Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Hewan Intersisi

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

PRAKTIKUM IX

Topik : Keanekaragaman dan Kemelimpahan Flora dan Fauna Sisipan


(Intersisi) Di Daerah Pantai Psamolitoral Pesisir Pantai.
Tujuan : Untuk mengetahui keanekaragaman dan kemelimpahan flora dan
fauna sisipan di daerah Psamolitoral
Hari / Tanggal : Sabtu /10 Maret 2007
Tempat : Pantai Batakan Kecamatan Penyipatan

I. ALAT DAN BAHAN


1. Sekop, saringan, rool meter, tali plastik, tonggak kayu, kamera, Hand
Refractometer, pH meter, DO meter, kantong plastik, Lux meter, Mikroskop.
2. Sampel fauna sisipan, sampel air, formalin 4 % dan kertas label.

II. CARA KERJA


1. Pengambilan fauna sisipan dan parameter lingkungan (suhu, intensitas
cahaya, salinitas, pH, oksigen terlarut, ditetapkan pada 4 stasiun adalah, di mana
banyak pengambilan sampel setiap stasiun adalah 10 plot sepanjang pantai).
2. Pengambilan sampel fauna sisipan dan sampel parameter lingkungan
dilakukan pada saat air surut tertinggi (secara bersamaan untuk semua stasiun).
3. Adapun jarak untuk setiap plot adalah 100 m untuk masing-masing
stasiun.
4. Untuk keperluan pengambilan sampel fauna sisipan ditetapkan empat
stasiun pengamatan. Yang dibagi menjadi 40 plot, setiap stasiun dibuat 10 plot.
Cara pengambilan sampel fauna sisipan yaitu pada waktu air laut mengalami
surut tertinggi. Kemudian dengan menggunakan rool meter diukur tempat yang
akan diteliti, hal ini untuk memudahkan penempatan plot yang akan diletakkan.
Setelah itu diadakan pengambilan sampel yang terlebih dahulu diadakan
pengambilan sampel faktor fisika kimia sebagai data pelengkap. Untuk
pengambilan sampel fauna sisipan terlebih dahulu menggali pasir dengan
menggunakan skop kecil dengan kedalaman 20 – 30 cm sampai air mulai
mengalir ke dalamnya, menunggu sampai air interstisi memenuhi lubang sekitar
10 menit. Sementara itu pasir yang ada dalam sekop diletakkan pada ayakan
untuk diayak. Fauna sisipan yang ditemukan pada ayakan dimasukkan dalam
kantong plastik yang sudah diberi formalin dan diberi label sesuai dengan stasiun
dan plot pengambilan. Mengumpulkan air yang sudah penuh tadi dan
memasukkan sampel air ke dalam botol yang telah disediakan. Mengulangi
proses itu dengan membuat galian yang sama pada berbagai titik, memeriksa
sampel air interstisi di bawah mikroskop dan mencirikan organismenya,
menghitung jumlah organisme yang ada dan memotretnya.
Untuk menghitung kelimpahan fauna sisipan dapat menggunakan Nilai Penting
yang dikemukakan oleh Soerianegara dan Indrawan (1978).
Keterangan :
FR = Frekuensi Relatif = (Frekuensi suatu jenis dibagi frekuensi seluruh jenis x
100 %)
KR = Kerapatan Relatif = (Kerapatan suatu jenis dibagi kerapatan seluruh jenis
x 100 %)
Untuk menduga atau mengukur keanekaragaman fauna sisipan adalah dengan
menggunakan teori yang dikemukakan oleh Shannon – Wiener di dalam Odum
(1993) yaitu sebagai berikut :
H’ = - Σ Pi ln Pi
Keterangan :
Pi = kemelimpahan proporsional dari jenis ke-i, sehingga Pi = ni/N
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = jumlah individu keseluruhan jenis dalam komunitas
Untuk mengetahui kemerataan penyebaran individu-individu fauna sisipan
diantara spesies atau jenis dipergunakan perbandingan sebagai berikut :
E = e H’/S = N1/No

Keterangan :
E = Evennes atau kemerataan
N1 = Nomor dari kemelimpahan spesies
No = Nomro total dari spesies
(Ludwig & Reynold, 1988).
Sedangkan untuk mengetahui kesamaan komunitas antara empat stasiun yang
berbeda, maka dapat dilakukan perhitungan dengan “indeks similaritas” (Odum,
1993) yaitu :
Is = 2c/A + B
Keterangan :
A = Jumlah nilai penting pada komunitas A
B = jumlah nilai penting pada komunitas B
C = jumlah nilai penting terkecil spesies yang terdapat pada komunitas A dan
komunitas B.

III. TEORI DASAR


Laut merupakan satu kesatuan ekosistem, di mana serangkaian komunitas
dipengaruhi dan pada gilirannya mempengaruhi faktor-faktor fisik kimia air laut di
sekitarnya (Nybakken, 1992). Laut juga merupakan salah satu bentuk kehidupan
yang sangat berperan bagi umat manusia, terutama kekayaan yang terkandung di
dalamnya baik hewan ataupun tumbuhan (Bayard dan Zottali, 1983).
Negara Indonesia adalah negara kepulauan, luas lautannya lebih besar dari
pada luas daratannya. Jalur tanah yang membatasi daratan, tempat daratan bertemu
dengan lautan dikenal sebagai pantai (Bayard dan Zottali, 1983).
Untuk daerah pesisir (Psamolitoral) sepanjang pantai pasir dikenal dengan
daerah hidropsamon dan higropsamon. Daerah hidropsamon merupakan daerah
yang pantai pasirnya masih terendam air laut, sedangkan daerah higropsamon
merupakan daerah yang dipengaruhi oleh perembesan air laut tidak terendam air
laut. Daerah higropsamon didominasi oleh hewan-hewan yang membuat lubang di
pasir selama terjadi pasang surut (Michael, 1994).
Pantai pasir umum terdapat di seluruh dunia dan lebih dikenal dari pada
pantai berbatu, karena pantai ini merupakan tempat yang dipilih untuk melakukan
berbagai aktivitas rekreasi. Demikian pula, pantai ini memperlihatkan perbedaan
yang nyata dari pantai berbatu. Pada pantai pasir kelihatannya tidak dihuni oleh
kehidupan mikroskopik. Organisme tentu saja tidak tampak karena faktor-faktor
lingkungan yang bereaksi di pantai ini membentuk kondisi di mana seluruh
organisme mengubur dirinya dalam substrat (Nybakken, 1992).
Pasang surut air laut menyebabkan terjadinya kisaran beberapa faktor
lingkungan air laut yang besar terutama suhu dan salinitasnya, sehingga jenis-jenis
tumbuhan dan hewan memiliki toleransi yang besar terhadap perubahan ekstrim ini,
sehingga menyebabkan keragaman jenis kecil, tetapi mempunyai kepadatan
populasi setiap jenis umumnya besar (Kartawinata, dkk, 1978).
Faktor lingkungan yang dominan pada pantai pesisir adalah gerakan ombak
yang membentuk substrat yang tidak stabil dan terus menerus bergerak. Jika
organisme ingin menghuni daerah ini, organisme itu pertama-tama harus
beradaptasi terhadap lingkungan itu sendiri dan kemampuan untuk menggali dengan
cepat. Strategi ini banyak dilakukan oleh Annelida, kopepoda, kerang kecil dan
hewan lainnya (Nybakken, 1992).
Pesisir pantai adalah daerah pemukiman penduduk, dan sebagian besar
penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Selain itu pantai adalah daerah
wisata yang secara tidak langsung berdampak negatif bagi ekosistem pantai
khususnya terhadap populasi hewan (fauna sisipan) penghuni pesisir pantai,
sehingga mempengaruhi keanekaragamannya.
Menurut Koesoebiono (1979) fauna sisipan merupakan hewan yang
hidupnya berada di antara butiran-butiran pasir.

IV. Hasil Pengamatan


Tabel 1 : Data Pengamatan Hewan Mikro Intertisi dengan Zona 1 (0 M), Zona II ( 0,5
M) dan Zona III ( 1 M )
Nama Spesies Zona I Zona II Zona III
No 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 ∑
(Famili)
1 Rhodomonas 1 1 7 - 9 7 - - -
2 Achanthes 1 3 - - 1 2 2 - -
3 Rhizoglonium 7 2 - - 2 2 1 - -
4 Diatoma - 9 - - - - - - -
5 Navicula - - 2 7 - - - 2 1
6 Dinobryon - - - 1 - 1 - - 3
7 Asterionella - - - - - - - 1 1
Gomphosphaeria - - - - - - - 1 -
8
Aphanizomenon - - - - - - - - -
9
Tolypatrix - - - - - - - - -
10
Drapanaldia - - - - - - - - -
11
-

Nama Spesies ∑ ml ∑ liter


No ∑ χ
(Famili) ( x 21 tetes) ( x 1000 ml)
1 Rhodomonas 36 2.40 756 756000
2 Achanthes 18 1.20 378 378000
3 Rhizoglonium 8 0.53 168 168000
4 Diatoma 18 1.20 378 378000
5 Navicula 8 0.53 168 168000
6 Dinobryon 4 0.26 84 84000
7 Asterionella 5 0.33 105 105000
8 Gomphosphaeria 2 0.13 42 42000
9 Aphanizomenon 8 0.53 168 168000
10 Tolypatrix 1 0.06 21 21000
11 Drapanaldia 2 0.13 42 42000

Tabel 2 : Data perhitungan


Nama Spesies
No ∑ F FR K KR Pi NP ID
(Famili)
1 Rhodomonas 36 2,40 32,79 0,40 13,94 0,33 46,73 `0,16
2 Achanthes 18 1,20 16,39 0,47 16,37 0,16 32.76 0,13
3 Rhizoglonium 8 0,53 7,24 0.33 11,50 0,07 18,74 0,08
4 Diatoma 18 1,20 16,39 0,20 6,96 0,16 23,36 0,13
5 Navicula 8 0,53 7,24 0,40 13,94 0,07 21,18 0,08
6 Dinobryon 4 0,27 3,69 0,20 6,97 0,04 10,66 0,05
7 Asterionella 5 0,33 4,52 0,27 9,42 0,05 13,92 0,06
8 Gomphosphaeria 2 0,13 1,78 0,13 4,53 0,02 6,31 0,03
9 Aphanizomenon 8 0,53 7,24 0,27 9,41 0,07 16,65 0,08
10 Tolypatrix 1 0,07 0,96 0,07 2,44 0,01 3,40 0,02
11 Drapanaldia 2 0,13 1,78 0,13 4,53 0,02 6,31 0,03
Jumlah 110 7,32 100,01 2,87 100,01 1 200,02 0,85
Tabel 3 : Data Pengamatan Hewan Makro Intertisi dengan Zona I ( 0 M), Zona II
( 0,5 M) dan Zona III (1 M)
Zona I Zona II Zona III
No Nama Spesies ∑
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 Nerita chameleon 11 - - 1 1 - - - - - - 1 - - - 14
2 Trachycardium sp 12 2 - - - - - - - - - - - - - 14
3 Botista violacea - 1 - - - - - - - - - - - - - 1
4 Meretrix meretrix - 3 - - 1 - - - - - - - - - - 4
5 Tarricula - 1 1 2 - - - - - - - - - - - 4
6 Nassarius albescen - - 2 7 2 1 - - - - - - 1 1 - 14
7 Porifera 1 - - - - - 1 - - - - - - - - - 1
8 Nanina sp - - - 1 1 - - - - - - - 1 - - 3
9 Architectonica sp - - - 1 - - - - - - - - - - - 1
10 Tellina timorensis - 3 - - - - - - - 4 - - - - - 7
11 Porifera 2 - - - - - 1 - - - - - - - 1 - 2
12 Oliva oliva 1 - - - - - - - - - - - - - - 1
13 Strombus vittatus - - - - - 1 - 9 - - - - - - - 10
14 Mitra avennaceae - 1 - - - - - - - - - - - - - 1
15 Kepiting - - - - - - - - - - 1 - - - - 1
16 Turitella sp - - - - - - - 1 - 1 - - 2 - - 13
17 Gymbriela sp - - - - - - 2 - 2 0 1 - - - - 23
18 Murex sp - - - - - - 0 1 1 - - - - - - 7
19 Marginella sp - - - - - - - - - 5 - - - - - 2
20 Latyrus polygomus - - - - 1 - - - - 2 - - - - - 1
21 Natica tegrina - - - - - - - - - - 1 - - - - 1
- -

Tabel 4 : Tabel Kerapatan, Kerapatan Relatif, Frekuensi, Frekuensi Relatif dan Nilai
Penting hewan Makro Intertisi

No Spesies ∑ K Kr F Fr Np H
1 Nerita chameleon 14 0,93 11,23 0,26 8,64 19,87 0,11
2 Trachycardium sp 14 0,93 11,23 0,13 4,32 15,55 0,11
3 Botista violacea 1 0,06 0,72 0,07 2,33 3,05 0,01
4 Meretrix meretrix 4 0,27 3,26 0,13 4,32 7,58 0,05
5 Tarricula 4 0,27 3,26 0,20 6,46 9,72 0,05
6 Nassarius albescen 14 0,93 11,23 0,40 13,29 24,52 0,11
7 Porifera 1 1 0,06 0,72 0,07 2,33 3,05 0,01
8 Nanina sp 3 0,20 2,42 0,20 6,46 8,88 0,04
9 Architectonica sp 1 0,06 0,72 0,07 2,33 3,05 0,01
10 Tellina timorensis 7 0,47 5,68 0,13 4,33 10,01 0,07
11 Porifera 2 2 0,13 1,57 0,13 4,33 5,90 0,03
12 Oliva oliva 1 0,06 0,71 0,07 2,33 3,05 0,01
13 Strombus vittatus 10 0,67 8,09 0,20 6,46 14,55 0,09
14 Mitra avennaceae 1 0,06 0,72 0,07 2,33 3,05 0,01
15 Kepiting 1 0,06 0,72 0,07 2,33 3,05 0,01
16 Turitella sp 13 0,87 10,51 0,20 6,46 16,97 0,10
17 Gymbriela sp 23 1,53 18,48 0,20 6,46 24,94 0,34
18 Murex sp 7 0,47 5,68 0,20 6,46 12,14 0,07
19 Marginella sp 2 0,13 1,57 0,07 2,33 3,84 0,03
20 Latyrus polygomus 1 0,06 0,72 0,07 2,33 3,05 0,01
21 Natica tegrina 1 0,06 0,72 0,07 2,33 3,05 0,01
Jumlah 124 8,28 99,98 3,01 100,02 200 1,28

1. ANALISA DATA
Dari hasil pengamatan dan perhitungan pada keanekaragaman flora dan
fauna sisipan di pantai teluk Tamiyang terhadap mikrofauna sisipan di daerah
psamolitoral, pada zona I yaitu dengan kerapatan 0,1 meter didapatkan 7 spesies
yaitu Centroxpyxis aculeata, Anthanthes, Asterionella, Dinobryon, Gomphos
phaeria, Chlorogonium sp, dan Rhizoglonium. Sedangkan frekuensi tertinggi
terdapat pada Chlorogonium sp dengan nilai 1, kerapatannya 4,4, nilai penting
77,24 sedangkan frekuensi terendah pada Asterionella dan Gomphos phaeria,
kerapatan pada Asterionella dengan nilai 0,2, nilai penting 8,05 dari sini didapatkan
bahwa Chlorogonium sp merupakan mikroflora yang mendominasi zona I.
Pada zona II, yaitu dengan kerapatan 0,5 meter didapatkan 9 spesies yaitu
Centroxpyxis aculeata, Anthanthes, Asterionella, Dinobryon, Gomphos phaeria,
Chlorogonium sp, Rhizoglonium, Tolypothrix dan Aphanizomenon. Sedangkan
frekuensi tertinggi terdapat pada Aphanizomenon dengan nilai frekuensi sebesar
0,8, kerapatannya terdapat pada Rhizoglodium yaitu 3,2. Nilai penting 45,40,
frekuensi terendah terdapat pada Gomphos phaeria dengan nilai 0,1, kerapatan pada
Dinobryon 0,4, nilai penting pada Ghompos phaeria dengan nilai 12,05, dan data di
atas didapatkan bahwa Rhizoglobium merupakan mikroflora yang mendominasi
pada zona II.
Pada zona III yaitu dengan kedalaman 1 meter, didapatkan 8 spesies yaitu
Centropyxis aculeata, Asterionella, Dinobryon, Comphos phaeria, Chlorogonium
sp, Rhizoglonium, Tolypothrix, dan Aphanizomenon, frekuensi tertinggi terdapat
pada Aphanizomenon dengan nilai 0,8, kerapatan tertinggi pada terdapat pada
Rhizoglonium dengan nilai 2,6. Nilai penting 40,16, sedangkan frekuensi terendah
terdapat pada Asterionella dan Tolypathrix dengan nilai 0,2, kerapatan 0,2, Nilai
Penting 8,38. Dari data didapat bahwa Rhizoglonium merupakan mikroflora yang
mendominasi pada zona III.
Dari data perhitungan keseluruhan dalam satuan liter diketahui bahwa
jumlah keseluruhan dari 9 spesies yang ditemukan dari air sampel adalah 151.000.
Spesies ini meliputi hewan dan tumbuhan bersel satu. Mikrofauna dan mikroflora di
lingkungan laut sangat besar peranannya dalam rantai makanan terutama di
lingkungan perairan laut. Adanya hewan mikrofauna dan tumbuhan mikroflora ini
dapat dijadikan indikator perairan karena di perairan ini banyak mengandung
nutrien dan bahan organik.
Kemelimpahan mikroflora dan mikrofauna ini juga sangat dipengaruhi oleh
faktor lingkungan seperti ketersediaan nutrien, gerak ombak, pH air, intensitas
cahaya dan suhu. Jadi dari data di atas dapat diketahui bahwa kemelimpahan hewan
mikrofauna dan tumbuhan mikroflora ini sangat tinggi dan hampir terdapat di setiap
titik sampel.

2. KESIMPULAN
3. Dari pengamatan didapatkan jumlah keseluruhan 9 spesies yang ada yaitu
151.000. Adanya hewan ini dapat dijadikan sebagai indikator perairan, karena
di perairan banyak mengandung nutrien dan bahan organik.
4. Mikrofauna dan mikroflora sisipan di daerah psamolitoral memiliki
kekayaan jenis yang besar yaitu 9 spesies, kerapatan dan frekuensi tertinggi
ditempati oleh Chlorogonium sp yang menunjukkan bahwa jenis ini adalah
jenis yang paling adaptif terhadap lingkungan.
5. Mikrofauna yang paling sedikit ditemukan di pantai Teluk Tamiyang
adalah Asterionella dan Tolypothrix.

V. DAFTAR PUSTAKA
Hardjosuwarno, S. 1994. Metode Ekologi Tumbuhan. Universitas gadjah Mada
Fakultas Biologi : Yogyakarta.

Kershaw, K.A. 1973. Quantitative and Dynamic Plant Ecology. Edward Arnmold
Limited : London.

Anda mungkin juga menyukai