Sekolah Tinggi Agama Islam Pati, Indonesia
Sekolah Tinggi Agama Islam Pati, Indonesia
Sekolah Tinggi Agama Islam Pati, Indonesia
Setelah PKI ditumpas, pemerintahan Orde Baru dipimpin oleh Presiden Soeharto terus
melakukan reformasi dan pembangunan di segala bidang termasuk pendidikan. Ketetapan
MPRS Nomor: XXVII/Tap/MPRS/1966 yang isinya Tujuan pendidikan adalah melahirkan
manusia pancasila sejati ketentuan yang dikehendaki dalam pembukaan UUD 1945, Jadi
pikirkan tentang upaya reformasi pendidikan. Sejak 1959, Indonesia terletak di dasar manifesto
politik USDEK (UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan
Karakter Indonesia). Manipol-Usdek sebagai “dewa” dalam kehidupan politik maupun dalam
segala bidang hidup termasuk dalam bidang pendidikan. Keputusan Presiden No. 145 tahun
Tahun 1965, tujuan pendidikan nasional pada era Orde Lama dicocokkan dengan manipol-
USDEK. Objektif pendidikan yang diterapkan adalah Panca Wardana (5 titik pengembangan).
Objektif Pendidikan ini tidak berlangsung lama dan ditinggalkan setelah merebaknya peristiwa
tersebut Gram 30/S/PKI tahun 1965 (Abdullah, 2011).
Rakyat mulai menyadari bahwa niat politik PKI tertahan tujuan pendidikan dengan
menggunakan pancasila sebagai tameng. Keluarnya Ketetapan MPRS No. XXVII Tahun 1966
menghapus Ketetapan tersebut Presiden No. 145 Tahun 1965 dan Keputusan Presiden No. 19
Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem pendidikan nasional pancasila dinyatakan tidak
berlaku lagi. Pada akhir tahun 1965 Penumpasan PKI berhasil dilakukan oleh ABRI dan rakyat,
tetapi politik PKI tidak hilang karena tidak dibubarkan oleh pemerintah (Presiden).
Ketidakpuasan dari masyarakat atas ketidaktegasan Presiden Sukarno terhadap demonstrasi
terus menuntut tritura yang isinya merupakan politik larangan terhadap PKI di Indonesia yang
berdampak dikeluarkannya Supersemar 11 Maret 1966. Pada tahun 1966 terjadi dualisme
kepemimpinan antara Soeharto dan Sukarno. Penerbitan TAP MPR Nomor: XIII/MPRS/1966
tanggal 25 Juli 1966 yang membawa Soeharto membentuk kabinet Presiden baru, di sisi lain,
memegang kekuasaan pemerintahan serta kepala negara. Sukarno sebagai kepala negara dan
Soeharto sebagai kepala negara yang menjalankan kerusuhan, MPRS diadakan sidang khusus
bertepatan pada tanggal 7-12 Maret 1967 yangmenghasilkan Ketetapan Nomor:
XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan negara juga pemerintahan Presiden
Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai presiden (Syaharuddin dan Susanto, 2019; Zuhdi,
dkk., 2018)
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk dapat berproses dan
berinteraksi di dunia luar dengan semua masyarakat sekitar. Pendidikan juga menjadi salah
satu bekal terpenting untuk masa depan (Nizar, 2009). Kita telah mengenal pendidikan itu sejak
dulu zaman sebelum kemerdekaan Indonesia sampai sekarang. Pendidikan menjadi satu hal
utama yang harus diperhatikan karena pendidikan mampu membentuk karakter pribadi semua
orang jika mereka benar-benar melakukannya. Pendidikan adalah sebuah proses belajar
tentang moral, pengetahuan dan keterampilan yang menjadi kebiasaan sekelompok orang
secara turun-temurun untuk melakukan pengajaran, observasi, pelatihan atau penelitian
(Suharto, 2005). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat (1), pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk menciptakan suasana belajar dan proses belajar sehingga siswa secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang dibutuhkan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara (https://institusi.ridtekdkti.go.id).
Secara langsung atau tidak langsung pendidikan mampu memberi kita pengetahuan baru,
membentuk karakter pribadi yang lebih baik dan memudahkan kita memulai karir masa depan.
Pendidikan menurut salah seorang tokoh yaitu M.J. Langeveld (1980), adalah upaya yang
dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang orang dewasa untuk mencapai kedewasaan
seseorang, terutama anak-anak yang masih belum dewasa (https://www.academia.edu).
Sejarah pendidikan mencatat bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
kualitas pendidikan terendah dibandingkan dengan negara-negara lain, meskipun ada upaya
pemerataan sistem pendidikan dilakukan dan dianggap peningkatan yang signifikan (CNN
Indonesia). Pendidikan saat ini Secara umum, mungkin sudah dilakukan di hampir seluruh
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, metode sejarah (Sjamsudin, 2012). Metode
sejarah dapat dikatakan suatu proses mengkaji, menganalisa dan membaca secara kritis
redaksional buku teks dan mengaitkan dengan kondisi masyarakat pada tahun
berlangsungnya kurikulum 1975. Penggunaan metode historis dalam penulisan artikel ini
dilakukan melalui 4 tahap penelitian, yaitu: (1) Heuristik, menghimpun bahan-bahan atau
sumber melalui studi kepustakaan, (2) Kritik sumber, menyeleksi data-data yang telah
terkumpul melalui kritik intern dan kritik ekstern, (3) Interpretasi (4) Historiografi. Topik dalam
pembuatan artikel ini sudah ditentukan oleh ibu/bapak dosen mata kuliah “sejarah pendidikan”
sedangkan sistematika berikutnya mulai dari pembuatan judul, abstrak, inti, pendahuluan
hingga pembahasan menggunakan literatur baca mulai dari e-book, jurnal, artikel, makalah,
laporan penelitian terdahulu, karya ilmiah, ensiklopedia, internet, dan sumber-sumber lainnya.
Dalam pembuatan artikel juga terdapat sistem mengumpulkan informasi yang terpecaya
(relevan) dengan topik yang sudah ditentukan dari pembahasan sebelumnya.
Karakteristik Pendidikan Indonesia Antara Tahun 1965 Hingga Runtuhnya Orde Baru
Orde baru berkuasa selama kurang lebih 32 tahun (tahun 1965-1998), pada awal orde baru
secara umum tujuan pendidikan adalah untuk membantu manusia yang berjiwa pancasila,
cerdas, terampil, dan berbudi pekerti luhur serta berkepribadian indonesia yang bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan pembangunan. Politik pendidikan yang diambil oleh pemerintah
orde baru, memiliki karakteristik diantaranya adalah sentralistik, depolitisasi masyarakat,
penguatan kekuasaan pemerintah, dan terkesan kurang serius. Walaupun, dalam undang-
undang dan lembaga pendidikan menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pendidikan, itu tidak secara tegas dinyatakan karakteristik sentralistik tersebut, namun pada
pasal demi pasal dapat dilihat tidak adanya keterlibatan pemerintah daerah dan lembaga
pendidikan untuk menentukan kebijakan yang berkaitan denga pelaksanaan pendidikan.
Selain itu, pemerintah orde baru juga berupaya menggiring politik pendidikannya pada
upaya depolitisasi masyarakat. Dalam struktur organisasi kamahasiswaan tidak diperkenankan
adanya unit kegiatan mahasiswa yang menjadi wadah aktivitas politik secara praktis dalam
Perguruan Tinggi. Maka siswa tidak diperkenankan berpolitik praktis dikampusnya. Normalisasi
Kegiatan Kampus (NKK) dan Badan Kegiatan Kemahasiswaan (BKK) adalah senjata yang sangat
ampuh untuk meredam meningkatkan pemberdayaan politik mahasiswa.
Pemerintah orde baru juga mengarahkan politik pendidikannya pada penguatan
kekuasaan pemerintah atau negara. Dalam hal ini, semua pegawai negeri yang berkecimpung
di bidang pendidikan tidak diperkenankan untuk menjadi anggota partai politik tertentu.
Kebijakan ini menyebabkan para penyelenggara pendidikan hanya memiliki satu orientasi saja,
yaitu loyalitas terhadap pemerintah. Ciri khas yang terlihat adalah lebih suka memaksakan
gagasan dari pusat ke daerah yakni lebih cenderung bersifat sentralistik, termasuk sistem
pendidikannya pada masa orde baru bersifat sentralistik dimana siswa, guru, bahkan
pendidikan itu sendiri menjadi alat penguasa untuk mempertahankan status quo, begitu pula
arah dan kebijakan pendidikan disesuaikan dengan gerakan pembangunan.
Di dalam mengaktualisasi pembangunannya, Orde baru setiap lima tahun memiliki
program pembangunan, yang dikenal dengan istilah Pelita (Pembangunan Lima Tahun). Dalam
Pelita I merumuskan kedudukan pendidikan tinggi di dalam pembangunan nasional.
Perkembangan berlanjut ketika MPR hasil Pemilu 1973 mengeluarkan ketetapan Nomor
IV/MPR/1973 yang juga dikenal sebagai nama Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang
juga merumuskan tujuan Pendidikan Nasional sebagai berikut "Pendidikan pada hakikatnya
adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar
sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan nasional yang dijadikan GBHN tersebut,
bertujuan bahwa pendidikan nasional tidak lagi membentuk manusia-manusia Indonesia yang
berpancasila sejati, tetapi disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional diarahkan untuk
membentuk manusia-manusia pembangunan yang berpancasila. Kata pembangunan
menjadi menciptakan. Sema ketika penelitian masih dianggap menemukan sesuatu saja bukan
menciptakan sesuatu. Sehingga pendidikan Indonesia masih stagnan dalam ketertinggalan
dengan bangsa lain. Kemiskinan daya cipta yang cukup tinggi dalam pendidikan Indonesia
mengakibatkan seperti pelajaran sejarah SMA masih berkutat berupa hafalan dan kemampuan
kognitif semata dan belum mencapai tahap daya cipta berfikir kritis. Sehingga tidak
mengherankan ketika buku teks pelajaran sejarah dalam dari tahun 1975 sampe 2006 (31
tahun) tidak ada pembaharuan yang signifikan. Komposisi materi cenderung sama hanya
kemudian sudut pandang yang berbeda dan beberapa perbaikan di beberapa materi sejarah
terutama yang berkaitan tentang porpolitikan di Indonesia.
Salah satu hasil Konferensi Cipayung yang terkenal itu ialah lahirnya Proyek Penelitian
Nasional Pendidikan pada 1 Mei 1969 melalui SK Mendikbud Tanggal 26 Mei 1969 Nomor
003/1969. Isi SK tersebut ialah dalam jangka waktu dua tahun (kemudian diubah menjadi tiga
tahun) PPNP harus sudah berhasil menyusun strategi pendidikan nasional. Melalui Proyek
Penilaian Nasional Pendidikan (PPNP) diharapkan hasilnya akan dimanfaatkan oleh Badan
Pengembangan (BPP) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang didirikan melalui
Keputusan Presiden No. 84/1969 tanggal 18 Oktober 1969. Menurut catatan, badan
pengembangan ini merupakan institusi pertama didirikan dalam lingkungan pemerintah yang
kemudian diikuti oleh badan-badan sejenis di departeman-partemen lain.
Tugas dari Badan Pengembangan Pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Mengoordinasikan serta menyelanggarakan penelitian dalam bidang pendidikan.
b. Mengadakan eksperimen-eksperimen dan proyek-proyek perintis dalam rangka
pengembangan pendidikan.
c. Menyiapkan rencana, program, dan kebijaksanaanuntuk Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan.
Orde Baru identik dengan ideologi atau slogan pembangunan. Begitu pula arah dan
kebijakan pendidikan disesuaikan dengan gerakan pembangunan. Di dalam mengatualisasi
pembangunannya, Orde Baru setiap lima tahun memiliki program pembangunan, yang dikenal
dengan istilah Pelita (Pembangunan Lima Tahun).
Persoalan mendasar dari Pelita I adalah bangsa kita dalam kondisi kekurangan tenaga-
tenaga terampil. Tenaga kerja dari lulusan pendidikan kita saat itu menunjukkan bahwa lebih
dari setengah angkatankerjanya mempunyai latar belakang pendidikan di bawah tamatan SD.
Oleh sebab itu, untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah memberikan prioritas tinggi
dalam mengembangkan pendidikan kejuruan sejak Pelita I. sekolah-sekolah kejuruan dibenahi
dan ditingkatkan mutunya dengan pengadaan guru serta instruktur yang berwenang,
pengadaan alat-alat bantu belajar dan mengajar, fasilitas-fasilitas praktik yang sesuai sehingga
diperoleh lulusan sekolah-sekolah kejuruan yang bermutu.
Pada tahun akhir Pelita I telah dibangun sejumlah sekolah dasar baru sehingga dapat
menampung siswa baru sejumlah 720.000 orang. Walaupun begitu, sebenarnya di dalam Pelita
I memang belum secara eksplisit akan dikembangkan perluasan pendidikan dasar. Pelita I
merupakan suatu era rehabilitasi dari sistem pendidikan yang ada.
Dalam Pelita I merumuskan kedudukan pendidikan tinggi di dalam pembangunan
nasional. Kita bisa melihat rumusan tersebut kurang memberikan ruang kebebesan dunia
akademik berkaitan dengan keilmuan dan mendorong kreativitas sehingga memunculkan
ilmuan dan tokoh bangsa. Rumusannya yaitu:
a. Sebagai pusat pemeliharaan, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sesuai dengan kebutuhan pembangunan masa sekarang dan masa mendatang.
b. Mendidik mahasiswa agar berjiwa penuh pengabdian serta memiliki rasa tanggung jawab
yang besar terhadap masa depan bangsa dan negara Indonesia.
c. Mengingatkan mahasiswa sehingga bermanfaat bagi usaha-usaha pembangunan nasional
dan pembangunan daerah.
d. Mengembangkan tata kehidupan kampus yang memadai dan tampak jelas corak
kepribadian Indonesia.
Pada Pelita I, pemerintah mendirikan di lingkungan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan suatu lembaga baru, yaitu Badan Pengembangan Pendidikan (BPP). Tugas BPP
ialah mengadakan penelitian dan pengembangan untuk menunjang program-program
pendidikan. Demikianlah rencana bidang pendidikan di dalam Pelita I mulai disempurnakan
berdasarkan informasil dan data yang dikumpulkan oleh BPP. Selanjutnya, mulai terasa bahwa
untuk memperoleh rencana yang baik diperlukan datadata yang cukup memadai dari
lapangan.
Perkembangan berlanjut ketika MPR hasil Pemilu 1973 mengeluarkan ketetapan nomor
IV/MPR/1973 yang juga dikenal dengan nama Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang
juga merumuskan tujuan Pendidikan Nasional sebagai berikut, "Pendidikan pada hakikatnya
adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemamluan di dalam dan diluar
sekolah dan berlangsung seumur hidup. Oleh karenanya, agar pendidikan dapat dimiliki oleh
seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu, pendidikan menjadi
tanggung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pembangunan dibidang pendidikan
didasarkan atas falsafah negara, Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia
pembangunan yang berpancasila dan untuk membentuk Indonesia yang sehat jasmani dan
rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan
tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tanggung rasa, dapat
mengembangkan kecerdasan yang tinggi, dan mencintai sesama manusia sesuai dengan
ketentuan yang termaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
pengembangan jati diri bangsa Indonesia melalui Mata Kuliah Dasar Umum yang dimaksudkan
untuk menyiapkan pendidik yang religious, nasionalis, patriotik, dan kepribadian luhur.
Pengelompokan kurikulum waktu itu adalah Kelompok Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU),
Mata Kuliah Dasar Kependidikan (MKDK), Mata Kuliah Penguasaan Bidang Studi (MKPBM).
MKDK dan MKPBM adalah mata kuliah untuk menyiapkan calon pendidik menguasai
kompetensi akademik bidang studi yang dilandasi dengan MKDU.
Untuk kurikulum 1984, pendidikan guru masih sama dengan kurikulum 1975 yaitu
dilaksanakan dengan sistem concurrent atau terintegrasi, yaitu terintegrasi antara pendidikan
akademik dan pendidikan profesi yang ditandai dengan pemberian ijazah dan akta mengajar
bagi setiap lulusannya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk apresiasi pendidikan kepada siswa
yang belajar sebagai hasil akhir dari sebuah proses pendidikan. Kaitannya dengan ijazah dan
akta mengajar ini menjadi sebuah landasan dalam penentuan kategori mengajar mata
pelajaran atau mata kuliah sesuai dengan kurikulum yang sedang dilaksanakan.
Untuk kurikulum 1994, pendidikan guru pendekatannya adalah topik inti (content based
curriculum), yang menekankan hasil belajar pada keutuhan penguasaan substansi ilmu, dan
dikelompokkan ke dalam Mata Kuliah Umum (MKU), Mata Kuliah Dasar Kependidikan (MKDK),
Mata Kuliah Keahlian I(MKK I) dan Mata Kuliah Keahlian II (MKK II). MKK I adalah kelompok
mata kuliah untuk pengembangan kompetensi akademik kependidikan, dan MKK II adalah
kelompok mata kuliah untuk pengembangan kompetensi akademik bidang studi. Pendidikan
guru adalah cara pemerintah merintis standar nasional pendidikan. Dengan adanya guru yang
profesional maka akan terbentuk generasi yang memahami kemampuan pengetahuan dan
ketrampilan dalam kehidupan.
Pada implementasi (pelaksanaan) kurikulum tersebut, LPTK pernah menerapkan kebijakan
untuk menyiapkan lulusannya tidak hanya menguasai kemampuan utama sesuai program
studinya, tetapi juga kewenangan tambahan yang dikenal dengan program Post Secondary
Subject Matter(PSSM) dengan beban belajar kurang lebih 20 sks, sebagai contoh mahasiswa
Program Studi Pendidikan Luar Biasa dapat mengambil PSSM Pendidikan Bahasa. Namun
program tersebut kurang sempurna dalam pelaksanaannya, terutama dalam koordinasi
pelaksanaan pembelajaran lintas program studi, dan lintas fakultas.
Pendidikan Guru (SPG) untuk mengatasi kekurangan guru. SPG sebenarnya sudah
dicanangkan sejak tahun 1964, tetapi pelaksanaannya di setiap daerah baru terlaksana mulai
tahun 1967. Pada tahun 1960-an, terdapat 82 SPG di Indonesia. Jumlah ini menurun pada tahun
1961-1965 yang kemudian meningkat kembali menjadi 123 SPG. Pada saat dilaksanakan
kebijakan SPG , kurikulum yang digunakan adalah kurikulum SPG tahun 1968 yang kemudian
disempurnakan menjadi kurikulum SPG tahun 1976. Penggantian kurikulum ini berdasarkan
Keputusan Menteri P dan K tanggal 21 Juli 1976 No.0185/U/1976 tentang Pembakuan
Kurikulum SPG. Menjelang tahun 1980, SPG negeri mulai dikurangi karena jumlah guru yang
dibutuhkan oleh sekolah-sekolah mulai tercukupi. SPG secara bertahap kemudian
dialihfungsikan menjadi sekolah menengah atas lainnya.
Alih fungsi tersebut dimulai pada tahun 1989 dan berakhir pada tahun 1990. Pada saat
itu, SPG dialihfungsikan menjadi SMA, SMK, STM, SKK, maupun sekolah menengah atas lainnya.
IKIP maupun FKIP yang semula dimaksudkan mendidik guru SLTA kemudian juga mendidik
guru SLTP dengan menyelenggarakan PGSLP dengan beasiswa pada tahun 1970-an di
samping juga menyelenggarakan PGSLA. Pada tahun 1989, SPG dilebur ke dalam IKIP/FKIP .
Dalam perkembangannya lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) juga berfungsi
mendidik calon guru TK dan SD melalui program PGTK dan PGSD. Pada tahun 1999 dan 2000,
sepuluh IKIP berubah nama menjadi universitas dengan tetap mengemban tugas sebagai
lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK). Jumlah tersebut terus bertambah, terutama
dengan berkembangnya jumlah Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) swasta.
(LITBANG KOMPAS)
memberikan kendala dan peluang bagi pendidikan, yaitu kendala-kendala yang dihadapi oleh
dunia pendidikan di Indonesia;
a. Mutu pedidikan yang masih rendah dan tingginya angka putus sekolah.
b. Belum dimanfaatkan secara maksimal ilmu dan teknologi bagi kemajuan pendidikan,
karena rendahnya penguasaan teknologi para pelaku pendidikan.
c. Belum berkembangnya budaya belajar dikalangan masyarakat.
d. Profesionalisme dan tingkat kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan yang masih
belum sesuai.
e. Menurunnya status kesehatan dan gizi sebagian peserta didik sebagai dampak krisis
ekonomi.
f. Terjadi gejala umum menurunnya moral, budi pekerti, rasa toleransi dikalangan peserta
didik dan generasi muda.
Pendidikan yang tengah berlangsung harus mampu mempersiapkan sis minimal lima
kompetensi yang dibutuhkan di era globalisasi ini, yaitu: (1) kompetensi intelektual yakni
kemampuan berpikir dan bernalar, kreatif inovatif, kemampuan memecahkan masalah, dan
kemampuan mengambil keputusan strategis. (2) kompetensi personal, yakni memiliki
keluhuran jiwa dan moral yang baik, berupa kejujuran, disiplin, kemandirian, kritis dan
tanggung jawab, (3) kompetensi komunikatif, yakni memiliki kemampuan bahasa dan
komunikasi dengan orang lain, (4) kompetensi sosial budaya, yakni kemampuan hidup
bersama dan bekerja sama dengan orang lain, dan (5) kompetensi kinestesis vokasional, yakni
kemampuan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung kemajuan
kehidupan global.
Pendidikan menjadi hal yang paling penting untuk memajukan sebuah bangsa baik dari segi
pembangunannya maupun secara pemerintahannya. Orde baru sering disebut sebagai orde
pembangunan atau masa pembangunan dikarenakan pada saat itu pembangunan yang
merata di daerah-daerah indonesia baik itu dipelosok wilayah indonesia tidak hanya itu
pertumbuhan ekonomi juga pada saat itu cukup tinggi dan stabilitas nasional yang sehat dan
dinamis. Pendidikan pada masa Orde Baru terdiri dari pendidikan pancasila, pendidikan agama
dan pendidikan kewarganegaraan. Kurikulum pada masa Orde Baru terdiri dari kurikulum 1968
berisi kelompok pembinaan pancasila, pengetahuan dasar dan kecakapan khusus,
penekananya hanya dalam segi intelektual lalu ada kurikulum 1975 ditekankan agar lebih
efektif dan efisien berdasarkan MBO (management by objective) selanjutnya kurikulum 1984
berisi proccess skill approach model CBSA (cara belajar siswa aktif) atau SAL (student active
learning), kurikulum 1994 berisi muatan nasional dan muatan lokal. Jenis pendidikan pada
masa Orde Baru terdiri atas pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non
formal. Jalur pendidikan pada masa Orde Baru terdapat jalur sekolah dan jalur luar sekolah.
Jenjang pendidikan pada masa Orde Baru terdiri dari jenjang pra sekolah, jejang pendidikan
dasar, jenjang pendidikan menengah dan jenjang pendidikan tinggi. Sistem pendidikan pada
masa Orde Baru terdapat perubahan dari Orde Lama pada pelaksanaannya kegiatan
kependidikan pada era ini difungsikan sebagai instrumen pembangunan ekonomi nasional,
Abdullah, T. (2011). Indonesia dalam Arus Sejarah. Jakarta: Ichtiar Baru Van Haove.
https://attriolong.com. Diakses pada tanggal 27 Maret 2023, pukul 11.00 WIB.
https://www. academia.edu. Diakses pada tanggal 27 Maret 2023, pukul 11.00 WIB.
Mudyahardjo,Reja. 2013. Pengantar Pendidikan. Depok: Raja Grafindo Persada.
Muhammad Rifa’i. 2011. Sejarah Pendidikan Nasional dari Masa Klasik hingga Modern.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Nizar, R. D. (2009). Filsafat Pendidikan: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya.
Jakarta: Kalam Mulia.
Soemanto Wasty dan F.X. Sofyarno, 193. Landasan Historis Pendidikan Indonesia. Surabaya:
Usaha Nasional.
Suharto, E. (2005). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung : Refika
Aditama.
Susanto, Zuhdi, dkk. 2018. Sejarah Indonesia. Yogyakarta: Buku Sekolah Elektronik.
Syaharuddin dan Susanto, Heri. 2019. Sejarah Pendidikan Indonesia (Era Pra kolonialisme
Nusantara Sampai Reformasi). Banjarmasin: Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat.