TSWF
TSWF
TSWF
PENGERTIAN TASAWUF
A. Latar Belakang
Tasawuf dalam Islam mulai timbul sesudah Islam mempunyai hubungan
dengan agama Kristen dan agama Hindu Budha. Dimana pada saat itu
animisme merupakan kepercayaan pertama yang dianut oleh orang
Indonesia. Islam sendiri datang tanpa kampanye, Islam datang secara
damai, dari berkembangnya Islam inilah kemudian muncul para da’i-da’i
yang merupakan gambaran pertama dari sebagai pengantar masuknya
tasawuf.1
Tasawuf atau sufisme adalah satu cabang keilmuan dalam Islam atau
secara keilmuan adalah hasil kebudayaan Islam yang lahir kemudian
setelah Rasulullah wafat. Pada hakikatnya tasawuf dapat diartikan mencari
jalan untuk memperoleh kecintaan dan kesempurnaan rohani.2 Tasawuf
atau sufieme ini merupakan salah satu aspek esoterik Islam sekaligus
perwujudan dari ihsan yang menyadari akan adanya komunikasi antara
hmba dengan Tuhannya.
B. Rumusan Masalah
3
Fathullah Gulen, Kunci-kunci Rahasia Sufi, (Jakarta: Srigunting, 2010), 3
BAB II
PEMBAHASAN
Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata "Sufi". Pandangan yang
umum adalah kata itu berasal dari Suf ()صوف, bahasa Arab untuk wol,
merujuk kepada jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik Muslim.
Namun tidak semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Ada
juga yang berpendapat bahwa sufi berasal dari kata saf, yakni barisan
dalam sholat. Suatu teori etimologis yang lain menyatakan bahwa akar
kata dari Sufi adalah Safa ()صفا, yang berarti "kemurnian". Hal ini menaruh
penekanan pada Sufisme pada kemurnian hati dan jiwa.4 Teori lain
mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu
ketuhanan.
4
Shaykh Muhammad Hisham Kabbani, The Naqshbandi Sufi Tradition Guidebook of Daily Practices and Devotions,
2004, hlm. 83.
5
Hamka (2015). Tasawuf Modern. Jakarta: Republika Penerbit.
Annemarie Schimmel memberikan definisi tasawuf yang lebih ringkas,
yakni "dimensi mistik dalam Islam”.6 Definisi ini sejalan dengan yang
dikemukakan Seyyed Hossein Nasr, bahwa sufisme merupakan "dimensi
batin (esoteris) Islam yang memiliki dasar di dalam Al-Quran dan Sunnah
Nabi”.7
6
Schimmel, Annemarie (1986). Dimensi-Dimensi Mistik dalam Islam. Diterjemahkan oleh Djoko Damono, Sapardi.
Jakarta: Pustaka Firdaus.
7
Nasr, Seyyed Hossein (2020). Tasawuf Dulu dan Sekarang. Yogyakarta:
8
Sajari, Dimyati (2015). "Keotentikan Ajaran Tasawuf". Dialog Journal. 38 (2): 145–156.
9
as-Sarraj, Abu Nashr (2009). Al-Luma'. Surabaya: Risalah Gusti.
Amr bin Utsman al-Makki: tasawuf adalah hendaknya seorang hamba
melakukan sesuatu yang utama di suatu waktu tertentu.
Ali bin Abdul Rahman al-Qannad: tasawuf adalah menempuh maqam-
maqam (tahapan-tahapan) dan mempertahankannya dengan
melanggengkan berkomunikasi dengan Allah.
10
Al-Hujwiri, Ali Ibnu Utsman (2015). Kasyful Mahjub. Bandung: PT. Mizan Pustaka.
11
Sajari, Dimyati (2015). "Keotentikan Ajaran Tasawuf". Dialog Journal. 38 (2): 145–156
12
Place of Tasawwuf in Traditional Islam
dari Qur'an dan Sunnah, dan didasarkan pada cara hidup
berdasarkan moral para nabi dan yang tersucikan. Tidak bisa
disalahkan, kecuali apabila melanggar pernyataan eksplisit dari
Qur'an, sunnah, atau ijma." [11. Sha'rani, al-Tabaqat al-Kubra (Kairo,
1374), I, 4.].13
13
Islamic Spirituality, the forgotten revolution
Sisi psikologis (bathin) yang terdapat dalam ajaran-ajaran Kristen,
Budha, dan lain-lain sebaiknya tidak menafikan keberadaan Tasawuf
sebagai sisi psikologis (bathin) dalam ajaran Islam. Hal ini karena
Islam adalah ajaran penyempurna sehingga tidak harus sepenuhnya
baru dari ajaran-ajaran yang terdahulu. Adanya sisi bathin dalam
ajaran-ajaran yang sebelumnya ada malahan memperkuat status
Tasawuf karena tentunya harus ada garis merah antara agama-
agama yang besar, karena kemungkinan besar ajaran-ajaran
tersebut dulunya sempat benar, sehingga masih ada sisa-sisa
kebenaran yang mirip dengan Tasawuf sebagai sisi bathin
(psikologis) dari ajaran Islam.
Sufisme berasal dari bahasa Arab suf, yaitu pakaian yang terbuat
dari wol pada kaum asketen (yaitu orang yang hidupnya menjauhkan
diri dari kemewahan dan kesenangan). Dunia Kristen, neo
platonisme, pengaruh Persi dan India ikut menentukan paham
tasawuf sebagai arah asketis-mistis dalam ajaran Islam (Mr. G.B.J
Hiltermann & Prof. Dr. P. Van De Woestijne).
Tasawuf dan sufi berasal dari kota Bashrah di negeri Irak. Dan
karena suka mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu domba
(Shuuf), maka mereka disebut dengan "Sufi". Soal hakikat Tasawuf,
hal itu bukanlah ajaran Rasulullah SAW dan bukan pula ilmu warisan
dari Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu. Menurut Asy Syaikh Ihsan
Ilahi Zhahir rahimahullah berkata: “Tatkala kita telusuri ajaran Sufi
periode pertama dan terakhir, dan juga perkataan-perkataan mereka
baik yang keluar dari lisan ataupun yang terdapat di dalam buku-buku
terdahulu dan terkini mereka, maka sangat berbeda dengan ajaran Al
Qur’an dan As Sunnah. Dan kita tidak pernah melihat asal usul
ajaran Sufi ini di dalam sejarah pemimpin umat manusia Muhammad
SAW, dan juga dalam sejarah para sahabatnya yang mulia, serta
makhluk-makhluk pilihan Allah Ta’ala di alam semesta ini. Bahkan
sebaliknya, kita melihat bahwa ajaran Sufi ini diambil dan diwarisi dari
kerahiban Nashrani, Brahma Hindu, ibadah Yahudi dan
zuhud Buddha" - At Tashawwuf Al Mansya’ Wal Mashadir, hal. 28.
(Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc).15
14
Masalah Mistik Tasawuf & Kebatinan, MH. Amien Jaiz, PT Alma'arif - 1980 Bandung
15
Hakikat Tasawuf dan Sufi
3. Perkembangan Ilmu Tasawuf
Hasan al-Bashri (w. 110 H/728 M), seorang tabi'in yang hidup di abad ke-
8 Hijriah, merupakan murid dari Huzaifah bin al-Yaman yang merupakan
sahabat sekaligus kepercayaan Nabi Muhammad saw dengan
julukan Shahibu Sirri Rasulullah (Pemegang Rahasia Rasulullah). Hasan
al-Bashri, yang sangat terkenal dengan kehidupannya yang sederhana
dan zuhud, membuatnya didaulat dikenal sebagai tokoh awal sufisme.18
Namun, hidup sederhana dan zuhud bukanlah hal asing di masa itu,
karena Nabi Muhammad saw dan para sahabat adalah tokoh-tokoh awal
yang menjalani kehidupan seperti demikian. Bahkan di masa-masa
sebelum Islam, Muhammad muda kerap berkhalwat di Gua Hira untuk
mensucikan dirinya dan menjauh dari masyarakat jahiliyah.
16
Syukur, HM. Amin (1999). Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
17
Nicholson, Reynold A (1963). The Mystics of Islam. London: Routledge & Kegan Paul Ltd.
18
Nashr, Seyyed Hossein (2008). The Garden of Truth: The Vision and Promise of Sufism, Islam's Mystical Tradition.
San Francisco: HarperOne. hlm. 168.
Tokoh sufi lainnya yang hidup sejaman dengan Abu Hasyim al-Kufi
adalah Ibrahim bin Adham (w. 165 H/782 M). Kisah pertobatan Ibrahim bin
Adham sangatlah terkenal dan menjadi legenda sufi, dari seorang
Pangeran Balkh menjadi seorang yang hidupnya sangat zuhud.
Sebagaimana diceritakan oleh Abu Nuaim, Ibrahim bin Adham sangat
menekankan pentingnya uzlah dan tafakur.
Seiring dengan munculnya berbagai cabang ilmu dalam Islam di abad ke-
2 dan ke-3 Hijriah, maka berkembang pula Ilmu Tasawuf. Berbagai ajaran
tentang tasawuf pun bermunculan, namun akhlak adalah benang merah
dari semua ajaran yang ada,19 dan hal ini dapat dipahami sebagai akhlak
kepada diri sendiri, akhlak kepada sesama, dan akhlak kepada Allah. Hal
ini dikembangkan dari tiga pilar agama dalam Islam, yakni iman-islam-
ihsan; di mana yang terkahir, ihsan, merupakan landasan sekaligus tujuan
dari praktik sufisme yang ingin dicapai ketika seorang sufi berserah diri
seutuhnya kepada Allah.20
19
Sajari, Dimyati (2015). "Keotentikan Ajaran Tasawuf". Dialog Journal. 38 (2): 145–156.
20
Chittick, William C. (2007). Sufism: A Beginner's Guide. Oneworld Publications.
BAB III
KESIMPULAN
Tasawuf adalah bagian dari ilmu Islam yang penting. Dalam Islam, ada
tiga ilmu dasar yang harus dipahami umatnya. Ilmu ini adalah ilmu tauhid,
fiqih, dan tasawuf.
Nashr, Seyyed Hossein (2008). The Garden of Truth: The Vision and
Promise of Sufism, Islam's Mystical Tradition. San Francisco: HarperOne
Masalah Mistik Tasawuf & Kebatinan, MH. Amien Jaiz, PT Alma'arif - 1980
Bandung
Chittick, William C. (2007). Sufism: A Beginner's Guide. Oneworld
Publications.