Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Tugas Kep Ank

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

“ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TYPHUS ABDOMINALIS

Mata Kuliah :

Keperawtan anak

Anggota :

1. M.Hamdani
2 . Syamsudin

YAYASAN SEPULUH JUNI

AKADEMI KEPERAWATAN PANDAN HARUM

2010-2011
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TYPHUS ABDOMINALIS
 
A.   DEFINISI
Thypus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasa mengenai saluran
pencernaan. Gejala yang biasa ditimbulkan adalah demam yang tinggi lebih dari 1
minggu, gangguan pada saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran (FKUI, 1985).
Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella typhi dengan masa tunas 6 – 14
hari. Sedangkan typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang
biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama dengan enteritis
akut.
 
B.   EPIDEMIOLOGI
Penyakit typhus abdominalis biasa dikenal dengan penyakit typhus. Namun,
dalam dunia kedokteran disebut tyfoid fever.
Di Indonesia, diperkirakan angka kejadian penyakit ini adalah 300 – 810 kasus
per 100.000 penduduk/tahun. Insiden tertinggi didapatkan pada anak-anak. Orang dewasa
sering mengalami infeksi ringan dan sembuh sendiri lalu menjadi kebal. Insiden penderita
berumur 12 tahun keatas adalah 70 – 80%, penderita umur antara 12 dan 30 tahun adalah
10 – 20%, penderita antara 30 – 40 tahun adalah 5 – 10%, dan hanya 5 – 10% diatas 40
tahun.
 
C.   ETIOLOGI
Penyabab penyakit ini adalah Salmonella typhi, Salmonella para typhii A, dan
Salmonella paratyphiiB. Basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak
berspora, mempunyai 3 macam antigen yaitu antigen O, antigen H, dan antigen VI.
Dalam serum penderita terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.
Kuman tumbuh pada suasan aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15 – 41°C
(optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6 – 8.
 
D.   TANDA DAN GEJALA
Masa inkubasi rata-rata 2 minggu gejalanya: cepat lelah, malaise, anoreksia, sakit
kepala, rasa tidak enak di perut, dan nyeri seluruh badan. Demam berangsur-angsur naik
selama minggu pertama. Demam terjadi terutama pada sore dan malam hari (febris
remitten). Pada minggu 2 dan 3 demam terus menerus tinggi (febris kontinue) dan
kemudian turun berangsur-angsur.
Gangguan gastrointestinal, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor-berselaput
putih dan pinggirnya hiperemis, perut agak kembung dan mungkin nyeri tekan,
bradikardi relatif, kenaikan denyut nadi tidak sesuai dengan kenaikan suhu badan (Junadi,
1982).
 
E.    PATOFISIOLOGI
Infeksi masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, infeksi terjadi
pada saluran pencernaan. Basil di usus halus melalui pembuluh limfe masuk ke dalam
peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan limfa sehingga membesar dan
disertai nyeri. Basil masuk kembali ke dalam darah (bakterimia) dan menyebar ke seluruh
tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus  menimbulkan tukak berbentuk
lonjong pada mukosa usus. Tukak dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi usus.
Jika kondisi tubuh dijaga tetap baik, akan terbentuk zat kekebalan atau antibodi. Dalam
keadaan seperti ini, kuman typhus akan mati dan penderita berangsur-angsur sembuh.
     
G.   PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menegakkan diagnosa penyakit typhus abdominalis perlu dilakukan pemeriksaan
yaitu pemeriksaan laboratorium:
1.    Darah tepi
-       Terdapat gambaran leukopenia
-       limfositosis relatif dan
-       ameosinofila pada permulaan sakit
-       mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan

hasil pemeriksaan ini berguna untuk membantu menentukan penyakit dengan cepat.

2.    Pemeriksaan Widal


Pemeriksaan positif apabila terjadi reaksi aglutinasi. Apabila titer lebih dari 1/80,
1/ 160, dst, semakin kecil titrasi menunjukkan semaki berat penyakitnya.
3.    Darah untuk kultur (biakan empedu)
 
H.   PENATALAKSANAAN
1.    Pengobatan
a.    Kloramfenikol
b.    Kotrimoksasol
c.    Bila terjadi ikterus dan hepatomegali: selain kloramfenikkol, diterapi dengan
Ampisilin 100 mg/kgBB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis.
2.    Perawatan
a.    Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan. Klien
harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari untuk
mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.
b.    Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan2 posisi berbaring
untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.
3.    Diet
a.    Pada mulanya klien diberikan bubur saring kemudian bubur kasar untuk
menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus.
b.    Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara dini yaitu
nasi, lauk pauk yang rendah sellulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat
diberikan dengan aman kepada klien.
   
I.      KOMPLIKASI
1.    Pada usus halus:
Perdarahan usus. Hanya sedikit ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja
dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, terjadi melena, dapat disertai nyeri
perut.
Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan
terjadi pada bagian distal ileum.
Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi. Ditemukan gejala abdomen akut
yaitu nyeri perut hebat, dinding abdomen tegang dan nyeri tekan.
2.    Di luar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterinya) yaitu meningitis,
kolesistisis, enselovati, dll.
       
J.    PROGNOSIS
Umumnya prognosis typhus abdominalis pada anak adalah baik, asal klien cepat berobat.
Mortalitas pada klien yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi tidak baik bila terdapat
gambaran klinik yang berat seperti:
Demam tinggi (hipertireksia) atau febris continue
Kesadaran sangat menurun
Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, perforasi.
 
K.   PENCEGAHAN
Dengan mengetahui cara penyebaran penyakit, maka dapat dilakukan
pengendalian.
Menerapkan dasar2 hygiene dan kesehatan masyarakat, yaitu melakukan deteksi
dan isolasi terhadap sumber infeksi. Perlu diperhatikan faktor kebersihan
lingkungan.
Pembuangan sampah dan klorinasi air minum, perlindungan terhadap suplai
makanan dan minuman, peningkatan ekonomi dan peningkatan kebiasaan hidup
sehat serta mengurangi populasi lalat (reservoir).
Memberikan pendidikan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan (pemeriksaan
tinja) secara berkala terhadap penyaji makanan baik pada industri makanan
maupun restoran.
Sterilisasi pakaian, bahan, dan alat-alat yang digunakan klien dengan
menggunakan antiseptik. Mencuci tangan dengan sabun.
Deteksi karier dilakukan dengan tes darah dan diikuti dengan pemeriksaan tinja
dan urin yang dilakukan berulang-ulang. Klien yang karier positif dilakukan
pengawasan yang lebih ketat yaitu dengan memberikan informasi tentang
kebersihan personal.
      
L.    ASUHAN KEPERAWATAN
1.    Pengkajian
a.    Identitas
b.    Keluhan utama
Perasaan tidak enak badan, pusing, nyeri kepala, lesu dan kurang bersemangat,
nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi).
c.    Data Fokus
Mata    : konjungtiva anemis
Mulut   : lidah khas (selaput putih kotor, ujung dan tepi kemerahan), nafas bau
tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah.
Hidung : kadang terjadi epistaksis
Abdomen: perut kembung (meteorismus), hepatomegali, splenomegali, nyeri
tekan.
Sirkulasi: bradikardi, gangguan kesadaran
Kulit     : bintik-bintik kemerahan pada punggung dan ekstremitas.
d.    Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
SGOT SGPT meningkat, leukopenia, leuukositosis relatif pada fase akut;
mungkin terdapat anemia dan trombositopenia.
Uji serologis asidal (titer O, H)
Biakan kuman (darah, feses, urin, empedu)
 
2.    Diagnosa Keperawatan
a.    Hipertermi b.d proses inflamasi
Tujuan:
Suhu tubuh klien kembali normal
Klien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan

Intervensi:
Identifikasi penyebab atau faktor yang dapat menimbulkan
hipertermi
Observasi cairan masuk dan keluar, hitung keseimbangan cairan
Beri cairan sesuai kebutuhan bila tidak ada kontraindikasi
Beri kompres air hangat
Anjurkan klien untuk mengurangi aktivitas yang berlebihan saat
suhu tubuh naik
Kolaborasi: pemberian antipiretik, pemberian antibiotik,
pemeriksaan penunjang=hasil laboratorium.

Evaluasi:

Suhu tubuh klien kembali normal


Frekuensi pernafasan kembali normal
Kulit klien tidak teraba panas
Klien dapat beraktivitas
 
b.    Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat
Tujuan:
Asupan nutrisi klien tercukupi
Peningkatan nafsu makan klien

Intervensi:

Kaji pola makan klien


Observasi mual dan muntah
Identifikasi faktor pencetus mual, muntah, dan nyeri abdomen
Kaji makanan yang disukai dan tidak disukai klien
Sajikaan makanan dalam kedaan hangat dan menarik
Beri posisi semi fowler saat makan
Bantu klien untuk makan, catat masukan makanan.
Evaluasi:

Klien mengatakan sudah tidak mual dan muntah


Nafsu makan meningkat
 
c.    Nyeri akut b.d agen cidera biologis
Tujuan:
Nyeri klien berkurang
Klien merasa nyaman
Intervensi:
Kaji karakteristik nyeri dan skala nyeri
Kaji faktor yang dapat menurunkan/menaikkan nyeri
Ajarkan dan bantu klien melakukan relaksasi dan distraksi
Beri posisi yang nyaman
Ciptakan lingkungan yang tenang
Evaluasi
Klien mengatakan nyeri abdomen berkurang
Klien mengatakan sudah merasa nyaman.

M.   BIBLIOGRAFI
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. 1992. Asuhan Kesehatan Anak dalam Konteks
Keluarga. Departemen Kesehatan: Jakarta.
Wahidiyat, Iskandar. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Bagian Kesehatan Anak
FKUI: Jakarta.
NIC & NOC
www.google.com. Agus Waluyo. Thypus Abdominalis tanggal 17 November 2008.
 
 
 
 

Anda mungkin juga menyukai