Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Jurnal Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 13

PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA DALAM

PERSFEKTIF TEORI LAWRENCE M. FRIEDMAN

ABSTRACT
Indonesia is state of law. It means all laws that apply in Indonesia must be obeyed by citizens
and state administrators. However, in fact, there are many legal rules that are violated by
citizens and state administrators, such as in the case of corruption. Corruption in Indonesia
is very rampant from year to year. Therefore, it is necessary to enforce the law on corruption
in order to realize the rule of law. Justice and create conciliation in society. However, it is
very apprehensive. Law enforcement on corruption in Indonesia is veryweak. This can be
seen from the number of regulators or law enforcers who commit corruption. This research
examines law enforcement on corruption in Indonesia in the perspective of Lawrence M.
Friedman’s legal theory. The type of research is empiris legal research. This research is
descriptive. This research used a deductive approach. The source of research data includes
secondary data.The results show that law enforcement on corruption in Indonesia when
viewed from perspective of Lawrence M. Friedman’s theory has not been effective or optimal.
It can be seen from the existence of regulations and law enforcers such as prosecutors, police
and The Corruption Eradication Commission (KPK) which regulates corruption in
Indonesia, has not been able to reduce cases of corruption in Indonesia, even in the case of
corruption, the suspect is law enforcers which is possible due to lack of legal awareness and
fear of the law.
Keywords: Law Enforcement, Corruption, and Lawrence M. Friedman’s Legal Theory.
Indonesia adalah negara hukum, artinya segala peraturan hukum yang berlaku di Indonesia
harus dihormati oleh warga negara dan penyelenggara negara. Namun kenyataannya, masih
banyak peraturan hukum yang dilanggar oleh masyarakat dan lembaga penyelenggara negara,
seperti kasus pidana korupsi. Kejahatan korupsi di negara Indonesia sangat sering terjadi
dari tahun ke tahun.Oleh karena itu, penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi perlu
dilakukan untuk mendorong supremasi hukum, menegakkan keadilan, dan menciptakan
kedamaian dalam masyarakat. Namun yang sangat memprihatinkan adalah penegakan
hukum terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia dinilai sangat lemah. Hal ini terlihat
jelas dari banyaknya lembaga regulator atau aparat penegak hukum yang melakukan tindak
pidana korupsi. Penelitian ini mengkaji lebih lanjut mengenai penegakan tindak pidana
korupsi dari sudut pandang teori hukum Lawrence M.Friedman. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian eksperimen. Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian ini
menggunakan metode deduktif. Sumber data penelitian adalah data sekunder. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi di
Indonesia, dilihat dari kacamata teoritis Lawrence M. Friedman, belum efektif dan optimal.
Hal ini terbukti dengan adanya peraturan hukum dan aparat penegak hukum seperti jaksa,
polisi, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengatur pelanggaran korupsi di
Indonesia, namun masih belum bisa meredam kasus korupsi di Indonesia. Bahkan faktanya,
dalam kasus pidana korupsi, tersangkanya sendiri adalah aparat penegak hukum, hal ini bisa
terjadi karena kurangnya pengetahuan hukum dan ketakutan terhadap hukum oleh aparat
penegak hukum atau masyarakat.
Kata Kunci : Penegakan hukum, tindak pidana korupsi, Teori Hukum Lawrence M.
Friedman.

INTRODUCTION
LATAR BELAKANG
Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara yang diatur berdasarkan hukum. Artinya
seluruh warga negara dan penyelenggara Negara harus menaati peraturan hukum yang
berlaku.1 Dalam negara hukum, peraturan hukum dibuat untuk dihormati dan ditegakkan
dalam kehidupan sehari-hari berbangsa dan bernegara. 2 Namun pada kenyataannya masih
banyak peraturan hukum yang dilanggar oleh masyarakat, seperti dalam kasus pidana
korupsi di Indonesia.
Jumlah kasus korupsi dari Tahun 2015 ke Tahun 2016 mengalami penurunan kasus
sebanyak 68 kasus. Jumlah kasus korupsi dari Tahun 2016 ke Tahun 2017 mengalami
kenaikan kasus sebanyak 92 kasus. Jumlah kasus korupsi dari Tahun 2017 ke Tahun 2018
mengalami penurunan kasus sebanyak 122 kasus. Jumlah kasus korupsi dari Tahun 2018 ke
Tahun 2019 mengalami penurunan kasus sebanyak 183 kasus. Sedangkan, jumlah kasus
korupsi pada Tahun 2019 ke Tahun 2020 mengalami kenaikan kasus sebanyak 173 kasus.
Apabila dilihat dari kategori kenaikan jumlah kasus korupsi, jumlah kasus korupsi di Negara
Indonesia yang mengalami kenaikan paling tinggi terdapat pada Tahun 20203. 3Artinya,
tindak pidana korupsi di Negara Indonesia pada Tahun 2020 sudah meluas dari kehidupan
bernegara dan bermasyarakat secara sistemik, masif dan terstruktur. 4 Dengan meluasnya
tindak pidana korupsi di Negara Indonesia pasti diikuti dengan peningkatan kerugian yang
dialami oleh negara, seperti kerugian terhadap keuangan negara serta pelanggaran hak sosial
dan ekonomi masyarakat.5 Seperti halnya, pada Grafik A.1, jumlah kerugian negara pada
Tahun 2015 ke Tahun 2016 mengalami penurunan sebanyak 1.657. Jumlah kerugian negara
pada Tahun 2016 ke Tahun 2017 mengalami kenaikan sebanyak 5.050. Jumlah kerugian
negara pada Tahun 2017 ke Tahun 2018 mengalami penurunan sebanyak 855. Jumlah
kerugian negara pada Tahun 2019 ke Tahun 2020 mengalami kenaikan sebanyak 10.210.
Apabila dilihat dari indikator jumlah kerugian negara, jumlah kerugian negara mengalami
kenaikan paling tinggi terdapat pada Tahun 2020.6 Hal ini dapat disimpulkan bahwa, semakin
tinggi jumlah kasus korupsi di Negara Indonesia, maka semakin tinggi pula jumlah kerugian
yang diterima negara. Mengingat kerugian yang diterima oleh negara sangat banyak, maka
perlu adanya penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi di Negara Indonesia.
1
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
2
Widayati. 2018. “Penegakan Hukum dalam Negara Hukum Indonesia yang Demokratis”. Jurnal Publikasi
Ilmiah. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
3
Alamsyah, Wana. 2020. Kinerja Penindakan Kasus Tindak Pidana Tahun 2020. Indonesia Corruption
Watch.
4
Gress Gustina Adrian Pah, Echwan Iriyanto, Laely Wulandari. 2014. “Analisis Yuridis Penjatuhan Pidana
Oleh Hakim dalam Tindak Pidana Korupsi”. Jurnal Lentera Hukum. Vol. 1, No.1, April 2014. Jember:
Universitas
Jember
5
Asrianto Zainal. 2016. “Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Oleh Kejaksaan”. Jurnal Hasil
Penelitian. Vol. 11, No. 2, November 2016. Kendari: Institut Agama Islam Negeri
6
Ibid
Sebagai negara hukum, negara Indonesia wajib menyelenggarakan prosedur penegakan
hukum terhadap tindak pidana korupsi dalam rangka memajukan supremasi hukum, menjaga
keadilan, dan menciptakan ketentraman dalam kehidupan bermasyarakat. Namun kita bisa
melihat bahwa penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi dinegara di Indonesia masih
tergolong lemah. Hal ini terlihat jelas dengan banyaknya pengambil keputusan atau aparat
penegak hukum sendiri yang melakukan tindakan korupsi. Adanya lembaga pengatur atau
lembaga penegak hukum yang melakukan tindak pidana korupsi dapat mengakibatkan
menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengawas atau lembaga
penegak hukum tersebut.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam
mengenai “Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dalam Perspektif Teori
Hukum Lawrence M. Friedman”.

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin mengusulkan rumusan masalah
mengenai cara untuk mengkonstruksi permasalahan , khususnya bagaimana penerapan UU
Praktik Korupsi di Indonesia dari sudut pandang teori hukum Lawrence M.Friedman.

TUJUAN MASALAH
Tujuan penulisan adalah mengetahui bagaimana penegakan hukum tindak pidana korupsi
di Negara Indonesia dalam perspektif teori hukum Lawrence M. Friedman

METHOD
JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian hukum empiris (Empiris Legal
Research). Dalam penelitian hukum empiris, hukum tidak hanya dipandang sebagai disiplin
ilmu yang perskriptif dan terapan belaka, namun juga dilihat dari kenyataan hukum yang
berlaku dalam masyarakat.7

SIFAT PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif dilakukan untuk mengetahui nilai
masing-masing variabel.8 Penelitian ini memaparkan penegakan hukum tindak pidana korupsi
dalam perspektif teori hukum Lawrence M. Friedman.

PENDEKATAN PENELITIAN
7
Depri Liber Sonata. 2014. “Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris: Karakteristik Khas dari Metode
Meneliti Hukum”. Jurnal Ilmu Hukum. Vol. 8, No. 1, Januari-Maret 2014. Lampung: Universitas Lampung
8
Sujarweni, V. Wiratna. 2020. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustakabarupress.
Penelitian ini menggunakan pendekatan metode deduktif. Metode deduktif merupakan
metode yang digunakan dalam penelitian dari yang umum ke yang khusus. Penelitian ini
diawali dari teori yang sudah ada, kemudian dilakukan penelitian untuk membuktikan teori
yang sudah ada.9 Penelitian ini menggunakan pendekatan deduktif yang diawali dengan
teori penegakan hukum Lawrence M. Friedman kemudian disandingkan dengan penegakan
hukum tindak pidana korupsi di Indonesia dalam praktik status hukum yang ada.

SUMBER PENELITIAN
Sumber penelitian yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah data
yang diperoleh dari catatan, buku atau majalah yang tidak memerlukan pengolahan lebih
lanjut.10 Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder sebanyak berupa peraturan
hukum, buku, majalah, teori hukum, berita sebanyak , dan lain-lain serupa dan kemudian
dikaitkan dengan fakta atau realitas hukum yang ada.

A. RESULTS AND DISCOSSION


I. KORUPSI
1. Pengertian korupsi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Poerwadarminta, korupsi mencakup
perbuatan buruk, seperti penggelapan uang, menerima suap, dan lain-lain.11
Dalam Kamus Internasional Baru Ketiga Webster, korupsi adalah ajakan pejabat
politik dengan pertimbangan yang tidak masuk akal untuk melakukan perbuatan yang
melanggar tugasnya.12
Syekh Hussein Alatas menjelaskan korupsi adalah subordinasi kepentingan publik
terhadap kepentingan swasta, termasuk pelanggaran norma, kewajiban, dan
kesejahteraan publik, dilakukan dengan tertib, rahasia, pengkhianat, curang, dan
korup. Korupsi dalam sistem hukum Indonesia belum sepenuhnya diperhitungkan
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk mengetahui pengertian korupsi bisa merujuk pada Undang-undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Tindak Pidana Korupsi
khususnya :13
Pasal 2 ayat 1 :

9
Ibid
10
Jaya, I Made Laut Mertha. 2020. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Quadrant.
11
Siti Syahida Nurani. 2018. “Konstruksi Putusan Hakim Tindak Pidana Korupsi yang Berprespektif
Transendental”. Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum. Kupang: Universitas Muhammadiyah Kupang.
12
Darda Pasmatuti. 2019. “Perkembangan Pengertian Tindak Pidana Korupsi Dalam Hukum Positif di
Indonesia”.
Jurnal Ensiklopedia Sosial Review. Vol. 1, No. 1. Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian.
13
Yenni Wiranti dan Ridwan Arifin. 2020. “Tantangan dan Permasalahan Penegakan Hukum Tindak Pidana
Korupsi di Indonesia”. Jurnal Kosmik Hukum. Vol. 20, No.1. Purwokerto: Universitas Muhammadiyah
Purwokerto
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara.

Pasal 3 :
Setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah
tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat atau badan-badan
negara guna untuk mencapai keuntungan diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi.

2. Macam - macam korupsi


1. Suap
Suap merupakan perilaku yang menggambarkan Korupsi adalah suatu perbuatan
yang menggambarkan tindakan korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik,
mereka yang terikat oleh kode etik profesi, dan para pejabat di organisasi dan
partai swasta.
Bentuk suap-menyuap dalam tindak pidana korupsi adalah19
a. Penyuapan Pegawai Negeri Sipil atau penyelenggara negara
b. Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima suap
c. Suap hakim dan suap advokat
d. Pegawai Negeri Sipil atau penyelenggara negara yang menerima hadiah
yang berkaitan dengan jabatannya
e. Hakim dan advokat yang menerima suap
2. Penggelapan dalam jabatan
Tindak pidana penggelapan dalam jabatan merupakan tindak pidana yang berlaku
bagi seseorang yang memiliki jabatan di perusahaan swasta dan instansi
pemerintah. Jika seseorang melakukan penggelapan dalam jabatan di perusahaan
swasta, maka tindak pidana tersebut diatur dalam pasal 374 KUHP. Namun,
apabila seseorang melakukan penggelapan dalam jabatan di instansi pemerintah,
maka tindak pidana tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.14
Macam-macam tindak pidana penggelapan jabatan adalah sebagai berikut: 15
a. Terdakwa diserahi untuk menyimpan barang yang digelapkan karena
hubungan pekerjaan
b. Terdakwa menyimpan barang karena jabatan
c. Terdakwa menyimpan barang karena mendapatkan upah

14
Muh. Thezar dan St. Nurjannah. 2020. “Tindak Pidana Penggelapan dalam Jabatan”. Jurnal Alauddin Law
Development. Vol. 2, No. 3, 03 November 2020. Makassar: Universitas Islam Negeri Alauddin.
15
ibid
3. Pemerasan
Pemerasan merupakan tindak pidana berupa :16
a. Pejabat atau penyelenggara memanfaatkan diri sendiri atau orang lain
secara tidak sah, menyalahgunakan kekuasaannya untuk memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran
dengan potongan harga, atau melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri.
b. Pejabat atau pengelola negara meminta, menerima pekerjaan,
menyerahkan barang untuk melaksanakan fungsinya.
c. Pejabat dan pengelola negara yang menggunakan tanah negara
mempunyai hak pakai.
4. Perbuatan curang
Perbuatan curang dalam tindak pidana korupsi adalah :17
a. Ahli bangunan atau penjual bahan bangunan pada waktu menyerahkan
bahan bangunan berbuat curang agar dapat membahayakan keamanan
orang atau barang tersebut
b. Orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan
bangunan sengaja membiarkan perbuatan curang tersebut
c. Orang yang menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia
atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang
yang dapat membahayakan keselamatan negara
d. Orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara
Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
sengaja mmebiarkan perbuatan curang tersebut.
5. Gratifikasi
Gratifikasi adalah sikap melawan hukum yang berupa menerima pemberian
segala macam bentuk barang atau uang yang diterima di dalam negeri mauun di
luar negeri dengan sarana elektronik maupun tanpa sarana elektronik.18
Contoh pemberian yang dikategorikan sebagai gratifikasi adalah :
a. Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terimakasih karena telah
dibantu
b. Hadiah atau sumbangan rekanan yang diterima pejabat pada saat
perkawinan anaknya
c. Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau pegawai negeri atau
keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-Cuma
d. Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat atau pegawai negeri untuk
pembelian barang atau jasa dari rekan
e. Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekan pejabat atau pegawai
negeri
3. Faktor Pendukung Tindak Pidana Korupsi

16
Ninik Alfiyah. 2021. “Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Korupsi Bantuan Sosiali di Masa Kedaruratan
Pandemi Covid-19”. Jurnal Education and Development. Vol. 9, No. 2, Mei 2021
17
Ibid
18
Yasmirah Mandasari Saragih. 2017. “Problematika Gratifikasi Dalam Sistem Pembuktian Tindak Pidana
Korupsi (Analisis Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Uundang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”. Jurnal Hukum Responsif. Vol. 5, No. 5, Oktober 2017.
Medan: Universitas Pembangunan Panca Budi
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana korupsi
adalah:19
1. Pendidikan agama yang lemah
2. Pelaku korupsi tidak menerima sanksi yang keras atau berat
3. Sistem pemerintahan yang tidak transparan atau good government.
4. Faktor ekonomi
5. Kurangnya manajemen yang baik
6. Pengawasan yang tidak efektif dan efisien
7. Adanya perkembangan nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat atau modernisasi

II. PENEGAKAN HUKUM


Menurut John Rawls, penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan tiga unsur
utama yaitu kepastian hukum, keadilan hukum dan kemanfaatan hokum.20
Menurut Jimly Asshiddiqie, penegakan hukum adalah upaya seluruh subjek hukum
dalam hubungan hukum, khususnya penegakan hukum, untuk menegakkan norma-norma
hukum guna mewujudkan nilai-nilai kemasyarakatan.
Hal serupa juga dijelaskan oleh Gustav Radbruch yang menyatakan bahwa penegakan
hukum adalah upaya untuk mencapai keadilan berdasarkan hati nurani 21.
Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum adalah suatu langkah untuk mencapai
tujuan hukum, khususnya penyelenggaraan peradilan dan penegakannya 22.
Abdulkadir Muhammad menjelaskan penegakan hukum adalah upaya penegakan
hukum, pengawasan pelaksanaannya agar tidak terjadi pelanggaran, dan pemulihan hukum
yang dilanggar agar diperkuat.23
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat dapat disimpulkan bahwa penerapan UU
merupakan upaya untuk menjamin kepastian hukum, legalitas, keadilan hukum, dan
kepentingan dalam kehidupan masyarakat, yang dilaksanakan oleh semua subjek hukum
yang mempunyai hubungan hukum.

III. TEORI PENEGAKAN HUKUM OLEH LAWRENCE M. FRIEDMAN


19
Ihsan Asmar, Nur Azisa dan Haeranah. 2021. “Pertimbangan Hakim Terhadap Penegakan Hukum Tindak
Pidana
Korupsi Dana Desa”. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Vol. 6, No. 1, 09 Mei
2021. Makassar: Universitas Hasanuddin.
20
Hasaziduhu Moho. 2019. “Penegakan Hukum di Indonesia Menurut Aspek Kepastian Hukum, Keadilan dan
Kemanfaatan”. Jurnal Ilmiah Warta Darmawangsa. Vol. 13, No. 1, Januari 2019. Medan: Universitas
Dharmawangsa.
21
Ucuk Agiyanto. 2018. “Penegakan Hukum di Indonesia: Eksplorasi Konsep Keadilan Berdimensi
Ketuhanan”.
Jurnal Ilmiah Hukum. Ponorogo: Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
22
Mohammad Faisal. 2016. “Penegakan Hukum Terhadap Penutupan Jalan Tanpa Izin”. Jurnal Legal Opinion.
Palu: Universitas Tadaluko.
23
Tony Yuri Rahmanto. 2019. “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penipuan Berbasis Transaksi
Elektronik”. Jurnal Penelitian Hukum De Jure. Vol. 19, No. 1, 01 Maret 2019. Jakarta Selatan: Badan
Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM.
Menurut Lawrence M.Friedman, terdapat tiga indikator yang menjadi tolak ukur
penilaian penegakan hukum dalam masyarakat yaitu :
a. Substansi Hukum
Substansi atau Sifat hukum meliputi standar dan pola perilaku tingkah laku manusia,
serta peraturan hukum dan undang-undang tertulis yang ada dan berlaku di tempat
umum. Lawrence Tuan Friedman menggunakan teori H.L.A.Hart menegaskan, isi
undang-undang memuat peraturan perundang-undangan mengenai jalannya suatu
lembaga .24
b. Struktur Hukum
Menurut Friedman, struktur hukum disebut juga lembaga hukum, khususnya
kerangka yang membentuk dan membatasi keseluruhan. Unsur struktur hukum
adalah struktur organisasi penegak hukum, seperti: polisi, kejaksaan, pengadilan, dan
lembaga pemasyarakatan.25
c. Budaya Hukum
Budaya hukum Menurut Lawrance M. Friedman, budaya hukum adalah sikap
manusia terhadap hukum yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari
atau disalahgunakan. 26
Indikator penilaian penegakan hukum menurut teori Lawrence M.Friedman merupakan
indikator yang bersifat kumulatif. Indeks ini tidak mengukur ketiga metrik secara terpisah
atau ketiga metrik tersebut dihubungkan bersama. Jadi dapat dikatakan pengukuran
dilakukan secara keseluruhan dengan variabel yang satu mempengaruhi variabel yang lain. 27

IV. PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA DALAM


PERSPEKTIF TEORI LAWRENCE M. FRIEDMAN
A. Substansi Hukum
Untuk penegakan hukum tindak pidana korupsi, negara Indonesia mempunyai
mperaturan perundang-undangan terkait pemberantasan tindak pidana korupsi.
Salah satu peraturan perundang-undangan yang mengatur pemberantasan tindak
pidana korupsi adalah Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi digabungkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Dari peraturan perundang-undangan tersebut, terdapat jenis

24
Herianto Yudhistiro Wibowo. 2019. “Peran Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan
Daerah dalam Upaya Mencegah Tindak Pidana Korupsi di Kabupaten Cilacap (Studi Tentang Efektifitas
Keputusan Jaksa Agung RI Nomor: Kep152/A/JA.10/2015)”. Jurnal Idea Hukum. Vol. 5, No. 1, Maret
2019. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman.
25
Herianto Yudhistiro Wibowo. 2019. “Peran Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan
Daerah dalam Upaya Mencegah Tindak Pidana Korupsi di Kabupaten Cilacap (Studi Tentang Efektifitas
Keputusan Jaksa Agung RI Nomor: Kep152/A/JA.10/2015)”. Jurnal Idea Hukum. Vol. 5, No. 1, Maret
2019. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman
26
Ibid
27
Zainab Ompu Jainah. 2011. “Membangun Budaya Hukum Masyarakat Penegak Hukum dalam Pemberantasan
Tindak Pidana Narkotika (Studi Tentang Lahirnya Badan Narkotika Nasional). Jurnal Keadilan Progresif.
Vol. 2, No. 2, September 2011. Lampung: Universitas Bandar Lampung.
pidana yang dijatuhkan oleh hakim untuk tindak pidana korupsi, seperti pidana penjara
seumur hidup, pidana penjara, denda, dan hukuman mati.28
Meskipun peraturan perundang-undangan tersebut masih terdapat 5 125 perbuatan
tindak pidana korupsi di Indonesia dari tahun 2017 hingga 202140 , dimana tindak
pidana korupsi dilakukan oleh jaksa Dr. Pinangki Sirna yang dilakukan Malasari, S.H.,
M.H. Hal ini menunjukkan penegakan hukum terkait indeks bahan hukum di Indonesia
masih belum efektif.
B. Struktur Hukum
Dalam rangka penegakan hukum tindak pidana korupsi, Negara Indonesia memiliki
penegak hukum yang memiliki kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus
perkara tindak penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat negara atau
badan-badan negara guna menciptakan keadilan, ketentraman dan ketertiban dalam
negara dan masyarakat. Untuk mencapai keberhasilan penegakan hukum atas tindak
pidana korupsi diperlukan komitmen dan kerjasama yang baik antara penegak hukum,
seperti polisi, jaksa, hakim, advokat, masyarakat dan Komisi Pemberantasan Korupsi.29
Dalam sistem hukum Indonesia, penyidikan dan penyidikan korupsi dilakukan oleh
penyidik kepolisian. Namun setelah memasuki masa reformasi, kejahatan korupsi
semakin meluas dan terbentuklah Komite Pemberantasan Korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi menjalin hubungan otoritatif dengan penyidik dan
jaksa kepolisian , khususnya dalam melakukan penyidikan, penyidikan, dan penuntutan
terkait dengan tindak pidana korupsi. Hubungan kekuasaan ketiga lembaga ini tidak
mencakup satuan khusus. Ketiganya memulai proses hukum terhadap pelaku tindak
pidana korupsi berdasarkan laporan dugaan korupsi.
Dalam menjalankan tugasnya, apabila terbukti ada yang melakukan tindak pidana
korupsi dan terbukti melawan hukum, maka penegak hukum wajib memproses perbuatan
tersebut dengan hukuman yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku tanpa memandang status dan jabatannya.
Namun pada kenyataanya, masih terdapat banyak penegak hukum yang melakukan
tindak pidana korupsi, seperti terdapat 22 hakim, 7 jaksa dan 2 polisi pada Tahun 2004
hingga Tahun 201844, salah satunya adalah tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh
Jaksa Dr. Pinangki Sirna Malasari, S.H., M.H. Hal ini menunjukkan bahwa penegakan
hukum dalam indikator struktur hukum yang ada di Negara Indonesia masih belum
berjalan efektif.

C. Budaya Hukum

28
Rae, Gradios Nyoman Tio. 2020. Good Governance dan Pemberantasan Korupsi. Jakarta: Saberro Inti
Persada.
29
Faisal Santiago. 2017. “Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi oleh Penegak Hukum untuk Terciptanya
Ketertiban Hukum”. Jurnal Pagaruyuang Law. Vol. 1, No.1, Juli 2017. Sumatera Barat: Universitas
Muhammadiyah Sumatera Barat.
Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat. Hal ini terlihat
dari Semakin tinggi kesadaran masyarakat maka semakin baik pula budaya hukumnya.
Tingkat kepatuhan masyarakat menjadi tolak ukur tingkat penegakan hukum45 namun
kenyataannya masih banyak kasus puas sebanyak kasus. Di Indonesia, masih terdapat
kasus korupsi dalam bentuk suap46, dimana terdapat pelanggaran korupsi. berupa suap
yang dilakukan jaksa Dr. Pinangki Sirna Malasari, S.H., M.H. yang menerima hadiah atau
janji dengan Joko Soegiarto Tjandra.30
Hal ini menunjukkan bahwa penegakan hukum pada indikator budaya hukum yang
ada di Indonesia masih belum efektif.

CONCLUSIONS
Penegakan hukum tindak pidana korupsi di Negara Indonesia dalam perspektif teori
Lawrence M. Friedman, masih belum berjalan efektif. Hal ini dilihat dari sudah adanya
peraturan perundang-undangan dan penegak hukum seperti jaksa, polisi dan
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengatur tindak pidana korupsi di Negara
Indonesia, namun masih saja terdapat kasus-kasus korupsi, bahkan dalam kasus tersebut
terdapat pula tersangka tindak pidana korupsi yang merupakan penegak hukum itu sendiri
yang mana hal ini dimungkinkan terjadi karena kesadaran hukum dari penegak hukum
atau masyarakat tersebut kurang.

SUGGESTION
Bila ditinjau dari teori penegakan hukum oleh Lawrence M. Friedman, perlu adanya
kesadaran hukum dari masyarakat dan penegak hukum untuk tidak melakukan tindak
pidana korupsi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memperkuat pendidikan agama,
sehingga dapat memunculkan sikap sadar dan takut akan hukum yang berlaku.

REFERENCES
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Buku
Alamsyah, Wana, Kinerja Penindakan Kasus Tindak Pidana Tahun 2020, Indonesia
Corruption Watch, 2020.

30
(https://news.detik.com/berita/d5672467/
jejakkontroversipinangkidarivonisdisunathinggaresmidipecat#:~:text=Pinangki%20telah%20dinyatakan
%20bersalah%20melakukan,Soegiarto%20Tjandra%20atau%20Djoko
%20Tjandra, diakses pada 6 Agustus 2021).
Jaya, I Made Laut Mertha, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Yogyakarta:
Quadrant, 2020.
Rae, Gradios Nyoman Tio, Good Governance dan Pemberantasan Korupsi. Jakarta:
Saberro Inti Persada, 2020.
Sujarweni, V. Wiratna, Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustakabarupress, 2020.
Jurnal
Ahmad Fahd Budi Suryanto, “Penegakan Hukum dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi
Suap Menyuap dan Gratifikasi di Indonesia”, Jurnal Dharmasisya, Vol. 1, No. 2, 02
Juni 2021. Jakarta: Universitas Indonesia.
Depri Liber Sonata, “Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris: Karakteristik
Khas dari Metode Meneliti Hukum”, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 8, No. 1, Januari-Maret
2014. Lampung: Universitas Lampung.
Edita Elda, “Arah Kebijakan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia:
Kajian Pasca Perubahan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi”, Jurnal
Lex Lata Ilmiah Ilmu Hukum, Vol. 1, No. 2, 2019. Palembang: Universitas Sriwijaya.
Fadli M Iskandar, “Praktik Tindak Pidana Korupsi dalam Peradilan Indonesia dan
Upaya Pencegahan Korupsi oleh Penegak Hukum di Indonesia”, Jurnal Khazanah
Multidisiplin, Vol. 3, No. 1, 2020. Bandung: UIN Sunan Gunung Djati.
Faisal Santiago, “Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi oleh Penegak Hukum untuk
Terciptanya Ketertiban Hukum”, Jurnal Pagaruyuang Law, Vol. 1, No.1, Juli 2017.
Sumatera Barat: Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat.
Florentinus Sudirman, “Mencegah Korupsi di Derah dengan Pengawalan oleh Kejati”,
Jurnal Legalitas, Vol. 2, No. 1, Juni 2017. Samarinda: Universitas 1945 Samarinda.
Gress Gustina Adrian Pah, Echwan Iriyanto, Laely Wulandari, “Analisis Yuridis
Penjatuhan Pidana Oleh Hakim dalam Tindak Pidana Korupsi”, Jurnal Lentera
Hukum, Vol. 1, No.1, April 2014. Jember: Universitas Jember.
Hasaziduhu Moho, “Penegakan Hukum di Indonesia Menurut Aspek Kepastian Hukum,
Keadilan dan Kemanfaatan”, Jurnal Ilmiah Warta Darmawangsa, Vol. 13, No. 1,
Januari 2019. Medan: Universitas Dharmawangsa.
Herianto Yudhistiro Wibowo, “Peran Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan
Pembangunan Daerah dalam Upaya Mencegah Tindak Pidana Korupsi di Kabupaten
Cilacap (Studi Tentang Efektifitas Keputusan Jaksa Agung RI Nomor:
Kep152/A/JA.10/2015)”,
Jurnal Idea Hukum, Vol. 5, No. 1, Maret 2019. Purwokerto: Universitas Jenderal
Soedirman.
Ihsan Asmar, Nur Azisa dan Haeranah, “Pertimbangan Hakim Terhadap Penegakan
Hukum Tindak Pidana Korupsi Dana Desa”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Vol. 6, No. 1, 09 Mei 2021. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Mohammad Faisal, “Penegakan Hukum Terhadap Penutupan Jalan Tanpa Izin”, Jurnal
Legal Opinion, 2016. Palu: Universitas Tadaluko.
Muh. Thezar dan St. Nurjannah, “Tindak Pidana Penggelapan dalam Jabatan”, Jurnal
Alauddin Law Development, Vol. 2, No. 3, 03 November 2020. Makassar: Universitas
Islam Negeri Alauddin.
Ninik Alfiyah, “Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Korupsi Bantuan Sosiali di Masa
Kedaruratan Pandemi Covid-19”, Jurnal Education and Development, Vol. 9, No. 2,
Mei 2021.
Nurbadri, “Penegakan Hukum”, Jurnal Academia, 2010. Jakarta.
Nur Mauliddar, Mohd. Din dan Yanis Rinaldi, “Gratifikasi Sebagai Tindak Pidana
Korupsi Terkait Adanya Pelaporan Penerimaan Gratifikasi”, Jurnal Ilmu Hukum,
Vol. 19, No.1, April 2017. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.
Oksidelfa Yanto, “Efektivitas Putusan Pemidanaan Maksimal Bagi Pelaku Tindak Pidana
Korupsi dalam Rangka Pengetasan Kemiskinan”, Jurnal Hukum, Vol. 1, No. 2,
Agustus 2017. Tangerang Selatan: Universitas Pamulang.
Rizkika Maharani Loventa, “Analisis Putusan Pengadilan Negeri Kasus Tindak Pidana
Korupsi oleh Asrianto Zainal, “Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Oleh
Kejaksaan”, Jurnal Penelitian, Vol. 11, No. 2, November 2016. Kendari: Institut
Agama Islam Negeri.
Darda Pasmatuti, “Perkembangan Pengertian Tindak Pidana Korupsi Dalam Hukum
Positif di Indonesia”, Jurnal Ensiklopedia Sosial Review, Vol. 1, No. 1, 2019.
Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian. Kepolisian Republik Indonesia
(Studi Kasus Putusan Nomor 01/Pid.Sus.TPK/2017/PM.Mdn)”, Jurnal Combines, Vol.
01, No. 01, Februari 2021. Batam: Universitas Internasional Batam.
Shintamany Nesyicha Syahril dan Rasji, “Pemangkasan Hukuman Pidana Terhadap
Pelaku Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Gender dalam Perspektif Filsafat
Hukum”, Jurnal Serina. Vol. 1, No. 1, 2021. Jakarta Barat: Universitas Tarumanagara.
Siti Syahida Nurani, “Konstruksi Putusan Hakim Tindak Pidana Korupsi yang
Berprespektif Transendental”, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum, 2018. Kupang: Universitas
Muhammadiyah Kupang.
Tony Yuri Rahmanto, “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penipuan Berbasis
Transaksi Elektronik”, Jurnal Penelitian Hukum De Jure, Vol. 19, No. 1, 01 Maret
2019. Jakarta Selatan: Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM.
Ucuk Agiyanto, “Penegakan Hukum di Indonesia: Eksplorasi Konsep Keadilan
Berdimensi Ketuhanan”, Jurnal Ilmiah Hukum, 2018. Ponorogo: Universitas
Muhammadiyah Ponorogo.
Yasmirah Mandasari Saragih, “Problematika Gratifikasi Dalam Sistem Pembuktian
Tindak Pidana Korupsi (Analisis Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo.
Undang-Uundang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi”, Jurnal Hukum Responsif, Vol. 5, No. 5, Oktober 2017. Medan: Universitas
Pembangunan Panca Budi.
Yenni Wiranti dan Ridwan Arifin, “Tantangan dan Permasalahan Penegakan Hukum
Tindak Pidana Korupsi di Indonesia”, Jurnal Kosmik Hukum, Vol. 20, No. 1, 2020.
Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Widayati, “Penegakan Hukum dalam Negara Hukum Indonesia yang Demokratis”,
Jurnal Publikasi Ilmiah, 2018. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Zainab Ompu Jainah, “Membangun Budaya Hukum Masyarakat Penegak Hukum dalam
Pemberantasan Tindak Pidana Narkotika (Studi Tentang Lahirnya Badan Narkotika
Nasional)”, Jurnal Keadilan Progresif, Vol. 2, No. 2, September 2011. Lampung:
Universitas Bandar Lampung.
Internet
Anti Corruption Clearing House.
https://acch.kpk.go.id/id/statistik/tindak-pidanakorupsi/tpk-berdasarkan-profesi-
jabatan.
Detiknews.
https://news.detik.com/berita/d5672467/jejakkontroversipinangkidarivonisdisunathing
garesmidipecat#:~:text=Pinangki%20telah%20dinyatakan%20bersalah
%20melakukan,Soegiarto%20Tjandra%20atau%20Djoko%20Tjandra, diakses pada 6
Agustus 2021.
Mahkamah Agung Republik Indonesia .
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/index/pengadilan/mahkamahagung/
kategori/korupsi-1.html.
Mahkamah Agung. Republik Indonesia.
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/index/pengadilan/mahkamahagung/
kategori/gratifikasi-1/page/3.html

You might also like