidronefrosis. (a) menunjukkan
atropi korteks renalis, (b) menunjukkan dilatasi pelvis renalis
dan medula renalis dengan area anechoic serta (c) menunjukkan
distal acoustic enhancement. Bar (garis putih) = 1 cm.
(B) Sonogram kasus 10 yaitu kasus hidronefrosis. (a) menunjukkan
medula renalis yang meluas, (b) menunjukkan atropi korteks
renalis, (c) dilatasi ruangan pelvis renalis yang berisi cairan
anechoic dan (d) menunjukkan distal acoustic enhancement.
Bar (garis putih) = 1 cm.

Melalui hasil pemeriksaan USG didapatkan penegakkan diagnosa yang


diarahkan pada hidronefrosis, ditunjukkan oleh adanya ruangan pelvis renalis
yang menggelembung dan berisi cairan anechoic yang terlihat jelas. Parenkim
yang mengelilingi daerah pelvis renalis menjadi tertekan dan kehilangan struktur
normalnya dimana strukturnya menjadi tidak beraturan. Dari gambar 13 (A) dan
(B) terlihat ginjal sebagai sebuah kantung yang berisi cairan dengan lapisan kulit
tipis yang mengelilinginya. Hidronefrosis menyebabkan terbentuknya daerah
sentral simetris anechoic yang meluas ke dalam diverticula menggantikan sinus
renalis yang secara normal hyperechoic (Nyland et al. 2002). Kasus
hidronefrosis disertai dengan gejala klinis antara lain hematuria, dysuria,
stranguria, diare dan letargi (Birchard & Sherding 2000).
Pada hasil sonogram menunjukkan adanya distal acoustic enhancement
terlihat jelas yang mengakibatkan dinding terjauh dari sinus renalis terlihat
terang. Distal acoustic enhancement terjadi karena gelombang suara diteruskan
tanpa mengalami impedansi ketika melalui cairan. Oleh karena itu, ditemukan
area terang (hyperechoic) yang berada di bagian bawah cairan. Artefak ini
sangat berguna untuk konfirmasi organ-organ berbentuk kantung dan berisi
cairan (Barr 1990).
Menurut Kamonrat (2007), pelvis renalis yang normal terlihat dari arah
dorsal sebagai area echogenic, berhubungan dengan jaringan penghubung yang
menyusun dinding pelvis renalis. Widmer et al. (2004) menyatakan bahwa kasus
hidronefrosis yang ringan sampai sedang paling mudah ditemukan dengan arah
transversal atau potongan melintang dimana rongga dari pelvis renalis terlihat
sebagai bentuk hati atau bulan sabit. Dari arah dorsal pelvis renalis terlihat linier
sampai oval tergantung derajat dilatasinya. Kasus yang ringan dari hidronefrosis
sulit untuk divisualisasikan karena distensi pelvis renalis yang terlalu minim.
Jika benar diagnosa hidronefrosis, acoustic enhancement bagian distal akan
terlihat jelas yang mengakibatkan dinding terjauh dari sinus renalis terlihat
terang.
Hidronefrosis adalah dilatasi dari pelvis renalis yang disebabkan oleh
obstruksi ureter. Ginjal yang mengalami hidronefrosis dapat diidentifikasi jika
terjadi dilatasi pelvis renalis lebih dari 3 mm (Widmer et al. 2004). Peningkatan
dilatasi pelvis renalis dan atropi parenkim ginjal tergantung dari derajat atau
tahapan penyakit tersebut (Green 1997). Menurut Carlton dan McGavin (1995),
kejadian hidronefrosis berhubungan dengan peningkatan tekanan pelvis renalis,
dilatasi pelvis renalis dan perkembangan dari atropi parenkim ginjal. Penyebab
umum terjadinya hidronefrosis adalah penyumbatan ureteral akibat adanya
kalkuli saluran urinaria, inflamasi kronis dan neoplasia ureter atau vesika
urinaria. Green (1997) menyatakan bahwa hidronefrosis dapat terjadi secara
unilateral atau bilateral tergantung dari penyebab dan peningkatan obstruksi.
Hidronefrosis yang sedang dan berat dapat didiagnosa dengan mudah
menggunakan USG.
Tabel 2 Hasil pengamatan kelainan organ vesika urinaria yang didiagnosa dengan
USG

Kasus Signalement Interpretasi USG Diagnosa USG


1 Mobi/jantan/2thn Adanya Pengendapan partikel
partikel kristal
sedimen
(hyperechoic)
2 Piglet/jantan Adanya partikel Pengendapan partikel
sedimen kristal
(hyperechoic)
3 Piglet/jantan Penebalan Kemungkinan: cystitis,
dinding neoplasia, hipertropi
(hyperechoic)
4 Louis/jantan/2thn Penebalan Kemungkinan: cystitis,
dinding neoplasia, hipertropi
(hyperechoic) Kemungkinan: cystitis,
5 Zidane/jantan Penebalan neoplasia, hipertropi
dinding Urolithiasis
(hyperechoic)
6 Chiko/jantan Terdapat kalkuli
(hyperechoic)
7 Lontong/jantan Adanya partikel Pengendapan partikel
sedimen kristal
(hyperechoic)
8 Lontong/jantan Penebalan Kemungkinan: cystitis,
dinding neoplasia, hipertropi
(hyperechoic)
9 Gerry/jantan/5thn Perkejuan Cystitis kronis
(hyperechoic)
10 Grudi/jantan Adanya partikel Pengendapan partikel
sedimen kristal
(hyperechoic)
11 Jakson/jantan Penebalan Kemungkinan: cystitis,
dinding neoplasia, hipertropi
(hyperechoic)
Pengendapan partikel
12 Syoga/jantan Adanya partikel kristal
sedimen
(hyperechoic)
13 Putu Eka/jantan Adanya partikel Pengendapan partikel
sedimen kristal
(hyperechoic)
14 Putu Eka/jantan Penebalan Kemungkinan: cystitis,
dinding neoplasia, hipertropi
(hyperechoic)
15 Ucil/jantan/3thn Adanya Pengendapan partikel
partikel kristal
sedimen
(hyperechoic)
Kasus Penebalan Dinding Vesika Urinaria
Pada kasus 3; 4; 5; 8; 11; dan 14 (tabel 2) melalui pemeriksaan USG yang
dilakukan dengan menggunakan transducer arah transversal atau berlawanan
arah sumbu tubuh menunjukkan adanya penebalan dinding vesika urinaria.
Berdasarkan pemeriksaan USG yang telah dilakukan terhadap kucing jantan
bernama piglet menunjukkan adanya penebalan dinding vesika urinaria sekitar
1,5 cm yang ditunjukkan oleh (a) pada gambar 14 di bawah ini.

Gambar 14 Sonogram kasus penebalan dinding vesika urinaria dengan arah


transducer transversal. Sonogram kasus 3 memperlihatkan
penebalan dinding vesika urinaria yang ditunjukkan oleh (a) dan
(b) menunjukkan lumen vesika urinaria dengan area anechoic. Bar
(garis putih) = 1 cm.

Pada sonogram gambar 14 terlihat area putih hyperechoic yang melingkari


dinding vesika urinaria dengan batas yang cukup jelas. Ketebalan normal
dinding vesika urinaria ialah 1-2 mm (Lamb 1995). Hasil gambar sonogram
menunjukkan dinding vesika urinaria kehilangan struktur normalnya dan
mengalami penebalan yang kemungkinan dapat disebabkan oleh peradangan
cystitis, hipertropi dari lapisan muscular vesika urinaria dan neoplasia yang
disebabkan oleh transitional cell carcinoma atau malignant epithelial tumor,
sehingga untuk memastikannya diperlukan anamnese yang lengkap, gejala klinis
dan pemeriksaan laboratorium atau biopsi jaringan jika diperlukan.
Cystitis adalah peradangan dinding vesika urinaria yang dapat dikenali
sebagai penebalan merata pada dinding vesika urinaria (Widmer et al. 2004).
Penyakit cystitis ini ditandai dengan gejala klinis antara lain hematuria, dysuria,
stranguria dan pollakiuria (Hostutler et al. 2005). Hematuria yang terjadi dapat
disebabkan oleh adanya blood clot yang ada di dalam lumen vesika urinaria.
Widmer et al. (2004) menyatakan bahwa blood clot yang berada di dalam vesika
urinaria bersifat mobile dan echogenic serta tidak menyebabkan acoustic
shadowing.
Cystitis merupakan hasil dari beberapa kausa kimiawi. Metabolit aktif dari
cyclophosphamide, obat untuk pengobatan neoplasia dan penyakit autoimun
pada anjing dan kucing dapat menyebabkan cystitis hemorrhagi steril. Pada
umumnya cystitis berhubungan dengan infeksi bakterial di mukosa vesika
urinaria. Jenis- jenis bakteri yang umum berkaitan dengan cystitis ialah
Escherichia coli, Corynobacterium renale, Klebsiella sp., Streptococci sp., dan
Staphylococci sp. (Carlton & McGavin 1995). Menurut Birchard dan Sherding
(2000), cystitis juga merupakan hasil dari infeksi khamir dan kapang (Candida
albicans dan Blastomyces) serta infeksi parasit (Capillaria plica dan Capillaria
feliscati). Hipertropi lapisan muscular vesika urinaria dapat terjadi karena
kompensasi dari vesika urinaria melawan obstruksi partial pada uretra untuk
mengeluarkan urin. Menurut Cheville (1999), pada keadaan hipertropi terjadi
peningkatan ukuran jaringan atau organ tanpa disertai peningkatan jumlah sel
sebagai kompensasi akibat meningkatnya aktivitas kerja otot atau stimulasi
endokrin.
Pada kasus 4 (tabel 2) melalui pemeriksaan USG dengan transducer arah
transversal terlihat adanya bentukan massa intraluminal yang sedikit membulat
di bagian tengah dari lumen vesika urinaria (gambar 15 A). Bentukan massa
berupa area hyperechogenic-hypoechogenic (mixed-echogenic) berkontak
dengan dinding vesika urinaria dan memiliki garis batas yang halus serta tidak
begitu jelas dan terlihat irreguler. Pada kasus 5 (tabel 2) berdasarkan
pemeriksaan USG juga memperlihatkan adanya bentukan massa mixed-
echogenic di bagian tepi dari lumen vesika urinaria (gambar 15 B). Pada gambar
15 (A) dan (B) terlihat area kecil yang berisi urin anechoic dalam jumlah sedikit
yang berada disekitar massa mixed echogenic dan dinding vesika urinaria
terlihat lebih tebal dari normal.
b a
a b
c
c
d
A B
Gambar 15 Sonogram kasus penebalan dinding vesika urinaria yang disebabkan
oleh neoplasia dengan arah transducer transversal.
(A) Gambaran sonogram kasus 4, (a) menunjukkan bentukan massa
hyperechoic-hypoechoic, (b) menunjukkan dinding vesika
urinaria yang menebal dan (c) menunjukkan lumen vesika
urinaria dengan area anechoic. Bar (garis putih) = 1 cm.
(B) Gambaran sonogram kasus 5, (a) menunjukkan bentukan massa
hyperechoic-hypoechoic, (b) menunjukkan dinding vesika
urinaria yang menebal, (c) menunjukkan lumen vesika urinaria
dengan area anechoic dan (d) menunjukkan distal acoustic
enhancement. Bar (garis putih) = 1 cm.

Pemeriksaan USG yang telah dilakukan terhadap kucing jantan yang


bernama zidane dan louis dengan transducer arah transversal memberikan
diagnosa yang mengarah pada penebalan dinding vesika urinaria yang
kemungkinan disebabkan oleh neoplasia saluran urinaria bagian bawah. Hal ini
ditandai dengan adanya bentukan massa mixed echogenic intraluminal yang
menempel pada dinding vesika urinaria. Menurut Widmer et al. (2004), echo
tekstur dari bentukan massa dapat berubah-ubah dan tidak mungkin untuk
menentukan tipe sel tumor menggunakan USG. Biopsi dapat digunakan untuk
mendiagnosa neoplasia vesika urinaria kucing dalam berbagai umur (Walter et
al. 1993; Widmer et al. 2004).
Tanda (a) pada gambar 15 menunjukkan massa yang merupakan campuran
dari area echogenisitas (mixed echogenic), dengan area hyperechoic yang
menggambarkan fibrosis atau kalsifikasi dan area hypoechoic yang
menggambarkan nekrosis atau hemorragi (Barr 1990). Pada sonogram gambar
15
(B) memperlihatkan adanya distal acoustic enhancement dengan area
hyperechoic. Menurut Barr (1990), neoplasia pada kucing dan anjing sering tidak
terdiagnosa hingga mencapai stadium yang berat. Heng et al. (2006)
menyatakan bahwa gejala klinis neoplasia lebih dipengaruhi oleh lokasi
daripada ukuran dari tumor tersebut.
Neoplasia saluran urinaria bagian bawah predominant terjadi di dalam
vesika urinaria dan terlihat paling sering pada anjing, kadang-kadang pada
kucing dan jarang terjadi pada spesies lain. Neoplasia terjadi pada hewan tua
dan tidak ada predisposisi jenis kelamin (Carlton & McGavin 1995). Epitelial
tumor merupakan neoplasia yang paling utama dengan presentase lebih tinggi
80% dibandingkan dengan mesenchymal tumor hanya 20%. Epitelial neoplasia
diklasifikasikan sebagai transitional cell papillomas, transitional cell
carcinomas, adenocarcinomas dan undifferentiated carcinomas (Jubb et al.
1993).
Transitional cell carcinomas merupakan tumor vesika urinaria primer pada
kucing dan anjing (Leveille et al. 1992; Jubb et al. 1993). Tumor ini sering
berlokasi pada trigone atau leher vesika urinaria dan terdiri dari massa
pedunkula atau massa yang menempel ke arah lumen. Pada hasil gambaran USG
transitional cell carcinomas terlihat sebagai massa intraluminal vesika urinaria
yang tunggal atau multiple dengan echogenisitas yang kompleks (mixed-
echogenic) (Heng et al. 2006). Epitelial tumor lain yang sering terjadi pada
vesika urinaria ialah squamous cell carcinoma (Susaneck 1993).
Rhabdomyosarcoma juga dilaporkan ditemukan di dalam vesika urinaria
(Leveille et al. 1992). Tumor yang agresif pada vesika urinaria bersifat invasif
dapat mempengaruhi semua lapisan vesika urinaria (Widmer et al. 2004). Tumor
saluran urinaria bagian bawah mengisi lumen dan sering menyebabkan ulcerasi
mukosa, sehingga menghasilkan gejala klinis dysuria dan hematuria (Carlton &
McGavin 1995). Hewan yang menderita penyakit neoplasia tahap awal tidak
menunjukkan banyak gejala klinis (Birchard & Sherding 2000).

Kasus Cystitis Kronis


Pada kasus 9 (tabel 2) melalui pemeriksaan USG yang dilakukan dengan
menggunakan transducer arah transversal menunjukkan adanya pembentukan
jaringan ikat dan kumpulan bentukan fibrin di dalam lumen vesika urinaria yang
terlihat sebagai area hyperechoic (gambar 16). Hasil sonogram yang ditunjukkan
pada gambar 16 memperlihatkan vesika urinaria mengalami perkejuan sehingga
struktur normal lumen vesika urinaria yang berisi urin dengan area anechoic
berubah menjadi hyperechoic. Dinding vesika urinarianya pun kehilangan
struktur normalnya menjadi tidak beraturan (irregular). Terbentuknya struktur
jaringan ikat dan bentukan fibrin kemungkinan disebabkan oleh akumulasi sel-
sel radang yang saling beradhesi yang mengakibatkan eksudat meningkat dan
tertimbun di dalam lumen vesika urinaria.
Berdasarkan hasil pemeriksaan USG yang telah dilakukan terhadap kucing
jantan bernama gerry didapatkan penegakan diagnosa yang diarahkan pada
cystitis kronis. Pencitraan cystitis kronis dapat dilihat pada kasus 9 (tabel 2)
yang ditunjukkan oleh gambar di bawah ini.

b
a

Gambar 16 Sonogram kasus cystitis kronis dengan arah transducer transversal.


Gambaran sonogram kasus 9 yaitu vesika urinaria mengalami
perkejuan yang memperlihatkan adanya jaringan ikat dan bentukan
fibrin di dalam lumen vesika urinaria ditunjukkan oleh (a) dan (b)
menunjukkan lumen vesika urinaria dengan area anechoic. Bar
(garis putih) = 1 cm.

Cystitis dibagi ke dalam bentuk akut dan kronis tetapi terdapat kesamaan
pada kausa dan lesinya (Jubb et al. 1993). Cystitis merupakan hasil dari
beberapa kausa kimiawi dan infeksi bakteri pada mukosa vesika urinaria
(Carlton & McGavin 1995). Selain itu, cystitis juga merupakan hasil dari infeksi
khamir, kapang serta parasit (Birchard & Sherding 2000). Cystitis kronis dapat
terjadi dalam beberapa bentuk. Pada cystitis yang kronis dapat terlihat penebalan
cranioventral pada dinding vesika urinaria (Carlton & McGavin 1995). Mukosa
vesika urinaria menjadi memerah secara irregular dan mengalami penebalan
(Jubb et al. 1993). Bentuk cystitis kronis yang umum terjadi ialah cystittis
kronis polypoid (Carlton & McGavin 1995). Cystitis polypoid dapat
diidentifikasi dari penebalan dinding berupa penonjolan polip pada mukosa
dengan dasar sempit yang berjumlah banyak ke arah lumen vesika urinaria
(Widmer et al. 2004).
Cystitis kronis dapat menyebabkan terjadinya intermitan hematuria.
Mukosa vesika urinaria berisi bentukan massa nodular yang single atau multiple
yang tersusun atas jaringan ikat fibrosa dan infiltrasi netrofil serta leukosit
mononuklear (Jubb et al. 1993). Pada gambar 16 terlihat adanya suatu bentukan
polip yang memenuhi hampir keseluruhan lumen vesika urinaria sehingga
struktur normal dari vesika urinaria tidak tampak jelas lagi. Biopsi diperlukan
untuk membedakan cystitis kronis polypoid dengan neoplasia (Carlton &
McGavin 1995).

Kasus Pengendapan Partikel Kristal Vesika Urinaria


Pada kasus 1; 2; 7; 10; 12; 13 dan 15 (tabel 2) melalui pemeriksaan USG
dengan menggunakan transducer arah transversal yang telah dilakukan terhadap
kucing jantan bernama piglet, lontong, grudi, syoga, putu eka dan ucil terlihat
adanya bentukan sedimen di dalam lumen vesika urinaria (gambar 17 A dan B).

ba

a
b
c
d

B
Gambar 17 Sonogram kasus pengendapan partikel kristal dengan arah transducer
transversal.
(A) Sonogram kasus 2 memperlihatkan adanya sedimen yang
ditunjukkan oleh (a), lumen vesika urinaria ditunjukkan oleh
(b) dan acoustic shadowing ditunjukkan oleh (c).
Bar (garis putih) = 1 cm.
(B) Sonogram kasus 12 memperlihatkan adanya lumen vesika
urinaria ditunjukkan oleh (a), (b) menunjukkan adanya edema
yang terlihat anechoic. (c) menunjukkan sedimen hyperechoic
dan terbentuknya acoustic shadowing ditunjukkan oleh (d). Bar
(garis putih) = 1 cm.
Bentukan sedimen pada sonogram gambar 17 (A) dan (B) terlihat berupa
bentukan massa bersifat hyperechoic (echo yang terang) yang terletak di dalam
lumen vesika urinaria. Struktur hyperechoic yang terbentuk menunjukkan
highly- reflective interface. Area anechoic di sekitar sedimen merupakan urin
yang normal terdapat di dalam vesika urinaria.
Berdasarkan hasil sonogram, sedimen yang didapatkan di dalam vesika
urinaria didiagnosa sebagai partikel-partikel kristal. Hasil yang didapat belum
mengarah ke pembentukan batu atau kalkuli di dalam vesika urinaria (urolith),
akan tetapi lebih ke arah pembentukan sedimen yang berupa partikel-partikel
kristal dalam jumlah banyak yang mengendap. Hal ini dibuktikan saat dilakukan
penekanan dengan transducer partikel-partikel kristal tersebut melayang di
dalam lumen vesika urinaria tapi kemudian segera mengendap. Jika partikel-
partikel kristal ini terus mengendap dalam waktu yang lama maka nantinya akan
mengarah ke pembentukan urolith. Sedimen dalam vesika urinaria dapat dengan
mudah dideteksi dengan menggunakan USG. Pengendapan sedimen kristal juga
dapat dilihat pada gambar 17 (B) yang ditunjukkan oleh (c). Pada sonogram
gambar 17
(B) disertai dengan terbentuknya edema berupa area anechoic yang ditunjukkan
oleh (b) yang kemungkinan dapat disebabkan oleh infiltrasi dari sel-sel radang.
Menurut Slausan (1990), edema radang terjadi karena endotel kapiler meregang
(vasodilatasi) sehingga timbul rongga yang memungkinkan protein plasma darah
lolos keluar menggenangi jaringan perivaskular setempat. Edema yang terbentuk
berlokasi diantara lapisan dinding vesika urinaria (intramural) yaitu di daerah
submukosa.
Adanya sedimen partikel kristal yang terlihat sebagai bentuk atau garis
echogenic yang kuat menyebabkan timbulnya acoustic shadowing yang
ditunjukkan pada hasil sonogram gambar 17 (A) dan (B). Acoustic shadowing
terbentuk karena sedimen (kalkuli) bersifat menghambat laju dari gelombang
ultrasound. Hal ini akan menyebabkan tidak ada jaringan apapun yang dapat
terdeteksi di bawah bagian tersebut. Adanya acoustic shadowing sangat berguna
dalam mendeteksi keberadaan sedimen maupun urolith di dalam lumen vesika
urinaria (Barr 1990).
Kasus pengendapan partikel kristal biasanya disertai dengan gejala klinis
hematuria, dysuria, stranguria dan nyeri abdomen. Pengendapan partikel kristal
merupakan suatu keadaan terakumulasinya material kristal yang dapat memicu
terbentuknya formasi kalkuli (urolith) dan obstruksi saluran urinaria bagian
bawah (Carlton & McGavin 1995). Timbulnya endapan kristal dalam suatu
larutan tergantung oleh pH, temperatur urin, derajat kelarutan dan konsentrasi
kristalloid. Kristal yang terbentuk dapat diidentifikasi berdasarkan bentuk,
warna dan derajat kelarutan dalam larutan asam atau basa (Latimer et al. 2003).
Menurut Birchard dan Sherding (2000), mineral kristal yang ditemukan dalam
urolith antara lain magnesium amonium fosfat, kalsium oksalat, kalsium fosfat,
urat, silika, kalsium karbonat dan sistin.

Kasus Urolithiasis
Pada kasus 6 (tabel 2), berdasarkan pemeriksaan USG yang telah
dilakukan terhadap seekor kucing jantan yang bernama chiko dengan
menggunakan transducer arah transversal ditemukan adanya bentukan sedimen
partikel kristal yang padat bersifat hyperechoic. Stuktur hyperechoic yang
terlihat pada gambar 18 menunjukkan high-reflective interface.

b
a

Gambar 18 Sonogram kasus urolithiasis dengan arah transducer transversal.


Sonogram kasus 6 yang memperlihatkan adanya urolith (kalkuli) di
dalam lumen vesika urinaria yang ditunjukkan oleh (a), lumen
vesika urinaria dengan area anechoic (b) dan terbentuk acoustic
shadowing yang ditunjukkan oleh (c). Bar (garis putih) = 1 cm.

Pada sonogram gambar 18 memperlihatkan adanya area yang berwarna


hitam (anechoic) di sekitar bentukan sedimen merupakan urin yang normal
terdapat di dalam vesika urinaria. Melalui hasil sonogram, sedimen hyperechoic
yang ditemukan dalam lumen vesika urinaria didiagnosa sebagai urolith. Hal ini
dibuktikan saat dilakukan penekanan dengan transducer partikel-partikel kristal
tetap mengendap dan menunjukkan telah terbentuknya suatu massa padat yaitu
urolith (kalkuli). Menurut Widmer et al. (2004), keberadaan urolith di dalam
lumen vesika urinaria sangat mudah dideteksi dengan menggunakan USG.
Kejadian urolithiasis umumnya disertai dengan gejala klinis yaitu hematuria,
muntah, dysuria dan nyeri abdomen (Birchard & Sherding 2000).
Adanya kalkuli yang terlihat sebagai bentuk atau garis echogenic yang
kuat menyebabkan timbulnya acoustic shadowing yang ditunjukkan oleh (c)
pada hasil sonogram gambar 18. Menurut Barr (1990), acoustic shadowing
terbentuk karena kalkuli bersifat menghambat laju gelombang ultrasound
sehingga mengakibatkan jaringan yang berada di bawah bagian tersebut tidak
dapat terdeteksi. Akibatnya timbul area anechoic yang terletak di bawah struktur
garis echogenic yang kuat.
Urolithiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya urolith di dalam
ruangan urinaria sampai saluran ekskretori dan biasanya diklasifikasikan
menurut komposisi mineralnya. Urolith terbentuk ketika jumlah dan konsentrasi
calculogenic mineral dalam urin meningkat (Birchard & Sherding 2000;
Hostutler et al. 2005). Urolithiasis merupakan penyakit saluran urinaria yang
umum terjadi pada kucing dan anjing (Less 1992). Struvite (amoniomagnesium
phosphate hexahydrat), carbonat, silica, urate, cystine, xanthine atau
benzocoumarin merupakan tipe kalkuli yang paling umum ditemukan pada
hewan domestik. Gejala klinis yang terjadi berkaitan dengan letak kalkuli di
dalam saluran urinaria (Colville 2002). Cystic kalkuli dapat single ataupun
multiple dan ukurannya bervariasi mulai dari 2 mm sampai 10 cm (Carlton &
McGavin 1995). Pada kucing, struvite merupakan tipe kalkuli yang paling
umum. Kalkuli memiliki variasi dalam ukuran dan bentuk, mempunyai
permukaan yang halus atau kasar, putih atau kekuning-kuningan, keras atau
relatif lunak, bulat atau datar (Jubb et al. 1993). Menurut Lekcharoensuk et al.
(2005) kalsium oksalat merupakan tipe mineral predominant di dalam urolith
saluran urinaria kucing. Tipe kalkuli tergantung oleh beberapa faktor antara lain
ekskresi mineral ginjal, pH urin, dan infeksi bakteri (Hostutler et al. 2005).
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
 Berdasarkan pemeriksaan USG didapatkan hasil 12 kasus pada ginjal yaitu
6 kasus nefritis dan 6 kasus hidronefrosis serta 15 kasus pada vesika
urinaria yaitu 6 kasus penebalan dinding vesika urinaria, 1 kasus cystitis
kronis, 7 kasus pengendapan partikel kristal dan 1 kasus urolithiasis.
 Kasus nefritis menunjukkan adanya penebalan korteks renalis dengan area
hyperechoic.
 Kasus hidronefrosis memperlihatkan dilatasi pelvis renalis dan medula
yang terlihat anechoic disertai terbentuknya distal acoustic enhancement.
 Kasus penebalan dinding vesika urinaria kemungkinan dapat disebabkan
oleh peradangan cystitis, neoplasia dan hipertropi.
 Kasus penebalan dinding vesika urinaria yang disebabkan oleh neoplasia
ditandai dengan adanya bentukan massa mixed-echogenic di dalam
lumen vesika urinaria.
 Kasus cystitis kronis ditandai dengan terbentuknya jaringan fibrosa dan
bentukan fibrin yang bersifat hyperechoic di dalam lumen vesika
urinaria.
 Kasus pengendapan partikel kristal ditandai dengan adanya sedimen
partikel kristal yang bersifat hyperechoic diantara urin.
 Kasus urolithiasis ditunjukkan dengan terbentuknya massa padat (kalkuli)
hyperechoic disertai acoustic shadowing di dalam lumen vesika urinaria.
 Penggunaan USG sebagai alat bantu diagnosa terhadap kelainan organ
urinaria kucing menunjukkan tingkat akurasi yang baik.

Saran
 Saran yang dapat diberikan adalah perlu dilakukan peningkatan dalam
penggunaan USG untuk mendeteksi kelainan pada sistem organ lainnya.
 Selain itu juga diperlukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan
yang lebih baik dalam membaca hasil sonogram sehingga didapatkan
diagnosa suatu penyakit secara tepat dan akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Barr F. 1990. Diagnostic Ultrasound in the dog and cat. Oxford: Blackwell
Scientific Publications. Hlm 1-65.

Birchard SJ dan Sherding RG. 2000. Saunders Manual of Small Animal Practice.
Edisi ke-2. Pennsylvania: W. B. Saunders Company. Hlm. 913-957.

Carlton WW dan McGavin MD. 1995. Thomson's Special Veterinary Pathology.


St. Louis: Mosby-Year Book, Inc. Hlm 209-245.

Colville J. 2002. The Urinary System. Di dalam: Colville T dan Bassert JM,
Editor. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary Technicians.
USA: MOSBY. Hlm. 304-317.

Cheville NF. 1999. Introduction to Veterinary Pathology. Edisi ke-2. United


State of America: IOWA State University Press. Hlm. 11-12.

Dharmajono. 2001. P3K Anjing dan Kucing. Jakarta: Penebar Swadaya.

Dyce KM, Sack WO dan Wensing CJG. 2002. Textbook of Veterinary Anatomy.
Edisi ke-3. USA: Saunders Company. Hlm. 175-433.

England GCW dan Allen WE. 1990. The veterinary Annual 30. London:
Butterworth and Co.

Ensiklopedia Indonesia. 2003. Ensiklopedia Indonesia Seri Fauna Mamalia 2.


Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.

Felkai CS, Voros K dan fenyves B. 1995. Lesions of the Renal Pelvis and
Proximal Ureter in Various Nephro-urologycal conditions: an
ultrasonographic study. Veterinary Radiology Ultrasound. 36(5): 397-401.

Ganong WF. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC. Hlm. 671.

Getty R.1975. Sisson and Grossman's The Anatomy of the Domestic Animals.
Edisi ke-5. Philadelphia: W. B. Saunders Company. Hlm. 1577-1579.

Goddard PJ. 1995. Veterinary Ultrasonography. England: CAB International. Hlm.


1-21.

Green RW. 1997. Small Animal Ultrasound [CD Room]. Philadelphia: Lippincott
Raven Publishers.

Guyton AC dan Hall JE. 1997. Buku Ajar Kedokteran. Edisi 7. Jakarta:
Kedokteran EGC.
Heng HG, Lowry JE, Boston G, Gabel C, Ehrhart N, Gulden SMS . 2006. Smooth
Muscle Neoplasia of The Urinary Bladder Wall in Three Dogs. Veterinary
Radiology Ultrasound. 47(1): 83-86.

Hoppe A. 1998. FOCUS on the Urinary Tract. Austria: Waltham. Hlm. 38-57.

Hostutler RA, Chew DJ, DiBartola SP. 2005. Recent Concepts In Feline Lower
Urinary Tract Disease. Veterinary Clinics Small Animal. 35:147-170.

Jubb KVF, Kennedy PC dan Palmer N. 1993. Pathology of Domestic Animals.


Edisi ke-4. Vol 2. San Diego: Academic Press, Inc. Hlm. 499-533.

Kamonrat P. 2007. Ultrasound Diagnosis. The Thai Journal of Veterinary


Medicine. 37(2): 65-66.

Lamb CR. Abdominal Ultrasonography in Small Animals. 1995. Di dalam:


Goddard PJ, Editor. Veterinary Ultrasonography. England: CAB
International. Hlm. 21-49.

Latimer KS, Mahaffey EA dan Prasse KW. 2003. Duncan and Prasse’s
Veterinary Laboratory Medicine Clinical Pathology. Edisi ke-4. State
Avenue: Blackwell Publishing.

Lees G. 1992. Diagnosis and Treatment of Canine Urolithiasis. Di dalam: Less G,


Editor. Disease of The Urinary System. College Stasion, TX: Texas A and
M Press. Hlm. 148.

Lekcharoensuk C, Osborne CA, Lulich JP. 2005. Trends in the Frequency of


Calcium Oxalate Urolith in the Upper Urinary Tract of Cats. Journal of
American Animal Hospital Association. 41: 39-46.

Leveille R, Biller D, Partington B dan Miyabayashi T. 1992. Sonographic


Investigation of Transitionl Carcinoma of the Urinary Bladder in Small
Animals. Veterinary Radiology. 33: 103.

March WG. 2007. Diagnosa Ultrasonografi Untuk Mendeteksi Gangguan Pada


Uterus Kucing (Felis catus) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor.

Meadows G dan Flint E. 2006. Buku Pegangan bagi Pemilik Kucing. Batam:
Karisma Publishing Group. Hlm. 56-64.

Noviana D, Aliambar SH, Ulum MF, Zulfanedi Y. 2008. Atlas Ultrasonografi


Anjing dan Kucing. Edisi ke-1. Bogor: Bagian Bedah dan Radiologi.
Departemen Klnik, Reproduksi dan Patologi. FKH IPB.
Nyland TG, Mattoon JS, Herrgesell EJ dan Wisner ER. 2002. Urinary Tract. Di
dalam: Nyland TG, Matton JS, editor. Small Animal Diagnostic Ultrasound.
Edisi ke-2. Philadelphia: W.B. Saunders Company.158-195.

Reece WO. 2006. Functional Anatomy and Physiology of Domestic Animals.


Edisi ke-3. Australia: Blackwell Publishing Asia. Hlm. 269-302.

Royal Canin. 2004. The Cat Encyclopedia. Paris: Aniwa Publishing. Hlm. 343-

344. Royal Canin. 2006. Urinary Crystals and Stones. Austria: Waltham. Hlm. 5.

Slausan DO. 1990. Mechanisms of Disease. United State of America: Williams


and Wilkins. Hlm. 149-215.

Susaneck S. 1993. Neoplastic Diseases. Di dalam: Norsworthy G, Editor. Feline


Practice. Philadelphia: JB Lippincott. Hlm. 435.

Suwed MA dan Budiana NS. 2006. Membiakkan Kucing Ras. Jakarta: Penebar
Swadaya. Hlm. 5-10.

Underwood JCE. 1992. General and Systematic Pathology. Sheffield: University


of Sheffield medical School. Hlm. 550-584.

Walter DB, Cowell RL, Clinkenbeard KD, Turgai John. 1993. Carcinoma in The
Urinary Bladder of Cat: Cytologic Findings and Review of The Literature.
Veterinary Clinical Pathology. 22(4): 103-108.

Widmer WR, Biller DS dan Larry GA. 2004. Ultrasonography of the Urinary
Tract in Small Animals. Journal of the American Veterinary Medical
Association. 225(1): 46-54.

You might also like