Fitoremediasi Anova
Fitoremediasi Anova
Fitoremediasi Anova
SKRIPSI
Oleh
Ardhi Putra Manasika
NIM 101710201036
SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Studi Teknik Pertanian (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian
Oleh
Ardhi Putra Manasika
NIM 101710201036
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang dan sholawat serta salam semoga tetap
terlimpahkan
kepada
junjungan
besar
Nabi
Muhammad
SAW.
Saya
ii
MOTTO
Kebaikan itu adalah akhlak yang baik dan dosa adalah apa-apa yang meragukan
jiwamu dan engkau tidak suka dilihat orang lain dalam melakukan itu.
(HR. Muslim)
Kenalilah siapa musuhmu, kenalilah siapa dirimu, maka kau akan masuk ke
dalam 100 medan pertempuran tanpa resiko kekalahan.
(Sun Tzu)
PERNYATAAN
: 101710201036
iv
SKRIPSI
Oleh
Ardhi Putra Manasika
NIM 101710201036
Pembimbing
PENGESAHAN
Skripsi berjudul Analisis Pengaruh Variasi Densitas Eceng Gondok (Eichornia
Crassipes (Mart.) Solm) Pada Fitoremediasi Limbah Cair Kopi telah di uji dan
disahkan pada :
hari, tanggal
tempat
Tim Penguji :
Ketua,
Anggota,
NIP. 195502271984031002
NIP. 195805281988021002
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Jember,
RINGKASAN
Analisis Pengaruh Variasi Densitas Eceng Gondok (Eichornia Crassipes
(Mart.) Solm) Pada Fitoremediasi Limbah Cair Kopi; Ardhi Putra Manasika;
2015; 68 halaman; Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Jember.
Kopi adalah komoditas pertanian yang berpotensi untuk dibudidayakan di
Indonesia. Untuk mendapatkan kualitas biji terbaik, maka perlu digunakan
teknologi pasca panen pada pengolahan kopi. Salah satu teknologi pasca panen
yang digunakan adalah pengolahan kopi semi basah. Namun dalam prosesnya,
pengolahan kopi semi basah akan menghasilkan limbah cair yang akan berdampak
buruk apabila dibuang ke lingkungan sekitar Oleh karena itu diperlukan sebuah
pengolahan limbah secara alami untuk mengurangi konsentrasi bahan organik
yang ada di dalam limbah cair. Salah satu metode yang bisa digunakan adalah
fitoremediasi menggunakan tanaman eceng gondok. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui karakteristik limbah cair kopi, karakteristik tanaman
eceng gondok dan nilai efisiensi terbaik pada fitoremediasi menggunakan tanaman
eceng gondok.
Perlakuan pada penelitian ini diulang sebanyak 2 kali, masing-masing
selama 14 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yang berbeda yang didasarkan
pada jumlah densitas dari tanaman eceng gondok. Akuarium A menggunakan
densitas sebesar 20 gram/liter eceng gondok, akuarium B menggunakan densitas
sebesar 30 gram/liter eceng gondok, akuarium C menggunakan densitas sebesar
40 gram/liter eceng gondok dan akuarium D tanpa menggunakan eceng gondok.
Pada semua akuarium dipasang aerator untuk memberikan suplai oksigen pada
akuarium tersebut. Parameter yang diamati meliputi suhu limbah, volume limbah,
turbiditas, total padatan terlarut, total padatan tersuspensi, COD, BOD, phosphor,
nitrogen dan pH.
Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil rata-rata nilai
efisiensi terbaik dari semua perlakuan. Perlakuan yang memiliki rata-rata nilai
efisiensi paling baik dalam fitoremediasi ini adalah akuarium C dengan densitas
vii
viii
SUMMARY
Analysis of Density Variation Effect Of Water Hyacinth (Eichornia crassipes
(Mart.) Solm) Phytoremediation On Coffe Waste Water; Ardhi Putra
Manasika; 2015; 67 pages; Agricultural Engineering Department, Faculty of
Agriculture Technology, Jember University.
Coffee is agricultural commodities that have the potential to be cultivated
in Indonesia. To get the best seed quality, it is necessary to use post-harvest
technology in coffee processing. One of the post-harvest technology used are
semi-wet coffee processing. But in the process, semi-wet coffee technology will
produce wastewater that would be bad if discharged into the environment is
therefore required a natural sewage treatment to reduce the concentration of
organic material in the wastewater. One method that can be used is
phytoremediation using water hyacinth plants. The purpose of this study was to
determine the characteristics of the coffee liquid waste, water hyacinth plant
characteristics and the best efficiency value on phytoremediation using water
hyacinth plants.
The treatment in this study was repeated 2 times, each for 14 days by
using 4 different treatment based on the number density of water hyacinth plants.
Aquarium A use density of 20 grams / liter of water hyacinth, aquarium B using a
density of 30 grams / liter of water hyacinth, aquarium C using a density of 40
grams / liter of water hyacinth and aquarium D without used water hyacinth. In all
mounted aquarium aerator to provide oxygen supply to the aquarium. The
parameters observed temperature waste, waste volume, turbidity, total dissolved
solids, total suspended solids, COD, BOD, phosphorus, nitrogen and pH.
From the research that has been conducted showed the average value of
the best efficiency of all treatments. The treatment that has an average value of the
best efficiency in phytoremediation is an aquarium C with a density of 40 grams /
liter with average value of an efficiency of 69.07%. Then aquarium B with
average value of an efficiency of 68.27% and aquarium C with average value of
an efficiency of 63.79%. For the average value of the lowest efficiency in
ix
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah tertulis yang
berjudul Analisis Pengaruh Variasi Densitas Eceng Gondok (Eichornia Crassipes
(Mart.) Solm) Pada Fitoremediasi Limbah Cair Kopi. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada jurusan
Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
bersedia meluangkan waktu, arahan dan dukungannya. Oleh karena itu penulis
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Teknologi Pertanian dan Ketua Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember.
2. Dr. Elida Novita, S.TP., M.T. selaku Dosen Pembimbing Utama (DPU) yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan perhatian, nasehat dan
arahan dalam penyusunan skripsi ini;
3. Dr. Sri Wahyuningsih, S.P., M.T. selaku Dosen Pembimbing Anggota (DPA)
yang telah memberikan banyak arahan, semangat dan motivasi sehingga karya
tulis ilmiah ini bisa terselesaikan dengan baik;
4. Ir. Hamid Ahmad yang telah memberikan banyak arahan pada saat ujian
skripsi.
5. Dr. Hidayat Teguh Wiyono, M.Pd. yang telah banyak memberikan kritik dan
saran pada saat ujian skripsi.
6. Ir. Muharjo Pudjojono selaku Ketua Komisi Bimbingan yang telah
memberikan banyak semangat dan motivasi untuk segera menyelesaikan
skripsi ini;
7. Keluargaku, Bapakku, Ibuku dan kakak-kakakku yang tak pernah lelah dalam
memberikan doa, kasih sayang, semangat dan pengorbanan selama ini;
xi
8. Teman-teman TEP angkatan 2010 (Faiz, Deni, Ifan, Dimmas, Andry, Holid,
Faruq, Isnani dan Aziz) yang selalu bersedia untuk memberikan rasa
kebersamaan, inspirasi, semangat dan motivasi hingga saat ini;
9. Saudara-saudaraku di MPA-Khatulistiwa angkatan XII (Dayat, Farid, Hendra,
Rini, Yoga, Yogi dan Wahyu) yang telah bersedia mendampingi baik suka
maupun duka;
10. Keluarga besar MPA-Khatulistiwa yang selalu memberikan pengalaman dan
pelajaran berharga untuk bekal kehidupanku;
11. Teman-teman KKN tahun 2014 (Risti, Iqbal, Maria, Angga, Agung, Fitri,
Shella, David, Alfi dan Aristi) dan perangkat Desa Sumberagung (pak Endar,
pak Tugiran dan pak Yogi) yang telah memberikan banyak dukungan dan rasa
kebersamaan;
12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
sehingga tidak bisa dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Saran dan kritik sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................
ii
iii
HALAMAN PERNYATAAN...............................................................
iv
vi
RINGKASAN ........................................................................................
vii
SUMMARY ...........................................................................................
ix
PRAKATA .............................................................................................
xi
xiii
xvi
xvii
xviii
xiii
11
11
11
3.2.1. Alat...........................................................................
11
12
13
13
13
14
14
20
21
21
21
23
24
25
25
26
28
29
31
31
33
35
37
4.2.10. pH...........................................................................
38
39
xiv
42
42
43
45
Variasi Densitas
BAB 5. PENUTUP.................................................................................
47
47
47
48
LAMPIRAN ...........................................................................................
51
xv
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
14
21
23
32
34
34
36
41
41
42
43
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
10
13
19
25
26
28
29
30
32
34
38
4.9. Kondisi tanaman eceng gondok pada hari ke 1,7 dan 14 .................
41
46
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
45
50
57
58
xviii
BAB 1. PENDAHULUAN
mengetahui waktu lamanya eceng gondok mampu bertahan dan hidup di dalam cairan
limbah. Menurut Zulkarnain (2011:72), tujuan dari aklimatisasi adalah untuk
menyesuaikan atau mengadaptasikan bibit yang baru tumbuh dari lingkungan lama ke
lingkungan baru. Aklimatisasi juga digunakan mengetahui kemampuan bertahan
suatu tanaman di dalam lingkungan yang baru.
Untuk membantu penanganan limbah dengan metode fitoremediasi ini
diperlukan adanya suatu proses tambahan yang berfungsi untuk membantu proses
pengurangan kadar berbahaya yang terdapat dalam cairan limbah, salah satunya
adalah proses aerasi. Menurut Laksmi et al. (1993:74) aerasi merupakan proses
penambahan oksigen yang dilakukan pada suatu cairan yang berfungsi untuk
mengurangi konsentrasi zat pencemar yang ada di dalam suatu cairan limbah.
1.2. Rumusan Masalah
Limbah cair kopi pada pengolahan cara basah memiliki kadar zat-zat
berbahaya karena konsentrasi yang tinggi akan berdampak buruk terhadap lingkungan
apabila dibuang secara langsung. Oleh karena itu dengan metode fitoremediasi
menggunakan berbagai variasi densitas dapat diketahui kemampuan tanaman eceng
gondok dalam menurunkan konsentrasi limbah cair kopi serta mengetahui densitas
terbaik tanaman eceng gondok. Penelitian ini dibatasi pada karakterisasi limbah cair
kopi dan pengukuran nilai konsentrasi limbah cair kopi pada fitoremediasi dengan
menggunakan tanaman eceng gondok.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh densitas eceng gondok terhadap penurunan berbagai
parameter limbah cair kopi (TSS, TDS, kekeruhan, COD, BOD, nitrogen,
phospor dan pH).
2. Mengetahui perlakuan densitas terbaik berdasarkan nilai efisiensi penurunan
pada fitoremediasi limbah cair kopi menggunakan tanaman eceng gondok.
dan
instansi terkait sebagai bahan masukan dalam upaya fitoremediasi limbah cair kopi
menggunakan tanaman eceng gondok sehingga mampu mengurangi dampak
pencemaran lingkungan dan meningkatkan kualitas mutu biji kopi.
2.1. Fitoremediasi
Menurut
Nurrandani
(2007:28),
fitoremediasi
merupakan
upaya
2.2. Aerasi
Salah satu fungsi dari fitoremediasi adalah menurunkan kadar kontaminan
atau zat-zat berbahaya yang ada di dalam cairan limbah melalui penyerapan,
pendegradasian, transformasi logam berat dan senyawa organik oleh tanaman
serta penguraian oleh mikroorganisme. Dalam proses tersebut mikroorganisme
aerob juga mengkonsumsi oksigen terlarut untuk menguraikan senyawa-senyawa
organik yang ada di dalam limbah. Penambahan kadar oksigen dengan proses
aerasi pada proses fitoremediasi perlu dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan
oksigen terlarut yang ada di dalam cairan limbah sehingga kebutuhan oksigen
terlarut oleh mikroorganisme bisa tercukupi dalam proses reaksi biokimia.
Ketersediaan oksigen ini berguna untuk membantu mikroorganisme dalam
menguraikan logam berat dan bahan-bahan organik. Aerasi merupakan istilah lain
dari proses pengolahan air dengan cara mengontakkan air ke udara. Aerasi
digunakan untuk pengolahan air yang mempunyai kandungan organik atau
senyawa berbahaya lainnya dengan kadar yang cukup tinggi. Adanya proses aerasi
ini sanggup untuk menyuplai oksigen secara kontinyu sehingga mampu untuk
menangani kondisi air limbah yang beban pencemarannya berlebihan (Laksmi et
al., 1993:74).
Sortasi buah
Pengupasan
Limbah cair
Pencucian
Limbah cair
Pengeringan
Sortasi
Penggudangan
Gambar 2.1. Tahapan pengolahan kopi semi basah (Syakir, 2010 : 44).
karakterisasi limbah cair, parameter yang akan diukur di antaranya adalah BOD,
COD, TSS, pH, phospor dan total nitrogen.
terjadinya penyerapan cahaya oleh air yang dapat menghambat proses penguraian
dan oksidasi zat-zat organik yang ada di dalam air (Kristanto, 2004:80).
2. Suhu
Suhu pada dasarnya merupakan salah satu indikator dalam air yang dapat
mempengaruhi tingkat konsentrasi oksigen terlarut dan tingkat kecepatan reaksi
kimia. Suhu juga sangat berpengaruh terhadap adanya kehidupan di dalam air
sehingga secara langsung suhu juga sangat berpengaruh terhadap keseimbangan
ekosistem di dalam air. Biasanya air dengan suhu yang baik akan ditandai dengan
banyaknya mahkluk hidup yang hidup di dalam air seperti ikan dan hewan air
lainnya (Kordi et al., 2007:46).
3. TSS
TSS atau Total Suspended Solid disebabkan oleh partikel-partikel yang
berukuran kecil yang dapat menyebabkan adanya kekeruhan dan tidak dapat
terlarut di dalam air. Contoh-contoh partikelnya di antaranya adalah zat-zat
organik tertentu, koloid, tanah liat, mikroorganisme dan lain sebagainya. TSS
pada suatu sampel air merupakan jumlah berat padatan yang tersuspensi dengan
volume air dan dinyatakan dalam milligram per liter atau ppm (Kristanto,
2004:82).
4. DO
DO atau Dissolved Oxygen merupakan salah satu tolak ukur untuk
menentukan kualitas air dalam bentuk oksigen terlarut. DO dapat berasal dari
fotosintesis tanaman air dan dari atmosfir yang masuk ke dalam air. Tingkat
konsentrasi oksigen biasanya berbeda-beda tergantung dari suhu dan tekanan
atmosfir udara. Tingkat konsentrasi DO sangat berpengaruh terhadap kehidupan
yang ada di dalam air, kehidupan di dalam air akan bertahan apabila tingkat
konsentrasi DO mencapai 5 ppm (Kordi et al., 2007:36).
5. BOD
BOD atau Biochemical Oxygen Demand merupakan jumlah oksigen
terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air untuk untuk
menguraikan zat-zat organik atau zat-zat lainnya. BOD mengukur secara relatif
jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi
bahan-bahan buangan (Kristanto, 2004:87).
6. COD
COD atau Chemical Oxygen Demand pada dasarnya adalah jumlah
oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan atau mengoksidasi zat organik yang
ada di dalam suatu perairan. Uji COD lebih cepat daripada uji BOD, yakni untuk
mengetahui jumlah bahan organik yang ada di dalam air yakni berdasarkan reaksi
kimia dari suatu bahan oksidan (Kristanto, 2004:88).
: Spermatophyta
Kelas
: Monocotyledons
Family
: Pontederiaceae
Genus
: Eichornia
Spesies
Eceng gondok merupakan salah satu gulma air yang mampu berkembang biak
secara generatif dan vegetatif. Tempat tumbuh yang ideal bagi tanaman enceng
gondok adalah perairan yang dangkal dan berair keruh, dengan suhu berkisar
antara 28-30 oC dan kondisi pH berkisar 4-12. Eceng gondok mampu menghisap
air dan menguapkannya ke udara melalui proses evapotranspirasi. Eceng gondok
tumbuh di atas perairan atau rawa yang dapat tumbuh dengan cepat (3% per hari).
Eceng gondok merupakan satu-satunya tumbuhan air yang mampu untuk
dimanfaatkan dalam teknologi bersih pengolahan limbah karena sifat akarnya
10
yang mampu menyerap zat-zat yang berbahaya sehingga dapat digunakan untuk
teknologi pengolahan limbah bersih dan ramah lingkungan. Di Indonesia eceng
gondok biasanya tumbuh di sekitar sungai dan daerah rawa-rawa serta bisa
digunakan untuk pengolahan limbah tradisional (Gerbano dan Siregar, 2005).
Tanaman eceng gondok yang biasa digunakan dalam proses fitoremediasi dapat
ditunjukkan pada Gambar 2.2.
12
19. Inkubator
20. Botol Inkubasi Winkler
21. Labu Takar 1 liter dan 2 liter
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
13
Output
Keluaran
14
Densitas
(gram)
(liter)
(gram/liter)
P1
200
10
20
P2
300
10
30
P3
400
10
40
P4
10
Perlakuan
2. BOD
Kristanto (2004:87), mengemukakan bahwa BOD pada dasarnya
menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan mikroorganisme untuk
menguraikan atau mengoksidasi zat yang ada di dalam air. Prosedur kerja untuk
mengukur BOD adalah :
15
a. Memasukkan sampel limbah cair kopi pada botol winkler tanpa udara
hingga penuh.
b. Menambahkan 2 ml larutan MnSO4 40%, dan mendiamkan larutan
selama beberapa menit untuk menghomogenkan.
c. Menambahkan 2 ml alkali iodida azida, kemudian mendiamkan
hingga muncul endapan berwarna coklat dan memindahkan larutan ke
gelas kimia kemudian dikocok
d. Menambahkan 2 ml H2SO4 pekat hingga endapan larut, lalu
mengambil 100 mL dan memindahkan larutan ke dalam erlenmeyer
e. Larutan yang berada di dalam erlenmeyer siap untuk dititrasi dengan
larutan Na2 S2 O3 0,025 N.
f. Menambahkan indikator amilum dan melanjutkan kembali dengan
titrasi hingga warna biru hilang, kemudian catat volume titrasi.
Perhitungan : BOD5 = (X0 X5) (B0 B5) (1 - P)
..(3.1).
P
Keterangan : BOD5 = mg O2/liter
X0
X5
B0
B5
= derajat pengenceran
3. COD
Kristanto (2004:88) mengemukakan bahwa COD pada dasarnya
menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan atau
mengoksidasi zat organik yang di dalam suatu perairan. Prosedur kerja untuk
mengukur COD adalah :
a. Membuat blanko dengan cara menambahkan 2 ml aquades ke dalam
tabung reagent HR (Hard Range) kemudian ditutup rapat dan dikocok.
16
4. TSS
Total padatan tersuspensi (TSS) merupakan jumlah bahan partikel renik
yang tercampur dalam kandungan air. TSS akan terlihat setelah dilakukan
penyaringan dengan kertas saring 0,45, untuk kemudian ditimbang dan
dinyatakan dalam satuan mg/liter. Menurut Alaerts dan Santika (1984 : 142),
prosedur kerja untuk melakukan pengukuran TSS adalah sebagai berikut :
a. Memanaskan filter kertas di dalam oven pada suhu 1050 C selama 1
jam, kemudian didinginkan di dalam desikator selama 15 menit dan
ditimbang.
b. Pemanasan perlu dilakukan ulang untuk mendapatkan berat yang
konstan atau kehilangan berat sesudah pemanasan ulang kurang dari
0,5 mg.
c. Mengambil sampel limbah yang telah dikocok merata sebanyak 100
ml dengan menggunakan pipet dan menuangkan sampel limbah ke
dalam alat penyaring dan kemudian disaring dengan vakum.
d. Memasukkan filter kertas dan cawan ke dalam oven untuk dipanaskan
pada suhu 105o C selama 1 jam.
e. Pemanasan dilakukan berulang untuk mendapatkan berat yang
konstan atau berkurangnya berat sesudah pemanasan ulang kurang
dari 0,5 mg.
Perhitungan
17
...(3.2).
c
Keterangan :
a = berat filter dan residu sesudah pemanasan 1050 C (mg)
b = berat filter kering (sesudah dipanaskan 1050 C ) (mg)
c = sampel (ml)
5. TDS
Total padatan terlarut (TDS) merupakan jumlah padatan terlarut yang
terkandung di dalam perairan. Total padatan terlarut adalah senyawa-senyawa
terlarut yang dapat melewati kertas saring dan tetap tertinggal setelah filter
diuapkan pada 1030C sampai 1050C. Menurut Alaerts dan Santika (1984 : 142)
prosedur kerja untuk melakukan pengukuran TDS adalah sebagai berikut :
a. Memanaskan cawan yang kering dalam oven selama 1 jam, kemudian
didinginkan dan dimasukkan ke dalam desikator dan timbang.
b. Menuangkan filtrat yang telah disaring dari perlakuan padatan
tersuspensi sebanyak 25 ml ke dalam cawan. Kemudian cawan dioven
pada suhu 1030 C sampai 1050 C selama 1 jam. Keluarkan cawan dari
dalam oven kemudian dinginkan dalam desikator dan timbang cepat.
Ulangi pemanasan dan penimbangan sampai beratnya konstan
c. Hitung berat zat padat terlarut dengan formula.
Perhitungan
...(3.3).
c
Keterangan : a = berat cawan + filtrat(mg)
b = berat cawan kering (mg)
c = volume sampel (ml)
6. Turbiditas
Kekeruhan merupakan salah satu parameter penting yang ada di dalam
perairan. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik baik yang
terlarut maupun tersuspensi seperti pasir, partikel tanah, plankton dan organisme
lainnya,
Kristanto
(2004:80).
Pengukuran
turbiditas
menggunakan
18
alat
7. Nitrogen (N)
Di dalam air, nitrogen terdiri dari nitrogen anorganik dan organik.
Nitrogen anorganik terdiri atas amonia (NH3), amonium (NH4), nitrit (NO2), nitrat
(NO3) dan molekul nitrogen (NO2). Metode yang digunakan dalam pengukuran N
total adalah sebagai berikut.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
8. Phospor
Menurut Kristanto (2004:85), phospor merupakan salah satu zat yang
terdapat di dalam air yang dinyatakan dalam mg/liter atau %. Pada air alami
keberadaan phospor diperbolehkan berkisar antara 0,005 0,02 mg/liter. Berikut
ini adalah tahapan dalam analisis phospor.
19
Penelitian Pendahuluan
1) Aklimatisasi dengan menggunakan media aquades, air
sumur dan limbah cair kopi.
2) Karakterisasi limbah cair meliputi pH, COD, BOD,
TSS, TDS dan turbiditas
3) Karakteristik fisik tanaman ( berat tanaman, perubahan
warna daun, panjang tunas daun dan panjang akar).
Analisis Data
Grafik hubungan waktu dan parameter yang
diamati.
Penghitungan efisiensi penurunan konsentrasi
limbah cair kopi.
Uji Anova dan analisis densitas paling optimal
dengan menggunakan General Linear Model
Repeated Measures
20
21
22
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Rata-Rata Kolom
JKK
Galat
Total
JKG
JKT
Derajat Bebas
(dB)
dB numerator =
k-1
dB denumerator =
N-k
N-1
Kuadrat Tengah
(KT)
F hitung
F Tabel
KTK/KTG
FINV
(, dB num, dB denum)
JKK/(k-1)
JKG/(N-k)
: (X2) (G2/N)
JKK
: ((T2/n)) (G2/N)
JKG
: JKT JKK
KTK
: JKK/(k-1)
JKG
: JKG/(N-k)
F hitung
: KTK/KTG
: 0,05
hilang.
Limbah cair pengolahan kopi merupakan limbah cair yang dihasilkan dari
proses pengupasan (pulping) dan pencucian (washing) yang diperoleh dari
pengolahan kopi cara basah ataupun semi basah. Limbah cair kopi mengandung
komposisi zat beracun yang dihasilkan dari depulping dan pengupasan kulit yang
berlendir. Air limbah buangan biasanya memiliki kandungan COD dan BOD
yang cukup tinggi sehingga apabila dibuang langsung ke dalam perairan dapat
mengurangi
kadar
oksigen
terlarut
(DO)
dan
mematikan
biota
dan
mikroorganisme yang ada di dalam perairan karena jumlah oksigen terlarut yang
tersedia dan
mikroorganisme
perairan akan menjadi tercemar dan berbau karena mikroorganisme dan biota
yang membutuhkan oksigen (aerobik) mati sehingga kadar-kadar berbahaya dan
beracun yang ada di dalam cairan limbah
Sjarief, 2011:196).
24
No
Parameter
1
2
3
4
5
6
7
8
BOD5
COD
TSS
Kekeruhan
TDS
pH
Nitrogen
Phospor
Kadar Limbah
Nilai
Baku
rata-rata
mutu*
75
3643,00
200
5643,50
100
210,6
735,50
521,00
6-9
4,05
145,23
44,93
Satuan
mg/l
mg/l
mg/l
NTU
mg/l
mg/l
mg/l
25
Gambar 4.1. Grafik perubahan suhu (Sumber : data primer diolah 2014)
26
Gambar 4.2. Grafik penurunan volume air (Sumber : data primer diolah 2014)
27
limbah cair kopi selama proses fitoremediasi dapat dilihat pada Gambar 4.3.
28
Gambar 4.3. Grafik penurunan nilai kekeruhan (Sumber : data primer diolah 2014)
kembali nilai
29
solid
terlarut pada suatu perairan baik itu padatan yang dinyatakan dalam mg/l. TDS
biasanya diakibatkan oleh bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai
di perairan seperti contohnya limbah
limbah
Gambar 4.4. Grafik kenaikan nilai TDS (Sumber : data primer diolah 2014)
30
organik juga tidak akan berjalan maksimal. Selain itu kenaikan nilai TDS juga di
akibatkan oleh adanya penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme. Pada
P1 memiliki nilai TDS lebih tinggi karena keseluruhan tanaman eceng gondok
yang telah membusuk terlebih dahulu akan tenggelam ke dalam air limbah dan
dilarutkan oleh percikan air dari aerator. Sementara nilai TDS pada akuarium P2
dan P3 cenderung lebih rendah karena pembusukan yang terjadi masih belum
terlalu banyak sehingga partikel organik yang dilarutkan lebih sedikit. Pada P4
memiliki nilai kelarutan padatan yang cukup tinggi karena proses perlarutan
partikel organik oleh proses aerasi pada akuarium tersebut berjalan cukup
maksimal.
Gambar 4.5. Grafik penurunan nilai TSS (Sumber : data primer diolah 2014)
31
penurunan yang signifikan mulai dari awal perlakuan hingga akhir. Kemudian
setelah dilakukan penghitungan efisiensi maka didapatkan nilai efisiensi dari
penurunan nilai TSS tersebut yakni berturut-turut untuk P1, P2, P3 dan P4 adalah
sebesar 34,1%; 40% ; 35,8% dan 45,9%.
Penurunan nilai TSS pada fitoremediasi ini diakibatkan oleh adanya
penyerapan kontaminan dan air oleh tanaman, pemecahan senyawa organik oleh
mikroorganisme, partikel yang mengendap serta adanya peristiwa pelarutan bahan
organik pada proses aerasi. Nilai efisiensi TSS paling tinggi terjadi pada P4, hal
ini diakibatkan karena pada P4 banyak bahan organik yang terpercik pada dinding
akuarium sehingga menempel dan menjadi endapan, proses penguapan yang
cukup besar serta adanya prinsip aerasi yang maksimal sehingga partikel-partikel
kecil menjadi hilang ataupun terlarut. Pada P1, P2 dan P3 memiliki nilai efisiensi
TSS yang relatif lebih kecil dari P4, hal ini diakibatkan adanya partikel-partikel
kecil dari proses pembusukan yang membuat nilai TSS di akhir perlakuan
mengalami kenaikan. Penurunan nilai TSS pada akuarium P1, P2 dan P3 juga
dipengaruhi oleh penyerapan akar tanaman dan penguraian oleh mikroorganisme.
Dari data yang telah diperoleh jumlah densitas tanaman eceng gondok
berpengaruh terhadap nilai TSS sampai pada hari ke-9 dimana semakin besar
jumlah densitas tanaman maka akan semakin besar pula nilai penurunan TSS.
Namun setelah hari ke-9 nilai efisiensi TSS cenderung berubah-ubah atau bahkan
mengalami kenaikan yang menyebabkan laju nilai efisiensi tidak konstan. Hal ini
diakibatkan oleh adanya proses pembusukan tanaman eceng gondok sehingga dari
proses pembusukan tersebut akan membentuk partikel-partikel kecil yang
membuat nilai TSS mengalami kenaikan.
4.2.6. COD (Chemical Oxygen Demand)
COD atau kebutuhan oksigen kimiawi merupakan suatu parameter air
yang biasa digunakan untuk mengetahui jumlah bahan organik yang terkandung di
dalam suatu perairan. COD adalah banyaknya jumlah oksigen terlarut total yang
dibutuhkan oleh perairan untuk mereduksi dan mengoksidasi senyawa-senyawa
32
organik yang ada di dalam perairan (Kristanto, 2004:89). Hasil pengukuran dan
grafik dari nilai COD pada limbah cair kopi selama proses fitoremediasi dapat
dilihat pada Tabel 4.2. dan Gambar 4.6.
Tabel 4.2. Hasil Pengukuran COD
1
14
P1
5643,5
1658
COD (mg/l)
P2
P3
5643,5
5643,5
1291
1139
P4
5643,5
3015
Nilai Efisiensi
70,62%
77,12%
46,58%
Hari Ke
79,82%
Gambar 4.6. Grafik nilai efisiensi COD (Sumber : data primer diolah 2014)
33
eceng gondok yakni hanya menggunakan aerator, hal itu menunjukkan bahwa
prinsip aerasi efisien untuk menurunkan COD sebesar 46,58%. Dari data tersebut
juga dapat dilihat bahwa semakin banyak jumlah densitas dari tanaman eceng
gondok, maka semakin tinggi pula tingkat efisiensi dari penurunan nilai COD. Hal
ini diakibatkan perbedaan jumlah akar yang mendukung ketersediaan oksigen
terlarut di dalam air yang mendukung mikroba untuk merombak senyawa organik
dalam kondisi aerobik. Hartanti et al.(2013:35) menyatakan bahwa oksigen
dipenuhi oleh tanaman eceng gondok melalui proses fotosintesis yang
didistribusikan melalui akar-akar yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan
oksigen bagi mikroorganisme perombak dalam menurunkan konsentrasi air
limbah. Selain itu proses aerasi pada fitoremediasi ini juga membantu untuk
meningkatkan kadar oksigen terlarut di dalam air melalui transfer gas oksigen
dari udara (Laksmi et al., 1993:74).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Puspitaningrum et al. (2012:54),
menunjukkan bahwa tumbuhan air efektif untuk meningkatkan kadar oksigen di
dalam air melalui proses fotosintesis, tanaman eceng gondok sebanyak 30 gram
dalam 10 liter air mampu memproduksi 0,13 mg/l melalui proses fotosintesis.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hartanti et al. (2013:35), keberadaan eceng
gondok ini mampu meningkatkan kadar oksigen terlarut karena akar eceng
gondok mampu untuk menyuplai oksigen terlarut pada saat proses fotosintesis
sehingga memudahkan mikroba aerob untuk mereduksi senyawa organik dalam
kondisi aerobik sehingga juga akan menurunkan nilai COD. Namun dari hasil data
penelitian yang telah diperoleh, limbah cair kopi dari hasil fitoremediasi ini masih
belum layak untuk dibuang ke lingkungan sekitar. Hal ini dikarenakan baku mutu
yang diperbolehkan untuk limbah cair kopi adalah 200 mg/l, sementara nilai COD
terendah untuk perlakuan dari penelitian ini adalah 1139 mg/l.
4.2.7. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya
oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik
pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik
34
ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh
dari proses oksidasi (Purnawijayanti, 2005:15). Hasil pengukuran dan grafik
penurunan nilai BOD pada proses fitoremediasi ini dapat dilihat pada Tabel 4.3.
dan Gambar 4.7.
Tabel 4.3. Hasil Pengukuran BOD
Hari Ke
BOD (mg/l)
P2
P3
3643
3643
825
885
1
14
P1
3643
1055
Nilai Efisiensi
71,04%
77,35%
75,71%
P4
3643
1931
46,99%
Gambar 4.7. Grafik nilai efisiensi BOD (Sumber : data primer diolah 2014)
dimana untuk nilai efisiensi terbesar ditunjukkan oleh P2 dengan nilai efisiensi
sebesar 77,35%. Sedangkan untuk nilai efisiensi penurunan BOD berturut-turut
untuk 4 perlakuan P1, P2, P3 dan P4 adalah sebesar 71,04% ; 77,35% ; 75,71%
dan 46,99%.
Penurunan nilai BOD ini mempunyai faktor yang sama dengan penurunan
nilai COD. Penurunan BOD juga diakibatkan oleh suplai oksigen dari perakaran
dan transfer gas dari udara akibat kerja aerator sehingga ketersediaan oksigen
35
terlarut di dalam air menjadi bertambah dan mendukung senyawa organik untuk
mereduksi bahan-bahan organik yang mudah terurai sehingga nilai BOD pada
limbah cair kopi ini menjadi turun. Namun apabila dilihat dari jumlah densitas
tanaman, nilai efisiensi akhir tertinggi justru diperlihatkan oleh P2 yang
mempunyai densitas tanaman 300 gram, sementara P1 dan P3 mempunyai
kecenderungan nilai efisiensi yang lebih kecil. Hal ini bisa diakibatkan
mikroorganisme pada P1 dan P3 memiliki kebutuhan oksigen terlarut yang lebih
tinggi dalam proses reaksi biokimia atau penguraian bahan organik meskipun
oksigen terlarut di dalam air telah disuplai oleh tanaman eceng gondok (Kristanto,
2004:87). Sementara pada P4 memiliki nilai efisiensi yang paling kecil yang
disebabkan tidak adanya suplai oksigen dari tanaman eceng gondok.
Namun dilihat dari tingginya nilai akhir BOD, limbah cair kopi ini masih
belum layak untuk di buang ke lingkungan sekitar karena nilai akhir BOD ini
masih di atas ambang batas baku mutu limbah cair kopi menurut Peraturan
Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2013 yakni sebesar 75 mg/l sehingga akan
berdampak buruk pada lingkungan di sekitar.
4.2.8. Phospor
Phospor merupakan salah satu unsur penting yang ada di dalam suatu
ekosistem seperti halnya oksigen yang dinyatakan dalam mg/l. Di dalam
ekosistem perairan phospor terdapat dalam 3 bentuk yakni senyawa phospor
anorganik seperti ortophospor, poliphosphat dan phospor organik yang terbentuk
dari kotoran atau tubuh organisme yang terurai (Alaerts dan Santika, 1984 : 159).
Hasil pengukuran nilai phospor pada proses fitoremediasi dapat dilihat pada
Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Hasil pengukuran phospor
Hari Ke
1
14
P1
44,93
99,695
Phospor (mg/l)
P2
44,93
36,12
P3
44,93
60,985
P4
44,93
58,425
36
protoplasma
penguraian
tumbuhan
yang
membusuk
oleh
37
P1
145,225
246,26
Nitrogen (mg/l)
P2
P3
145,225
145,225
144,91
173,72
P4
145,225
122,595
nilai nitrogen
38
39
pada
penelitian ini limbah cair kopi memiliki pH awal rata-rata sebesar 4,2 pada hari
ke 1. Kemudian pada hari ke 14, pH limbah cair kopi ini mengalami kenaikan
rata-rata setiap harinya untuk P1 sebesar 0,27 ; P2 sebesar 0,29; P3 sebesar 0,27
dan P4 sebesar 0,22.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa P1, P2 dan P3 mengalami nilai
kenaikan pH yang lebih cepat daripada P4. Hal ini dikarenakan limbah cair kopi
pada akuarium P1, P2 dan P3 mendapatkan pengaruh pengurangan CO2 dari
proses fotosintesa tanaman, sehingga kadar CO2 berkurang dan mampu untuk
menaikkan nilai pH (Kordi et al., 2007:47). Sementara pada P4, kenaikan kadar
pH dapat terjadi karena proses peruraian bahan organik yang terkandung dalam
limbah oleh bakteri menghasilkan gas karbondioksida (CO2), air dan amoniak
(NH3) yang dapat meningkatkan nilai pH (Romayanto et al., 2006:46).
Kordi et al. (2007:46) mengemukakan bahwa fluktuasi nilai pH banyak
dipengaruhi oleh kandungan CO2 yang ada di dalam perairan. Fluktuasi dari nilai
CO2 ini didapatkan dari aktivitas respirasi biota air dan fotosintesis oleh tanaman
eceng gondok. Pada waktu
malam
40
digunakan dalam penanganan limbah cair industri (Gerbano dan Siregar, 2005).
Dalam
eceng gondok masih hidup. Akar tanaman eceng gondok langsung menyerap
nutrien dan kontaminan dari dalam air untuk kemudian langsung dirombak pada
bagian tanaman, dirubah menjadi bentuk endapan yang tidak beracun
(fitodegradasi). Sementara senyawa yang berat yang racunnya tidak dapat
dirombak tetap diendapkan pada bagian-bagian tanaman (fitoakumulasi). Hal
itulah yang membuat tanaman eceng gondok mati karena bagian tanaman eceng
gondok secara terus menerus tidak mampu untuk menerima racun (Rossiana et al.,
2007:11).
Pada fitoremediasi limbah cair kopi ini sebagian tanaman mengalami
kematian pada hari ke 7 dan mati semuanya pada hari ke 14. Bagian tanaman
yang mula-mula mati adalah daun. Warna daun menguning dan layu ketika
eceng gondok mulai mati hingga akhirnya berwarna coklat, kemudian hal yang
41
sama diikuti oleh tangkai daun dan selanjutnya akar-akar tanaman mengalami
kerontokan apabila tanaman mulai membusuk. Pada hari ke 14 akar tanaman
tampak berlendir, hal ini disebabkan oleh kontaminan atau nutrient yang belum
sempat terserap dan menempel pada akar eceng gondok. Proses kemampuan
tanaman eceng gondok dalam proses fitodegradasi dan
fitoakumulasi
yang
mengakibatkan tanaman layu dan mati dapat dilihat pada Gambar 4.9. di bawah
ini.
42
Jumlah
Kuadrat
(JK)
12666,375
839980,500
852646,875
Derajat
Bebas
(dB)
3
4
7
Kuadrat
Tengah
(KT)
F hitung
F
Tabel
Sig
4222,125
209995,125
0,020
6,59
0,996
43
Jumlah
Derajat
Kuadrat
Bebas
(JK)
(dB)
4380077,500 3
388462,000 4
4768539,800 7
Kuadrat
Tengah
(KT)
F hitung
F
Tabel
Sig
1460025,833
97115,500
15,034
6,59
0,012
44
Hasil uji one way Anova yang telah dilakukan mengindikasikan bahwa
uji-F signifikan pada kelompok uji, ini ditunjukkan oleh nilai F hitung sebesar
15,034
yang lebih besar daripada F tabel sebesar 6,59 (Fhitung > Ftabel)
Duncan
1.1390E3
1.2910E3
1.6580E3
3.0150E3
nilai rata-rata
efisiensi yang paling baik yang didasarkan pada nilai efisiensi COD, BOD, TSS
45
dan kekeruhan. Berikut ini grafik rata-rata nilai efisiensi COD, BOD, TSS dan
kekeruhan seperti yang tersaji pada Gambar 4.10.
Gambar 4.10. Grafik rata-rata nilai efisiensi (Sumber : Data primer diolah 2014)
Dari gambar 4.10. dapat ditunjukkan bahwa, akuarium yang memiliki rata-rata
nilai efisiensi paling baik adalah adalah
BAB 5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan
bahwa :
1) fitoremediasi dengan tanaman eceng gondok pada penelitian ini mampu
untuk menurunkan beberapa parameter limbah di antaranya TSS,
kekeruhan, COD dan BOD. Densitas eceng gondok yang semakin besar
akan berbanding lurus dengan semakin besarnya nilai efisiensi penurunan
konsentrasi limbah cair kopi. Selain itu fitoremediasi ini juga mampu
untuk meningkatkan nilai TDS dan pH.
2) perlakuan yang memiliki perlakuan paling baik dalam fitoremediasi ini
adalah P3 dengan densitas 400 gram dengan rata-rata nilai efisiensi
sebesar 69,07%. Kemudian densitas terbaik berikutnya diikuti oleh P2
dengan rata-rata nilai efisiensi sebesar 68,27% dan P3 sebesar 63,79%.
Untuk rata-rata nilai efisiensi yang paling rendah pada fitoremediasi ini
terdapat pada P4 yakni sebesar 50,26%.
3) tanaman eceng gondok tidak mampu bertahan lebih dari 14 hari pada
fitoremediasi limbah cair kopi. Bagian tanaman yang mengalami kematian
terlebih dahulu adalah daun, tangkai dan terakhir bagian akar. Eceng
gondok mempunyai batas kemampuan dalam melakukan fitoakumulasi
dan fitodegradasi.
5.2. Saran
Perlu adanya pembandingan limbah hasil pencucian dengan limbah hasil
fermentasi yang dilakukan didalam penelitian selanjutnya. Selain itu perlu adanya
uji densitas untuk mengetahui pengaruh densitas terhadap waktu kematian
tanaman eceng gondok.
DAFTAR PUSTAKA
Yogyakarta :
Gubernur Jawa Timur. 2013. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor : 72 Tahun
2013 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri Dan/Atau Kegiatan
Usaha Lainnya. Surabaya : Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Hartanti, P.I., Haji, A.T.S. dan Wirosudarmo, R. 2013. Pengaruh Kerapatan
Tanaman Eceng Gondok (Eichornia Crassipes (Mart.) Solm) Terhadap
Penurunan Logam Chromium Pada Limbah Cair Penyamakan Kulit. Jurnal
Sumberdaya Alam Dan Lingkungan.Vol. 1 (1) : 31-37.
Institut Teknologi Sepuluh November. 2011. Instruksi Kerja Laboratorium
Teknologi Lingkungan Dan Rekayasa Proses Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh
November. Surabaya : FTSP-ITS.
Juhaeti, T., Syarief, F. dan Hidayati, N. 2005. Inventarisasi Tumbuhan Potensial
Untuk Fitoremediasi Lahan dan Air Terdegradasi Penambangan Emas.
Jurnal Biodiversitas. Vol 6(1) : 31-33.
Kodoatie, R. dan Sjarief, R. 2011. Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu.
Yogyakarta : Penerbit Andi.
Kordi, K., Gufran, K. dan Tancung, A. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam
Budidaya Perairan. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.
Kristanto, P. 2004. Ekologi Industri. Yogyakarta: Penerbit Andi.
P1
3128
830
73,47%
BOD (mg/l)
P2
P3
3128
3128
780
630
75,06%
79,86%
P4
3128
2030
35,10%
P1
4158
1460
1280
69,22%
BOD (mg/l)
P2
P3
4158
4158
1160
1108
870
1140
79,08%
72,58%
P4
4158
2070
1832
55,94%
P1
3643
1055
71,04%
BOD (mg/l)
P2
P3
3643
3643
825
885
77,35%
75,71%
P4
3643
1931
46,99%
P1
4887
1280
73,81%
COD (mg/l)
P2
P3
4887
4887
1200
960
75,45%
80,36%
P4
4887
3120
36,16%
P1
6400
2320
2036
68,19%
COD (mg/l)
P2
P3
6400
6400
1840
1760
1382
1318
78,41%
P4
6400
4240
2910
79,41%
54,53%
P1
5643,5
1658
COD (mg/l)
P2
P3
5643,5
5643,5
1291
1139
P4
5643,5
3015
70,62%
77,12%
46,58%
79,82%
51
A.3. Nilai pH
A.3.1. Nilai pH Ulangan 1
HARI
KE
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
pH
P1
4,3
4,2
4,6
5,3
5,8
6,5
6,8
7,3
7,9
8,3
8,3
8,5
8,7
8,7
P2
4,3
4,2
4,6
5,4
5,9
6,5
7,2
7,6
7,8
8,1
8,3
8,5
8,6
8,5
P3
4,3
4,2
4,8
6,2
7
7,4
7,8
7,9
8,2
8,3
8,6
8,6
8,5
8,5
P4
4,3
4,1
4,4
4,6
4,9
5,4
5,9
6,4
7,3
7,9
8,2
8,4
8,5
8,6
P3
4,1
4,2
4,8
6,1
6,3
6,7
6,9
7,2
7,3
7,5
7,6
7,6
7,7
7,7
P4
4,1
4,1
4,1
4,2
4,2
4,4
4,6
4,6
4,7
4,9
5,1
5,4
5,8
5,9
pH
P1
4,1
4,1
4,5
5,1
5,5
5,7
6
6,2
6,4
6,8
6,8
7,1
7,3
7,5
P2
4,1
4,1
4,8
5,5
5,9
6,6
6,9
7,2
7,2
7,5
7,7
7,8
8
8
52
pH
P1
4,2
4,2
4,6
5,2
5,7
6,1
6,4
6,8
7,2
7,6
7,6
7,8
8,0
8,1
P2
4,2
4,2
4,7
5,5
5,9
6,6
7,1
7,4
7,5
7,8
8,0
8,2
8,3
8,3
P3
4,2
4,2
4,8
6,2
6,7
7,1
7,4
7,6
7,8
7,9
8,1
8,1
8,1
8,1
P4
4,2
4,1
4,3
4,4
4,6
4,9
5,3
5,5
6,0
6,4
6,7
6,9
7,2
7,3
P1
20,24
44,31
Phospor (mg/l)
P2
P3
20,24
20,24
48,01
95,71
P4
20,24
72,2
Phospor (mg/l)
P2
P3
69,62
69,62
143,1
116,98
24,23
26,26
P4
69,62
54,43
44,65
P1
69,62
300,07
155,08
53
P1
44,93
99,69
Phospor (mg/l)
P2
P3
44,93
44,93
36,12
60,98
P4
44,93
58,42
Nitrogen (mg/l)
P2
P3
66,4
66,4
172,03
209,69
P4
66,4
171,43
Nitrogen (mg/l)
P2
P3
224,05
224,05
232,92
301,34
117,79
137,75
P4
224,05
157,97
73,76
Nitrogen (mg/l)
P2
P3
145,225
145,225
144,91
173,72
P4
145,225
122,595
P1
66,4
239,91
P1
224,05
117,37
252,61
P1
145,225
246,26
54
P1
34,9
33,8
33,5
34,9
34,9
29,9
28
32,2
32,4
33,1
33
32,4
32,1
32,5
32,70
P4
30,6
32,1
32,7
33,7
33,5
27,5
26,1
30,4
30,6
30,7
31,8
30,3
30,5
31,5
31,5
P4
29,5
29,8
31,8
31,5
31
30,5
29,7
30,2
30,8
29,4
30,3
30,1
29,5
30,7
30,81
P1
32
31,7
34,1
33,5
32,5
31,5
32,3
31
31,5
32,4
33,8
32,3
31,5
32
32,29
55
P1
33,5
32,8
33,8
34,2
33,7
30,7
30,2
31,6
32,0
32,8
33,4
32,4
31,8
32,3
32,49
P4
30,1
31,0
32,3
32,6
32,3
29,0
27,9
30,3
30,7
30,1
31,1
30,2
30,0
31,1
30,60
P1
10.200
9.960
9.780
9.300
9.060
8.880
8.640
8.460
7.920
7.140
6.600
6.480
6.300
6.240
38,82
P4
10.261
9.680
9.390
9.051
8.664
8.422
8.180
7.792
7.502
6.824
6.486
6.244
6.050
5.760
43,87
56
P1
10.200
9.960
9.780
9.660
9.480
9.300
9.060
7.920
7.680
7.500
7.260
6.960
6.900
6.780
33,53
P4
10.648
10.454
10.212
9.922
9.632
9.341
7.599
7.260
6.873
6.534
6.340
5.905
5.566
5.179
51,36
P4
10.454
10.067
9.801
9.486
9.148
8.881
7.889
7.526
7.187
6.679
6.413
6.074
5.808
5.469
47,69
P1
10.200
9.960
9.780
9.480
9.270
9.090
8.850
8.190
7.800
7.320
6.930
6.720
6.600
6.510
36,18
57
P1
461
343
337
314
290
294
157
122
97,9
73,2
64,6
56,6
41,4
42,6
90,76%
Turbiditas (NTU)
P2
P3
434
365
301
289
255
228
213
174
186
156
191
90,5
104
62,6
95,7
50,2
68,2
33,3
37,5
26,1
36,8
24,9
30,2
27,1
28,9
26,1
27,9
27,1
93,57%
92,58%
P4
935
811
760
742
746
511
490
438
429
392
286
240
233
246
73,69%
Turbiditas (NTU)
P2
P3
938
931
937
934
913
930
830
828
783
768
701
688
685
663
659
641
643
651
640
655
652
648
673
661
681
689
698
719
25,59%
22,77%
P4
981
957
921
903
880
871
889
840
773
717
705
691
702
680
30,68%
P1
931
912
884
851
822
794
761
729
746
750
769
769
781
792
14,93%
58
P1
696,0
627,5
610,5
582,5
556,0
544,0
459,0
425,5
422,0
411,6
416,8
412,8
411,2
417,3
40,04%
Turbiditas (NTU)
P2
P3
686,0
648,0
619,0
611,5
584,0
579,0
521,5
501,0
484,5
462,0
446,0
389,3
394,5
362,8
377,4
345,6
355,6
342,2
338,8
340,6
344,4
336,5
351,6
344,1
355,0
357,6
363,0
373,1
47,09%
42,43%
P4
958,0
884,0
840,5
822,5
813,0
691,0
689,5
639,0
601,0
554,5
495,5
465,5
467,5
463,0
51,67%
P1
143,1
114,1
112,6
107,0
101,1
102,1
68,4
59,8
53,8
47,7
45,6
43,7
39,9
40,2
71,90%
TSS (mg/l)
P2
P3
136,5
119,5
103,8
100,8
92,5
85,8
82,1
72,5
75,5
68,1
76,7
52,0
55,3
45,1
53,3
42,1
46,5
37,9
39,0
36,2
38,8
35,9
37,2
36,4
36,8
36,2
36,6
36,4
73,19%
69,54%
P4
259,8
229,2
216,7
212,3
213,3
155,4
150,3
137,5
135,3
126,2
100,1
88,8
87,1
90,3
65,25%
59
P1
258,8
254,1
247,2
239,1
232,0
225,1
216,9
209,1
213,3
214,2
218,9
218,9
221,9
224,6
13,21%
TSS (mg/l)
P2
P3
260,5
258,8
260,2
259,5
254,3
258,5
233,9
233,4
222,4
218,7
202,2
199,0
198,3
192,8
191,9
187,4
187,9
189,9
187,2
190,9
190,1
189,1
195,3
192,3
197,3
199,2
201,4
206,6
22,67%
20,15%
P4
271,1
265,2
256,3
251,9
246,2
244,0
248,4
236,4
219,9
206,1
203,2
199,7
202,4
197,0
27,32%
TSS (mg/l)
P2
P3
198,5
189,1
182,0
180,2
173,4
172,2
158,0
153,0
148,9
143,4
139,5
125,5
126,8
119,0
122,6
114,8
117,2
113,9
113,1
113,5
114,5
112,5
116,2
114,4
117,1
117,7
119,0
121,5
40,04%
35,76%
P4
265,4
247,2
236,5
232,1
229,7
199,7
199,4
186,9
177,6
166,1
151,6
144,3
144,7
143,6
45,88%
P1
201,0
184,1
179,9
173,0
166,5
163,6
142,7
134,4
133,5
131,0
132,3
131,3
130,9
132,4
34,12%
60
P1
570
601
647
684
707
753
791
TDS (mg/l)
P2
P3
556
552
585
586
613
599
641
645
681
672
704
696
762
749
P4
552
571
594
611
625
658
696
P1
524
552
631
692
758
891
931
TDS (mg/l)
P2
P3
531
525
546
547
589
579
610
615
677
662
754
717
870
812
P4
520
535
617
715
848
861
950
P1
547,0
576,5
639,0
688,0
732,5
822,0
861,0
TDS (mg/l)
P2
P3
543,5
538,5
565,5
566,5
601,0
589,0
625,5
630,0
679,0
667,0
729,0
706,5
816,0
780,5
P4
536,0
553,0
605,5
663,0
736,5
759,5
823,0
61
Turbidity
(NTU)
80
100
120
140
160
180
200
220
240
260
280
TSS (mg/l)
58,5
50,5
67,5
57
67,5
65,5
71
85,5
92
97,5
102,5
62
63
Mean
2 1.6580E3
534.57273 3.78000E2
2 1.2910E3
128.69343
Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
-3144.9454
6460.9454
1280.00
2036.00
91.00000
134.7354
2447.2646
1200.00
1382.00
2 1.1390E3
253.14423 1.79000E2
-1135.4106
3413.4106
960.00
1318.00
2 3.0150E3
148.49242 1.05000E2
1680.8485
4349.1515
2910.00
3120.00
Total
8 1.7758E3
825.36048 2.91809E2
1085.7314
2465.7686
960.00
3120.00
ANOVA
Nilai
Sum of Squares
Between Groups
Within Groups
Total
df
Mean Square
4380077.500
1460025.833
388462.000
97115.500
4768539.500
F
15.034
Sig.
.012
64
Multiple Comparisons
Dependent Variable:Nilai
LSD
(J)
Aquarium
-498.2336
1232.2336
-346.2336
1384.2336
-2222.2336
-491.7664
-1232.2336
498.2336
-713.2336
1017.2336
-2589.2336
-858.7664
-1384.2336
346.2336
-1017.2336
713.2336
-2741.2336
-1010.7664
491.7664
2222.2336
858.7664
2589.2336
1010.7664
2741.2336
Mean Difference
(I-J)
Std. Error
(I)
Aquarium
Sig.
Lower Bound
Nilai
Subset for alpha =
0.05
Perlakuan
Duncan
2 1.1390E3
2 1.2910E3
2 1.6580E3
Sig.
Means for groups in homogeneous
subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
3.0150E3
.177
1.000
Upper Bound
65
Mean
Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
2 4.1700E2
530.33009 3.75000E2
-4347.8268
5181.8268
42.00
792.00
2 3.6250E2
474.46865 3.35500E2
-3900.4317
4625.4317
27.00
698.00
2 3.7300E2
489.31789 3.46000E2
-4023.3468
4769.3468
27.00
719.00
2 4.6300E2
306.88434 2.17000E2
-2294.2464
3220.2464
246.00
680.00
Total
8 4.0388E2
349.00816 1.23393E2
112.0969
695.6531
27.00
792.00
ANOVA
Nilai
Sum of Squares
Between Groups
df
Mean Square
12666.375
4222.125
Within Groups
839980.500
209995.125
Total
852646.875
Sig.
.020
.996
66
Descriptive Statistics
Densitas
COD
BOD
Kekeruhan
TSS
Mean
Std. Deviation
45.3450
12.98955
200
71.0000
3.97394
300
76.9300
2.09304
400
79.8850
.67175
Total
68.2900
15.46967
45.5200
14.73611
200
71.3450
3.00520
300
77.0700
2.84257
400
76.2200
5.14774
Total
67.5388
15.07982
52.1850
30.41266
200
52.8450
53.61991
300
59.5800
48.06912
400
57.6750
49.36312
Total
55.5712
35.10428
58.0000
21.21320
200
60.0000
42.42641
300
59.5000
47.37615
400
62.5000
41.71930
Total
60.0000
29.89505
67
Source
Df
Mean Square
Sig.
Intercept
126403.920
126403.920
70.304
.001
Densitas
1819.262
606.421
.337
.801
Error
7191.861
1797.965
Multiple Comparisons
Measure:Parameter
(I)
Densitas
Tukey
HSD
200
300
400
(J)
Mean
Densitas Difference (I-J) Std. Error
200
-13.5350
21.20121
.914
-99.8421
72.7721
300
-18.0075
21.20121
.830
-104.3146
68.2996
400
-18.8075
21.20121
.813
-105.1146
67.4996
13.5350
21.20121
.914
-72.7721
99.8421
300
-4.4725
21.20121
.996
-90.7796
81.8346
400
-5.2725
21.20121
.994
-91.5796
81.0346
18.0075
21.20121
.830
-68.2996
104.3146
200
4.4725
21.20121
.996
-81.8346
90.7796
400
-.8000
21.20121
1.000
-87.1071
85.5071
18.8075
21.20121
.813
-67.4996
105.1146
200
5.2725
21.20121
.994
-81.0346
91.5796
300
.8000
21.20121
1.000
-85.5071
87.1071
Parameter
Subset
Densitas
a
Tukey HSD
50.2625
200
63.7975
300
68.2700
400
69.0700
Sig.
Duncan
.813
50.2625
200
63.7975
300
68.2700
400
69.0700
Sig.
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 449,491.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
.428
68