Jurnal Reading Melisa
Jurnal Reading Melisa
Jurnal Reading Melisa
asam γ Amino Butirat (GABA) didalam medulla spinalis dan otak berdasarkan ikatan
antara GABA pada reseptor Benzodiazepin, membentuk GABA-A reseptor kompleks.
GABA memproduksi inhibitor yang berefek interneural. Benzodiazepin memiliki efek
yang minimal terhadap cardiak dan sistem respirasi dan margin of safetymnya luas.
Benzodiazepin meningkatkan durasi hipnotik, dan berpotensial sebagai pelumpuh otot.
Benzodiazepin berguna dalam treatment ansietas akut yang biasanya tampak pada
periode post operatif dan dapat digunakan pada nyeri yang tidak terkontrol, terutama
pada anak anak. Ditemukan bahwa Lorazepam dan Clonazepam, merupakan pilihan yang
sangat berguna sebagai muscle relaxan pada keadaan nyeri akut(menghambat muscle
spasm yang terkadang terlihat pada periode postoperatif, pilihan pada keadaan post
amputasi), ataupun pada keadaan nyeri yang kronik.
Benzodiazepin juga digunakan dalam treatmen nyeri kronik (tabel 14-2).
Benzodiazepin seperti Clonazepam membantu pada keadaan nyeri tajam, meskipun pada
control trial nya tidak pernah dilaporkan.
Efek samping Benzodiazepin menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien dan pada
keadaan yang serius dapat menyebabkan kematian, withdrawal symptoms termasuk
seizure yang dapat terlihat paling lambat 7-10 hari setelah penggunaan yang tidak
berkelanjutan selama masa paruhmya. Efek samping lainnya seperti hostility. Disinhibisi,
dan iritability; confusional states terutama pada pasien yang lebih tua; dan sedasi, efek
tambahan seperti efek depresan SSP lainnya; termasuk alkohol. Benzodiazepin
merupakan obat yang berpotensial disalahgunakan ataupun kecanduan pada
penggunaannya.
Neuroleptik
Efek obat-oobatan neuroleptik dapat dilihat terutama pada obat anti dopaminergik.
Dalam anekdot disarankanya obat-obatan neuroleptik sebagai analgesik primer maupun
adjuvant. Haloperidol, butiropenon sangant berguna dalam pengobatan delirium, agitasi
dan fearfulness atau dalam keadaan mendesak dimana benzodiazepin tidak dapat
diberikan. Penggunaan neuroleptik terbatas pada nyeri kronuk karena berpotensial
menimbulkan efek smping seperti distonia dan tardive diskinesia (tabel 14-3). Obat-
obatan ini juga digunakan dalam mengontrol hippcups pada postoperatif, nyeri akibat
perlukaan terutama pada pasien yang mengalami pembedahan chest-releted. Pada
umumnya obat neuroleptik lebih dari 90% berikatan dengan protein, dan keadaan yang
terjadinya perubahan kadar pritein akan mengubah bioavailabilitas obat tersebut.
Pada umumnya obat neuroleptik memberi efek pada endokrin termasuk meningkatkan
prolaktin dan menurunkan luteinizing hormone, dan follicle stimulating hormone. Efek
samping obat neuroleptik yang paling sering muncul adalah neurolegik predominan yang
secara alami, termasuk distonia akut (spasm otot wajah dan lidah), akathisia (motor
restlessness), parkinsonisme, neuroleptik malignan syndrom (katatonia sutpor dan fever)
dan tardivdiskinesia. Efek lambat biasanya muncul beberapa bulan ataupun tahun setelah
pengobatan. Efek samping lainnya termasuk faintness, efek samping antikolinergik,
palpitasi, drowsiness, dan ortostatik.
Kesimpulan
Pada nyeri yang komplit para dokter harus dapat memanfaatkan psikotropik
medis untuk nosiseptik dan non nosiseptik. Obat obatan ini menjadi komponen yang
penting dalam efektivitas analgetik. Dengan demikian para dokter agar dapat memiliki
pengalaman tentang masing-masing obat dan golongannya serta mengerti indikasi, dosis,
dan efek sampingya.