This document discusses two main theories of oil formation - the abiogenic theory developed in Russia that proposes hydrocarbons have a purely geological origin, and the organic theory accepted by most Western geologists that oil is formed from the thermal maturation of organic-rich source rocks. It then provides details on the organic theory, describing the key conditions needed for economic hydrocarbon accumulation including the presence of a source rock, reservoir rock, seal, trap, and thermal maturation over time.
This document discusses two main theories of oil formation - the abiogenic theory developed in Russia that proposes hydrocarbons have a purely geological origin, and the organic theory accepted by most Western geologists that oil is formed from the thermal maturation of organic-rich source rocks. It then provides details on the organic theory, describing the key conditions needed for economic hydrocarbon accumulation including the presence of a source rock, reservoir rock, seal, trap, and thermal maturation over time.
This document discusses two main theories of oil formation - the abiogenic theory developed in Russia that proposes hydrocarbons have a purely geological origin, and the organic theory accepted by most Western geologists that oil is formed from the thermal maturation of organic-rich source rocks. It then provides details on the organic theory, describing the key conditions needed for economic hydrocarbon accumulation including the presence of a source rock, reservoir rock, seal, trap, and thermal maturation over time.
This document discusses two main theories of oil formation - the abiogenic theory developed in Russia that proposes hydrocarbons have a purely geological origin, and the organic theory accepted by most Western geologists that oil is formed from the thermal maturation of organic-rich source rocks. It then provides details on the organic theory, describing the key conditions needed for economic hydrocarbon accumulation including the presence of a source rock, reservoir rock, seal, trap, and thermal maturation over time.
Download as PPT, PDF, TXT or read online from Scribd
Download as ppt, pdf, or txt
You are on page 1of 49
INTRODUCTION
Oil formation theories
1. Abiorganic theory (developed by Russians) 2. Organic theory (developed by Americans and Europeans) ABIOGENIC THEORY Main article: Abiogenic petroleum origin The idea of abiogenic petroleum origin was championed in the Western world by astronomer Thomas Gold based on thoughts from Russia, mainly on studies of Nikolai Kudryavtsev in the 1800s. The idea proposes that hydrocarbons of purely geological origin exist in the planet. Hydrocarbons are less dense than aqueous pore fluids, and are proposed to migrate upward through deep fracture networks. Thermophilic (heat tolerant), rock- dwelling microbial life-forms are proposed to be in part responsible for the biomarkers found in petroleum. This theory is a minority opinion, especially amongst Western geologists; no Western oil companies are currently known to explore for oil based on this theory. ORGANIC THEORY Worldwide observations by practically all petroleum geologists confirm the genetic correlation between oil and gas and organic rich sediments known as source rocks.
Moreover, a large number of complex molecular structures are present in the organic matter included in sediments derived without major changes from known biological molecules.
There are three principal factors that affect the amount of organic matter in sedimentary rocks: primary photosynthetic productivity, effectiveness of preservation, and dilution by inorganic material. Of these, preservation is generally the most important FUNDAMENTELE CONDITIONS FOR ECONOMIC HYDROCARBON ACCUMULATION
SOURCE ROCK mostly fine clay with more than 0.5% kerogene RESERVOIR ROCK porous and permeable as required for production SEAL - CAP ROCK impermeable cover of the reservoir TRAP geometric ordening of source rock /reservoir/seal MATURATION time and temperature CONDUITE permeable migration path from source rock to trap TIMING trap needs to be present at the time of migration SOURCE ROCK BATUAN INDUK (PETROLEUM)
Batuan induk harus mengandung material organik (MO) dalam jumlah cukup dengan rasio hidrogen/karbon tertentu. Pada batuan induk yang kurang matang, MO sedimenter didominasi oleh kerogen dengan sedikit bitumen. Sisa organik yang terawetkan di alam (di dalam batuan) dan terubah secara termal menjadi migas hanya sebagian kecil dari jumlah total masukan (input) prazat (precursor) biologi. Jumlah MO yang terawetkan menjadi migas terperas keluar (expelled) migrasi terkonsentrasi terperangkap di reservoir lebih kecil lagi jumlahnya. Panas mengubah MO sedimenter yang kurang matang menjadi migas. Proses pematangan termal merupakan fungsi waktu dan temperatur.
Pembentukan batuan induk memerlukan: Produktivitas biota yang cukup untuk membentuk material organik yang melimpah. Kondisi pengendapan yang sesuai untuk konsentrasi dan pengawetan material organik tersebut. Secara umum, hamparan fitoplankton dan atau algae/bakteri terbentuk di lingkungan danau (lakustrin), estuarin, dan marin. Tumbuhan darat pembentuk batubara terbentuk di lingkungan darat (terestrial). Produktivitas biota dipengaruhi oleh nutrisi, sinar matahari, pH dan Eh air, sedimen, dan tanah.
Dimana batuan induk dapat di identifikasi dalam sekuen stratigrafi?
Batuan induk paling berpotensi seringkali ditemukan di daerah condensed section dengan sedimentasi partikel halus. Lingkungan dengan muka air laut relatif naik ini dicirikan dengan pasokan detrital terbatas. Di lingkungan air yang relatif dalam ini produktivitas biota meningkat karena adanya pasokan nutrisi (nutrient upwelling). Organik dalam sedimen terawetkan dengan baik. Batuan induk tidak terbentuk di rezim pengendapan energi tinggi (high-energy depositional regimes) tempat sedimen klastik kasar diendapkan (misal pasir silika atau oolit gampingan) atau tempat tumbuhnya terumbu. Batuan induk biasanya terdiri atas sedimen berbutir halus (lempung dan napal) di lingkungan energi rendah tempat diendapkan dan terawetkannya sedimen organik berdensitas rendah.
Organic Chemistry KEROGEN Material yang tidak larut di dalam pelarut biasa/umum
Molekul besar
Sejarah diagenesis dan katagenesis Kondisi alami material organik
Kemampuan kerogen memproduksi migas Molekul biogenik Material organisme Kehidupan 0,01 Biokimia dan D degradasi kimia I A 0,1 G K E E Fragmen lebih kecil N D E A S L Kondensasi I A 1 S M Polimerisasi A N (M) Humus Kehilangan Metana 10 CO 2 , H 2 O, NH 3 100 Kerogen K A N Minyak Maturasi termal T E 1000 A S Gas G I E S 10.000 Karbon mati Perengkahan METAGENESIS Gambar 3.1. Transformasi material organik dalam sedimen dan batuan sedimen (diadaptasi dari Waples, 1985). Diagenesis: transformasi material organik dalam lingkungan sedimen yang terjadi pada temperatur relatif rendah.
Katagenesis: penguraian termal kerogen besar atau molekul aspaltena menjadi molekul lebih kecil yang kemudian akan menjadi bagian fraksi bitumen dalam batuan induk.
Metagenesis: jenjang lanjut maturitas termal yang ditunjukkan dengan adanya pembentukan gas dan perengkahan (cracking). Komposisi kerogen (diambil dari Waples, 1985).
MASERAL TIPE KEROGEN MATERIAL ORGANIK ASAL
Alginit I Alga air tawar Eksinit II Polen, spora Kutinit II Lapisan lilin tanaman Resinit II Resin tanaman Liptinit II Lemak tanaman, alga laut Vitrinit III Material tumbuhan tinggi (kayu, selulosa) Inertinit IV Arang, material tersusun-ulang yang teroksidasi
Jenis kerogen dan prazatnya (menurut Stach, 1975; diambil dari BP Short Course, 1992)
KELOMPOK MASERAL MASERAL ASAL TANAMAN
Alginit Alga Kutinit Lapisan lilin EKSINIT Sporinit Spora/polen (cenderung minyak) Resinit Resin Suberinit Gabus Liptoderinit Berbagai material di atas
VITRINIT Telinit Jaringan tanaman (cenderung gas) Kolinit Gel humus
Fusinit Arang Semifusinit Tanaman INERTINIT Pirofusinit Jaringan (lembam/inert) Sklerotinit Jamur Mikrinit Amorf, tidak jelas prazatnya Makrinit
(A) KEROGEN ALGA
(CH 2 ) 2 CH 3
O OH
CH 2 CH 3
N H (CH 2 ) 10 CH 3 CH 3
Model skematik kerogen tipe I, II, dan III (A,B, dan C, berurutan) pada jenjang kurang-matang (diagenesis) (Dow, 1977; diambil dari Waples, 1985) A B C Atom H/C 1,65 1,28 0,84 Atom O/C 0,06 0,10 0,13 (B) KEROGEN LIPTINIK (C) KEROGEN HUMIK OH (CH 2 ) 2 CH 3 HO CH 3 CH 3 HO OH CH 3 O O CH 3 C HO CH 3 O C OH O HO C O C N H N (CH 2 ) 2 CH 3 H (CH 2 ) 14 CH 3 CH 3 TIPE KEROGEN Dalam penentuan tipe kerogen, harus diketahui adanya efek matriks mineral Beberapa bagian mineral (lempung polar) menghambat pelepasan hidrokarbon dari sampel bubuk batuan utuh (whole rock) sewaktu pirolisis Rock-Eval, menyebabkan rendahnya data kuantitas, kualitas, dan kematangan Efek matriks mineral terjadi bila lempung polar bereaksi dengan molekul organik polar ketika prosedur Rock-Eval nonhydrous (kering) berlangsung. TIPE KEROGEN Efek berbagai mineral beragam, dari kuat ke lemah: ilit > bentonit-Ca > kaolinit > bentonit-Na > karbonat kalsium > gipsum. Keberagaman efek matriks mineral berpengaruh pada sampel batuan utuh (whole rock) dengan TOC kurang dari 10%. Proses pematangan termal geologi berbeda dengan pematangan pada pirolisis Rock-Eval: pematangan alami lambat dan lingkungannya berair (hydrous), sedangkan Rock-Eval cepat dan kering (nonhydrous). KEROGEN TIPE I Seringkali MO ini berupa alginit takberstruktur (amorf) dan, jika belum matang, berpendar kuning emas dalam sinar ultraungu (UV). Kerogen tipe I dalam jumlah besar dapat terubah secara termal menjadi petroleum, karena itu jarang dikenal dalam batuan yang matang atau pascamatang. KEROGEN TIPE I Beberapa contoh kelompok murni yang berkarakter kerogen tipe I: 1) Alga lakustrin Botryococcus braunii dengan senyawa kimia uniknya, botriokokana (botryococcane). 2) Tasmanit spp., berupa fitoplankton alga laut berkadar garam rendah dan berair dingin dengan kenampakan fisik yang unik, dan 3) mikrofosil berkoloni (organik marin) Gloeocapsomorpha prisca berumur Ordovisium . KEROGEN TIPE I jika penyebarannya luas, dipetakan sebagai fasies organik A. terbentuk dalam kolom air tersusun (stratified water column) danau, estuari, dan lagun. terkonsentrasi di condensed section dengan transpor detritus yang rendah dan terutama berupa material pelagis. Condensed section terjadi di fasies lepas-pantai transgressive system tract dalam lingkungan marin dan lakustrin. KEROGEN TIPE I Pengembangan terminologi dari lingkungan marin ke lakustrin belum terlalu umum pada awalnya. Perlu disadari bahwa batuan lakustrin terbentuk secara proses dinamik yang sama dengan pembentukan batuan marin (misalnya pasokan sedimen, iklim, tektonik, dan penurunan dasarnya), meskipun perubahan pada aras danau (aliran, penguapan, dan sedimentasi) mencerminkan perubahan lokal, tidak seperti perubahan global di laut (misalnya perubahan muka air laut). KEROGEN TIPE II dalam bentuk aslinya (jika monomaseral) dicirikan oleh maseral eksinit (spora dan polen) yang relatif kaya hidrogen. Keberadaannya dipengaruhi oleh produktivitas biologi tinggi, pelarutan mineral rendah, dan oksigenasi terbatas. Kerogen tipe II eksinitik terawetkan di condensed section dan mencerminkan maseral yang sedikit lebih miskin hidrogen dibandingkan kerogen tipe I. KEROGEN TIPE II dapat pula terbentuk dari degradasi parsial kerogen tipe I atau dari berbagai campuran kerogen tipe I dan tipe II, III, dan IV. Misalnya, MO yang terbentuk di lingkungan (provenans) yang berbeda dapat tercampur: material alga planktonik yang masuk ke dalam sedimen yang mengandung maseral kayuan tertranspor (tipe III). Terdapat di dalam transgressive system tracts, kadang-kadang lebih ke arah daratan (landward) dibandingkan pengendapan kerogen tipe I. KEROGEN TIPE III mengandung cukup hidrogen untuk membentuk gas, tetapi tidak cukup untuk membentuk minyak bumi. dalam bentuk asli, tersusun atas vitrinit. terbentuk dari campuran atau proses degradasi berbagai maseral. KEROGEN TIPE III Lingkungan tempat batubara terbentuk memungkinkan terbentuknya berbagai tipe kerogen berbeda. Sebagian besar batubara terbentuk di kolam paralik dan bekas saluran sungai. Sedimen semacam ini terbentuk di lembah dengan pasokan sedimen rendah sebagai endapan estuarin atau teluk (coastal). KEROGEN TIPE IV suatu istilah yang tidak dipergunakan secara luas oleh ahli geokimia organik karena sulitnya membedakan tipe IV dari tipe III dengan menggunakan pirolisis Rock-Eval. berupa kerogen yang lembam (inert, tidak menghasilkan hidrokarbon). terdiri atas material miskin hidrogen seperti inertinit, MO detritus yang teroksidasi langsung oleh maturasi termal termasuk api (arang) atau akibat daur-ulang biologis dan sedimentologis. Van Krevelen diagram showing maturation pathways for Types 1 to IV kerogens as traced by changes in atomic HIC and OIC ratios. The shaded areas approximately represent diagenesis, catagenesis, and metagenesis, successively. Kandungan nitrogen dalam kerogen Berasal dari material berprotein yang mudah terusak saat diagenesis Diendapkan dalam kondisi anoksik Tanaman darat mengandung sedikit nitrogen Kandungan sulfur dalam kerogen Terbentuk dari sulfat tereduksi bakteri anaerobik Biasanya berasosiasi dengan lingkungan laut Air tawar berkadar sulfat rendah TERJADINYA MINYAK MENTAH BERKADAR SULFUR RENDAH DAN TINGGI DI ALAM
SEDIMENTASI MATERIAL ORGANIK (SULFUR RENDAH) NON-MARIN (BRUNEI) REDUKSI SULFAT
H 2 S DAN S H 2 S DAN S TERPERANGKAP BEREAKSI DENGAN SEBAGAI FeS 2 MATERIAL ORGANIK (NIGERIA) (VENEZUELA)
KEROGEN BERSULFUR KEROGEN BERSULFUR RENDAH TINGGI
PENIMBUNAN MINYAK, S RENDAH MINYAK, S TINGGI PENAIKAN MINYAK, S RENDAH KEMATANGAN MINYAK, S RENDAH ANALISIS TOC (Jarvie, 1991) Penentuan kekayaan MO yang dikandung batuan sedimen Gunanya untuk seleksi/skrining batuan induk MO berasal dari berbagai organisme yang telah tersedimentasikan dan terpendam sepanjang waktu geologi ANALISIS TOC (Jarvie, 1991) Karbon mewakili 75-95% berat HK berdasar BMnya, rata-rata sekitar 83% berat. Material organik nonhidrokarbon dalam petroleum (N, S, O) dan fraksi aspaltena, juga bitumen dan kerogen yang terdapat di batuan induk mengandung karbon organik dalam jumlah tinggi
GAS/ MINYAK
KEROGEN
KARBON EOM
KARBON DAPAT DIUBAH
KARBON RESIDU
KARBON ORGANIK TOTAL (TOC)
Gambar 4.1. Model distribusi karbon organik dalam sebuah sampel sedimen.
Sampel sedimen
Harga TOC diberi satuan % berat, artinya 1% berat berarti bahwa dalam 100 g sampel sedimen terdapat 1 g karbon organik (lihat gambar) Dalam sampel serpih atau karbonat tertentu, fraksi karbon EOM kurang dari 1% TOC, akan tetapi di batuan reservoar persentase ini semakin besar. Karbon dapat diubah mencerminkan potensi sisa (remaining potential) suatu sampel sedimen untuk membentuk migas.
Gas/Minyak Kerogen Karbon EOM Karbon dapat diubah Karbon sisa S1 ncc S2 ncc S4 ncc KARBON ORGANIK TOTAL (TOC) Gambar 4.2. Hubungan data Rock-Eval relatif terhadap model TOC. S1 dan S2 diperoleh dari pirolisis Rock-Eval, sedangkan S4 dari proses oksidasi Rock-Eval (ncc = normalised carbon content; 0,083% berat untuk S1 dan S2; 0,1% berat untuk S4) (Diadaptasi dan dimodifikasi dari Espitalie et al., 1982, dalam Jarvie, 1991) Pertanyaan kunci: Apakah suatu batuan sedimen cukup karbon organik dengan jenis (tipe) yang tepat (cenderung membentuk minyak atau gas) dan kematangan untuk membentuk dan mengeluarkan HK dengan akumulasi komersial Perlu didefinisikan tentang komersial, yang bervariasi tergantung atas lokasi dan operator. TOC hanya menjawab tentang kecukupan MO, analisis lain diperlukan untuk menentukan tipe kerogen dan kematangan. Gehman (1962): karbonat mempunyai konsentrasi HK per unit TOC > serpih. Jones (1984): data Gehman menyatakan bahwa BI berpotensi mempunyai konsentrasi HK per unit TOC > non-BI. menyatakan bahwa harga TOC minimum sama untuk karbonat dan serpih. Kerogen tipe I: persentase karbon yang dapat diubah dalam TOC tinggi (umumnya > 70% berat); menghasilkan HK berkonsentrasi parafinik (lilinan) lebih tinggi daripada kerogen tipe II dan III. Kerogen tipe II: persentase karbon yang dapat diubah antara 30 dan 70%; menghasilkan HK campuran yang kompleks. Kerogen tipe III: potensi pembentukan HK-nya lebih rendah daripada kerogen tipe I dan II (< 30%); terutama menghasilkan gas. Karbon EOM Karbon dapat diubah Karbon residu Karbon EOM Karbon dapat diubah Karbon residu Karbon EOM Karbon dapat diubah Karbon residu Hidrokarbon yang dikeluarkan Gambar 4.4. Efek pematangan termal terhadap karbon organik dengan volume tertentu. Tipe I Tipe III Gambar 4.3. Distribusi karbon organik dalam kerogen berbagai tipe. Karbon EOM Karbon dapat diubah Karbon residu Karbon EOM Karbon dapat diubah Karbon residu Karbon EOM Karbon dapat diubah Karbon residu Harga TOC tanpa data kematangan (seperti Tmaks atau Ro) tidak cukup untuk menyeleksi potensi batuan induk. Jika harga TOC tinggi didapatkan pada batuan yang sangat matang, maka TOC itu hampir seluruhnya berupa karbon residu. Karbon yang dapat diubah telah habis sewaktu proses pembentukan migas. Terkait dengan teknik analisis
Tabel 5.1. Parameter evaluasi batuan induk dengan Rock-Eval (Peters, 1986)
Potensi TOC Pembentukan (%) S1 S2
Buruk 0,0-0,5 0,0-0,5 0,0-2,5 Sedang 0,5-1,0 0,5-1,0 2,5-5,0 Baik 1,0-2,0 1,0-2,0 5,0-10,0 Sangat baik >2,0 >2,0 >10,0
HI Tipe (mg HC/g TOC) S2/S3
Gas 0-150 0-3 Gas dan minyak 150-300 3-5 Minyak >300 >5
Berdasar asumsi kematangan setara dengan 0,6% Ro.
Sampel batubaraan - Batubara berasal dari tanaman tinggi (tipe III) umumnya tidak merespons pirolisis sama seperti MO tipe III yang tersebar (dispersed), plot HI vs OI mungkin dapat memberikan gambaran yang salah tentang tipe MO. - Secara umum, batubara mempunyai HI di bawah 300 (rendah dibandingkan MO tipe II), dengan S2/S3 > 5. Kontaminasi aditif umumnya menurunkan Tmaks, meskipun beberapa aditif dapat menurunkan atau menaikkan Tmaks. Semua kontaminan organik cenderung meningkatkan HI. Kontaminasi oil based mud atau minyak bermigrasi membuat kenampakan seperti belum matang (Tmaks < 435 o C), kebalikannya PI atau S1/TOC > 0,2 dan 0,3, berurut. Akurasi Tmaks sekitar 1-3 o C, tergantung alat, laju program, jumlah sampel, dan posisi kalibrasi elektronik termistor. Sampel yang mempunyai puncak S2 < 0,2 Tmaks-nya tidak dapat dipercaya.
Tabel 5.2. Hasil analisis TOC dan Rock-Eval sampel inti terpilih dari sebuah sumur di Montana (Peters, 1986)
Dalam Deskripsi TOC S1 S2 S3 Tmaks PI HI OI (kaki)