Porositas
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. (September 2013) |
Porositas atau kesarangan adalah ukuran dari ruang kosong di antara material, dan merupakan fraksi dari volume ruang kosong terhadap total volume, yang bernilai antara 0 dan 1, atau sebagai peratusan antara 0-100%. Istilah ini digunakan di berbagai kajian ilmu seperti geologi, geofisika, farmasi, teknik manufaktur, ilmu tanah, metalurgi, dan sebagainya.
Porositas bergantung pada jenis bahan, ukuran bahan, distribusi pori, sementasi, riwayat diagenetik, dan komposisinya. Porositas bebatuan umumnya berkurang dengan bertambahnya usia dan kedalaman. Namun hal yang berlawanan dapat terjadi yang biasanya disebabkan riwayat suhu bebatuan.
Porositas pada aliran dua fase
suntingDalam aliran dua fase gas dan cairan, fraksi kekosongan didefinisikan sebagai fraksi dari volume aliran yang ditempati oleh gas.[1] Porositas umumnya bervariasi dari satu lokasi ke lokasi lainnya dalam perpipaan dan berfluktuasi terhadap waktu. Pada aliran non-homogen, porositas terkait dengan laju aliran volumetrik dari fase gas dan cairan, dan terkait dengan kecepatan relatif antara dua fase (disebut dengan slip ratio).
Porositas dalam ilmu bumi dan konstruksi
suntingPorositas yang digunakan dalam geologi, hidrogeologi, ilmu tanah, dan ilmu bangunan, yaitu bahan padat yang ruangnya diisi cairan dan udara, didefinisikan dengan:
dengan VV adalah volume dari ruang kosong yang diisi cairan dan udara dan VT adalah total volume dari bahan.
Porositas adalah fraksi antara 0 dan 1. Seperti contoh batu granit yang memiliki porositas 0.01, dan gambut serta tanah liat yang memiliki porositas sekitar 0.5.
Dalam geologi pertambangan, porositas bebatuan atau lapisan sedimen penting sebagai rujukan ketika mengevaluasi volume potensial air dan hidrokarbon yang mungkin terkandung di dalamnya. Porositas sedimen adalah fungsi yang rumit dari berbagai faktor, mencakup laju pengebumian, kedalaman pengebumian, sifat fluida, sifat sedimen di atasnya, dan sebagainya. Persamaan yang umum digunakan adalah persamaan Athy (1930):[2]
di mana adalah porositas permukaan, adalah koefisien pemadatan (m−1) dan adalah kedalaman (m).
Nilai dari porositas dapat dihitung dari massa jenis bahan curah dan massa jenis partikel :
Massa jenis partikel normal diasumsikan sekitar 2.65 g/cm3, meski perkiraan terbaik didapatkan dari pengukuran dan analisis sifat partikel.
Porositas dan konduktivitas hidrolik
suntingPorositas sebanding dengan konduktivitas hidrolik. Pada kasus dua akuifer berpasir, salah satu yang memiliki porositas tinggi akan memiliki konduktivitas hidraulis yang lebih tinggi, yang berarti akan lebih banyak area bagi air untuk mengalir, tetapi memiliki banyak kerumitan dalam menjelaskan hubungan ini. Kerumitan utama adalah bahwa porositas dan konduktivitas hidraulis tidak sebanding secara proporsional, tetapi konduktivitas hidraulis sebanding dengan radius pori-pori. Seperti contoh tanah liat umumnya memiliki porositas tinggi dan mampu menyimpan air dalam jumlah besar, tetapi memiliki konduktivitas hidraulis yang sangat kecil sehingga tidak mampu mengalirkan maupun melepaskan air. Hal ini dikarenakan ruang di antara partikel besar pada tanah liat terisi oleh partikel kecil yang bersifat "lengket" terhadap air.
Porositas bebatuan
suntingBebatuan terkonsolidasi seperti batu pasir, shale, granit, atau batu kapur umumnya memiliki dua sifat porositas jika dibandingkan dengan sedimen aluvial. Sifat porositas tersebut yaitu porositas terhubung dan porositas tidak terhubung. Porositas terhubung dapat diukur dengan menggunakan gas atau cairan yang mengalir ke dalam bebatuan, tetapi tidak dapat melalui porositas yang tidak terhubung.
Porositas tanah
suntingPorositas tanah permukaan umumnya berkurang dengan dengan meningkatnya ukuran partikel. Hal ini dikarenakan pembentukan agregat tanah pada permukaan tanah yang bertekstur ketika berhadapan dengan proses biologi tanah. Pembentukan agregat melibatkan adhesi partikulat dan memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap pemadatan. Massa jenis dari tanah berpasir biasanya antara 1.5 sampai 1.7 g/cm³, dengan porositas antara 0.43 sampai 0.36. Massa jenis tanah liat antara 1.1 sampai 1.3 g/cm³ dengan porositas antara 0.58 sampai 0.51. Meski tanah liat disebut dengan "tanah berat", tetapi sesungguhnya pada massa yang sama, tanah liat memiliki porositas yang lebih banyak. Disebut "tanah berat" karena kandungan air di dalamnya lebih banyak dari tanah biasa, dan kandungan air tersebut menyumbang berat yang lebih banyak dari air yang terkandung pada tanah biasa. Selain itu, kadar air yang terkandung dalam tanah liat membuat bajak singkal sulit membajak tanah liat sehingga membutuhkan gaya yang lebih besar.
Tipe porositas geologis
sunting- Porositas absolut
- Porositas absolut ialah perbandingan seluruh volume pori (baik yang berhubungan maupun tidak saling berhubungan) dengan volume total batuan.[3]
- Porositas efektif
- Porositas efektif ialah perbandingan seluruh volume pori yang berhubungan dengan volume total batuan.
- Porositas residual
- Porositas residual ialah perbandingan seluruh volume pori yang tidak saling berhubungan dengan volume total batuan.
- Porositas primer
- Porositas utama atau awal dari sistem porositas di dalam bebatuan atau deposit aluvial.
- Porositas sekunder
- Porositas lanjutan atau terpisah dari sistem porositas di dalam bebatuan, umumnya meningkatkan porositas total bebatuan. Porositas ini dapat dihasilkan dari pelapukan kimiawi atau rekahan. Porositas sekunder dapat menggantikan porositas primer sepenuhnya atau mendampingi.
- Porositas rekahan: Porositas ini terkait dengan sistem rekahan atau patahan yang membentuk porositas sekunder yang dapat menjadi tempat penyimpanan reservoir.
- Porositas rekahan
- Hasil dari adanya suatu ruang terbuka yang disebabkan oleh patahan atau hancuran dari batuan. Semua jenis batuan yang dipengaruhi oleh rekahan dan komposisi batuan akan menentukan banyaknya rekahan yang terbentuk. Hydraulic fracturing adalah metode yang mendorong produksi akibat pengaruh rekahan dan celah pada suatu formasi karena injeksi fluida pada batuan reservoir mengalami tekanan yang melampaui kekuatan batuan. Hydraulic fracturing dapat sangat menambah porositas efektif dan permeabilitas dari formasi.
- Porositas vuggy
- Porositas sekunder yang dihasilkan dari pelarutan komponen besar yang terdapat di dalam bebatuan (seperti fosil dan material organik) dan meninggalkan lubang kecil sampai terciptanya gua.
- Porositas terbuka
- Fraksi dari volume total di mana aliran fluida dinamis dapat menempati ruang walau terdapat jalan buntu di dalamnya. Fluida dapat tetap mengalir karena variasi kondisi termal di dalamnya yang menyebabkan perubahan tekanan dan volume[4] di dalam pori-pori yang terhubung.
- Porositas inefektif (disebut juga porositas tertutup)
- Merupakan fraksi volume total di mana fluida atau gas ada di dalam namun tidak dapat mengalir.
- Porositas ganda
- Merupakan ide konseptual di mana dua reservoir yang saling berhimpitan saling berinteraksi. Dalam akuifer bebatuan yang memiliki rekahan, massa bebatuan dan rekahan sering kali disimulasikan berhimpitan namun merupakan badan yang terpisah.
- Porositas makro
- Merujuk pada pori-pori yang berdiameter lebih besar dari 50 nm.
- Porositas menengah
- Pori-pori yang berukuran antara 2 nm sampai 50 nm.
- Porositas mikro
- Pori-pori yang berukuran lebih kecil dari 2 nm.
- Porositas padat
- Pori-pori yang sangat kecil (hampir tidak terlihat) karena dominasi ukuran butir yang sangat kecil
- Porositas ketat
- Pori-pori kecil yang terletak di antara butiran yang berdekatan dan kompak.
- Porositas interkristalin
- Pori-pori yang terdapat di antara kristal batuan.
- Porositas intergranular
- Pori-pori yang terdapat di antara butiran batuan.
- Goa dan gerowong
- Pori-pori yang ukurannya besar (gerowong) hingga sangat besar (goa).
Fungsi porositas geologis
suntingDalam penentuan aspek petrofisik sebagai data yang diperlukan oleh geofisisis atau geologis, penentuan porositas berfungsi untuk:
- Menentukan OOIP (original oil in place).
- Mengambil keputusan apakah minyak yang terdapat pada suatu reservoir layak diproduksi atau tidak, dilihat dari segi ekonomi.
- Menentukan besarnya probable recovery (recovery factor).
- Menentukan jenis litologi batuan.
- Menentukan bagaimanakah kemungkinan susunan butir (packing) pada batuan reservoir.
- Mengetahui posisi kedalaman reservoir.
- Menentukan cadangan potensial dari suatu reservoir minyak atau gas.
- Menentukan besar permeabilitas pada pori-pori batuan.
Porositas tekstil atau porositas aerodinamik
suntingAdalah rasio lubang yang dapat "dilalui oleh angin".
Pengukuran porositas
suntingBeberapa metode dapat digunakan untuk mengukur porositas:
- Metode langsung dengan mengukur volume bahan curah dan lalu mengukur volume komponen per bagian. Hanya bisa dilakukan pada benda berukuran cukup besar dengan komponen individu tidak memiliki pori-pori.
- Metode optis dengan menggunakan mikroskop.[5]
- Metode tomografi komputer, menggunakan pemindaian CT untuk membuat pencitraan tiga dimensi dari geometri eksternal dan internal, termasuk ruang kosong di dalamnya.
- Imbibisi yaitu menenggelamkan bahan berpori ke dalam fluida yang dilakukan di dalam ruang vakum.[5] Fluida yang dipilih adalah fluida yang mampu membasahi bahan secara mendalam dan tidak bereaksi dengan bahan.
- Metode pengurapan air
- Intrusi raksa
- Metode ekspansi gas.[5]
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ G.F. Hewitt, G.L. Shires, Y.V.Polezhaev (editors), "International Encyclopedia of Heat and Mass Transfer", CRC Press, 1997.
- ^ ATHY L.F., 1930. Density, porosity and compactation of sedimentary rocks, Bull. Amer. Assoc. Petrol. Geol. v. 14, pp. 1-24.
- ^ Fahongoi, Latarus. Pengelolaan Media Tanam (PDF). Jakarta Selatan: Pusat Pendidikan Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian. hlm. 32. ISBN 978-602-6367-56-3.
- ^ Effective and Ineffective Porosity at E&P Geology.com Diarsipkan 2012-06-11 di Wayback Machine.
- ^ a b c F.A.L. Dullien, "Porous Media. Fluid Transport and Pore Structure", Academic Press, 1992.
Bahan bacaan terkait
sunting- Glasbey, C. A. (1991). "Image analysis and three-dimensional modelling of pores in soil aggregates". Journal of Soil Science. 42 (3): 479–486. doi:10.1111/j.1365-2389.1991.tb00424.x.
- Horgan, G. W. (1994). "Simulating diffusion in a Boolean model of soil pores". European Journal of Soil Science. 45 (4): 483–491. doi:10.1111/j.1365-2389.1994.tb00534.x.
- Horgan, Graham W. (1996-10-01). "A review of soil pore models" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2005-05-15. Diakses tanggal 2006-04-16.
- Horgan, G. W. (1998). "Mathematical morphology for soil image analysis". European Journal of Soil Science. 49 (2): 161–173. doi:10.1046/j.1365-2389.1998.00160.x.
- Horgan, G. W. (1999). "An investigation of the geometric influences on pore space diffusion". Geoderma. 88 (1–2): 55–71. doi:10.1016/S0016-7061(98)00075-5.
- Nelson, J. Roy (2000). "Physics of impregnation" (PDF). Microscopy Today. 8 (1). Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2009-02-27. Diakses tanggal 2013-09-24.
- Rouquerol, Jean (2011). "Liquid intrusion and alternative methods for the characterization of macroporous materials (IUPAC Technical Report)*" (PDF). Pure Appl. Chem. 84 (1): 107–136.