Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

2015 6474 1 PB

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

Hasil Penelitian

Volume 2 – No. 1 – Februari 2022


P-ISSN: 2808-3504, E-ISSN: 2808-2532

Studi Kasus: Kegagalan Pemberian ASI Eksklusif pada


Bayi di Wilayah Puskesmas Banjarsari, Lebak

Case Study: The Failure of Exclusive Breastfeeding


for Infants at Banjarsari Health Center, Lebak
Siti Yuyun Yulianah*, Debby Endayani Safitri, Nursyifa Rahma Maulida
Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah
Prof. DR. HAMKA,Jakarta, Indonesia
*email: sitiyuyunyuliana@gmail.com

Abstract

The infant mortality rate in Indonesia is still high, which is 2 times higher than the
target set by the Sustainable Development Goals (12 per 1000 live births in 2030).
To overcome these problems, it can be prevented by giving exclusive breastfeeding.
In the preliminary study in the working area of the Banjarsari Health Center of 11
mothers, only 2 mothers succeeded in providing exclusive breastfeeding for up to 6
months. The study was aimed to understand the factors that play a role in the
failure of exclusive breastfeeding in the working area of the Banjarsari Health
Center. The research was case-study research to provide a quantitative and
qualitative description. Quantitative data was carried out by distributing
questionnaires to 111 respondents and qualitative research was carried out by in-
depth interviews and FGDs. The results showed that there was an influence on the
perception of insufficient breastfeeding, the attitude of mother's family support,
mother's education, and promotion of formula milk. In addition, knowledge and
work affected exclusive breastfeeding, although statistically there was no
relationship. The conclusion of the study was showed that mothers who did not
know about exclusive breastfeeding, receive recommendations from their families to
give food, feel that breast milk is not enough which characterized by fussy babies,
and occopational cause mothers fail to give exclusive breastfeeding. it is suggested
for the Health Center to increase the promotion of exclusive breastfeeding.

Keywords: exclusive breastfeeding; knowledge; attitude

Abstrak

Angka kematian bayi di Indonesia masih tinggi, yaitu 2 kali lipat lebih tinggi dari
target yang telah ditetapkan oleh Suistainable Development Goals (12 per 1000
kelahiran hidup pada tahun 2030). Untuk mengatasi permasalahan tersebut
dapat dicegah dengan memberikan ASI eksklusif. Studi pendahulan di wilayah
kerja Puskesmas Banjarsari dari 11 ibu hanya 2 ibu yang berhasil memberikan
ASI eksklusif sampai 6 bulan. Penelitian ini bertujuan untuk memahami faktor-
faktor yang berperan dalam kegagalan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja
Puskesmas Banjarsari. Penelitian ini adalah penelitian studi kasus untuk
memberikan gambaran secara kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitaif
dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner pada 111 responden dan penelitian
kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam dan FGD. Hasil penelitian
menunjukan adanya pengaruh persepsi ketidakcukupan ASI, sikap dukungan
keluarga ibu, pendidikan ibu, dan promosi susu formula selain itu pengetahuan
dan pekerjaan berpengaruh terhadap ASI eksklusif walaupun secara statistik
tidak ada hubungan. Kesimpulan pada penelitian ini menunjukan bahwa ibu

10
Yulianah dkk, ASI esklusif, pengetahuan, sikap

yang tidak mengetahui ASI eksklusif, mendapat anjuran dari keluarga untuk
memberikan makanan, merasa ASI tidak cukup yang ditandai bayi rewel, dan
pekerja menyebabkan ibu gagal memberikan ASI eksklusif. Disarankan bagi
pihak Puskesmas untuk meningkatkan promosi mengenai ASI eksklusif.

Kata kunci: ASI eksklusif; pengetahuan; sikap

PENDAHULUAN
Derajat kesehatan di dalam suatu negara sangat di tentukan oleh indikator
banyaknya jumlah angka kematian bayi (Ekawati et al., 2015). Berdasarkan
Data SDKI tahun 2017 kematian bayi di Indonesia berada pada kategori tinggi
yaitu 24 per 1000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2020). Salah satu upaya untuk
menurunkan angka kematian tersebut yaitu dengan pemberian ASI eksklusif
(Infodatin, 2014).
ASI eksklusif merupakan pemberian ASI saja atau ASI perah tanpa
memberikan makanan atau minuman lainnya kepada bayi dari usia 0 – 6 bulan
kecuali obat, vitamin dan mineral (Sakti, 2018). Baik secara global maupun di
Indonesia pemberian ASI eksklusif masih rendah. Berdasarkan Global
Breastfeeding Scorecard pemberian ASI eksklusif pada tahun 2013 - 2018
hanya mencapai 41%. Nilai tersebut belum mencapai target WHO yaitu sebesar
70% di tahun 2030 (WHO & UNICEF, 2019). Di Indonesia target pemberian ASI
eksklusif mencapai 80%. Namun, sampai tahun 2019 angka tersebut belum
tercapai, yakni pada tahun tersebut hanya mencapai 67,74% (Kemenkes, 2020).
Provinsi Banten, pada tahun 2019 menempati peringkat ke-7 terendah dalam
pemberian ASI eksklusif (53,96 %)(Kemenkes, 2019). Provinsi Banten ini terdiri
dari 8 Kabupaten/Kota dan kabupaten Lebak pada tahun 2018 menempati
posisi ke 3 terendah pemberian ASI esklusif dengan presentase 52,1% (Dinkes
Provinsi Banten, 2019).
Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa persepsi ketidakcukupan ASI
menjadi penyebab utama dalam kegagalan pemberian ASI eksklusif (Cascone et
al., 2019). Penelitian terdahulu yang dilakukan di wilayah kabupaten Lebak
ditemukan bahwa pendidikan, pengetahuan, sikap, dukungan keluarga dan
pekerjaan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pemberian ASI
eksklusif (Lindawati, 2019; Roslina, 2018). Hal ini dikarenakan, tingkat
pendidikan seseorang berkontribusi terhadap pengetahuan seseorang, jika
pengetahuan ASI eksklusif tepat maka akan terbentuk respon sikap ibu yang
baik terhadap ASI eksklusif dan dapat mendorong sebuah respon yang lebih
baik lagi yaitu menjadi tindakan yang nyata untuk memberikan ASI eksklusif
kepada bayinya. Namun, sikap ini belum tentu menjadi sebuah tindakkan yang
nyata. Untuk menjadikan sikap menjadi tindakan, perlu adanya dukungan dari
pihak-pihak tertentu seperti dukungan dari keluarga ibu (Golda et al., 2019).
Bagi ibu yang aktif bekerja di luar rumah untuk mencari sumber tambahan
dalam memenuhi kebutuhan hidup, sehingga pemberian ASI eksklusif
mengalami hambatan dikarenakan semasa cuti dan masa melahirkan yang
singkat. Sehingga ibu yang bekerja memilih untuk menggunakan susu formula.
Selain itu, kemajuan teknologi dan komunikasi serta gencarnya promosi susu
formula di iklan (TV) membuat para ibu beranggapan bahwa memberikan susu
formula juga membuat bayi cepat tumbuh besar dan adanya asumsi bahwa
susu formula dapat menjadi pengganti ASI (Alim dan Samman, 2020).
Berdasarkan studi pendahuluan pada 11 ibu yang memiliki bayi 6-11 bulan
di wilayah kerja Puskesmas Banjarsari Kabupaten Lebak, dari hasil wawancara
ditemukan sebanyak 2 orang ibu yang berhasil memberikan ASI eksklusif. Oleh
karena itu, peneliti tertarik melakukan studi kasus untuk mengkaji faktor-faktor

11
Gorontalo Journal of Nutrition and Dietetic. Vol 2(1) Februari 2022

yang berperan dalam kegagalan pemberian ASI eksklusif di wilayah Kerja


Puskesmas Banjarsari, Kabupaten Lebak.

METODE
Desain penelitian ini merupakan studi kasus. Studi kasus merupakan
pengujian intensif yang bisa menggunakan berbagai sumber bukti baik secara
kuantitatif, kualitatif atau keduanya, dalam penelitian ini menggunakan dua-
duanya (kuantitaif dan kualitatif). Penelitian dilaksankan pada bulan Agustus –
November 2021 di wilayah kerja Puskesmas Banjarsari Kabupaten Lebak,
Provinsi Banten.
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi berusia 6 –
11 bulan di wilayah kerja Puskesmas Banjarsari berjumlah 322 orang. Sampel
ditentukan secara purposive sampling dengan kriteria inklusi yaitu bayi terlahir
sehat (tidak BBLR, tidak memiliki gangguan menghisap) dan ibu tidak memiliki
gangguan komunikasi. Jumlah responden 111. Sedangkan pemilihan informan
berdasarkan prinsip kecukupan dan kesesuaian.
Data kuantitatif diperoleh pada tahap pertama dengan cara menyebarkan
kuesioner untuk memperoleh data statistik deskriptif pemberian ASI eksklusif
dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya yaitu persepsi ketidak cukupan
ASI, sikap ibu terhadap menyusui, pengetahuan mengenai ASI eksklusif,
pekerjaan, tingkat pendidikan, dukungan keluarga dan promosi susu formula
yang selanjutnya akan dianalisis secara bivariat dengan uji chi-square untuk
melihat perbedaan proporsi kejadian pemberian ASI eksklusif.
Persepsi ketidakcukupan ASI yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
keyakinan ibu bahwa ASInya tidak mencukupi kebutuhan bayinya (Sandhi et
al., 2020). Adapun secara kuantitatif diukur melalui pertanyaan "apakah ibu
merasa pada saat bayi berusia 0 – 6 bulan merasa ASI anda tidak mencukupi
untuknya ?” yang kemudian dikategorisasi ya dan tidak (Alabi et al., 2019).
Sikap ibu terhadap menyusui dalam penelitian ini adalah sejauh mana
respon yang diberikan ibu menyusui mengenai pemberian makan pada bayi
atau tentang pemberian ASI eksklusif yang melibatkan faktor pendapat yaitu
setuju dan tidak setuju. Pengetahuan ASI eksklusif yaitu hal-hal yang diketahui
ibu atau tidak diketahui ibu tentang pengertian ASI eksklusif, kandungan ASI,
manfaat, peran dan fungsi ASI (Iqmy, 2017). Dukungan keluarga yaitu
pandangan ibu atau yang dirasakan ibu berdasarkan pengakuan ibu terhadap
dukungan yang diberikan kepada ibu dari keluarga ibu yang turut membantu
dalam keberlangsungan pemberian ASI eksklusif dan dukungan tersebut
meliputi aspek informasional, penilaian, instrumental, dan emosional. Adapun
promosi susu formula yaitu mendapatkan paparan mengenai promosi susu
formula yang didapatkan melalui sales marketing ditempat pembelanjaan,
maupun melalui televisi, majalah, koran dan lain sebagaingya yang
menyebabkan ibu tertarik untuk menggunakan susu formula. Dari keempat
faktor tersebut hasil dari kuisoner dikategorikan menjadi dua kategori, kategori
sikap positif, pengetahuan baik, keluarga mendukung, dan terpapar promosi
susu formula skor yang diperoleh ≥ median. Sedangkan, untuk kategori sikap
negatif, pengetahuan kurang, keluarga tidak mendukung dan tidak terpapar
promosi susu formula apabila skor yang diperoleh dari kuisoner < median.
Adapun yang dimaksud dengan pekerjaan pada penelitian ini yaitu aktivitas
sehari-hari yang dilakukan ibu diluar pekerjaan rutin rumah tangga yang
bertujuan untuk mencari nafkah dan membuantu suami, yang kemudian
dikategorisasi bekerja dan tidak bekerja (jika ibu tidak memiliki pekerjaan atau
ibu rumah tangga) (Nislawaty, 2018). Sedangkan untuk pendidikan yaitu jenjang
pendidikan yang ditempul ileh ibu dengan kategorisasi pendidikan rendah

12
Yulianah dkk, ASI esklusif, pengetahuan, sikap

apabila ibu menempuh mendidikan sampai SMP dan pendidikan tinggi apabila
ibu menempuh pendidikan melebihi jenjang SMP (Pitaloka et al., 2018)
Tahap kedua data kualitatif diperoleh dengan wawancara mendalam
sebanyak 6 informan dan focus group discussion (FGD) sebanyak 2 kelompok
dengan menggunakan panduan pedoman wawancara dan panduan FGD
bertujuan untuk memperkaya temuan kuantitatif dan memberikan makna
secara mendalam terhadap data statistik yang diperoleh pada tahap pertama
untuk mengetahui secara persis kegagalan ASI eksklusif. Adapun analisis data
kualitatif meliputi reduksi data, penyajian data penarikan kesimpulan. Adapun
untuk memperoleh hasil akhir penelitian yaitu dengan cara membandingkan
hasil analisis kuantitatif dan kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian wilayah kerja Puskesmas Banjarsari diperoleh hanya 20,7%
ibu memberikan ASI eksklusif lebih besar yang tidak ASI eksklusif 79,3%. Hal
ini menunjukkan bahwa praktik pemberian ASI eksklusif di wilayah tersebut
tergolong rendah jika dibandingkan dengan target nasional pada tahun 2020
yaitu 40%. Berdasarkan temuan kualitatif mengenai alasan ibu tidak
mempraktikan ASI eksklusif dikarenakan bayi sering menangis walau sudah
disusui dan adanya dorongan berupa saran. Berikut cuplikannya:

“Nangis terus, dikasih susu masih aja nangis, pas dikasih makan baru mau
berhenti nangisnya” (Ny. 5FGD1)
“Soalnya kalau mamah ngasih 4 bulan, sebenernya kan anjurannya 6 bulan
ngasih makanannya tapi karna masih 4 bulan kasih pisang aja dulu” (Ny. J)

Kegagalan utama pemberian ASI eksklusif ini dimulai sejak 3 hari setelah
postpartum, yakni saat bayi menerima makanan prelakteal (Pusporini et al.,
2021). Pendapat ini, sesuai dengan hasil penelitian yang dimana sebagian besar
ibu gagal memberikan ASI eksklusif dikarenakan memberikan makanan
prelakteal yaitu dengan presentase 51,4%. Adapun, makan prelakteal yang
diberikan oleh ibu pada penelitian ini yaitu susu formula (82,1%), madu (16,1%)
dan air gula (1,8%). Berdasarkan temuan kualitatif diketahui bahwa alasan ibu
memberikan susu formula dikarenakan ASI belum keluar atau lancar sehingga
membuat ibu salah paham bahwa ASInya tidak cukup ditandai dengan ibu
takut bayinya kelaparan. Sedangkan alasan ibu memberikan madu agar bayinya
terhindar dari sariawan. Selain itu pemberian makanan prelakteal ini terutama
madu, terindikasi adanya dorongan dari keluarga terdekat ibu. Berikut
cuplikanya:

“Ada itu mertua, kan waktu pertama maksudnya nggak langsung


keluarkan si nenenya, nunggu berapa jam, terus si dedek naya nangis
terus. Kenceng nangisnya” (Ny. W)
“Ada, orang tua yang waktu itu katanya udah kasih madu aja” (Ny. I)

Pemberian prelakteal ini, dikarenakan pada minggu-minggu pertama setelah


melahirkan ibu salah memahami bahwa ASInya tidak cukup dikarenakan
respon bayi yang rewel walau sudah disusui (Prabasiwi et al., 2015). Sehinga hal
tersebut menjadi pendorong ibu untuk memberikan makanan selain ASI (Safon
et al., 2017). Selain itu hal ini disebabkan karena ibu kurang mengetahui
tentang manfaat kolostrum dan kurang pengetahuan mengenai ASI eksklusif
dan ibu memberikan makanan prelakteal dikarenakan ada saran dari orang
tuanya (Pusporini et al., 2021).
13
Gorontalo Journal of Nutrition and Dietetic. Vol 2(1) Februari 2022

Tabel 1. Analisis Faktor Pemberian ASI Eksklusif


Di Wilayah Puskesmas Banjarsari, Lebak
Pemberian ASI eksklusif
Tidak ASI ASI Total
Variabel OR (95% CI) p-value
eksklusif eksklusif
n % n % n %
Persepsi
Ketidakcukupan ASI
Ya 55 93,2 4 6,8 59 100 7.91 (2.478 – 0,000
Tidak 33 63,5 19 36,5 52 100 25.88)
Sikap
Negatif 41 89,1 5 10,9 65 100 3.140 (1.071 0,050
Positif 47 72,3 18 7,7 46 100 -9.208)
Pengetahuan
Kurang 39 78 11 22 50 100 0.868 (0.346 0,948
Baik 49 80.3 12 19,7 61 100 – 2.179)
Pendidikan
Rendah 56 72,7 21 27,3 77 100 0.167 (0.037 0,021
Tinggi 32 94.1 2 5.9 34 100 -0.758)
Pekerjaan
Ya 6 85,7 1 14,3 7 100 1.610 (0.184 1,000
Tidak 82 78,8 22 21,2 104 100 – 14.080)
Dukungan keluarga
Tidak 50 87,7 7 12,3 57 100 3,008 (1,125 0,043
Ya 38 70,4 16 29,6 54 100 – 8,040)
Promosi susu formula
Terpapar 44 89.8 5 10.2 49 100 3,600 (1.228 0,028
Tidak terpapar 44 71 18 29 62 100 – 10.551)

Hasil survei pada penelitian ini menunjukan bahwa sebanyak 59% ibu
kategori “ya” yang bermakna ibu memiliki persepsi ketidakcukupan ASI.
Berdasarkan Tabel 1 menunjukan nilai p-value 0,000 yang bermakna adanya
perbedaan proporsi kejadian tidak ASI eksklusif antara ibu yang memiliki
persepsi ASI tidak cukup dengan ibu yang memiliki persepsi ASI cukup, dimana
terlihat proporsi yang tidak ASI Eksklusif lebih banyak pada ibu yang memeiliki
persepsi ketidakcukupan ASI (93,2%). Hasil analisis lebih lanjut diperoleh pula
nilai OR = 7,91 yang bermakna bahwa ibu yang memiliki persepsi ASI tidak
cukup berisiko 7,91 kali lebih banyak untuk tidak ASI eksklusif dibandingkan
dengan ibu yang memiliki persepi ASInya cukup. Hasil ini diperkuat pada hasil
kualitatif, 6 dari 7 meyatakan ibu khawatir ASInya tidak cukup. Hal ini, terjadi
dikarenakan bayi rewel walaupun sudah disusui. Sehingga ibu berpikir bayinya
lapar kemudian memutuskan untuk memberikan makanan atau minuman
selain ASI untuk memenuhi kebutuhan gizi anaknya serta ibu merasa produksi
ASI berkurang ketika ibu kurang mengkonsumsi sayur-sayuran. Berikut
cuplikan dari salah satu informan:

“Khawatir takutnya ga kenyang gitu ya, kalau lagi nangis iya takut laper,
kadang kita gatau ya bayi kalau di susuin dapet berapa menit udah lama
tapi tetep aja nangis gitu kan, kadang kita berfikirnya laper kali ya tapi
memenuhi juga waktu bayi mah, Iya, selama 0 bulan. Kalau misalkan
udah jalan 3 kata saya mah engga memenuhi kurang, karena diakan
udah mulai laper bertambah porsinya” (Ny. J)

Persepsi ketidakcukupan ASI erat kaitannya dengan pengetahuan mengenai


ASI eksklusif. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan di Kecamatan

14
Yulianah dkk, ASI esklusif, pengetahuan, sikap

Tegal Selatan dan Kecamatan Margadana Kota Tegal tahun 2014 bahwa ibu
yang memiliki pengetahuan kurang berisiko 12,4 kali untuk mengalami persepsi
ketidakcukupan ASI dibandingkan dengan ibu yang memiliki pengetahuan yang
baik (Prabasiwi et al., 2015). Selain itu persepsi juga dipengaruhi oleh faktor
situasional yang merupakan faktor eksternal dari orang tersebut yang dapat
mempengaruhinya seperti pendapat maupun pengaruh orang lain ketika orang
tersebut berada pada peroses untuk mempersepsi suatu objek (Metasari dan
Sianipar, 2019). Salah satu pendapat yang paling berpengaruh yaitu pendapat
dari keluarga. Sehingga keluarga turut andil dalam hal mengambil keputusan
seperti menentukan dan membentuk pola asuh anak karena keluarga dianggap
orang yang sudah berpengalaman (IDA, 2012). Oleh sebab itu, berdasarkan hasil
penelitian kualitatif di Inggris pada tahun 2015 dukungan keluarga sangat
penting terutama pada minggu postpartum (Fox et al., 2015). Hal ini
dikarenakan pada minggu pertama postpartum ibu rentan mengalami persepsi
ketidakcukupan ASI (Prabasiwi et al., 2015).
Berdasarkan hasil survei pada penelitian ini ditemukan, sebanyak 58,6% ibu
memiliki sikap positif terhadap menyusui. Berdasarkan Tabel 1 menunjukan
nilai p-value 0,05 bermakna terdapat perbedaan proporsi kejadian ASI eksklusif
antara ibu yang memiiliki sikap positif dan sikap negatif, yang dimana proporsi
tidak ASI ekkslusif lebih banyak pada ibu kategori ibu memiliki sikap negatif
(89,1%). Hasil analisis lebih lanjut memperoleh nilai OR = 3 yang bermakna ibu
yang memiliki sikap negatif 3 kali lebih besar untuk tidak ASI eksklusif. Hal ini,
selaras dengan hasil kualitatif menunjukan pada ibu yang gagal memberikan
ASI eksklusif sebagian besar kurang setuju dengan ide pemberian ASI eksklusif.
Ibu beranggapan bahwa pemberian ASI eksklusif sangat bergantung dengan
kondisi bayi. Apabila bayi rewel dan sistem pencernaannya tidak bermasalah
maka ibu memutuskan untuk memberikan makanan pendamping ASI.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori perubahan perilaku PAPM (The
Precaution Adoption Process Model) menyatakan bahwa fase seseorang dalam
menentukan sikap terhadap suatu perilaku diawali dengan tidak mengetahui
suatu isu yang berkembang menjadi tidak terikat dengan isu. Selanjutnya,
setelah melewati fase tersebut seseorang akan memasuki fase dimana untuk
memilih memutuskan sikapnya utuk mempraktikan atau tidaknya suatu
perilaku (Palupi dan Devy, 2014). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa ibu yang memiliki bayi 6 – 11 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Banjarsari terlihat bahwa tidak mengetahui isu mengenai ASI eksklusif, hanya
mengetahui secara umum. Maka hal ini menjadi wajar apabila sebagian besar
ibu yang gagal memberikan ASI eksklusif tidak satupun memberikan ASI
eksklusif pada bayinya.
Berdasarkan hasil survei pada penelitian ini, ditemukan ibu memiliki
pengetahuan baik mengenai ASI eksklusif (55%) lebih banyak dibandingkan
dengan ibu yang memiliki pengetahuan kurang (45%). Walaupun hasil penelitian
menunjukan sebagian besar subjek memiliki pengetahuan baik, akan tetapi
sebanyak 64% tidak mengetahui definisi ASI eksklusif dan 55,9% tidak
mengetahui dampak ASI eksklusif yang dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembanan serta 60,4% ibu beranggapan bahwa bayi boleh diberikan susu
formula sebagai tambahan untuk bayi sebelum berusia 6 bulan.
Berdasarkan Tabel 1 menunjukan nilai p-value 0,948 yang menunjukkan
tidak ada perbedaan proporsi kejadian tidak ASI eksklusif antara ibu yang
memiliki pengetahuan kurang dengan ibu yang memiliki pengetahuan baik.
Berdasarkan data kualitatif yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan proporsi kejadian pemberian ASI eksklusif pada pengetahuan baik
maupun kurang, dikarenakan sebagian besar informan belum mencapai
15
Gorontalo Journal of Nutrition and Dietetic. Vol 2(1) Februari 2022

tingkatan tahu mengenai ASI eksklusif dan hanya sebagian kecil yang mencapai
tingkatan memahami namun belum pada tingkatan pengaplikasiannya.
Pengetahuan yang dimiliki seseorang memiliki pengaruh dalam membentuk
tindakan atau perilaku seseorang (Listiani et al., 2019). Pengetahuan yang baik
dapat mengarahkan seseorang untuk berprilaku positif. Sebaliknya, apabila
seseorang memiliki pengetahuan yang kurang dan informasi yang tidak tepat
dapat menyebabkan seseorang berprilaku negatif. Seorang ibu yang
mendapatkan informasi terkait ASI eksklusif seperti manfaat kemungkinan lebih
besar untuk memberikan ASI eksklusif dibandingkan dengan ibu yang tidak
terpapar mengenai ASI eksklusif (Damayanti, 2010; Setiawan, 2016). Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian ini, dari data kualitatif menunjukkan sebagian
besar tidak mendapatkan informasi ASI eksklusif secara rinci hanya mendapat
anjuran dari tenaga kesehatan harus memberikan makanan setelah berusia 6
bulan. Berikut cuplikannya:

“nggak pernah” (Ny. 4FGD2)


“Paling kalau kita posyandu ada bu bidan, bilang jangan dulu dikasih
makan sebelum enam bulan” (Ny. 3FGD1)

Berdasarkan hasil survei data menunjukan hampir seluruh ibu tidak bekerja
dengan presentase 93,7%, adapun 6,3% lainya ibu bekerja. Berdasarkan hasil
uji statistik menunjukan tidak adanya perbedaan proporsi kejadian tidak ASI
eksklusif antara ibu tidak bekerja dengan ibu bekerja dengan nilai p-value =
1,000, menunjukan tidak adanya perbedaan, akan tetapi presentase ASI
eksklusif lebih rendah pada ibu yang bekerja yaitu 14,3% dan terlihat adanya
kecenderungan antara pekerjaan dengan pemberian ASI ekeklusif yaitu semakin
ibu memiliki pekerjaan semakin besar untuk tidak ASI eksklusif.
Ibu yang tidak bekerja atau tidak terikat dengan pekerjaan yang harus
dilakukan di luar rumah seharusnya dapat mempraktikan ASI eksklusif
dikarenakan memiliki banyak waktu luang. Namun, banyak dari ibu yang tidak
bekerja tidak mempraktikan ASI eksklusif dikarenakan ibu tidak mengetahui
mengenai kebutuhan dasar bagi bayi yang baru lahir dan tidak memberikan
kesempatan untuk bayinya merasakan manfaat dari pemberian ASI eksklusif
(Ramli, 2020). Pendapat tersebut sesuai dengan temuan hasil penelitian,
berdasarkan hasil kualitatif ibu tidak mengetahui mengenai ASI eksklusif dan
adanya tindakan dari keluarga berupa anjuran untuk memberikan makanan
kurang dari 6 bulan serta berdasarkan hasil survei menunjukan tingkat
pendidikan lebih banyak pada kategori rendah. Hasil penelitian diperkuat
dengan penelitian terdahulu yang dilakukan di Puskesmas Bungus menyatakan
bahwa ibu yang tidak bekerja justru memberikan susu formula dan makanan
lain untuk bayinya dikarenakan tingkat pendidikan yang rendah dan kurangnya
pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif (Nasution et al., 2016).
Berdasarkan hasil survei pada tingkat pendidikan diketahui bahwa sebagian
besar ibu berada pada kategori pendidikan rendah yaitu 69,6%. Berdasarkan
Tabel 1 menunjukan nilai p-value = 0,021 yang bermakna adanya perbedaan
proporsi kejadian tidak ASI eksklusif antara pendidikan rendah dengan
pendidikan tinggi. Terdapat kecendrungan dimana semakin tinggi pendidikan
seorang ibu maka semakin besar kemungkinan untuk tidak ASI eksklusif. Hal
ini terlihat bahwa proporsi tidak ASI ekskluif lebih besar pada ibu dengan
kategori pendidikan tinggi yaitu 94,1%.
Mengacu pada hasil observasi di lapangan, hal ini terjadi karena pendidikan
merupakan aspek sosial yang berdampak pada ekonomi seseorang. Ibu yang
memiliki pendidikan lebih tinggi akan mudah mendapatkan pekerjaan sehingga
berdampak pada kondisi ekonomi menjadi lebih baik. Sedangkan, ibu yang

16
Yulianah dkk, ASI esklusif, pengetahuan, sikap

memiliki pendidikan rendah keadaan ekonominya cenderung lebih rendah,


sehingga ibu lebih memilih untuk memberikan ASI kepada bayinya dikarenakan
praktis dan ekonomis, ketika ibu merasa ASInya kurang, ibu yang
berpendidikan rendah cenderung memberikan makanan kurang dari 6 bulan.
Namun, pada ibu yang berpendidikan tinggi dengan daya beli yang tinggi
terhadap susu formula maka ibu lebih cendrung untuk memberikan susu
formula kepada bayinya ketika mengalami masalah mengenai ASI seperti
merasa ASI tidak cukup.
Selain itu seseorang dengan pendidikan yang rendah akan sulit untuk
menerima suatu ide yang baru dan lebih mempertahankan hal turun temurun.
Sedangkan tingkat pendidikan yang baik akan membuat sesorang lebih mudah
untuk menerima ide-ide baru dan dapat menerima perubahan yang terjadi guna
untuk kesehatan seperti ASI eksklusif. Serta dengan pendidikan yang tinggi
seseorang akan mencari tahu sendiri dan mencari pengalaman sehingga
informasi yang didapat akan menjadi pengetahuan dan akan diaplikasikan pada
kehidupannya (Sihombing, 2018).
Hasil survei terkait dukungan keluarga diperoleh sebanyak 51,4% ibu tidak
mendapat dukungan dari keluarga. Hal ini disebabkan kurangnya mendapatkan
dukungan informasional dari keuarga dimana sebanyak 46,5% suami tidak
berpendapat bahwa bayi berusia 0-6 bulan cukup diberi ASI saja, sebanyak
61,3% suami tidak mengingatkan untuk tidak pada mitos dan sebanyak 71,2%
keluarga tidak mencari informasi mengenai ASI eksklusif.
Berdasarkan Tabel 1 menunjukan nilai p-value = 0,043 menunjukkan
adanya perbedaan proporsi yang bermakna kejadian tidak ASI eksklusif antara
keluarga yang tidak mendukung dengan keluarga yang mendukung. Proporsi
tidak ASI eksklusif lebih banyak pada keluarga tidak mendukung sebanyak
87,7%. Hasil analisis lebih lanjut diperoleh pula nilai OR = 3,008 yang
bermakna tidak adanya dukungan keluarga berisiko 3 kali lebih besar untuk
tidak ASI eksklusif dibandingkan dengan keluarga yang mendukung.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dan FGD ditemukan bahwa ibu
yang gagal memberikan ASI tidak mendapatkan anjuran untuk memberikan ASI
eksklusif kecuali hanya satu informan dikarenakan ibu informan seorang kader
posyandu. Sebagian besar ibu yang gagal memberikan ASI eksklusif
menyatakan mendapatkan anjuran dari keluarga untuk memberikan makanan
atau minuman selain ASI dan mendukung keputusan ibu untuk memberikan
makanan atau minuman selain ASI pada saat usia < 6 bulan. Hal ini terjadi
dikarenakan minimnya pengetahuan keluarga ibu mengenai ASI eksklusif serta
adanya pemahaman dari keluarga ibu baik ibu kandung, mertua, bibi ataupun
suami jika bayi rewel maka bayi tersebut merasa lapar sehingga diperlukan
makanan atau minuman tambahan selain ASI untuk memenuhi kebutuhan
bayi. Selain itu terdapat beberapa ibu yang terpengaruh karena lingkungkungan
ibu itu sendiri. Adapun pendapat keluarga yang paling berpengaruh yaitu orang
tua. Berikut cuplikannya:

“Iya kata ibu, nggak apa-apa udah gede, gitu. Mungkin udah mau makan.
Diliat pas dikasih makan sekali, mau lagi mau lagi si dedeknya. Terus
nggak apa yaudah diterusin dikasih makan sampai sekarang” (Ny.AR)
“Berpengaruh, nasehat orang tua” (Ny. 5FGD1)
“Iya, soalnyakan bu lebih berpengalaman” (Ny. 7FGD1)

Penelitian terdahulu mengungkapkan bahwa selain ibu kandung dan mertua


anggota keluarga lain yang paling berpengaruh adalah suami (Susanti dan Hety,
2021). Penelitian di Nyanmar mengungkapkan bahwa ibu membutuhkan
17
Gorontalo Journal of Nutrition and Dietetic. Vol 2(1) Februari 2022

dukungan dari suami terutama dalam sumber informasi tentang menyusui


selain memberikan motivasi (Thet et al., 2015). Hal ini sejalan dengan temuan
kualitatif pada penelitian ini. Pada ibu yang gagal memberikan ASI eksklusif
dikarenakan minimnya dukungan dari suami untuk memberikan ASI eksklusif
yang ditandai dengan suami masa bodo, biasa saja dan menyerahkan
sepenuhnya kepada istri mengenai pemberian makan bayi yang terpenting bayi
sehat. Berikut cuplikan dari salah satu informan:

“Kalau misalkan makanan sih menyerahkan semua ya ke istri, ga pernah


ikut campur. Engga pernah, pokoknya udah terjamin 100% aja suami mah
menyerahkan seluruhnya sama istri pokonya yang terbaik buat anak” (Ny.
J)

Hal ini terjadi dikarenakan di Indonesia pada umumnya menganut tipe


keluarga dengan tipe paternalistik yaitu suatu tipe dimana tanggapan yang
diberikan oleh orang yang lebih tua harus dipatuhi. Oleh sebab itu, keluarga
menjadi faktor yang paling berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai
individu terhadap kesehatan. Dalam hal ini keluarga yang memberikan anjuran
untuk memberikan makanan pendamping selain ASI sebelum berusia 6 bulan
atau susu formula terutama anjuran tersebut dari orang tua, maka ibu akan
mematuhi anjuran tersebut sesuai keyakinan yang telah ada secara turun
temurun (Hamidah, 2016). Selain itu, tipe keluarga juga dapat mempengaruhi
kemandirian dan sikap ibu. Biasanya ibu yang tinggal dengan keluarga besar,
pada umumnya menunjukan sikap yang cenderung sama dengan orang tuanya
serta pada ibu yang tinggal bersama keluarga besar biasanya orang tua akan
memiliki peran yang besar terutama dalam mengurus bayi (Palupi, 2014).
Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa sebanyak 55,9% ibu terpapar
promosi susu formula. Hasil uji bivariat memperoleh nilai p-value = 0,028 yang
bermakna adanya perbedaan proporsi kejadian tidak ASI eksklusif antara ibu
terpapar promosi susu formula dengan yang ibu tidak terpapar promosi susu
formula. Diperoleh pula nilai OR = 3,6 yang bermakna ibu yang terpapar
promosi susu formula berisiko 3,6 kali lebih besar untuk tidak ASI eksklusif
dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar mengenai ASI eksklusif. Ibu yang
tertarik menggunakan susu formula dikarenakan tidak mengetahui manfaat
mengenai ASI eksklusif. Selain itu akses untuk mendapatkan informasi pada
saat ini sangat mudah untuk memperoleh susu formula. Semakin ibu sering
terpapar iklan susu formula ditambah dikemas secara menarik dan kandungan
yang terdapat di susu seperti kandungan AA, DHA, Omega 3 dan prebiotic, serta
bintang iklan yang ditampilkan menunjukkan cirri anak sehat sesuai dengan
yang diinginkan ibu pada anaknya, maka ibu akan semakin tertarik untuk
memutuskan membeli dan memberikan susu formula kepada bayinya (Netty et
al., 2019).

PENUTUP
Disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi kejadian tidak ASI eksklusif
pada persepsi ketidakcukupan ASI, sikap, pendidikan, dukungan keluarga dan
promosi susu formula. Berdasarkan temuan kualitatif hal ini dikarenakan
adanya pemahaman bahwa bayi rewel dikarenakan lapar sehingga
membutuhkan makanan atau minuman tambahan, ibu beranggapan bahwa
pemberian makanan kurang dari 6 bulan tergantung pada sistem pencernaan
bayinya. Sedangkan pada pengetahuan dan pekerjaan tidak terdapat perbedaan
proporsi kejadian pemberian ASI eksklusif.
Disarankan Puskesmas Banjarsari sebaiknya melakukan promosi kesehatan
mengenai ASI eksklusif seperti penyuluhan bukan hanya pada ibu hamil dan

18
Yulianah dkk, ASI esklusif, pengetahuan, sikap

ibu menyusui akan tetapi pada keluarga ibu yang memiliki balita juga. Hal ini
guna untuk meningkatkan pengetahuan dan persepsi yang baik terhadap ASI
eksklusif pada keluarga ibu. Sehingga meningkatkan dukungan keluarga seperti
suami yang dicerminkan melalui sikap positif dan persepsi yang baik mengenai
ASI eksklusif. selain penyuluhan diperlukan juga pelatihan kepada ibu hamil
dan ibu menyusui untuk mengubah persepsi dan sikap ibu mengenai ASI
eksklusif.

UCAPAN TERIMA KASIH


Terimakasih penulis sampaikan kepada seluruh Staff, Bidan Desa dan Kader
di wilayah kerja Puskesmas Banjarsari, Kabupaten Lebak yang telah
memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian dan memberikan
saran serta arahan ketika pengambilan data di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA
Alim A dan Samman SBM. 2020. Studi kualitatif: perilaku ibu terhadap
pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Banemo, Kabupaten Halmahera
Tengah. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 30(2): 163–182.
Alabi TA, Adejoh SO, Atinge S, Umahi E. 2020. Social and bio-medical predictors
of exclusive breastfeeding among nursing mothers in Lagos and Taraba
States, Nigeria. Journal of Pediatric Nursing.
Cascone D, Tomassoni D, Napolitano F, Di Giuseppe G. 2019. Evaluation of
knowledge, attitudes and practices about exclusive breastfeeding among
women in Italy. International Journal of Environmental Research and Public
Health. 16(12).
Damayanti D. 2010. Asyiknya Minum ASI. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Dinkes Provinsi Banten. 2019. Profil Kesehatan Provinsi Baten Tahun 2019.
Serang: Dinkes Provinsi Banten.
Ekawati S, Parlindungan DR, Morita K. 2015. Kampanye program pemberian ASI
eksklusif: studi deskriptif implementasi program peningkatan pemberian
ASI eksklusif di Kota Administrasi Jakarta Utara. Jurnal Bisnis dan
Komunikasi. 2: 1–10.
Fox R, McMullen S, Newburn M. 2015. UK women’s experiences of breastfeeding
and additional breastfeeding support: a qualitative study of Baby Café
services. BMC Pregnancy and Childbirth.
Golda T, Haurissa B, Manueke I. 2019. Pengetahuan dan sikap ibu menyusui
dengan perilaku pemberian ASI eksklusif. Jurnal Ilmiah Bidan. 6(2).
Hamidah S. 2016. Hubungan antara dukungan keluarga dengan pemberian ASI
eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan. jurnal MIDPRO. 8(1).
IDA. 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif 6
bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kemiri Muka Kota Depok Tahun 2011.
(Skripsi). Universitas Indonesia. Depok.
Infodatin. 2014. Situasi dan Analiaisis ASI Eksklusif. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
Iqmy LO. 2017. Hubungan antara pengetahuan, penidikan, pekerjaan ibu yang
mempunyai bayi umur 6-12 bulan dengan pemberian ASI eksklusif di
Desa Purwodadi Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.
Kementerian Kesehatan RI. 2019. Profil Kesehatan Indonesia 2018. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2020. Profil Kesehatan Indoneisa 2019. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Lindawati R. 2019. Hubungan pengetahuan, pendidikan dan dukungan keluarga
dengan pemberian ASI eksklusif. Faletehan Health Journal. 6(1): 30–36.
19
Gorontalo Journal of Nutrition and Dietetic. Vol 2(1) Februari 2022

Listiani AA, Irasanti SN, Zulmansyah, Nurhayati E, Budiman. 2019. Hubungan


tingkat pengetahuan tentang ASI eksklusif dengan pemberian ASI
eksklusif pada wanita pekerja di Subang. Jurnal Integrasi Kesehatan &
Sains (JIKS). 1(1):45-48.
Metasari D dan Sianipar BK. 2019. Hubungan persepsi ibu tentang
ketidakcukupan ASI (PKA) Kelurahan Kuala Lempuing Kota Bengkulu.
JNPH. 7(1):41-45.
Nasution SI, Liputo NI, Mahdawaty. 2016. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan pola pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Bungus
Tahun 2014. Jurnal Kesehatan Andalas. 5(1).
Netty, Rabiathul S, Qariat NI. 2019. Hubungan pengetahuan, sikap dan iklan
susu formula dengan pemberian ASI ekslusif di Wilayah Puskesmas
Rawat Inap Cempaka Kota Banjarbaru. Jurkessia. 9(2).
Nislawaty. 2018. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI pada
bayi di Kelurahan Langgini Wilayah Kerja Puskesmas Bangkinang Kota
Kabupaten Kampar Tahun 2018. Jurnal Doppler Universitas Pahlawan.
Palupi RA dan Devy SR. 2014. Perilaku pemberian ASI oleh ibu dengan usia di
bawah 20 tahun. Jurnal Promkes. 2(2): 206–219.
Prabasiwi A, Fikawati S, Syafiq A. 2015. Exclusif breasfeeding and perception of
insufficient milk suply. Kesmas: National Public Health Journal. 9(3).
Pusporini AD, Pangestuti DR, Rahfiludin M. 2021. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan praktik ASI eksklusif di Daerah Pertanian
Kabupaten Semarang (studi pada ibu yang memiliki bayi usia 0−6 bulan).
Media Kesehatan Masyarakat Indonesia.
Pitaloka DA, Abrory R, Pramita AD. 2018. Hubungan antara pengetahuan dan
pendidikan ibu dengan pemberian ASI eksklusif di Desa Kedungrejo
Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Research study.
Ramli R. 2020. Hubungan pengetahuan dan status pekerjaan ibu dengan
pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Sidotopo. Jurnal Promkes: The
Indonesian Journal of Health Promotion and Health Education. 8(1):36-46.
Roslina R. 2018. Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian asi
eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di Puskesmas Rangkasbitung
KaBupaten Lebak. Jurnal Obstretika Scientia. 6(2).
Safon C, Keene D, Guevara WJU, Kiani S, Herkert D, Muñoz EE, Pérez-Escamilla
R. 2017. Determinants of Perceived Insufficient milk among new mothers
in León, Nicaragua. Maternal and Child Nutrition. 13(3).
Sakti ES. 2018. Menyusui sebagai dasar kehidupan tema pekan ASI sedunia.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Sandhi A, Lee GT, Chipojola R, Huda MH, Kuo SY. 2020. The relationship
between perceived milk supply and dan exclusive breastfeeding during the
frist six months postpartum: a crosectional study.
Setiawan TA. 2016. Berilmu Pengetahuan. Relasi Inti Media. Yogyakarta.
Sihombing S. 2018. Hubungan pekerjaan dan pendidikan ibu dengan pemberian
ASI ekslusif di Wilayah Kerja Puskesmas Hinai Kiri Tahun 2017. Jurnal
Bidan Midwife Journal.
Susanti IY dan Hety DS. 2021. Dukungan keluarga dengan pemberian ASI
eksklusif di Puskesmas Mojosari Kabupaten Mojokerto. Hospital
Majapahit. 13(2).
Thet MM, Khaing EE, Diamond-Smith N, Sudhinaraset M, Oo S. 2016. Barriers
to exclusive breastfeeding in the Ayeyarwaddy Region in Myanmar:
Qualitative findings from mothers, grandmothers, and Husbands. Elsevier.

20
Yulianah dkk, ASI esklusif, pengetahuan, sikap

62-69.
WHO and UNICEF. 2019. Global Breastfeeding Scorecard 2019. In Global
Breastfeeding Scorecard.

21

You might also like