Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Sekolah Tinggi Agama Islam Pati, Indonesia

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

EDUCATIONIST: Journal of Educational and Cultural Studies

2023, VOL. 2, NO. 1, pp. 173-185


ISSN 2964-4798

Laila Mauludiyah1*, Ainiyyah Yafiatuzabrina2, Heny Kusmawati3


1,2,3Sekolah Tinggi Agama Islam Pati, Indonesia

: Education is the main pillar of the founding of a nation, Riwayat Artikel


education is an effort to design the future of humans as a generation that Received: 21-07-2023
advances a nation, over time the concept of education inseparable from Accepted: 23-07-2023
government policy, changes occur from time to time and even increase in
terms of quality but in its improvement there are also several things that Education System, New
need attention direct. The new order started from 1968 to 1998 when the Order
government was led by TNI H. M. Suharto as a centralized president.
Education policy during the New Order era centralization or also known as
centralization. Implementation of education in the new year In the Order
era, its function was transferred as a national economic instrument
Development in education was carried out under bureaucratic rule
administrative power. Uniformity of teaching methods and evaluation
systems. Focus from This study is about the education system during the
New Order era, educational excellence during the order and the lack of
education during the new order. This research uses qualitative with
historical research methods. In the new order era, the system
progressed,especially in primary schools, the quality of teaching staff is very
poor, however the number of teachers is increasing and continuously being
graduated so that the quality is maintained not as expected.

Setelah PKI ditumpas, pemerintahan Orde Baru dipimpin oleh Presiden Soeharto terus
melakukan reformasi dan pembangunan di segala bidang termasuk pendidikan. Ketetapan
MPRS Nomor: XXVII/Tap/MPRS/1966 yang isinya Tujuan pendidikan adalah melahirkan
manusia pancasila sejati ketentuan yang dikehendaki dalam pembukaan UUD 1945, Jadi
pikirkan tentang upaya reformasi pendidikan. Sejak 1959, Indonesia terletak di dasar manifesto
politik USDEK (UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan
Karakter Indonesia). Manipol-Usdek sebagai “dewa” dalam kehidupan politik maupun dalam
segala bidang hidup termasuk dalam bidang pendidikan. Keputusan Presiden No. 145 tahun
Tahun 1965, tujuan pendidikan nasional pada era Orde Lama dicocokkan dengan manipol-
USDEK. Objektif pendidikan yang diterapkan adalah Panca Wardana (5 titik pengembangan).
Objektif Pendidikan ini tidak berlangsung lama dan ditinggalkan setelah merebaknya peristiwa
tersebut Gram 30/S/PKI tahun 1965 (Abdullah, 2011).

CONTACT: Laila Mauludiyah dyahmaza@gmail.com


© 2023 The Author(s). Published by Literasi Nusantara Publisher.
This is an Open Access article distributed under the terms of the Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivatives License
(http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/), which permits non-commercial re-use, distribution, and reproduction in any medium, provided
the original work is properly cited, and is not altered, transformed, or built upon in any way.
LAILA MAULUDIYAH, AINIYYAH YAFIATUZABRINA, HENY KUSMAWATI 174

Rakyat mulai menyadari bahwa niat politik PKI tertahan tujuan pendidikan dengan
menggunakan pancasila sebagai tameng. Keluarnya Ketetapan MPRS No. XXVII Tahun 1966
menghapus Ketetapan tersebut Presiden No. 145 Tahun 1965 dan Keputusan Presiden No. 19
Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem pendidikan nasional pancasila dinyatakan tidak
berlaku lagi. Pada akhir tahun 1965 Penumpasan PKI berhasil dilakukan oleh ABRI dan rakyat,
tetapi politik PKI tidak hilang karena tidak dibubarkan oleh pemerintah (Presiden).
Ketidakpuasan dari masyarakat atas ketidaktegasan Presiden Sukarno terhadap demonstrasi
terus menuntut tritura yang isinya merupakan politik larangan terhadap PKI di Indonesia yang
berdampak dikeluarkannya Supersemar 11 Maret 1966. Pada tahun 1966 terjadi dualisme
kepemimpinan antara Soeharto dan Sukarno. Penerbitan TAP MPR Nomor: XIII/MPRS/1966
tanggal 25 Juli 1966 yang membawa Soeharto membentuk kabinet Presiden baru, di sisi lain,
memegang kekuasaan pemerintahan serta kepala negara. Sukarno sebagai kepala negara dan
Soeharto sebagai kepala negara yang menjalankan kerusuhan, MPRS diadakan sidang khusus
bertepatan pada tanggal 7-12 Maret 1967 yangmenghasilkan Ketetapan Nomor:
XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan negara juga pemerintahan Presiden
Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai presiden (Syaharuddin dan Susanto, 2019; Zuhdi,
dkk., 2018)
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk dapat berproses dan
berinteraksi di dunia luar dengan semua masyarakat sekitar. Pendidikan juga menjadi salah
satu bekal terpenting untuk masa depan (Nizar, 2009). Kita telah mengenal pendidikan itu sejak
dulu zaman sebelum kemerdekaan Indonesia sampai sekarang. Pendidikan menjadi satu hal
utama yang harus diperhatikan karena pendidikan mampu membentuk karakter pribadi semua
orang jika mereka benar-benar melakukannya. Pendidikan adalah sebuah proses belajar
tentang moral, pengetahuan dan keterampilan yang menjadi kebiasaan sekelompok orang
secara turun-temurun untuk melakukan pengajaran, observasi, pelatihan atau penelitian
(Suharto, 2005). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat (1), pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk menciptakan suasana belajar dan proses belajar sehingga siswa secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang dibutuhkan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara (https://institusi.ridtekdkti.go.id).
Secara langsung atau tidak langsung pendidikan mampu memberi kita pengetahuan baru,
membentuk karakter pribadi yang lebih baik dan memudahkan kita memulai karir masa depan.
Pendidikan menurut salah seorang tokoh yaitu M.J. Langeveld (1980), adalah upaya yang
dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang orang dewasa untuk mencapai kedewasaan
seseorang, terutama anak-anak yang masih belum dewasa (https://www.academia.edu).
Sejarah pendidikan mencatat bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
kualitas pendidikan terendah dibandingkan dengan negara-negara lain, meskipun ada upaya
pemerataan sistem pendidikan dilakukan dan dianggap peningkatan yang signifikan (CNN
Indonesia). Pendidikan saat ini Secara umum, mungkin sudah dilakukan di hampir seluruh

JOURNAL OF EDUCATIONAL AND CULTURAL STUDIES


LAILA MAULUDIYAH, AINIYYAH YAFIATUZABRINA, HENY KUSMAWATI 175

wilayah Indonesia. Sistem Hampir semua pendidikan dilakukan dengan menggunakan


teknologi seperti komputer/laptop, LCD proyektor, handphone, WIFI, dan sebagainya.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan demikian
periode pembangunan nasional. Khususnya dalam bidang pembangunan pendidikan
pendidikan dasar, terjadi lompatan yang sangat signifikan dengan keberadaannya Instruksi
Presiden (Inpres) tentang Pendidikan Dasar. Namun, yang disayangkan adalah penerapan
Inpres ini hanya berlangsung secara kuantitas tanpa diimbangi dengan pertumbuhan yang
berkualitas. Hal terpenting saat ini adalah menghasilkan lulusan yang berpendidikan
semaksimal mungkin tanpa memperhatikan kualitas pengajaran dan hasil pendidikan. Pada
saat itu Pada masa Orde Baru, kurikulum selalu mengalami perubahan hampir setiap dekade
kurikulum 1968, 1975, 1984 dan terakhir kurikulum 1994. Tentu saja dari perubahan itu Dalam
kurikulum juga terjadi perubahan tujuan pembelajaran dan sistem pendidikan, Orde Baru tidak
seperti Orde Lama, pendidikan Orde universal Lama sebagai bentuk interpretasi pasca
kemerdekaan atas dasar penguasaan kekuasaan Soekarno cukup untuk menyediakan ruang
kosong untuk pendidikan.
Pemerintahan yang berdasarkan sosialisme merupakan acuan dasar bagi pendidikan
dibangun dan dilaksanakan untuk pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia di masa
mendatang Sebaliknya pendidikan pada masa Orde Baru dipandu oleh pemerintahannya
menurut Suharto, Orde Baru identik dengan pandangan hidup atau semboyan pembangunan.
Demikian pula arah dan kebijakan pendidikan disesuaikan dengan gerak pembangunan. Kata
pembangunan didahulukan sebelum Pancasila. Ini menunjukkan bahwa Meskipun
pembangunan tidak secara formal digunakan sebagai cara hidup, namun menjadi pijakan
dasar Orde Baru dalam memusatkan jalannya pemerintahan dan pendidikan tidak hanya
Pancasila. Kurikulum 1984 mengusung “pendekatan keterampilan proses” yang berarti proses
menjadi lebih bermakna dalam penerapan pendidikan, tetapi tujuan selalu merupakan aspek
yang bermakna. posisi siswa dalam kurikulum ini sangat mengamati, mengklasifikasikan,
mendiskusikan, sampai memberi tahu. Model ini disebut Metode Belajar Siswa Aktif (CBSA)
atau Student Active Learning (SAL), (https://attriolong.com).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, metode sejarah (Sjamsudin, 2012). Metode
sejarah dapat dikatakan suatu proses mengkaji, menganalisa dan membaca secara kritis
redaksional buku teks dan mengaitkan dengan kondisi masyarakat pada tahun
berlangsungnya kurikulum 1975. Penggunaan metode historis dalam penulisan artikel ini
dilakukan melalui 4 tahap penelitian, yaitu: (1) Heuristik, menghimpun bahan-bahan atau
sumber melalui studi kepustakaan, (2) Kritik sumber, menyeleksi data-data yang telah
terkumpul melalui kritik intern dan kritik ekstern, (3) Interpretasi (4) Historiografi. Topik dalam
pembuatan artikel ini sudah ditentukan oleh ibu/bapak dosen mata kuliah “sejarah pendidikan”
sedangkan sistematika berikutnya mulai dari pembuatan judul, abstrak, inti, pendahuluan
hingga pembahasan menggunakan literatur baca mulai dari e-book, jurnal, artikel, makalah,
laporan penelitian terdahulu, karya ilmiah, ensiklopedia, internet, dan sumber-sumber lainnya.

JOURNAL OF EDUCATIONAL AND CULTURAL STUDIES


LAILA MAULUDIYAH, AINIYYAH YAFIATUZABRINA, HENY KUSMAWATI 176

Dalam pembuatan artikel juga terdapat sistem mengumpulkan informasi yang terpecaya
(relevan) dengan topik yang sudah ditentukan dari pembahasan sebelumnya.

Karakteristik Pendidikan Indonesia Antara Tahun 1965 Hingga Runtuhnya Orde Baru
Orde baru berkuasa selama kurang lebih 32 tahun (tahun 1965-1998), pada awal orde baru
secara umum tujuan pendidikan adalah untuk membantu manusia yang berjiwa pancasila,
cerdas, terampil, dan berbudi pekerti luhur serta berkepribadian indonesia yang bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan pembangunan. Politik pendidikan yang diambil oleh pemerintah
orde baru, memiliki karakteristik diantaranya adalah sentralistik, depolitisasi masyarakat,
penguatan kekuasaan pemerintah, dan terkesan kurang serius. Walaupun, dalam undang-
undang dan lembaga pendidikan menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pendidikan, itu tidak secara tegas dinyatakan karakteristik sentralistik tersebut, namun pada
pasal demi pasal dapat dilihat tidak adanya keterlibatan pemerintah daerah dan lembaga
pendidikan untuk menentukan kebijakan yang berkaitan denga pelaksanaan pendidikan.
Selain itu, pemerintah orde baru juga berupaya menggiring politik pendidikannya pada
upaya depolitisasi masyarakat. Dalam struktur organisasi kamahasiswaan tidak diperkenankan
adanya unit kegiatan mahasiswa yang menjadi wadah aktivitas politik secara praktis dalam
Perguruan Tinggi. Maka siswa tidak diperkenankan berpolitik praktis dikampusnya. Normalisasi
Kegiatan Kampus (NKK) dan Badan Kegiatan Kemahasiswaan (BKK) adalah senjata yang sangat
ampuh untuk meredam meningkatkan pemberdayaan politik mahasiswa.
Pemerintah orde baru juga mengarahkan politik pendidikannya pada penguatan
kekuasaan pemerintah atau negara. Dalam hal ini, semua pegawai negeri yang berkecimpung
di bidang pendidikan tidak diperkenankan untuk menjadi anggota partai politik tertentu.
Kebijakan ini menyebabkan para penyelenggara pendidikan hanya memiliki satu orientasi saja,
yaitu loyalitas terhadap pemerintah. Ciri khas yang terlihat adalah lebih suka memaksakan
gagasan dari pusat ke daerah yakni lebih cenderung bersifat sentralistik, termasuk sistem
pendidikannya pada masa orde baru bersifat sentralistik dimana siswa, guru, bahkan
pendidikan itu sendiri menjadi alat penguasa untuk mempertahankan status quo, begitu pula
arah dan kebijakan pendidikan disesuaikan dengan gerakan pembangunan.
Di dalam mengaktualisasi pembangunannya, Orde baru setiap lima tahun memiliki
program pembangunan, yang dikenal dengan istilah Pelita (Pembangunan Lima Tahun). Dalam
Pelita I merumuskan kedudukan pendidikan tinggi di dalam pembangunan nasional.
Perkembangan berlanjut ketika MPR hasil Pemilu 1973 mengeluarkan ketetapan Nomor
IV/MPR/1973 yang juga dikenal sebagai nama Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang
juga merumuskan tujuan Pendidikan Nasional sebagai berikut "Pendidikan pada hakikatnya
adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar
sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan nasional yang dijadikan GBHN tersebut,
bertujuan bahwa pendidikan nasional tidak lagi membentuk manusia-manusia Indonesia yang
berpancasila sejati, tetapi disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional diarahkan untuk
membentuk manusia-manusia pembangunan yang berpancasila. Kata pembangunan

JOURNAL OF EDUCATIONAL AND CULTURAL STUDIES


LAILA MAULUDIYAH, AINIYYAH YAFIATUZABRINA, HENY KUSMAWATI 177

didahulukan sebelum Pancasila. Ini menandakan bahwasanya pembangunan walaupun tidak


secara resmi dijadikan ideologi, tapi menjadi pijakan dasar Orde Baru dalam mengarahkan
jalannya pemerintahan dan pendidikan selain Pancasila.
Permasalahan yang dihadapi pemerintah orde baru berdasarkan Proyek Penilitian
Nasional Pendidikan (PPNP) dalam bidang pendidikan diantaranya adalah masalah
pemerataan, peningkatan kualitas, efektifitas dan efesiensi, dan relevansi pendidikan dengan
pembangunan nasional. Keempat permasalahan ini oleh pemerintah orde baru ditangani dan
diselesaikan dengan berbagai upaya yang selanjutnya dikenal dengan kebijakan pendidikan.
Kebijakan pendidikan tersebut adalah pertama, melanjutkan program pemberantasan buta
huruf yang pada tahun 1972 dikembangkan lebih lanjut dengan memberikan keterampilan
tertentu; kedua, melaksanakan pendidikan masyarakat agar memiliki kemampuan mental,
spiritual, serta ketrerampilan ; ketiga, mengenalkan pendidikan luar sekolah yang berorientasi
kepada hal-hal penting yang berkaitan dengan kehidupan sosial, ekonomi dan budaya sebagai
kebutuhan praktis; keempat, mengenalkan kegiatan inovasi pendidikan , misalnya Kuliah Kerja
Nyata (KKN), dibukanya sekolah dan universitas terbuka, wajib belajar, dan sebagainya; kelima,
pembinaan generasi muda melalui Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Organisasi
Mahasiswa Kampus, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), atau organisasi kepemudaan
lainnya; keenam, dilaksanakannya program orang tua asuh mulai tahun 1984.
Kebijakan pendidikan pemerintah Orde Baru semakin jelas ketika dikeluarkannya undang-
undang nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Seluruh sistem pendidikan
yang ada di indonesia harus mangacu pada undang-undang tersebut, bagaimanapun bentuk
dan kondisinya. Upaya-upaya diatas merupakan kebijakan pendidikan pemerintah orde baru
yang direncanakan secara nasional. Namun demikian, dalam realisasinya kebijakan pendidikan
mengarahkan pada satu tujuan untuk memperkuat hegenomi pemerintah orde baru di
hadapan masyarakat. Dengan demikian, terlihat bahwa kebijakan politik suatu negara akan
sangat mempengaruhi politik pendidikannya. Sikap baik pemerintah orde baru terhadap rakyat
tidak dapat membendung jatuhnya pemerintah orde baru yang diakibatkan oleh berbagai
kebijakan politis yang dianggapnya sudah melenceng. Sistem politik, ekonomi, perdagangan,
pertahanan, keamanan, hukum, pendidikan dan lain sebagainya. Akibatnya saluran demokrasi
menjadi tersumbat, aspirasi rakyat terkooptasi, rakyat menjadi apatis, mandul dan cenderung
mengikuti budaya petunjuk dari atas. Keadaan ini memberikan peluang yang leluasa bagi
sebagaian pejabat yang kurang amanah untuk melakukan penyimpangan dalam segala
bidang. (Mudyaharjo, 2013).
Mulcullah praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, jual beli hukum, jual beli jabatan, ijazah
dan sebagainya. Keadaan internal yang parah ini pada gilirannya tidak mampu menghadapi
krisis ekonomi yang membawa dalam keadaan lemah dan tak berdaya. Dalam keadaan
demikian itulah timbul gelombang demontrasi besar-besaran yang berakhir dengan
tumbangnya pemerintah orde baru pada 21 Mei 1998 digantikan oleh pemerintah orde
reformasi. Karakteristik pendidikan Indonesia dari tahun 196t,1975 hingga runtuhnya orde baru
masih terkungkung pada belajar yang dianggap usaha siswa dari tidak tahu menjadi tahu dan
tidak bisa menjadi bisa belum menuju belajar merupakan usaha dari tidak menciptakan

JOURNAL OF EDUCATIONAL AND CULTURAL STUDIES


LAILA MAULUDIYAH, AINIYYAH YAFIATUZABRINA, HENY KUSMAWATI 178

menjadi menciptakan. Sema ketika penelitian masih dianggap menemukan sesuatu saja bukan
menciptakan sesuatu. Sehingga pendidikan Indonesia masih stagnan dalam ketertinggalan
dengan bangsa lain. Kemiskinan daya cipta yang cukup tinggi dalam pendidikan Indonesia
mengakibatkan seperti pelajaran sejarah SMA masih berkutat berupa hafalan dan kemampuan
kognitif semata dan belum mencapai tahap daya cipta berfikir kritis. Sehingga tidak
mengherankan ketika buku teks pelajaran sejarah dalam dari tahun 1975 sampe 2006 (31
tahun) tidak ada pembaharuan yang signifikan. Komposisi materi cenderung sama hanya
kemudian sudut pandang yang berbeda dan beberapa perbaikan di beberapa materi sejarah
terutama yang berkaitan tentang porpolitikan di Indonesia.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Sejak Tahun 1965 dan Pelaksanaannya


Ketetapan MPRS nomor XXVII/MPRS/1966 bab II pasal 3, dicantumkan bahwa tujuan
pendidikan nasion Indonesia dimaksudkan untuk membentuk manusia Pancasila sejati
berdasarkan ketentuan-ketentuan Syaharuddin & Heri Susanto (2019) seperti yang
dikehendaki oleh Pembukaan Undang-Undang dasar 1945. Pembentukan manusia Pancasila
sejati adalah sesuatu yang diperlukan untuk mengubah mental masyarakat yang sudah banyak
mendapat indokyrinasi Manipol USDEK pada zaman Orde Lama, pemurnian semangat
Pancasila di pada zaman Orde Lama, pemurnian semangat Pancasila dianggap sebagai jaminan
tegaknya Orde Baru.180 Secara umum tujuan pendidikan telah dinyatakan dalam Undang-
Undang Dasar 1945 Bab XII pasal 31:
a. Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
b. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang
diatur dengan undang-undang.
Hal tersebut kemudian dikuatkan dalam pasal 4 ketetapan MPRS No XXIIMPRS/1966
tersebut, selanjutnya disebutkan tentang isi pendidikan harus memuat:
a. Mempertinggi mental, moral, budi pekerti, dan memperkuat keyakinan beragama.
b. Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan.
c. Membina/mengebankan fisik yang kuat dan sehat.
Ketetapan MPRS di atas menjadi penanda berubahnya pendidikan nasional dari Orde
Lama menuju ke Orde Baru. Itu sangat kentara. Setidaknya, terdapat dua hal, yaitu
pembentukan manusia secara pancasilais sejati yang dikaitkan oleh peristiwa tragis pasca
Gerakan 30 September atau 1 Oktober, ketika Orde Baru menuduh PKI sebagai pengkhianat
Pancasila karena ingin mengubah Dasar Negara Pancasila menjadi komunis. Kemudian yang
kedua adalah mengubah mental masyarakat yang penuh doktrin-doktrin Manipol USDEK, yang
merupakan kebijakan Soekarno. Jadi, Orde Baru mencoba mengidentifikasi dirinya dengan
jalan memutus pengaruh PKI dan Soekarno, termasuk dalam hal ini bidang pendidikan.
Selanjutnya, TAP MPRS tersebut menyatakan agar di perguruanperguruan tinggi diberikan
kebebasan mimbar/ilmiah seluas-luasnya yang tidak menyimpang dari UUD 1945 dan falsafah
negara, Pancasila. Selanjutnya, pemerintah lebih memerhatikan perkembangan gerakan
Pramuka dan memberikan prioritas yang diperlukan dengan meninjau kembali Keputusan
Presiden tentang Pembentukan Organisasi Gerakan Pramuka agar disesuaikan dengan tingkat
perkembangan sekarang ini.

JOURNAL OF EDUCATIONAL AND CULTURAL STUDIES


LAILA MAULUDIYAH, AINIYYAH YAFIATUZABRINA, HENY KUSMAWATI 179

Lembaga pemerintahan dalam bidang pendidikan disederhanakan, baik mengenai jumlah


maupun strukturnya. TAP MPRS tersebut juga melihat keadaan dunia pendidikan pada saat itu
dan mengingat kemajuan perkembangan belajar pada masa-masa yang akan datang dengan
adanya kekurangan tenaga pengajar, antara lain melalui Undang-Undang Wajib Belajar.
Menurut pemerintahan Orde Baru, perlu menyelenggarakan pendidikan rehabilitas kesadaran
berideologi bagi mereka yang pernah menyeleweng terhadap Pancasila.
Pada 28-30 April 1969, pemerintah melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
mengumpulkan 100 orang pakar/pemikir pendidikan di Cipayung untuk mengidentifikasi
masalah-masalah pendidikan nasional yang tengah terjadi saat itu. Di dalam pertemuan
tersebut, para pakar mengambil kesimpulan bahwa perkembangan pendidikan ditentukan
oleh faktor-faktor luar, seperti politik, ekonomi, sosial-budaya, serta faktor-faktor intern. Kedua
faktor tersebut harus diidentifikasi secara cermat, baru kemudian disusun suatu strategi serta
program penanggulangannya.
Pada saat itu, disadari bahwa pemerintah belum mempunyai strategi umum yang
menyeluruh dan jelas yang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
a. Badan-badan pemerintah yang menyelenggarakan pendidikan tidak mempunyai otoritas
yang jelas. Artinya, tanggung jawab dan fungsi badan-badan tersebut simpang siur
sehingga arahnya kurang jelas efisiensinya tentunya rendah.
b. Para penyelenggara pendidikan belumlah professional. Artinya, tingkat kemampuan para
penyelenggara pendidikan belum sanggup melaksanakan proses pendidikan secara
professional. Bukan hanya karena jumlahnya yang masih kurang, melainkan pada masa
sebelumnya banyak dicampuri oleh unsur-unsur politik.
c. Pelaksanaan pendidikan terlalu dibawah pengaruh politik sehingga proses pendidikan
yang sebenarnyahal kedua, sedangkan praktik politik praktis menjadi sangat dominan
dalam lingkungan kehidupan pendidikan nasional.
d. Badan-badan penyelenggara pendidikan yang tidak profesionaltersebut lebih diperparah
lagi karena tidak diperkuat oleh tim-tim peneliti. Hal ini disebabkan pada masa itu politik
adalah panglima dan professionalme merupakan hal nomor dua. Demikian pula jumlah
pakar-pakar pendidikan pada waktu itu masih sangat terbatas.
Diadakannya Konferensi Cipayung tersebut memiliki tiga tujuan. Pertama,
mengidentifikasi semua persoalan di bidang pendidikan. Kedua, menyusun suatu prioritas dari
berbagai persoalan tersebut untuk dipecahkan atau diperhatikan sesuai dengan arah
pembangunan nasional. Ketiga, mencari alternatif pemecahan.
Hasil identifikasi masalah-masalah pendidikan dari Konferensi Cipayung menggolongkan
masalah tersebut dalam kategori sebagai berikut:
a. Pendidikan luar sekolah.
b. Kurikulum sekolah dasar.
c. Kurikulum sekolah menengah.
d. Kurikulum pendidikan tinggi.
e. Pembiayaan pendidikan.
f. Sarana pendidikan.

JOURNAL OF EDUCATIONAL AND CULTURAL STUDIES


LAILA MAULUDIYAH, AINIYYAH YAFIATUZABRINA, HENY KUSMAWATI 180

Salah satu hasil Konferensi Cipayung yang terkenal itu ialah lahirnya Proyek Penelitian
Nasional Pendidikan pada 1 Mei 1969 melalui SK Mendikbud Tanggal 26 Mei 1969 Nomor
003/1969. Isi SK tersebut ialah dalam jangka waktu dua tahun (kemudian diubah menjadi tiga
tahun) PPNP harus sudah berhasil menyusun strategi pendidikan nasional. Melalui Proyek
Penilaian Nasional Pendidikan (PPNP) diharapkan hasilnya akan dimanfaatkan oleh Badan
Pengembangan (BPP) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang didirikan melalui
Keputusan Presiden No. 84/1969 tanggal 18 Oktober 1969. Menurut catatan, badan
pengembangan ini merupakan institusi pertama didirikan dalam lingkungan pemerintah yang
kemudian diikuti oleh badan-badan sejenis di departeman-partemen lain.
Tugas dari Badan Pengembangan Pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Mengoordinasikan serta menyelanggarakan penelitian dalam bidang pendidikan.
b. Mengadakan eksperimen-eksperimen dan proyek-proyek perintis dalam rangka
pengembangan pendidikan.
c. Menyiapkan rencana, program, dan kebijaksanaanuntuk Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan.
Orde Baru identik dengan ideologi atau slogan pembangunan. Begitu pula arah dan
kebijakan pendidikan disesuaikan dengan gerakan pembangunan. Di dalam mengatualisasi
pembangunannya, Orde Baru setiap lima tahun memiliki program pembangunan, yang dikenal
dengan istilah Pelita (Pembangunan Lima Tahun).
Persoalan mendasar dari Pelita I adalah bangsa kita dalam kondisi kekurangan tenaga-
tenaga terampil. Tenaga kerja dari lulusan pendidikan kita saat itu menunjukkan bahwa lebih
dari setengah angkatankerjanya mempunyai latar belakang pendidikan di bawah tamatan SD.
Oleh sebab itu, untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah memberikan prioritas tinggi
dalam mengembangkan pendidikan kejuruan sejak Pelita I. sekolah-sekolah kejuruan dibenahi
dan ditingkatkan mutunya dengan pengadaan guru serta instruktur yang berwenang,
pengadaan alat-alat bantu belajar dan mengajar, fasilitas-fasilitas praktik yang sesuai sehingga
diperoleh lulusan sekolah-sekolah kejuruan yang bermutu.
Pada tahun akhir Pelita I telah dibangun sejumlah sekolah dasar baru sehingga dapat
menampung siswa baru sejumlah 720.000 orang. Walaupun begitu, sebenarnya di dalam Pelita
I memang belum secara eksplisit akan dikembangkan perluasan pendidikan dasar. Pelita I
merupakan suatu era rehabilitasi dari sistem pendidikan yang ada.
Dalam Pelita I merumuskan kedudukan pendidikan tinggi di dalam pembangunan
nasional. Kita bisa melihat rumusan tersebut kurang memberikan ruang kebebesan dunia
akademik berkaitan dengan keilmuan dan mendorong kreativitas sehingga memunculkan
ilmuan dan tokoh bangsa. Rumusannya yaitu:
a. Sebagai pusat pemeliharaan, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sesuai dengan kebutuhan pembangunan masa sekarang dan masa mendatang.
b. Mendidik mahasiswa agar berjiwa penuh pengabdian serta memiliki rasa tanggung jawab
yang besar terhadap masa depan bangsa dan negara Indonesia.
c. Mengingatkan mahasiswa sehingga bermanfaat bagi usaha-usaha pembangunan nasional
dan pembangunan daerah.

JOURNAL OF EDUCATIONAL AND CULTURAL STUDIES


LAILA MAULUDIYAH, AINIYYAH YAFIATUZABRINA, HENY KUSMAWATI 181

d. Mengembangkan tata kehidupan kampus yang memadai dan tampak jelas corak
kepribadian Indonesia.
Pada Pelita I, pemerintah mendirikan di lingkungan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan suatu lembaga baru, yaitu Badan Pengembangan Pendidikan (BPP). Tugas BPP
ialah mengadakan penelitian dan pengembangan untuk menunjang program-program
pendidikan. Demikianlah rencana bidang pendidikan di dalam Pelita I mulai disempurnakan
berdasarkan informasil dan data yang dikumpulkan oleh BPP. Selanjutnya, mulai terasa bahwa
untuk memperoleh rencana yang baik diperlukan datadata yang cukup memadai dari
lapangan.
Perkembangan berlanjut ketika MPR hasil Pemilu 1973 mengeluarkan ketetapan nomor
IV/MPR/1973 yang juga dikenal dengan nama Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang
juga merumuskan tujuan Pendidikan Nasional sebagai berikut, "Pendidikan pada hakikatnya
adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemamluan di dalam dan diluar
sekolah dan berlangsung seumur hidup. Oleh karenanya, agar pendidikan dapat dimiliki oleh
seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu, pendidikan menjadi
tanggung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pembangunan dibidang pendidikan
didasarkan atas falsafah negara, Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia
pembangunan yang berpancasila dan untuk membentuk Indonesia yang sehat jasmani dan
rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan
tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tanggung rasa, dapat
mengembangkan kecerdasan yang tinggi, dan mencintai sesama manusia sesuai dengan
ketentuan yang termaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Perkembangan Pendidikan Guru di Indonesia Antara Tahun 1965 Sampai Runtuhnya


Orde Baru
Sepanjang periode Orde Baru, dunia pendidikan nasional mengenal empat kurikulum, yakni
kurikulum 1968, 1975, 1984, dan 1994. Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana
Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tiga kurikulum 1975, 1984, 1994
sangat output dari kalangan peserta didik. Mereka diharapkan menjadi tenaga yang terampil,
berbudi luhur, serta berpedoman kepada agama dan nilai-nilai pancasila. Kurikulum pada era
orde baru dijadikan sebagai kerangkan pendidikan.
Sementara itu pendidikan guru sebelum era 1970-an pada dasarnya dilaksanakan dengan
sistem terintegrasi yaitu pola penyiapan guru yang memadukan elemen pendidikan yang
bercirikan nasonalisme, pedagogik, ilmu iwa, bidang studi yang diajarkan, dan praktik
mengajar sebagai bagian yang terintegrasi dalam pembinaan akademik dan profesi. Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) menghasilkan calon guru dengan kualifikasi lulusan
sarjana muda (bachelor degree) dan lulusan sarjana (doctorandus dan doctoranda).
Kurikulum 1975, Pendidikan guru dilaksanakan dengan sistem concurrent atau terintegrasi
antara pendidikan akademik dan pendidikan profesi yang ditandai dengan pemberian Ijazah
dan Akta Mengajar bagi setiap lulusannya. Kurikulum ini terdiri dari pengembangan kompetisi
akademik kependidikan dan kompetisi akademik bidang studi yang diperkuat dengan

JOURNAL OF EDUCATIONAL AND CULTURAL STUDIES


LAILA MAULUDIYAH, AINIYYAH YAFIATUZABRINA, HENY KUSMAWATI 182

pengembangan jati diri bangsa Indonesia melalui Mata Kuliah Dasar Umum yang dimaksudkan
untuk menyiapkan pendidik yang religious, nasionalis, patriotik, dan kepribadian luhur.
Pengelompokan kurikulum waktu itu adalah Kelompok Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU),
Mata Kuliah Dasar Kependidikan (MKDK), Mata Kuliah Penguasaan Bidang Studi (MKPBM).
MKDK dan MKPBM adalah mata kuliah untuk menyiapkan calon pendidik menguasai
kompetensi akademik bidang studi yang dilandasi dengan MKDU.
Untuk kurikulum 1984, pendidikan guru masih sama dengan kurikulum 1975 yaitu
dilaksanakan dengan sistem concurrent atau terintegrasi, yaitu terintegrasi antara pendidikan
akademik dan pendidikan profesi yang ditandai dengan pemberian ijazah dan akta mengajar
bagi setiap lulusannya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk apresiasi pendidikan kepada siswa
yang belajar sebagai hasil akhir dari sebuah proses pendidikan. Kaitannya dengan ijazah dan
akta mengajar ini menjadi sebuah landasan dalam penentuan kategori mengajar mata
pelajaran atau mata kuliah sesuai dengan kurikulum yang sedang dilaksanakan.
Untuk kurikulum 1994, pendidikan guru pendekatannya adalah topik inti (content based
curriculum), yang menekankan hasil belajar pada keutuhan penguasaan substansi ilmu, dan
dikelompokkan ke dalam Mata Kuliah Umum (MKU), Mata Kuliah Dasar Kependidikan (MKDK),
Mata Kuliah Keahlian I(MKK I) dan Mata Kuliah Keahlian II (MKK II). MKK I adalah kelompok
mata kuliah untuk pengembangan kompetensi akademik kependidikan, dan MKK II adalah
kelompok mata kuliah untuk pengembangan kompetensi akademik bidang studi. Pendidikan
guru adalah cara pemerintah merintis standar nasional pendidikan. Dengan adanya guru yang
profesional maka akan terbentuk generasi yang memahami kemampuan pengetahuan dan
ketrampilan dalam kehidupan.
Pada implementasi (pelaksanaan) kurikulum tersebut, LPTK pernah menerapkan kebijakan
untuk menyiapkan lulusannya tidak hanya menguasai kemampuan utama sesuai program
studinya, tetapi juga kewenangan tambahan yang dikenal dengan program Post Secondary
Subject Matter(PSSM) dengan beban belajar kurang lebih 20 sks, sebagai contoh mahasiswa
Program Studi Pendidikan Luar Biasa dapat mengambil PSSM Pendidikan Bahasa. Namun
program tersebut kurang sempurna dalam pelaksanaannya, terutama dalam koordinasi
pelaksanaan pembelajaran lintas program studi, dan lintas fakultas.
Pendidikan Guru (SPG) untuk mengatasi kekurangan guru. SPG sebenarnya sudah
dicanangkan sejak tahun 1964, tetapi pelaksanaannya di setiap daerah baru terlaksana mulai
tahun 1967. Pada tahun 1960-an, terdapat 82 SPG di Indonesia. Jumlah ini menurun pada tahun
1961-1965 yang kemudian meningkat kembali menjadi 123 SPG. Pada saat dilaksanakan
kebijakan SPG , kurikulum yang digunakan adalah kurikulum SPG tahun 1968 yang kemudian
disempurnakan menjadi kurikulum SPG tahun 1976. Penggantian kurikulum ini berdasarkan
Keputusan Menteri P dan K tanggal 21 Juli 1976 No.0185/U/1976 tentang Pembakuan
Kurikulum SPG. Menjelang tahun 1980, SPG negeri mulai dikurangi karena jumlah guru yang
dibutuhkan oleh sekolah-sekolah mulai tercukupi. SPG secara bertahap kemudian
dialihfungsikan menjadi sekolah menengah atas lainnya.
Alih fungsi tersebut dimulai pada tahun 1989 dan berakhir pada tahun 1990. Pada saat
itu, SPG dialihfungsikan menjadi SMA, SMK, STM, SKK, maupun sekolah menengah atas lainnya.

JOURNAL OF EDUCATIONAL AND CULTURAL STUDIES


LAILA MAULUDIYAH, AINIYYAH YAFIATUZABRINA, HENY KUSMAWATI 183

IKIP maupun FKIP yang semula dimaksudkan mendidik guru SLTA kemudian juga mendidik
guru SLTP dengan menyelenggarakan PGSLP dengan beasiswa pada tahun 1970-an di
samping juga menyelenggarakan PGSLA. Pada tahun 1989, SPG dilebur ke dalam IKIP/FKIP .
Dalam perkembangannya lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) juga berfungsi
mendidik calon guru TK dan SD melalui program PGTK dan PGSD. Pada tahun 1999 dan 2000,
sepuluh IKIP berubah nama menjadi universitas dengan tetap mengemban tugas sebagai
lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK). Jumlah tersebut terus bertambah, terutama
dengan berkembangnya jumlah Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) swasta.
(LITBANG KOMPAS)

Dampak Perkembangan Globalisasi Terhadap Pendidikan di Indonesia dalam Perspektif


Sejarah
Semakin tambah pesatnya perkembangan kemajuan zaman terutama dalam bidang
pengetahuan ilmu teknologi, tentu akan memberikan pengaruh dan membawa dampak
terhadap pendidikan. Realitanya, pendidikan mengalami krisis nilai. Pendidikan hanya
menghasilkan lulusan berbasis pengetahuan (kognitif), banyak menguasai teori dan teknologi,
tetapi kurang memiliki nilai-nilai kemanusiaan dan sosial dalam kehidupan sehari-hari.
Pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana anak bisa mencapai nilai yang tinggi, artinya
keberhasilan seorang anak hanya diukur dengan angka atau nilai raport, menguasai teknologi,
cepat mencapai gelar Sarjana, Master, Doctor, atau Profesor, setelah lulus dari instansi
pendidikan akan kerja dimana, dan sebagainya. Nilai-nilai humanistik, jujur, disiplin, tanggung
jawab terabaikan dan kurang mendapat perhatian utama baik dari lembaga pendidikan
maupun masyarakat.
Berdasarkan fenomena tersebut, terlihat potret atau gambaran pendidikan di era industri
dan globalisasi ini, keberhasilan manusia diatur dan diukur oleh mesin, teknologi, dan
mengabaikan kecerdasan humanis yang sebenarnya harus di prioritaskan diatas pengetahuan
lainnya. Dampak dari hal ini akan melahirkan individu-individu yang memiliki orientasi hidup
hedonis, materialistis dan memiliki kepribadian yang terbelah (split personality). Pendidikan
merupakan suatu proses pendidikan yang dirancang untuk mempersiapkan peserta didik
dengan kemampuan dasar intelektual dan tanggungjawab guna memasuki kehidupan yang
bersifat sangat kompetitif dan dengan derajat saling ketergantungan antar bangsa yang amat
tinggi. Pendidikan harus mengkaitkan proses pendidikan berlangsung di sekolah dengan nilai-
nilai yang selalu berubah di masyarakat kita harus selalu dikaji dalam kaitannya dengan
masyarakat dunia. Dalam demisi ekonomi. Akibat krisis yang dirasakan langsung dalam
pendidikan adalah:
a. Menurutnya kemampuan masyarakat dalam membayar biaya pendidikan.
b. Meningkatnya angka angka putus sekolah dan menurunnya motivasi belajar siswa.
c. Menurunnya status kesehatan dan mutu gizi anak.
d. Meningkatkan angka pengangguran, termasuk pengangguran terdidik.
Kemudian yang berimplikasi dalam. Namun demikian meskipun globalisasi
mempengaruhi dalam paradigma pendidikan, tetapi setidaknya proses globalisasi itu sendiri

JOURNAL OF EDUCATIONAL AND CULTURAL STUDIES


LAILA MAULUDIYAH, AINIYYAH YAFIATUZABRINA, HENY KUSMAWATI 184

memberikan kendala dan peluang bagi pendidikan, yaitu kendala-kendala yang dihadapi oleh
dunia pendidikan di Indonesia;
a. Mutu pedidikan yang masih rendah dan tingginya angka putus sekolah.
b. Belum dimanfaatkan secara maksimal ilmu dan teknologi bagi kemajuan pendidikan,
karena rendahnya penguasaan teknologi para pelaku pendidikan.
c. Belum berkembangnya budaya belajar dikalangan masyarakat.
d. Profesionalisme dan tingkat kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan yang masih
belum sesuai.
e. Menurunnya status kesehatan dan gizi sebagian peserta didik sebagai dampak krisis
ekonomi.
f. Terjadi gejala umum menurunnya moral, budi pekerti, rasa toleransi dikalangan peserta
didik dan generasi muda.
Pendidikan yang tengah berlangsung harus mampu mempersiapkan sis minimal lima
kompetensi yang dibutuhkan di era globalisasi ini, yaitu: (1) kompetensi intelektual yakni
kemampuan berpikir dan bernalar, kreatif inovatif, kemampuan memecahkan masalah, dan
kemampuan mengambil keputusan strategis. (2) kompetensi personal, yakni memiliki
keluhuran jiwa dan moral yang baik, berupa kejujuran, disiplin, kemandirian, kritis dan
tanggung jawab, (3) kompetensi komunikatif, yakni memiliki kemampuan bahasa dan
komunikasi dengan orang lain, (4) kompetensi sosial budaya, yakni kemampuan hidup
bersama dan bekerja sama dengan orang lain, dan (5) kompetensi kinestesis vokasional, yakni
kemampuan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung kemajuan
kehidupan global.

Pendidikan menjadi hal yang paling penting untuk memajukan sebuah bangsa baik dari segi
pembangunannya maupun secara pemerintahannya. Orde baru sering disebut sebagai orde
pembangunan atau masa pembangunan dikarenakan pada saat itu pembangunan yang
merata di daerah-daerah indonesia baik itu dipelosok wilayah indonesia tidak hanya itu
pertumbuhan ekonomi juga pada saat itu cukup tinggi dan stabilitas nasional yang sehat dan
dinamis. Pendidikan pada masa Orde Baru terdiri dari pendidikan pancasila, pendidikan agama
dan pendidikan kewarganegaraan. Kurikulum pada masa Orde Baru terdiri dari kurikulum 1968
berisi kelompok pembinaan pancasila, pengetahuan dasar dan kecakapan khusus,
penekananya hanya dalam segi intelektual lalu ada kurikulum 1975 ditekankan agar lebih
efektif dan efisien berdasarkan MBO (management by objective) selanjutnya kurikulum 1984
berisi proccess skill approach model CBSA (cara belajar siswa aktif) atau SAL (student active
learning), kurikulum 1994 berisi muatan nasional dan muatan lokal. Jenis pendidikan pada
masa Orde Baru terdiri atas pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non
formal. Jalur pendidikan pada masa Orde Baru terdapat jalur sekolah dan jalur luar sekolah.
Jenjang pendidikan pada masa Orde Baru terdiri dari jenjang pra sekolah, jejang pendidikan
dasar, jenjang pendidikan menengah dan jenjang pendidikan tinggi. Sistem pendidikan pada
masa Orde Baru terdapat perubahan dari Orde Lama pada pelaksanaannya kegiatan
kependidikan pada era ini difungsikan sebagai instrumen pembangunan ekonomi nasional,

JOURNAL OF EDUCATIONAL AND CULTURAL STUDIES


LAILA MAULUDIYAH, AINIYYAH YAFIATUZABRINA, HENY KUSMAWATI 185

kebijakan pendidikan semuanya terpusat, pendidikan di selenggarakan dengan otorita


kekuasaan administratif birokratis dan penyeragaman kurikulum juga diikuti dengan
penyeragaman metode mengajar dan sistem evaluasi, yaitu Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
Pendidikan umum hendaknya tidak ditekankan hanya untuk kepentingan negara saja
melainkan lebih memikirkan masa depan siswanya juga, pada Orde Baru ini pendidikan
difokuskan untuk penguasa-penguasa saja seharusnya itu semua dihilangkan dan
diminimalisirkan.

Abdullah, T. (2011). Indonesia dalam Arus Sejarah. Jakarta: Ichtiar Baru Van Haove.
https://attriolong.com. Diakses pada tanggal 27 Maret 2023, pukul 11.00 WIB.
https://www. academia.edu. Diakses pada tanggal 27 Maret 2023, pukul 11.00 WIB.
Mudyahardjo,Reja. 2013. Pengantar Pendidikan. Depok: Raja Grafindo Persada.
Muhammad Rifa’i. 2011. Sejarah Pendidikan Nasional dari Masa Klasik hingga Modern.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Nizar, R. D. (2009). Filsafat Pendidikan: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya.
Jakarta: Kalam Mulia.
Soemanto Wasty dan F.X. Sofyarno, 193. Landasan Historis Pendidikan Indonesia. Surabaya:
Usaha Nasional.
Suharto, E. (2005). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung : Refika
Aditama.
Susanto, Zuhdi, dkk. 2018. Sejarah Indonesia. Yogyakarta: Buku Sekolah Elektronik.
Syaharuddin dan Susanto, Heri. 2019. Sejarah Pendidikan Indonesia (Era Pra kolonialisme
Nusantara Sampai Reformasi). Banjarmasin: Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat.

JOURNAL OF EDUCATIONAL AND CULTURAL STUDIES

You might also like