Tugas Akhir Rizkha Savira
Tugas Akhir Rizkha Savira
Tugas Akhir Rizkha Savira
TUGAS AKHIR
Diajukan Oleh:
RIZKHA SAVIRA
NIM. 160702059
Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi
Program Studi Teknik Lingkungan
iii
ABSTRAK
Air limbah domestik merupakan air buangan yang berasal dari dapur, tempat cuci
pakaian, dan kamar mandi. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi
tingkat pencemaran dari air limbah domestik yaitu dengan menggunakan biji
nangka sebagai bikoagulan pada proses pengolahan limbah. Penelitian ini bertujuan
untuk menguji kemampuan dari biji nangka dalam menurunkan tingkat pencemaran
Turbiditas, TSS dan COD serta mengetahui pengaruh konsentrasi yang diberikan
oleh biji nangka. Pengolahan air limbah domestik dilakukan dengan proses
koagulasi – flokulasi dengan menggunakan jartest, pada penelitian ini ada satu
variasi yaitu dengan kecepatan pengadukan cepat 250 rpm selama 15 menit dan
pengadukan lambat 100 rpm selama 20 menit dengan waktu pengendapan 60 menit.
Pemberian konsentrasi biokoagulan dimulai dari 5 mg/l, 10 mg/l, 15 mg/l, 20 mg/l
dan 30 mg/l.. Hasil penelitian penurunan tingkat kekeruhan paling optimum terjadi
di konsentrasi 5 mg/l sebesar 6,32 NTU dengan persentase penurunan sebesar 80%.
Penurunan COD paling optimum di konsentrasi 5 mg/l dengan tingkat penurunan
42 mg/l dengan persentase penurunan 83%. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini sudah mampu mengatasi permasalahan limbah domestik (grey water).
iv
ABSTRACT
Domestic wastewater is waste water that comes from the kitchen, laundry, and
bathroom. One way that can be done to reduce the level of pollution from domestic
wastewater is by using jackfruit seeds as bicoagulants in the sewage treatment
process. This study aims to test the ability of jackfruit seeds to reduce the level of
Turbidity, TSS and COD pollution and determine the effect of the concentration
given by jackfruit seeds. Domestic wastewater treatment is carried out by the
coagulation - flocculation process using jartest, in this study there is one variation,
namely with a fast stirring speed of 250 rpm for 15 minutes and a slow stirring of
100 rpm for 20 minutes with a settling time of 60 minutes. Giving biocoagulant
concentration starts from 5 mg / l, 10 mg / l, 15 mg / l, 20 mg / l and 30 mg / l.. The
results of the study decreased the most optimum turbidity level occurred at a
concentration of 5 mg / l by 6.32 NTU with a percentage decrease of 80%. COD
reduction is most optimum at a concentration of 5 mg / l with a decrease of 42 mg
/ l with a percentage reduction of 83%. The method used in this study has been able
to overcome the problem of domestic waste (gray water).
v
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT, Dia-lah yang telah menganugerahkan Al-
Qur’an sebagai Hudan lin naas (petunjuk bagi seluruh manusia) dan Rahmatan
Lil’alamin (rahmat bagi segenap alam). Dia-lah yang Maha Mengetahui makna dan
maksud kandungan Al-Qur’an. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi
Besar Muhammad SAW utusan dan manusia pilihan, dan sebagai penyampai pengamal
dan penafsir pertama Al-Qur’an.
Dengan pertolongan dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Proposal
Tugas Akhir yang berjudul “Penurunan Turbidity,Total Suspended Solid (TSS), dan
Chemical Oxygen Demand (COD), Menggunakan Biji Nangka (Artocarpus
heterophyllus) Sebagai Biokoagulan Dalam Pengolahan Air Limbah (Grey
water)”. Proposal Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Teknik (S.T) di prodi Teknik Lingkungan, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh. Ucapan terimakasih kepada orang
tua, Ibunda Salmawati dan Adik Rifda Shakilla dan Keluarga Besar Syarbini yang
telah memberikan dorongan moral, semangat serta doa sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir. Selama persiapan dan pelaksanaan pembuatan Tugas
Akhir ini penulis telah banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Husnawati Yahya, M.Sc., selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.
2. Bapak Aulia Rohendi, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.
3. Bapak Arief Rahman, M.T selaku Koordinator Seminar Proposal Tugas Akhir,
Penelitian Tugas Akhir.
4. Bapak T. Muhammad Ashari M.Sc selaku Penasehat Akademik yang
memberikan banyak arahan selama proses menimba ilmu di bidang Teknik
Lingkungan.
vi
5. Bapak Muhammad Ridwan Harahap, M.Si selaku Dosen pembimbing 1 yang
telah meluangkan waktu membimbing dan memberikan arahan kepada penulis
dalam proses menyusun Proposal Tugas Akhir dari awal sampai selesai.
6. Bapak M Faisi Ikhwali, M. Eng selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan saran dan solusi dalam penulisan tugas akhir.
7. Staf Tata Usaha di Program Studi Teknik Lingkungan.
8. Alfis Yusri, Varissa Mufliha, Sri Mutia Mayliansa, Syarifah Aliya Yasmin,
Maulida Rizki, Nur Azizah, Desi Elvida, M. Arisda Fitriandy, Cuttia Mardha
Nadila dan rekan – rekan jurusan Teknik Lingkungan angkatan 2016 yang telah
membantu dan memberikan semangat dan kebersamaan.
Semoga amal dan bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT.
Penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi berbagai pihak khususnya
bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Ar-Raniry. Penulis menyadari bahwa
Proposal Tugas Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan oleh karena itu, kritik dan
saran untuk lebih menyempurnakan Proposal Tugas Akhir.
Aamin ya Rabbal`alamiin.
Rizkha Savira
vii
DAFTAR ISI
viii
2.4 Jartest .................................................................................................... 11
2.5 Parameter Analisis Pada Limbah Domestik ........................................... 11
2.6 Biokoagulan .......................................................................................... 12
2.7 Nanobiokoagulan .................................................................................. 13
2.8 Penelitian Terdahulu .............................................................................. 15
2.9 Kerangka Pikir Penelilitian .................................................................... 16
2.10 Hipotesis Penelitian.............................................................................. 18
2.11 Biji Buah Nangka ................................................................................ 18
BAB III Metodologi Penelitian ...................................................................... 20
3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian .............................................................. 20
3.2 Diagram Alir Penelitian ........................................................................ 20
3.3 Alat Dan Bahan ..................................................................................... 22
3.3.1 Alat – Alat .................................................................................... 22
3.3.2 Bahan – Bahan ............................................................................. 22
3.4 Prosedur Kerja ....................................................................................... 22
3.4.1 Lokasi Pengambilan Sampel ........................................................ 22
3.4.2 Cara Pengambilan Sampel ........................................................... 22
3.5 Variabel Penelitian ................................................................................ 22
3.6 Tahapan Penelitian ................................................................................ 23
3.6.1 Persiapan Biokoagulan ................................................................. 23
3.6.2 Proses Koagulasi Flokulasi ........................................................... 23
3.6.3 Pengujian Kekeruhan ................................................................... 25
3.6.4 Pengujian TSS .............................................................................. 25
3.6.5 Pengujian COD ............................................................................ 26
BAB IV Hasil Dan Pembahasan .................................................................... 27
4.1 Pembuatan Nanobiokoagulan Biji Nangka ............................................ 27
4.2 Uji Pendahuluan ..................................................................................... 29
4.3 Pembahasan ............................................................................................ 29
4.3.1 Pengaruh Penurunan Biji Nangka Terhadap Kekeruhan .............. 31
ix
4.3.2 Pengaruh Penurunan Biji Nangka Terhadap COD........................ 33
4.3.3 Pengaruh Penurunan Biji Nangka Terhadap TSS ......................... 35
BAB V Penutup ............................................................................................... 37
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 37
5.2 Saran....................................................................................................... 37
Daftar Pustaka .................................................................................................. 38
Lampiran .......................................................................................................... 44
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
Lambang
H2SO4 Asam Sulfat 37
K2Cr2O7 Kalium Dikromat 37
Ag2SO4 Perak Sulfat 37
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air sebagai sumber daya alam yang sangat penting, karena dibutuhkan masyarakat
untuk kelangsungan hidup. Air limbah domestik menyumbang sebagian besar air
limbah yang dihasilkan dari aktivitas manusia. Hingga 90% konsumsi air dibuang
sebagai limbah cair (Busyairi, dkk., 2020)
Dengan 270 juta penduduk Indonesia dan adanya pertambahan penduduk yang
semakin meningkat, pencemaran lingkungan menjadi salah satu permasalahan yang
banyak ditemui pada daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Salah satu
dampak dari kepadatan penduduk terutama di wilayah perkotaan ialah meningkatnya
pemakaian air minum atau air bersih yang berdampak pada peningkatan jumlah
pembuangan air limbah domestik. Air limbah domestik inilah yang akan menjadi salah
satu penyebab pencemaran pada sumber – sumber air baku (Fitria, dkk., 2023).
Air limbah domestik merupakan salah satu penyumbang terbesar yang dihasilkan
oleh aktivitas manusia. Air limbah domestik dibagi menjadi dua kategori yaitu black
water dan grey water. Black water adalah pembuangan dari toilet yang mengandung
bahan organik, nitrogen, dan kandungan fosfor. Grey water semua air limbah salah
satunya air toilet rumah tangga. (Vandith, dkk., 2018). Secara keseluruhan, kuantitas
grey water di Indonesia adalah 1 sampai 4 kali lebih tinggi dari kuantitas black water,
sedangkan kuantitas grey water yang tidak diolah 3 sampai 6 kali lebih tinggi dari black
water yang tidak diolah. Parameter yang menjadi perhatian meliputi padatan
tersuspensi, kebutuhan oksigen biokmia, kebutuhan oksigen kimia, minyak dan lemak,
nitrogen dan coliform. (Widyarani, 2022).
Menganalisis bahwa grey water dapat menjadi sumber pencemaran yang di
signifikan karena jumlah yang besar dan kurangnya pengolahan. Selain itu, pengolahan
black water yang sebagian besar bergantung pada pengolahan di tempat sering kali
tidak memadai karena kurangnya kualitas untuk infrastruktur, pengoperasian
1
2
dan pemeliharaan (Fitri, 2022). Sangat diperlukan pengolahan air limbah domestik dan
dapat diterapkan di rumah tangga.
Air buangan dapat menimbulkan dampak yang besar dan penting terhadap
lingkungan dan manusia, khususnya mengakibatkan suatu pencemaran dan penyakit-
penyakit menular. Penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh pencemaran air limbah
ialah sebagai berikut: Penyakit Kolera, Penyakit Thpus, Penyakit Hepatitis A, Penyakit
Disentri ,Penyakit Filariasis/kaki gajah (Purnama, 2017).
Selain itu semakin banyak limbah yang terkandung didalam air maka semakin
berpengaruh pula terhadap kelangsungan hidup biota air. Misalnya seperti pencemaran
yang berada pada sungai Lamongan menyebabkan beberapa ikan, mengeluarkan lendir,
insang berdarah, bahkan ekslusif mati (Isti’anah, dkk., 2017). Untuk kondisi air saat ini
menunjukkan bahwa jumlah polutan yang mencemari telah melebihi daya tampung dan
tidak dapat berasimilasi secara alami (Prayogo, dkk., 2023)
Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan air limbah domestik agar dapat
mengatasi masalah pencemaran limbah domestik, dengan cara memakai biokoagulan.
Biokoagulan adalah koagulan alami yang dapat berperan dalam proses sedimentasi
partikel – partikel kecil yang sulit mengendap dengan sendirinya. Biokoagulan
berfungsi untuk mengikat kotoran atau partikel – partikel yang terdapat di dalam air
(Suharto, 2011). Koagulan alami merupakan koagulan yang berasal dari cangkang
hewan atau biji tanaman yang mengandung protein polikationik sehingga bisa
menetralisir partikel dalam rantai koloid, sehingga perlu dikembangkan pemanfaatan
bahan alami sebagai koagulan karena memiliki beberapa keuntungan yaitu bersifat
biodegradable, lebih aman terhadap lingkungan, kesehatan manusia serta bebas racun.
Masyarakat memanfaatkan biji nangka (Artocarpus heterophyllus) sebagai bahan
pangan yang diolah dengan cara direbus dan terkadang dibuang sebagai limbah.
Rendahnya pemanfaatan biji nangka (Artocarpus heterophyllus) dalam bidang pangan
disebabkan kurangnya minat masyarakat dalam pengolahan biji nangka. Selain itu biji
nangka (Artocarpus heterophyllus) juga dapat dimanfaatkan sebagai pembuatan tempe
(Harmoko, dkk., 2016). Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus) adalah tanaman
3
naturalisasi penting di Asia Tenggara yang kaya dengan sumber pati. Karena sifatnya
yang ramah lingkungan dan efektifitas serbuk biji nangka (Artocarpus heterophyllus)
dapat digunakan sebagai alternatif koagulan kimiawi. Sehingga pengolahan air limbah
menjadi lebih mudah dan murah untuk diterapkan (Rahman, 2018).
Ditinjau dari komposisi kimianya biji nangka mengandung pati cukup tinggi,
yaitu sekitar 40-50%, sehingga sangat berpotensi sebagai sumber pati. Kandungan
yang terdapat di dalam biji nangka yaitu energi (165 kkal), protein, lemak, karbohidrat,
kalsium, fosfor, besi , vitamin B1, vitamin C, dan air (Ririn, 2011). Protein pada biji
nangka (Artocarpus heterophyllus) mengandung asam amino dimana asam amino
dapat berfungsi sebagai koagulan alami.
Penelitian sebelumnya juga sudah melakukan eksperimen oleh Wibawarto, dkk.,
(2017) yang berjudul Studi penurunan Turbidity, TSS, COD menggunakan Biji Kelor
(Moringa Oleifera) sebagai nanobiokoagulan dalam pengolahan air limbah domestik
(grey water).
Koagulan alami yang mampu mengolah air limbah seperti yang dilakukan oleh
(Pradipta, 2017) dan (Bachtiar 2016) dengan menggunakan biji kacang Babi (Mucuna
pruriens), dan tepung biji asam jawa. Namun, koagulan yang akan digunakan pada
penelitian ini yaitu dengan memanfaatkan biji buah nangka (Artocarpus heterophyllus)
sebagai nanobiokoagulan dalam pengolahan air limbah domestik.
Berdasarkan latar belakang diatas, dibutuhkan tentang kajian tentang penurunan
Total Suspended Solid (TSS), dan Chemical Oxygen Demand (COD), menggunakan
biji buah nangka (Artocarpus heterophyllus) sebagai nanobiokoagulan dalam
pengolahan air limbah domestik (grey water).
2. Apa bedanya pengaruh konsentrasi Turbidity, TSS, COD pada air limbah domestik
(grey water) menggunakan biokoagulan dari biji nangka?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dari tugas akhir ini adalah:
1. Mengetahui tingkat penurunan TSS, COD pada air limbah domestik (grey water)
menggunakan biokoagulan dari biji nangka.
2. Mengetahui pengaruh konsentrasi TSS, COD pada air limbah domestik (grey
water) dengan menggunakan biokoagulan dari biji nangka (Artocarpus
heterophyllus).
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian dari tugas akhir ini adalah:
1. Memberikan informasi tentang efisiensi pengolahan air limbah domestik (grey
water) dengan menggunakan biokoagulan biji nangka untuk menurunkan kadar
TSS, COD.
2. Memberikan salah satu alternatif teknologi dalam pengolahan air limbah domestik
yang bisa diterapkan, karena mudah dilakukan dan ramah untuk lingkungan.
1.5 Batasan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya batasan masalah
penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini menggunakan biokoagulan biji nangka (Artocarpus heterophyllus)
dengan membuatnya menjadi nanobiokoagulan.
2. Penelitian ini menggunakan beberapa parameter yang akan diuji yaitu Total
Suspended Solid (TSS), Chemical Oxygen Demand (COD) pada air limbah
domestik (grey water).
3. Penelitian ini hanya meneliti kemampuan biji nangka sebagai biokoagulan
terhadap penurunan pada air limbah domestik (grey water).
4. Parameter kekeruhan juga diukur untuk mengetahui kualitas pada air limbah
domestik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran Air
Menurut Peraturan pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa Pencemaran
adalah masuk atau atau dimasukkannya Makhluk hidup, zat, energi, dan/ atau
komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga dibawah Baku Mutu air
yang telah ditetapkan. Pencemaran terhadap lingkungan dapat terjadi di mana saja
dengan laju yang sangat cepat dan beban pencemaran yang semakin berat akibat limbah
industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat. Pencemaran lingkungan ini
dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan bahkan dapat berakibat terhadap
jiwa manusia.
Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan bagi kelangsungan
hidup organisme dan berbagai usaha peningkatan kesejahteraan manusia seperti
perikanan, perindustrian, dan membangkit listrik. Air biasanya disebut tercemar ketika
terganggu oleh kontaminan antropogenik dan ketika tidak bisa mendukung kehidupan
manusia (Aritonang, dkk., 2013).
Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik
yang berbeda – beda seperti pembuangan limbah pabrik ke sungai dan pencemaran air
oleh sampah yang dapat merusak ekosistem sungai dan menyebabkan banjir. Dampak
pencemaran air dapat mempengaruhi perubahan struktur dan fungsi ekosistem sungai
baik hewan maupun tumbuhan (Sigit, 2017).
Pencemaran air dan bentuk aktivitasnya yang dilakukan oleh manusia seperti
membuang sampah yang dapat menyebabkan stress (tekanan) lingkungan dapat
memberikan pengaruh yang berbahaya kepada individu, populasi, komunitas dan
ekosistem. Lama – kelamaan komunitas itu akan dikuasai oleh spesies yang dapat
hidup unggul, dan stabil (Naatonis, 2010). Proses semacam ini seluruhnya disebut
suksesi, sedangkan komunitas yang sudah mencapai kemantapan disebut komunitas
yang sudah mencapai puncak atau klimaks (Rizal, 2011).
5
6
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Baku mutu air adalah
ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air.
2.2.2 Limbah Rumah Tangga (Domestik)
Air buangan rumah tangga merupakan air buangan manusia yakni air limbah
yang dihasilkan dari kamar mandi, cuci pakaian, cuci alat – alat dapur serta kegiatan
rumah tangga lainnya (Sugiharto, 2008).
Air limbah rumah tangga mengandung bahan kimia yang digunakan dalam
kegiatan dari rumah tangga dan harus diolah agar tidak mencemari dan membahayakan
kesehatan serta lingkungan (Nazir, 2016). Untuk mengurangi dampak negatif tersebut
maka perlu suatu upaya pengolahan air limbah sebelum dibuang ke lingkungan atau
badan air, salah satunya dengan melakukan pengolahan air limbah domestik. Kriteria
kualitas air yang baik umumnya terdiri dari parameter kimia dan mikrobiologi COD,
BOD, nutrisi, patogen, logam berat, dan beberapa mikropolutan organik (Mardina,
2020).
Karakteristik air limbah rumah tangga sangat bergantung pola standar hidup,
kebiasaan sosial dan budaya, jumlah anggota rumah dan penggunaaan bahan kimia
rumah tangga (Nainggolan, 2016).
2.2.3 Dampak Pembuangan Air Limbah Domestik
Bahan Pencemar di badan air ada yang secara langsung dapat diketahui
kehadirannya tanpa harus dengan pemeriksaan laboratorium, seperti timbulnya busa,
warna, dan bau yang tidak sedap (Afiya, 2018). Limbah yang masuk kedalam perairan
danau secara kontinyu (limbah organik) menyebabkan terjadinya nutrient enrichment
di badan air yang berpotensi menimbulkan euntrofikasi. Air limbah domestik yang
mengandung deterjen menyebabkan terjadi peningkatan pada kadar fosfat sehingga
memicu pertumbuhan ganggang air. Ganggang yang tumbuh berlebihan dapat
menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem danau melalui eutrofikasi (Arum, 2019).
Ganggang yang mati menjadi serasah yang mengendap di dasar perairan danau. Pada
8
saat danau menjadi dangkal, tumbuhan berakar dapat berdiri tegak yang memenuhi
perairan, sehingga akhirnya danau menjadi rawa (Sulistiowati, 2019).
Air limbah yang dibuang ke badan air yang mengandung COD dan BOD di atas
20 mg/L menyebabkan kurang nya jumlah oksigen di dalam air sehingga bakteri
aerobik akan mati, sedangkan bakteri anaerobik akan mengubah nitrat menjadi amonia
dan sulfat menjadi amonia sulfide yang akan menjadi racun bagi ikan (Yunita, 2015)
Semua parameter dalamnya Limbah domestik yang diperbolehkan dibuang ke
lingkungan harus sudah sesuai dengan PerMen LHK Republik Indonesia No. 68 Tahun
2016 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
2.2.4 Baku Mutu Air Limbah Domestik
Baku mutu air limbah domestik menurut PerMen LHK Republik Indonesia
No.68 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Baku mutu Air Limbah Domestik
Parameter Satuan Kadar Maksimum
TSS mg/L 30
pH - 6-9
BOD mg/L 30
COD mg/L 100
Amoniak mg/L 10
Minyak & lemak mg/L 5
Total Coliform Jumlah/100mL 3000
Debit L/orang/hari 100
(Sumber: PerMen LHK No.68 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Air Limbah)
Lebih tepatnya teknologi pengolahan air limbah yang disediakan harus sesuai
dengan kemampuan teknologi serta kemampuan masyarakat penghasil limbah
(Budiarsa, 2015). Proses secara biologis dapat dilakukan pada kondisi aerobik dan
anaerobik seperti biakan tersuspensi yang memanfaatkan sistem pengolahan dengan
menggunakan aktivitas mikroorganisme untuk mengurai senyawa polutan yang
terdapat dalam air limbah. Proses pengolahan secara fisika menggunakan proses
penyaringan dan gravitasi. Di pengolahan fisika pada umumnya dipergunakan untuk
menghilangkan kekeruhan yang disebabkan oleh partikel-partikel koloid (Said, 2000).
Kemudian proses secara kimia yang sering diterapkan adalah desinfeksi,
pengendapan materi terlarut seperti presipitasi, koagulasi (destabilisasi) koloid. Proses
koagulasi diterapkan untuk mendestabilisasi partikel koloid yang umumnya juga
terdapat pada air limbah fisika – kimia seperti koagulasi – flokulasi dan sedimentasi /
pengendapan dimana dengan adanya penambahan koagulan maka partikel positif yang
terdapat pada koagulan akan mengikat partikel koloid yang ada pada partikel koloid di
dalam air limbah.
2.3.1 Koagulasi
Koagulasi adalah proses larutan atau cairan menjadi gumpalan - gumpalan lunak
ataupun keras, seperti gel secara holistik atau sebagian cairan ditimbulkan akibat dari
perubahan secara kimiawi.
(Sumber: (Respository.un.isba.ac.id)
11
2.4 Jartest
Pengadukan (mixing) merupakan suatu aktivitas yang mencampurkan dua atau
zat yang berbeda untuk menghasilkan campuran yang bersifat homogen. Pada media
ini, dimana fase air pengadukan bertujuan untuk memperoleh keadaan yang bertolak
(turbulen).
Jartest adalah suatu percobaan skala laboratorium yang digunakan dalam
mengevaluasi proses koagulasi dan flokulasi serta menentukan dosis pemakaian bahan
yang ingin digunakan. Pada pengolahan air limbah dengan proses kimia selalu
dibutuhkan bahan kimia tertentu, untuk menurunkan kadar polutan yang ada di dalam
air atau air limbah yang akan diolah. Penambahan bahan kimia tidak dapat dilakukan
sembarangan, harus dengan dosis yang pas dan bahan yang cocok. Jartest bertujuan
untuk mengoptimalkan pengurangan polutan dengan mengevaluasi koagulan dan
flokulan serta menentukan dosis bahan kimia yang ingin digunakan (Putra, 2021)
Cara kerja peralatan jartest dapat dilakukan dengan cara sampel air dituang ke
dalam gelas beaker, ditambahkan koagulan dengan dosis yang telah ditentukan,lalu
wadah diaduk dengan kecepatan tinggi untuk mendorong pencampuran koagulan, dan
dilanjutkan dengan kecepatan rendah untuk mengamati proses flokulasi, Campuran
akan menunjukan produksi flok setelah didiamkan dalam jumlah waktu yang sudah
ditentukan (Husaini, 2018).
2.5 Parameter Analisis pada Limbah Domestik
Parameter yang akan dianalisa pada penelitian ini ada dua, yaitu:
a. Total Suspended Solid (TSS)
Kekeruhan pada air diakibatkan karena adanya kandungan zat padat tersuspensi
yang terdiri dari tanah liat, lumpur alami dan pasir halus yang merupakan bahan
organik. Zat tersuspensi merupakan bahan – bahan organik yang berasal dari berbagai
jenis senyawa seperti lemak, selulosa, protein yang mengapung didalam air seperti
alga, bakteri dan lainnya. Adanya TSS di perairan mengakibatkan terhambatnya sinar
matahari masuk ke perairan sehingga berdampak terhadap kurangnya oksigen di
perairan (Widyaningsih, 2011).
12
2.7 Nanobiokoagulan
Nano adalah suatu yang memiliki ukuran sangat kecil antara 1 sampai 1.000
nanometer. Modifikasi fisik pada biokoagulan mencakup perubahan ukuran partikel
atau butir koagulan menjadi lebih kecil. Perkembangan modifikasi fisik mengarah ke
bentuk nanopartikel. Nanopartikel merupakan material yang memiliki sifat fisika dan
kimia lebih baik daripada partikel berukuran besar. Partikel ukuran kecil dengan
partikel yang berukuran besar memiliki perbandingan antara luas permukaan dan
volume yang lebih besar (Mardani, 2019).
Partikel nano dibuat dengan cara memotong atau menghancurkan material
dengan ukuran besar menjadi ukuran nanometer disebut dengan top down. Metode ini
bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan nanopartikel yang terbaik diantara
ketiga metode tersebut agar nano koagulan yang dihasilkan memiliki stabilitas konstan,
berukuran partikel terkecil, berkualitas baik, serta mendapatkan metode yang paling
sederhana dalam pembuatannya (Muhriz, dkk ., 2011).
Nanopartikel yang terbuat dari alat ball mill memiliki prinsip kerja yang
simple,yaitu bola baja penghancur yang berada dalam wadah akan diputar
menggunakan mesin sehingga bola baja saling bertumbukan dalam jumlah yang
banyak (Kurniawan, 2018).
Ruang lingkup nanoteknologi meliputi usaha dan konsep untuk menghasilkan
material atau bahan berskala nanometer, mengeksplorasi dan rekayasa karakteristik
material atau bahan tersebut, serta mendesain ulang material atau bahan tersebut ke
dalam bentuk, ukuran dan fungsi yang diinginkan (Hendrawati, 2016).
Mekanisme proses koagulasi dengan menggunakan bahan alami merupakan
proses menetralkan muatan-muatan listrik dengan menambahkan bahan alami yang
berfungsi untuk menetralkan atau mengurangi muatan negatif pada partikel-partikel,
sehingga memberi gaya tarik-menarik untuk mendorong terbentuknya koloid dan zat-
zat tersuspensi halus yang menghasilkan mikroflok. Protein yang terkandung dalam
koagulan alami dapat berperan aktif sebagai polielektrolit alami yang perannya mirip
dengan koagulan sintetik. Protein polikationik yang mengandung asam amino kationik
14
Air limbah domestik mengandung senyawa organik yang cukup tinggi dengan
Total Suspended Solid yang cukup tinggi.
Turbidity,TSS,COD.
Variasi Variasi Bebas:
Kontrol: Suhu Dosis Biokoagulan
Pengadukan cepat
Kota Tahun
20
21
Mulai
Studi literatur
Pengumpulan Data
Data Primer
1. Pengambilan Data Sekunder
Sampel Air Limbah SNI pengukuran
2. Persiapan parameter
Biokoagulan kekeruhan, TSS,
3. Pembuatan Sampel COD
Uji
Kesimpulan
Selesai
Variabel tetap yaitu kecepatan pengadukan cepat sebesar 250 rpm dengan
waktu detensi sebesar 15 menit, sedangkan pengadukan dengan kecepatan lambat
sebesar 100 rpm yang membutuhkan waktu selamat 20 menit, dan proses pengendapan
membutuhkan waktu selama 60 menit.
3.6 Tahapan Penelitian
3.6.1 Persiapan Biokoagulan
Pembuatan biokoagulan Biji nangka dengan tahapan sebagai berikut: Biji
Buah Nangka (Artocarpus heterophyllus) yang sudah bersih dikeringkan dengan
oven 1x24 jam dengan suhu 105°C. Setelah dikeringkan, biji dikupas dan
diblender. Kemudian diayak dengan menggunakan saringan ukuran 100 mesh.
(a) (b)
Gambar 3.3 (a). Biji nangka di masukan ke dalam oven dengan suhu 105 (b). Biji
nangka setelah diblender.
Hasil ayakan serbuk biji nangka dilakukan penggilingan (Ball Mill) metode HEM
(High Energy Milling) dengan kecepatan 200 rpm selama 30 menit. Kemudian
dilakukan scanning electron microskop (SEM) untuk melihat ukuran serbuk biji
nangka.
24
(a) (b)
Gambar 3.4 (a). Biji nangka Setelah di blender dan di ayak menggunakan
ayakan 100 mesh (b). Biji Nangka setelah di Ball Milling Selama 30
Menit.
Keterangan :
A: adalah berat kertas saring + residu kering (mg)
B: adalah berat kertas saring (mg) (SNI 06-6989.3-2004).
26
(a) (b)
Gambar 4.1 (a) Serbuk Biji Nangka sesudah diayak dengan 100 Mesh (b) Serbuk Biji
Nangka Setelah Pengilingan (Ball Milling)
27
28
(a) (b)
(c)
Gambar 4.2 (a) Serbuk Biji Nangka dengan ukuran 100 µm dan pembesaran 1000 kali (b)
Serbuk Biji Nangka dengan ukuran 30 µm dan pembesaran 3000 kali (c) Serbuk Biji Nangka
dengan ukuran 20 µm dan 5000 kali pembesaran.
Dapat dilihat pada gambar 4.2 (c), pori – pori mulai terlihat lebih besar dengan
ukuran 30 µm. Hal ini dipengaruhi proses aktivasi. Dengan membesarnya pori – pori
ini, maka polutan RPH terserap oleh biokoagulan yang sudah diaktivasi. Hal ini sesuai
dengan penelitian (Wibawarto, 2017) yang juga melakukan aktivasi pada biji kelor
(Moringa Oleifera). Ukuran serbuk biji kelor pada penelitian (Wibawarto, 2017)
berukuran 90 µm.
29
5 12,45 42 4,62
10 23,20 42 4,62
15 23,34 60 6,32
20 37,20 76 7,4
30 42,09 89 7,72
Dari hasil yang diperoleh setelah dilakukan penelitian, dapat dilihat pada tabel bahwa
larutan koagulan dari serbuk biji nangka (Artocarpus heterophyllus) mampu
menurunkan kadar pencemar yang terdapat pada air limbah domestik pada dosis yang
berbeda di setiap parameter yang diuji. Larutan koagulan dari serbuk biji nangka
(Artocarpus heterophyllus) divariasikan dalam 5 tahap yaitu 5 mg/L, 10 mg/L, 15
mg/L, 20 mg/L, dan 30 mg/L. Kecepatan pengadukan yang dilakukan yaitu 250 rpm
selama 15 menit dan pengadukan lambat 100 rpm selama 20 menit dengan
pengendapan waktu 60 menit. Hal ini kemungkinan terjadi karena kemampuan dari
tanaman biji nangka dalam menurunkan kadar pencemar pada air limbah domestik atau
limbah grey water.
Hasil penelitian dari penambahan biokoagulan dapat dilihat pada tabel 4.3
diketahui bahwa nilai kekeruhan dari air limbah domestik mempunyai tingkat
kekeruhan sebesar 61,28 NTU. Namun setelah di jartest terjadinya penurunan nilai
kekeruhan menjadi 4,62 NTU, hal ini disebabkan karena adanya proses pengendapan
partikel – partikel koloid, dengan pengadukan cepat 250 rpm selama 20 menit,
pengadukan lambat 100 rpm selama 15 menit dan waktu pengendapan selama 60 menit.
Pengadukan cepat ini bertujuan untuk memberikan kontribusi tumbukan antara koloid
– koloid yang mengandung ion sehingga menjadi destabilisasi koloid yang bermuatan
positif, sedangkan pengadukan lambat tujuannya untuk memberikan jeda waktu untuk
proses flokulasi atau pembentukan flok – flok yang lebih besar sehingga mudah
mengendap (Adira, 2020).
33
TURBIDITY
70
Kekeruhan (NTU)
60
50
40
30
20
10
0
5 10 15 20 30
Variasi Biokoagulan
perairan. Semakin tinggi jumlah COD yang dihasilkan maka semakin tinggi kadar
oksigen terlarut untuk dioksidasi sehingga oksigen yang tersedia untuk dimanfaatkan
oleh biota di pengairan semakin rendah. Berikut pengaruh penggunaan biji nangka
terhadap penurunan parameter COD pada air limbah domestik dapat dilihat pada tabel
dan gambar grafik dibawah ini.
10 mg/L 248,59 58
30 mg/L 248,59 89
250
COD (mg/l)
200
150
100
50
0
5 10 15 20 30
Variasi Biokoagulan
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa kadar parameter COD sebelum
ditambahkan biokoagulan adalah 248 mg/L, nilai efektivitas penurunan parameter
COD paling maksimal dengan konsentrasi 5 mg/L yaitu sebesar 42 mg/L. Hal ini telah
memenuhi batas baku mutu air limbah domestik yang ditetapkan oleh Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia nomor: P.68/MenLHK – Setjen/2016.
Batas maksimum dari kadar COD adalah 100 mg/L. Hal ini disebabkan oleh adanya
pengadukan cepat sehingga membantu dalam proses pencampuran larutan biokogulan
dalam air limbah secara merata. Dengan demikian larutan biokoagulan yang telah
tersebar di didalam air limbah akan mengikat bahan padatan tersuspensi yang lebih
banyak, oleh sebab itu akan diperoleh hasil endapan terhadap padatan tersuspensi yang
lebih baik (Emilia, dkk., 2013).
15 mg/L 24 6,32
20 mg/L 24 7,4
30 mg/L 24 7,72
20
15
10
5
0
5 10 15 20 30
Variasi Biokoagulan
Berdasarkan hasil penelitian pada grafik diatas bahwa yang paling baik
menurunkan konsentrasi TSS adalah dosis koagulan 5 mg/l dengan nilai akhir 4,62 dan
durasi pengendapan 60 menit. Hasil eksperimen menunjukan bahwa parameter TSS
memenuji baku mutu yang telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Republik Indonesia nomor: P.68/MenLHK – Setjen/2016. Tentang Baku Mutu Air
Limbah. Namun ketika dilakukan penambahan dosis 10 mg/l, 15 mg/l, 20 mg/l dan 30
mg/l nilai TSS mengalami kenaikan. Terbentuknya flok terhadap padatan tersuspensi
dapat mengakibatkan perubahan berat jenis padatan tersuspensi, sehingga berat jenis
air lebih kecil daripada berat jenis padatan tersuspensi mampu mengendap secara
gravitasi (Wibawarto, 2017).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pengaruh konsentrasi dari biji nangka (Artocarpus heterophyllus) pada penurunan
tingkat turbiditas terjadi pada setiap penambahan biokoagulan sebanyak 5 mg/L
dengan pengadukan cepat 250 rpm selama 20 menit dan pengadukan lambat 100
rpm selama 15 menit dengan waktu pengendapan 60 menit 12,45 NTU.
2. Pengaruh konsentrasi biji nangka (Artocarpus heterophyllus) pada penurunan COD
dan TSS paling optimum di konsentrasi 5 mg/L yaitu sebesar 42 mg/L dengan
persentase 83%.
5.2 Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya, dilakukan penelitian dengan tujuan membandingkan
efektivitas koagulan alami dan koagulan sintetis.
2. Sebaiknya dilakukan beberapa variasi pengadukan dan variasi pengendapan untuk
bisa mendapatkan hasil yang lebih efektif.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan range dosis 40 mg/L, sampai 60 mg/L
dan 0 mg/l – 5 mg/l sehingga diketahui dosis optimum sebenarnya.
4. Pada penelitian ini, proses pembuatan nano biji nangka tidak mencapai ukuran nano
pada umumnya, sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan analisis (PSA)
particle size analyzer untuk memperoleh ukuran yang optimal.
37
DAFTAR PUSTAKA
Arum, P.I S., & Harisuseno, D. (2019). Domestic Wastewater Contribution to Water
Quality of Brantas River at Dinoyo Urban Village, Malang City. J-Pal, 10(2),
2087–3522.
Astuti, F. K., & Tribudi, Y. A. (2017). Penambahan Pati Biji Nangka (Artocarpus
heterophyllus l Terhadap Kualitas Kimia Bakso Ayam. Jurnal Teknologi
Pertanian, 8(2), 1–7.
38
39
Nanobiokoagulan Dalam Pengolahan Limbah Cair PT. Phapros, Tbk Semarang. 5(4),
1–9. Jurnal Teknik Lingkungan.
Budiarsa, W. (2015). Pencemaran Air dan Pengolahan Air Limbah. Skripsi. Udayana
University.
Busyairi, M., Adriyanti, N., Kahar, A., Nurcahya, D., & Sariyadi, S. (2020). Efektivitas
Pengolahan Air Limbah Domestik Grey Water Dengan Proses Biofilter Anaerob
dan Biofilter Aerob (Studi Kasus: IPAL INBIS Permata Bunda, Bontang). Jurnal
Serambi Engineering, 5(4), 1306–1312.
Emilia, I., Suheryanto, S., & Hanafiah, Z. (2013). Distribusi Logam Kadmium dalam
Air dan Sedimen di Sungai Musi Kota Palembang. Jurnal Penelitian Sains, 16(2),
59–64.
Fitria, N., Fillaeli, A., Jelsih, M., Koesmawati, T. A., Fitria, L., Awfa, D., Qadafi, M.,
Hanami, Z. A., Suryawan, I. W. K., Prayogo, W., Ikhwali, M. F., & Nurhalimah,
S. M. (2023). Health Risk Assessment of Heavy Metals on Total Suspended
Particles in Semi Urban, Urban, and Industrial Areas of Bandung Metropolitan
Area, Indonesia. Ecological Engineering and Environmental Technology, 24(5),
131–140.
40
Harmoko, H., Sutanto, A., & Sari, K. (2016). Pengaruh Pemberian Jumlah Takaran
Ragi Terhadap Kandungan Protein Yang Dihasilkan Pada Tempe Biji Nangka
(Artocarpus heterophyllus). Bioedukasi (Jurnal Pendidikan Biologi), 7(1).
Harahap, M. Ridwan., Lola Dhea, A., & Asrul Hakim, M. (2020). Analisis Kadar Cod
(Chemical Oxygen Demand) Dan Tss (Total Suspended Solid) Pada Limbah Cair
Dengan Menggunakan Spektrofotometer Uv-Vis. Amina, 2(2), 79–83.
Hendrawati, H., Syamsumarsih, D., & Nurhasni, N. (2013). Penggunaan Biji Asam
Jawa (Tamarindus indica L.) dan Biji Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.)
Sebagai Koagulan Alami Dalam Perbaikan Kualitas Air Tanah. Jurnal Kimia
VALENSI, 3(1), 357–370.
Husaini, H., Cahyono, S. S., Suganal, S., & Hidayat, K. N. (2018). Perbandingan
Koagulan Hasil Percobaan Dengan Koagulan Komersial Menggunakan Metode
Jar Test. Jurnal Teknologi Mineral Dan Batubara, 14(1), 31.
Isti’anah, I., Najah, S., & Pratiwi, S. H. P. (2017). Pengaruh Pencemaran Limbah
Detergen terhadap Biota Air. Jurnal Enviscience, 1(1), 3.
Khaq, F. A., & Slamet, A. (2017). Perencanaan Sistem Pengolahan Air Limbah
Domestik di Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Teknik ITS, 6(2).
Kusuma, M.N. (2017). Study penurunan TSS, Turbidity, COD Menggunakan Kitosan
Dari Limbah Cangkang Keong Sumpil (Faunus aster) Sebagai Nanobiokoagulan
Dalam Pengolahan Limbah Cair PT. Phapros, Tbk Semarang. Jurnal Teknik
Lingkungan. 6(1).
Muhriz, M., Subagjo, A., & Pardoyo. (2011). Pembuatan Zeolit Nanopartikel dengan
Metode High Energy Milling. Jurnal Sains dan Matematika (Vol. 19, Issue 1, pp.
11–17).
Nainggolan, R., Pratama, A. L., Lopang, I., & Kusumawati, E. (2016). Pengolahan Air
Limbah Domestik Dengan Menggunakan Tanah Gambut Dan Tanaman Air
Domestic Wastewater Treatment Using Peat Soil and Water Plants.Jurnal Teknik
Lingkungan. 183–189.
Putra R, Lebu B, Munthe, D,M., & Rambe, M,A. (2013). Pemanfaatan Biji Kelor
Sebagai Koagulan Pada Proses Koagulasi Limbah Cair Industri Tahu Dengan
Menggunakan Jar Test. Jurnal Teknik Kimia USU, 2(2), 28–31.
Ririn, R. (2011). Pembuatan sari biji nangka sebagai minuman untuk memenuhi
kebutuhan fosfor. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta.
Said, N. I. (2000). Teknologi Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biofilm Tercelup.
Jurnal Teknologi Lingkungan, 1(2), 101–113.
Sigit, D. V., Ernawati, E., & Qibtiah, M. (2017). Hubungan Pengetahuan Lingkungan
Hidup Dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Pencemaran Lingkungan Pada
Siswa Sman 6 Tangerang. Biosfer: Jurnal Pendidikan Biologi, 10(2), 1–6.
Sitorus, Y. R., & Mardina, V. (2020). Karakteristik Kimia dari Penggolahan Limbah
Cair PTPN Y, Sumatera Utara. Jurnal Enviscience, 4(2), 58.
Widyarani, W., D. R., Hamidah, U., Komarulzaman, A., Rosmalina, R. T., &
Sintawardani, N. (2022). Domestic wastewater in Indonesia: generation,
characteristics and treatment. Environmental Science and Pollution Research,
Journal of Urban and Environmental Technology, 29(22), 32397–32414.
44
45
Keterangan:
A adalah berat media penimbang yang berisi media penyaring dan residu kering
B adalah berat media penimbang yang berisi media penyaring awal (g)
1000 adalah konversi mililiter ke liter
V adalah volume contoh uji (mL)
1. Perhitungan TSS dengan koagulan 5 Mg/L.
𝐴−𝐵
TSS (5 mg/L) = x 1000%
𝑉
0,1842−0,1611
= x 1000
5
= 4,62 mg/L.
2. Perhitungan TSS dengan koagulan 10 mg/L.
𝐴−𝐵
TSS (10 mg/L) = x 1000%
𝑉
0,2078−0,1611
= x 1000
10
= 4,67 mg/L.
3. Perhitungan TSS dengan koagulan 15 mg/L.
𝐴−𝐵
TSS (15 mg/L) = x 1000%
𝑉
0,2560−0,1611
= x 1000
15
= 6,32 mg/L.
4. Perhitungan TSS dengan koagulan 20 mg/L.
𝐴−𝐵
TSS (20 mg/L) = x 1000%
𝑉
0,3091−0,1611
= x 1000
20
= 7,4mg/L.
48
= 7,72 mg/L.
5 mg/L = 80 %
2. Efesiensi Penurunan Kekeruhan 10 mg/L
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
10 mg/L = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 x 100%
61,28 23,20
10 mg/L = 61,28 x 100%
10 mg/L = 63 %
3. Efesiensi Penurunan Kekeruhan 15 mg/L
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
15 mg/L = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 x 100%
61,28 23,34
15 mg/L = 61,28 x 100%
15 mg/L = 62 %
4. Efesiensi Penurunan Kekeruhan 20 mg/L
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
20 mg/L = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 x 100%
61,28 37,20
20 mg/L = 61,28 x 100%
20 mg/L = 39 %
49
30 mg/L = 31 %
6. Efesiensi Penurunan COD 5 mg/L
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
5 mg/L = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 x 100%
245,5 42
5 mg/L = 245,5 x 100%
5 mg/L = 83 %
7. Efesiensi Penurunan COD 10 mg/L
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
10 mg/L = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 x 100%
245,5 58
10 mg/L = 245,5 x 100%
10 mg/L = 76 %
8. Efesiensi Penurunan COD 15 mg/L
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
15 mg/L = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 x 100%
245,5 60
15 mg/L = 245,5 x 100%
15 mg/L = 75 %
9. Efesiensi Penurunan COD 20 mg/L
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
20 mg/L = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 x 100%
245,5 76
20 mg/L = 245,5 x 100%
20 mg/L = 69 %
10. Efesiensi Penurunan COD 30 mg/L
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
30 mg/L = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 x 100%
50
245,5 89
30 mg/L = 245,5 x 100%
30 mg/L = 64 %
11. Efesiensi Penurunan TSS 5 mg/L
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
5 mg/L = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 x 100%
24 4.62
5 mg/L = 24 x 100%
5 mg/L = 82 %
12. Efesiensi Penurunan TSS 10 mg/L
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
10 mg/L = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 x 100%
24 4.67
10 mg/L = 24 x 100%
10 mg/L = 80 %
13. Efesiensi Penurunan TSS 15 mg/L
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
15 mg/L = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 x 100%
24 6,32
15 mg/L = 24 x 100%
15 mg/L = 74 %
14. Efesiensi Penurunan TSS 20 mg/L
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
20 mg/L = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 x 100%
24 7,4
20 mg/L = 24 x 100%
20 mg/L = 69 %
15. Efesiensi Penurunan TSS 30 mg/L
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
30 mg/L = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 x 100%
24 7,72
30 mg/L = 24 x 100%
30 mg/L = 67 %
51