Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Musik gereja

(Dialihkan dari Nyanyian jemaat)

Musik gereja adalah suatu jenis musik yang berkembang di kalangan Kristen (juga pada zaman sebelum kekristenan: Yahudi), terutama dilihat dari penggunaannya dalam ibadah gereja.[1] Seorang tokoh musik gereja, Mawene (seorang Teolog Perjanjian Lama dari Indonesia, tetapi juga memberi perhatian dalam Musik Gereja), dalam bukunya Gereja yang Bernyanyi menyebutkan musik gereja merupakan ungkapan isi hati orang percaya (Kristen) yang diungkapkan dalam bunyi-bunyian yang bernada dan berirama secara harmonis, antara lain dalam bentuk lagu dan nyanyian.[2] Sama dengan musik secara umum, dua unsur; vokal dan instrumental harus diperhatikan, dan terkhusus dalam bermusik di gereja yang sarat dengan makna teologis dan berkenaan dengan iman umat, dua hal itu sangat penting untuk disajikan secara tepat agar umat mampu menghayati imannya dengan bantuan musik.[2]

Musik Gereja dalam St. Matius, Gereja Lutheran di Charleston, SC. Rancangan studio of Franz Mayer & Co. of Munich, Jerman, New Jersey 1966.

Pentingnya musik gereja

sunting
  • Musik sangat penting dalam ibadah gereja, sebab sebagian besar porsi ibadah gereja memiliki unsur musik, baik vokal maupun instrumental.[3] Begitu pentingnya musik di dalam gereja, sehingga Martin Luther, tokoh gereja protestan era reformasi menyatakan bahwa gereja yang baik adalah gereja yang bernyanyi.[2]
  • Makna musik dalam ibadah gereja dalam istilah lain dalam liturgi gereja adalah ungkapan simbolis perayaan iman jemaat gereja.[4] Perayaan iman yang dimaksud adalah penghayatan terhadap misteri dalam agama Kristen dalam diri Kristus sebagai sosok penyelamat yang benar-benar menyentuh perasaan umat dalam nyanyian.[4] Hubungan musik dan liturgi (seharusnya) bersifat harmonis, yaitu keseimbangan yang pas antara musik dan penghayatan iman menjadi tidak terpisahkan.[3]
  • Unsur musik dalam gereja seharusnya memiliki keterkaitan dengan gereja dalam hal pengembangan kehidupan spiritualitas, sumber daya, organisasi gereja, mentalitas, keahlian, integritas keteladanan umat beriman yang harus senantiasa dipikirkan oleh gereja sebagai organisasi.[3] Dengan begitu musik menjadi alat teologi dalam mendidik umat yang bertujuan mencerdaskan umat untuk berperilaku yang baik sesuai ajaran gereja.[3]

Fungsi musik gereja dan nyanyian jemaat

sunting
 
Gereja Bernyanyi, Tacuinum Sanitatis Casanatensis (Abad 14).

Fungsi musik gereja sangat jelas, yaitu untuk memuliakan Allah.[2] Selain itu dampak baiknya dalah memberikan pendidikan kepada warga jemaat dengan nyanyian, hal ini juga mencerminkan jenis perkembangan teologis yang sedang berlangsung dalam gereja tersebut.[2] Melalui musik yang terjadi dalam sebuah liturgi (ibadah), umat mampu berefleksi dalam kehidupannya.[2] Fungsi musik gereja yang lain di dalam liturgi adalah melayankan ibadah secara sederhana, tetapi pantas dan bermutu tinggi.[5] Nyanyian jemaat hanya berfungsi di dalam ibadah, sedangkan ketika dinyanyikan di luar gereja menjadi berkurang bahkan hilang fungsinya.[5] Hal ini terjadi karena salah satu aspek nyanyian jemaat sebagai bentuk penggembalaan atau pastoralnya menjadi tidak berbobot lagi.[5]

Ada tiga hal secara historis yang melahirkan fungsi nyanyian jemaat di dalam liturgi:

  • Nyanyian dalam liturgi merangkai unsur-unsur liturgi secara berkaitan, sehingga jika rangkaian itu hilang maka fungsinya menjadi hilang.[5] Dalam hal ini syarat nyanyian jemaat harus disajikan secara dilihat dari teologi dan praktiknya.[5]
  • Nyanyian Jemaat sebagai simbol dari iman dan pengajaran, syair dan musik menjadi sangat penting dalam menyampaikan pesan pemberitaan firman.[5]
  • Nyanyian Jemaat memperoleh maknanya dalam pelayanan liturgi.[5]

Musik gereja dan tugas gereja

sunting

Musik gereja dan nyanyian jemaat menjadi salah satu alat untuk mengantarkan umat menyadari tugasnya sebagai orang beriman dalam tiga hal; Koinonia, Marturia, Diakonia.[2]

  • Koinonia adalah tugas untuk bersekutu, saling memperhatikan, dan berkumpul dalam memuji Tuhan dalam kehidupan bersama.[2]
  • Marturia adalah tugas di mana seorang Kristen harus memberitakan (menjadi saksi) kebaikan Tuhan seperti yang terdapat dalam Injil dengan perbuatan baiknya, hal ini juga harus menjadi pesan dari Nyanyian Jemaat.[2]
  • Sedangkan Diakonia adalah tugas dalam saling melayani satu dengan yang lain, kepada sesama secara universal, yaitu manusia dan alam cipataan.[2]

Teknik bermusik dalam musik gereja

sunting
 
Paduan Suara atau Musik Koral

Teknik dalam musik gereja terkait dengan pemahaman musik dan teologi sebuah gereja, maka dikembangkan teknik-teknik seperti:

  • Penguasaan nada dasar dalam musik gereja.[5] Misalnya, dalam pengetahuan umum dikenal nada mayor berakhiran "do" dan minor berakhiran "la", dan hal ini dijumpai dalam Mazmur dan nyanyian Gregorian.[5] Tentang pemilihan nada finalis (akhir sebuah baris) hal ini bisa menandakan fungsi sebuah lagu, misalnya berakhiran "re" adalah doa atau pujian, berakhiran "mi" dan "fa" adalah doa, berakhiran "sol", "la", dan "do" adalah nyanyian syukur menguatkan pujian kepada Allah.[5]
  • Penggunaan instrumen musik

Penggunaan instrumen musik dalam gereja tidak terbatas pada penggunaan musik dalam kebaktian.[5] Sebab hal ini juga tampak dalam Alkitab yang memakai alat musik bukan hanya dalam beribadat saja, tetapi juga dalam memakai alat musik di luar ibadah.[5] Alat musik seperti gambus, kecapi, seruling, ceracap juga terdapat dalam Alkitab dan bukan hanya dalam ibadah.[5] Alat musik tiup, petik, perkusi digunakan dalam musik gereja.[5] Tanpa musik atau kesunyian juga dianggap sebagai alat musik, hal ini tampak dalam a capella (berasal dari alla capella: musik dalam kapel) yang hanya dengan syair yang bernada tanpa alat musik.[5] Salah satu nyanyian yang cocok dinyanyikan dengan model acapella adalah Kidung Jemaat nomor 50a yang berjudul Sabda-Mu Abadi dan Nyanyikanlah Kidung Baru nomor 80, Di Bukit Golgota.[5]

Sejarah musik gereja

sunting

Pembagian ini ditulis dalam buku Sejarah Musik jilid 1 sampai 4 oleh Karl Edmund yang diterbitkan oleh Pusat Musik Liturgi di Yogyakarta.[6][7][8]

 
Simbol dari musik yang ada pada Zaman Daud (Kecapi) yang ada di Yerusalem
  • Musik zaman kuno (___sampai abad 4)[6]

Musik zaman kuno bisa diketahui dari benda-benda purbakala dan alat-alat musik yang ditemukan.[6] Misalnya, patung, shofar, nafiri,harpa-harpa, kecapi, mandolin, lyra, seruling, tambur kemudian ukiran di batu tentang ibadat di Mesir.[6] Sedangkan pada tradisi Yahudi sendiri bisa diketahui dari teks-teks Alkitab.[6] Misalnya dalam teks Keluaran 19:16-19, Yosua 6:8-9. 20, Hakim-hakim 5; ditemukan beberapa aktivitas yang menggunakan alat musik seperti sangkakala, bermazmur, kecapi, gambus, disebut juga ada nyanyian-nyanyian.[6] Bahkan ada jenis musik yang bisa diketahui yaitu musik Kenisah(abad 10-6SM) dan musik Sinagogel (500SM)[6] Kemudian perkembangannya diketahui terjadi di Yunani pada masa klasik hellenisme dan pada abad-abad awal masehi yang sudah terdapat musik gregorian yang diusung oleh para musisi termasuk bapa gereja.[6]

  • Musik Zaman Gereja Purba

Musik zaman Gereja Purba merupakan musik zaman abad awal gereja. Ada banyak tipe nyanyian jemaat yang dinyanyikan. Salah satu yang terkenal adalah kantika Lukas. Injil Lukas menjadi sebuah dasar teks bagi empat kantikal utama pada peribadahan Kristen pada saat itu. Kantikal yang pertama adalah Magnificat. Nyanyian Magnificat merupakan nyanyian pujian Maria karena ia mengandung bayi Yesus (Lukas 1:46-55). Kantikal yang kedua adalah Kantikal Gloria in Excelsis Deo. Nyanyian ini merupakan nyanyian yang disadur dari teks Lukas 2:14, yaitu teks yang menceritakan malaikat Allah memuji Tuhan atas kelahiran Yesus. Kantikal yang ketiga adalah Kantikal Benedictus. Nyanyian Benediktus merupakan nyanyian yang berasal dari teks Lukas 1:68-79. Nyanyian ini merupakan nyanyian Zakaria atas peristiwa kelahiran anaknya, Yohanes pembaptis. Kantikal yang keempat adalah Kantikal Nunc Dimittis. Kantikal ini merupakan nyanyian yang disadur dari teks Lukas 2:29-32.[9]

'Musik zaman pertengahan biasanya dikaitkan dengan kejatuhan Romawi (476) sebagai pembukaannya.[6] Pendapat lain mengatakan dimulai semenjak ada perubahan besar dalam kebudayaan klasik Yunani maupun Romawi, perpindahan bangsa-bangsa tepatnya berbagai suku Jermania dari Eropa Timur ke Eropa Barat.[6] Penutupan abad pertengahan juga ada perdebatan, bahkan terkadang hingga abad 16 yang ditandai oleh tokoh-tokoh polifoni seperti Palestrina (1525-1594) serta Orlando di Lasoo (1532-1594).[6] Setidaknya terdapat dua gaya musik bukan hanya menurut estetik serta bantuk lahirnya, tetapi juga karena perkembangannya.[6] Bentuk-bentuk musiknya: drama liturgi, gregorian, tipe litani (berbalasan dilakukan dalam ibadah), tipe sekuensi, kanzone, rondo.[6] Musik polifon pada abad 9-11 konon dimulai dari Islandia dan Norwegia.[6] Perkembangan lain adalah sudah adanya sekolah-sekolah musik, organum baru, sudah ada notasi musik juga berkembang.[6]

 
Sebuah notasi dari Kidung Gregorian

Musik zaman Renaissance diawali dengan perkembangan seni di Italia, disebut juga masa anti purbakala.[6] Istilahnya sendiri dipakai baru pada abad 15-26, bersamaan ditemukan bukti-bukti sejarah tentang Columbus, Gutenberg, lalu disusul oleh masa reformasi (zaman tokoh Martin Luther dan Yohanes Kalvin) di mana terdapat pembaruan gereja yang menandakan ciri musik religius.[6] Musiknya sendiri ditandai oleh beberapa bentuk; motet, ordinarium missae, nyanyian offinsi, madrigal, birama dsb.[6] Perkembangan musik bukan hanya terjadi di Italia, tetapi juga banyak negara lain, Inggris, Spanyol, Prancis.[6] Musik Koral yang terkenal dari tradisi gereja juga muncul, dikarang oleh Martin Luther sebagai tokoh terkenal dalam reformasi.[6]

 
Musik yang juga diambil dari tradisi tari-tarian yang menjadi seni rakyat

Musik zaman Barok adalah dianggap mewakili zaman yang sangat rumit dalam berbagai hal, mulai melodinya, bentuk-bentuk musiknya dan warna musiknya.[7] Istilah barok sendiri sebenarnya muncul dalam buku Ensiklopedi karya Denis Diderot pada tahun 1750.[7] Bentuk-bentuk musik yang berkembang pada masa ini adalah opera, oratorio, musik kamar dan instrumentalia.[7] Musik gereja berkembang di Italia, Jerman dan Austria.[7] Gereja dengan beberapa tradisi; Katolik, protestan, Anglikan (Inggris).[7] Kemudian musisi yang sangat terkenal adalah J.S Bach (1685-1750), Handel Antonio Vivaldi, Alessandro Scarlatti dsb.[7] Zaman musik Klasik ini berlangsung pada tahun 1760 - 1820 yang berpusat pada tiga komponis besar; Joseph Haydn (1732-1809), Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791) dan Ludwig Van Beethoven (1770-1827) Musik yang berkembang adalah jenis musik vokal, musik opera.[10]

Musik Klasik adalah karya seni musik yang sempat mengintikan daya ekspresi dan bentuk bersejarah sedemikian hingga terciptalah suatu ekspresi yang meyakinkan dan dapat bertahan terus, hal ini menurut Friedrich Blume.[7] Dapat diketahui bahwa masa klasik dibagi dalam pra klasik (1730-1760), klasik awal (1760-1780), dan klasik tinggi (1780-1820) Musik klasik ini ditandai dengan bentuk musik seperti opera klasik, opera buffa, opera comique, oratorio yang bekembang.[7] Musisi ternama yang kita kenal adalah Mozart, Beethoven, Gluck dll.[7] Musik gereja sendiri banyak memperoleh sumbangan baik gereja Katolik maupun Protestan.[7]

Musik zaman romantis dikenal mulai abad 18, yaitu sebuah istilah untuk menggambarkan perasaan yang menonjol dalam berbagai aspek kesenian seperti pada musik.[7] Pada zaman ini masih terdapat opera yang terus berkembang, drama musik, konser sebagai warisan dari zaman klasik.[7] Musik gereja berkembang di Wina dalam tradisi Katolik, terkait dengan tantangan abad pencerahan oleh para pemikir di dalamnya.[7] Dalam tradisi Katolik terdapat musik gereja, gerakan cecilianis, dan musik devosional.[7] Sedangkan pada tradisi protestan terdapat nyanyian jemaat, musik gereja, paduan suara gereja yang dibarengi dengan berbagai alat musik yang digunakannya; organ, piano, dll.[7] Para musisi di dalamnya adalah Franz Schubert, Robert Schuman, Anton Bruckner dll.[7]

Musik Impresionis, istilah ini muncul dari kumpulan semiman di Paris, dengan aliran-aliran seni yang spontan, sebagai wujud dari sesuatu yang dilihat secara indah dan diwujudkan dalam benda atau karya seni.[8] Hal yang menonjol adalah melodi dan harmoni.[8] Komposer yang berkarya adalah Gabriel Fauré (1845-1924),

  • Musik Musik Zaman Modern (Abad 19- Abad 20)[8]

Musik gereja abad 20 tampak dalam nyanyian jemaat sedikitnya memiliki dua unsur yang menonjol:

  1. Keagungan Tuhan, kemuliaan dalam ajaran Trinitas, syairnya terdapat makhluk-makhluk sorgawi dalam bahasa yang agung.[5] Didominasi oleh musik Latin hingga abad-abad Pertengahan hingga memasuki zaman Reformasi .[5]
  2. Mengandung pesan pementingan perilaku kesalehan manusia yang mulai terbuka, munculnya puritanisme, pietisme, ekspansi, spiritualisme yang memasukkan teologi kelompok tertentu (orang-orang kulit hitam) yang menjadi tema-tema yang dimasukkan ke dalamnya.[5]

Nyanyian jemaat

sunting
 
Paduan Suara modern

Beberapa buku kumpulan lagu gerejawi yang biasa digunakan oleh gereja-gereja di Indonesia, di antaranya adalah:

Referensi

sunting
  1. ^ (Inggris)Andrew Wilson - Dickson., The Story of Christian Music, England: Lion Music Publishing, 1992
  2. ^ a b c d e f g h i j (Indonesia)Mawene., Gereje yang Bernyanyi, Yogyakarta: Andi, 2004
  3. ^ a b c d (Indonesia) Sinode Gereja Kristen Indonesia., Panduan Musik dalam Ibadah, Jakarta: Sinode GKI
  4. ^ a b (Indonesia)E. Martasudjita., Pr dan J. Kristianto, Pr., MEMILIH NYANYIAN LITURGI, Panduan untuk Petugas, Yogyakarta: Kanisius, 2007
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s (Indonesia)Rasid Rachman., Nyanyian Jemaat dalam Liturgi, Tangerang: Bintang Fajar, 1999
  6. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v (Indonesia) Karl Edmund., Sejarah Musik Jilid 1, Yogyakarta: Pusat Musik Liurgi, 1991
  7. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t (Indonesia) Karl Edmund., Sejarah Musik Jilid 2, Yogyakarta: Pusat Musik Liurgi, 1993
  8. ^ a b c d e (Indonesia) Karl Edmund., Sejarah Musik Jilid 3, Yogyakarta: Pusat Musik Liurgi, 1995
  9. ^ Westemeyer, Paul (1998). Te Deum: The church and Music. Minneapolis: Fortress Press. hlm. 46–48. 
  10. ^ (Indonesia)Rodherick J., Sejarah Musik 2 - Musik 176- sampai Abad 20., Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008