16 Handoko 23 (386-408)
16 Handoko 23 (386-408)
16 Handoko 23 (386-408)
Priyo Handoko
Universitas Islam Negeri
priyohandoko@uinsby.ac.id
Sunan Ampel
Anis Farida Jl. A. Yani 117 Surabaya, Indonesia
anisfarida@uinsby.ac.id
Pendahuluan
Lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah
daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah. Adagium
tersebut sudah sepatutnya menjadi ruhul ijtihad seorang hakim
dalam memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara.
Kecermatan dan kehati-hatian adalah suatu hal yang mutlak
dimiliki seorang hakim. Namun dalam konteks Indonesia terlebih
dalam Hukum Acara Pidana, dikenal istilah integrated criminal
justice system atau sistem hukum pidana terpadu yang didalamnya
ada Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga
Pemasyarakatan. 1 Sehingga putusan hakim sangat mungkin
dipengaruhi oleh penyidikan sebagai hulu dari integrated criminal
justice system.
1
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System): Perspektif
Eksistensialisme dan Abolisionisme (Bandung: Bina Cipta, 1996), 8.
2
Tim Penyusun, “Hukuman Mati dan Peradilan yang Tidak Adil,” diakses 18 September
2021, https://imparsial.org/evaluasi -praktik-hukuman-mati-pada-era-pemerintahan-
jokowi-2014-2020-imparsial/.
3
M Sofyan Lubis, Prinsip Miranda Rights Hak Tersangka Sebelum Pemeriksaan (Jakarta:
Pustaka Yustitia, 2010), 16.
4
Munir Fuady dan Sylvia Laura, Hak Asasi Tersangka Pidana (Jakarta: Prenada Media
Group, 2015), 92.
5
Dwi Seno Wijanarko dan Irman Jaya, “Kedudukan Miranda Rules dan Penegakan
Hukumnya dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia,” Jurnal Hukum Sasana 7, no. 2
(Desember 2021): 185.
6
Syahrul Sidiq, “Maqa>s}id al-shari>’ah dan Tantangan Modernitas: Sebuah Telaah
Pemikiran Jasser Auda,” Jurnal Agama dan Hak Asasi Manusia 7, no. 1 (2017): 155.
7
Satjipto Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir Mengalir: Catatan Kritis Tentang
Pergulatan Manusia dan Hukum (Jakarta: Kompas, 2007), ix.
10
Saibatul Hamdi dan Khabib Mustofa, “Mengahdirkan Konsep Hifz al-Irdi dalam
Bermedia Sosial: Upaya Menyikapi Asusila Abu-Abu di Youtube,” El Madani: Jurnal
Dakwah dan Komunikasi Islam 1, no. 2 (2020): 141–62.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif
(normative legal research), yakni penelitian terhadap norma-norma
yang terdapat dalam hukum positif, yang memandang hukum
sebagai kaidah tetulis ataupun tidak tertulis atau suatu keputusan
dari lembaga yang berwenang. Secara sederhana penelitian
normatif merupakan penelitian yang objek kajiannya meliputi
norma dan kaidah dasar, asas-asas hukum, peraturan perundang-
undangan, perbandingan hukum, doktrin, serta yurisprudensi. 11
Penulis mengumpulkan bahan hukum yang dijadikan basis
penelitian dalam artikel ini dengan mengelompokkan ke dalam
dua kaetgori bahan hukum, yakni bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder. Bahan hukum primer terdiri dari Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana;
Constitution of United State dan Buku-Buku penunjang lainnya.
Selain penulis juga menggali bahan hukum sekunder terkait
penelitian ini sebagai penjelas atas bahan hukum primer yang telah
didapatkan sebelumnya. Bahan hukum sekunder yang penulis
peroleh yakni terkait pelanggaran-pelanggaran terkait penyidikan
yang berujung pada putusan yang kurang berkeadilan dan
menyisakan pelanggaran kemanusian terhadap terdakwa.
Pengolahan bahan hukum pada hakikatnya merupakan
kegiatan untuk mensistematisasi terhadap bahan-bahan hukum.
Sitematisasi memilki makna membuat klasifikasi terhadap bahan-
bahan hukum tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan
kontruksi. 12 Bahan hukum yang telah tersusun secara sitematis
akan dianalisi menggunakan metode analisis eksploratif-kualitatif,
11
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengamtar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), 119.
12
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986), 251–52.
13
Fuady dan Laura, Hak Asasi Tersangka Pidana, 92.
14
Fuady dan Laura, 93.
15
Fuady dan Laura, 92.
16
Fuady dan Laura, 78.
17
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Kontemporer (Jakarta: Kencana, 2010), 25.
18
Atmasasmita, 26.
19
Atmasasmita, 26.
20
Zakiyatul Ulya, “Penyelenggaraan Perlindungan Anak dalam Perda Kota Surabaya No.
6 Tahun 2011 Perspektif Maqa>s}id al-Shari>’ah,” Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam 6,
no. 1 (Juni 2020): 32.
21
Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas: Fiqh al-Aqaliyat dan Evolusi Maqhasid al
Syari’ah dari Konsep ke Pendekatan (Yogyakarta: LKiS, 2010), 178.
22
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997),
712.
23
Muhammad Shalabi, Al-Makhdal fi Ta’ri>f bi al-Fiqh al-Isla>my (Beirut: Da>r al-Nahd}ah al-
’Arabiyyah, 1969), 28.
24
Fazlurrahman, Islam, trans. oleh Ahsin Muhamad (Bandung: Pustaka, 1984), 140.
25
Ulya, “Penyelenggaraan Perlindungan Anak dalam Perda Kota Surabaya No. 6 Tahun
2011 Perspektif Maqa>s}id al-Shari>’ah,” 32.
26
Jasser Auda, Maqa>s}id al-Shari’ah as Philosophy of Islamic Law: A System Approach
(Herndon: The International Institute of Islamic Thought, 2010), 2.
27
Jasser Auda, Maqa>s}id al-Shari’ah a Beginner’s Guide (Herndon: The International
Institute of Islamic Thought, 2008), 3.
28
Ali Mutakin, “Teori Maqa>s}id al-Syari>’ah dan Hubungannya dengan Metode Istinbath
Hukum,” Kanun Jurnal Hukum 19, no. 3 (t.t.): 551.
29
Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syari’ah Menurut al-Syatibi (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1996), 64.
30
Moh. Hatta, “Maqa>s}id Shari>’ah al-Shat}iby sebagai Metode Hukum Islam yang Mandiri
(Qa>iman li Dha>tih),” Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam 18, no.
1 (Juni 2015): 65.
31
Mawardi, Fiqh Minoritas: Fiqh al-Aqaliyat dan Evolusi Maqhasid al Syari’ah dari Konsep
ke Pendekatan, 179.
32
Hatta, “Maqa>s}id Shari>’ah al-Shat}iby sebagai Metode Hukum Islam yang Mandiri
(Qa>iman li Dha>tih),” 65.
33
Hatta, 65–66.
34
Suparman Usman dan Itang, Filsafat Hukum Islam (Serang: Laksita Indonesia, 2015),
156.
35
Jasser Auda, Membumikan Hukum Islam Melalui Maqasid Syariah, trans. oleh Rosidin
dan Ali Abd. el-Mun’im (Bandung: Mizan, 2015), 34.
36
Auda, 57.
37
Busyro, Maqasid al-Syariah: Pengetahuan Mendasar Memahami Masalah (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2019), 210.
38
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Mahmud Yunus Wadzuriyah, 1990),
105.
39
Otje Salman, Filsafat Hukum (Jakarta: Refika Aditama, 2012), 41.
40
Meldrik B. Pattipeiluhu, “Penerapan Prinsip Miranda Rule dalam Pemeriksaan
terhadap Tersangka,” Lex Crimen IV, no. 6 (Agustus 2015): 17.
41
Wijanarko dan Jaya, “Kedudukan Miranda Rules dan Penegakan Hukumnya dalam
Sistem Peradilan Pidana di Indonesia,” 185.
Tersangka wajib
The Right To
Rule
mendapatkan Wajib
Remain Silent
penasihat hukum
Penutup
Meskipun secara sistem hukum antara Amerika Serikat dan
Indonesia berbeda, namun terhadap pemenuhan hak-hak dasar
manusia kedua Negara sepakat menempatkan HAM pada posisi
startegis sebagai pembangunan hukum. Hukum Acara Pidana
Indonesia yang lahir dari rahim eropa continental mencoba
memadu padankan Miranda Right tersebut dalam KUHAP.
Namun terkhusus the right to silent tidak secara khusus diakomodir
dalam KUHAP. Hal tersebut dapat dilihat dalam pasal 52 KUHAP
yang hanya menyatakan bahwa “dalam pemeriksaan pada tingkat
penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak
memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau
hakim.” Sehingga konsep the right to silent berbeda dengan rumusal
pasal 52 KUHAP. The right to silent atau hak untuk diam menjadi
kewajiban untuk diberitahukan penyidik kepada tersangka
sebelum proses interogasi atau penyidikan dilakukan.
Prinsip konsep the right to silent dalam Miranda Rule
mempunyai tujuan dan maksud yang sama dengan pandangan
maqa>s}id al-shari>’ah yang mengutamakan tujuan dari sebuah
hukum. Maqa>s}id al-shari>’ah menempatkan manusia sebagai subjek
dalam pembuatan sebuah regulasi atau aturan. Hukum-hukum
yang diterapkan dalam islam mempunyai segmentasi tertentu
dalam tujuannya yang mengedepankan penjagaan terhadap hak-
42
Luhut MP. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana Suarat Resmi Advokat di Pengadilan
(Depok: Papas Sinar Sinanti, 2014), 27.
Daftar Rujukan
Amiruddin, dan Zainal Asikin. Pengamtar Metode Penelitian Hukum.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
Atmasasmita, Romli. Sistem Peradilan Kontemporer. Jakarta: Kencana,
2010.
———. Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System): Perspektif
Eksistensialisme dan Abolisionisme. Bandung: Bina Cipta, 1996.
Auda, Jasser. Maqa>s}id al-Shari’ah a Beginner’s Guide. Herndon: The
International Institute of Islamic Thought, 2008.
———. Maqa>s}id al-Shari’ah as Philosophy of Islamic Law: A System
Approach. Herndon: The International Institute of Islamic
Thought, 2010.
———. Membumikan Hukum Islam Melalui Maqasid Syariah.
Diterjemahkan oleh Rosidin dan Ali Abd. el-Mun’im. Bandung:
Mizan, 2015.
Bakri, Asafri Jaya. Konsep Maqashid Syari’ah Menurut al-Syatibi. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1996.
Busyro. Maqasid al-Syariah: Pengetahuan Mendasar Memahami Masalah.
Jakarta: Prenadamedia Group, 2019.
Fazlurrahman. Islam. Diterjemahkan oleh Ahsin Muhamad. Bandung:
Pustaka, 1984.
Fuady, Munir, dan Sylvia Laura. Hak Asasi Tersangka Pidana. Jakarta:
Prenada Media Group, 2015.
Hamdi, Saibatul, dan Khabib Mustofa. “Mengahdirkan Konsep Hifz al-
Irdi dalam Bermedia Sosial: Upaya Menyikapi Asusila Abu-Abu
di Youtube.” El Madani: Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam
1, no. 2 (2020).