Berpacu Dalam Nafsu
Berpacu Dalam Nafsu
Berpacu Dalam Nafsu
Betul itulah cerita dewasa yang akan kita paparkan kali ini
di blog ini. Cerita yang menggambarkan zaman makin tidak karuan. Dibaca saja ya
gan.. jangan ditiru.. :D
Perjalanan Bisnis ke Surabaya sebenarnya sungguh menyenangkan, karena akan ketem
u dengan sobat lama yang sudah lama kutinggalkan, sayangnya suamiku Hendra tidak
bisa menemaniku karena kesibukannya.
Dengan ditemani Andi, salah seorang kepercayaanku, kami terbang dengan flight so
re supaya bisa istirahat dan besok bisa meeting dalam keadaan fresh dan tidak lo
yo karena harus bangun pagi pagi buta, mengingat meeting besok aku perkirakan ak
an berlangsung cukup alot karena menyangkut negosiasi dan kontrak, disamping itu
meeting dengan Pak Reza, calon clien, jadwalnya jam 10:00 pagi.
Pukul 19:00 kami check in di Sheraton Hotel, setelah menyelesaikan administrasin
ya kami langsung masuk ke kamar masing masing untuk istirahat.
Kurendam tubuhku di bathtub dengan air hangat untuk melepas rasa penat setelah s
eharian meeting di kantor menyiapkan bahan meeting untuk besok. Cukup lama aku d
i kamar mandi hingga kudengar HP ku berbunyi, tapi tak kuperhatikan, paling juga
suamiku yang lagi kesepian di rumah, pikirku.
Setelah puas merendam diri, kukeringkan tubuhku dengan handuk menuju ke kamar. K
ukenakan pakaian santai, celana jeans straight dan kaos ketat full press body ta
npa lengan hingga lekuk tubuhku tercetak jelas, kupandangi penampilanku di kaca,
dadaku kelihatan padat dan menantang, cukup attraktif, di usiaku yang 32 tahun
pasti orang akan mengira aku masih berumur sekitar 27 tahun.
Kutelepon ke rumah dan HP suamiku, tapi keduanya tidak ada yang jawab, lalu kuhu
bungi kamar Andi yang nginap tepat di sebelah, idem ditto. Aku teringat miss cal
l di HP-ku, ternyata si Rio, gigolo langgananku di Jakarta, kuhubungi dia.
hallo sayang, tadi telepon ya sapaku
mbak Lily, ketemu yok, aku udah kangen nih, kita pesta yok, ntar aku yang nyiapin
pesertanya, pasti oke deh mbak suara dari ujung merajuk
pesta apaan?
pesta asik deh, dijamin puas, Mbak Cuma sediakan tempatnya saja, lainnya serahkan
ke Rio, pasti beres, aku jamin mbak bujuknya
emang berapa orang tanyaku penasaran
rencanaku sih aku dengan dua temanku, lainnya terserah mbak, jaminan kepuasannya
Rio deh mbak
asik juga sih, sayang aku lagi di Surabaya nih, bagaimana kalo sekembalinya aku n
anti
wah sayang juga sih mbak, aku lagi kangen sekarang nih
simpan saja dulu ya sayang, ntar pasti aku kabari sekembaliku nanti
baiklah mbak, jangan lupa ya
aku nggak akan lupa kok sayang, eh kamu punya teman di Surabaya nggak? tanyaku ket
ika tiba tiba kurasakan gairahku naik mendengar rencana pestanya Rio.
Nah kan bikin pesta di Surabaya ada nada kecewa di suaranya
gimana punya nggak, aku perlu malam ini saja
ada sih, biar dia hubungi Mbak nanti, nginapnya dimana sih?
kamu tahu kan seleraku, jangan asal ngasih ntar aku kecewa
garansi deh mbak
Kumatikan HP setelah memberitahukan hotel dan kamarku, lalu aku ke lobby sendiri
an, masih sore, pikirku setelah melihat jam tanganku masih pukul 21:00 tapi cuku
p telat untuk makan malam.
Cukup banyak tamu yang makan malam, kuambil meja agak pojok menghadap ke pintu s
ehingga aku bisa mengamati tamu yang masuk. Ketika menunggu pesanan makanan aku
melihat Pak Reza sedang makan bersama seorang temannya, maka kuhampiri dan kusap
a dia.
malam Bapak, apa kabar? sapaku sambil menyalami dia
eh Mbak Lily, kapan datang, kenalin ini Pak Edwin buyer kita yang akan meng-expor
t barang kita ke Cina sambut Pak Reza, aku menyalami Pak Edwin dengan hangat.
silahkan duduk, gabung saja dengan kami, biar lebih rame, siapa tahu kita tak per
lu lagi meeting besok kelakar Pak Edwin dengan ramah.
terima kasih Pak, wah kebetulan kita bertemu di sini, kan aku nginap di hotel ini
jawabku lalu duduk bergabung dengan mereka.
Kami pun bercakap ringan sambil makan malam, hingga aku tahu kalau Pak Edwin dan
Pak Reza ternyata sobat lama yang selalu berbagi dalam suka dan duka, meskipun
kelihatannya Pak Reza lebih tua, menurut taksiranku sekitar 45 tahun, sementara
Pak Edwin, seorang chinesse, mungkin usianya tidak lebih dari 40 tahun, maximum
37 tahun perkiraanku. Setelah selesai makan malam, aku pesan red wine kesukaanku
, sementara mereka memesan minuman lain yang aku tidak terlalu perhatikan.
Bagaimana dengan besok, everything is oke? Tanya Pak Reza
Untuk Bapak aku siapkan yang spesial, kalau tahu bapak ada disini pasti kubawa pr
oposalku tadi kelakarku sambil tersenyum melirik Pak Edwin, si cina ganteng itu.
Tak terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul 22:30, cukup lama juga kita ngobrol
dan entah sudah berapa gelas red wine yang sudah meluncur membasahi tenggorokan
ku hingga kepalaku agak berat, tak pernah aku minum wine sebanyak ini, pengaruh
alcohol sepertinya sudah menyerangku. Tamu sudah tidak banyak lagi disekitar kam
i. Kupanggil waitres untuk menyelesaikan pembayaran yang di charge ke kamarku.
Kamipun beranjak hendak pulang ketika tiba tiba kepalaku terasa berat dan badank
u terhuyung ke Pak Edwin, Pak Reza sudah duluan pergi ketika Pak Edwin memeluk d
an membimbingku ke lift menuju kamar, aku sendiri sudah diantara sadar dan tidak
, ketika Pak Edwin mengambil tas tanganku dan mengambil kunci kamar lalu membuka
nya.
Dengan hati hati Pak Edwin merebahkan tubuhku di ranjang, dilepasnya sepatu hak
tinggiku dan perlahan membetulkan posisi tubuhku, aku sudah tak ingat selanjutny
a.
Kesadaranku tiba tiba timbul ketika kurasakan dadaku sesak dan ada kegelian berc
ampur nikmat di antara putingku, kubuka mataku dengan berat dan ternyata Pak Edw
in sedang menindih tubuhku sambil mengulumi kedua putingku secara bergantian, tu
buhku sudah telanjang, entah kapan dia melepasnya begitu juga Pak Edwin yang han
ya memakai celana dalam.
Bukannya berontak setelah kesadaranku timbul tapi malah mendesah kenikmatan, kur
emas rambut kepala Pak Edwin yang masih bermain di kedua buah dadaku. Tangannya
mulai mempermainkan selangkanganku, entah kapan dia mulai menjamah tubuhku tapi
kurasakan vaginaku sudah basah, aku Cuma mendesah desah dalam kenikmatan.
sshh.. eehh.. eegghh desahku membuat Pak Edwin makin bergairah, dia kemudian menci
um bibirku dan kubalas dengan penuh gairah. Kuraba selangkangannya dan kudapati
tonjolan mengeras di balik celananya, cukup besar pikirku. Sambil berciuman, kub
uka celana dalamnya. Dia menghentikan ciumannya untuk melepas hingga telanjang,
ternyata penisnya yang tegang tidak sedasyat yang aku bayangkan, meski diametern
ya besar tapi tidak terlalu panjang, paling sepanjang genggamanku, dan lagi belu
m disunat, ada rasa sedikit kecewa di hatiku, tapi tak kutunjukkan.
Dia kembali menindih tubuhku, diciuminya leherku sambil mempermainkan lidahnya s
epanjang leher dan pundakku, lalu turun dan berputar putar di buah dadaku, putin
gku tak lepas dari jilatannya yang ganas, jilatannya lalu beralih ke perut terus
ke paha dan mempermainkan lututku, ternyata jilatan di lutut yang tak pernah ku
alami menimbulkan kenikmatan tersendiri. Daerah selangkangan adalah terminal ter
akhir dari lidahnya, dia mempermainkan klitoris dan bibir vaginaku sambil jari t
angannya mulai mengocok vaginaku.
sshh.. eegghh.. eehhmm.. ya Pak..truss Pak desahku merasakan kenikmatan dari jilat
an dan kocokan jari Pak Edwin. Pak Edwin kembali ke atasku, kakinya dikangkangka
n di dadaku sambil menyodorkan penisnya, biasanya aku tak mau mengulum penis pad
a kesempatan pertama, tapi kali ini entah karena masih terrpengaruh alcohol atau
karena aku terlalu terangsang, maka kuterima saja penisnya di mulutku. Kupermai
nkan ujung kepalanya dengan lidah lalu turun ke batang penis, kemudian tak lupa
kantung bolanya dan terakhir kumasukkan penis itu ke dalam mulutku, cukup kesuli
tan juga aku mengulum penisnya karena batang itu memang besar.
Dia mengocok mulutku dengan penisnya selama beberapa saat, cukup kewalahan juga
aku menghadapi kocokannya untung, tidak berlangsung lama. Pak Edwin kembali bera
da diantara kakiku, disapukannya penisnya ke bibir vaginaku lalu mendorong tanpa
kesulitan berarti hingga melesaklah penis itu ke vaginaku semua, aku merasa mas
ih banyak ruang kosong di bagian dalam vaginaku meski di bagian luarnya terasa p
enuh oleh besarnya batang penis Pak Edwin.
ehh.. sshh.. eeghghgh aku mulai mendesah ketika Pak Edwin mulai mengocokkan penisn
ya, dengan cepat dia mengocokku seperti piston pada mesin mobil yang tancap gas,
ada perbedaan rasa atas kocokan pada penis yang tidak disunat itu, gesekan pada
dinding vaginaku kurang greger, tapi tak mengurangi kenikmatan malahan menambah
pengalaman, tanpa ampun pantatnya turun naik di atas tubuhku sambil menciumi le
her jenjangku, kurasakan kenikmatan dari kocokannya dan kegelian di leherku.
Pak Edwin menaikkan tubuhnya dan bertumpu pada lutut dia mengocokku, dengan posi
si seperti ini aku bisa melihat expresi wajahnya yang kemerahan dibakar nafsu, t
ampak sekali rona merah diwajahnya karena kulitnya yang putih tipikal orang cina
, wajah gantengnya bersemu kemerahan. Kutarik wajahnya dan kucium bibirnya karen
a gemas, kocokannya makin cepat dan keras, keringat sudah membasahi tubuhnya mes
ki belum terlalu lama kami bercinta. Kugoyangkan pantatku mengimbangi gerakannya
, ternyata itu membuat dia melambung ke atas dan menyemprotlah spermanya di vagi
naku, kepala penisnya kurasakan membesar dan menekan dinding vaginaku, denyutnya
sampai terasa di bibir vaginaku, lalu dia terkulai lemas setelah menyemprotkan
spermanya hingga habis.
Agak kecewa juga aku dibuatnya karena aku bahkan belum sempat merasakan sensasi
yang lebih tinggi, terlalu cepat bagiku, tak lebih dari sepuluh menit.
sorry aku duluan bisiknya di telingaku sambil tubuhnya ditengkurapkan di atas tubu
hku.
nggak apa kok, ntar lagi kataku menghibur diri sendiri, kudorong tubuhnya dan dia
rebah disampingku, dipeluknya tubuhku, dengan tetap telanjang kami berpelukan, n
apasnya masih menderu deru.
Aku berdiri mengambil Marlboro putih dari tas tanganku, kunyalakan dan kuhisap d
alam dalam dan kuhembuskan dengan keras untuk menutup kekesalan diriku.
I need another kontol pikirku kalut
Kulihat di HP ada SMS dari Rio dengan pesan namanya Rino, akan menghubungi mbak,
dari Rio
Jarum jam sudah menunjukkan 23:20, berarti cukup lama aku tadi tidak sadarkan di
ri sampai akhirnya dibangunkan Pak Edwin, kulihat Pak Edwin sudah terlelap kecapek
an, kupandangi dia, dengan postur tubuh yang cukup atletis dan wajah yang ganten
g sungguh sayang dia tidak bisa bertahan lama, pikirku.
Kunyalakan Marlboro kedua untuk menurunkan birahiku yang masih tinggi setelah se
telah mendapat rangsangan yang tak tuntas, lalu kucuci vaginaku dari sperma Edwi
n, kalau tidak ingat menjaga wibawa seorang boss, sudah kuminta si Andi menemani
ku malam ini, tapi ketepis angan itu karena akan merusak hubungan kerjaku dengan
nya.
Kulayangkan pandanganku keluar, gemerlap lampu Kota Surabaya masih kukenali mesk
i sudah bertahun tahun kutinggalkan. Kalau tidak ada Pak Edwin mungkin sudah kuh
ubungi Rio untuk segera mengirim Rino kemari, tapi aku jadi nggak enak sama dia.
Ketika akan kunyalakan batang rokok ketiga, kudengar bel pintu berbunyi, agak ka
get juga ada tamu malam malam begini, kuintip dari lubang intip di pintu, berdir
i sosok laki laki tegap dengan wajah ganteng seganteng Antonio Banderas, maka ku
kenakan piyama dan kubuka pintu tanpa melepaskan rantai pengamannya.
mbak Lily? saya Rino temannya Rio sapanya
Agak bingung juga aku, disatu sisi aku membutuhkannya apalagi dengan penampilan
dia yang begitu sexy sementara di sisi lain masih ada Pak Edwin di ranjang.
Sebentar ya kataku menutup pintu kembali, terus terang aku nggak tahu bagaimana me
nentukan sikap, sebenarnya aku nggak keberatan melayani mereka berdua malah itu
yang aku harapkan tapi bagaimana dengan Pak Edwin, rekanan bisnis yang baru bebe
rapa jam yang lalu aku kenal, tentu aku harus menjaga citraku sebagai seorang bi
snis women professional, aku bingung memikirkannya.
kudengar ada bel pintu, ada tamu kali kata Pak Edwin dari ranjang
eh..anu..enggak kok Pak jawabku kaget agak terbata
jangan panggil Pak kalau suasana begini, apalagi dengan apa yang baru saja terjad
i, panggil Edwin atau Koh Edwin saja, toh hanya beberapa tahun lebih tua
iya teman lama, nggak penting sih, tapi kalau bapak keberatan aku suruh dia pulan
g biar besok dia kesini lagi kataku
ah nggak pa pa kok, santai saja jawabnya ringan.
Aku kembali membuka pintu tapi aku yang keluar menemui dia di depan pintu, kini
kulihat jelas postur tubuhnya yang tinggi dan atletis, usia paling banter 26 tah
un, makin membuat aku kepanasan.
di dalam ada rekanku, bilang aja kamu teman lama dan apapun yang terjadi nanti su
ka atau nggak suka kamu harus terima bahkan kalau aku memintamu untuk pulang tan
pa melakukan apa apa kamu harus nurut, besok aku telepon lagi, aku mohon pengert
ianmu kataku pada Rino tegas.
Nggak apa mbak, aku ikuti saja permainan Mbak Lily, aku percaya sama Rio dan aku
orangnya easy going kok mbak, pandai membawa diri katanya lalu kupersilahkan masu
k.
Kulihat Edwin masih berbaring di ranjang dengan bertutupkan selimut. Aku jadi ca
nggung diantara dua laki laki yang baru kukenal ini sampai lupa mengenalkan mere
ka berdua, basa basi kutawari Rino minuman, tiba tiba Edwin bangkit dari ranjang
dan dengan tetap telanjang dia ke kamar mandi. Aku kaget lalu melihat ke Rino y
ang hanya dibalas dengan senyuman nakal.
wah ngganggu nih celetuk Rino
ah enggak udah selesai kok jawabku singkat
baru akan mulai lagi, kamu boleh tinggal atau ikutan atau pergi terserah kamu, ta
pi itu tergantung sama Lily teriak Edwin dari kamar mandi, entah basa basi atau b
ercanda atau serius aku nggak tau.
Rio udah cerita sama aku mengenai mbak bisik Rino pelan supaya tidak terdengar Edw
in.
Edwin keluar dari kamar mandi dengan tetap telanjang, dia mendekatiku menarikku
dalam pelukannya lalu mencium bibirku, tanpa mempedulikan keberadaan Rino dia me
lorotkan piyamaku hingga aku telanjang di depan mereka berdua. Kami kembali berp
elukan dan berciuman, tangan Edwin mulai menjamah buah dadaku, meraba raba dan m
eremasnya. Ciumannya turun ke leherku hingga aku mendongak kegelian, kemudian Ed
win mengulum putingku secara bergantian, kuremas remas rambutnya yang terbenam d
i kedua buah dadaku.
Kulihat Rino masih tetap duduk di kursi, entah kapan dia melepas baju tapi kini
dia hanya mengenakan celana dalam mini merahnya, benjolan dibaliknya sungguh bes
kondom itu, sepertinya ada kepala lagi di pangkal penisnya. Kulihat dia dan dia
membalas tatapanku dengan pandangan dan senyum nakal.
Ditepuknya pundak Rino sebagai isyarat, agak kecewa juga ketika Rino menarik kel
uar penisnya disaat saat aku menikmatinya dengan penuh nafsu. Tapi kekecewaan it
u tak berlangsung lama ketika Edwin menggantikan posisinya, begitu penisnya mula
i melesak masuk kedalam tak kurasakan perbedaannya dari sebelumnya tapi begitu p
enisnya masuk semua mulailah efek dari kondom berkepala itu kurasakan, ternyata
kepala kondom itu langsung menggesek gesek klitorisku saat Edwin menghunjam taja
m ke vaginaku, klitorisku seperti di gelitik gelitik saat Edwin mengocok vaginak
u, suatu pengalaman baru bagiku dan kurasakan kenikmatan yang aneh tapi begitu p
enuh gairah.
Edwin merasakan kemenangan ketika tubuhku menggelinjang menikmati sensasinya. Ri
no kembali mengulum putingku dari satu ke satunya, lalu tubuhnya naik ke atas tu
buhku dan mekangkangkan kakinya di kepalaku, disodorkannya penisnya ke mulutku,
aku tak bisa menolak karena posisinya tepat mengarah ke mulut, kucium aroma vagi
naku masih menempel di penisnya, langsung kubuka mulutku menerima penis itu. Sem
entara kocokan Edwin di vaginaku makin menggila, kenikmatannya tak terkirakan, t
api aku tak sempat mendesah karena disibukkan penis Rino yang keluar masuk mulut
ku. Aku menerima dua kocokan bersamaan di atas dan dibawah, membuatku kewalahan
menerima kenikmatan ini.
Setelah cukup lama mengocokku dengan kondom kepalanya, Edwin menarik keluar peni
snya dan melepaskan kondomnya lalu dimasukkannya kembali ke vaginaku, tak lama k
emudian kurasakan denyutan dari penis Edwin yang tertanam di vaginaku, denyutann
ya seakan memelarkan vaginaku karena terasa begitu membesar saat orgasme membuat
ku menyusul beberapa detik kemudian, dan kugapailah kenikmatan puncak dari perma
inan sex, kini aku bisa mendapatkan orgasme dari Edwin. Tahu bahwa Edwin telah m
endapatkan kepuasannya, Rino beranjak menggantikan posisi Edwin, tapi itu tak la
ma, dia memintaku untuk di atas dan kuturuti permintaannya.
Rino lalu telentang di sampingku, kunaiki tubuhnya dan kuatur tubuhku hingga pen
isnya bisa masuk ke vaginaku tanpa kesulitan berarti.
Aku langsung mengocok penisnya dengan gerakan menaik turunkan pantatku, buah dad
aku yang menggantung di depannya tak lepas dari jamahannya, diremasnya dengan pe
nuh gairah seiring dengan kocokanku. Gerakan pinggangku mendapat perlawanan dari
Rino, makin dia melawan makin dalam penisnya menancap di vagina dan makin tingg
i kenikmatan yang kudapat. Karena gairahku belum turun banyak saat menggapai org
asme dengan Edwin, maka tak lama kemudian kugapai lagi orgasme berikutnya dari R
ino, denyutanku seolah meremas remas penis Rino di vaginaku.
OUUGGHH.. yess.. yess.. yess teriakku
Rino yang belum mencapai puncaknya makin cepat mengocokku dari bawah, tubuhku am
bruk di atas dadanya, sambil tetap mengocokku dia memeluk tubuhku dengan erat, k
ini aku Cuma bisa mendesah di dekat telinganya sambil sesekali kukulum. Tak bera
pa lama kemudian Rino pun mencapai puncaknya, kurasakan semprotan sperma dan den
yutan yang keras di vaginaku terutama kepala penisnya yang membesar hingga mengi
si semua vaginaku.
oouuhh..yess..I love it teriakku saat merasakan orgasme dari Rino.
Kurasakan delapan atau sembilan denyutan keras yang disusul denyutan lainnya yan
g melemah hingga menghilang dan lemaslah batang penis di vaginaku itu.
Kami berpelukan beberapa saat, kucium bibirnya dan akupun berguling rebahan di s
ampingnya, Rino memiringkan tubuhnya menghadapku dan menumpangkan kaki kanannya
di tubuhku sambil tangannya ditumpangkan di buah dadaku, kurasakan hembusan napa
snya di telingaku.
mbak Lily sungguh hebat bisiknya pelan di telingaku.
Aku hanya memandangnya dan tersenyum penuh kepuasan. Cukup lama kami terdiam dal
am keheningan, seolah merenung dan menikmati apa yang baru saja terjadi.
Akhirnya kami dikagetkan bunyi beep satu kali dari jam tangan Rino yang berarti su
dah jam 1 malam.
Rino, kamu nginap sini ya nemenin aku ya, Koh Edwin kalau nggak keberatan dan tid
ak ada yang marah di rumah kuminta ikut nemenin, gimana? pintaku
Dengan senang hati jawabnya gembira, Rino hanya mengangguk sambil mencium keningku
.
Kami bertiga rebahan di ranjang, kumiringkan tubuhku menghadap Edwin, kutumpangk
an kaki kananku ke tubuhnya dan tanganku memeluk tubuhnya, sementara Rino memelu
kku dari belakang, tangannya memegang buah dadaku sementara kaki kanannya ditump
angkan ke pinggangku.Tak lama kemudian kami tertidur dalam kecapekan dan penuh k
enangan, aku berada ditengah diantara dua laki laki yang baru kukenal beberapa j
am yang lalu.
Entah berapa lama kami tidur dengan posisi seperti itu ketika kurasakan ada sesu
atu yang menggelitik vaginaku, kubuka mataku untuk menepis kantuk, ternyata Rino
berusaha memasukkan penisnya ke vaginaku dari belakang dengan posisi seperti it
u. Kuangkat sedikit kaki kananku untuk memberi kemudahan padanya, lalu kembali d
ia melesakkan penisnya ke vaginaku, aku masih tidak melepaskan pelukanku dari Ed
win sementara Rino mulai mengocokku dari belakang dengan perlahan sambil meremas
remas buah dadaku. Tanganku pindah ke penis Edwin dan mengocoknya hingga berdir
i, tapi anehnya Edwin masih memejamkan matanya, sepuluh menit kemudian Rino kura
sakan denyutan kuat dari penis Rino pertanda dia orgasme, tanpa menoleh ke Rino
aku melanjutkan tidurku, tapi ternyata Edwin sudah bangun, dia memintaku menghad
ap ke Rino ganti dia yang mengocokku dari belakang seperti tadi sambil aku memel
uk tubuh Rino dan memegangi penisnya yang sudah mulai melemas.
Berbeda dengan kocokan Rino yang pelan pelan, Edwin melakukan kocokan dengan ker
as disertai remasan kuat di buah dadaku sampai sesekali aku menjerit dalam kenik
matan, cukup lama Edwin mengocokku hingga aku mengalami orgasme lagi beberapa de
tik sebelum dia mengalaminya, kemudian kami melanjutkan tidur yang terputus.
Kami terbangun sekitar pukul delapan ketika telepon berbunyi, kuangkat dan terny
ata dari Andi.
pagi bu, udah bangun? tanyanya dari seberang
pagi juga Andi, untung kamu bangunin kalau tidak bisa ketinggalan meeting nih, ok
e kita ketemu di bawah pukul 9, tolong di atur tempat meetingnya, cari yang bagu
s jawabku memberi perintah
beres bu jawabnya
Edwin, aku ada meeting dengan Pak Reza jam 10, kamu bagaimana? tanyaku
lho meetingnya kan juga sama sama aku jawab Edwin
oh ya? dia tidak pernah cerita tuh, dia Cuma bilang meetingnya antara aku, dia da
n satu orang lagi rekannya
oke anyway, aku tak mau datang ke tempat meeting dengan pakaian yang sama dengan
kemarin
Ayo mandi lalu kita cari pakaian di bawah kataku
Rino, kamu boleh tinggal disini atau pergi, tapi yang jelas aku nanti memerlukanm
u setelah meeting kataku sambil menuju ke kamar mandi menyusul Edwin yang mandi d
uluan.
Kami berdua mandi dibawah pancuran air hangat, kami saling menyabuni satu sama l
ain, dia memelukku dari belakang sambil meremas remas buah dadaku dan menjilati
telingaku, kuraih penisnya dan kukocok, tubuh kami yang masih berbusa sabun sali
ng menggesek licin, ternyata membuatku lebih erotis dan terangsang. Tanpa menung
gu lebih lama kuarahkan angkat kaki kananku dan mengarahkan penisnya ke vaginaku
, dengan ketegangannya ditambah air sabun maka mudah baginya untuk masuk ke dala
m, Edwin langsung menancapkan sedalam dia bisa. Pancuran air panas membasahi tub
uh kami berdua lebih romantis rasanya, tapi itu tak berlangsung lama ketika Edwi
n menyemprotkan spermanya di dalam vaginaku, tidak banyak dan tidak kencang mema
ng tapi cukuplah untuk memulai hari ini dengan dengan penuh gairah.
Setelah mandi aku mengenakan pakaian kerja resmi, entah mengapa kupilih pakaian
yang resmi tapi santai, mungkin karena terpengaruh perasaanku yang lagi bergaira
h maka tanpa bra kukenakan tank top dan kututup dengan blazer untuk menutupi put
ingku yang menonjol di balik tank top-ku, lalu kupadu dengan rok mini sehingga c
ukup kelihatan resmi, aku merasa sexy dibuatnya.
Kutinggalkan amplop berisi uang di meja dan kucium Rino.
Kalau kamu mau mau keluar ada uang di meja, ambil saja ntar aku hubungi lagi, kal
au mau tinggal up to you be my guest bisikku yang dibalas ciuman dan remasan di b
uah dadaku.
Pukul 9:15 kami keluar kamar, bersamaan dengan Andi keluar dari kamarnya tepat k
etika aku keluar bersama Edwin dan Rino memberiku ciuman di depan pintu, dia men
oleh ke arah kami tapi segera memalingkan wajahnya ke arah lain seolah tidak mel
ihat, tapi aku yakin dia melihatnya.
Morning Andi sapaku
eh morning Bu, ruang meeting sudah aku atur dan semua dokumen sudah saya siapkan,
copy file-nya ada di laptop ibu jawabnya memberi laporan ketika kami menuju lift
.
Thanks Ndi jawabku singkat.
Kami bertiga terdiam di lift, aku yang biasanya banyak bicara mencairkan suasana
jadi kaku dan salah tingkah, masih memikirkan apa yang ada di pikiran Andi bahw
a aku keluar dari kamar dengan seorang laki laki dan ada laki laki lainnya di ka
marku, ah persetan pikirku, saking kikuknya sampai aku lupa mengenalkan Edwin pa
da Andi. Dalam kebekuan kuamati Andi dari bayangan di cermin lift, baru kusadari
kalau sebenarnya Andi mempunyai wajah tampan dan berwibawa, meski umurnya baru
27 tahun tapi ketegasan tampak di kerut wajahnya. Sedikit lebih tinggi dariku ta
pi karena aku pakai sepatu hak tinggi, maka kini aku lebih tinggi darinya, postu
rnya tubuhnya cukup proporsional karena dia sering cerita kalau fitness secara t
eratur 3 kali seminggu, aku baru sadar bahwa selama ini aku nggak pernah melihat
Andi sebagai seorang laki laki, tapi lebih kepada pandangan seorang Bos ke anak
buahnya.
Diluar dugaan, Andi ternyata memergokiku saat mengamatinya, pandangan mata kami
bertemu di pantulan cermin.
Ting , untunglah lift terbuka, aku segera keluar menghindar dari pandangan Andi, ka
mi langsung breakfast setelah terlebih dulu mencarikan Edwin pakaian dan dasi pe
ngganti, meski Shopping Arcade masih belum buka karena terlalu pagi, tapi dengan
sedikit paksaan akhirnya mereka mau juga melayani kami.
Eh Bu Lily, saya kok belum dikenalin dengan Mas ini Tanya Edwin bersikap resmi, me
ngingatkanku akan kekonyolanku pagi ini.
Oh iya, Andi, ini Pak Edwin, clien dari Pak Reza yang akan menjual produk kita ke
Cina yang berarti Clien kita juga, dan nanti Pak Edwin akan gabung dengan kita
di meeting kataku yang disambut uluran tangan Edwin ke Andi.
Pak Edwin, Andi ini salah satu orang kepercayaan saya, dialah yang in charge nant
i, meski baru dua tahun ikut saya tapi naluri bisnisnya boleh di uji lanjutku mem
uji Andi, itu biasa kulakukan untuk memperbesar rasa percaya diri anak buah seka
ligus supaya
clien lebih confident.
Ini adalah breakfast terlama yang pernah aku alami, serba salah tingkah dan yang
pasti aku tak berani memandang Andi, entah mengapa. Untunglah Edwin bisa mencai
rkan suasana bengan berbagai joke-nya.
Bertiga kami masuk ke ruang meeting yang sudah di booking Andi, ternyata cukup n
yaman suasananya, tidak seperti ruang meeting biasa yang kaku dan menjemukan, ta
pi lebih terkesan bernuansa santai tapi serius, Meeting table bulat dengan dikel
ilingi 6 kursi putar, sementara dipojokan ada sofa dan meja kecil, di ujung yang
lain terdapat tea set lengkap dengan electric kettle.
Aku dan Andi duduk bersebelahan menyiapkan dokumen di meja, kuletakkan laptop di
depanku, Pak Edwin duduk di sebelah kiriku.
Ndi tolong nyalakan laptop, aku ke toilet sebentar kataku sambil meninggalkan mere
ka berdua. Kuhabiskan sebatang Marlboro di toilet untuk menghilangkan ketegangan
ku dan kurapikan baju dan make up ku.
Pak Reza sudah berada di ruangan ditemani dengan wanita yang muda dan cantik ket
ika aku kembali ke ruangan meeting.
Pagi Pak Reza, pagi Bu sapaku sambil menyalami mereka berdua
Pagi juga Mbak Lily, anda kelihatan cantik pagi ini kata Pak Reza
emang selama ini nggak cantik jawabku
Lily sapaku pada wanita di samping Pak Reza sambil mengulurkan tangan
Lisa jawabnya sambil tersenyum manis
bukan begitu, tapi pagi ini lebih cantik dan cerah
Oh Mbak Lisa, selama ini kita hanya bertemu lewat telepon dan faximile kataku lagi
dan sekarang inilah dia orangnya lanjut Pak Reza.
Ternyata Andi belum menyalakan laptopku, agak marah juga aku melihat dia tidak m
elaksanakan perintahku, maka dengan mata melotot ke arahnya kuambil kembali lapt
opku dari hadapannya lalu kunyalakan. Betapa terkejutnya aku ketika laptop itu m
enyala, tampak di monitor laptopku seorang wanita sedang telentang menerima koco
kan di vaginanya sementara mulutnya mengulum penis kedua dan tangan satunya meme
gang penis ketiga, aku baru tersadar kalau sebelum berangkat dari kantor kemarin
sempat membuka koleksi pic yang ada laptop-ku dan karena buru buru mungkin saat
mematikan laptop bukan shut down yang aku pilih tapi stand by . Mukaku merah dibuatn
ya, untung tak ada yang memperhatikan, langsung aku re-booting , kulirik Andi tapi
dia menyiapkan document dan tidak memperhatikanku, pantesan dia langsung mematik
annya, pikirku. Aku jadi lebih salah tingkah lagi terhadap Andi, tapi segera aku
kembali konsentrasi untuk meeting ini.
Meeting dimulai dengan presentasi Andi dan dilakukan tanya jawab, justru yang ba
nyak bertanya adalah Lisa dan itu dilayani dengan cekatan oleh Andi, sementara a
ku Cuma kadang kadang saja menguatkan pendapat Andi atau membantunya membuat kep
utusan untuk menerima atau klarifikasi, hal ini kulakukan untuk lebih meyakinkan
Lisa maupun Pak Reza disamping untuk memperbesar rasa percaya diri pada Andi. C
ukup alot juga pembicaraan antara mereka berdua, tapi aku tak mau mencampuri seb
elum dia benar benar kepepet. Aku kagum sama Lisa yang cantik tapi piawai dalam
negosiasi.
Setelah masalah teknis dan kontrak selesai sampailah pada masalah harga dan itu
adalah tugasku dengan Pak Reza, dengan beberapa alternatif harga yang aku tawark
an akhirnya dicapailah kesepakatan.
Ndi, kamu revisi dan di print di Business Center supaya bisa ditandatangani sekar
ang juga, jangan lupa materei-nya perintahku
baik bu jawabnya lalu dia keluar sambil membawa laptopku dokumen dokumen yang diper
lukan.
Kupesan champagne merayakan kerja sama ini ketika Andi sudah meninggalkan ruanga
n.
Selamat Mbak Lily semoga sukses dengan kerja sama kita ini Pak Edwin menyalamiku s
ambil mencium kedua pipiku.
Aku menyalami lalu memeluk Lisa dan menempelkan pipiku padanya.
Anda begitu hebat dalam negosiasi kataku
Tanpa kuduga dia menjawab berbisik di telingaku.
terima kasih, Pak Reza tahu lho apa yang terjadi tadi malam di tempat Ibu
oh ya? apa itu jawabku kaget
Pak Edwin menginap di tempat mbak katanya pelan mengagetkanku
dan satu orang cowok lagi lanjutnya
Kulepas pelukannya dan kupandangi Lisa yang masih kelihatan polos itu, lalu pand
anganku beralih ke Edwin sebagai protes, tapi dia hanya mengerutkan kening dan m
engangkat bahu saja sambil senyum.
Tak sempat terbengong lebih lama, Pak Reza menyalamiku
Selamat atas kerja sama kita katanya sambil menyalamiku dan tak kusangka sangka di
a menarik tubuhku ke pelukannya
I know what you did last night katanya sambil mempererat pelukannya dan mengelus e
lus punggungku.
Aku masih tertegun tak merespon ucapan maupun tindakan Pak Reza, tapi kurasakan
buah dadaku tergencet di dadanya saat dia memelukku erat.
Pak Reza banyak orang, malu ah jawabku pelan
banyak orang? ini kan kita kita juga jawabnya tanpa melepas pelukannya tapi malah
meremas pantatku
Kulirik Pak Edwin, dia hanya bediri di pojok melihat kami, sementara Lisa malah
mendekat ke Pak Edwin.
Mari kita rayakan kerja sama ini dengan penuh persahabatan bisiknya sambil mencium
pipi dan bibirku bersamaan dengan tangannya menyingkap rok miniku hingga ke pin
ggang, aku yakin Lisa maupun Edwin bisa melihat celana dalam model Thong yang hany
a terdapat penutup segitiga kecil di depan, hingga pasti mereka sudah melihat pa
ntatku.
Ciuman Pak Reza sudah sampai di leherku, dilepasnya blazer yang menutupi bagian
luarku hingga tampak tank top pink yang kukenakan dibaliknya. Dengan hanya menge
nakan tank top, maka tampaklah putingku yang menonjol di baliknya.
Sebenarnya aku bisa saja menolak cumbuan Pak Reza kalau mau, tapi melihat pandan
gan Pak Reza yang penuh wibawa dan wajahnya yang galak tegas membuat aku takluk
dalam pelukan dan ciumannya. Bukan ketakutan masalah bisnis, aku yakin sebagai s
eorang professional dia bisa membedakan antara bisnis dan pribadi, tapi memang p
ada dasarnya aku juga mau dicumbunya.
Kulihat Pak Edwin sudah berciuman dengan Lisa sementara tangannya meremas remas
buah dada Lisa yang montok itu.
Pak Reza lalu menelentangkan tubuhku di atas meja meeting, disingkapkan rokku da
n dari celah celana dalam mini dia mulai menciumi dan menjilati vaginaku dengan
gairahnya.
Tiba tiba kami dikagetkan ketukan di pintu, segera aku berdiri dan membetulkan r
ok miniku dan kuambil blazerku, tapi Pak Reza memberi tanda supaya nggak usah di
pakai.
Lisa membuka pintu, ternyata room boy yang mengantar champagne pesananku, Lisa m
enerima dan menyelesaikan pembayarannya ke kamarku dan dia minta supaya di depan
pintu diberi tanda DO NOT DISTURB , setelah mengunci pintu Lisa membuka dan menuan
gkan untuk kami.
Pak Reza tak mau kehilangan waktu, begitu pintu ditutup, dia kembali memelukku l
alu menurunkan tali tank top ku hingga ke tangan, setelah meremas remas sambil m
encium leherku, ditariknya tank topku hingga ke perut, maka terpampanglah buah d
adaku di depan semua orang.
wow, very nice breast, begitu kencang, I love it komentar Pak Reza lalu kepalanya
dibenamkan di antara kedua bukit itu sambil tangannya meremas remasnya. Ciumanny
a dengan cepat berpindah ke puncak bukit dan secara bergantian dia mengulum dari
satu puncak ke puncak lainnya. Dengan cepat ciuman Pak Reza turun ke perut dan
selangkanganku setelah terlebih dahulu melemparkan tank top ke Edwin dan kembali
merebahkan aku di meja meeting, dijilatinya vaginaku dari balik celana dalamku.
Edwin mendekatiku dari atas lalu mencium bibirku dan meremas buah dadaku kemudia
n mengulum putingnya, sementara jilatan Pak Reza makin menggila di vaginaku, tap
i aku tak berani mendesah. Lisa sudah melepas blazernya hingga kelihatan buah da
danya yang montok menantang dibalik kaos you can see ketatnya, dia hanya duduk m
emperhatikan kami, tak seorangpun menyentuh champagne yang sudah kupesan, ternya
ta akulah yang menjadi santapan selamat, bukan champagne itu. Disaat aku lagi me
regang dalam kenikmatan, kembali kami dikagetkan suara handle pintu dibuka, lalu
berganti dengan ketukan.
Andi teriakku panik aku tak ingin Andi melihatku dalam keadaan seperti ini, akan m
engurangi wibawaku dimatanya.
Kudorong kepala Pak Reza dengan halus, aku mencari tank top atau blazerku tapi t
erlambat, Lisa sudah membuka dengan hati hati pintu itu dan masuklan Andi dengan
membawa laptop dan dokumen dokumennya sebelum aku sempat menutupi tubuh atasku.
Kulihat wajah Andi melongo terkaget kaget melihat aku duduk di meja meeting dala
m keadaan topless dan kaki di atas kursi, sementara Pak Reza masih jongkok di ba
wahku dan Edwin ada dibelakangku dengan bertelanjang dada.
eh ma..ma..maaf mengganggu katanya lalu berbalik ke pintu, tapi Lisa segera mengha
langi dan menutup kembali pintu itu.
Udah duduk saja di sini jawab Lisa sambil menghalangi pintu itu dengan tubuhnya.
tapi..tapi ..tapi ini harus ditandatangani jawabnya belum sadar dengan apa yang te
rjadi.
nggak ada tapi, tanda tangan mah gampang, sini aku Bantu kata Lisa sambil mengambi
l dokumen dan laptop dari tangan Andi dan meletakkannya di meja pojok ruangan di
samping champagne..
taruh di sini saja, kamu lihat sendiri kan mereka sedang sibuk kata Lisa sambil me
narik Andi duduk disebelahnya di sofa.
Kulihat wajah Andi masih melongo kaget melihat bagaimana tingkah lakuku.
Sudah terlambat, persetan, apa yang terjadi terjadilah pikirku dan kembali telenta
ng di meja menuruti permintaan Pak Reza, dipelorotnya rok mini dan celana dalamk
u.
Pada mulanya agak risih juga bertelanjang di depan Andi tapi selanjutnya sudah t
ak kuperhatikan lagi kehadiran Andi di ruangan itu ketika lidah Pak Reza dengan
cantiknya kembali menggelitik klitorisku. Edwin membimbing tanganku dan dipegang
kan ke penisnya yang sudah tegang, ternyata dia sudah mengeluarkan penisnya dari
lubang resliting, tanpa menunggu lebih lama kukocok penis itu.
Pak Reza melepas celana dalamku dan dilemparkannya ke arah Lisa dan Andi, ternya
ta Lisa sudah duduk di pangkuan Andi dan mereka sedang berciuman.
Pak Reza menarikku duduk di tepi meja, ternyata dia masih berpakaian lengkap, ku
bantu melepaskan pakaiannya, lalu aku jongkok di depannya, kupelorotkan celanany
a, ternyata dia tidak memakai celana dalam, dan wow penisnya yang menegang membu
atku terpesona, besar dengan guratan otot di batangnya menonjol dengan jelas.
Segera kujilati kepala penisnya dan memasukkan kepala penisnya ke mulutku, kuper
mainkan dengan lidahku di dalam, tak tahan diperlakukan seperti itu, Pak Reza me
naikkanku kembali duduk di meja, disapukannya kepala penis itu ke bibir vaginaku
, pelan pelan mendorong hingga masuk semua lalu didiamkannya sejenak, maka meles
aklah penis kedua di hari untuk vaginaku. Dia memandangku dengan penuh nafsu, me
ncium bibirku, lalu mulai menggoyangkan pantatnya maju mundur mengocok vaginaku,
tangannya meraba buah dadaku lalu wajahku dan jarinya dimasukkan ke mulutku, ku
kulum dan kupermainkan jarinya dengan lidahku.
Pak Edwin mendekat lalu meremas remas buah dadaku, kuraih penisnya yang masih te
gang nongol dari lubang resliting dan kukocok seirama kocokan Pak Reza.
Kudengar desahan dari tempat lain, ternyata Lisa sudah semi telanjang di pangkua
n Andi sedang mendapat kuluman dan remasan darinya di kedua putingnya, buah dada
Lisa yang montok itu hampir menutup wajah Andi yang sedang terbenam di celah ce
lahnya. Melihat hal itu, Pak Edwin meninggalkan kami menuju ke Lisa dan Andi, se
gera dia mengulum puting Lisa yang merah menantang berbagi dengan Andi, mendapat
kuluman dari dua orang, Lisa sepertinya ingin teriak tapi ditahannya dengan men
ggigit jarinya.
Setelah puas mengocokku dari depan sambil meremas remas buah dadaku, Pak Reza me
mintaku berbalik, maka aku berdiri membelakangi dia dan tubuhku membungkuk ke de
pan bertumpu pada meja, kaki kananku kunaikkan di kursi, Pak Reza kembali melesa
kkan penisnya di vaginaku, dia mengocok dengan kerasnya hingga meja meeting itu
begoyang goyang. Dengan posisi seperti ini aku bisa melihat Lisa sedang duduk di
sofa menerima jilatan Andi di vagina mengulum penis Pak Edwin yang berdiri di s
ampingnya.
Kocokan Pak Reza serasa menggesek semua sisi dinding vaginaku, begitu nikmat hin
gga aku melayang dibuatnya, ingin aku menjerit karenanya tapi kutahan dengan men
ggigit bibirku.
Terbuai oleh kenikmatan dari Pak Reza, tanpa kusadari ternyata Lisa, Andi dan Ed
win ternyata sudah bergeser ke meja di dekatku hingga aku bisa melihat dengan je
las bagaimana Andi mempermainkan klitoris Lisa sambil mengocokkan jarinya, terny
ata dia sudah mahir juga, batinku. Sementara Pak Edwin berada di antara aku dan
Lisa, sambil mengulum puting Lisa dia meremas buah dadaku.
Terkaget aku ketika melihat Andi mengusapkan penisnya di vagina Lisa, ternyata p
enis Andi begitu besar, sepertinya jauh lebih besar dari punya Pak Reza apalagi
Pak Edwin, mungkin sama besar dengan punya suamiku tapi dengan bentuk yang melen
gkung ke atas membuatku ingin menikmatinya, itu adalah bentuk penis favoritku.
Sepertinya dia kesulitan memasukkan penis besarnya ke vagina Lisa, berulang kali
dia berusaha memasukkan tapi gagal meski vagina Lisa sudah basah, dicoba lagi d
an dicoba lagi hingga berhasil meski hanya separuh, tapi Lisa sudah menggelinjan
g gelinjang entah kesakitan atau ke-enak-an. Kupegang tangannya dan dia meremasn
ya dengan kuat saat Andi berusaha mendorong lebih dalam, memasukkan mili demi mi
li penisnya ke dalam vagina Lisa. Sementara kocokan Pak Reza juga tak kalah nikm
atnya, goyangannya semakin bervariasi menghunjam vaginaku dari berbagai arah dan
gerakan. Tangan kami saling meremas dalam kenikmatan.
Andi mulai mengocok Lisa dengan perlahan dan semakin lama semakin cepat, desah t
ertahan keluar dari hidung Lisa, dia kelojotan menerima kocokan Andi meskipun pe
lan menurutku, sambil meremas buah dada Lisa Andi mulai mempercepat dan menyodok
dengan keras. Remasan tangan Lisa makin kencang, sekencang kocokan Andi padanya
.
Aaauughh..eeghh..ss teriak Lisa tak dapat menahan kenikmatan yang diberikan Andi.
sstt bisikku sambil menutupkan tanganku ke mulutnya, meski aku sendiri sedang terb
akar nafsu dan kenikmatan.
Andi mengocok Lisa dengan penuh gairah nafsu, buah dada Lisa yang besar bergoyan
g goyang liar seiring dengan kocokannya, tapi segera dihentikan dengan kuluman P
ak Edwin yang sepertinya nggak rela membiarkan buah dada itu bergoyang sendirian
.
Kokocakan Pak Reza sungguh bervariasi, baik kecepatan, arah maupun goyangannya,
sungguh trampil dia dalam bercinta, membuatku panas dingin dibuatnya.
Setelah puas mengocokku, Pak Reza menarik keluar penisnya, dan digantikan dengan
Pak Edwin mengocokku. Aku berjongkok di kursi dan tanganku bersandarkan sandara
n kursi hingga Pak Edwin mengocokku dengan doggie style dengan tetap menghadap k
e Lisa dan Andi dan juga Pak Reza yang kini berdiri di sisi Andi menunggu gilira
n sambil meremas dan mengulum buah dada Lisa yang montok manantang itu mengganti
kan posisi Pak Edwin.
Andi mengocok Lisa makin ganas, dengan satu kaki terangkat di pundaknya sedang s
atu kaki lagi dipegang tangannya dengan posisi terpentang pasti penis Andi meles
ak masuk ke vagina Lisa hingga menyentuh dinding terdalamnya, dengan disertai do
rongan yang keras pasti Lisa sudah terbang ke awang awang kenikmatan.
Andi lalu memiringkan tubuh Lisa hingga dia menghadap ke arahku, lalu dia kembal
i mengocoknya dengan keras, buah dada Lisa ikut bergoyang goyang seirama kocokan
Andi. gila hebat juga ini anak batinku.
Kocokan Pak Edwin tak terlalu kuperhatikan karena setelah mendapatkan Pak Reza p
unya Pak Edwin tidaklah terlalu berasa meski aku bisa menikmati sedikit kenikmat
an yang berbeda, dengan melihat bagaimana Andi memperlakukan Lisa aku bisa denga
n cepat bergairah kembali, maka kugoyangkan pantatku melawan gerakan Pak Edwin,
secepat kocokan Andi pada Lisa, aku begitu horny dibuatnya, sambil berharap supa
ya Andi tidak orgasme di vagina Lisa terlebih dahulu supaya aku bisa menikmati s
emprotan pertamanya.
Sambil menunggu giliran yang belum juga diberikan Andi, Pak Reza menggapai buah
dadaku dan tangan satunya meremas buah dada Lisa yang lebih montok seolah hendak
membandingkan, kedua tangannya meremas dua buah dada yang berlainan bentuk dan
ukuran.
Aku sudah khawatir cemas kalau ternyata Andi menyemprotkan spermanya di vagina L
isa terlebih dahulu, karena sudah cukup lama dia mengocokkan penisnya ke vagina
Lisa, sudah setengah jam lebih.
gila kuat juga si Andi ini batinku.
Kini Andi mengocok Lisa dengan posisi doggie di atas kursi, meniru posisiku hing
ga kami saling berhadapan, buah dada Lisa yang besar menggantung dan bergoyang d
engan indahnya ketika Andi mengocoknya, Pak Reza yang masih menunggu giliran dar
i Andi duduk di meja antara kami, hingga kami bisa mengulumnya secara bersamaan
antara kuluman dan jilatan. Lisa mengulum maka aku menjilati sisanya begitu juga
sebaliknya, dua lidah di satu penis.
Mendapatkan perlakuan seperti itu dari dua wanita cantik seperti aku dan Lisa me
mbuat Pak Reza merem melek, tangannya meremas rambutku juga rambut Lisa. Seperti
nya Lisa sudah bisa merasakan nikmatnya penis Andi yang besar itu hingga dia bis
a membagi konsentrasi dengan kuluman pada penis Pak Reza.
Andi menghentikan kocokannya dan menyerahkan Lisa ke Bos-nya dan mereka bertukar
tempat, Andi mengganti posisi pada mulut Lisa setelah terlebih dahulu memutar k
ursi Lisa menjauh dariku, kecewa juga aku dibuatnya karena tidak bisa menikmati
penis Andi itu, ingin minta tapi masih ada perasaan segan atau gengsi. Masih bis
a kulihat dengan lebih jelas betapa nikmatnya penis Andi itu hingga Lisa mengulu
m dengan ganasnya meski tak bisa memasukkan semuanya.
Aku yakin Lisa kurang bisa menikmati Pak Reza setelah merasakan penis Andi. Koco
kan Pak Edwin tidak kuperhatikan lagi, tapi aku lebih menikmati kuluman Lisa pad
a penis Andi itu meski Pak Edwin mulai melakukan variasi gerakannya, tangannya m
engelus punggung dan buah dadaku, dia lalu memutar kursi hingga Aku dan Lisa ber
jejer, tapi Andi malah menggeser tubuhnya ke sisi lain malah menjauhiku.
Pak Reza meremas buah dadaku sambil mengocok Lisa, sementara Pak Edwin meremas b
uah dada Lisa sambil mengocokku dan Andi meremas remas buah dada montok yang sat
unya dari sisi lainnya, kini Lisa mendapat servis dari tiga orang, sementara aku
menginginkan Andi tapi dia selalu menghindariku sepertinya dia segan menyentuhk
u.
come on Andi, satu remasan atau satu kuluman saja darimu, I need you jerit batinku
tapi kembali rasa gengsi sebagai Bos terhadap dia masih tinggi. Andi berciuman
dengan Lisa sambil tangannya tetap meremas buah dadanya, aku iri melihatnya, bah
kan ketika Pak Reza dan Pak Edwin bertukar tempat, Andi tetap tak mau beranjak k
e arahku. Kembali aku mendapat kocokan dari Pak Reza, oh much better than before
, kurasakan kenikmatan kembali dari Pak Reza, ouh betapa nikmatnya sodokan dan k
ocokan beliau jauh lebih nikmat dibanding dengan Pak Edwin tadi, kini aku kembal
i tenggelam dalam kenikmatan birahi. Tapi itu tak berlangsung lama ketika Pak Re
Lisa sudah duduk di antara Pak Edwin dan Pak Reza, kemudian Andi memintaku duduk
di kursi, dipegangnya kedua kakiku dan dipentangkannya, kuraih penis besar yang
dari tadi kuimpikan, kusapukan di bibir vaginaku dan kuarahkan masuk, ternyata
Andi tak mau terlalu lama bermain main di luar, dengan keras di sodoknya penis b
esar itu masuk ke vaginaku.
OOUUGGHHh teriakku spontan lalu kututupi mulutku dengan tangan sambil melotot ke a
rahnya.
Vaginaku terasa penuh hingga aku tak berani menggerakkan tubuhku, tapi Andi sepe
rti tak peduli, langsung mengocokku dengan cepat dan keras, kurasakan penisnya m
enggesek seluruh dinding dan mengisi semua rongga di vaginaku, begitu nikmat hin
gga seakan aku melayang layang dalam kenikmatan birahi yang tinggi. Kakiku kujep
itkan di pinggangnya, kedua tangannya meremas dengan keras kedua buah dadaku dan
memilin ringan putingku sambil mencium bibirku dengan ganasnya.
Begitu liar dan ganas dia mencumbuku seakan menumpahkan segala dendam yang lama
tesimpan, kocokannya yang keras seakan mengaduk aduk vaginaku. Kulawan gerakanny
a dengan menggerakkan pinggulku secara acak, dan aku mendapatkan kenikmatan yang
bertambah.
Entah sudah berapa lama kami bercinta di kursi hingga dia memintaku untuk rebah
di karpet lantai ruangan, lalu segera dia menyetubuhiku, tubuh atletisnya menind
ih tubuhku sambil pantatnya turun naik mengocok vaginaku, ciumannya sudah menjel
ajah ke seluruh wajah dan leherku tanpa sedikitpun bagian yang terlewatkan.
Aku mengagumi kekuatan fisik Andi yang begitu kuat, dinginnya AC tak mampu mence
gah peluh kami sudah bertetesan di seluruh tubuh. Kuraih kenikmatan demi kenikma
tan dari setiap gerakan Andi di atas tubuhku.
Selanjutnya kami bergulingan, kini Andi telentang dan aku duduk di atasnya, sece
patnya kugoyangkan pantatku mengocok penis Andi, goyanganku kubuat tidak aturan
dan banyak variasi hingga dia menggigit bibirnya, dipandanginya wajahku, lalu di
a kembali meremas buah dadaku dengan kerasnya, tanpa kusadari ternyata Pak Reza
sudah berdiri di sampingku dan menyodorkan penisnya ke mulutku, kugapai dan lang
sung kukulum dengan gairahnya sambil tetap menggoyang pantatku. Pak Reza ternyat
a tak mau diam saja, dia ikut mengocokkan penisnya di mulutku sambil memegangi k
epalaku. Tak mau kalah Andi kemudian ikutan menggoyangkan pinggulnya hingga kami
seolah berpacu meraih kenikmatan birahi.
Andi lalu duduk hingga tubuhku berhadapan dalam pangkuannya, kujepitkan kakiku d
i pinggangnya sambil tetap menggoyangkan pantat tanpa melepas kocokan mulutku pa
da penis Pak Reza, Andi menjilati seluruh leher dan dadaku, disedotnya putingku
dengan keras, kurasakan gigitan gigitan kecil di sekitar buah dada dan putingku
tapi tak kuperhatikan.
Akhirnya kurasakan tubuh Andi menegang dan sedetik kemudian kurasakan kepala pen
isnya membesar memenuhi rongga dalam vaginaku lalu menyemprotkan spermanya, seme
ntara gigitan dan sedotan di dadaku terasa semakin kuat, denyutannya membuat aku
terbang melayang tinggi hingga ke puncak kenikmatan, maka akupun orgasme saat p
enis Andi sedang berdenyut dengan hebatnya di vaginaku, kami sama sama menggapai
orgasme dalam waktu yang relatif bersamaan, tubuhku sudah mulai melemas tapi pe
nis Pak Reza masih di tanganku, maka kukeluarkan kemampuanku untuk segera mengak
hiri kemauan Pak Reza sambil masih tetap duduk di atas Andi, tangan Andi masih m
eremas dengan lembut kedua buah dadaku, tapi konsentrasiku hanya tertuju ke Pak
Reza, tak lama kemudian berdenyutlah penis Pak Reza di mulutku, tak kurasakan ca
iran sperma keluar dari penis itu, hanya denyutan denyutan ringan hingga melemas
dengan sendirinya.
Aku terkulai lemas di atas tubuh Andi, anak buahku itu, dan dia membalas dengan
ciuman dan elusan di punggung telanjangku, beberapa saat kemudia aku tersadar da