Makalah Bakteri Pelarut Fosfat
Makalah Bakteri Pelarut Fosfat
Makalah Bakteri Pelarut Fosfat
MAKALAH
Oleh : Intan Ratna Dewi A. NIP. 132 306 081 Jurusan Budidaya Pertanian Program Studi Agronomi
2007
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan berkat dan hidayah -Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Makalah Bakteri Pelarut Fosfat. Pada kesempatan ini tim penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr Tualar Simarmata atas saran dan masukan pada penulisan makalah ini, Kepala Labarotarium Produksi Tanaman serta staf pengajar minat budidaya pada khususnya. Tanpa bantuannya sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Penulis telah berusaha untuk menyempurnakan tulisan ini, namun sebagai manusia penulis pun me nyadari akan keterbatasan maup un kehilafan dan kesalahan yang tanpa disadari. Oleh karena itu, saran dan kritik untuk perbaikan makalah ini akan sangat dinantikan.
dan Fe
3+
di dalam
tanah yang dapat mengikat ion H2P04- yang berasal dari pemberian pupuk P. Akibatnya sebagian kecil saja (kurang lebih 30%) pupuk P yang dapat diserap oleh tanaman. Sementara pada daerah dengan curah hujan rendah, seperti di Nusa Tenggaa dan biasanya tana r hnya banyak mengandung kapur (tanah alkalin), kation Ca2+ yang banyak pada tanah tersebut akan mengikat unsur P Maka, ketersediaan P dalam anah . t tersebut rendah. Padahal, unsur P sangat penting bagi tanaman antara lain
untuk pembelahan sel, perkembangan akar, pembentukan bunga, buah, biji, dll. Beberapa peneliti di bidang oteknologi bi tanah sudah
memanfaatkan mikroba pelarut osfat sebagai pupuk biologis aias f l biofertiliser (mikroba yang dapat menyediakan hara untuk pertumbuhan tanaman). Kelompok mikroba mikroba pelarut fosfat tersebut berasal dari golongan bakteri (Pseudomonas, Bacillus, Escherichia, Brevibacterium, dan Serratia) dan dari golongan cendawan ( spergillus, Penicillium, A Culvularia, Humicola, dan Phoma). Populasi mikroba tersebut d alam tanah berkisar dari ratusan sampai puluhan ribu sel per gram tanah. Mikroba pelarut fosfat bersifa t me -nguntungkan karena
mengeluarkan berbagai macam as am organik seperti asam formiat, asetat, propionat, laktat, glikolat, fumarat, dan suksinat. Asam-asam organik ini dapat membentuk khelat (kompleks stabil) dengan kation Al, Fe atau Ca yang mengikat P, se hingga ion H2P04- menjadi bebas dari ikatannya dan tersedia bagi tanaman untuk diserap. Fosfo bakterin adalah contoh inokulan yang dijual secara komersial di beberapa negara Eropa yang mengandung bakteri pelarut fosfat Bacillus megatherium. Beberapa spesies cendawan da n genus Aspergillus
memunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam melarutkan fosfat terikat dibandingkan dengan bakteri. Hal ini memberi peluang yang baik untuk dikembangkan di daerah tropis karena cendawan menyukai lingkungan pertumbuhan yang bersifat masam.
Kemampuan mikroba pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat yang terikat dapat diketahui dengan membiakkan biakan murninya pada media agar 'Pikovskaya' yang berwarna putih keruh, karena mengandung P tidak larut seperti kalsium fosfat Ca3(P04)2. Pada akhir masa inkubasi (48 - 72 jam) pertumbuhan mikroba pelarut fosfat dicirikan denga adanya zone bening di sekita koloni n r mikroba yang tumbuh. Sedangkan mikroba lainnya tidak menunjukkan ciri tersebut. Mikroba pelarut fosfat yang unggul dapat diseleksi dari uji tersebut, yaitu yang menghasilkan diameter zone bening yang paling besar dibandingkan koloni mikroba lainnya. Kemampuan pelarutan fosfat terikat secara kuantitatif dapat pula diukur dengan menumbuhkan biakan murni mikroba pelarut fosfat pada media cair Pikovskaya. Kandungan P terlarut media cair tersebut diukur setelah masa inkubasi. Sebagai contoh cendawan Aspergillus sp. mampu melarutkan P terikat dari media tersebut sebesar 11,32 mg P2O5/50 ml media.
Cendawan Aspergillus
Penicillium sp
Percobaan skala rumah kaca dan lapangan dengan menggunakan berbagai inokulan mikroba pelarut fosfat untuk tanaman sayur-sayuran, padi, dan palawija dapat meningkatkan hasil antara 20-70 %. Pemberian inokulan mikroba pelarut fosfat pada tanaman biasanya harus dengan kepadatan tinggi, yaitu lebih dari 10 pangkat delapan sel tiap gram media pembawanya. Dengan kepadatan yang tinggi diharapkan mikroba pelarut fosfat yang diberikan dapat bersaing denga mikroba yang ada di dalam ta ah. n n Dengan demikian mampu mendominasi di sekitar perakaran (rhizosfir) tanaman. Inokulasi mikroba pelarut fosf t biasanya dilakukan pada saa a t tanam bersamaan dengan pemupuk an P. Pada kasus tanah dengan kandungan P tinggi akibat akumulasi atau residu pemberian pupuk P yang menumpuk, maka mikroba pelarut fosfat dapat digunakan sebagai penambang P dari tanah tersebut. Estimated potential Demand for Biofertilisers by 2000-2001 Demand (Tonnes) Rhizobium 34,999 Azotobacter 145,953 Azospirillum 74,342 Blue green Algae 251,738 Phosphate solublisin microorgaanism 255,340 Total 762,372 Sumber : National Bank for Agriculture and Rural Development, 2007 Dengan pemberian mikroba pelar fosfat diharapkan mikroba ut tersebut dapat meningkatkan pelarutan P dari pupuk P yang diberikan, Type of Biofertiliser
maupun senyawa P yang berasal dari sisa pemupukan sebelumnya di dalam tanah.
MIKROBIA PELARUT FOSFAT Bakteri pelarut fosfat (BPF) merupakan kelompok mikroorganisme tanah yang berkemampuan melarutkan P yang terfiksasi dalam tanah dan mengubahnya menjadi bentuk yang tersedia s hingga dapat diserap e tanaman. Mikroorganisme pelarut fosfat ini dapat berup bakteri a (Pseudomonas, Bacillus, Escheria, Actinomycetes, dan lain lain). Sekitar sepersepuluh sampai setengah jumlah baketri yang diisolasi dari tanah mampu melarutkan fosfat, jumlah bakteri tersebut berkisar 105 107 per gram tanah adan banayk dijumpa di daearah perakaran tanaman i . Menurut Rodriquezz dan Fraga ( 999) dari beberapa strain bak 1 teri, ternyata genus Pseudomonas dan Bacillus mempunyai kemampuan yang tinggi dalam melarutkan fosfat
Bacillus polymyxa
Pseudomonas merupakan bakteri berbentuk batang dengan ukuran sel 0.5 1.0 x 1.5 5.0 m, motil dengan satu atau lebih flagella, gram negatif, aerob , tidak membentuk spora dan katalase positif, menggunakan H2, atau karbon sebagai sumber e nerginya, beberapa spesies ber sifat patogen bagai tanaman, kebanyakan tidak dapat tumbuh pada ko ndisi masam (pH 4.5) (Holt et al., 1994) Karakteristik P. Fluorescens yang . merupakan salah satu spesie dari Genus Pseudomonas s taksonomi sbb : Kingdom: Bacteria Phylum: Class: Order: Family: Genus: Species: Proteobacteria Gamma Proteobacteria Pseudomonadales Pseudomonadaceae Pseudomonas P. fluorescens denan g
Tipe strain dari pseudomonas a dalah sbb : ATCC 13525, CCUG 1253, CCEB 546, CFBP 2102, CIP 69.13, DSM 50090,JCM5963, LMG 1794, NBRC 14160,
A scanning electron micrograph of the aerobic soil bacterium Pseudomonas fluorescens. The bacterium uses its long, whiplike flagellae to propel itself through the water layer that surrounds soil particles. (Reproduced by permission of
(www.scienceclarified.com)
Illmer et al., 1995). Menurut Illmer dan Schinner (1995) , jenis bakteri (Pseudomonas sp dan Pseudomonas aurantiogesum) lebih efektif dalam melarutkan P dalam bentuk Ca-P seperti apatit dan brushit, sedangkan jenis fungi (Aspergillus niger dan Penicillum simplicissimum) lebih efektif dalam melarutkan P dari bentuk Al-P. IIImer dan Schinner (1995) me yatakan bahwa mekanisme n pelarutan fosfat dari bahan yang sukar l rut banyak dikaitkan dengan a aktivitas mikroba yang mempunyai kemampuan mengh asilkan enzim fosfatase, fitase, dan asam organik hasil metabolisme seperti asam asetat, propionat, glikolat, fumarat, oksalat, suksinat, tartrat, sitrat, laktat, dan ketoglutarat. Tetapi pelarutan P dapat pula dilakukan oleh
mikroorganisme yang tidak menghasilkan asam organik, yaitu melalui, yaitu melalui: (1) mekanisme pelepasan proton (ion H+) pa proses da respirasi, (2) asimilasi amoni m (NH4 +), dan (3) adanya kompetisi u antara anion organik dengan ortofosfat pada permukaan koloid yang dapat pula menyebabkan terjadinya movilizis ortofosfat (IIImer dan Schinner (1995). 1. Menurut Narsian dan Patel (2000) pelarutan P oleh mikroorganisme pelarut fosfat selain terjadi karena poses kelasi dan reaksi r pertukaran, juga disebabkan oleh menurunnya pH rizosfer ak ibat adanya asam oragnik. Sebelumnya Kirk (1999) berpendapat bahwa mekanisme utama agar tanaman dapat mengekstrak P dari sumbersumber yang tidak dapat larut terjadi melalui: produksi asam organik
10
yang dapat menyebabkan pH rizosfer menurun (penurunan pH itu menjadi penting jika banyak asam organik yang diekskresikan), 2. produksi asam organik yang dapat berkompetisi dengan P pada tempat adsorpsi, dan 3. produksi asam organik dapat membentuk kompleks yang dapat larut dengan ion logam dan membebaskan P. Tan (1995) menyatakan bahwa selain enzim fosfatase yang dihasilkan oleh BPF yang dapat menghasilkan fosfat bebas, ada pula lain lain yaitu enzim fiase, t firofosfatase, dan metafosfatase. Reaksi pelarutan oleh berb agai enzim pelarut P dapat ditulis sebagai berikut: Ester fosfat + H2O fosfatase (tersedia) Firofosfat + H2O firofosfatase (tersedia) Heksafosfat inositol + 6 H2O Metafosfat metafosfate Reaksi yang terjadi selama pro ses pelarutan P dari bentuk ta k tersedia adalah reaksi khelasi antara ion logam dalam miner l tanah a dengan asam-asam organik. Khelasi adalah reaksi keseimbangan antara ion logam dengan agen pengikat yang dicirikan dengan terben , tuknya lebih dari satu ikatan antara logam tersebut dengan molekul agen pengikat, yang me nyebabkan terbentuknya struktu r cincin yang inositol + 6 fosfat (tersedia) Fitase ortofosfat (tersedia) ROH + fosfat
2 ortofosfat
11
gugus fungsi dari komponen organik adalah karena adanya satu gugus karboksil dan satu gugus fenol ik, atau dua gugus karboksil ang y berdekatan bereaksi dengan ion logam. Percobaan Kpomblekou & Tabatabai (1994) menunjukkan bahwa besarnya P yang terlarut memilki korelasi dengan Ca dan Mg yang i dilepaskan, hal ini membuktikan bahwa P tersebut semula terikat oleh Ca dan Mg. Pelarutan P dalam tanah dapat ditingkatkan pada suasana pH rendah, kadar Ca dapat ditukar rendah dan kadar P dalam larutan tanah rendah. Asam-asam organik yang mempunyai beat molekul rendah r meliputi: asam alifatik sederhana, asam amino dan asam fenolik. Asam alifatik terdapat pada tanaman yang banyak mengandung selulosa, asam amino dihasilkan dari tanaman yang banyak mengandung N (misalnya legum), sedang asam fenolik di asilkan dari tanaman golongan herba h (berbatang basah seperti bayam). Asam-asam organik tersebut antara lain: laktat, glikolat, suksinat, alfa ketoglutarat, asetat, sitrat, malat, glukonat, oksalat, butirat dan malonat akan terbentuk selama proses perombakan bahan organik oleh mikrobia, m erupakan bentuk antara (transi i). s Meskipun jumlahnya sangat kecil yaitu sekitar 10 mM, namun karena terus menerus terbentuk maka p eranannya menjadi penting. Sebagian besar asam tersebut merupakan asam lemah. Konsentrasi yang agak besar dapat ditemukan pada mintakat (zone) tempat aktivitas mikrobia tinggi
12
seperti rhizosphere atau pada longgokan seresah tanaman yang sedang mengalami proses perombakan. Urutan kemampuan asam organik dalam melarutkan fosfat adalah: asam sitrat > asam oksalat = asam tartrat= asam malat > asam laktat = asam format = asam asetat. Asam organik yang membentuk komplek yang lebih mantap dengan kation logam akan lebih efektif dalam melepas Ca, Al dan Fe mineral tanah sehingga akan melepas P yang lebih besar. Demikian juga asam aromatik dapat melep P lebih besar dibandingkan asam as alifatik. Sedangkan kemudahan fofat s terlepas mengikuti urutan
Ca3(PO4)2 > AlPO4 > FePO4. Kecepatan pelarutan P dari mineral P oleh asam organik ditentukan oleh: 1. kecepatan difusi asam organik dari larutan tanah, 2. waktu kontak antara asam organik dan permukaan mineral, 3. tingkat dissosiasi asam organik, 4. tipe dan letak gugus fungsi asam organik, 5. affinitas kimia agen pengkhelat terhadap logam dan 6. kadar asam organik dalam larutan tanah. Mikrobia yang berperanan dalam pelarutan fosfat adalah bakteri, jamur dan aktinomisetes. Dari golongan bakteri antara lain: Bacillus firmus, B. subtilis, B. cereus, B. licheniformis, B. polymixa, B. megatherium, Arthrobacter, Pse udomonas, Achromobacter,
Flavobacterium, Micrococus dan Mycobacterium. Dari golongan jamur antara lain: Aspergillus niger, A. cand idus, Fusarium, Penicillum,
13
Schlerotium & Phialotobus. Sedangkan dari golongan akti omisetes n adalah Streptomyces sp.. Menurut Alexander (1986) mi robia dapat k ditumbuhkan dalam media yang mengandung Ca3(PO4)2, FePO4, AlPO4, apatit, batuan P dan komponen P-anorganik lainnya sebagai sumber P. Sastro (2001) menunjukkan bahw a jamur Aspergilus niger dapat
dipeletkan bersama dengan serb uk batuan fosfat dan bahan org anik membentuk pupuk batuan fosfat yang telah mengandung jasad pelarut fosfat. Aspergillus niger tersebut dapat bertahan hidup se telah masa simpan 90 hari dalam bentuk pelet.
Jamur dan Mikoriza Arbuskular Tanah tropis biasanya daya meresapnya cukup tinggi dan miskin unsur P tersedia serta hara ta aman lainnya. Peningkatan efi iensi n s
14
pengambilan hara oleh MVA menyebabkan perbaikan hasil tanaman pada kondisi tersebut. Fungi mikoriza yang berasosiasi dapat melarutkan fosfat. Adanya MVA pada akar tanaman, luas permukaan serapan akar tanaman diperluas dan jangkauan akar untuk mengambil hara diperpanjang. Hal ini berdampak lebih banyak zat hara yang dapat diserap seperti P, Zn, dan Cu yang memang tidak mobil dapat dijangkau oleh hifa eksternal MVA. Sebagaian dari P, Zn, dan Cu d imanfaatkan oleh MVA sendiri u ntuk pertumbuhan dan perkembangannya, sebagian lagi diberikan kep ada tanaman inangnya. Sebagian fot osintat yang dihasilkan oleh t naman a inang bahkan lebih banyak daripada akenutuhan akar disalurkan kenakar dan dipergunakan oleh MVA sebagai sumber energi untuk menyerap P, Zn, dan Cu.
Pertukaran makanan dalam simbiosis G.pyriformis berhubungan dengan mikoriza arbuskular. Beberapa mikoriza arbuskular memindahkan fosfat spesifik yang diketahui dari tanaman. Dalam pengambilan gula melalui simbiosis jamur membran glomeromycotan mengindikasikan kebersamaan dengan substrat GpMST1 (fruktosa dan diduga xylose ditransportasikan secara lemah. (www. nature.com )
15
Ada beberapa indikasi menunjuk kan bahwa bakteri berperan penting dalam interaksi antara akar dan AMF (arbuscular mycorrhizal fungi) (Fester et al, 1999).Interaksi antara bakteri pelarut fosfat dan AMF dapat juga menaikkan keberadaan AMF (Toro et al. 1997)Berdas arkan penelitian Johansson et al. (2004) ada pe ngertian lebih baik mengenai interaksi AMF dan mikroorganis e m lainnya yang penting untuk tanah,
perkembangan
manajemen
berkela njutan
dalam
kesuburan
produksi tanaman dan mungkin pergantian tanaman pada area reklamasi. Walaupun potensi yang nyata ada untuk mengembangkan pelarut dan AMF seperti inokulan, apliksi yang luas masih terbatas terutama disebabkan oleh pengetahuan ekologi mikrobia yang masih terbatas dan populasi dinamis di dalam tanah.
Hasil penelitian maningsih dan Anas (1996) menunjukkan jamur strain Aspergillus niger 2CI8KI dapat meningkatkan kel rutan P dari a AlPO4 pada media agar Pikovskaya sebesar 135% dan dapat meningkatkan P larut pada tanah ultisol sebesar 30.4% dibandingkan kontrol.
16
simultan meningkatkan pengambilan P oleh tanaman dan hasil tanaman budidaya. Strain dari genus Pseudomonas, Bacillus and Rhizobium
adalah diantaranya yang sangat kuat dalam melarutkan fosfat. prinsip dari mekanisme pelarutan mineral fosfat adalah produksi asam organik, dan asam fosfatase yang berperan besar dalam mineralisasi fosfat organik dalam tanah. Beberapa fosfatase encoding gen telah diklonisas dan i karakterisasi dan sedikit gen mengakibatkan pelarutan mineral fosfat telah diisolasi. Karenanya, maniplasi genetik dari bakteria pelarut fosfat untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman bisa jadi termask melibatkan kloning gen baik mineral dan pelarutan fosfat organik, berdasarkan ekspresi bakteri ini pada strains rhizobakteral yang telah diseleksi. Pemasukkan kromosomal pada gen ini berdasarkan promotor yang sesuai adalah suatu pendekatan yang menarik. PENGARUH MIKROBA PELARUT P TERHADAP TANAMAN Beberapa tanaman yang pernah igunakan d sebagai bahan
percobaan untuk menguji pengaruh mikroba pelarut fosfat anat lain ar adalah gandum, bit gula, kubis tomat, barlei, jagung, kenta padi, , n, kedelai, kacang panjang dan tebu. (Ahmad dan Jha1982) mencoba ( B.megaterium dan B,. circulans pada tanaman kedelai. B. megaterium
17
mampu
meningkatkan
serapan
P anaman t
kedelai
berturut turut -
sebanyak 7 dan 10% jika digunakan pupuk TSP, serta meningkatkan 34 dan 18% jika digunakan batuan fosfat. Kundu dan Gaur (1980) pada aman tan gandum,
mengkombinasikan bakteri pelarut P (B.polymixa dan P. striata) dengan baketri penambat N2 udara (Azotobacter chrococcum). Ternyata bakteri pelarut P dapat menstimulir npertumbuhan A.chrococcum, tetapi bakteri penambat N tidak mempengaruhi bakteri pelarut P. Kombinsi ke tiga inokulan tersebut mampu meningkatkan hasil gandum dua sampai lima kali lipat.
Gambar : Pseudomonas putida Pada tanaman jagung, Citrobacter intermedium dan Pseudomonas putida (Premono et al, 1991) mampu meningkatkan serapan P tanaman dan bobot kering tanaman sampa 30%. Pada percobaan yang lain i (Buntan, 1992; Premono dan Wid yastuti, 1993). P. putida mampu meningkatkan bobot kering tanaman jagung sampai 20% dan mikroba ini
18
stabil sampai lebih dari 4 bul n pada media pembawa zeolit, tanpa a kehilangan kemampuan gentiknya dalam melarutkan batuan fosfat. Inokulasi dengan Enterobacter gergoviae (Buntan, 1992) pada tanaman jagung dapat meningkat an bobot kering tanaman jagun k g sebesar 29%, sedangkan Lestari (1994) yang menguji Aspergillus niger menunjukkan bahwa mikroba tersebut sangat baik dalam memperbaiki penampilan pertumbuhan tanaman jagung sampai 8 minggu pertama. Pada tanaman tebu penggunaan bakteri pelarut P (P. putida dan P. Fluorescens) dapat meningkatkan bobot kering tanaman sebesar 5-40% dan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk P asal TSP sebanyak 60135% (Premono, 1994). Peneliti n Setiawati (1998) pada tanam a an tembakau dengan menginokulasik an bakteri pelarut P dapat
meningkatkan serapan P dan bobot kering tanaman. Pal (1998) melaporkan bakteri pelarut P (Bacillus sp.) pada tanah yang dipupuk dengan batuan fosfat dapat meningkatkan jumlah dan bobot kering bintil akar serta hasil biji tanaman pada beberapa ya toleran ng amsam (jagung, bayam, dan kaca oanjang). Menurut Dubey (19 ng 97) inokulasi P. striata dengan penambahan superfosfat maupun batuan fosfat dapat meningkatkan pemb entukan bintil dan seapan N pa a d tanaman kedelai dan bakteri in dapat i dikokulturkan dengan
Bradyrhizobium japonicum tanpa efek yang merugika. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa efektifnya bakteri pelarut P tidak hanya disebabkan oleh kemampuannya dalam meningkatkan ketersediaan P tetapi juga dis ebabkan karena kemampuannya da lam
19
menghasilkan zat pengatur tumbuh, terutama oleh mikroba yang hidup dalam permukaan akr seperti Pseudomonas fluorescens, P.putida, dan P. striata. Mikroba-mikroba tersebut dapat mebngas ilkan zat pengatur tumbuh seperti asam indol asetat (IAA) dan asam giberelin (GA3) (Arshad dan Frankenberger, 1993 ; Patten dan Glick , 1996). Beberapa bakteri pelarut P juga dapat berperan sebagai biokontrol yang dapat meningkatkan keseha tan akar dan pertumbuhan tanam an melalui proteksinya terhadap penyakit. Strain tertentu dari Pseudomonas sp. Dapat mencegah tanaman dari aptogen fungi yang berasal dari tanah dan potensial sebagai agen biokontrol untuk diguanakan secara komersial di rumah kaca maupun di lapangan (Arshad dan Frankenberger, 1993). Pseudomonas fluorescens, dumping-off dari tebu. dapat mengontrol perkembangan penyakit Kemampuan bakteri ini terutama karena
menghasilkan 2,4-diacethylplorogucinol, suatu metabolit sekunder yang dapat menghalangi dumping-off Phytium ultium (frenton et al., 1992). Di samping itu bakteri Pseudomonas fluorescens ini juga dapat mengontrol perkembangan jamur Sclerotium roefsii pada tanaman kacang-kacangan.
20
DAFTAR PUSTAKA
II Edson L. SouchieI; Orivaldo J. Saggin -JniorII; Eliane M.R. Silva ; II; Rosario AzcnIII; Jose M. BareaIII. 2006. Eduardo F.C. Campello Communities of P -solubilizing bacteria, fungi a nd arbuscular mycorrhizal fungi in grass pasture and secondary forest of Paraty, RJ - Brazil* . http://www.scielo.br/scielo. diakses tanggal 19 November 2007.
Ferreira DF. 1999. Programa Sisvar Verso 4.6 (Build 61). Disponvel em: http://www.dex.ufla.br/danielff/dff02.htm. Johansson JF, Paul Lr And Finlay RD. 2004. Microbial interactions in the mycorrhizosphere and their significance for sustainable agriculture. FEMS Microbiol Ecol 48: 1-13. [ Links ] Hilda Rodrguez and Reynaldo F raga. 2000. Phosphate solubilizing bacteria and their role in plant growth promotion . Department of Microbiology, Cuban Research Institute on Sugarcane By-Products (ICIDCA), P.O. Box 4026, CP 11 000, Havana, Cuba . http://www.molecular-plant-biotechnology. Diakses tangg al 18 November 2007. Mieke R. Setiawati . 2005. Pupuk Biologis Dari Mikroba Pelarut Fosfat. http://www.pikiran-rakyat.com. Diakses tanggal17 November 2007. Nasih Widya Yuwono. 2006. Pupuk hayati. http://www.nasih@ugm.ac.id. Diakses tanggal 17 November 2007-11-17 Ahmad, N and K.K. Jha . 1982. Effect of Phosphate solubilizer on dry matter yield and phosphorus uptake by soybean. J.Indian Soc.Soil Sci 30 : 105 -106. Arshad, M and W.T Frankenberger. 1993. Microbial Production of Plant Growth Regulators. In F.B. Met tind (ed.) Soil Microbial Ecol gy. o Marcel Dekker, Inc. New York. Basel. Hongkong p.307 -347 Dubey, S.K. 1997. Co inoculation of phosphorus bact ria with e Bradyrhizovium japonicum to increase phosphate avail bility to a rainfed soybean on Vertisol. J. India Soc. Soil Sci. 45 : 506 -509. Kundu, B.S. and A.C. Gaur. 1980. Establisment of Nitrogen Fixing and Phosphate Solubilizing Bacteria in Rhizosphere and their effect on yield and nutrient uptake of wheat crop. Plant Soil 57 : 223 -230.
21
Toro M, Azcn R and Barea JM 1997. Improvement of arbuscu . lar mycorrhiza development by inoculation of soil with phosphate-solubilizing rhizobacteria to improve rock phosphate bioavailability (P32) and nutrient cycling. Appl Environ Microbiol 63: 4408-4412.
22